Fluks CO2 dari Andosol pada Penggunaan Lahan Kebun Sayur dan Hutan di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

FLUKS CO2 DARI ANDOSOL PADA PENGGUNAAN LAHAN
KEBUN SAYUR DAN HUTAN
DI KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR

TAUFAN SALEH

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Fluks CO2 dari
Andosol pada Penggunaan Lahan Kebun Sayur dan Hutan di Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bogor adalah benar karya saya yang merupakan penelitian kerjasama
dengan Jon Hendri, SP. (mahasiswa Pascasarjana IPB PS Agroteknologi Tanah,
angkatan 2011, NRP A152110021) dimana saya ikut terlibat membantu dalam
sebagian tahap penelitian tersebut dengan arahan dari komisi pembimbing.
Keseluruhan karya tulis ini belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada

perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Taufan Saleh
NIM A14080072

ABSTRAK
TAUFAN SALEH. Fluks CO2 dari Andosol pada Penggunaan Lahan Kebun
Sayur dan Hutan di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh
DARMAWAN dan BASUKI SUMAWINATA.
Akhir-akhir ini, kegiatan pertanian dianggap sebagai salah satu sumber
emisi gas rumah kaca (GRK). Penelitian mengenai emisi GRK (CO2) dari lahan
pertanian banyak dilakukan terutama pada tanah gambut, sedangkan pada tanah
mineral masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
membandingkan fluks CO2 dari Andosol pada penggunaan lahan kebun sayur,
hutan, dan tanah bera, serta membandingkan fluks CO2 yang dihasilkan dari tanah
gambut dengan tanah mineral. Penelitian dilakukan di areal perkebunan teh PT

Sumber Sari Bumi Pakuan, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten
Bogor (kawasan Puncak). Pengambilan contoh gas dilakukan menggunakan
metode sungkup dan pengukuran CO2 menggunakan CO2 Analyzer. Selain itu,
beberapa sifat tanah juga dianalisis untuk mengetahui pengaruhnya terhadap fluks
CO2. Hasil pengukuran fluks CO2 pada kebun sayur dan hutan menunjukkan nilai
yang hampir sama yaitu berurut-turut sekitar 4.26 g C-CO2/m2/hari dan 4.28 g CCO2/m2/hari, sedangkan dari tanah bera lebih kecil yaitu sebesar 2.01 g CCO2/m2/hari. Hasil analisis respirasi tanah juga menunjukkan hal yang sama yaitu
CO2 yang dihasilkan dari tanah kebun sayur dan hutan lebih tinggi dibandingkan
tanah bera. Hasil tersebut diikuti dengan hasil analisis populasi mikrob pada tanah
kebun sayur dan hutan yang lebih tinggi dibandingkan tanah bera. Hal ini
menunjukkan bahwa besarnya fluks CO2 ditentukan oleh aktivitas respirasi yang
tergantung pada kondisi tanaman dan aktivitas mikrob. Fluks CO2 dari Andosol
pada ketiga penggunaan lahan berada pada kisaran 1.00-6.00 g C-CO2/m2/hari
(3.65-21.90 ton C-CO2/ha/tahun). Besarnya fluks CO2 pada kisaran tersebut
hampir sama dengan fluks CO2 dari tanah gambut. Fluks CO2 dari Andosol (tanah
berbahan organik tinggi) pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan Latosol
(tanah berbahan organik rendah). Hal ini menunjukkan bahwa kandungan bahan
organik tanah tidak secara langsung mempengaruhi fluks CO2 dari tanah.
Perbedaan kondisi tanah dan lingkungan yang mempengaruhi respirasi tanaman
dan mikrob tanah di lokasi penelitian diduga menjadi faktor utama dalam
mempengaruhi perbedaan fluks CO2.

Kata kunci: Andosol, fluks CO2, lahan pertanian

ABSTRACT
TAUFAN SALEH. CO2 Flux from Andosol on Landuse Vegetabel Garden and
Forest in Cisarua District Bogor Regency. Supervised by DARMAWAN and
BASUKI SUMAWINATA.
Recently, agricultural activities are considered as one source of greenhouse
gas emissions (GHG). Researchs on GHG emission from agricultural land are
mostly done on peat soils, while researchs on mineral soil are still limited. This
research was aimed to find out and to compare CO2 flux from vegetable garden,
forest, and bare land on Andosol, and to compare CO2 flux from peat soils with
these of mineral soils. This research was carried out at tea plantation area of PT
Sumber Sari Bumi Pakuan, Tugu Utara Village, Cisarua District, Bogor Regency
(Puncak area). Gas samples were taken using a chamber method and CO2
measurement was done using a CO2 Analyzer. The results of CO2 flux
measurement of each of the land uses on Andosol indicate that CO2 flux from
vegetable garden and forest were almost similar, about 4.26 g C-CO2/m2/d and
4.28 g C-CO2/m2/d, while that of bare land showed smaller results, about 2.0 g CCO2/m2/d. The results of analysis of soil respiration showed the same thing that is
CO2 produced from soil of vegetable garden and forest is higher than that of bare
land. These results are resembled by the results of the analysis of microbial

populations in the soils of vegetable garden and forest that were higher than that
of the bare land. That facts indicate that the amount of CO2 flux are more
originated from respiration activity that depends on the plants condition and the
microbes activity. CO2 flux from three landuses of Andosol ranging from 1.00 to
6.00 g C-CO2/m2/d (3.65-21.90 tons C-CO2/ha/y). The amount of CO2 flux on this
range is comparable with that of the CO2 flux from peat soil. CO2 flux from
Andosol (high organic matter soil) in this research was lower than that from
Latosol (low organic matter soil), indicating that the soil organic matter not
directly influence the CO2 flux from the soil. Differences of soil and
environmental conditions that affects of plant respiration and soil microbial at the
study site are supposed to be a major factor in influencing the difference of CO2
flux.
Keywords: Andosol, CO2 flux, agricultural land

FLUKS CO2 DARI ANDOSOL PADA PENGGUNAAN LAHAN
KEBUN SAYUR DAN HUTAN
DI KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR

TAUFAN SALEH


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Fluks CO2 dari Andosol pada Penggunaan Lahan Kebun Sayur
dan Hutan di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor
Nama
: Taufan Saleh
NIM
: A14080072

Disetujui oleh


Dr Ir Darmawan, MSc.
Pembimbing I

Dr Ir Basuki Sumawinata, MAgr.
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc.
Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi : Fluks CO2 dari Andosol pada Penggunaan Lahan Kebun Sayur
dan Hutan di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor
: Taufan Saleh
Nama
NIM
: A14080072


Disetujui oleh

Dr Ir Darmawan, MSc.
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

,1 0 JAN 2014

, Dr Ir Basuki Sumawinata, MAgr.
Pembimbing II

PRAKATA
Alhmdulillahirobil’alamiin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan
kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang telah melimpahkan karunia-Nya
sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Tema penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 ini ialah fluks CO2, dengan judul
Fluks CO2 dari Andosol pada Penggunaan Lahan Kebun Sayur dan Hutan di
Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas
dari bantuan dan dukungan semua pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada:
1. Dr Ir Darmawan, MSc. selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing
skripsi I yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran, dan semangat
kepada penulis selama menempuh pendidikan dan penyelesaian skripsi;
2. Dr Ir Basuki Sumawinata, MAgr. selaku pembimbing skripsi II yang telah
memberi arahan, saran, bimbingan, dan bantuannya selama penulisan skripsi;
3. Dr Ir Suwardi, MAgr. selaku penguji dalam sidang skripsi yang telah
memberikan masukan dan saran;
4. Anita Widyarini, SP. sebagai Operasional Umum dan Euis Marlina, SP.
sebagai Marketing di PT Sumber Sari Bumi Pakuan yang telah memberikan
ijin dan memfasilitasi penelitian;
5. Bapak Sukmaja, Bapak Lalan, Bapak Marjoko, Ibu Uyum, dan semua staf
serta warga di lingkungan kebun teh PT Sumber Sari Bumi Pakuan yang telah
memberikan bantuan dan informasi kepada penulis selama penelitian di Desa
Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor;
6. Ibu tercinta Nonoh yang selalu memberikan semangat, dukungan, dan kasih
sayang yang sangat besar serta do’a yang tak pernah henti untuk keberhasilan
penulis;

7. Kakak tercinta Tayun Wahyudin ST. dan Ina Walyina ST. serta seluruh
keluarga yang telah memberikan dukungan dan semangatnya;
8. Sahabat dan teman-teman program studi Manajemen Sumberdaya Lahan
angkatan 45 yang banyak membantu dan memberikan dukungan membangun
kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca dan dapat dijadikan bahan
acuan untuk penelitian selanjutnya.

Bogor, Januari 2014
Taufan Saleh

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... iv
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang ............................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ........................................................................................... 2
METODE PENELITIAN ........................................................................................ 2
Waktu dan Tempat Penelitian........................................................................ 2

Bahan dan Alat .............................................................................................. 3
Metode ........................................................................................................... 3
Pengambilan Contoh Gas ...................................................................... 3
Pengukuran Contoh Gas dan Perhitungan Fluks CO2 ........................... 6
Analisis Tanah ....................................................................................... 6
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 7
Fluks CO2 ...................................................................................................... 7
Respirasi Tanah ........................................................................................... 10
Perbandingan Fluks CO2 dari Tanah Gambut dan Tanah Mineral .............. 11
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 13
Kesimpulan .................................................................................................. 13
Saran ............................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 14
LAMPIRAN .......................................................................................................... 15

DAFTAR TABEL
1
2
3
4


Titik koordinat lokasi penelitian ......................................................................... 3
Analisis tanah di laboratorium ............................................................................ 7
Rata-rata fluks CO2 dari tiga penggunaan lahan pada tanah Andosol ................ 8
pH tanah, C-organik, respirasi tanah, dan populasi mikrob pada
penggunaan lahan kebun sayur, hutan, dan tanah bera ..................................... 11
5 Fluks CO2 dari tanah gambut (Sumawinata et al. 2012) dan tanah mineral
(Hazama 2012) .................................................................................................. 12

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Lokasi penelitian pada citra (Digital Globe tahun 2013) .................................... 2
Titik pemasangan chamber base di lokasi kebun sayur ..................................... 4
Titik pemasangan chamber base di lokasi hutan ................................................ 4
Titik pemasangan chamber base di lokasi tanah bera ........................................ 5
Chamber dan chamber base yang digunakan dalam metode ruang
tertutup (Toma dan Hatano 2007) ....................................................................... 5
6 Model Regresi Linier penambahan konsentrasi CO2 .......................................... 6
7 Grafik fluks CO2 dari tanah kebun sayur, hutan, dan tanah bera........................ 8
8 Fluks CO2 dan suhu tanah di ketiga lokasi penelitian ........................................ 9

DAFTAR LAMPIRAN
1 Fluks CO2, suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, dan kadar air
tanah di lokasi kebun sayur ............................................................................... 15
2 Fluks CO2, suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, dan kadar air
tanah di lokasi hutan ......................................................................................... 16
3 Fluks CO2, suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, dan kadar air
tanah di lokasi tanah bera.................................................................................. 17
4 Respon bakteri mesopilik terhadap perbedaan suhu (Tate 2000) ..................... 18
5 Model semiperspektif tingkat respirasi terhadap perbedaan suhu dan
kelembaban (Bunnell dan Tait 1974)................................................................ 18

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Akhir-akhir ini, pemanasan global muncul sebagai isu lingkungan di seluruh
dunia. Penyebab pemanasan global diduga karena meningkatnya emisi gas rumah
kaca (GRK), terutama diantaranya yang paling penting adalah gas karbon
dioksida (CO2) yang dilepaskan dari hasil kegiatan manusia seperti penggunaan
bahan bakar fosil untuk industri, transportasi, dan rumah tangga. Selain sumber
utama tersebut, akhir-akhir ini kegiatan pertanian pun dianggap sebagai sumber
emisi GRK ke atmosfer. Terkait dengan hal ini, IPCC (2007) menyebutkan bahwa
14% emisi GRK di tahun 2004 dihasilkan dari kegiatan pertanian.
Seiring dengan adanya anggapan tersebut, banyak penelitian dan publikasi
yang memberikan informasi mengenai emisi GRK khususnya emisi CO2 dari
lahan pertanian dan berbagai penggunaan lahan lainnya termasuk di Indonesia.
Penelitian mengenai emisi CO2 atau fluks CO2 dari berbagai penggunaan lahan di
Indonesia saat ini lebih banyak dilakukan pada lahan gambut. Hasil penelitian
pada lahan gambut pada umumnya menyebutkan bahwa lahan gambut
mengemisikan CO2 sangat besar, seperti hasil penelitian Hooijer et al. (2012).
Namun penelitian Hooijer et al. (2012) tersebut bukan berasal dari pengukuran
emisi CO2 secara langsung pada tanah gambut, melainkan dengan menghitung
ketebalan gambut yang hilang yang dianggap sebagai kehilangan karbon pada
tanah gambut sebagai hasil oksidasi. Jumlah CO2 yang diemisikan kemudian
dihubungkan dengan laju subsidensi dan penurunan muka air tanah. Penelitian
Hooijer et al. (2012) tersebut menyebutkan bahwa terdapat hubungan linear antara
emisi CO2 yang dihasilkan dari lahan gambut dengan laju subsidensi gambut dan
penurunan muka air tanah gambut.
Penelitian emisi CO2 atau fluks CO2 dari tanah mineral di Indonesia masih
jarang dilakukan. Banyak anggapan bahwa fluks CO2 yang dihasilkan dari tanah
gambut jauh lebih besar dari tanah mineral karena kandungan karbon tanah
gambut jauh lebih tinggi dibandingkan tanah mineral. Kadar karbon yang tinggi di
lahan gambut dianggap sebagai sumber potensial emisi CO2 ke atmosfer sebagai
hasil proses dekomposisi. Namun, hasil penelitian Sumawinata et al. (2012)
menunjukkan bahwa CO2 yang diemisikan dari tanah gambut pada area terbuka
(tanpa vegetasi) dengan pengukuran selama satu tahun ialah sebesar 11.06 ton CCO2/ha/tahun tidak jauh berbeda dengan yang diemisikan dari tanah mineral
berbahan organik rendah tanpa tanaman dan serasah yaitu sebesar 144.90 mg CCO2/m2/jam setara 12.69 ton C-CO2/ha/tahun (Hazama 2012). Hal ini
menunjukkan bahwa tanah gambut tidak mesti menghasilkan fluks CO2 yang
lebih tinggi dari tanah mineral.
Jenis tanah mineral yang ada di Indonesia memiliki karekteristik yang
berbeda dan sangat beragam. Oleh karena itu penelitian mengenai besarnya fluks
CO2 dari berbagai tanah mineral khususnya yang memiliki kadar bahan organik
tinggi seperti Andosol perlu dilakukan.

2
Tujuan Penelitian

1.
2.

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, tujuan penelitian ini ialah:
Mengetahui dan membandingkan fluks CO2 yang dihasilkan dari Andosol
pada penggunaan lahan kebun sayur, hutan, dan tanah bera.
Membandingkan fluks CO2 yang dihasilkan dari tanah mineral dengan tanah
gambut.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian
Pengukuran fluks CO2 dilakukan dari bulan September 2012 sampai dengan
Mei 2013. Pengambilan contoh dilakukan pada tiga lokasi yang bertempat di areal
perkebunan teh PT Sumber Sari Bumi Pakuan, Desa Tugu Utara, Kecamatan
Cisarua, Kabupaten Bogor (kawasan Puncak) pada ketinggian ±1450 mdpl, pada
kebun sayur, hutan, dan tanah bera. Lokasi penelitian secara rinci dapat dilihat
pada Gambar 1 dan Tabel 1. Pengukuran konsentrasi CO2 dan analisis beberapa
sifat tanah dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 1 Lokasi penelitian pada citra (Digital Globe tahun 2013)

3
Tabel 1 Titik koordinat lokasi penelitian
Lokasi
Kebun Sayur
Hutan
Tanah Bera

Titik Koordinat
06o41’20.6” S
106o59’35.5” E
06o41’22.6” S
106o59’51.6” E
06o41’20.6” S
106o59’36.1” E

Keterangan
Sistem tumpang sari sawi, kubis, dan
cabai
Hutan Lindung Telaga Warna
Tanah kosong yang dikondisikan
tanpa tanaman dan serasah

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan terdiri dari contoh gas untuk pengukuran fluks CO2
dan contoh tanah untuk analisis pH, C-organik, respirasi tanah, dan populasi
mikrob. Contoh gas dan tanah diambil dari masing-masing penggunaan lahan.
Sementara itu, alat-alat yang digunakan terdiri dari alat pengambilan contoh gas di
lapangan meliputi sungkup (chamber), chamber base, tedlar bag, pressure bag,
stopcock, sampling tube, dan syringe; alat pengukur contoh gas berupa CO2
analyzer yaitu Infra Red Gas Analyzer (IRGA) tipe ZEP9 dari Fuji Electric
Systems; alat pengambilan contoh tanah, dan alat-alat yang digunakan untuk
analisis contoh tanah di laboratorium.

Metode
Kegiatan penelitian meliputi beberapa tahapan yaitu survei dan pemilihan
lokasi penelitian, persiapan peralatan pengukuran di lapangan dan laboratorium,
pelaksanaan penelitian lapang, dan analisis di laboratorium. Metode pengambilan
contoh gas di lapangan, pengukuran contoh gas, dan analisis tanah diuraikan
berikut ini.
Pengambilan Contoh Gas
Pengambilan contoh gas untuk pengukuran fluks CO2 dilakukan dengan
metode ruang tertutup menggunakan chamber. Pengambilan contoh gas diawali
dengan pemasangan chamber base di setiap lokasi pengamatan pada tiga titik
yang mewakili lokasi pengamatan. Pemasangan chamber base pada lokasi kebun
sayur terdiri dari 2 chamber base di guludan yaitu di baris tanam dan di antara
baris tanam dan 1 chamber base pada parit di antara guludan. Pemasangan yang
berbeda dilakukan agar memberikan hasil yang dapat mewakili kondisi
sebenarnya. Hal yang sama juga dilakukan pada lokasi hutan dan tanah bera
dengan memasang chamber base pada tiga titik yang mewakili masing-masing
kondisi. Titik pemasangan chamber base di lokasi kebun sayur, hutan, dan tanah
bera masing-masing dapat dilihat pada Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4.

4

(Titik 1)

(Titik 2)

(Titik 3)
Gambar 2 Titik pemasangan chamber base di lokasi kebun sayur

(Titik 1)

(Titik 2)

(Titik 3)
Gambar 3 Titik pemasangan chamber base di lokasi hutan

5

Gambar 4 Titik pemasangan chamber base di lokasi tanah bera
Pengambilan contoh gas dilakukan sehari setelah pemasangan chamber
base. Teknik pengambilan contoh gas dilakukan dengan menggunakan chamber
berdiameter alas 20 cm dan tinggi 25 cm yang disungkupkan pada chamber base
yang pada sisinya diisi dengan air untuk mencegah kebocoran gas. Sungkup
dilengkapi dengan penutup yang terbuat dari akrilik yang memiliki tiga port
dimana port pertama untuk kantung kedap udara (terdlar bag) pengambilan gas
menit ke-3, port kedua untuk tedlar bag menit ke-6, dan port ketiga untuk
pressure bag penyeimbang tekanan udara ruang chamber dengan tekanan udara
atmosfer (lihat Gambar 5). Pengambilan contoh gas di masing-masing lokasi
dilakukan pada pagi (pukul 06.00-10.00 WIB) dan siang hari (pukul 12.00-15.00
WIB) pada setiap minggunya selama kurun waktu 25 minggu. Pada tiap waktu
tersebut, pengambilan contoh gas dilakukan sebanyak 3 kali dengan interval
waktu 3 menit yaitu pada menit ke-0, menit ke-3, dan menit ke-6. Pengambilan
contoh gas pada menit ke-0 dilakukan pada saat chamber belum terpasang pada
chamber base. Pengambilan contoh gas untuk menit ke-3 dan menit ke-6 masingmasing dilakukan setelah chamber disungkupkan pada chamber base selama 3
dan 6 menit. Jumlah gas yang diambil ke dalam tedlar bag yaitu sebanyak 250 ml
dengan menggunakan jarum suntik (syringe) 25 ml. Pada saat pengambilan
contoh gas dilakukan juga pengukuran suhu udara dan suhu tanah pada lokasi
pengambilan contoh.

Gambar 5 Chamber dan chamber base yang digunakan dalam metode ruang
tertutup (Toma dan Hatano 2007)

6
Pengukuran Contoh Gas dan Perhitungan Fluks CO2
Contoh gas yang telah diambil di lapang diukur konsentrasinya di
laboratorium pada hari yang sama menggunakan CO2 analyzer. Pengukuran
dilakukan setelah alat dikalibrasi sebanyak dua kali yaitu kalibrasi pertama
merupakan zero kalibrasi dengan menggunakan soda lime yang menghasilkan gas
bebas CO2 dan kalibrasi kedua mengunakan gas standar CO2 yang telah diketahui
kadarnya.
Angka konsentrasi yang diperoleh dari hasil pengukuran kemudian
digunakan untuk menghitung fluks CO2 dari tanah pada setiap penggunaan lahan.
Angka tersebut digunakan untuk memperoleh nilai
yang didapatkan dengan
mencari nilai regresi linear dari 3 konsentrasi yang dihasilkan pada menit ke-0,
menit ke-3, dan menit ke-6 di setiap titik pengambilan contoh gas. Contoh
mendapatkan nilai diperlihatkan pada Gambar 6.
40

Konsentrasi CO2

35
30

y = 6.133x
R² = 0,995

25
20
15
10
5
0

0

2

4
Waktu

6

8

Gambar 6 Model Regresi Linier penambahan konsentrasi CO2
Selanjutnya, setelah diperoleh nilai
dilakukan perhitungan fluks CO2
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
F=
F = Fluks CO2 (mg C-CO2/m2/jam)
h = Tinggi chamber (m)
T = Rata-rata suhu udara (oK)

= Variasi konsentrasi CO2 (m3/m3)
= Variasi waktu (jam)
= Koefisien transformasi (
)

Analisis Tanah
Beberapa sifat tanah dianalisis di laboratorium untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap fluks CO2. Sifat tanah yang dianalisis yaitu terdiri dari pH,
C-organik, respirasi tanah, dan populasi mikrob. Contoh tanah yang dianalisis
diambil secara komposit dari lokasi pengamatan pada kedalaman 0-5 cm, 5-10
cm, 10-20 cm, dan 20-30 cm. Jenis analisis tanah dan metode yang digunakan
dapat dilihat pada Tabel 2.

7
Tabel 2 Analisis tanah di laboratorium
Analisis
Metode
pH H2O (1:2.5)
Elektrometri
C-Organik
Walkey dan Black
Respirasi Tanah
Inkubasi
Populasi Mikrob
Agar Cawan
Pengukuran respirasi contoh tanah yang diambil dari ketiga lokasi penelitian
dilakukan dengan metode inkubasi. Pengukuran respirasi tanah merupakan salah
satu cara yang digunakan untuk menetapkan tingkat aktivitas mibrob tanah (Anas
1988). Pengukuran respirasi diawali dengan memasukan contoh tanah ke dalam
wadah kedap udara yang sudah dilengkapi dengan larutan KOH dan air destilasi
(H2O). Penetapan respirasi didasarkan pada jumlah CO2 yang dihasilkan oleh
mikroorganisme tanah selama masa inkubasi. Karbon dioksida yang dihasilkan
diketahui dengan melakukan titrasi larutan KOH sebagai pengikat CO2 yang
dihasilkan saat inkubasi dengan menggunakan HCl yang telah diketahui
konsentrasinya. Selain penetapan respirasi, dilakukan juga penetapan populasi
mikrob dengan menggunakan metode agar cawan. Cara ini dimulai dengan
pembuatan larutan tanah atau bahan lain yang mengandung sel mikrob, spora, atau
potongan miselin yang mempunyai kemungkinan untuk tumbuh dan berkembang
cukup baik bila keadaan lingkungan memungkinkan (Anas 1988). Penetapan
populasi mikrob dilakukan dengan menghitung jumlah koloni yang tumbuh pada
media yang digunakan yaitu Martine Agar (untuk analisis total fungi) dan
Nutrient Agar (untuk analisis total mikrob).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Fluks CO2
Hasil pengukuran fluks CO2 dari Andosol dengan penggunaan lahan kebun
sayur, hutan, dan tanah bera disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 7. Berdasarkan
Tabel 3 diketahui bahwa rata-rata hasil fluks CO2 dari kebun sayur sebesar 4.26 g
C-CO2/m2/hari dengan fluks tertinggi 7.50 g C-CO2/m2/hari dan terendah 2.08 g
C-CO2/m2/hari. Besar fluks tersebut hampir sama dengan yang dihasilkan dari
tanah hutan yaitu sebesar 4.28 g C-CO2/m2/hari dengan fluks tertinggi 8.07 g CCO2/m2/hari dan terendah 1.58 g C-CO2/m2/hari. Pada tanah bera fluks CO2 yang
dihasilkan lebih rendah yaitu sebesar 2.01 g C-CO2/m2/hari dengan fluks tertinggi
3.68 g C-CO2/m2/hari dan terendah 0.60 g C-CO2/m2/hari. Hasil pengukuran fluks
CO2 tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung fluks CO2 pertahun dengan
asumsi kebun sayur, hutan, dan tanah bera merupakan penggunaan lahan yang
sama pada setiap tahunnya. Fluks CO2 yang dihasilkan selama satu tahun pada
penggunaan lahan kebun sayur, hutan, dan tanah bera secara berturut-turut yaitu
15.56 ton C-CO2/ha/tahun, 15.62 ton C-CO2/ha/tahun, dan 7.32 ton CCO2/ha/tahun. Hasil tersebut merupakan prediksi fluks CO2 pertahun terlepas dari

8
perbedaan musim dan waktu penanaman pada kebun sayur. Secara umum terlihat
bahwa fluks CO2 yang dihasilkan dari Andosol pada penggunaan lahan kebun
sayur, hutan, dan tanah bera berada pada kisaran 1.00-6.00 g C-CO2/m2/hari
(3.65-21.90 ton C-CO2/ha/tahun).
Tabel 3 Rata-rata fluks CO2 dari tiga penggunaan lahan pada tanah Andosol
Penggunaan Lahan

Fluks (g C-CO2/m2/hari)

Kebun Sayur
Hutan
Tanah Bera

Rata-rata Fluks CO2
(g C-CO2/m2/hari)
4.26
4.28
2.01

Rata-rata Fluks CO2
(ton C-CO2/ha/tahun)
15.56
15.62
7.32

26
24
22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Kebun Sayur
Rataan Kebun Sayur

Minggu
Hutan
Rataan Hutan

Tanah Bera
Rataan Tanah Bera

Gambar 7 Grafik fluks CO2 dari tanah kebun sayur, hutan, dan tanah bera
Pada Gambar 7 terlihat bahwa fluks CO2 yang dihasilkan dari ketiga
penggunaan lahan berfluktuasi pada setiap minggunya. Fluktuasi yang tinggi
terutama dihasilkan dari tanah hutan yang ditunjukkan pada minggu ke-19 dan ke23. Fluktuasi tersebut kemungkinan terjadi karena perubahan sesaat dari kondisi
tanah dan lingkungan yang mempengaruhi aktivitas mikrob dan respirasi tanaman
seperti kondisi cuaca. Fluks CO2 yang berbeda-beda pada setiap pengukuran
menunjukkan bahwa pengukuran fluks CO2 tidak dapat dilakukan hanya dengan
beberapa kali pengukuran saja. Hal tersebut dapat menimbulkan prediksi jumlah
fluks CO2 yang dihasilkan dari suatu lahan menjadi kurang tepat.
Pada Gambar 7 juga terlihat bahwa fluks CO2 yang dihasilkan dari tanah
bera selalu lebih kecil dibandingkan kebun sayur dan hutan. Hal ini menunjukkan
bahwa besarnya fluks CO2 dipengaruhi oleh aktivitas respirasi tanaman pada
lahan tersebut, sebagaimana dijelaskan antara lain oleh Sumawinata et al. (2012)
yang menyebutkan bahwa fluks CO2 yang dihasilkan pada suatu lahan sebagian
besar merupakan gas yang dilepaskan dari respirasi akar dan eksudat akar. Selain
itu Hazama (2012) berpendapat bahwa fluks CO2 yang dihasilkan pada suatu
lahan tergantung dari tanaman yang terdapat pada lahan tersebut.

9

Fluks CO2 (g C-CO2/m2/hari)

Hal lain yang ditunjukkan pada Gambar 7 yaitu fluks CO2 kebun sayur pada
awal pengukuran lebih rendah dibandingkan tanah hutan, sedangkan pada minggu
ke-9 dan seterusnya cenderung sama bahkan lebih tinggi. Hal ini dimungkinkan
karena pada minggu ke-8 di kebun sayur dilakukan pengolahan tanah dengan
mencampurkan bahan organik (menimbun sisa tanaman sawi dan kubis yang
sudah dipanen) pada guludan. Pengaruh tersebut diperlihatkan dengan adanya
peningkatan fluks CO2 yang terjadi pada minggu ke-9. Adanya bahan organik
segar memungkinkan terjadinya proses dekomposisi yang meningkat sejalan
dengan meningkatnya jumlah dan aktivitas mikrob tanah sehingga fluks CO2 pada
minggu tersebut meningkat. Fluks CO2 yang dihasilkan dari tanah kebun sayur
selanjutnya mengalami penurunan pada minggu ke-10 dan seterusnya. Penurunan
fluks CO2 tersebut diduga karena adanya penurunan jumlah dan aktivitas mikrob
di dalam tanah. Penurunan jumlah dan aktivitas mikrob diduga karena jumlah
senyawa sederhana yang dapat dimanfaatkan oleh mikrob berkurang sehingga
fluks CO2 yang dihasilkan juga berkurang.
Respirasi tanah yang kompleks dengan berbagai faktor yang
mempengaruhinya memungkinkan fluks CO2 yang dihasilkan bervariasi. Faktor
lingkungan seperti suhu tanah dan kelembaban diduga merupakan faktor utama
yang mempengaruhi fluks CO2 yang dihasilkan dari tanah. Gambar 8
menunjukkan hubungan antara kisaran suhu tanah pada ketiga lokasi pengamatan
dengan kisaran fluks CO2 yang terukur pada masing-masing penggunaan lahan.
26
24
22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
0

2

4

6

8

10

12

14

16

Suhu Tanah
Kebun sayur

Hutan

18

20

22

24

26

28

30

(oC)
Tanah Bera

Gambar 8 Fluks CO2 dan suhu tanah di ketiga lokasi penelitian
Pada Gambar 8 terlihat bahwa pada kisaran suhu tanah yang sama ternyata
besarnya fluks CO2 yang terjadi sangat berbeda. Variasi fluks CO2 yang terjadi
pada rentang suhu yang sama diduga karena adanya perbedaan kepekaan mikrob
tanah sebagai salah satu sumber respirasi dalam tanah terhadap kondisi
lingkungan dan tanah. Tingkat pertumbuhan mikrob meningkat sampai suhu
maksimal dengan kondisi ekologi minimum dan maksimum yang mewakili batas
toleransi mikrob terhadap suhu (Tate 2000). Seperti yang ditunjukkan pada
Lampiran 4 bahwa aktivitas mikrob yang digambarkan sebagai tingkat respirasi
meningkat dengan peningkatan suhu sampai keadaaan maksimal pada suhu 25 oC

10
sampai 30 oC yang kemudian mengalami penurunan pada suhu lebih dari 30 oC.
Selain itu, perbedaan kelembaban tanah diduga sebagai faktor lain yang
mempengaruhi perbedaan fluks CO2 yang dihasilkan, seperti pendapat Flanagan
et al. (2005) yang menyebutkan bahwa kelembaban tanah merupakan faktor
lingkungan yang dominan dalam mengendalikan respirasi ketika suhu dalam
keadaan konstan, seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 5 yang memperlihatkan
grafik pemodelan semiperspektif tingkat respirasi pada perbedaan suhu dan
kelembaban. Pada suhu yang sama terlihat tingkat respirasi akan berbeda dengan
perbedaan kelembaban. Sehingga dapat diduga bahwa interaksi antara suhu dan
kelembaban di lokasi penelitian mempengaruhi variasi fluks CO2 yang dihasilkan.
Hal ini menggambarkan bahwa fluks CO2 yang dihasilkan dari tanah tidak dapat
dihubungan dengan salah satu faktor saja.
Selain mempengaruhi aktivitas mikrob, suhu tanah dan kelembaban tanah
juga diduga mempengaruhi aktivitas tanaman dalam kegiatan respirasi. Seperti
pendapat Koide et al. (2006) yang menyebutkan bahwa respirasi akar meningkat
dengan dipengaruhi peningkatan suhu tanah dan respirasi mikrob meningkat
sebagian besar dipengaruhi oleh kelembaban tanah. Selain itu Flanagan et al.
(2005) menyebutkan bahwa kelembaban tanah dapat berpengaruh langsung
terhadap kegiatan tanaman. Kelembaban tanah secara tidak langsung berpengaruh
pada jumlah subtrat tersedia dari eksudat akar dan kualitas input bahan organik
terhadap komunitas mikrob yang dapat mempengaruhi jumlah CO2 yang
dihasilkan dari tanah. Sehingga diduga perbedaan kepekaan aktivitas tanaman dan
mikrob menyebabkan jumlah fluks CO2 yang dihasilkan bervariasi.

Respirasi Tanah
Tabel 4 menunjukkan hasil pengukuran respirasi tanah di laboratorium dari
contoh tanah yang diambil di lapangan. Hasil pengukuran respirasi tanah
menunjukkan jumlah CO2 yang dihasilkan dari tanah kebun sayur dan hutan lebih
tinggi dibandingkan tanah bera. Hasil tersebut sesuai dengan hasil pengukuran
fluks CO2 di lapangan pada kebun sayur dan hutan yang juga lebih tinggi
dibandingkan tanah bera.
Jumlah CO2 tinggi yang dihasilkan dari tanah kebun sayur dan hutan diikuti
dengan hasil analisis total mikrob yang juga tinggi. Hasil tersebut semakin
memperkuat anggapan bahwa CO2 dari tanah selain dihasilkan dari respirasi
tanaman juga dihasilkan dari aktivitas dan populasi mikrob di dalam tanah. Hal ini
sesuai dengan pendapat Hogberg et al. (2009) yaitu bahwa sebagian besar fluks
kembali ke atmosfer melalui respirasi tanah yang memiliki dua sumber utama,
yaitu respirasi heterotropik (organisme pengurai bahan organik) dan respirasi
autrotopik (akar, jamur mikoriza, dan mikrob akar). Selain itu, Luo dan Zhou
(2006) menyebutkan bahwa respirasi tanah mengeluarkan molekul CO2 yang
dihasilkan dari akar, mikrob tanah, dan hewan yang tedapat di dalam tanah dan
lapisan serasah. Kisaran pH tanah pada ketiga penggunaan lahan yang berkisar
antara pH 4.5-6 memungkinkan jumlah dan aktivitas mikrob berada pada keadaan
optimal, sehingga kegiatan respirasi mikrob tanah berlangsung baik.

11
Tabel 4 pH tanah, C-organik, respirasi tanah, dan populasi mikrob pada
penggunaan lahan kebun sayur, hutan, dan tanah bera
Contoh

Kedalaman
(cm)

pH
Tanah

% COrganik

Kebun
Sayur

0-5

4.9

6.14

Respirasi
Tanah
mg CCO2/kg/hari
9.90

5-10

5.45

8.10

4.36 x 106

7.13 x 107

7.35

8.23

1.84 x 104

4.40 x 106

20-30

4.8
4.9
4.7

5.04

8.42

1.03 x 103

1.30 x 108

0-5

5.7

12.96

15.46

1.37 x 104

1.31 x 107

5-10

8.61

10.87

1.11 x 104

3.69 x 107

10-20

5.6
5.3

5.27

9.52

-

9.91 x 106

20-30

5.6

4.50

6.26

-

1.14 x 106

0-5

4.5

3.74

6.73

6.12 x 102

3.31 x 105

5-10

4.7
4.7
5.0

4.24

6.97

1.79 x 102

1.31 x 105

2.47

7.54

0.16 x 102

1.91 x 105

0.94

6.68

4.65 x 102

1.85 x 105

10-20
Hutan

Tanah
Bera

10-20
20-30

Jumlah
Fungi
CFU/g
tanah

Total
Mikrob
CFU/ g
tanah

6.30 x 104

1.30 x 107

Tingginya total mikrob dari tanah kebun sayur dan hutan juga dipengaruhi
oleh kadar C-organik yang tinggi pada tanah tersebut. Pada Tabel 6 terlihat bahwa
kadar C-organik pada tanah kebun sayur dan hutan lebih tinggi dibandingkan
tanah bera. Kadar C-organik yang tinggi tersebut diduga dapat menyebabkan
aktivitas mikrob yang tinggi di dalam tanah. Jumlah dan aktivitas mikrob yang
tinggi di dalam tanah memungkinkan CO2 yang dihasilkan dari tanah juga tinggi
sebagai hasil dari aktivitas respirasi mikrob yang aktif mengambil O2 dari udara
dan mengeluarkan CO2. Namun, total C-organik yang tinggi pada suatu lahan
tidak dapat menunjukkan bahwa fluks CO2 yang dihasilkan dari lahan tersebut
juga tinggi. Kadar karbon yang terkandung di dalam tanah tidak semuanya dapat
berubah menjadi CO2 yang kemudian dilepaskan dari tanah ke atmosfer. Hal ini
terlihat dari kandungan karbon (C-organik) yang masih tinggi terdapat pada tanah
Andosol walaupun terjadi pelepasan CO2 yang cukup tinggi ke atmosfer. Hal ini
semakin memperkuat anggapan bahwa pelepasan karbon dalam bentuk CO2 dari
tanah tidak semata-mata dihasilkan dari perombakan bahan organik tanah
melainkan dipengaruhi oleh aktivitas tanaman dan populasi mikrob tanah.

Perbandingan Fluks CO2 dari Tanah Gambut dan Tanah Mineral
Hasil penelitian ini menghasilkan fakta yang menarik, yaitu bahwa fluks
CO2 dari tanah mineral berbahan organik tinggi tidak berbeda jauh jika
dibandingkan dengan fluks CO2 dari tanah mineral berbahan organik rendah dan
tanah gambut (lihat perbandingan antara Tabel 3 dan Tabel 5). Tabel 5
menyajikan fluks CO2 dari tanah gambut (Sumawinata et al. 2012) dan dari tanah

12
mineral Latosol (Hazama 2012). Fluks CO2 dari tanah gambut pada areal terbuka
tanpa vegetasi hasil penelitian Sumawinata et al. (2012) yaitu sebesar 11.06 ton
C-CO2/ha/tahun. Besarnya fluks tersebut hampir sama dengan hasil penelitian
Hazama (2012) dari Latosol pada tanah bera dengan bahan organik rendah yaitu
sekitar 144.9 mg C-CO2/m2/jam (12.69 ton C-CO2/ha/tahun). Hal ini memberikan
gambaran bahwa kandungan karbon yang terdapat di dalam tanah tidak dapat
menentukan jumlah CO2 yang dihasilkan dari tanah. Karbon yang terkandung di
dalam tanah tidak selamanya dapat berubah melalui proses dekomposisi menjadi
karbon dalam bentuk CO2 yang dilepaskan ke atmosfer.
Tabel 5 Fluks CO2 dari tanah gambut (Sumawinata et al. 2012) dan tanah
mineral (Hazama 2012)
Fluks CO2
Jenis Tanah
Penggunaan Lahan
(ton C-CO2/ha/tahun)
Tanah gambuta A. crassicarpa 3 tahun
34.31
A. crassicarpa 3 tahun (tanpa
27.16
akar dan serasah)
Hutan Alam
33.03
Hutan Alam (tanpa akar dan
20.31
serasah)
Lahan Terbuka (tanpa vegetasi)
11.06
Latosolb
Kebun Kacang Tanah
10.84
Kebun Jagung
16.15
Kebun Singkong
12.77
Tanah Bera (tanpa tanaman dan
12.69
serasah)
a

Sumawinata et al. (2012), bHazama (2012)

Fakta tersebut juga diperkuat dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan
bahwa fluks CO2 dari Andosol lebih rendah dibandingkan Latosol pada penelitian
Hazama (2012). Padahal kadar C-organik pada tanah mineral Andosol lebih tinggi
dibandingkan dengan Latosol. Hasil pengukuran fluks CO2 dari tanah Andosol
kondisi bera pada penelitian ini yaitu sebesar 7.32 ton C-CO2/ha/tahun (lihat
Tabel 3). Hasil ini semakin memperkuat anggapan bahwa total C-organik pada
tanah tidak dapat menentukan jumlah fluks CO2 yang dilepaskan dari tanah. Corganik yang terdapat di dalam tanah dapat terikat kuat oleh tanah, sehingga tidak
mudah berubah menjadi karbon dalam bentuk CO2 yang terlepas ke atmosfer.
Sementara itu, dapat dikatakan bahwa tanah gambut, Latosol, dan Andosol
dapat menghasilkan nilai fluks CO2 yang hampir sama walaupun jumlah fluks
CO2 yang terukur dari Andosol lebih rendah. Adapun fluks CO2 yang lebih rendah
pada penelitian ini ialah karena terkait dengan perbedaan kondisi tanah dan
lingkungan yang mempengaruhi respirasi, seperti suhu tanah atau kelembaban.
Interaksi beberapa faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban tanah diduga
berpengaruh terhadap penurunan tingkat respirasi tanah dengan adanya perbedaan
ketinggian. Perbedaan ketinggian dari permukaan laut dapat mempengaruhi
tingkat respirasi (Luo dan Zhuo 2006). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa
kondisi tanah dan lingkungan mempengaruhi fluks CO2 dari tanah seperti Lessard
et al. (1994) yang menyatakan bahwa kelembaban dan suhu tanah sangat
berpengaruh terhadap CO2, dan peningkatan suhu akan meningkatkan fluks CO2.

13
Selain itu, Kuswandora (2012) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa suhu
yang tinggi dapat meningkatkan CO2 yang dipancarkan dari tanah. Suhu tanah di
lokasi tanah gambut (Sumawinata et al. 2012) dan Latosol (Hazama 2012)
menunjukkan rata-rata yang tinggi yaitu 26.8 oC. Sedangkan suhu tanah di lokasi
Andosol menunjukkan rata-rata yang lebih rendah yaitu 19.5 oC. Perbedaan
kondisi lingkungan seperti yang diperlihatkan dengan suhu yang lebih rendah di
lokasi Andosol diduga mempengaruhi jumlah fluks CO2 yang dihasilkan dari
Andosol lebih rendah.
Hal lain yang juga ditunjukkan dari hasil pengukuran fluks CO2 dari tanah
gambut (Sumawinata et al. 2012) dan Latosol (Hazama 2012) yaitu fluks CO2 dari
tanah bera (tanpa vegetasi dan serasah) selalu lebih rendah dibandingkan pada
lahan dengan tanaman (lahan pertanian dan hutan) seperti halnya hasil penelitian
fluks dari Andosol. Hal ini menegaskan bahwa CO2 dilepaskan dari tanah
sebagian besar dihasilkan dari respirasi akar dan eksudat akar serta aktivitas
mikrob di dalam tanah dan lapisan serasah.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Fluks CO2 yang dihasilkan dari Andosol pada penggunaan lahan kebun sayur
dan hutan menunjukkan nilai yang hampir sama yaitu masing-masing sebesar
4.26 g C-CO2/m2/hari dan 4.28 g C-CO2/m2/hari, sedangkan dari tanah bera
lebih kecil yaitu sebesar 2.01 g C-CO2/m2/hari. Fluks CO2 pertahun
berdasarkan hasil pengukuran dari penggunaan lahan kebun sayur, hutan, dan
tanah bera secara berturut-turat yaitu sebesar 15.56 ton C-CO2/ha/tahun, 15.62
ton C-CO2/ha/tahun, dan 7.32 ton C-CO2/ha/tahun.
2. Fluks CO2 dari tanah mineral hampir sama dengan fluks CO2 dari tanah
gambut. Hal ini menggambarkan bahwa kandungan karbon di dalam tanah
tidak secara langsung mempengaruhi fluks CO2 yang dihasilkan dari tanah.
Selain itu, fluks CO2 dari tanah mineral Andosol (tanah berbahan organik
tinggi) pada penelitian ini menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan
tanah mineral Latosol (tanah berbahan organik rendah). Perbedaan kondisi
tanah dan lingkungan yang mempengaruhi respirasi tanaman dan mikrob tanah
di lokasi penelitian diduga merupakan faktor utama dalam mempengaruhi
perbedaan jumlah fluks CO2.

Saran
Perlu dilakukan penelitian mengenai kontribusi masing-masing faktor yang
mempengaruhi jumlah CO2 yang dihasilkan pada suatu lahan seperti respirasi akar
tanaman dan mikrob. Selain itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis
C-organik tanah yang dapat berubah menjadi CO2 yang dilepaskan ke atmosfer.

14

DAFTAR PUSTAKA
Anas I. 1988. Biologi Tanah dalam Praktikum. Bogor (ID). Fakultas pertanian:
Institut Pertanian Bogor.
Bunnell FL, Tait DEN. 1974. Mathematical simulation models of decomposition
processes. Di dalam: Paul EA, dan Clark FE editor. Soil Microbiology and
Biochemistry. California (US): Academic Press, Inc.
Flanagan LB, Johnson BG. 2005. Interacting effect of temperature, soil moisture,
and plant biomass production on ecosystem respiration in northern
temperate grassland. Agricultural and Forest Meteorology 130: 237–253.
Hazama F. 2012. Comparison of Greenhouse Gases Emissions from Agricultural
Land in Tropical and Cool Temperate Area [tesis]. Jepang (JP): Hokaido
University.
Hogberg P, Bhupinderpal-Singh, Lofvenius MO, Nordgren A. 2009. Partitioning
of soil respiration into its autotrophic and heterotrophic components by
means of tree-girdling in old boreal spruce forest. Forest Ecology and
Management 257.
Hooijer A, Page S, Jauhiainen J, Lee WA, Lu XX, Idris A, Anshari G. 2012.
Subsidence and carbon loss in drained tropical peatlands. Biogeosciences. 9:
1053–1071.
IPCC. 2007. Summary for Policymakers. Di dalam: Solomon S, Qin D, Manning
M, Chen Z, Marquis M, Averyt KB, Tignor M, Miller HL, editor. Climate
Change 2007: The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I
to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate
Change. Cambridge, United Kingdom and New York (US): Cambridge
University Press.
Koide T, Hatano R, Maximov TC. 2006. Impact of Soil Temperature and Soil
Moisture on GHG Fluxes from an Eastern Siberian Taiga Soil at Yakutsk,
Rusia. Jepang (JP): Hokaido University Press.
Kuswandora VD. 2012. Emisi Gas CO2 dan Neraca Karbon pada Lahan Jagung,
Kacang Tanah dan Singkong di Kecamatan Ranca Bungur, Bogor [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Lessard R, Rochette P, Topp E, Pattey E, Desjardins RL, Beaumont G. 1994.
Methane and Carbon Dioxide Fluxes from Poorly Drained Adjacent
Cultivated and Forest Sites. Can. J. Soil Sci. 74: 139-146.
Luo Y, Zhou X. 2006. Soil Respiration and the Environment. California (US):
Elsevier.
Sumawinata B et al. 2012. Neraca Karbon Hutan Tanaman Industri pada Rawa
Gambut Tropika (Carbon Budget in Forest Plantation on Tropical Peat
Swamp). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Tate RL. 2000. Soil Microbiology. United States of America (US): John Wiley &
Sons, Inc.
Toma Y, Hatano R. 2007. Effect of Crop Residue C:N ratio on N2O emissions from
Graylowland Soil in Mikasa Hokkaido Japan. Soil Science and Plant Nutrition
53: 198-205.

15

LAMPIRAN
Lampiran 1 Fluks CO2, suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, dan kadar air tanah
di lokasi kebun sayur
Fluks CO2 (g C-CO2/m2/hari)
Tanggal

Pagi

Siang

Suhu
Udara
(oC)

Suhu
Tanah
(oC)

RH
(%)

KA
Tanah
(%)

1

2

3

1

2

3

Ratarata

09/05/2012

4.12

4.66

-

2.36

2.57

-

3.43

26.66

20.23

53.44

44.16

15/9/2012

1.86

3.22

1.18

3.03

3.07

3.65

2.67

25.72

21.95

61.85

37.83

22/9/2012

2.46

1.87

-

2.05

1.94

-

2.08

20.66

20.15

66.93

-

29/9/2012

2.93

1.75

3.78

2.87

3.47

2.00

2.80

24.40

20.88

73.68

40.87

10/06/2012

3.17

2.14

2.36

3.41

3.20

3.74

3.00

21.49

18.80

76.86

52.59

10/12/2012

2.55

1.89

2.59

3.26

3.71

3.27

2.88

26.51

20.09

66.54

66.97

20/10/2012

1.56

2.43

6.78

4.38

3.65

2.76

3.59

24.21

21.23

73.23

51.93

27/10/2012

4.46

3.91

4.68

3.28

2.28

4.48

3.85

22.91

20.94

79.53

58.05

11/03/2012

10.41

7.56

7.01

9.59

1.35

20.20

9.36

26.17

20.74

67.30

62.34

11/10/2012

8.29

1.45

8.92

11.13

3.91

11.28

7.50

25.96

21.73

68.88

57.57

16/11/2012

6.27

2.81

6.17

12.07

4.33

8.52

6.69

26.66

22.08

68.14

60.66

23/11/2012

9.52

3.60

5.60

7.09

4.10

6.30

6.03

22.87

20.08

77.86

56.50

12/01/2012

3.32

2.84

6.89

7.28

5.02

4.65

5.00

25.48

22.13

71.73

65.50

12/08/2012

4.05

1.77

3.05

5.39

4.75

4.64

3.94

24.41

19.73

71.43

65.49

15/12/2012

1.48

4.01

4.53

4.06

7.44

7.05

4.76

18.60

20.63

71.34

87.29

24/12/2012

4.76

1.42

4.63

5.39

1.45

6.63

4.05

17.16

20.11

75.50

40.81

01/02/2013

3.26

4.25

4.20

3.68

1.90

6.78

4.01

17.37

20.75

82.09

76.28

01/05/2013

4.76

1.42

4.63

5.39

1.45

6.63

4.05

17.16

20.11

75.50

66.19

01/11/2013

2.57

4.60

2.79

5.81

3.62

6.74

4.35

17.73

18.55

84.40

72.02

19/1/2013

6.74

1.65

4.47

8.76

1.08

2.94

4.27

17.85

18.33

86.74

65.39

26/1/2013

6.24

2.90

3.71

7.13

4.89

5.57

5.07

21.60

21.67

65.14

57.45

02/02/2013

3.14

2.09

2.97

0.90

1.99

-

2.22

20.43

19.52

78.47

62.53

02/09/2013

4.61

3.03

3.58

6.57

2.89

4.78

4.24

27.34

21.31

66.37

65.50

16/2/2013

5.26

2.07

4.48

7.28

2.68

4.72

4.42

24.40

20.45

74.98

75.79

23/2/2013

0.95

3.10

-

-

2.84

-

2.30

18.93

18.37

88.97

65.77

16
Lampiran 2 Fluks CO2, suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, dan kadar air
tanah di lokasi hutan
Fluks CO2 (g C-CO2/m2/hari)
Tanggal

Pagi
1

2

09/05/2012

4.93

15/9/2012

2.88

22/9/2012

Suhu
Udara
(oC)

Suhu
Tanah
(oC)

RH
(%)

3

Ratarata

KA
Tanah
(%)

Siang
3

1

2

4.33

-

3.30

2.39

-

3.74

18.83

17.61

74.46

97.83

2.43

3.84

3.06

2.74

5.60

3.42

19.85

17.63

76.04

79.06

3.78

5.06

3.62

3.15

3.50

5.41

4.09

18.40

17.71

74.39

61.77

29/9/2012

5.58

5.15

2.65

6.15

4.70

5.98

5.03

18.57

18.06

82.63

71.47

10/06/2012

3.83

3.02

3.38

6.43

4.67

5.57

4.48

19.75

17.92

80.47

87.64

10/12/2012

2.55

3.89

3.12

2.81

3.10

3.57

3.17

18.97

18.25

77.37

87.19

20/10/2012

4.03

3.39

4.43

4.59

5.63

4.49

4.43

20.46

18.52

78.36

87.42

11/10/2012

4.52

3.74

4.62

5.55

1.08

3.11

3.77

20.18

19.42

81.68

115.49

16/11/2012

5.79

1.11

3.20

5.76

4.55

4.35

4.13

20.46

18.87

83.08

104.40

23/11/2012

7.08

2.95

5.25

2.97

3.45

8.28

5.00

19.20

18.48

83.90

97.39

12/01/2012

3.17

6.09

6.22

4.25

3.31

7.44

5.08

20.61

18.44

81.94

100.78

12/08/2012

4.03

2.37

1.87

2.50

6.34

3.49

3.44

20.43

18.73

81.28

100.78

15/12/2012

2.57

1.58

2.37

5.52

0.56

1.89

2.41

18.68

18.64

74.02

94.59

24/12/2012

2.71

3.48

4.30

1.68

5.46

4.67

3.71

16.73

18.01

79.02

58.19

01/02/2013

8.44

6.18

5.48

3.06

3.51

2.20

4.81

17.17

18.75

82.53

98.24

01/05/2013

1.31

1.11

3.99

3.00

3.53

1.70

2.44

18.34

18.02

89.03

135.82

01/11/2013

5.00

24.17

3.90

5.11

3.20

1.36

7.12

15.85

17.98

84.98

111.51

19/1/2013

1.84

3.08

4.13

3.62

4.70

6.36

3.95

19.15

17.87

88.38

133.72

26/1/2013

6.78

5.73

2.74

4.52

3.42

3.55

4.46

20.85

18.12

86.12

125.10

02/02/2013

6.70

4.67

6.72

1.20

5.22

5.34

4.97

17.83

18.33

88.98

103.66

02/09/2013

4.42

7.98

10.52

8.85

9.73

6.93

8.07

16.83

18.45

85.77

120.93

16/2/2013

5.37

5.16

5.20

-

5.19

4.69

5.12

20.02

18.35

87.81

93.07

23/2/2013

1.59

1.61

1.45

2.98

0.66

1.19

1.58

18.58

17.73

90.52

123.23

17
Lampiran 3 Fluks CO2, suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, dan kadar air
tanah di lokasi tanah bera
Fluks CO2 (g C-CO2/m2/hari)
1

2

3

1

2

3

Ratarata

Suhu
Udara
(oC)

09/05/2012

2.18

2.01

-

1.39

2.17

-

1.94

24.13

19.95

57.14

43.85

15/9/2012

2.35

1.45

0.86

1.83

2.41

2.11

1.83

24.74

21.08

61.79

49.68

22/9/2012

0.98

2.96

-

0.96

0.56

-

1.37

21.35

19.35

63.09

39.03

29/9/2012

0.87

0.89

1.95

1.37

2.01

3.14

1.71

21.86

20.78

76.90

42.46

10/06/2012

4.23

2.15

2.42

6.79

1.50

2.22

3.22

20.50

18.46

79.78

58.51

10/12/2012

0.58

3.13

3.99

1.86

2.07

1.96

2.27

23.27

19.93

73.02

53.83

20/10/2012

1.25

1.54

1.87

1.53

2.26

1.95

1.73

22.33

20.72

77.49

54.92

27/10/2012

5.06

2.75

1.59

1.06

4.63

1.26

2.72

22.04

20.63

79.87

55.33

11/03/2012

1.16

1.47

1.20

1.64

2.62

1.14

1.54

23.32

20.30

75.13

57.37

11/10/2012

2.35

2.29

3.09

1.82

3.25

-

2.56

23.41

20.89

75.81

56.15

16/11/2012

3.28

2.99

2.02

2.61

7.84

3.34

3.68

27.19

20.90

66.01

55.19

23/11/2012

4.14

2.12

3.25

2.18

2.57

4.04

3.05

21.89

19.81

79.63

54.57

12/01/2012

0.72

2.28

2.04

2.83

4.63

4.10

2.77

23.98

21.25

74.92

57.88

12/08/2012

1.95

1.35

1.51

1.84

2.95

2.60

2.03

22.94

19.33

74.58

57.88

15/12/2012

2.90

3.43

2.67

1.75

2.49

3.86

2.85

16.93

18.15

77.83

58.18

24/12/2012

1.54

2.88

0.62

3.23

4.35

2.30

2.49

16.54

19.41

78.28

65.83

01/02/2013

0.85

1.10

1.82

1.67

2.96

1.81

1.70

17.02

19.93

82.88

87.93

01/05/2013

3.34

2.46

1.34

2.26

0.93

0.69

1.84

18.63

18.64

89.63

65.38

01/11/2013

0.67

0.47

1.18

0.64

1.37

0.58

0.82

17.42

18.34

85.18

66.60

19/1/2013

0.85

0.69

1.45

2.20

1.52

2.31

1.50

17.97

18.12

86.72

58.84

26/1/2013

0.97

2.08

2