Perubahan penggunaan lahan untuk hutan rakyat di kecamatan cikalongkulon cianjur jawa barat

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN UNTUK HUTAN
RAKYAT DI KECAMATAN CIKALONGKULON CIANJUR
JAWA BARAT

LUKKY PRASETIA NUGRAHA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Perubahan
Penggunaan Lahan untuk Hutan Rakyat di Kecamatan Cikalongkulon Cianjur
Jawa Barat” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen
pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai salah satu karya ilmiah
diperguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber inforomasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Lukky Praseta Nugraha
E14080085

ABSTRAK
LUKKY PRASETIA NUGRAHA. E14080085. Perubahan Penggunaan Lahan Untuk
Hutan Rakyat di Kecamatan Cikalongkulon Cianjur Jawa Barat. Dibimbing oleh DIDIK
SUHARJITO.
Penggunaan lahan merupakan wujud nyata pengaruh aktivitas manusia terhadap
permukaan bumi. Penelitian tentang perubahan penggunaan lahan sangat penting
dilakukan untuk menjelaskan dampak yang terjadi terhadap lingkungan fisik maupun
sosial di suatu wilayah. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cikalongkulon Cianjur
Jawa Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan perubahan pada penggunaan
lahan untuk hutan rakyat meliputi luas dan faktor penyebab perubahan penggunaan lahan
di Cikalongkulon Cianjur Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan

menganalisis peta penggunaan lahan pada 2006 sampai 2011, melakukan observasi
lapang, dan wawancara terhadap masyarakat atau petani. Penentuan sampel dilakukan
dengan cara tiga tahap yaitu tahap kecamatan, desa, dan rumah tangga atau responden.
Penentuan responden menggunakan metode purposive sampling. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa penggunaan lahan untuk hutan rakyat mengalami peningkatan luas
sebesar 430.60 ha atau 18.89 % dalam periode 2006 sampai 2011. Penggunaan lahan
yang mengalami peningkatan terluas terjadi pada penggunaan lahan untuk pemukiman
yaitu sebesar 973.02 ha di Kecamatan Cikalongkulon Cianjur pada periode tahun 2006
sampai 2011. Perubahan penggunaan lahan dari non hutan rakyat menjadi hutan rakyat
disebabkan adanya kepastian kepemilikan lahan, ketertarikan menanam jenis tanaman
kehutanan, kepastian akses pasar, sedangkan perubahan penggunaan lahan dari hutan
rakyat menjadi non hutan rakyat disebabkan oleh pembuatan ruas jalan antar Kabupaten
Bandung-Cianjur-Bogor, dan bencana alam pergerakan tanah dan longsor.
Kata kunci: Cikalongkulon, hutan rakyat, penggunaan lahan.

ABSTRACT
LUKKY PRASETIA NUGRAHA. E14080085. Changes of Land Use for Community
Forest on Cikalongkulon Sub-district, Cianjur Regency, West Java. Supervised by DIDIK
SUHARJITO.
Land use is concrete manifestation of human impact on the earth’s surface. Research on

land use change is very important to explain it’s impacts on the physical and social
environment in the region. This research was conducted on Cikalongkulon Sub-district,
Cianjur Regency, West Java. The purpose of this study is to explain change on land use
for community forest, covering vast and the causes of land use in Cikalongkulon Subdistrict, Cianjur Regency, West Java. This study used a survey method to analyze of land
use maps of 2006 and 2011, field observations, and interview with community or farmer.
The location was determined by using three stages i.e sub-district, village, and respondent.
Respondent was choose by using purposive sampling method. The results of this study
indicate that land use for community forests has increased of 430.60 ha or 18.89 % in the
period of 2006 to 2011. The largest increase of land use was occurred on the use of land
for settlement in the amount of 973.02 ha in Cikalongkulon Sub-district, Cianjur Regency
in the period of 2006 to 2011. Changes of land use from non forest to community forest
was caused by land tenure, growing interest in forest plant species, as well as a clear
marketing access, whereas change of land use from forest community to non forest was
caused by manufacture of inter-district roads Bandung-Cianjur-Bogor, and natural
disasters and shifting soil erosion.
Keywords: Cikalongkulon, community forest, land use.

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN UNTUK HUTAN
RAKYAT DI KECAMATAN CIKALONGKULON CIANJUR
JAWA BARAT


LUKKY PRASETIA NUGRAHA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Perubahan Penggunaan Lahan untuk Hutan Rakyat di Kecamatan
Cikalongkulon Cianjur Jawa Barat
Nama
: Lukky Prasetia Nugraha
NIM

: E14080085

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Didik Suharjito, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Ahmad Budiaman, M.Sc,. F.Trop
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini ialah hutan
rakyat, dengan judul Perubahan Penggunaan Lahan untuk Hutan Rakyat di
Kecamatan Cikalongkulon Cianjur Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Didik Suharjito,
MS selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Dewi Ratna Juwita, S.Hut selaku
divisi program Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur dan seluruh
anggota Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kebupaten Cianjur yang telah
membantu dalam pelaksanaan penelitian. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ibu, ayah, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor,

September 2014

Lukky Prasetia Nugraha

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1


Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

2

METODE

4

Bahan

4


Alat

4

Metode Pengumpulan Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

SIMPULAN DAN SARAN

16

Simpulan

16


Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN

18

RIWAYAT HIDUP

32

DAFTAR TABEL
1.
2.

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Bentuk Wilayah Kecamatan Cikalongkulon
Jumlah penduduk Kecamatan Cikalongkulon berdasarkan kelompok
umur dan jenis kelamin tahun 2012
Jumlah penduduk yang bekerja berdasarkan mata pencaharian di
Kecamatan Cikalongkulon pada tahun 2012
Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Kecamatan
Cikalongkulon pada tahun 2012
Jumlah dan proporsi responden berdasarkan umur pada tahun 2013
Jumlah dan proporsi responden berdasarkan pengalaman bekerja pada
tahun 2013
Jumlah dan proporsi responden berdasarkan tingkat pendidikan pada
tahun 2013
Jumlah dan proporsi responden berdasarkan mata pencaharian pada
tahun 2013
Kelas penggunaan lahan tahun 2006 dan 2011 serta perubahannya di
Kecamatan Cikalongkulon

7
8
8
9
9
10
10
10
12

DAFTAR GAMBAR
1 Grafik perubahan luas tipe kelas tutupan dan penggunaan lahan di
Kecamatan Cikalongkulon tahun 2006 dan 2011
2 Tren perkembangan luas penggunaan lahan hutan rakyat di
Cikalongkulon dan Kabupaten Cianjur dari tahun 2006 sampai 2011

13
14

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Peta tutupan lahan Kecamatan Cikalongkulon tahun 2006
Peta tutupan lahan Kecamatan Cikalongkulon tahun 2011
Peta lokasi hutan rakyat di Kecamatan Cikalongkulon
Luas Hutan Rakyat Kabupaten Cianjur pada Tahun 2006-2012 (ha)
Volum Hutan Rakyat Kabupaten Cianjur pada Tahun 2006-2012 (m3)
Perkembangan Luas Hutan Rakyat Cikalongkulon dari tahun 2006
sampai 2012
7 Komposisi jawaban wawancara responden mengenai perubahan
penggunaan lahan di Kecamatan Cikalongkulon
8 Dokumentasi Lapangan

19
21
23
25
27
28
29
31

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Penggunaan lahan merupakan suatu bentuk akhir campur tangan kegiatan
(aktivitas) manusia terhadap lahan yang ada dipermukaan bumi ini yang bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan
berkaitan dengan ketersediaan lahan dan sumberdaya yang ada, salah satunya
hutan dan khususnya hutan rakyat. Ketersediaan lahan dan sumberdaya
didalamnya menentukan adanya produktivitas yang bisa diproduksi.
Perubahan penggunaan lahan ini dipicu oleh faktor-faktor yang terlibat
didalamnya, seperti pertambahan jumlah penduduk, proses urbanisasi, dan
perubahan iklim. Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu
penggunaan lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya yang diikuti
dengan berkurangnya penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu
berikutnya (Martin 1993 dalam Wahyunto et al. 2001). Perubahan penggunaan
lahan mempunyai dampak besar terhadap lingkungan fisik maupun sosial.
Berhubungan dengan masalah yang terjadi maka perlu dilakukan penelitian
tentang identifikasi perubahan penggunaan lahan dan dampak yang terjadi baik
perubahan lingkungan fisik maupun sosial serta faktor pemicu perubahan lahan
khususnya pada hutan rakyat.

Perumusan Masalah
Penggunaaan lahan yang berlebihan khususnya hutan rakyat mengakibatkan
berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda. Oleh karena itu
perlu dilihat perkembangan perubahaan penggunaan lahan yang terjadi terhadap
kurun waktu tertentu.

Tujuan Penelitian
Penelitian dilakukan bertujuan untuk menjelaskan perubahan penggunaan
lahan untuk hutan rakyat selama kurun waktu tahun 2006 sampai 2011.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang
perkembangan perubahan penggunaan lahan di daerah penelitian sehingga dapat
memberi bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan arahan dalam
penggunaan lahan.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Rakyat
Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak
milik (UU No. 41 tahun 1999). Definisi ini diberikan untuk membedakan dari
hutan negara, yaitu hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik
atau tanah negara. Dalam pengertian ini, tanah negara mencakup tanah-tanah yang
dikuasai oleh masyarakat berdasarkan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan
masyarakat lokal atau yang biasa disebut masarakat hukum adat (Suharjito 2000).
Menurut Hardjanto (2000), hutan rakyat merupakan hutan yang dimiliki
oleh masyarakat yang dinyatakan oleh kepemilikan lahan, karenanya hutan rakyat
juga disebut juga hutan milik. Walaupun hutan rakyat di Indonesia hanya
merupakan bagian kecil dari total hutan namun tetap penting karena selain
fungsinya untuk perlindungan tata air pada lahan masayarakat juga penting bagi
pemiliknya sebagai sumber penghasil kayu maupun sumber pendapatan rumah
tangga, disamping hasil-hasil lain seperti buah-buahan, daun, kulit kayu, biji, dan
sebagainya.
SK. Menteri Kehutanan Nomor 101/Kpts-V/1996 dalam Dephut (1996),
menyatakan bahwa hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang
dibebani hak milik maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0.25 ha
dan penutupan tajuk tanamana kayu-kayuan lebih dari 50% dan atau pada
tanaman tahun pertama sebanyak minimal 500 tanaman. Hutan rakyat dapat
dibangun pada lahan hak milik, dan hak-hak lainnya serta pada kawasan hutan
produksi yang dapat dikonservasi yang tidak bertumbuhkan pohon-pohonan.
Hutan rakyat di Jawa pada umumnya hanya sedikit yang memenuhi luasan
sesuai dengan definisi hutan (minimal 0.25 ha). Hal tersebut disebabkan karena
rata-rata pemilikan lahan di Jawa sangat sempit. Dengan sempitnya pemilikan
lahan ini, mendorong kepada pemiliknya untuk memanfaatkan seoptimal mungkin.
Pada umumnya pemilik berusaha memanfaatkan lahan dengan membudidayakan
tanaman-tanaman yang bernilai tinggi, cepat menghasilkan, dan tanaman untuk
dikonsumsi sehari-hari.
Hutan rakyat terdiri dari hutan rakyat murni dan campuran. Hutan rakyat
murni adalah areal hutan rakyat yang seluruhnya ditanami tanaman kayu-kayuan,
sedangkan hutan rakyat campuran adalah areal hutan rakyat yang ditanami dengan
tanaman kayu-kayuan yang dicampur dengan tanaman pertanian dengan
perbandingan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan lebih dari 50%. Hutan rakyat
terdiri dari tegakan atau pohon-pohon yang tumbuh di pekarangan, kebun, talun,
tegalan, lahan persawahan, lahan perladangan, lahan tanah kering, dan lahan milik
terutama yang menghasilkan kayu rakyat. Hutan rakyat tidak harus sebagai
biosinosis yang terdiri dari lahan, pohon, atau tumbuhan lain dan binatang yang
saling menciptakan iklim mikro. Karenanya pohon dalam istilah hutan rakyat
merupakan titik pusat, sehingga suatu talun yang hanya ditumbuhi oleh beberapa
pohon tidak termasuk dalam kategori hutan rakyat (Gani 1990).
Selanjutnya SK. Menteri Kehutanan Nomor 49/Kpts-11/1997 dalam
Supriadi (2002), mengemukakan bahwa pengertian hutan rakyat menimbulkan
konsekuensi-konsekuensi. Pertama, hutan-hutan yang tumbuh di atas tanah adat

3

dan dikelola oleh keluarga-keluarga petani sebagai anggota suatu kelompok
masyarakat adat diklaim oleh pemerintah sebagai hutan negara dan tidak termasuk
hutan rakyat. Kedua, hutan-hutan yang tumbuh di atas tanah milik dan diusahakan
oleh orang-orang kota yang menyewa atau membeli tanah masyarakat lokal masih
dapat dikategorikan sebagai “hutan rakyat” dan “hutan negara” dilihat
berdasarkan pelakunya atau subjek yang mengelola hutan. Hutan rakyat dapat
mencakup hutan individu, hutan keluarga, hutan kelompok, dan hutan kolektif.
Hutan rakyat telah memberikan manfaat ekonomi yang langsung dirasakan
oleh penduduk desa pemilik hutan rakyat. Manfaat yang dirasakan adalah kayu
yang digunakan untuk bahan bangunan guna memperbaiki kondisi rumah mereka
yang dulunya terbuat dari bambu. Selain petani dapat memperoleh tambahan
pendapatan dari menjual kayu hasil hutan rakyat baik dalam bentuk pohon berdiri
maupun dalam bentuk kayu bakar. Penjualan kayu hasil hutan rakyat ini biasanya
dilakukan apabila ada kebutuhan yang sangat mendesak dan keuangan yang ada
kurang mampu mencukupi (Suharjito 2000).
Hutan rakyat merupakan sumber kayu dan hasil hutan lainnya, termasuk
fungsinya sebagai pelindung tanah dan bahaya erosi. Dari segi ekonomis selain
sebagai komoditi perdagangan, bahan bangunan, dan kayu bakar juga sebagai
tabungan untuk keperluan yang sifatnya besar bagi petani kayu rakyat (Lembaga
Penelitian IPB 1990).
Hutan rakyat mempunyai peranan bagi masyarakat terutama dalam hal :
1. Meningkatkan pendapatan masyarakat
2. Meningkatkan produksi kayu bakar
3. Menyediakan kayu untuk bahan bangunan maupun bahan baku industri
4. Mambantu mempercepat usaha rehabilitasi lahan kritis
5. Menghasilkan buah-buahan, umbi-umbian, bahan obat-obatan, sayuran, dan
pakan ternak.
Menurut Jaffar (1993) dalam Awang (2001), pembangunan hutan rakyat
bertujuan untuk:
1. Meningkatkan produktivitas lahan kritis, atau area yang tidak produktiv secara
optimal dan lestari.
2. Membantu keanekaragaman hasil pertanian yang dibutuhkan masyarakat.
3. Membantu dalam penyediaan kayu bangunan dan bahan baku kayu industri
serta bahan bakar.
4. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani di pedesaan.
5. Memperbaiki tata air dan lingkungan, khususnya pada lahan milik rakyat yang
berada di kawasan perlindungan hulu daerah aliran sungai.
Hutan rakyat merupakan sebagian kecil dari hutan di negara kita, disamping
hutan negara yang mendominasi baik dari segi keluasan, intensitas pengelolaan,
penghasilan, pendapatan (devisa) serta paling besar menyedot perhatian bail oleh
pengelola, masyarakat Indonesia, dan bahkan masyarakat internasional (Hardjanto
2000).
Departemen Kehutanan (1997), menegaskan bahwa tujuan pokok
pengembangan hutan rakyat adalah :
1. Memenuhi kebutuhan kayu
2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
3. Memperluas kesempatan kerja
4. Salah satu upaya pengentasan kemiskinan

4

Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari suatu bentuk campur tangan
kegiatan manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat dinamis dan
berfungsi untuk memenuhi kebutuhan material maupun spiritual (Arsyad 1989).
Secara umum penggunaan lahan di Indonesia merupakan akibat nyata dari suatu
proses yang lama dari adanya interaksi yang tetap, adanya keseimbangan serta
keadaan dinamis antara aktifitas-aktifitas penduduk diatas lahan dan keterbatasanketerbatasan di dalam lingkungan tempat hidup.
Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan
dari satu sisi penggunaan ke penggunaan lainnya yang diikuti dengan
berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu
berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda
(Martin 1993 dalam Wahyunto et al. 2001). Perubahan
iklim,
peningkatan
penduduk, dan proses urbanisasi merupakan penyebab umum yang dianggap
sebagai factor-faktor yang berkontibusi terhadap terjadinya perubahan
penggunaan lahan (Wu et al. 2008), dan kenyataannya perubahan penggunaan
lahan tidak terjadi karena adanya factor tunggal (Verburg and Veldkamp 2001).

METODE
Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2013 sampai bulan
September 2013. Lokasi Hutan Rakyat yang dipilih yaitu Kawasan Kecamatan
Cikalongkulon, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1. Data Potensi dan Produksi Hutan Rakyat
2. Peta Tutupan Penggunaan Lahan Cikalingkulon Tahun 2006 dan 2011
3. Peta rupa Bumi Indonesia Cikalongkulon tahun 2002

Alat
Alat-alat yang digunakan dalam peneltian ini yaitu : GPS Garmin 60 csx,
kamera digital, alat tulis untuk peralatan dilapangan. Untuk analisis data
menggunakan satu unit perangkat komputer dengan software Arc View ARCGIS
3.2, Microsoft Excel tahun 20007.

5

Metode Pengumpulan Data
Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan diantaranya: pertama, jenis data sekunder
yaitu data potensi dan produksi Hutan Rakyat, kondisi umum lokasi penelitian
meliputi: letak dan luas, kondisi fisik Hutan Rakyat Kecamatan Cikalongkulon.
Kedua, jenis data primer meliputi: karakteristik petani atau data umum rumah
tangga, informasi lahan, serta data pengelolaan hutan rakyat. Data-data yang
dikumpulkan meliputi: Citra satelit Landsat tahun perekaman 2006 dan 2011, Peta
rupa Bumi Indonesia daerah Cikalongkulon skala 1 : 65 000 tahun 2002.
Metode Penentuan Sample dan Pengumpulan Data
Penentuan sample dilakukan dengan tiga tahap, yaitu :
1. Satuan contoh tingkat kecamatan, dilakukan secara sengaja atau purposive
dengan memperhatikan potensi luas yang ada dengan kriteria perkembangan
luasan lahan hutan rakyat berdasarkan data yang tersedia.
2. Satuan contoh tingkat desa, dilakukan secara sengaja atau purposive sebagai
sample untuk mewakili keseluruhan yaitu desa yang memiliki potensi hutan
rakyat.
3. Satuan contoh tingkat rumah tangga atau petani, dilakukan secara acak dan
jumlah petani yang diambil sebanyak 30 orang.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara observasi lapang,
wawancara langsung dengan para responden yang terpilih dan instansi yang
terkait dengan pengelolaan hutan rakyat. Data sekunder yang diperlukan dalam
penelitian ini diperoleh dari instansi terkait, publikasi, studi dokumentasi dan
laporan hasil-hasil penelitian yang sudah dilaksanakan. Penentuan responden
dilakukan dengan metode purposive, dimana peneliti secara sengaja memilih
responden berdasarkan kriteria: (1) sudah bekerja sebagai petani hutan rakyat, dan
(2) tinggal didaerah tersebut lebih dari sepuluh tahun dengan jumlah 30 responden.
Penelitian ini memiliki ruang lingkup hal-hal yang akan dibahas, yaitu:
a. Sumberdaya lahan yang menjadi objek penelitian yaitu lahan hutan rakyat di
Kecamatan Cikalongkulon Kabupaten Cianjur.
b. Perubahan penggunaan lahan, yaitu penggunaan lahan untuk hutan rakyat
menjadi non hutan rakyat dan sebaliknya lahan non hutan rakyat menjadi
hutan rakyat.
c. Periode waktu perubahan penggunaan lahan, yaitu antara tahun 2006-2011
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis secara deskriptif dan
dituangkan dalam bentuk tabel, gambar, teks narasi, dan bentuk bagan. Tahapan
analisis yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan tahapan-tahapan
sebagai berikut :
1. Pengolahan data dari hasil wawancara maupun observasi lapang.
2. Penyajian data yang telah diolah dalam bentuk tabel maupun uraian penjelasan.
3. Penarikan kesimpulan.

6

Pada dasarnya tujuan yang ingin dicapai adalah menjelaskan perubahan
luas penggunaan lahan hutan rakyat dalam kurun waktu 2006-2011. Analisis tren
perkembangan penggunaan lahan hutan rakyat, dimaksudkan untuk mengetahui
perkembangan luasan lahan hutan rakyat setiap tahun dalam kurun waktu periode
tertentu dalam satuan persen.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Kabupaten Cianjur termasuk dalam wilayah administrasi Provinsi Jawa
Barat yang secara geografis terletak diantara 60 21” – 70 25” Lintang Selatan dan
1060 42”- 1070 25” Bujur Timur. Secara administratif, kabupaten Cianjur
berbatasan di sebelah Utara dengan wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten
Purwakarta, sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi,
sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Garut, dan bagian
Selatan merupakan wilayah Samudera Indonesia. Wilayah Kabupaten Cianjur
meliputi areal seluas 361 851 ha terdiri dari 32 Kecamatan, dan 354 Desa.
Secara geografis wilayah Kabupaten Cianjur terbagi ke dalam 3 (tiga)
bagian, yaitu Cianjur Bagian Utara, Tengah dan Selatan. Cianjur Bagian Utara
merupakan wilayah di kaki Gunung Gede dengan ketinggian 2 962 meter di atas
permukaan laut, sebagian besar merupakan daerah dataran tinggi pegunungan dan
sebagian lagi merupakan dataran yang dipergunakan untuk areal perkebunan dan
persawahan. Cianjur Bagian Tengah merupakan daerah yang berbukit-bukit
dengan struktur tanah yang labil sering terjadi tanah longsor dan merupakan
daerah yang rawan terjadi gempa bumi, sedangkan dataran lainnya merupakan
areal perkebunan dan persawahan. Cianjur Bagian Selatan merupakan daerah
dataran rendah, serta terdapat banyak bukit-bukit yang diselingi oleh pegunungan
yang melebar sampai ke daerah pantai Samudera Indonesia.
Keadaan Biofisik
Kecamatan Cikalongkulon merupakan salah satu Kecamatan yang berada
di Bagian Utara Kabupaten Cianjur. Kecamatan Cikalongkulon mempunyai jarak
tempuh ke Desa terjauh di Kecamatan kurang lebih 17 km dengan jarak tempuh
waktu 1 jam. Jarak tempuh dari Kecamatan Cikalongkulon ke Kabupaten Cianjur
kurang lebih 17 km dengan jarak waktu tempuh 1 jam, dan jarak tempuh ke Kota
antar Provinsi kurang lebih sejauh 82 km dengan jarak tempuh 4 sampai 5 jam
perjalanan.
Luas Kecamatan Cikalongkulon secara Administratif mempunyai luasan
± 13 676.18 Ha terdiri dari 18 Desa diantaranya 63 dusun, 107 RW dan 431 RT
dengan bata-batas wilayah meliputi :
Utara : Kabupaten Bogor
Timur : Kabupaten Bandung Barat atau Cirata
Selatan : Kota Cianjur Kecamatan Mande
Barat : Kota Cianjur Kecamatan Sukaresmi

7

Kecamatan Cikalongkulon mempunyai ketinggian wilayah kecamatan dari
permukaan laut 250 – 400 m dpl dengan suhu maksimum 39o C dan suhu
minimum 30o C. Curah hujan selama 6 bulan berkisar 2 000 – 4 000 mm/tahun.
Menurut Data BPS (2006) jenis tanah Kecamatan Cikalongkulon berdasarkan
sistem D/S berupa tanah latosol, grumosol, lagosol dan alluvial dengan tekstur
sedang dan kedalaman efektif lebih besar dari 90 cm. Tabel 1 menunjukan bahwa
wilayah dataran Cikalongkulon mempunyai bentuk wilayah yang merata.
Tabel 1. Bentuk Wilayah Kecamatan Cikalongkulon
Bentuk Wilayah
1. Datar – berombak
2. Berombak – berbukit
3. Berbukit – pegunungan
4. Badan air

Persentase
30%
30%
30%
10%

Sumber: Monografi Kecamatan Cikalongkulon (Buku Profil 2012).

Keadaan Sosial dan Ekonomi
Hingga bulan Juni 2012 jumlah penduduk Kecamatan Cikalongkulon
sebanyak 97 573 jiwa yang terdiri atas 49 513 laki-laki dan 48 060 perempuan.
Jumlah kepala keluarga sebanyak 26 141 jiwa dan jumlah hak pilih masyarakat
sebanyak 65 996 jiwa. Dari jumlah tersebut, mayoritas penduduk memeluk agam
islam (99.96%) (Tabel 2). Menurut (Tohir, 1995) umur diidentikan dengan
kemampuan seseorang dalam melakukan usaha atau kegiatan yang dapat
mempengaruhi produktivitas kerja. Berdasarkan angkatan kerja, umur yang
tergolong usia produktif 15-50 tahun, usia belum produktif < 15 tahun dan usia
tidak produktif > 50 tahun. Tabel 2 menunjukan jumlah penduduk untuk laki-laki
di Cikalongkulon yang termasuk usia produktif 15 – 50 tahun 25 632 orang atau
sebesar 51.77%, belum produktif < 15 tahun 15 601 orang atau sebesar 31.51%,
dan non produktif > 50 tahun 8 280 orang atau sebesar 16.72%, sedangkan untuk
perempuan yang termasuk usia produktif 24 642 orang atau sebesar 51.27%,
belum produktif 16 348 orang atau sebesar 34.01%, dan non produktif 7 070
orang atau sebesar 14.71%.
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat dari jumlah total penduduk 97 573 orang,
hanya 43 053 orang atau sebesar 44,12% penduduk yang sudah mempunyai
pekerjaan. Berdasarkan bidang pekerjaan, sebagian besar berprofesi sebagai
status petani (Petani lahan milik 12 333 orang atau sebesar 28.65% dan buruh tani
12 855 atau sebesar 29.86%), mata pencaharian lain sebagai PNS (1.08%), TNIPOLRI (0.08%), dan Karyawan atau Wiraswasta (40.34%).

8

Tabel 2 Jumlah penduduk Kecamatan Cikalongkulon berdasarkan kelompok umur
dan jenis kelamin tahun 2012
Jenis kelamin
Kelompok
Jumlah
%
Umur
Laki-laki
%
Perempuan
%
00 – 04
3908
7.89
4857
10.11
8764
8.98
05 – 09
6035 12.19
5348
11.13 11383
11.67
10 – 14
5658 11.43
6143
12.78 11802
12.10
15 – 19
5210 10.52
4264
8.87
9475
9.71
20 – 24
3890
7.86
3280
6.82
7169
7.35
25 – 29
3445
6.96
3355
6.98
6799
6.97
30 – 34
3280
6.62
3540
7.36
6820
6.99
35 – 39
3733
7.54
3668
7.63
7401
7.58
40 - 44
3214
6.49
3525
7.33
6739
6.91
45 - 49
2860
5.78
3010
6.26
5870
6.02
50 – 54
2864
5.78
2362
4.91
5226
5.36
55 – 59
1628
3.29
1124
2.34
2752
2.82
60 – 64
1331
2.69
1527
3.18
2857
2.93
65 – 69
1000
2.02
771
1.60
1771
1.82
70 – 74
708
1.43
589
1.23
1297
1.33
75 +
750
1.51
697
1.45
1447
1.48
Jumlah
49513 100.00
48060
100.00 97573 100.00
(Sumber: Statistik, Data umum Kecamatan Cikalongkulon 2012)
Tabel 3. Jumlah penduduk yang bekerja berdasarkan mata pencaharian di
Kecamatan Cikalongkulon pada tahun 2012
Bidang Pekerjaan
Orang
Persen (%)
1. Petani lahan milik
12 333
28.65
2. Buruh tani
12 855
29.86
3. PNS
466
1.08
4. TNI-POLRI
33
0.08
5. Karyawan/wiraswasta
17 366
40.34
Jumlah
43 053
100.00
Sumber: Monografi Kecamatan Cikalongkulon (Buku Profil, 2012).

Tingkat Pendidikan di Kecamatan Cikalongkulon masih sangat rendah,
hanya 43 758 orang atau sebesar 44.85% jumlah penduduk yang menempuh
pendidikan baik secara formal maupun non-formal dari jumlah penduduk
sebanyak 97 573 orang. Komposisi jumah penduduk berdasarkan tingkat
pendidikan dapat dilihat pada Table 4.

9

Tabel 4. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Kecamatan
Cikalongkulon pada tahun 2012
Tingkat Pendidikan
Petani (Orang)
Persen (%)
TK/Sederajat
12 384
28.30
Tamat SD
12 691
29.00
SLTP
6 151
14.06
SLTA
12 033
27.50
Perguruan Tinggi
499
1.14
Jumlah
43 758
100.00
Monografi Kecamatan Cikalongkulon (Buku Profil, 2012).

Karakteristik Petani responden
Petani mempunyai berbagai karakteristik yang berbeda-beda, seperti
perbedaan umur, pengalaman bekerja, tingkat pendidikan, status kepemilikan
lahan, dan mata pencaharian. Perbedaan ini sangat jelas mempengaruhi dalam
tektik dan kebiasaan dalam berusahatani.
Faktor umur sangat mempengaruhi produktivitas kerja seseorang, petani
yang relatif masih muda biasanya lebih dinamis, kemampuan fisik lebih kuat dan
berani mengamil resiko. Berbanding terbalik dengan petani yang sudah berumur
atau lebih tua lebih mempunyai pengalaman yang cukup lama dan lebih matang
dalam pengelolaan lahannya.
Tabel 5. Jumlah dan proporsi responden berdasarkan umur pada tahun 2013
Umur Responden
21 – 30
31 – 40
41 – 50
51 – 60
61 – 70
Jumlah

Responden (Orang)
4
6
11
4
5
30

Persen (%)
13.33
20.00
36.67
13.33
16.67
100

Tabel 5 menunjukan bahwa 25 orang atau sebesar 83.33 % responden
yang mempunyai produktivitas kerja lebih tinggi kisaran umur 21 – 60 tahun.
Pada usia 61 – 70 tahun produktivitas kerja semakin menurun sebanyak 5 orang
atau sebesar 16.67 % tingkat produktivitas kerja rendah. Di daerah penelitian ini
kurangnya petani - petani muda yang berminat dibidang kehutanan atau
agroforesty, hal ini disebabkan karena teknologi yang semakin canggih atau
memilih bidang lain. Pengalaman kerja juga mempengaruhi hasil dalam
berusahatani, semakin banyak pengalaman semakin optimal hasil yang diperoleh.
Walaupun petani tua belum bisa dikategorikan sebagai petani yang
berpengalaman dibandingkan petani muda.

10

Tabel 6. Jumlah dan proporsi responden berdasarkan pengalaman bekerja pada
tahun 2013
Pengalaman Bekerja
Responden (orang)
Persen (%)
1 - 5 tahun
1
3.33
5 - 10 tahun
2
6.67
> 10 tahun
27
90
Jumlah
30
100
Pada umumnya tingkat pendidikan di Cikalongkulon sangat rendah,
sebagian besar hanya lulus Sekolah Dasar (SD), penduduk yang lulus SLTA atau
diatasnya sebagian besar menjadi tokoh masyarakat. Namun ada lulusan Diploma
dan Sarjana yag tertarik menjadi seorang petani hutan rakyat atau petani
agroforesty yang dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Jumlah dan proporsi responden berdasarkan tingkat pendidikan pada
tahun 2013
Tingkat Pendidikan
Responden (Orang)
Persen (%)
SD
18
60
SLTP
3
10
SLTA
5
16.67
D3
2
6.67
S1
2
6.67
Jumlah
30
100
Sebagian besar petani di Cikalongkulon memiliki lahan milik masingmasing, ada sebagian petani hanya menggarap lahan milik orang lain. Bahkan ada
petani yang sudah memiliki lahan milik masih menggarap lahan milik orang lain
dengan tujuan mendapatkan pendapatan tambahan. Pada dasarnya petani yang
hanya menggarap lahan milik orang lain yaitu lahan mereka yang dimilik oleh
orang-orang kota seperti Jakarta, Tangerang dan kota besar lainnya. Mereka
membeli lahan dengan tujuan investasi dan sekaligus membuka lapangan
pekerjaan kepada masyarakat sekitar.
Tabel 8. Karakteristik petani responden berdasarkan mata pencaharian di
Kecamatan Cikalongkulon pada tahun 2013
Mata pencaharian
Responden (orang)
Persen (%)
Buruh tani
4
13.33
Bertani pokok
19
63.33
Bertani dan buruh tani
1
3.33
Bertani dan berdagang
2
6.67
Bertani dan penjual bibit
2
6.67
Bertani dan tukang kayu
2
6.67
Jumlah
30
100

11

Tabel 8 menjelaskan bahwa sebagian besar petani hutan rakyat tidak
mengandalkan pendapatan mereka dari hasil hutan rakyat, melainkan dari
pekerjaan tambahan yang mereka lakukan. Sebanyak 7 orang atau 23.34 %
responden memiliki mata pencaharian lain sebagai tambahan pendapatan mereka,
yaitu sebagai buruh tani, pedagang, penjual bibit, dan tukang kayu. Responden
yang berprofesi sebagai petani hutan rakyat murni atau tidak mempunyai mata
pencaharian tambahan yaitu petani yang lebih focus mengelola lahan mereka dan
mengandalkan pendapatan dari pekerjaannya tersebut.
Analisis Penggunaan Lahan
Identifikasi tutupan lahan dalam penelitian ini, hanya mendeskripsikan dan
menjabarkan kelas-kelas yang ada dalam citra. Citra yang digunakan sebagai
acuan perkembangaan luas tutupan lahan yaitu tutupan lahan tahun 2006 dan
2011. Kelas penggunaan lahan yang ada dalam citra diantaranya hutan, lahan
kering terbuka, badan air, perkebunan (lading), sawah dan pemukiman.
Pengelompokan objek-objek kedalam kelas-kelas berdasarkan persamaan dalam
sifatnya atau berkaitan antara objek-objek tersebut disebut klasifikasi. Klasifikasi
penggunaan lahan merupakan pedoman dalam proses interpretasi apabila data
pemetaan penggunaan lahan menggunakan citra penginderaan jauh. Tujuan
klasifikasi supaya data yang dibuat menjadi informasi yang sederhana dan mudah
dipahami (Malingreau 1978).
Tabel 9 menunjukan bahwa kelas penggunaan lahan diantaranya hutan
(primer dan sekunder), hutan rakyat, lahan kering terbuka, badan air, perkebunan,
sawah dan pemukiman, sedangkan kelas penggunaan lahan yang terdapat dalam
citra tidak ada kelas penggunaan lahan untuk hutan rakyat. Hal ini diasumsikan
hutan rakyat termasuk kedalam kelas penggunaan lahan hutan yang terdapat
dalam citra. Nilai luas untuk kelas penggunaan lahan hutan yang terdapat dalam
citra yaitu nilai kelas penggunaan lahan hutan (primer dan sekunder) ditambah
dengan nilai hutan rakyat yang terdapat pada Tabel 9.
Pada Lampiran 2, peta penggunaan lahan tahun 2011 mengalami stripping.
Menurut (Ahmada 2013) proses terjadinya stripping pada citra landsat atau peta
disebabkan karena adanya kerusakan pada sensor optik tersebut sehingga
menyebabkan terjadinya sejumlah garis dengan ukuran lebar beberapa piksel
kehilangan data. Nilai data yang hilang disebabkan karena stripping yaitu sebesar
1 035.64 ha. Data yang hilang tersebut diperoleh dari nilai garis stripping bagian
atas ditambah dengan garis bagian bawah kemudian dibagi dua, sehingga
didapatkan nilai data yang hilang sebesar 1035.64 ha. Data yang hilang disebar
secara proporsional untuk kelas-kelas penggunaan lahan yang terdapat dalam citra
sehingga luas keseluruhan penggunaan lahan pada tahun 2006 dan 2011
mempunyai nilai yang sama.

12

Tabel 9 Kelas penggunaan lahan tahun 2006 dan 2011 serta perubahannya di
Kecamatan Cikalongkulon
Luas (Ha)
Kelas pengunaan
Perubahan Persentase
No
lahan
(ha)
%
Thn 2006 Thn 2011
Hutan (primer dan
1
5 502.84
5 639.08
136.24
2.42
sekunder)
2
Hutan Rakyat
1 849.01
2 279.61
430.60
18.89
3
Lahan kering terbuka
185.45
20.97
-164.48
-784.40
4
Badan air
84.99
122.33
37.34
30.52
5
Perkebunan
4 564.41
3 772.22
-792.18
-21.00
6
Sawah
1 083.73
463.19
-620.53
-133.97
7
Permukiman
405.76
1 378.78
973.02
70.57
Jumlah
13 676.18 13 676.18
( Sumber: olahan data primer)
Jenis penggunaan lahan di Cikalongkulon sangat bervariasi. Hutan (primer
dan sekunder), hutan rakyat, badan air, pemukiman,merupakan jenis penggunaan
lahan yang mengalami peningkatan luas, sedangkan untuk lahan kering terbuka,
perkebunan, dan sawah merupakan jenis penggunaan lahan yang mengalami
penurunan lahan.
Jenis penggunaan lahan untuk hutan rakyat mengalami peningkatan luas
sebesar 1849.0 ha pada tahun 2006 dan 2279.6 ha pada tahun 2011, sehingga
terjadi perubahan penambahan luas sebesar 430.6 ha atau 18.89 % dalam kurun
waktu 5 tahun. Peningkatan jumlah areal hutan rakyat ini disebabkan terjadinya
perubahan dari jenis penggunaan lahan lain seperti lahan kering, perkebunan, dan
sawah (Tabel 9).
Berdasarkan hasil wawancara beberapa petani sesepuh dan pegawai instansi
yang sudah bekerja lama di Cikalongkulon ini menyatakan bahwa hutan rakyat di
daerah Cikalongkulon sebagian besar terbentuk dari alih fungsi lahan bekas
perkebunan. Sesuai dengan pernyataan Suma’atmadja (1997) menyatakan bahwa
perubahan fungsi lahan yaitu peralihan penggunaan lahan tertentu menjadi
penggunaan lahan lainnya atau berubahnya lahan dari fungsinya semula menjadi
fungsi lain.
Lampiran 3 merupakan hasil ground check, analisis peta dan wawancara
petani atau masyarakat setempat akan perubahan penggunaan lahan yang menjadi
hutan rakyat. Pada Lampiran 3 titik 1 yang terletak diantara 6o 39’ 13.95” LS dan
107o 10’ 10.65” BT adalah hutan rakyat yang terbentuk dari alih fungsi lahan
hutan (primer atau sekunder), dan titik 2 yang terletak diantara 6o 41’ 47.68” LS
dan 107o 10’ 21.47” BT adalah hutan rakyat yang terbentuk karena alih fungsi
dari perkebunan pisang, sedangkan titik 3 yang terletak diantara 6o 40’ 44.17” LS
dan 107o 8’ 38.25” adalah hutan rakyat yang terbentuk karena alih fungsi lahan
dari perkebunan rumah atau pekarangan.

13

Bertambahnya luas hutan rakyat di Kecamatan Cikalongkulon berdasarkan
hasil wawancara dan observasi lapang juga disebabkan karena adanya ketertarikan
masyarakat untuk menanam pohon jenis kayu kehutanan. Hal tersebut
dikarenakan pada tahun 2004 pemerintah setempat memberi bantuan dan arahan
tentang pentingnya jenis kayu kehutanan dalam program yang dilaksanakan yaitu
gerakan rehabilitasi hutan dan lahan (GERHAN). Pada Lampiran 7 point (3)
menunjukan bahwa ada 6 dari 30 responden atau sekitar 20 % yang menjadikan
lahan mereka berasal dari non hutan rakyat menjadi hutan rakyat berbasis
agroforesty dengan tujuan investasi jangka panjang. Pada Lampiran 7 point (5)
menunjukan bahwa tidak ada responden yang berencana mengganti lahan hutan
rakyat menjadi non hutan rakyat.
6000
5000

Luas (ha)

4000
3000
2000
2006
1000

2011

0

Gambar 1 Grafik perubahan luas tipe kelas tutupan dan penggunaan lahan di
Kecamatan Cikalongkulon tahun 2006 dan 2011
Gambar 1 menunjukan bahwa hutan (primer dan sekunder), hutan rakyat,
badan air, dan pemukiman yang mengalami penambahan luas lahan. Faktor
penyebab bertambah pemukiman yaitu pertambahan penududuk di Kecamatan
Cikalongkulon. Berdasarkan data statistika jumlah penduduk Cikalongkulon,
jumlah penduduk pada tahun 2012 sebanyak 97 573 jiwa dan sebelumnya 92 479
jiwa pada tahun 2006 atau sekitar 5.22% pertumbuhan penduduk dalam periode
waktu tersebut. Faktor penyebab bertambah perubahan penggunaan lahan hutan
rakyat karena adanya kepastian kepemilikan lahan, ketertarikan menanam jenis
tanaman kehutanan karena meruapakan salah satu investasi jangka panjang dan
kepastian akses pasar yang tersedia di daerah Cikalongkulon ini.

x 102

14

16.0%

500
15,6%

450
400

18.1%

350
300

1.8%
25.8%
-2.4%

250

Luas HR Cianjur

200

Luas HR
Cikalongkulon

150
100
50
0

18,49
2006

-1.2%

2007

2.2%

2008

11.2%

2009

3.0%

2010

-0.7%

2011

2012

Gambar 2 Tren perkembangan luas penggunaan lahan hutan rakyat di
Cikalongkulon dan Kabupaten Cianjur dari tahun 2006 sampai 2011
Gambar 2 menunjukan bahwa perkembangan hutan rakyat di Kecamatan
Cikalongkulon dan Kabupaten Cianjur selama kurun waktu 6 tahun. Hutan rakyat
di Cikalongkulon pada tahun 2008 mengalami penurunan luas 1.2% dari tahun
sebelum yaitu tahun 2007, berdasarkan hasil wawancara pada instansi dan
masyarakat bahwa pada tahun 2008 sebagian lahan milik masyarakat pinggir jalan
dipakai untuk pembentukan ruas jalan dan sebagian lahan mereka mengalami
bencana alam pergerakan tanah dan longsor. Berdasarkan data statistika
Kabupaten Cianjur tahun 2008, ada peningkatan ruas jalan terutama ruas jalan
Cikalongkulon karena merupakan jalan alternative Jakarta – Bandung, kawasan
Cikalongkulon merupakan kawasan rawan gerakan tanah dan longsor karena
kondisi geologis yang bergunung dan berbukit. Luas hutan rakyat Kabupaten
Cianjur pada tahun 2009 mengalami penurunan luas hutan rakyat, berbeda dengan
luas huta rakyat Cikalongkulon yang berkurang pada tahun 2008. Hal ini
disebabkan ada hutan rakyat salah satu Kecamatan di Kabupaten Cianjur
mengalami penurunan luas (DISHUTBUN).
Sebelum tahun 2004, sebagian besar masyarakat tidak mau menanam jenis
kayu atau tanaman kehutanan, hanya sebagian orang yang mau menanam. Hal ini
disebabkan oleh kebiasaan masyarakat bertani tanaman pisang. Masyarakat yang
sudah mengenal dan membudidaya jenis tanaman kehutanan yaitu mereka yang
masih percaya dengan adanya kegiatan adat atau tradisi jaman dulu.
Sistem pengelolaan lahan yang dilakukan pada waktu itu sama kegiatan
pengelolaan pada jaman sekarang, yaitu pembukaan lahan, persiapan bibit,
penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Perbedaan hanya terletak pada
kegiatan sebelum melakukan pengelolaan lahan, kegiatan ritual masih dilakukan
pada jaman itu.

15

Masyarakat yang tidak mau menanam jenis kayu kehutanan, disebabkan
karena pemikiran mereka akan jenis kayu kehutanan, yaitu jenis kayu memiliki
pertumbuhan yang cukup lama dan akses pemasaran yang belum jelas. Kondisi
financial yang bergantung pada hasil panen produksi pisang.
Pada umumnya usaha hutan rakyat masih dilakukan secara tradisional dan
belum memahami prinsip-prinsip ekonomi yang menguntungkan, sehingga hasil
yang diperoleh belum maksimal. Hal tersebut dikarenakan pemahaman tentang
usaha tani itu sebagai kerja sampingan atau tabungan. Menurut (Prabowo, 1999)
mengungkapkan faktor-faktor yang menyebabkan hal itu terjadi diantaranya :
a. Belum adanya persatuan antar sesama pemilik hutan rakyat
b. Sistem silvikultur belum diterapkan secara baik dan sempurna
c. Kurangnya pengetahuan petani dalam pemasaran hasil hutan rakyat
d. Belum adanya lembaga khusus yang menangani pengusahaan hutan rakyat
Bertepatan dengan adanya program pemerintah pada tahun 2004 yaitu
Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN). Beberapa masyarakat atau
petani yang dulu tidak mau menanam jenis kayu kehutanan, sekarang mau
menanam jenis tanaman kehutanan. Mereka sudah mengerti arti menanam jenis
kayu kehutanan, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Pada Program ini, pemerintah membagikan 100 000 bibit jenis tanaman
kehutanan kepada masyarakat dengan tujuan menciptakan lingkungan yang hijau
dan mengajak masyarakat peduli akan lingkungan. Jenis tanaman yang dibagikan
diantaranya Jati putih atau Gmelina (Gmelina Arborea), sengon (Paraserianthes
falcataria), jabon (Anthocephalus cadamba), dan albasia (Albizia falcataria).
Ada sebagian masyarakat masih dalam keraguan untuk menanam jenis kayu
kehutanan ini. Untuk meyakinkan akan keraguan masyarakat dan sekaligus untuk
menciptakan program ini berjalan dengan sukses, pemerintah juga mengadakan
kegiatan penyuluhan yang intensif setiap tahunnya dan juga menyediakan tempat
untuk kegiatan penyuluhan yaitu SPKP (Sentral Penyuluhan Kehutanan Pedesaan).
Kegiatan yang dilakukan oleh Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) yaitu
menyakinkan dan memberi arahan mengenai pengelolaan lahan mereka dengan
sistem silvikultur yang baik dan benar, dan memberi masukan mengenai teknis
pemanenan dan akses pemasarannya.
Sistem silvikultur yang dilakukan yaitu sistem campuran atau tumpangsari.
Sistem yang dilakukan ini masih membuat cemas masyarakat dan pemerintah, ada
banyak masalah yang timbul yaitu munculnya hama pada tanaman pisang yang
membuat produksi pisang semakin berkurang dan membuat khawatir mengganggu
pohon yang mereka tanaman. Untuk menanggulangi masalah tersebut, pemerintah
membuat program kegiatan sekolah lapang untuk masyarakat. Sekolah Lapangan
Pengendalian Hama Tanaman (SLPHT) merupakan program yang ditujukan untuk
masyarakat atau petani yang bertujuan mencegah musuh yang terjadi pada
tanaman pisang dan memberikan income tambahan buat para petani, sehingga
tidak mengganggu kayu jenis kehutanan.
Berkat kerjasama antara pemerintah dan masyarakat, sekarang masyarakat
semakin berminat untuk menanam jenis kayu kehutanan dengan tidak ada
kekhawatiran tidak mendapatkan pendapatan dalam jangka pendek. Pendapatan
jangka panjang bakal dirasakan juga oleh mereka bahkan anak cucu-cucunya
denga menanam jenis tanaman kehutanan.

16

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1.

2.

3.

Perubahan luas lahan hutan rakyat sebagian besar hasil perubahan dari
penggunaan hutan (primer dan sekunder), perkebunan, petanian lahan kering,
dan sawah.
Luas Hutan Rakyat Cikalongkulon mengalami peningkatan seluas 430.6 ha
selama periode 2006-2011 dari 1849.0 ha pada tahun 2006 menjadi 2279.6
ha pada tahun 2011
Faktor yang mempengaruhi perkembangan penggunaan lahan di Kecamatan
Cikalongkulon dari non hutan rakyat menjadi hutan rakyat disebabkan oleh
kejelasan atas lahan milik, ketertarikan menanam jenis tanaman kehutanan sebagai
investasi jangka panjang, sistem pemasaran yang jelas untuk harga dan akses pasar
yang disediakan oleh perusahaan swasta, sedangkan perubahan penggunaan lahan
dari hutan rakyat menjadi non hutan rakyat disebabkan oleh pembuatan ruas jalan
antar Kabupaten Bogor-Cianjur-Bandung, dan bencana alam pergerakan tanah dan
longsor.

Saran
Semakin berkembangnya tanaman kehutanan yang cukup baik, perlu
adanya akses pasar yang disediakan oleh pemerintah supaya masyarakat mendapat
harga yang lebih tinggi sehingga masyarakat semakin bersemangat untuk
menanam jenis tanaman kehutanan.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmada S. 2013. Monitoring Luas Hutan Rakyat Berdasarkan Citra Landsat.
Skripsi Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Arsyad S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor (ID).
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur. Kabupaten Cianjur Dalam Angka
2008. Kabupaten Cianjur: [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten
Cianjur.
Departemen Kehutanan. 1997. Handbook of Indonesian Forestry. Jakarta (ID):
Kopkarhutan.
Gani D. 1990. Rambangan dan Manfaat Hutan. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor.
Hardjanto. 2000. Beberapa Ciri Pengusahaan Hutan Rakyat di Jawa Dalam Hutan
Rakyat di Jawa Perannya Dalam Perekonomian Desa Oleh Didik
Suharjito. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Jaffar. 1993. Pembangunan Hutan Rakyat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam
Awang. 1993. Gurat Hutan Rakyat. Yogyakarta (ID): Pustaka Kehutanan
Masyarakat.

17

Lembaga Penelitian IPB. 1990. Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat. Proyek
Pembangunan Hutan Rakyat Jawa Barat. Bogor : Lembaga Penelitian
IPB.
Malingreau. 1978. Penggunaan Lahan Pedesaan Penafsiran Citra Untuk
Interprestasi dan Analisisnya. Yogyakarta (ID): Pusat Pendidikan
Interprestasi Citra Pengindraan Jauh dan Survey Terpadu.
Prabowo SA. 1999. Sistem Pengelolaan dan Manfaat Ekonomis Hutan Rakyat.
Skripsi Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Tidak Dipublikasikan.
Suharjito D. 2000. Hutan Rakyat di Jawa. Program Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan Mayarakat (P3KM). Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.
Sumaatmadja H N. 1997. Metodologi Pengajaran Geografi. Jakarta (ID): Bumi
Aksara.
Tohir M. 1995. Seuntai Pengetahuan Usaha Tani Indonesia. Jakarta (ID):
Gramedia.
Verburg PH, and A Veldkamp. 2001. “The role of spatially explicit models in
land-use change research: a case study for cropping patterns in China”.
Agriculture, Ecosystem and Environment, 85. pp. 177-190.
Wahyunto MZ, Abidin A P, dan Sunaryo. 2001. “Studi Perubahan Penggunaan
Lahan Di Sub DAS Citarik, Jawa Barat dan DAS Kaligarang, Jawa
Tengah”. Prosiding Seminar Nasional Mutifungsi Lahan Sawah. Balai
Penelitian Tanah. Bogor.
Wu X, Z Shen, R Liu, and X Ding. 2008. “Land Use/Cover Dynamics in
Response to Changes in Environmental and Socio-Political Force in the
Upper Reaches of the Yangtze River, China” Sensors, 8. pp. 8104-8109.

18

LAMPIRAN

19

Lampiran 1 Peta tutupan lahan Kecamatan Cikalongkulon tahun 2006

20

21

Lampiran 2 Peta tutupan lahan Kecamatan Cikalongkulon tahun 2011

22

23

Lampiran 3 Peta lokasi hutan rakyat di Kecamatan Cikalongkulon

24

Lampiran 4 Luas Hutan Rakyat Kabupaten Cianjur pada Tahun 2006-2012 (ha)
No

Kecamatan

1
2

Cianjur
Cilaku

3

Sukaluyu

4

Cikalongkulon

5

Cugenang

6

Sukaresmi

7

Cibeber

8

Bojongpicung

9

Mande

10

Karangtengah

11

Gekbrong

12

Campaka

13

Sukanagara

14

Takokak

15

Campakamulya

16

Leles

17

Kadupandak

18

Pagelaran

19

Tanggeung

20

Cibinong

21

Sindangbarang

2006
225.000
259.500
117.950
1 849.000
331.140
136.750
851.500
330.500
960.000
157.200
502.500
2 327.000
2 443.520
439.000
160.100
921.000
245.000
427.000
1 016.900
251.610
964.000

2007
239.775
433.250
223.575
1 958.000
379.615
246.000
1 055.613
380.825
1 062.163
265.513
553.625
2 482.250
2 596.220
742.975
273.435
1 397.250
650.625
829.500
1 151.925
933.835
1 494.000

2008
239.445
428.687
223.312
1 935.597
377.777
241.122
1 025.194
376.321
1 094.189
265.171
547.266
2 467.621
2 550.859
681.370
267.438
1 147.300
899.868
894.715
1 012.211
1 820.950
1 121.294

2009
243.206
438.116
238.312
1 979.596
402.404
289.979
1 031.968
399.736
1 111.919
268.159
557.974
2 510.698
2 516.681
677.744
438.966
1 009.559
980.269
837.422
959.620
1 251.665
947.617

2010
522.906
558.722
250.612
2 228.766
498.365
416.807
1 401.707
939.024
1 177.832
299.324
670.393
2 994.279
4 066.851
704.244
580.636
1 084.433
1 113.670
878.720
1 047.942
585.309
834.422

2011
626.547
710.670
249.809
2 296.636
542.319
904.796
1 531.112
1 018.024
1 252.279
298.798
737.012
3 152.416
4 552.879
779.094
655.636
1 126.181
1 479.944
985.700
1 211.458
989.240
709.591

2012
1 127.331
706.443
249.731
2 279.610
541.177
856.124
1 536.981
1 142.042
1 252.241
297.765
738.008
3 145.213
4 554.108
779.094
653.440
909.567
1 483.115
862.984
1 177.806
7 967.325
378.535

25

2
26

Lampiran 4 (lanjutan)
22

Cikadu

371.75

825.5

964.344

882.614

1 675.020

2 370.685

2 307.486

23

Cidaun

760.5

1 241.500

1 396.720

1 390.105

1 424.950

1 841.573

1 676.751

24

Naringgul

1 654.000

2 314.000

2 362.920

2 455.343

2 536.319

3 435.255

3 410.757

25

Pacet

113.05

171.005

171.005

49.537

260.225

326.95

326.811

26

Cipanas

0.73

52.23

52.23

51.037

153.333

238.269

238.269

27

Warungkondang

254.5

352

352

361.121

373.957

368.432

368.157

28

Ciranjang

68

262.4

262.4

271.715

316.271

319.918

320.068

29

Haurwangi

7.338

228.258

375.144

376.977

30

Pasirkuda

-24.555

649.946

793.509

784.476

31

Cijati

1 374.000

1 687.250

1 581.163

32

Agrabinta

1 152.250

1 577.750

1 577.527

1 463.896
1 672.912

1 469.950
1 834.738

1 538.573
2 589.466

1 460.652
3 694.568

20 664.950

27 833.604

28 338.018

27 672.674

33 777.931

40 007.916

47 603.614

∑Hutan Rakyat Cianjur

3

Lampiran 5 Volume Hutan Rakyat Kabupaten Cianjur pada Tahun 2006-2012 (m3)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Cianjur
Cilaku
Sukaluyu
Cikalongkulon
Cugenang
Sukaresmi
Cibeber
Bojongpicung
Mande
Karangtengah
Gekbrong
Campaka
Sukanagara
Takokak
Campakamulya
Leles
Kadupandak
Pagelaran
Tanggeung
Cibinong
Sindangbarang
Cikadu

2006
5 099.200
6 722.430
337.220
9 323.200
2 149.858
6 781.880
1 340.280
12 277.035
21 040.540
4 556.000
9 251.242
40 422.893
60 876.742
16 182.480
806.628
18 748.269
689.330
9 766.800
64 695.562
21 480.840
87 834.290
6 880.872

2007
5 089.000
10 564.000
6 255.000
46 982.000
6 950.000
15 846.000
26 966.000
7 506.000
21 267.000
6 394.000
7 574.000
54 210.000
48 000.000
13 761.000
8 340.000
36 696.000
17 000.000
23 630.000
51 708.000
34 750.000
61 000.000
19 694.000

2008
5 069.000
10 287.504
6 239.040
45 624.375
6 838.638
15 550.393
25 122.637
7 233.080
20 177.805
6 373.24