Kualitas Mikrobiologis Susu Segar sebagai Bahan Baku Keju

ii

ABSTRACT

ESTER BR SEMBIRING. Presence of Microbiological Quality of Fresh Milk as
the Raw Material of Cheese. Under direction of DENNY WIDAYA LUKMAN.
The aim of this study was to observe microbiological quality of fresh milk as
the raw material of cheese. There were 35 milk samples taken from six farms.
The total count of microorganisms, Staphylococcus aureus, and coliforms were
examined with plate count method (pour plate method). The result showed that
the milk samples from the third farm had the highest number of total plate count
(6 973 333.3 + 4 712 126.2 cfu/ml), the fifth farm showed the highest number of
Staphylococcus aureus (1 950.0 + 636.4 cfu/ml), and of coliform (321 139.2 +
4 177 723.8 cfu/ml). Compared to the maximum number of microbial
contamination according to the Indonesia National Standard (SNI 01-3141-2011),
all the samples (100%) from the six farms were higher than the standard. The
high number of Staphylococcus aureus and coliform contamination in milk due to
the inadequate personal hygiene practices and the poor cleanliness level of water,
cages, and equipment. This condition should be considered as a risk of food
contamination that can cause disease for the consumers.
Keyword: milk, total plate count, coliform, Staphylococcus aureus


ii

iii

RINGKASAN

ESTER BR SEMBIRING. Kualitas Mikrobiologis Susu Segar sebagai Bahan
Baku Keju. Dibimbing oleh DENNY WIDAYA LUKMAN.
Keju mengandung vitamin A, B, dan D, serta berbagai mineral penting bagi
tubuh, seperti fosfor dan kalsium. Bagi kaum vegetarian, keju dapat digunakan
sebagai pengganti daging karena kandungan proteinnya yang tinggi, yaitu 70
gram keju mengandung jumlah protein yang sama dengan 100 gram daging. Keju
secara umum dibuat dari susu sapi, namun dapat juga dibuat dari susu kambing
atau domba. Mayoritas keju dibuat dari susu sapi dengan perlakuan panas atau
susu pasteurisasi. Namun dalam proses pembuatan keju, tidak hanya proses
perlakuan panas yang mempengaruhi kualitas keju, tetapi juga susu sebagai bahan
dasar yang mengandung bermacam-macam mikroorganisme, karena susu segar
merupakan bahan pangan yang sangat tinggi gizinya, bukan saja bagi manusia dan
hewan, tetapi juga mikroorganisme.

Mikroorganisme yang terdapat pada susu mempengaruhi proses pembuatan
produk olahan susu dan mempengaruhi keamanan serta kualitasnya, seperti
Staphylococcus aureus, koliform, dan Clostridium tyrobutyricum. Staphylococcus
aureus hidup di lingkungan hewan dan manusia seperti air, makanan, mukosa
hidung, dan kulit manusia atau hewan serta secara alami ada dalam susu dan
produk susu. Bakteri penyebab mastitis ini dapat menghasilkan enterotoksin yang
tahan panas dan enzim proteolitik serta sangat penting dalam kasus keracunan
makanan termasuk kualitas keju. Bakteri koliform dapat membuat perusakan
tekstur lebih dini dan rasa tidak enak pada keju dan merupakan ancaman
kesehatan masyarakat serta digunakan sebagai mikroorganisme indikator
(indicator organism) terhadap adanya kontaminasi feses.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji kualitas mikrobiologis susu segar
yang dipasok sebagai bahan baku keju. Selanjutnya, penelitian ini diharapkan
dapat menjadi informasi mengenai kondisi sanitasi kandang, peralatan kandang,
lingkungan sekitar kandang, dan higine personal pekerja kandang sebagai
masukan dalam rangka pembinaan dan pengawasan pangan asal hewan.
Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan sampel susu segar dari enam
peternakan pemasok susu segar sebagai bahan baku keju dengan jumlah yang
berbeda dari setiap peternakan. Jumlah keseluruhan sampel susu segar yaitu 35
sampel yang kemudian diuji kualitas mikrobiologisnya terhadap total plate count,

koliform, dan Staphylococcus aureus dengan metode hitungan cawan dengan cara
tuang (pour plate method).
Hasil pengujian jumlah total mikroorganisme ditemukan bahwa peternakan
3 mememiliki jumlah rata-rata tertinggi (6 973 333.3 + 4 712 126.2 cfu/ml),
terhadap koliform peternakan 5 memiliki jumlah rata-rata tertinggi (321 139.2 +
4 177 723.8 cfu/ml), dan terhadap Staphyloccous aures (1 950.0 + 636.4 cfu/ml).
Tingginya cemaran mikroorganisme tersebut terkait dengan kebersihan
lingkungan kandang dan peralatan kandang, kebersihan air yang digunakan untuk
kebutuhan peternakan, dan praktik higiene personal yang kurang baik.
Kontaminasi yang terjadi berhubungan dengan kondisi kebersihan lingkungan
kandang, peralatan kandang, kebersihan air yang digunakan untuk keperluan
iii

iv

peternakan, dan kebersihan pekerja kandang yang kurang baik. Hal ini dapat
menyebabkan penurunan kualitas susu dan produk susu seperti keju yang
dihasilkan serta dapat menimbulkan penyakit bagi konsumen.
Kata kunci: susu, jumlah mikroorganisme, koliform, Staphylococcus aureus


iv

i

KUALITAS MIKROBIOLOGIS SUSU SEGAR
SEBAGAI BAHAN BAKU KEJU

ESTER BR SEMBIRING

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

i

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI


Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Kualitas
Mikrobiologis Susu Segar sebagai Bahan Baku Keju adalah karya saya dengan
arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2012
Ester Br Sembiring
B04080046

i

ii

ABSTRACT

ESTER BR SEMBIRING. Presence of Microbiological Quality of Fresh Milk as
the Raw Material of Cheese. Under direction of DENNY WIDAYA LUKMAN.

The aim of this study was to observe microbiological quality of fresh milk as
the raw material of cheese. There were 35 milk samples taken from six farms.
The total count of microorganisms, Staphylococcus aureus, and coliforms were
examined with plate count method (pour plate method). The result showed that
the milk samples from the third farm had the highest number of total plate count
(6 973 333.3 + 4 712 126.2 cfu/ml), the fifth farm showed the highest number of
Staphylococcus aureus (1 950.0 + 636.4 cfu/ml), and of coliform (321 139.2 +
4 177 723.8 cfu/ml). Compared to the maximum number of microbial
contamination according to the Indonesia National Standard (SNI 01-3141-2011),
all the samples (100%) from the six farms were higher than the standard. The
high number of Staphylococcus aureus and coliform contamination in milk due to
the inadequate personal hygiene practices and the poor cleanliness level of water,
cages, and equipment. This condition should be considered as a risk of food
contamination that can cause disease for the consumers.
Keyword: milk, total plate count, coliform, Staphylococcus aureus

ii

iii


RINGKASAN

ESTER BR SEMBIRING. Kualitas Mikrobiologis Susu Segar sebagai Bahan
Baku Keju. Dibimbing oleh DENNY WIDAYA LUKMAN.
Keju mengandung vitamin A, B, dan D, serta berbagai mineral penting bagi
tubuh, seperti fosfor dan kalsium. Bagi kaum vegetarian, keju dapat digunakan
sebagai pengganti daging karena kandungan proteinnya yang tinggi, yaitu 70
gram keju mengandung jumlah protein yang sama dengan 100 gram daging. Keju
secara umum dibuat dari susu sapi, namun dapat juga dibuat dari susu kambing
atau domba. Mayoritas keju dibuat dari susu sapi dengan perlakuan panas atau
susu pasteurisasi. Namun dalam proses pembuatan keju, tidak hanya proses
perlakuan panas yang mempengaruhi kualitas keju, tetapi juga susu sebagai bahan
dasar yang mengandung bermacam-macam mikroorganisme, karena susu segar
merupakan bahan pangan yang sangat tinggi gizinya, bukan saja bagi manusia dan
hewan, tetapi juga mikroorganisme.
Mikroorganisme yang terdapat pada susu mempengaruhi proses pembuatan
produk olahan susu dan mempengaruhi keamanan serta kualitasnya, seperti
Staphylococcus aureus, koliform, dan Clostridium tyrobutyricum. Staphylococcus
aureus hidup di lingkungan hewan dan manusia seperti air, makanan, mukosa
hidung, dan kulit manusia atau hewan serta secara alami ada dalam susu dan

produk susu. Bakteri penyebab mastitis ini dapat menghasilkan enterotoksin yang
tahan panas dan enzim proteolitik serta sangat penting dalam kasus keracunan
makanan termasuk kualitas keju. Bakteri koliform dapat membuat perusakan
tekstur lebih dini dan rasa tidak enak pada keju dan merupakan ancaman
kesehatan masyarakat serta digunakan sebagai mikroorganisme indikator
(indicator organism) terhadap adanya kontaminasi feses.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji kualitas mikrobiologis susu segar
yang dipasok sebagai bahan baku keju. Selanjutnya, penelitian ini diharapkan
dapat menjadi informasi mengenai kondisi sanitasi kandang, peralatan kandang,
lingkungan sekitar kandang, dan higine personal pekerja kandang sebagai
masukan dalam rangka pembinaan dan pengawasan pangan asal hewan.
Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan sampel susu segar dari enam
peternakan pemasok susu segar sebagai bahan baku keju dengan jumlah yang
berbeda dari setiap peternakan. Jumlah keseluruhan sampel susu segar yaitu 35
sampel yang kemudian diuji kualitas mikrobiologisnya terhadap total plate count,
koliform, dan Staphylococcus aureus dengan metode hitungan cawan dengan cara
tuang (pour plate method).
Hasil pengujian jumlah total mikroorganisme ditemukan bahwa peternakan
3 mememiliki jumlah rata-rata tertinggi (6 973 333.3 + 4 712 126.2 cfu/ml),
terhadap koliform peternakan 5 memiliki jumlah rata-rata tertinggi (321 139.2 +

4 177 723.8 cfu/ml), dan terhadap Staphyloccous aures (1 950.0 + 636.4 cfu/ml).
Tingginya cemaran mikroorganisme tersebut terkait dengan kebersihan
lingkungan kandang dan peralatan kandang, kebersihan air yang digunakan untuk
kebutuhan peternakan, dan praktik higiene personal yang kurang baik.
Kontaminasi yang terjadi berhubungan dengan kondisi kebersihan lingkungan
kandang, peralatan kandang, kebersihan air yang digunakan untuk keperluan
iii

iv

peternakan, dan kebersihan pekerja kandang yang kurang baik. Hal ini dapat
menyebabkan penurunan kualitas susu dan produk susu seperti keju yang
dihasilkan serta dapat menimbulkan penyakit bagi konsumen.
Kata kunci: susu, jumlah mikroorganisme, koliform, Staphylococcus aureus

iv

v

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

v

vi

KUALITAS MIKROBIOLOGIS SUSU SEGAR
SEBAGAI BAHAN BAKU KEJU

ESTER BR SEMBIRING

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

vi

vii

Judul Skripsi : Kualitas Mikrobiologis Susu Segar sebagai Bahan Baku Keju
Nama
: Ester Br Sembiring
NIM
: B04080046

Disetujui

Dr. drh. Denny Widaya Lukman, MSi.
Ketua

Diketahui

drh. H. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus:

vii

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Tuhan
Yesus Kristus atas segala kasih dan karunia-Nya yang senantiasa dilimpahkan
sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.

Judul penelitian yang diambil

adalah Kualitas Mikrobiologis Susu Segar sebagai Bahan Baku Keju.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. drh. Denny Widaya
Lukman, MSi. selaku dosen pembimbing yang telah tanpa lelah dan penuh
kesabaran membimbing penulis untuk menyelesaikan penulisan ini dengan baik.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada almarhum Papa, Mama, dan kakakkakak tersayang (Rayland, Mega, dan Andryani) serta keluarga besar atas doa,
semangat, dan cinta yang selalu diberikan.

Selanjutnya ucapan terima kasih

penulis ucapkan kepada teman seperjuangan selama penelitian (Wulan, Yuni, dan
Adik).

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Raymond atas waktu,

perhatian, dan dukungan yang selalu diberikan.

Ucapan terima kasih juga

disampaikan kepada teman-teman seangkatan Avenzoar 45 yang sama-sama
berjuang dalam menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor (FKH IPB).
Penulis menyadari penulisan karya ilmiah ini tidak luput dari kekurangan,
untuk itu penulis sangat berterima kasih atas kritik dan saran-saran yang bersifat
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga
karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2012
Ester Br Sembiring

viii

ix

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuala, Sumatera Utara pada tanggal 6 September 1990
dari ayah Sadar Sembiring (almh) dan ibu Suasana Br Purba. Penulis merupakan
putri keempat dari empat bersaudara.
Pendidikan formal penulis dimulai dari SD Negeri 040572, Kabupaten Karo
dan lulus pada tahun 2002, dilanjutkan ke SMP ASISI, Kabupaten Karo dan lulus
pada tahun 2005.

Pendidikan SMA penulis selesaikan di SMA Negeri 1

Tigabinanga, Kabupaten Karo dan lulus pada tahun 2008, kemudian melanjutkan
ke Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun yang sama melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor.

Mayor yang dipilih penulis adalah

kedokteran hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH
IPB).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM) FKH IPB serta Himpunan Minat dan Profesi Ruminansia (Himpro
Ruminansia) FKH IPB. Penulis juga aktif sebagai Asisten Praktikum Embriologi
dan Genetika Perkembangan, Asisten Praktikum Histologi, dan Asisten Praktikum
Radiologi.

ix

x

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ………………………………………...………...........

xi

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................

xii

PENDAHULUAN ……………………………………………………......
Latar Belakang …………………………………...…………….......
Tujuan ……………………………………………...………….........

1
1
3

TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………........
Definisi Susu ………………………………………………………..
Karakteristik Susu …………………………………………………..
Penghitungan Jumlah Total Mikroorganisme ………………………
Karakteristik Koliform ……………………………………………...
Karakteristik Staphylococcus aureus ……………………………….

4
4
4
5
7
9

BAHAN DAN METODE ………………………………….......…….......
Waktu dan Tempat Penelitian …………………………………........
Pengambilan dan Jumlah Sampel ………………………………......
Bahan dan Alat ……………………………………………………..
Pengujian Jumlah Total Mikroorganisme …………………………..
Pengujian Jumlah Koliform ………………………………………...
Pengujian Jumlah Staphylococcus aureus ………………………….
Analisis Data ………………………………………………………..

11
11
11
11
11
12
13
14

HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………….........
Jumlah Mikroorganisme ....................................................................
Jumlah Koliform pada Susu ………………………………………...
Jumlah Staphyloccus aureus pada Susu ............................................
Pencegahan dan Pengendalian Staphyloccus aureus .......................

15
15
18
22
25

SIMPULAN DAN SARAN ………………………………………….......
Simpulan ............................................................................................
Saran ..................................................................................................

28
28
28

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………..……......

29

LAMPIRAN ...............................................................................................

35

x

xi

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Syarat mutu susu segar menurut SNI 01-3141-2011 ………………...

4

2

Tipe komposisi susu (%) dari beberapa spesies ……………………...

5

3

Jumlah rataan hasil pengujian total plate count (TPC) dan persentase
cemaran mikroba pada sampel susu pemasok untuk pabrik keju ……

15

Jumlah rataan koliform dan persentase cemaran mikroba pada sampel
susu pemasok untuk pabrik keju …………………………………….

18

Jumlah rataan Staphyloccous aureus dan persentase cemaran mikroba
pada sampel susu pemasok untuk pabrik keju ……………………….

22

4
5

xi

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1

Hasil uji total plate count, koliform, dan Staphylococcus aureus dari
sampel susu segar …………………………………………………….

35

xii

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tahun 1998 Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang
menghasilkan susu segar dengan jumlah hampir 1 juta kg per hari. Tahun 2009
produksi susu peternakan sapi perah di Indonesia mencapai 19 juta liter dalam
setahun (BPSRI 2009). Namun konsumsi susu per kapita per tahun masyarakat
Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan konsumsi masyarakat
negara lainnya. Tahun 2010 konsumsi susu per kapita penduduk Indonesia hanya
mencapai 11.9 liter per tahun, sedangkan Thailand 31.7 liter, Filipina 22.1 liter,
dan India 42.8 liter (Deptan 2010).
Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai manfaat susu dapat menjadi
salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya konsumsi susu di Indonesia. Hal
ini mengakibatkan terjadinya kekurangan gizi dan busung lapar, seperti di daerah
Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Hasil survei tahun 2007

menyebutkan 5.4% anak balita di Indonesia mengalami prevalensi gizi buruk dan
kurang gizi sebesar 13%.

Faktor lain yang mempengaruhi hingga saat ini

konsumsi susu menurun di Indonesia yaitu proses pengolahan susu yang kurang
optimal dalam cita rasa, karena sebagian orang tidak menyukai mengonsumsi susu
asli, serta adanya lactose intolerance pada manusia yang mengakibatkan individu
tersebut tidak dapat mengonsumsi susu yang mengandung laktosa (McSweeney
2009).
Telah banyak makanan dan minuman diproduksi yang berbahan dasar susu
seperti keju, yoghurt, dan produk fermentasi susu lainnya sebagai usaha untuk
meningkatkan produksi dan konsumsi susu. Upaya tersebut dapat membantu
masyarakat yang tidak menyukai susu asli dapat memperoleh manfaat susu
dengan mengonsumsi produk olahan susu (Jakobsen et al. 2011). Di negaranegara berkembang, program untuk meningkatkan produksi susu telah banyak
dilakukan tetapi tidak selalu disertai dengan menjaga kebersihan. Hal tersebut
dapat menurunkan kualitas susu dan juga produk-produk yang berbahan dasar
susu (Elmoslemany et al. 2010).

2

Keju mengandung vitamin A, B, dan D, serta berbagai mineral penting bagi
tubuh, seperti fosfor dan kalsium (Jay et al. 2005). Bagi kaum vegetarian, keju
dapat digunakan sebagai pengganti daging karena kandungan proteinnya yang
tinggi, yaitu 70 gram keju mengandung jumlah protein yang sama dengan 100
gram daging (Winarno dan Ivone 2007).
Keju secara umum dibuat dari susu sapi, namun dapat juga dibuat dari susu
kambing atau domba. Mayoritas keju dibuat dari susu sapi dengan perlakuan
panas atau susu pasteurisasi. Susu yang digunakan dalam pembuatan keju secara
umum dipanaskan secara pasteurisasi, yaitu 72 °C minimal selama 15 detik atau
63 °C selama 30 menit. Selain itu juga dapat digunakan susu dengan pemanasan
subpasteurisasi yaitu 57-68 °C minimal 15 detik. Jika yang digunakan susu nonpasteurisasi, keju harus dimatangkan (dengan cara diperam) paling sedikit selama
60 hari pada suhu tidak kurang dari 4 °C untuk mengendalikan mikroorganisme
patogen (Little et al. 2008).
Dalam proses pembuatan keju, tidak hanya proses perlakuan panas yang
mempengaruhi kualitas keju, tetapi juga susu sebagai bahan dasar yang
mengandung bermacam-macam mikroorganisme. Susu segar merupakan bahan
pangan yang sangat tinggi gizinya, bukan saja bagi manusia dan hewan, tetapi
juga mikroorganisme (Rasolofo et al. 2011).

Susu merupakan pangan yang

sangat mudah rusak dan mudah terkontaminasi bakteri sehingga susu menjadi
tidak dapat diolah lebih lanjut atau tidak layak lagi dikonsumsi oleh manusia (Jay
et al. 2005).
Secara alami pada susu ditemukan mikroorganisme, tetapi jumlah
mikroorganisme bertambah dengan adanya kontaminasi dari tangan dan baju
pemerah, kandang, peralatan dalam proses pemerahan susu (ember, lap, saringan),
dan penyakit tertentu pada hewan (Jørgensen et al. 2005).

Jumlah

mikroorganisme dapat meningkat mencapai 100 kali lipat atau lebih dari jumlah
mikroorganisme awal saat susu disimpan pada suhu 25 °C dalam waktu yang
lama. Peningkatan jumlah mikroorganisme tersebut kurang dari 1 000 sel per ml
pada susu yang berasal dari ambing yang sehat (Chye et al. 2004). Kontaminasi
bakteri dimulai saat pemerahan dan dapat berkembang menjadi dua kali lipat
setiap setengah jam pada suhu 25 °C dan pH 6.0-6.5 (Millogo et al. 2010).

3

Mikroorganisme yang terdapat pada susu mempengaruhi proses pembuatan
produk olahan susu dan mempengaruhi keamanan serta kualitasnya, seperti
Staphylococcus aureus, koliform, dan Clostridium tyrobutyricum (Wron 2006).
Staphylococcus aureus hidup di lingkungan hewan dan manusia seperti air,
makanan, mukosa hidung, dan kulit manusia atau hewan (Vicosa et al. 2010).
Bakteri penyebab mastitis ini dapat menghasilkan enterotoksin yang tahan panas
dan enzim proteolitik.

Bakteri ini merupakan salah satu bakteri yang dapat

menimbulkan keracunan makanan (Forsythe 2000).
Bakteri koliform dapat merusak tekstur lebih dini dan rasa tidak enak pada
keju (Bennet 2005).

Bakteri ini sering digunakan sebagai mikroorganisme

indikator (indicator organism) terhadap adanya kontaminasi feses. Keberadaan
bakteri ini menandakan adanya kemungkinan mikroorganisme enteropatogenik
atau toksigenik atau kedua-duanya yang merupakan ancaman kesehatan
masyarakat (Altalhi dan Hassan 2009). Melihat banyaknya bakteri yang dapat
mempengaruhi kualitas keju serta dapat menimbulkan masalah kesehatan pada
masyarakat khususnya bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri koliform, maka
perlu dilakukan penelitian terhadap susu segar dari peternakan yang memasok
pabrik keju.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji kualitas mikrobiologis susu segar
yang dipasok sebagai bahan baku keju.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Susu
Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih,
yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya
tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapatkan perlakuan
apapun. Susu segar merupakan susu murni yang tidak mengalami perlakuan
apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya (BSN
2011).

Menurut Gustiani (2009), susu segar yang baik adalah susu yang

mengandung zat gizi dalam jumlah yang cukup dan seimbang, tidak mengandung
atau bersentuhan dengan barang atau sesuatu yang diharamkan, tidak mengandung
agen penyebab penyakit seperti mikroba patogen, antibiotik, logam berat, dan
pestisida serta tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apa pun. Syarat mutu susu
segar menurut SNI 01-3141-2011 tentang Susu Segar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1

Syarat mutu susu segar menurut SNI 01-3141-2011 tentang Susu
Segar

No

Karakteristik

SNI

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Berat jenis (pada suhu 27.5 ⁰ C) minimum
Kadar lemak minimum
Kadar protein minimum
Kadar bahan kering tanpa lemak minimum
Warna, bau, rasa, kekentalan
Derajat keasaman
pH
Uji alkohol 70%
Jumlah sel somatis maksimum
Residu antibiotika
Cemaran mikroorganime
a. Total plate count
b. Staphyloccous aureus
c. Enterobacteriaceae

1.0270 g/ml
3.0 %
2.8 %
7.8 %
tidak ada perubahan
6.0-7.5 ⁰ SH
6.3-6.8
Negatif
4 x 105/ml
Negatif
1 x 106 cfu/ml
1 x 102 cfu/ml
1 x 103 cfu/ml

Karakteristik Susu
Susu adalah cairan yang disekresikan oleh kelenjar ambing, berfungsi utama
sebagai nutrisi yang kompleks untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi

5

manusia atau hewan yang baru lahir karena zat gizi yang dikandung sangat
lengkap dengan perbandingan sempurna seperti karbohidrat, lemak susu, protein
dari asam amino, mineral, dan vitamin. Komposisi susu terdiri dari air (87.20%),
protein (3.50%), lemak (3.70%), abu (0.70%), bahan kering (12.80%), dan laktosa
(4.90%) (Taylor 1995).
Karbohidrat susu sapi terdiri dari laktosa yaitu 5% dan hampir konsisten
pada semua breed sapi. Protein susu sebagian besar terdiri dari kasein yaitu 8085%, jika pH susu menurun menjadi 4.6 maka kasein akan berubah menjadi
lapisan endapan, bagian cairan endapan tersebut disebut whey. Kandungan lemak
pada susu yaitu 3.5-5% dan bervariasi pada setiap breed serta sebagian besar
terdiri dari trigliserida (Jay et al. 2005).
Susu antar spesies berbeda-beda tipe komposisinya yang juga dipengaruhi
oleh status nutrisi, tahap laktasi, umur, interval menyusui, dan kesehatan seperti
mastitis dan penyakit lainnya (McSweeny 2009). Tipe komposisi susu (%) dari
beberapa spesies dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2
Spesies
Sapi
Kambing
Domba
Kerbau

Tipe komposisi susu (%) dari beberapa spesies (McSweeny 2009)
Bahan
Kering
12.7
12.3
19.3
16.0

Lemak

Protein

Laktosa

Abu

3.7
4.5
4.5
3.7

3.4
2.9
4.5
6.9

4.8
4.1
4.8
5.2

0.7
0.8
1.0
0.8

Penghitungan Jumlah Total Mikroorganisme
Mikroorganisme merupakan kelompok organisme mikroskopik yang sangat
beragam dapat berupa sel tunggal atau himpunan sel seperti bakteri (Sunatmo
2009). Kualitas mikrobiologi pangan dipengaruhi oleh mikroorganimse awal,
kondisi pengolahan, dan kontaminasi setelah pengolahan. Mikroorganisme dapat
ditemukan pada tanah, air, dan udara. Mikroorganisme dapat ditemukan sebagai
flora normal dalam tubuh dan dapat juga digunakan untuk menimbulkan cita rasa
dan sifat fisik pada produk olahan susu. Selain itu, mikroorganisme juga dapat
menyebabkan kerusakan produk serta pangan yang tercemar oleh mikroorganisme

6

patogen atau penghasil toksin dan dapat menjadi wahana transmisi penyakit
(Lukman 2009).
Pengujian mikrobiologi dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya
risiko yang berbahaya dalam pakan atau produk olahan yang disebabkan oleh
mikroorganisme tertentu dan untuk menilai manajemen keamanan pangan serta
mutu pangan berdasarkan hazard analysis critical control points (HACCP).
Pengujian mikrobiologi meliputi pengujian kuantitatif dengan penghitungan dan
pengujian kualitatif dengan mendeteksi ada atau tidaknya mikroorganimse pada
susu, produk olahan susu, dan bahan pangan lainnya (Jasson et al. 2010).
Salah satu cara pengujian jumlah mikroorganisme pada susu yaitu metode
hitungan cawan atau jumlah total mikroorganisme (total plate count). Selain pada
susu, pengujian ini juga dapat digunakan pada bahan pangan lainnya seperti
daging. Prinsip pengujian ini yaitu jika satu sel bakteri ditumbuhkan pada media
agar, maka akan tumbuh menjadi satu koloni yang nampak dengan mata (Lukman
2009). Penghitungan dari pengujian ini yaitu berdasarkan jumlah koloni yang
tumbuh di media agar. Pertumbuhan mikroorganisme yang membentuk koloni
dapat dianggap bahwa setiap koloni yang tumbuh berasal dari satu sel, maka
dengan menghitung jumlah koloni dapat diketahui penyebaran bakteri yang ada
pada bahan pangan asal hewan dan hasil olahannya.
Pengujian jumlah total mikroorganisme merupakan cara yang paling sensitif
dalam menghitung jumlah total cemaran mikroorganisme, karena pada pengujian
ini hanya sel yang masih hidup yang dihitung dan dapat digunakan untuk isolasi
serta identifikasi mikroba lainnya, khususnya koloni yang tumbuh dari satu sel
mikroba dengan penampakan pertumbuhan spesifik. Menurut Widyastika (2008)
pengujian jumlah total mikroorganisme juga memiliki kelemahan, yaitu:
a. Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel mikroorganisme yang
sebenarnya, karena beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk
suatu koloni.
b. Media dan kondisi yang berbeda mungkin menghasilkan nilai yang
berbeda.
c. Mikroorganisme yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada media padat
dan membentuk koloni yang kompak dan jelas serta tidak menyebar.

7

d. Memerlukan persiapan dan waktu inkhubasi beberapa hari atau hingga
pertumbuhan koloni dapat dihitung.

Karakteristik Koliform
Bakteri koliform adalah bakteri berbentuk batang yang memiliki sifat
anaerob fakultatif dan termasuk bakteri gram negatif.

Sumber energi untuk

pertumbuhan koliform berasal dari oksidasi senyawa organik (Wron 2006).
Pertumbuhan bakteri yang bersifat heterotrof ini hanya memakan waktu yang
singkat yaitu 15 menit sampai 20 menit. Menurut Supardi dan Sukamto (1999),
selang waktu yang dibutuhkan bagi sel untuk membelah menjadi dua kali lipat
tergantung pada media, suhu, ketersedian oksigen, dan pH. Koliform termasuk
kelompok psikotrofik yang mengalami pertumbuhan minimum pada suhu -10 °C,
optimum pada suhu 20-30 °C, dan maksimum pada suhu 24 °C (Garbutt 1997).
Mekanisme untuk mendapatkan energi bakteri yang memiliki flagela
peritrikus ini terdapat dua cara, yaitu apabila ada oksigen, energi diperoleh secara
respirasi aerob dan apabila tidak ada oksigen maka energi diperoleh secara
fermentasi anaerob. Bakteri yang termasuk kelompok koliform yaitu Escherichia
coli, Edwarsiella, Citrobacter, Klebsiella, Enterobacter, Hafnia, Serratia,
Proteus, Arizona, Providentia, dan Pseudomonas. Koliform dapat dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu koliform fekal seperti Escherichia coli dan non-fekal seperti
Enterobacter aerogenes (Garbutt 1997).
Escherichia coli memproduksi indol dan asam di dalam medium glukosa
tetapi tidak memproduksi asetoin. Bakteri yang tidak dapat menggunakan sitrat
sebagai sumber karbon ini dapat memproduksi karbondioksida dan hidrogen
dengan perbandingan 1:1. Bakteri ini berperan dalam sintesis vitamin K serta
secara normal ditemukan di dalam saluran pencernaan manusia dan hewan
berdarah panas, sehingga sering terdapat dalam feses karena itu disebut bakteri
fekal (Wron 2006). Adapun klasifikasi Escherichia coli menurut Songer dan
Post (2005) yaitu:
Kingdom

: Bacteria

Filum

: Proteobacteria

Kelas

: Gamma Proteobacteria

8

Ordo

: Enterobacteriales

Famili

: Enterobacteriaceae

Genus

: Escherichia

Spesies

: Escherichia coli

Enterobacter aerogenes memproduksi asam lebih sedikit, membentuk
asetoin, tetapi tidak membentuk indol. Bakteri ini memproduksi karbondioksida
dan hidrogen dengan perbandingan 2:1 dan dapat menggunakan sitrat sebagai
sumber karbon. Enterobacter aerogenes dapat ditemukan di dalam air, limbah
dan juga pada saluran pencernaan hewan berdarah panas serta dapat menginfeksi
saluran kemih (Sunatmo 2009). Bakteri ini dapat memproduksi gas lebih banyak
dari pada Escherichia coli sehingga sering menyebabkan kerusakan susu, keju,
dan makanan lainnya. Enterobacter aerogenes ditemukan pada tanaman atau
hewan yang telah mati dan sering menimbulkan lendir pada makanan (Winarno
1993).
Menurut Supardi dan Sukamto (1999), koliform termasuk bakteri yang
dapat mengubah karbohidrat melalui glikolisis. Proses yang tidak mengharuskan
adanya oksigen ini merupakan proses perombakan karbohidrat menjadi asam
piruvat yang akan diubah lagi menjadi asam laktat melalui fermentasi.
Terbentuknya asam laktat tersebut menyebabkan turunnya pH sehingga susu
menjadi asam dan menurunkan kualitas susu serta produk berbahan dasar susu.
Uji koliform dilakukan sebagai indikasi sanitasi pada proses pengolahan
bahan pangan.

Adanya jumlah yang besar dari koliform dalam suatu bahan

pangan sangat tidak diinginkan dan menandakan sanitasi yang tidak baik. Jumlah
koliform dalam susu segar yang diperbolehkan menurut SNI 01-3141-2011
tentang Susu Segar adalah 20 cfu/ml.

Karakteristik Staphylococcus aureus
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri berbentuk bulat yang
terdapat dalam bentuk tunggal, berpasangan, tetrad atau berkelompok seperti buah
anggur.

Nama dari Staphylococcus sendiri berasal dari bahasa Yunani yang

terdiri dari kata “staphyle” dan “coccos”, yang berarti seperti kelompok anggur
dan berbentuk kokus (bulat), sedangkan nama aureus berasal dari bahasa Latin

9

yaitu “gold” yang berarti bahwa bakteri ini tumbuh dalam koloni besar yang
berwarna kuning (Cook dan Cook 2005).

Bakteri ini merupakan salah satu

penyebab foodborne diseases berupa keracunan makanan (Gaman dan
Sherrington 1992). Adapun klasifikasi Staphylococcus aureus menurut Songer
dan Post (2005) yaitu:
Kingdom

: Protista

Divisio

: Protophyta

Kelas

: Schizomycetes

Ordo

: Eubacteriales

Famili

: Enterobacteriaceae

Genus

: Staphylococcus

Spesies

: Staphylococcus aureus

Pertumbuhan Staphylococcus aureus dipengaruhi oleh faktor dari kombinasi
lingkungan fisik seperti suhu, pH, dan air (Charlier et al. 2009), mempunyai suhu
optimum pada 37-40 °C, bahkan beberapa strain dapat tumbuh pada suhu rendah
yaitu 6-7.8 °C dan pada pH 4.5-9.3 dengan pH optimum 7.0-7.5 (Bennet 2005).
Bakteri gram positif ini menghasilkan enterotoksin yang tahan panas yang
ketahanan panasnya melebihi sel vegetatifnya, serta dilepaskan ke dalam makanan
selama bakteri tumbuh dan memperbanyak diri dalam makanan (Jay 1996).
Karena itu, walaupun bakteri ini mudah mati dengan pemanasan suhu 66 °C
selama 10 menit, enterotoksin tersebut masih dapat bertahan pada suhu 100 °C
selama 30 menit (Cliver dan Riemann 2003).
Berdasarkan serologis enterotoksin tersebut dapat dibedakan menjadi tujuh
tipe yaitu SEA, SEB, SEC, SEC2, SEC3, SED, dan SEE (Forsythe 2000). Tipe A
dan D banyak ditemukan dalam makanan.

Batas maksimum Staphylococcus

aureus dalam produk keju menurut SNI 01-3141-2011 tentang Susu Segar adalah
1 x 102 cfu/ml dengan uji toksin enterotoksin negatif.
Staphylococcus aureus umumnya disebarkan oleh para pengelola pangan,
selama pengolahan, pemasakan, dan penyiapannya.

Sumber kontaminasi

Staphylococcus aureus pada susu segar dapat berasal dari lingkungan seperti air,
tanah, tanaman, tangan pemerah, kandang, puting, pakaian, peralatan pemerahan,
batuk atau bersin, dan rambut manusia (Jørgensen et al. 2005). Makanan yang

10

tercemar oleh Staphylococcus biasanya menunjukkan bahwa galur Staphylococcus
di dalam makanan yang tercemar sama dengan ada pada tubuh orang yang
menangani pangan tersebut (Pelczar dan Chan 2008). Keju yang dibuat dari susu
mentah atau kurang baik perlakuannya juga dapat menyebabkan masalah
keracunan makanan. Selama periode 5 tahun terakhir, Staphylococcus aureus
menyebabkan 5.1% wabah keracunan makanan di Eropa dan di Italia
menyebabkan 4 orang meninggal dari 233 wabah yang dilaporkan (Normanno et
al. 2005). Upaya pencegahan untuk mengurangi risiko bahaya Staphylococcus
aureus yang mencemari bahan pangan, maka pengelola pangan dan peternakan
harus memperhatikan higiene personal dengan baik (Gaman dan Sherrington
1992).

11

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan mulai 23 Februari sampai dengan 11 Maret 2011.
Sampel susu diambil di peternakan pemasok susu untuk pabrik keju. Pengujian
Mikrobiologi dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pengambilan dan Jumlah Sampel
Sampel susu diambil di tempat penampungan yang berasal dari 6 peternakan
pemasok susu untuk pabrik keju dengan jumlah yang berbeda-beda dari setiap
peternakan.

Sampel diambil dari pemerahan pagi dan sore.

Peternakan 1

sebanyak 4 sampel, peternakan 2, 6 sampel, peternakan 3, 8 sampel, peternakan 4,
4 sampel, peternakan 5, 12 sampel, dan peternakan 6, 1 sampel.

Jumlah

keseluruhan sampel yang diperiksa sebanyak 35 sampel. Volume sampel minimal
500 ml. Setiap sampel dimasukkan ke dalam kantong plastik steril, kemudian
kantong plastik diberi label dan disimpan dalam cool box berisi es.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel susu sapi, plate
count agar (Acumedia 7157A), Vogel Johnson agar (Oxoid CM0641), violet red
bile agar (M049S Himedia), buffered pepton water (BPW) 0.1% (Pronadisa Cat.
1402.00), dan alkohol 70%.
Alat yang digunakan adalah kantong plastik sampel steril, cool box, cawan
petri (Normax, diameter 10 cm), tabung reaksi (Iwaki Pyrex volume 15 ml),
sumbat tabung reaksi, pipet volumetrik ukuran 1 ml, 2 ml, 5 ml, dan 10 ml (Iwaki
Pyrex), kertas label, spidol marker, tissue, kain lap, gunting steril, pengocok
tabung (Vortex mixer VM-1000), pembakar bunsen, inkubator (Memmert INB
500), dan counter untuk menghitung koloni.

12

Pengujian Jumlah Total Mikroorganimse
Pengujian jumlah total mikroorganisme menggunakan metode hitungan
cawan dengan cara tuang (pour plate method).
dipindahkan dari 100

Sebanyak 1 ml sampel

ke dalam larutan 9 ml BPW 0.1% untuk didapatkan

pengenceran 10-1. Dengan cara yang sama dibuat pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, dan
10-5.

Pengujian ini dimulai dari pengenceran 10 -3 sampai 10-5.

Selanjutnya

dimasukkan sebanyak 1 ml suspensi dari setiap pengenceran ke dalam cawan
Petri, kemudian dituang 10 ml sampai dengan 15 ml plate count agar yang sudah
didinginkan hingga suhu 45 °C pada masing-masing cawan. Suspensi dan plate
count agar dihomogenkan dengan cara cawan diputar ke depan dan ke belakang
atau membentuk angka delapan dan didiamkan sampai memadat.

Kemudian

diinkubasikan pada suhu 37 ºC selama 24 jam dengan posisi terbalik.
Cawan Petri yang mengandung jumlah koloni 25 sampai dengan 250 dipilih
untuk penghitungan koloni. Penghitungan koloni dilanjutkan pada cawan Petri
dengan pengenceran yang lebih tinggi bila pada cawan Petri dengan pengenceran
terendah berisi < 25 koloni dan atau > 250 koloni. Namun, jika seluruh cawan
Petri memiliki jumlah kurang dari 25, dicatat jumlah sebenarnya dari tingkat
pengenceran terkecil. Semua koloni yang tumbuh dihitung dalam setiap cawan
Petri. Rumus perhitungan jumlah total mikroorganisme:
Jumlah total mikroorganisme (cfu/ml) = jumlah koloni x faktor pengenceran *

*

Faktor pengenceran

=

Pengujian Koliform
Pengujian koliform menggunakan metode hitungan cawan dengan cara
tuang (pour plate method). Sebanyak 1 ml sampel dari 100 dipindahkan ke dalam
larutan 9 ml BPW 0.1% untuk didapatkan pengenceran 10 -1. Dengan cara yang
sama dibuat pengenceran 10-2, 10-3, dan 10-4.

Pengujian ini dimulai dari

pengenceran 10-2 sampai 10-4. Selanjutnya dimasukkan sebanyak 1 ml suspensi
dari setiap pengenceran ke dalam cawan Petri, kemudian dituang 10 ml sampai

13

dengan 15 ml agar violet red bile.

Suspensi dan agar violet red bile

dihomogenkan dengan cara cawan diputar ke depan dan ke belakang atau
membentuk angka delapan dan didiamkan sampai memadat. Setelah agar violet
red bile memadat, dituang lagi 3-4 ml agar violet red bile cair 45 ºC-48 ºC
(overlay) di atas permukaan agar yang telah memadat sebelumnya dan dibiarkan
memadat kembali. Kemudian diinkubasikan pada suhu 37 ºC selama 24 jam
sampai dengan 48 jam pada posisi terbalik.
Cawan Petri yang mengandung jumlah koloni 25 sampai dengan 250 dipilih
untuk penghitungan koloni. Penghitungan koloni dilanjutkan pada cawan Petri
dengan pengenceran yang lebih tinggi bila pada cawan Petri dengan pengenceran
terendah berisi < 25 koloni dan atau > 250 koloni. Namun, jika seluruh cawan
Petri memiliki jumlah kurang dari 25, dicatat jumlah sebenarnya dari tingkat
pengenceran terkecil. Koloni berwarna merah keunguan dikelilingi oleh zona
merah dengan diameter koloni 0.5 mm. Semua koloni yang tumbuh dihitung
dalam setiap cawan Petri.

Rumus perhitungan jumlah mikroba sama seperti

rumus perhitungan pengujian jumlah total mikroorganisme.

Pengujian Staphylococcus aureus
Pengujian Staphylococcus aureus menggunakan metode hitungan cawan
dengan cara tuang (pour plate method). Sebanyak 1 ml sampel dipindahkan dari
100 ke dalam larutan 9 ml BPW 0.1% untuk didapatkan pengenceran 10 -1.
Dengan cara yang sama dibuat pengenceran 10-2, 10-3, dan 10-4. Pengujian ini
dimulai dari pengenceran 10-2 sampai 10-4. Selanjutnya dimasukkan sebanyak 1
ml suspensi dari setiap pengenceran ke dalam cawan Petri, kemudian dituang 10
ml sampai dengan 15 ml Vogel Johnson agar. Suspensi dan Vogel Johnson agar
dihomogenkan dengan cara cawan diputar ke depan dan ke belakang atau
membentuk angka delapan dan didiamkan sampai memadat.

Kemudian

diinkubasikan pada suhu 37 ºC selama 24 jam sampai dengan 48 jam pada posisi
terbalik.
Cawan Petri yang mengandung jumlah koloni 25 sampai dengan 250 dipilih
untuk penghitungan koloni. Penghitungan koloni dilanjutkan pada cawan Petri
dengan pengenceran yang lebih tinggi bila pada cawan Petri dengan pengenceran

14

terendah berisi < 25 koloni dan atau > 250 koloni. Namun, jika seluruh cawan
Petri memiliki jumlah kurang dari 25, dicatat jumlah sebenarnya dari tingkat
pengenceran terkecil. Koloni Staphylococcus aureus pada Vogel Johnson agar
mempunyai ciri khas bundar, licin dan halus, konveks, diameter 2 mm sampai
dengan 3 mm, berwarna abu-abu sampai hitam pekat, dikelilingi zona opak,
dengan atau tanpa zona luar yang terang (clear zone). Tepi koloni putih dan
dikelilingi daerah yang terang. Konsistensi koloni seperti mentega atau lemak
jika disentuh oleh ose. Galur non-lipolitik memiliki sifat koloni sama seperti di
atas, tetapi tidak dikelilingi zona opak dan zona luar yang terang. Semua koloni
yang tumbuh dihitung dalam setiap cawan Petri. Rumus perhitungan jumlah
mikroba sama seperti rumus perhitungan pengujian jumlah total mikroorganisme.

Analisis Data
Hasil pengujian laboratorium terhadap uji jumlah total mikroorganisme,
koliform, dan Staphylococcus aureus yang berupa data kualitatif dianalisis secara
deskriptif.

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah Total Mikroorganisme
Jumlah rata-rata mikroorganisme pada sampel susu yang diperiksa adalah
2 087 731.0 + 3 666 559.0 cfu/ml pada sampel susu pagi dan 1 928 889 + 14 559
cfu/ml pada sampel susu sore.

Hal tersebut (100%) melebihi batas jumlah

mikroorganisme yang ditetapkan dalam SNI 01-3141-2011 tentang Batas
Maksimum Cemaran Mikroorganisme (BMCM) yaitu sebesar 1 000 000 cfu/ml.
Sampel susu pagi memiliki kandungan mikroorganisme lebih besar dari sampel
susu sore.

Sampel susu dari peternak 3 menunjukkan jumlah rata-rata

mikroorganisme tertinggi dibandingkan dengan sampel susu dari peternak lain.
Jumlah rata-rata mikroorganisme pada sampel susu dari masing-masing peternak
secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3

Jumlah rataan hasil pengujian jumlah total mikroorganisme dan
persentase cemaran mikroba pada sampel susu pemasok untuk pabrik
keju
Pemerahan Pagi

Pemerahan Sore

Peternakan

Rataan + simpangan baku
(cfu/ml)

Jumlah
sampel yang
melebihi
BMCM

1 (n=2,2)

74 500.0 + 21 213.2

0 (0.%)

545 000.0 + 247 487

Jumlah
sampel
yang
melebihi
BMCM
0 (0%)

2 (n=4,2)

850 750.0 + 777 072.8

2 (50.0%)

3 115 000.0 + 139 300.3

2 (100%)

3 (n=3,5)

6 973 333.3 + 4 712 126.2

3 (100%)

2 008 000 .0 + 1 438 912.7

4 (80.0%)

4 (n=4)

215 000.0 + 74 864.3

0 (0%)

-

0

5 (n=12)

2 295 583.3 + 4 154 583.0

5 (41.7%)

-

0

6 (n=1)

61 000

0 (0%)

-

0

2 087 731.0 + 3 666 559.0

9 (34.6%)

1 928 889 + 14 559

6 (66.7%)

Rata-rata
(n=35)

Rataan + simpangan baku
(cfu/gml)

BMCM = batas maksimum cemaran mikroba menurut SNI Nomor SNI 01-3141-2011 tentang batas
maksimum cemaran mikroorganisme pada susu segar
BMCM pada susu segar = 106 cfu/ml

Rataan nilai pengujian jumlah mikroorganisme yang tinggi pada semua
sampel susu yang diperiksa menunjukkan gambaran populasi mikroorganisme
yang tumbuh sangat tinggi.

Jumlah mikroorganisme yang diperoleh hanya

16

merupakan estimasi dan terdapat kemungkinan bahwa jumlah mikroorganisme
yang diperoleh lebih banyak dari pada mikroorganisme sesunguhnya (Lukman
2009). Secara normal susu yang baru dikeluarkan dari ambing mengandung
mikroorganisme dalam jumlah yang sedikit yaitu berkisar ratusan sampai ribuan
cfu/ml.

Namun jumlah mikroorganisme akan bertambah dengan adanya

kontaminasi yang berasal dari tanah, air, udara, debu, peralatan pemerahan, dan
pekerja (Magadan et al. 2010).
Rataan jumlah mikroorganisme pada sampel susu pagi lebih tinggi daripada
susu sore. Hal tersebut disebabkan oleh waktu antara pemerahan dan penerimaan
susu di pabrik keju pada pagi hari lebih lama dari pada susu sore dan susu tidak
disimpan pada suhu dingin. Kondisi tersebut mengakibatkan mikroorganisme
tumbuh secara cepat dengan melakukan pembelahan sel dari satu sel menjadi dua
sel dalam waktu tertentu yang disebut waktu generasi (Lukman et al. 2009).
Menurut Hayes dan Boor (2001), sumber kontaminasi mikroorganisme
dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu lingkungan yang meliputi air, tanah,
tanaman, dan kandang, tubuh sapi, dan juga peralatan pemerahan.

Sumber

kontaminasi dari hewan dapat berasal dari puting yang tidak dibersihkan sebelum
pemerahan, yaitu meningkatkan jumlah mikroorganisme pada susu mencapai 300400 koloni/ml (Sanjaya et al. 2007). Kontaminasi tersebut dapat berupa sedimen
susu yang merupakan debris atau reruntuhan kotoran yang bisa melewati saringan
susu dan ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan jumlah total mikroorganisme
yang tinggi. Sumber kontaminasi dari hewan juga dapat berasal dari ambing yang
sakit, kondisi tersebut dapat meningkatkan jumlah mikroorganisme pada susu
mencapai 25 000 koloni/ml (Jørgensen et al. 2005). Selain itu, tingginya jumlah
mikroorganisme pada sampel susu pagi juga dapat disebabkan adanya
kontaminasi udara dalam kandang. Menurut Sanjaya et al. (2007), kontaminasi
udara di dalam kandang dapat meningkatkan jumlah mikroorganisme dalam susu
sekitar 100-1 500 koloni/ml.
Sumber kontaminasi mikroorganisme pada susu juga dapat berasal dari
peralatan pemerahaan yang kontak dengan susu seperti ember, milk can, tabung
penghisap dari mesin pemerahan, milk pipelines, dan bulk tanks.

Peralatan

pemerahan yang tidak dibersihkan dengan benar dapat meninggalkan residu

17

sehingga menjadi media pertumbuhan mikroorganisme mencapai > 106 koloni/ml
(Hayes dan Boor 2001). Menurut Chambers (2002), kontaminasi mikroorganisme
lainnya dapat berasal dari air yang digunakan untuk membersihkan peralatan dan
kontainer pengangkut susu. Sumber kontaminasi dapat berasal dari air sumur,
danau, dan sungai yang digunakan tanpa mendapat perlakuan terlebih dahulu.
Mikroorganisme yang dapat mengontaminasi susu karena penggunaan air yang
tercemar yaitu koliform, Clostridium, dan Streptococcus. Anderson et al. (2009)
menambahkan bahwa pakan juga dapat menjadi sumber kontaminasi potensial
karena beberapa patogen dapat bertahan beberapa bulan pada pakan yang kering
seperti Salmonella.
Susu segar dapat mengandung mikroorganisme seperti Salmonella sp.,
Escherichia coli O157, Listeria monocytogenes, Lactobacillus sp., Streptococcus
sp., Stapylococcus sp., dan Micrococcus spp. Mikroorganisme tersebut dapat
menimbulkan penyakit dan menurunkan kualitas susu yang berakibat perubahan
dan penyingkiran susu karena terjadi pengasaman dan penggumpalan susu (Chye
et al. 2004). Mikroorganisme yang mengontaminasi susu dikelompokkan menjadi
dua,

yaitu

mikroorganisme

patogen

dan

mikroorganisme

pembusuk.

Mikroorganisme patogen meliputi Stapylococcus aureus, Escherichia coli, dan,
Salmonella sp., sedangkan mikroorganisme pembusuk antara lain adalah
Micrococcus sp., Pseudomonas sp., dan Bacillus sp. (Oliver et al. 2005).
Mikroorganisme patogen dan apatogen dapat berkembang dalam susu
karena susu memiliki

kandungan zat gizi

yang tinggi dan lengkap.

Mikroorganisme patogen dapat menjadi sumber zoonosis dan menimbulkan
gangguan kesehatan masyarakat (foodborne illnes) bila mikroorganisme tersebut
mengontaminasi susu dan produk berbahan dasar susu. Mikroorganisme apatogen
bila mengontaminasi susu dan produk berbahan dasar susu akan menjadi cepat
rusak, bau tengik, dan kualitasnya menurun (Sanjaya et al. 2007).
Susu segar dapat menjadi sumber terjadinya foodborne illness yang terkait
dengan konsumsi susu segar atau tidak dipasteurisasi, susu yang tidak dipanaskan
dengan baik atau susu yang tercemar kembali setelah pemanasan. Tahun 19982005 di Amerika Serikat terjadi 45 wabah foodborne illness dan 1007 orang sakit
yang disebabkan mengonsumsi susu yang tidak dipasteurisasi atau keju yang

18

dibuat dari susu yang tidak dipasteurisasi. Susu yang tidak dipasteurisasi dan
produk berbahan dasar susu yang dibuat dari susu yang tidak dipasteurisasi dapat
menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat dan kematian, seperti Shiga toksin
yang dihasilkan oleh Escherichia coli (Omiccioli et al. 2009).

Jumlah Koliform pada Susu
Jumlah rata-rata koliform pada sampel susu yang diperiksa adalah 213 114.2
+ 419 045.3 cfu/ml pada sampel susu pagi dan 144 077.7 + 136 168.7 cfu/ml pada
sampel susu sore.

Jumlah tersebut melebihi Batas Maksimum Cemaran

Mikroorganisme (BMCM) yang ditetapkan dalam SNI 01-3141-2011 tentang
Batas Maksimum Cemaran Koliform pada susu segar yaitu 20 cfu/ml. Sampel
susu pagi memiliki jumlah koliform lebih besar dari sampel susu sore. Sampel
susu dari peternak 5 menunjukkan jumlah rata-rata koliform tertinggi
dibandingkan dengan sampel susu dari peternak lain.

Jumlah rata-rata

mikroorganisme pada sampel susu dari masing-masing peternak secara rinci dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4

Jumlah rataan koliform dan persentase cemaran mikroba pada sampel
susu pemasok untuk pabrik keju
Pemerahan Pagi

Pemerahan Sore

Peternakan

Rataan + simpangan
baku (cfu/ml)

Jumlah
sampel yang
melebihi
BMCM

1 (n=2,2)

14 300.0 + 9 475.2

2 (100%)

87 000.0 + 25 455.8

Jumlah
sampel
yang
melebihi
BMCM
2 (100%)

2 (n=4,2)

113 574.0 + 217 623.1

4 (100%)

148 000 0 + 16 970.0

2 (100%)

3 (n=3,5)

71 800.0 + 94 382.8

3 (100%)

165 340.0 + 186 140.1

5 (100%)

4 (n=4)

3 450.0 + 1 347.8

4 (100%)

-

0

5 (n=12)

321 139.2 + 4 177 723.8

12 (100%)

-

0

6 (n=1)

2 200.0

1 (100%)

-

0

213 114.2 + 419 045.3

26 (100%)

144 077.7 + 136 168.7

9 (100%)

Rata-rata
(n=35)

Rataan + simpanga