Study of Conservation Village Development of Family’s Edible and Medicinal Plants A Case Study in Cigeurut Village, Cipakem, Maleber, Kuningan, West Java

(1)

KAJIAN PENGEMBANGAN KAMPUNG KONSERVASI

TUMBUHAN PANGAN DAN OBAT KELUARGA :

Studi Kasus di Kampung Cigeurut, Desa Cipakem, Maleber, Kuningan,

Jawa Barat

RONA

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

RINGKASAN

Rona (E34070085). Kajian Pengembangan Kampung Konservasi Tumbuhan Pangan dan Obat Keluarga : Studi Kasus di Kampung Cigeurut, Desa Cipakem, Maleber, Kuningan, Jawa Barat. Dibimbing oleh ERVIZAL A. M. ZUHUD dan AGUS HIKMAT.

Pangan dan obat-obatan merupakan kebutuhan esensial bagi masyarakat untuk mempertahankan hidup. Dilihat dari tingkat konsumsi pangan, masyarakat Indonesia selama ini masih mengandalkan pangan impor untuk memenuhi kecukupan pangan dalam negeri. Upaya yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pangan adalah dengan menggali potensi sumberdaya pangan lokal di setiap daerah. Kampung Cigeurut merupakan salah satu Kampung di Desa Cipakem yang lokasinya berada di dekat hutan dan jauh dari perkotaan. Keberadaan sarana dalam menunjang kebutuhan hidup pun sangat terbatas, terutama sarana kesehatan yang sangat vital bagi kelangsungan hidup masyarakat. Sehingga masyarakat masih mengandalkan sumberdaya alam yang ada di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan pangan serta mengobati penyakit yang dideritanya. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi potensi spesies tumbuhan pangan dan obat keluarga (POGA), mengidentifikasi pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan POGA untuk menciptakan kesehatan dan ketahanan pangan mandiri, mengidentifikasi kearifan lokal dalam aksi konservasi keanekaragaman POGA, serta menyusun strategi pengembangan konservasi POGA. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2011 di Kampung Cigeurut Desa Hutan Cipakem, Maleber, Kuningan, Jawa Barat.

Kampung Cigeurut teridentifikasi sebanyak 110 spesies tumbuhan pangan dari 44 famili dan 8 kelompok habitus. Musaceae adalah famili tertinggi sebanyak 15 spesies, dan herba merupakan habitus tertinggi sebanyak 40,91 %. Sedangkan tumbuhan obat terdapat 201 spesies dari 65 famili, 7 kelompok habitus, dan 16 bagian tumbuhan yang digunakan. Asteraceae adalah famili tertinggi sebanyak 18 spesies, dan herba merupakan habitus tertinggi sebanyak 75 spesies. Tumbuhan pangan dimanfaatkan masyarakat ke dalam 4 manfaat yang meliputi sumber karbohidrat, sumber sayur, buah, dan bahan baku minuman. Masyarakat Cigeurut kulon dan wetan sebanyak 30 % dan 3,33 % sangat mengetahui, 63,33 % dan 70 % mengetahui, dan 6,67 % dan 26,67 % kurang mengetahui tentang khasiat dari tumbuhan obat. Pengetahuan tersebut sebagian besar berasal dari turun temurun. Kegiatan yang masih dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Cigeurut yaitu pembuatan gula aren, pembuatan kolobot, kegiatan budidaya tumbuhan pangan dan obat keluarga. Strategi yang perlu dilakukan untuk mengembangkan kampung konservasi POGA dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan dan kesehatan mandiri melalui swasembada pangan, pembuatan kelompok usaha tani, kaderisasi masyarakat peduli tumbuhan obat keluarga, kerjasama kemitraan, dan budidaya tumbuhan pangan dan obat berdasarkan stimulus alamiah, manfaat, dan rela (AMAR).


(3)

SUMMARY

Rona (E34070085). Study of Conservation Village Development of Family’s

Edible and Medicinal Plants : A Case Study in Cigeurut Village, Cipakem, Maleber, Kuningan, West Java. Under supervision of ERVIZAL A. M. ZUHUD and AGUS HIKMAT.

Food and medicine are essential requirement for people to survive. Based on the level of food consumption, the people of Indonesia still relies on food imports to meet domestic food sufficiency. Effort that can be done to meet the food requirement is exploration the potential of local food resources in each region. Cigeurut is one village in Cipakem that is located near the forest and away from urban areas. The existence of facilities are limited supporting for life, especially health care facilities that are vital for society to survive. So people still relies on natural resources around them to feed and treat the disease. The purposes

of this study are to identify family’s edible and medicinal species plant, identify knowledge and utilization of family’s edible and medicinal plants to create food

safety and healthy life, identify the local wisdom of family’s edible and medicinal

plants for conservation diversity, and arrange development strategy of Family’s

edible and medicinal plants. The study was conducted during June until July in 2011 in Cigeurut village, Cipakem, Maleber, Kuningan, West Java.

Cigeurut village was identified 110 species of edible plants consist of 44 families and 8 categories of habitus. Musaceae is the highest family consist of 15 species, and herbs are the highest habitus as many as 40.91%. While there are 201 species of medicinal plants consist of 65 families, and 7 groups of habitus, and 16 parts of plants used. Asteraceae is the highest family consist of 18 species, and herbs are the highest habitus as many as 75 species. Edible plants are classified to four utilization groups, that include a source of carbohydrates, vegetables, fruits, and raw materials of beverages. Society of West and East Cigeurut Village as many as 30% and 3.33% are well aware, 63.33% and 70% knew, and 6.67% and 26,67% less know about the utilization of medicinal plants. Most of the knowledge heritaged from generation to generation. Activities carried on from generation to generation by the Cigeurut people are making palm sugar, kolobot,

and cultivation of family’s medicine and edible plants. Strategies that are needed to develop conservation village of POGA in order to improve food security and health self sufficient are through self sufficiency in food, manufacture of farm

groups, medicinal plant’s care group, braid partner relationship, and cultivate edible and medicinal plant based on tri stimulus AMAR, that include is a nature, benefit, and religious/willing stimulus.


(4)

KAJIAN PENGEMBANGAN KAMPUNG KONSERVASI

TUMBUHAN PANGAN DAN OBAT KELUARGA :

Studi Kasus di Kampung Cigeurut, Desa Cipakem, Maleber, Kuningan,

Jawa Barat

RONA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini Saya Rona menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kajian Pengembangan Kampung Konservasi Tumbuhan Pangan dan Obat Keluarga : Studi Kasus di Kampung Cigeurut, Desa Cipakem, Maleber, Kuningan, Jawa

Barat” adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011

Rona E34070085


(6)

Judul Skripsi : Kajian Pengembangan Kampung Konservasi Tumbuhan Pangan dan Obat Keluarga : Studi Kasus di Kampung Cigeurut, Desa Cipakem, Maleber, Kuningan, Jawa Barat

Nama : Rona NIM : E34070085

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS. Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F.

NIP . 19590618 198503 1 003 NIP . 19620918 198903 1 002

Mengetahui:

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor,

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP. 19580915 198403 1 003


(7)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah berupa skripsi ini dapat diselesaikan. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.

Penelitian dengan judul “Kajian Pengembangan Kampung Konservasi

Tumbuhan Pangan dan Obat Keluarga : Studi Kasus di Kampung Cigeurut, Desa

Cipakem, Maleber, Kuningan, Jawa Barat” dilaksanakan pada bulan juni sampai juli 2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi spesies tumbuhan pangan dan obat keluarga (POGA), mengidentifikasi pengetahuan dan bentuk pemanfaatan tumbuhan POGA untuk menciptakan kesehatan dan ketahanan pangan mandiri, mengidentifikasi kearifan lokal dalam aksi konservasi keanekaragaman POGA, serta menyusun strategi pengembangan Kampung konservasi POGA. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi terkait data tumbuhan pangan dan obat keluarga yang digunakan untuk menciptakan kesehatan dan ketahanan pangan mandiri di Kampung Cigeurut.

Tak ada gading yang tak retak. Pribahasa tersebut menyatakan bahwa Penulis pun menyadari karya ilmiah ini tidak sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Bogor, September 2011


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan, Jawa Barat pada tanggal 30 Mei 1989 sebagai anak ke-lima dari enam bersaudara yaitu Heri Susanto, Yanti Susanti, S.Pdi, Dian Fitriani, Diki, dan Muhammad Fikri dari pasangan

Mas’ud dan Iyah Zuhriyah. Pada tahun 2001 Penulis

lulus dari SDN 1 Gereba, tahun 2004 Penulis lulus dari

MTs Manba’ul – Ulum Silebu, tahun 2007 Penulis lulus dari SMAN 1 Mandirancan, dan lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) pemerintah daerah Kabupaten Kuningan sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB.

Selama menuntut ilmu di IPB, Penulis aktif di beberapa organisasi yakni Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai anggota Kelompok Pemerhati Flora dan Ekowisata, Organisasi Mahasiswa Daerah Kuningan sebagai Staff Public Information and Relation. Penulis melakukan Praktik Group Project di Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Burangrang dan Cikeong, Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Baluran (TNB).

Penulis pernah menjadi tour guide Agroedutourism kampus IPB pada tahun 2010 dan 2011, pernah menjadi Asisten praktikum mata kuliah Rekreasi Alam dan Ekowisata S-1 pada tahun 2010. Selain itu, Penulis juga pernah mengajar privat SMA di Lembaga Privat Mandiri Bogor pada tahun 2010.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Kajian Pengembangan Kampung Konservasi Tumbuhan

Pangan dan Obat Keluarga : Studi kasus di Kampung Cigeurut, Desa Hutan Cipakem, Maleber, Kuningan, Jawa Barat” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS. dan Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F.


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan pendidikan sarjana dan meraih gelar Sarjana Kehutanan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS. selaku pembimbing pertama dan Dr. Ir. Agus Hikmat, MScF. Selaku pembimbing kedua, terima kasih atas kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan ilmu, bimbingan dan nasehat kepada penulis.

2. Arinana, S.Hut, MSi selaku ketua sidang dan Ir. Edhi Sandra, MSi selaku ketua sidang. Terima kasih atas masukan dalam perbaikan dan penyempurnaan skripsi juga atas nasehat yang diberikan kepada penulis. 3. Seluruh staf pengajar DKSHE atas ilmu dan pengetahuan yang telah diterima

penulis selama belajar di KSHE.

4. Kedua Orang tua tercinta Ibunda Iyah Zuhriyah dan Ayahanda Mas’ud yang

telah memberikan do’a dan materi selama kuliah berlangsung. Juga kepada

kakanda Diki, Heri, Yanti, Dian dan Adinda Fikri yang telah memberikan kasih sayang, masukan dan semangat serta do’a dan materi dalam melancarkan perkuliahan di IPB.

5. Pemerintah Daerah Kuningan yang meliputi Bupati, Wakil Bupati, Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan, dan staff jajarannya yang telah memberikan dana Beasiswa Utusan Daerah dan telah membantu segala kelancaran dalam menunjang perkuliahan selama di IPB.

6. Kepala desa Cipakem, Pak Rurah Cigeurut Kulon dan Cigeurut Wetan, Keluarga Pak Yadi, Keluarga Bu Nani yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian di Kampung Cigeurut.

7. Teman seperjuangan Beasiswa Utusan Daerah, Rully Ratananda dan Inda Darmansyah yang telah bersama-sama berjuang menimba ilmu di IPB semoga ilmu yang diperoleh dapat direalisasikan di tempat kelahiran tercinta Kabupaten Kuningan. Mari kita gali dan kembangkan potensi SDA & SDM Kuningan agar menjadi Kabupaten yang Mandiri.


(10)

8. Keluarga Besar Lab KTO 44 atas semangat kebersamaan dalam pengerjaan proposal dan skripsi di ruang KTO tercinta.

9. Dinar, Oman, Nayunda, Ovi, Jefri, Marwa, Atin, Neneng, Heni, Fela, Hireng, Mprit, dan Jauhar yang telah membantu dan memberikan masukan selama penelitian.

10.Keluarga besar KSH 44 yang telah memberikan pengalaman baru, semangat baru, motivasi, serta dukungan selama kuliah

11.Keluarga Wisma Aria 2011 (ruly, ian, dery, kang yayat, bambang, dadan) yang telah memberikan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Keluarga besar HIMARIKA 44 yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

13.Semua pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu atas bantuan, dukungan, dan doa selama penulis belajar di IPB.


(11)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Pangan dan Obat Keluarga (POGA) ... 3

2.1.1 Tumbuhan Pangan ... 3

2.1.2 Tumbuhan Obat Keluarga ... 3

2.2 Kearifan Lokal ... 5

2.3 Ketahanan Pangan Lokal ... 6

2.4 Kesehatan Mandiri melalui Pengobatan Tradisional ... 7

2.5 Strategi Konservasi Tumbuhan Pangan dan Obat Keluarga (POGA) 8

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 9

3.2 Alat, Bahan, dan Objek Penelitian ... 9

3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan ... 10

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 11

3.4.1 Observasi/ pengamatan lapang ... 11

3.4.2 Wawancara ... 11

3.4.3 Pembuatan herbarium ... 11

3.4.4 Identifikasi spesies tumbuhan pangan dan obat ... 12

3.4.5 Studi pustaka ... 12

3.5 Analisis Data ... 13

3.5.1 Analisis data tumbuhan pangan dan obat keluarga (POGA) ... 13


(12)

ii

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas ... 15

4.2 Aksesibilitas ... 15

4.3 Tata Guna Lahan ... 16

4.4 Sosial Ekonomi Masyarakat ... 16

4.5 Kesehatan Masyarakat ... 16

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik responden Masyarakat Kampung Cigeurut ... 18

5.1.1 Kondisi sosial ekonomi respoden masyarakat Cigeurut ... 18

5.1.2 Kebutuhan pangan masyarakat Cigeurut ... 20

5.1.3 Pendidikan responden masyarakat Cigeurut ... 23

5.1.4 Luas kepemilikan lahan ... 24

5.1.5 Penyakit responden masyarakat Cigeurut ... 24

5.2 Potensi Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung Cigeurut ... 27

5.2.1 Potensi tumbuhan pangan ... 27

5.2.1 Potensi Tumbuhan obat ... 32

5.3 Pengetahuan dan Pemanfaatan Tumbuhan Pangan oleh masyarakat 35 5.2.1 Sayur-sayuran ... 36

5.2.2 Buah-buahan ... 37

5.2.3 Karbohidrat ... 38

5.2.4 Tumbuhan pangan sebagai minuman ... 38

5.4 Pengetahuan dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat oleh masyarakat .. 39

5.4.1 Proses pembuatan obat dari tumbuhan obat ... 40

5.5 Diversifikasi pangan di Kampung Cigeurut ... 41

5.6 Kearifan Lokal Masyarakat Cigeurut ... 42

5.6.1 Pembuatan gula aren ... 42

5.6.2 Pembuatan kolobot ... 43

5.6.3 Kegiatan budidaya tumbuhan pangan dan obat keluarga ... 43

5.6.4 Tumbuhan pangan dan obat yang digunakan untuk kegiatan adat 44 5.7 Permasalahan ... 45

5.8 Strategi Pengembangan Konservasi POGA Kampung Cigeurut .... 46


(13)

iii

5.8.2 Kelompok wirausaha tani ... 48

5.8.3 Kaderisasi masyarakat peduli tumbuhan obat keluarga ... 49

5.8.4 Kerjasama kemitraan ... 50

5.8.4 Budidaya tumbuhan pangan dan obat berdasarkan ... 52

Stimulus AMAR BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 55

6.2 Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56


(14)

iv

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Jenis data yang dikaji dalam penelitian ... 10

2. Jenis penggunaan lahan di Desa Cipakem ... 16

3. Tingkat pendidikan responden masyarakat Kampung Cigeurut Kulon dan Wetan ... 23

4. Luas kepemilikan lahan responden masyarakat Kampung Cigeurut ... 24

5. Aktivitas sehari-hari masyarakat Kampung Cigeurut ... 25

6. Klasifikasi tumbuhan pangan berdasarkan famili... 28

7. Pengelompokkan spesies tumbuhan pangan berdasarkan manfaat ... 30

8. Pengelompokkan tumbuhan obat berdasarkan famili ... 33

9. Bagian tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat ... 34

10. Spesies tumbuhan obat yang sering dibunakan oleh masyarakat ... 40

11. Jenis olahan makanan masyarakat Cigeurut ... 42

12. Spesies tumbuhan yang digunakan dalam tradisi masyarakat ... 45


(15)

v

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Denah lokasi penelitian di Kampung Cigeurut... 9

2. Jalan menuju Cigeurut Kulon ... 15

3. Jalan menuju Cigeurut Wetan ... 15

4. Jenis penyakit yang sering diderita oleh masyarakat Desa Cipakem ... 17

5. Mata pencaharian masyarakat Cigeurut Kulon ... 18

6. Mata pencaharian masyarakat Cigeurut Wetan ... 19

7. Sop tutu sebagai sumber protein hewani masyarakat Cigeurut ... 21

8. Diagram pengeluaran belanja masyarakat dalam sehari ... 22

9. Jenis penyakit yang pernah diderita oleh masyarakat Cigeurut ... 26

10. Kondisi kamar mandi Cigeurut Kulon ... 27

11. Pemanfaatan sungai oleh masyarakat Cigeurut Wetan ... 27

12. Tipologi habitat tumbuhan pangan ... 28

13. Klasifikasi tumbuhan pangan berdasarkan habitus ... 29

14. Bagian tumbuhan pangan yang dimanfaatkan ... 31

15. Status budidaya tumbuhan pangan ... 31

16. Genjer ... 32

17. Tumbuhan budidaya ... 32

18. Tipologi habitat tumbuhan obat ... 33

19. Habitus tumbuhan obat ... 35

20. Status budidaya tumbuhan obat ... 35

21. Buah takokak ... 37

22. Buah picung ... 37

23. Hasil peremasan daun mustajab... 41

24. Proses pembuatan kolobot ... 43

25. Kalua ... 49

26. Pareredan ... 49

27. Gula aren ... 49


(16)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Karakteristik responden masyarakat di Kampung Cigeurut Kulon ... 61 2. Karakteristik responden masyarakat di Kampung Cigeurut Wetan ... 62 3. Pengetahuan responden masyarakat terkait tumbuhan pangan dan obat .. 64 4. Jenis penyakit dan obat yang digunakan responden masyarakat Kampung Cigeurut ... 65 5. Spesies dan bagian tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat untuk mengobati penyakitnya ... 68 6. Potensi tumbuhan penghasil pangan di Kampung Cigeurut ... 72 7. Tumbuhan pangan yang diketahui dan dimanfaatkan oleh masyarakat ... 78 8. Potensi tumbuhan obat di Kampung Cigeurut ... 82 9. Panduan kuisioner Masyarakat Kampung Cigeurut Desa Cipakem ... 95


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pangan dan obat-obatan merupakan kebutuhan esensial bagi masyarakat untuk mempertahankan hidup. Kebutuhan pangan dan obat-obatan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Dilihat dari tingkat konsumsi pangan, masyarakat Indonesia selama ini masih mengandalkan pangan impor untuk memenuhi kecukupan pangan dalam negeri. Padahal Indonesia menempati posisi kedua setelah Brazil dari segi tingkat keanekaragaman hayati di dunia (Rahayu et al. 2000). Hal tersebut menunjukkan bahwa keanekaragaman hayati Indonesia, khususnya keanekaragaman hayati tumbuhan belum dimanfaatkan secara optimal di setiap daerah. Upaya yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pangan adalah dengan menggali potensi sumberdaya pangan lokal di setiap daerah. Sastraatmadja (2006) menyatakan bahwa pangan lokal yang dimiliki oleh Indonesia merupakan potensi yang besar untuk menciptakan kemandirian pangan serta dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap pangan impor. Sehingga pemanfaatan spesies tumbuhan pangan lokal menjadi alternatif untuk mencukupi kebutuhan pangan masyarakat daerah di seluruh Indonesia.

Di samping itu, bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tumbuhan obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Kenyataan menunjukkan bahwa upaya kesehatan tradisional telah ada sejak dahulu dan dilaksanakan jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dengan obat-obatan modern menyentuh masyarakat luas. Salah satu bentuk peran serta masyarakat sebagaimana disebut dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengobatan tradisional dengan berbagai obat tradisionalnya. Pengobatan tradisional juga merupakan sumber informasi bagi spesies-spesies tumbuhan obat yang telah digunakan berdasarkan pengalaman turun-temurun (Aliadi & Roemantyo 1994). Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman daripada penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan obat tradisional memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit dibandingkan obat modern. Bagi


(18)

masyarakat pedesaan, biaya berobat ke dokter terbilang mahal, selain itu akses menuju lokasi yang sangat jauh sehingga masyarakat pedesaan memilih obat-obatan tradisional untuk mengobati penyakitnya secara tradisional.

Kampung Cigeurut merupakan salah satu kampung di Desa Cipakem yang berada di wilayah Kecamatan Maleber yang lokasinya berada di dekat hutan dan jauh dari perkotaan. Aksesibilitas yang sangat terbatas, mengakibatkan Kampung Cigeurut menjadi terisolasi dari beberapa aspek, seperti halnya transportasi, pendidikan, kesehatan, dan teknologi. Keberadaan sarana-sarana dalam menunjang kebutuhan hidup pun sangat terbatas, terutama sarana kesehatan yang sangat vital bagi kelangsungan hidup masyarakat. Masyarakat Kampung Cigeurut mengandalkan sumberdaya alam yang ada di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan serta mengobati penyakit yang dideritanya. Maka dari itu perlu dilakukan pengkajian terkait pemanfaatan tumbuhan pangan dan obat yang digunakan oleh masyarakat Kampung Cigeurut untuk mengetahui potensinya yang dapat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya serta menciptakan ketahanan pangan lokal dan kesehatan mandiri.

1.2Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi potensi spesies tumbuhan pangan dan obat keluarga (POGA) 2. Mengidentifikasi pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan POGA untuk

menciptakan kesehatan dan ketahanan pangan mandiri

3. Mengidentifikasi kearifan lokal dalam aksi konservasi keanekaragaman POGA 4. Menyusun strategi pengembangan kampung konservasi POGA

1.3Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait data tumbuhan pangan dan obat keluarga yang digunakan untuk mengembangkan kesehatan dan ketahanan pangan mandiri masyarakat Kampung Cigeurut Desa Cipakem Kecamatan Maleber Kabupaten Kuningan


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Pangan dan Obat Keluarga (POGA) 2.1.1 Tumbuhan Pangan

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan pembuatan makanan atau minuman (PP No. 68 2002). Menurut Guinand dan Lemessa (2000) tumbuhan pangan adalah semua sumberdaya tumbuhan yang dapat dikonsumsi oleh manusia untuk bertahan hidup. Tumbuhan pangan menurut Sunarti et al. (2007) dibedakan menjadi tumbuhan pangan kelompok buah-buahan, sayur-sayuran, sereal, serta umbi-umbian. Deptan (2008) menyatakan bahwa sasaran yang ingin dicapai oleh pemerintah dalam ketahanan pangan adalah: (1) ketersediaan pangan tingkat nasional, regional dan rumah tangga yang

cukup, aman dan halal; (2) meningkatnya keragaman produksi dan konsumsi pangan masyarakat; dan (3) meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengatasi masalah kerawanan pangan.

Sumberdaya alam, khususnya tumbuhan penghasil pangan menjadi sumber utama kehidupan masyarakat di pedesaan. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pangan meliputi bagian buah, daun, bunga, umbi, rimpang, akar, dan biji (Kala 2009). Pangan tradisional merupakan instrumen penting dalam pembangunan pedesaan di tingkat lokal (Albayrak & Gunes 2010).

2.1.2 Tumbuhan Obat Keluarga

Tumbuhan obat adalah tumbuhan yang dalam satu atau beberapa organ tumbuhannya mempunyai kandungan zat yang digunakan untuk kesehatan (Brusels 2001 diacu dalam Husein et al. 2008). Menurut Zuhud et al. (1994) tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan yang diketahui mempunyai khasiat obat, yang dikelompokkan menjadi : (1) Tumbuhan obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercaya masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional; (2) Tumbuhan obat


(20)

modern, yaitu spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis; (3) Tumbuhan obat potensial, yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat tetapi belum secara ilmiah atau penggunaannya sebagai bahan obat tradisional sulit ditelusuri. Tumbuhan obat dapat berkhasiat mengobati berbagai macam jenis penyakit yang dialami manusia (Arafah 2005). Keuntungan obat tradisional menggunakan tumbuhan obat yang dirasakan langsung oleh masyarakat adalah kemudahan untuk memperolehnya dan bahan bakunya dapat ditanam di pekarangan sendiri, murah dan dapat diramu sendiri di rumah (Zein 2005). Dibandingkan obat-obat modern, tumbuhan obat memiliki beberapa kelebihan, antara lain (Katno & Pramono 2009):

1. Efek samping relatif kecil bila digunakan secara benar dan tepat. Tumbuhan obat akan bermanfaat dan aman jika:

a. Ketepatan takaran/dosis b. Ketepatan waktu penggunaan c. Ketepatan cara penggunaan

d. Ketepatan pemilihan bahan secara benar

e. Ketepatan pemilihan spesies tumbuhan obat untuk indikasi tertentu

2. Adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat tradisional/ komponen bioaktif tanaman obat.

3. Pada satu tanaman bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi. Obat tradisional lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif. Tumbuhan obat keluarga adalah sejumlah tumbuhan obat pilihan yang ditanam di halaman rumah atau lingkungan tempat tinggal penduduk yang dipergunakan sebagai lumbung obat, taman gizi, dan sarana koperasi (Soeparto & Soedarlimah 1989 diacu dalam Reksodihardjo et al. 1992). Tumbuhan obat keluarga pada hakekatnya sebidang tanah baik di halaman rumah, kebun ataupun ladang yang digunakan untuk membudidayakan tanaman yang berkhasiat sebagai obat dalam rangka memenuhi keperluan keluarga akan obat-obatan (Tukiman 2004). Salah satu fungsi tumbuhan obat keluarga menurut Nia (2010) adalah sebagai sarana


(21)

untuk mendekatkan tanaman obat kepada upaya-upaya kesehatan masyarakat yang antara lain meliputi:

1. Upaya preventif (pencegahan)

2. Upaya promotif (meningkatkan derajat kesehatan) 3. Upaya kuratif (penyembuhan penyakit)

Sumberdaya tumbuhan yang terdapat di lingkungan pedesaan merupakan sumber obat-obatan dan makanan bagi masyarakat di sekitarnya (Kala 2009). Agromedia (2008) menyatakan bahwa berbagai spesies tumbuhan yang berkasiat obat sebenarnya banyak yang dapat diperoleh di lingkungan sekitar rumah, seperti di halaman pekarangan, pinggir jalan, pinggir sungai, kebun, bahkan di dapur sebagai bahan atau bumbu masakan. Aliandi dan Roemantyo (1994) menjelaskan bahwa pemanfaatan tumbuhan obat keluarga oleh masyarakat dilakukan dalam skala keluarga, umumnya oleh keluarga yang tinggal di pedesaan yang memiliki sarana dan prasarana medis yang terbatas. Masyarakat diharapkan mampu menolong dirinya dan keluarganya dengan pengobatan tradisional melalui pemanfaatan berbagai tumbuhan berkhasiat obat (tumbuhan obat) sebelum memperoleh pelayanan kesehatan di puskesmas ataupun rumah sakit (Aliadi & Roemantyo 1994).

2.2 Kearifan Lokal

Kearifan lokal, dalam terminologi budaya, dapat diinterpretasikan sebagai pengetahuan lokal yang berasal dari budaya masyarakat yang unik, mempunyai hubungan dengan alam dalam sejarah yang panjang, beradaptasi dengan sistem ekologi setempat, bersifat dinamis dan selalu terbuka dengan tambahan pengetahuan baru (Soendjoto & Wahyu 2007). Menurut Keraf (2002) kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Warren (1991) diacu dalam Soendjoto dan Wahyu (2007) kearifan lokal dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan pada tingkat lokal dalam bidang pertanian, kesehatan, penyediaan makanan, pendidikan, pengelolaan sumberdaya alam dan beragam kegiatan lainnya di dalam suatu komunitas. Seluruh kearifan lokal ini dihayati, dipraktikkan, dianjurkan, dan diharuskan dari satu generasi ke generasi lain yang sekaligus membentuk pola


(22)

perilaku manusia sehari-hari baik terhadap sesama manusia ataupun terhadap alam di sekitarnya.

2.3 Ketahanan Pangan Lokal

Pangan lokal didefinisikan sebagai pangan yang diproduksi setempat (suatu wilayah/ daerah) dengan tujuan ekonomi atau konsumsi (Deptan 2008). Kecukupan pangan lokal tersebut dihasilkan oleh masyarakat dengan memanfaatkan sumberdaya, kelembagaan, dan budaya lokal (Martianto et al. 2008). Untuk memantapkan ketahanan pangan keluarga yang kokoh dan berkesinambungan, dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat yang memprioritaskan kepedulian masyarakat membangun SDM yang berkualitas dan mandiri untuk mengelola pangan berbasis sumberdaya dan budaya lokal (Martianto et al. 2008).

Ketahanan pangan menurut UU No. 7 tahun 1996 adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau bagi setiap individu. Ketahanan pangan juga berhubungan dengan persepsi suatu masyarakat, nilai-nilai budaya di dalamnya. Ketahanan pangan yang mantap perlu dibangun dengan membina sisi peningkatan produksi pangan daerah yang mampu memenuhi kebutuhan daerahnya masing-masing. Ketahanan pangan harus diwujudkan secara merata di seluruh wilayah sepanjang waktu, dengan memanfaatkan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal (Sastraatmadja 2006). Tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional, daerah hingga rumah tangga. Menurut Martianto et al. (2008) sasaran pengembangan pangan lokal adalah meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan pangan lokal, berkembangnya aneka pangan lokal yang berkualitas, dan meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga secara berkesinambungan (Deptan 2008).

Diversifikasi konsumsi pangan tentunya perlu difokuskan pada pengembangan komoditas pangan berbasis keragaman sumberdaya hayati yang terdapat di setiap daerah, yang dibarengi pula dengan upaya peningkatan kesadaran masyarakat


(23)

terhadap pola konsumsi dan keseimbangan gizi yang mempertimbangkan budaya dan kelembagaan lokal (Riyadi 2002).

2.4 Kesehatan Mandiri melalui Pengobatan Tradisional

Obat tradisional adalah obat asli yang berasal dari bahan alam baik komposisi tunggal ataupun campuran dalam bentuk obat jadi berbungkus atupun obat jadi tidak berbungkus (jamu gendong) ataupun jamu hasil ramuan sendiri yang digunakan dalam usaha pengobatan berdasarkan pengalaman (Soenardi 1989). Katno dan Pramono (2001) mendefinisikan obat tradisional sebagai obat jadi atau ramuan bahan alam yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik atau campuran bahan-bahan tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Pengobatan tradisional merupakan semua upaya pengobatan dengan cara lain di luar ilmu kedokteran berdasarkan pengetahuan yang berakar pada tradisi tertentu (Salan et al. 1989). Pengobatan tradisional masih digunakan oleh sebagian besar masyarakat bukan hanya karena kekurangan fasilitas pelayanan kesehatan formal yang terjangkau oleh masyarakat, tetapi lebih disebabkan oleh faktor-faktor sosial budaya dari masyarakat tersebut. Pengobatan tradisional sudah merupakan bagian integral dari lingkungan sosial budaya dan terdapat nilai-nilainya yang patut dipertahankan dan ditingkatkan, yang dapat memberikan sumbangan positif bagi upaya kesehatan. Hikmat dan Wahid (1994) pun menyatakan bahwa pembangunan kesehatan sebagai bagian integral dari pembanguan nasional, dilaksanakan untuk mencapai tujuan hidup sehat bagi penduduk.

Pengobatan tradisional secara langsung atau tidak langsung mempunyai kaitan dengan upaya pelestarian pemanfaatan sumberdaya alam hayati, khususnya tumbuhan obat. Kaitan tersebut dapat dilihat dari nilai-nilai yang terkandung dalam pengobatan tradisional, antara lain pandangan tentang sakit, pengetahuan ramuan obat tradisional, serta aturan adat dalam pemanfaatan sumberdaya alam hayati (Aliadi & Roemantyo 1994). Tax (1953) diacu dalam Rahayu et al. (2006) menyatakan bahwa hubungan antara manusia dengan lingkungannya ditentukan oleh kebudayaan setempat sebagai pengetahuan yang diyakini serta menjadi sumber sistem nilai. Pengetahuan tentang tumbuhan berkhasiat obat berdasar pada


(24)

pengalaman dan keterampilan yang secara turun temurun telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya (Sari 2006).

2.5 Strategi Konservasi Tumbuhan Pangan dan Obat Keluarga (POGA)

Tri-stimulus amar konservasi adalah alat yang efektif untuk digunakan dalam strategi pengelolaan sumberdaya alam hayati agar dapat terwujud tujuan ideal dari konservasi, yaitu terpeliharanya dan berkembangnya potensi sumberdaya keanekaragaman hayati dan terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan (Zuhud 2007). Zuhud (2007) pun menyatakan bahwa konservasi akan terwujud di lapangan dengan syarat bila ketiga kelompok stimulus sudah mengkristal menjadi pendorong sikap dan aksi masyarakat untuk konservasi. Tiga kelompok stimulus itu yakni, stimulus alamiah, stimulus manfaat dan stimulus religius yang disingkat menjadi Tri Stimulus Amar. Stimulus alamiah didefinisikan sebagai nilai-nilai kebenaran alam, fakta-fakta, fenomena-fenomena dan sinyal-sinyal alam yang harus disikapi serta diperlakukan sesuai dengan karakter spesies tumbuhan pangan dan obat. Stimulus manfaat diartikan nilai-nilai kepentingan untuk manusia, terutama berguna bagi keberlanjutan hidup fisiologis manusia, diantaranya manfaat ekonomi, sandang, obat dan sebagainya. Adapun stimulus religius/ rela bermakna nilai-nilai kebaikan terutama yang ganjarannya dipercaya dan diyakini anugerah dari Sang Pencipta alam. Stimulus ini antara lain: nilai spiritual, nilai agama yang universal, dosa, pahala, norma, etika, termasuk kearifan sosio-budaya masyarakat tradisional dalam mengkonservasi tumbuhan pangan dan obat. Stimulus ini mampu mendorong masyarakat untuk rela berkorban melakukan aksi konservasi dan mencegah aksi yang bertentangan dengan konservasi (Zuhud 2007).


(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2011 dan berlokasi di Kampung Cigeurut Desa Cipakem Kecamatan Maleber Kabupaten Kuningan.

Gambar 1 Denah lokasi penelitian di Kampung Cigeurut.

3.2 Alat, Bahan dan Objek Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera, oven, dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi alkohol 70 %, kertas koran, dan tally sheet. Sedangkan objek penelitian ini adalah masyarakat dan tumbuhan yang ada di lingkungan Kampung Cigeurut, serta dokumen atau laporan yang terkait dengan penelitian ini.


(26)

3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan masyarakat. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai literatur sebagai penunjang data primer. Jenis data yang dikumpulkan dapat disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis data yang dikaji dalam penelitian No Data yang

diperoleh

Sumber

data Rincian data Metode

A Data Primer 1 Kajian potensi

tumbuhan pangan dan tumbuhan obat lokal Kampung Cigeurut

Lingkungan Kampung Cigerut

1. Tumbuhan pangan lokal : Nama spesies, ilmiah, famili, habitus, bagian yang digunakan, tipe habitat, status budidaya, dan frekuensi perjumpaan 2. Tumbuhan obat : Nama

spesies, ilmiah, famili, habitus, bagian yang digunakan, khasiat, tipologi habitat, status budidaya, dan frekuensi perjumpaan

Observasi lapang dan studi pustaka

2 Karakteristik responden

Responden masyarakat

1. Karakteristik umur (bapak, ibu, anak, kakek, nenek) 2. Mata pencaharian/

pekerjaan 3. Pendidikan 4. Kondisi penyakit 5. Luas kepemilikan lahan

Wawancara

3 Pengetahuan dan pemanfaatan masyarakat terhadap tumbuhan pangan dan obat keluarga (POGA)

Responden masyarakat

1. Spesies tumbuhan pangan dan obat yang diketahui dan dimanfaatkan

2. Pengetahuan kegunaan spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan

3. Spesies tumbuhan yang ditanam di lahan milik Bentuk pemanfaatan tumbuhan obat 4. Bentuk pemanfaatan

tumbuhan pangan lokal 5. Sumber tumbuhan pangan

yang dikonsumsi oleh masyarakat (hasil budidaya, dari hutan, beli)

6. Pola makan dan komposisi jenis pangan yang dimakan 7. Penyakit yang pernah

diderita dan cara pengobatannya


(27)

Tabel 1 (Lanjutan) No Data yang

diperoleh

Sumber

data Rincian data Metode

4 Kearifan lokal masyarakat

Masyarakat Bentuk kearifan masyarakat Kampung Cigeurut dalam upaya konservasi tumbuhan POGA (Pangan dan Obat-obatan Keluarga

Observasi dan wawancara

B Data Sekunder 1 Kondisi umum

Desa Cipakem

Buku monografi Desa Cipakem

1. Letak dan luas 2. Kondisi demografi

penduduk, sosial ekonomi 3. Keadaan sarana dan

prasarana kesehatan 4. Data penyakit masyarakat

Desa Cipakem

5. Data komoditas pangan Desa Cipakem

Studi pustaka

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi/ pengamatan lapang, wawancara kepada masyarakat, pembuatan spesies herbarium, identifikasi spesies tumbuhan pangan dan obat, serta studi pustaka.

3.4.1 Observasi/ pengamatan lapang

Pengamatan potensi tumbuhan obat dan pangan dilakukan dihalaman rumah-rumah warga dan daerah sekitarnya seperti sawah, kebun, hutan, dan pemakaman umum di kampung Cigeurut. Pengamatan potensi dilakukan dengan cara mengidentifikasi tumbuhan obat dan pangan secara sensus, kemudian memisahkannya untuk setiap blok, sehingga akan terlihat daerah yang memiliki potensi tumbuhan obat dan pangan yang banyak ditemukan.

3.4.2 Wawancara

Wawancara dilakukan kepada masyarakat Desa Cipakem secara semi terstruktur melalui pengisian kuisioner. Jumlah sampel yang akan diwawancara sebanyak 60 responden dengan rincian 30 responden dari total 69 kepala keluarga masyarakat Kampung Cigeurut Kulon dan 30 responden dari 64 kepala keluarga masyarakat Kampung Cigeurut Wetan. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode


(28)

3.4.3 Pembuatan herbarium

Herbarium merupakan koleksi spesimen tumbuhan yang terdiri dari bagian-bagian tumbuhan (ranting lengkap dengan daun, kuncup yang utuh, serta lebih baik kalau ada bunga dan buahnya). Pembuatan herbarium dilakukan untuk memudahkan proses identifikasi spesies tumbuhan pangan dan obat yang belum diketahui spesiesnya. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pembuatan herbarium ini adalah :

a. Mengambil contoh herbarium yang terdiri dari ranting lengkap dengan daunnya, kalau ada bunga dan buahnya diambil.

b. Contoh herbarium tadi dipotong dengan menggunakan gunting dengan panjang kurang lebih 40 cm.

c. Kemudian contoh herbarium dimasukan kedalam kertas koran dengan memberikan label gantung yang berukuran (3 x 5) cm. Label gantung berisi keterangan tentang nomor spesies, tanggal pengambilan, nama lokal, lokasi pengumpulan dan nama pengumpul/kolektor.

d. Contoh herbarium yang telah diberi label kemudian dirapikan dan dimasukan ke dalam lipatan kertas koran untuk kemudian lipatan kertas koran tersebut dimasukan ke dalam plastik.

e. Selanjutnya beberapa herbarium disusun diatas sasak yang terbuat dari bambu dan disemprot dengan alkohol 70% untuk selanjutnya dibawa dan dikeringkandenganmenggunakan oven.

f. Herbarium yang sudah kering lengkap dengan keterangan-keterangan yang diperlukan diidentifikasi untuk mendapatkan nama ilmiahnya.

3.4.4 Identifikasi spesies tumbuhan pangan dan obat

Identifikasi dilakukan untuk mengetahui nama ilmiah spesies tumbuhan pangan dan obat hasil pengamatan lapang. Identifikasi spesimen herbarium dilakukan di Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.

3.4.5 Studi pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan data dari seluruh sumber literatur yang ada. Data-data tersebut juga dijadikan acuan atau panduan untuk melengkapi data hasil pengamatan di lapangan. Sumber pustaka yang dijadikan acuan


(29)

penelitian berupa jurnal, buku, laporan penelitian, dan data monografi Desa Cipakem.

3.5 Analisis Data

3.5.1 Analisis data tumbuhan pangan dan obat keluarga (POGA)

Data potensi tumbuhan pangan dan obat keluarga disusun dan dikelompokkan berdasarkan (1) kegunaan, (2) jumlah spesies masing-masing kegunaan, (3) famili, (4) tipologi habitat, (5) frekuensi perjumpaan, (6) klasifikasi berdasarkan kelompok penyakit, (7) klasifikasi berdasarkan bagian yang digunakan, (8) klasifikasi berdasarkan habitus.

1. Persentase famili

Tumbuhan pangan dan obat dikelompokkan berdasarkan famili, kemudian dihitung presentasinya menggunakan rumus :

= � × 100%

2. Presentase habitus

Persentase habitus merupakan besarnya suatu jenis habitus tumbuhan pangan dan obat yang digunakan terhadap seluruh habitus yang ada. Habitus tersebut meliputi pohon, semak, semak merambat, perdu, palem, bambu, herba, dan herba merambat. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung persentase habitus, yaitu sebagai berikut :

= � × 100%

3. Persentase bagian yang dimanfaatkan

Persentase bagian tumbuhan yang digunakan meliputi bagian tumbuhan yang dimanfaatkan mulai dari bagian tumbuhan yang paling atas/ daun sampai ke bagian bawah/ akar. Untuk menghitung persentase bagian yang digunakan, digunakan rumus:

� �

= �


(30)

4. Persentase tipe habitat

Tumbuhan pangan dan obat yang ditemukan di kampung Cigeurut dikelompokkan berdasarkan tipe habitat, kemudian dihitung persentasinya menggunakan rumus :

= × 100%

5. Persentase tumbuhan budidaya/ liar

Tumbuhan pangan dan obat hasil wawancara dan observasi lapang dikelompokkan berdasarkan status keberadaannya yang tergolong dalam tumbuhan yang sudah dibudidaya atau masih tumbuh liar, kemudian dihitung persentasinya menggunkan rumus :

� � � /

= � � /

� × 100%

3.5.2 Analisis data masyarakat

Data hasil wawancara dengan masyarakat tentang tumbuhan obat keluarga dan pangan lokal diolah dan dikelompokkan kedalam : (1) karakteristik masyarakat, (2) spesies penyakit yang pernah diderita oleh masyarakat, (3) spesies tumbuhan obat yang diketahui dan dimanfaatkan untuk mengobati penyakit, (4) bagian tumbuhan yang digunakan untuk mengobati penyakit, (5) cara penggunaan tumbuhan obat, (6) spesies tanaman pangan yang diketahui dan pernah digunakan oleh masyarakat. Data tersebut kemudian dianalisis secara tabulatif dan deskriptif kualitatif.


(31)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas

Kampung Cigeurut merupakan salah satu kampung yang berada di bawah Desa Cipakem, Kecamatan Maleber, Kabupaten Kuningan dengan luasan Desa Cipakem ± 2086 ha. Desa Cipakem merupakan salah satu desa yang berada di wilayah sekitar hutan dengan potensi sumber daya alam hutan dan pertanian melimpah. Dengan kondisi desa yang luas wilayah yang terpisah-pisah dari satu dusun kedusun yang lain dan didukung dengan kondisi alam hutan, bukit yang luas. Adapun batasan Desa Cipakem adalah :

Sebelah utara : berbatasan dengan Desa Mekarsari

Sebelah timur : berbatasan dengan Desa Cilayung kecamatan Ciwaru Sebelah selatan : berbatasan dengan Desa Giriwaringin

Sebelah barat : berbatasan dengan Desa Cipedes kecamatan Ciniru.

4.2 Aksesibilitas

Kampung Cigeurut berjarak 7 km dari Desa Cipakem. Jarak Kampung Cigeurut ke pusat pemerintahan yaitu ke Kecamatan Maleber berjarak 16 km, sedangkan menuju Kabupaten Kuningan berjarak 32 km. Jalan menuju Cigeurut dari pusat Desa Cipakem hanya bisa dilalui oleh kendaraan bermotor. Kondisi jalannya kecil dan masih berupa bebatuan dan tanah. Namun, sebagian besar jalan menuju Cigeurut berupa jalan tanah. Hal ini sangat bermasalah bagi masyarakat ketika di musim hujan, karena jalan menjadi berair dan licin yang akan membahayakan bagi pengendara motor.


(32)

4.3 Tata Guna Lahan

Desa Cipakem merupakan desa yang luas dan didominasi oleh lahan Perhutani yang ditanami oleh pohon Jati dan Mahoni seluas 1418 ha, dan sisanya adalah sawah, rumah penduduk, kebun rakyat, dan lain-lain (Tabel 2).

Tabel 2 Jenis penggunaan lahan di Desa Cipakem

No Penggunaan lahan Luas (Ha)

1 Sawah 175

2 Perkampungan penduduk 100

3 Kebun rakyat 467

4 Alun-alun dan kantor desa 0,3

5 Lapang sepak bola 0,5

6 Pekuburan 6

7 Sungai 10

8 Sekolah 5

9 Sarana Agama 2

10 Tanah Perhutani 1418

4.4 Sosial Ekonomi Masyarakat

Berdasarkan data terakhir bulan Desember 2008, Jumlah penduduk Kampung Cigeurut Kulon berjumlah sebanyak 520 jiwa yang terdiri dari 69 kepala keluarga. Sedangkan jumlah penduduk di Kampung Cigeurut Wetan sebanyak 490 jiwa yang terdiri dari 64 kepala keluarga. Pendapatan masyarakat Kampung Cigeurut, baik Cigeurut Kulon maupun Cigeurut Wetan sebagaian besar bersumber dari sektor pertanian. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani sesuai dengan potensi sumber daya alam sesuai dengan letak geografis Kampung Cigeurut yang berada di wilayah sekitar hutan. Selain itu juga sektor perdagangan dan peternakan adalah mata pencaharian tambahan masyarakat.

4.5 Kesehatan Masyarakat

Sarana kesehatan yang terdapat di Desa Cipakem yaitu sebuah posyandu yang terletak di depan kantor desa. Jumlah sumberdaya manusia yang menangani kesehatan masyarakat Desa Cipakem sangat minim yaitu hanya seorang saja. Hal tersebut mengakibatkan pelayanan kesehatan tidak merata ke semua kampung di Desa Cipakem yang lokasinya sangat berjauhan. Salah satunya adalah Kampung Cigeurut yang tidak memiliki posyandu atau sarana kesehatan formal. Adapun data puskesmas terkait penyakit yang sering diderita oleh masyarakat Desa Cipakem dapat dilihat pada Gambar 1.


(33)

Gambar 4 10 jenis penyakit yang sering diderita oleh masyarakat Desa Cipakem. 58

14 13 10 8 7 4 3 3 2

0 10 20 30 40 50 60 70

Demam Maagh Asma Diare Flu Diabetes Pegal Telinga Sakit Mata Darah tinggi

Jumlah penderita

Je

n

is

pe

n

y

a

k


(34)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden Masyarakat Kampung Cigeurut 5.1.1 Kondisi sosial ekonomi responden masyarakat Cigeurut

Masyarakat Kampung Cigeurut sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan memiliki sawah serta kebun yang cukup luas. Sawah dan kebun menjadi tumpuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari. Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebanyak 86,67 % responden masyarakat Cigeurut Kulon bermata pencaharian sebagai petani, 6,67 % sebagai pedagang, 3,33 % sebagai penjaga sekolah, dan 3,33 % lagi sebagai paraji. Hal tersebut sesuai dengan karakter Kampung Cigeurut yang kaya akan sumberdaya alamnya. Diversifikasi mata pencaharian di Kampung Cigeurut tidak bervariasi, rata-rata hanya 2-3 jenis mata pencaharian.

Jumlah anggota keluarga responden masyarakat Cigeurut bervariasi. Dalam satu rumah, rata-rata terdiri atas 2 keluarga yang meliputi ibu, bapak, anak, kakek, dan nenek. Sedangkan, jumlah anggota keluarga yang bekerja hanya satu sampai dua orang untuk setiap rumah. Penghasilan masyarakat Cigeurut Kulon yang bermata pencaharian sebagai petani tidak menentu karena masyarakat mengandalkan hasil dari pertanian yang mereka tanam.

Gambar 5 Mata pencaharian masyarakat Cigeurut Kulon.

Masyarakat Cigeurut Kulon dapat melakukan panen sebanyak 3 kali dalam setahun. Hasil panen tersebut hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan primer.

86.67 6.673.333.33


(35)

Hasil panen dari sawah jarang untuk di jual ke pasar, sebagian besar untuk dikonsumsi pribadi. Pemenuhan kebutuhan sekunder, masyarakat memanfaatkan lahan perkebunan untuk ditanami tanaman yang memiliki nilai jual tinggi seperti cengkeh, kopi, dan kapulaga. Hasil tanaman tersebut hanya dapat di panen satu kali dalam setahun. Masyarakat harus mengeluarkan ongkos sebesar Rp 50.000 untuk menuju ke pasar Kuningan. Ongkos yang sangat mahal tersebut mengakibatkan masyarakat Cigeurut tidak mampu untuk memasarkan hasil alam yang mempunyai nilai jual rendah. Masyarakat akan menjual hasil alam ke pasar jika harga dasarnya melebihi Rp 5.000/kg dan barang yang akan dijual dalam jumlah besar. Jarak yang sangat jauh menuju pasar mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Kampung Cigeurut menjadi tertinggal. Kendala yang dialami oleh masyarakat adalah terkait pemasaran hasil alam yang ada di Cigeurut Kulon. Pekerjaan sampingan yang dilakukan oleh responden masyarakat Cigeurut Kulon diantaranya mencangkul lahan milik orang lain. Masyarakat hanya diberi upah sebesar Rp 15.000 setelah mencangkul sawah yang dimulai dari pukul 07.00 WIB sampai pukul 15.00 WIB. Pekerjaan sampingan tersebut tidak setiap hari dilakukan oleh masyarakat, sebab pekerjaan tersebut tergantung panggilan dari masyarakat yang membutuhkan. Adapun masyarakat Cigeurut Wetan sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebesar 96 % masyarakat bermata pencaharian sebagai petani, dan sisanya sebesar 4 % sebagai pedagang. Mata pencaharian masyarakat Cigeurut Wetan lebih sedikit dibandingkan dengan Cigeurut Kulon.

Gambar 6 Mata pencaharian masyarakat Cigeurut Wetan.

96.3 3.7


(36)

Masyarakat yang tidak memiliki kebun atau sawah melakukan kerjasama dengan Perhutani. Bentuk kerjasama tersebut yaitu masyarakat diberi hak untuk menggarap lahan milik perhutani dengan imbalan Perhutani berhak mendapatkan sebanyak 30 % dari hasil garapan masyarakat. Akan tetapi, jika hasil yang diperoleh masyarakat gagal atau mendapatkan hasil yang sedikit, hasil yang diberikan oleh masyarakat kepada perhutani tidak mencapai 30 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa keberadaan hutan Perhutani memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat Kampung Cigeurut.

Susanto dan Saidi (1998) mengelompokkan masyarakat Cigeurut, baik Cigeurut Kulon maupun Cigeurut Wetan berdasarkan kemampuan memenuhi kebutuhan keluarganya tergolong ke dalam keluarga pra sejahtera. Hal tersebut dilihat dari indikator penilaian bahwa yang tergolong keluarga pra sejahtera yaitu keluarga dianggap belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya seperti halnya kebutuhan pangan, sandang, dan papan, serta dilihat dari pendidikan masyarakat Cigeurut yang sebagian besar hanya sampai Sekolah Dasar.

5.1.2 Kebutuhan pangan masyarakat Cigeurut

Masyarakat Kampung Cigeurut masih memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di sekitarnya baik masyarakat Kampung Cigeurut Kulon maupun masyarakat Kampung Cigeurut Wetan. Untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, masyarakat mengambil hasil pangan tersebut dari hutan, kebun, dan sawah. Jenis pangan yang diambil dari alam bervariasi jenisnya, seperti pangan penghasil karbohidrat, buah-buahan, sayuran-sayuran, dan jenis pangan sebagai sumber protein hewani.

Sumberdaya alam penghasil pangan yang ada di Kampung Cigeurut sangat melimpah, contoh spesies tumbuhan pangan yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat Kampung Cigeurut diantaranya tumbuhan pangan penghasil karbohidrat seperti padi, talas, jagung, singkong, tumbuhan penghasil protein nabati seperti kangkung, bayam, kacang-kacangan, serta tumbuhan penghasil buah-buahan seperti pisang, jambu air, jambu biji, nangka, dan sebagainya. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, masyarakat memanfaatkan keong sawah yang diperoleh dari sawah yang sudah ditandur. Keong sawah menjadi menu pilihan masyarakat karena rasanya yang gurih dan


(37)

lezat. Selain itu, untuk mendapatkannya pun tidak memerlukan biaya. Masyarakat biasanya memasak keong sawah dengan cara dibuat sop, dan dinamakan “sop

tutut” oleh masyarakat. Keong yang diambil dari sawah dicuci atau dibersihkan

dari kotoran lumpur yang masih menempel di cangkang keong (Gambar 7). Selain itu, sumber protein hewani lain yang dikonsumsi oleh masyarakat adalah belut. Belut diperoleh masyarakat dari sawah sekitar Kampung Cigeurut. Akan tetapi, pemanfaatan belut hanya bisa dilakukan oleh masyarakat ketika lahan sawah baru dibajak. Ketika lahan sawah sudah ditanami padi, masyarakat tidak melakukan pengambilan belut.

Gambar 7 Sop tutut sebagai sumber protein hewani masyarakat Cigeurut. Masyarakat Kampung Cigeurut membutuhkan asupan makanan sebanyak 3 kali dalam sehari. Sebagian besar, responden masyarakat Kampung Cigeurut hanya mengeluarkan biaya kurang dari Rp 10.000 untuk membeli kebutuhan pangan 3 kali dalam sehari tersebut. Hasil wawancara dengan responden masyarakat Cigeurut Kulon dan Cigerut Wetan diketahui sebesar 66,67 % dan 90 % responden masyarakat mengeluarkan biaya dibawah Rp 10.000, 33,33 % dan 3,33 % mengeluarkan biaya antara Rp 10.000 – Rp 15.000, dan responden Cigeurut Kulon tidak ada pengeluaran biaya antara Rp 15.000 – Rp 25.000, sedangkan responden masyarakat Cigeurut Wetan ada dengan persentase 6,67 % untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam satu hari. Masyarakat Cigeurut terkadang tidak berbelanja untuk memenuhi kebutuhan pangannya sebab mereka hanya mengambil jenis pangan yang ada di lahannya.


(38)

Gambar 8 Diagram pengeluaran belanja masyarakat dalam sehari.

Tingkat pengeluaran masyarakat berbanding lurus dengan jumlah anggota keluarga yang ada serta jumlah income keluarga. Semakin banyak jumlah anggota keluarga yang berada dalam satu rumah, maka pengeluaran pun semakin tinggi. Selain itu, pendapatan keluarga yang tinggi akan meningkatkan jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi, terutama jenis pangan selain karbohidrat. Dilihat dari tingkat konsumsi beras, jumlah konsumsi per hari tergantung dari jumlah orang dalam satu keluarga. Kebutuhan rata-rata beras setiap harinya untuk jumlah anggota keluarga sebanyak 5 orang memerlukan 2 kg beras. Apabila dalam jangka waktu sebulan, masyarakat membutuhkan stok beras sebanyak 60 kg beras per setiap keluarga. Jika dianalisis perhitungan untuk Cigeurut Kulon yang terdiri dari 69 KK, maka kebutuhan beras per bulannya mencapai 4,14 ton. Sedangkan untuk Cigeurut Wetan yang terdiri dari 64 KK, maka kebutuhan beras per harinya mencapai 3,84 ton. Akan tetapi, pasokan beras tersebut sebagian besar diperoleh dari hasil pertanian masyarakat, dan sebagian kecil dipasok dari beras miskin (Raskin). Jika dilihat dari fakta di atas bahwa beras sudah menjadi kebutuhan yang tak terlepaskan dari masyarakat Kampung Cigeurut.

Tingkat konsumsi masyarakat terhadap produk pasar tergolong sangat rendah. Hal tersebut dikarenakan tercukupinya sumberdaya pangan yang ada di Cigeurut untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat serta kondisi keuangan masyarakat tidak cukup untuk membeli bahan makanan di warung karena harganya yang sangat mahal. Kondisi tersebut dapat menciptakan ketahanan

0 20 40 60 80 100

< 10.000 10.000 - 15.000 15.000 - 25.000

Persentase

Jum

la

h

pe

n

ge

lua

ra

n

(R

p/

h

ar

i)

Cigeurut wetan Cigeurut kulon


(39)

pangan lokal di Kampung Cigeurut. Sehingga apabila terjadi krisis moneter atau kenaikan harga pangan di pasar, kebutuhan pangan masyarakat Cigeurut dapat terpenuhi dari produksi pangan lokal.

5.1.3 Pendidikan responden masyarakat Cigeurut

Responden masyarakat Kampung Cigeurut sebagian besar mengenyam pendidikan hanya sampai sekolah dasar saja, bahkan ada beberapa masyarakat yang tidak melanjutkan sekolah dasar. Masyarakat Cigeurut Kulon sebanyak 16 orang hanya melanjutkan sekolahnya sampai tingkat SD, 13 orang tidak sekolah, dan hanya 1 orang yang melanjutkan sampai tingkat SMP. Sedangkan, masyarakat Cigeurut Wetan sebanyak 21 orang melanjutkan sampai tingkat SD, 7 orang tidak sekolah, 1 orang lulusan tingkat SMP, dan 1 orang lulusan tingkat SMA (Tabel 3). Ketertinggalan pendidikan tersebut dikarenakan lokasinya yang sangat jauh dengan sekolah, yaitu jarak dari Kampung Cigeurut menuju SD harus menempuh jarak ± 5 km, dan mereka harus berjalan kaki untuk menempuh jarak tersebut karena sebagian besar masyarakat Kampung Cigeurut tidak memiliki kendaraan. Tabel 3 Tingkat pendidikan responden masyarakat Kampung Cigeurut Kulon dan Wetan

No Pendidikan

Cigeurut Kulon Cigeurut Wetan

Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase

(%)

1 TS 13 43.33 7 25.93

2 SD 16 53.33 21 66.67

3 SMP 1 3.33 1 3.70

4 SMA 0 0.00 1 3.70

Keterangan : TS (Tidak Sekolah), SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama), SMA (Sekolah Menengah Atas)

Siswa-siswi SD Kampung Cigeurut membutuhkan waktu ± 1,5 jam untuk menempuhnya. Jam masuk SD Cipakem adalah jam 08.00, sehingga mereka berangkat dari rumah sekitar ± pukul 06.00 WIB. Selain itu, dorongan/ motivasi yang rendah dari pihak orang tua. Orang tua masih beranggapan bahwa untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi memerlukan biaya yang sangat besar. Selain itu juga, anak-anak disibukkan dengan membantu orang tuanya dalam mengelola sawah, kebun, dan ternak peliharaannya. Sepulang sekolah, mereka khususnya anak laki-laki mengambil rumput untuk pakan ternak sapi dan kambing peliharaannya. Kesibukan tersebut membuat waktu belajar mereka


(40)

tersita. Akan tetapi pihak sekolah memberi kelonggaran kepada siswa-siswi Kampung Cigeurut dengan hanya 4 atau 5 hari masuk sekolah dalam seminggu.

5.1.4 Luas kepemilikan lahan

Kampung Cigeurut memiliki lahan pertanian yang cukup luas. Hasil wawancara menunjukkan bahwa semua responden baik Cigeurut Kulon ataupun Cigeurut Wetan memiliki lahan terutama lahan pekarangan. Lahan pekarangan rumah di Kampung Cigeurut memiliki luasan < 100 m2. Lahan pekarangan tersebut digunakan oleh masyarakat sebagai lahan tambahan dalam mencukupi kebutuhan pangan. Lahan tersebut sering dimanfaatkan masyarakat untuk ditanami tumbuhan penghasil bumbu, berbagai spesies tumbuhan obat, bahkan ditanami aneka spesies tumbuhan penghasil buah dalam skala kecil atau sedikit. Penanaman skala banyak dilakukan oleh masyarakat di sawah atau di kebun. Sebanyak 11 dan 14 responden masyarakat Kampung Cigeurut Kulon dan Wetan memiliki luasan sawah dan kebun > 500 m2 (Tabel 4). Lahan berupa kebun yang luas digunakan oleh masyarakat untuk ditanami spesies-spesies tumbuhan yang memiliki nilai jual tinggi. Sedangkan untuk lahan sawah digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokok yaitu ditanami dengan padi-padian dan berbagai spesies tumbuhan lainnya.

Tabel 4 Luas kepemilikan lahan responden masyarakat Kampung Cigeurut Luas lahan

(m2)

Pekarangan (responden) Kebun dan sawah (responden) Cigeurut

kulon

Cigeurut wetan

Cigeurut kulon

Cigeurut wetan

<100 30 30 9 3

100 – 500 - - 10 13

> 500 - - 11 14

5.1.5 Penyakit responden masyarakat Cigeurut

Kampung Cigeurut memiliki satu posyandu untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakatnya. Posyandu tersebut hanya digunakan sebagai sarana untuk mengetahui pertumbuhan berat badan Balita. Jika masyarakat jatuh sakit, maka pengobatannya harus datang ke posyandu Desa Cipakem, karena hanya terdapat satu bidan saja untuk menangani masalah kesehatan seluruh masyarakat Desa Cipakem. Pengobatan alternatif yang dilakukan oleh masyarakat Cigeurut adalah dengan memanfaatkan tumbuhan obat alam yang ada di sekitar rumahnya.


(41)

Kampung Cigeurut, baik Cigeurut Kulon atau Cigeurut Wetan masih banyak ditemukan masyarakat yang mempunyai usia lanjut dengan kondisi fisik masih sehat. Hasil observasi menunjukkan bahwa terdapat 21 responden dari 60 responden atau sebesar 35 % masyarakat dengan usia di atas 50 tahun dengan kondisi badan sehat dan mampu melakukan aktivitas berat seperti mencangkul dan membawa kayu bakar. Hal tersebut dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat yang mengarah kepada pola hidup sehat. Pola hidup sehat dapat dilihat dari aktivitas yang dilakukan sehari-hari serta jenis makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat. Jenis makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat Cigeurut pun berasal dari alam sekitarnya, seperti dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Aktivitas sehari-hari masyarakat Kampung Cigeurut Waktu kegiatan

(WIB) Jenis kegiatan Deskripsi

06.00-07.00 Sarapan - Jenis pangan yang dimakan untuk sarapan berupa singkong rebus, misro, pisang goreng, talas rebus, ubi jalar rebus**

07.00-12.00 Bertani - Kegiatan pergi ke hutan, sawah, atau kebun. Kegiatan yang dilakukan meliputi mencangkul, mencari bahan pangan, memberi pakan ternak, mengambil air nira, dan lain-lain** 12.00-13.30 Istirahat, makan

siang

- Kegiatan istirahat setelah melakukan pekerjaan seharian

- Mengisi energi untuk kembali

beraktivitas dengan makan siang. Menu makan siang meliputi nasi, sayur, dan buah (pisang, pepaya)*

13.30-16.00 Bertani - Mengambil rumput untuk pakan ternak - Melanjutkan aktivitas bertani yang belum selesai di pagi hari

16.00-18.00 Istirahat, makan sore

- Kegiatan pulang dari bertani (istirahat) - Kegiatan makan sore, menu makan sore meliputi nasi, sayur, dan ikan (ikan asin, telor, keong sawah, belut)* Keterangan : * (memilih salah satu), ** (memilih lebih dari satu)

Dilihat dari penyakit masyarakat, terdapat 43 jenis penyakit yang pernah diderita oleh masyarakat Kampung Cigeurut. Penyakit demam, flu, luka, dan sakit kepala adalah penyakit yang sering diderita oleh masyarakat dan semua responden yang diwawancarai pernah mengalami penyakit tersebut (Gambar 9). Penyakit lainnya


(42)

merupakan penyakit yang sangat jarang diderita oleh masyarakat seperti penyakit paru-paru dan kencing batu.

Pola makan yang tidak teratur serta jenis makanan yang dimakan merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit. Penyakit yang diakibatkan oleh pola makan yang tidak teratur adalah penyait pencernaan terutama penyakit magh. Adapun penyakit yang ditimbulkan dari jenis makanan bervariasi dan hampir sebagian besar penyakit disebabkan oleh jenis makanan yang dimakan.

Gambar 9 Jenis penyakit yang pernah diderita oleh masyarakat Cigeurut. Selain faktor makanan, kondisi lingkungan pun berperan dalam menciptakan stabilitas kesehatan. Lingkungan yang kotor menjadi sumber timbulnya penyakit. Lingkungan yang kotor identik dengan tempat pembuangan sampah serta saluran-saluran pembuangan kotoran. Masyarakat Cigeurut sebagian besar tidak memiliki WC atau tempat buang air besar. Hasil wawancara menunjukkan bahwa responden Cigeurut Kulon dan Wetan sebesar 60 % dan 93,3 % tidak memiliki WC. Masyarakat yang tidak memiliki WC memanfaatkan sungai atau biasa

disebut dengan istilah “lebak” sebagai tempat buang air besar, mencuci pakaian

dan piring, juga untuk mandi.

0 50 100 150

Demam Batuk Maagh Pilek Mencret Pegal linu Sakit kepala Luka Reumatik Masuk angin Sakit perut Kurang nafsu makan Cacingan Sakit pinggang Persentase Je n is pe n y a k it y a n g pe rn a h d id er it a m a sy a ra k a t Cigeurut wetan Cigeurut kulon


(43)

Gambar 10 Kondisi kamar mandi Gambar 11 Pemanfaatan sungai oleh

Cigeurut Kulon. masyarakat Cigeurut Wetan.

Masyarakat Cigeurut Kulon yang tidak memiliki WC, sebagian besar masyarakat mempunyai kamar mandi yang hanya bisa digunakan untuk mandi, mencuci piring, dan terkadang digunakan untuk mencuci pakaian (Gambar 10). Sedangkan untuk masyarakat Cigeurut Kulon yang tidak memiliki WC, sebagian besar menggunakan sungai dan kamar mandi umum untuk melakukan kegiatan mandi, mencuci piring, dan pakaian (Gambar 11).

5.2 Potensi Tumbuhan Pangan dan Obat di Kampung Cigeurut

Terdapat 251 spesies tumbuhan di Kampung Cigeurut yang terbagi ke dalam tumbuhan pangan dan tumbuhan obat, serta spesies yang memiliki fungsi keduanya. Tumbuhan pangan ditemukan sebanyak 50 spesies, tumbuhan obat 141 spesies, dan sisanya sebanyak 60 spesies termasuk ke dalam tumbuhan yang memiliki dua fungsi baik untuk tumbuhan pangan ataupun untuk tumbuhan obat.

5.2.1 Potensi tumbuhan pangan

Berdasarkan hasil observasi tumbuhan pangan di Kampung Cigeurut Kulon dan Wetan, ditemukan sebanyak 110 spesies. Kampung Cigeurut Kulon memiliki jumlah spesies tumbuhan penghasil pangan lebih banyak yaitu sebanyak 106 spesies dari 43 famili dibandingkan dengan Kampung Cigeurut Wetan 103 spesies dari 42 famili. Hal tersebut dipengaruhi oleh luasan tutupan ruang terbuka hijau serta banyaknya tumbuhan obat yang dibudidayakan. Lahan pekarangan, kebun, dan sawah menjadi tempat budidaya beberapa spesies tumbuhan penghasil pangan. Spesies tumbuhan penghasil pangan banyak ditemukan di lahan perkebunan dan pekarangan.


(44)

Spesies tumbuhan pangan yang terdapat di Kampung Cigeurut digolongkan ke dalam 44 famili. Famili Musaceae, Fabaceae, dan Solanaceae adalah famili dengan jumlah spesies terbanyak ditemukan yaitu masing-masing sebanyak 15, 9, dan 8 spesies. Famili Musaceae atau pisang-pisangan ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dan menjadi komoditas utama dalam menyuplai kebutuhan buah desa cipakem. Selain spesiesnya yang beranekaragam, jumlahnya di alam pun melimpah. Sedangkan untuk famili Fabaceae dan Solanaceae merupakan famili yang memiliki spesies yang digunakan oleh masyarakat sebagai bahan makanan sehari-hari.

Tabel 6 Klasifikasi tumbuhan pangan berdasarkan famili.

No Nama Famili Jumlah Spesies Persentase (%)

1 Musaceae 15 13.64

2 Fabaceae 9 8.18

3 Solanaceae 8 7.27

4 Zingiberaceae 6 5.45

5 Euphorbiaceae 5 4.55

6 Poaceae 5 4.55

7 Rutaceae 4 3.64

8 Anacardiaceae 4 3.64

9 Arecaceae 4 3.64

10 Famili lainnya (35 famili) 50 45.45

Tumbuhan pangan banyak ditemukan di kebun sebanyak 38 %, hutan 26 %, pekarangan dan sawah 14 %, dan areal pemakaman 8 %. Hal tersebut diakibatkan banyaknya tumbuhan yang dibudidayakan di lahan mereka. Areal kebun dan sawah milik masyarakat sebagian besar ditanami dengan spesies tumbuhan pangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Gambar 12).

Gambar 12 Tipe habitat tumbuhan pangan.

26%

38% 8%

14%

14%


(45)

Sumarnie et al. (1993) menyatakan bahwa di daerah pedesaan, fungsi pekarangan adalah sebagai penghasil bahan makanan, tambahan pendapatan sehari-hari. Selain itu juga pekarangan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber obat-obatan. Adapun spesies tumbuhan pangan yang masih liar atau belum dibudidayakan, masyarakat mengambilnya dari hutan.

Potensi tumbuhan pangan berdasarkan habitus atau perawakannya dikelompokkan menjadi 8 kelompok habitus yang meliputi herba, herba merambat, semak, semak merambat, perdu, pohon, bambu, dan palem. Kelompok habitus tertinggi yaitu habitus herba sebanyak 45 spesies atau sebesar 40,91 %, pohon sebesar 24,55 %, semak 15,45 %, herba merambat 9,09 %, perdu 6,36 %, palem 1,82 %, semak merambat 0,91 %, dan bambu 0,91 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa tumbuhan yang memiliki habitus herba memiliki tingkat keanekaragaman spesies yang tinggi. Tumbuhan dengan habitus herba memiliki tingkat pertumbuhan yang cepat serta masa umur pendek. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlu dilakukan budidaya secara rutin agar dapat dimanfaatkan secara lestari. Berbeda halnya dengan habitus pohon, masa tumbuh pohon memerlukan waktu yang lama untuk mencapai tingkat pohon.

Gambar 13 Klasifikasi tumbuhan pangan berdasarkan habitus.

Potensi tumbuhan pangan di Kampung Cigeurut berdasarkan Kartikawati (2004) dikelompokkan menjadi 4 jenis pangan yang meliputi sebagai penghasil buah-buahan, sayur-sayuran, karbohidrat, serta sebagai bahan baku minuman (Tabel 7). Tumbuhan penghasil sayur-sayuran memiliki jumlah spesies tertinggi yaitu

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Jum

la

h


(46)

sebanyak 52 spesies atau 45,61 %, kemudian tumbuhan penghasil buah-buahan sebesar 39,47 %, tumbuhan penghasil karbohidrat 8,77 %, dan tumbuhan sebagai bahan baku minuman sebesar 7,14 %. Tumbuhan penghasil buah sebagian besar merupakan tumbuhan yang dapat dipanen secara berkala setiap berbuah. Akan tetapi untuk mendapatkan buah pada musim berbuah, membutuhkan waktu yang lama antara jarak penanaman sampai tumbuhan tersebut berbuah. Keanekaragaman jenis manfaat dari spesies tumbuhan pangan yang terdapat di Kampung Cigeurut memudahkan masyarakat untuk melakukan diversifikasi konsumsi pangan. Selain itu, kebutuhan gizi masyarakat akan terpenuhi jika manfaat dari spesies tumbuhan pangan dimanfaatkan secara optimal.

Tabel 7 Pengelompokkan spesies tumbuhan pangan berdasarkan manfaat

No Manfaat Jumlah spesies Contoh spesies

1 Sayur 52 Takokak, katuk, labu siam, pare, kukuk

2 Buah 45 Pisang, jambu biji, jeruk bali, rambutan

3 Karbohidrat 10 Padi, jagung, talas, suweg, singkong

4 Minuman 7 Kopi, cincau, kelapa

Almatsier (2006) menyatakan bahwa makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Zat-zat esensial yang diperlukan tubuh meliputi karbohidrat, protein, mineral, dan vitamin. Upaya mencapai status gizi masyarakat yang baik dimulai dengan penyediaan pangan yang cukup. Masyarakat Kampung Cigeurut secara umum sudah memenuhi standar gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Hal tersebut dilihat dari beragamnya tumbuhan penghasil karbohidrat, protein, dan vitamin. Sumber karbohidrat diperoleh masyarakat dari nasi, sedangkan sumber protein masyarakat memperoleh dari sayur-sayuran terutama dari jenis kacang-kacangan. Sedangkan sumber vitamin dapat diperoleh dari buah-buahan dan sayur-sayuran. Pemanfaatan bagian tumbuhan pangan dikelompokkan menjadi 8 bagian tumbuhan yang meliputi air, batang, umbi, buah, bunga, daun, biji, dan rimpang. Pemanfaatan terbesar sebagai bahan pangan adalah buah sebesar 56 %, daun 21 %, umbi 8 %, dan lain-lain (Gambar 14).


(47)

Gambar 14 Bagian tumbuhan pangan yang dimanfaatkan.

Masyarakat Kampung Cigeurut memanfaatkan bagian buah dari tumbuhan pangan untuk dikonsumsi langsung seperti buah-buahan ataupun sebagai bahan sayuran. Tumbuhan pangan yang terdapat di Kampung Cigeurut menurut status budidayanya tergolong ke dalam tumbuhan yang dibudidayakan dan tumbuhan liar atau yang belum dibudidayakan. Tumbuhan pangan di Kampung Cigeurut sebagian besar adalah tumbuhan hasil budidaya yaitu sebesar 78%, dan sisanya yaitu 22 % adalah tumbuhan liar yang belum dibudidayakan oleh masyarakat.

Gambar 15 Status budidaya tumbuhan pangan.

Pengambilan tumbuhan pangan non budidaya atau liar dilakukan oleh masyarakat jika persediaan bahan pangan hasil budidaya tidak mencukupi. Spesies liar yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan makanan diantaranya adalah genjer dan eceng yang tumbuh liar di sawah (Gambar 16 & 17).

3% 1%

8%

56% 2%

21% 5%4%

air batang umbi buah bunga daun biji rimpang

Budidaya 78% Liar


(48)

Gambar 16 Genjer. Gambar 17 Tumbuhan budidaya. Tumbuhan pangan yang dibudidayakan oleh masyarakat adalah tumbuhan yang sering dikonsumsi. Pekarangan rumah menjadi tempat untuk membudidayakan tumbuhan yang sering dimanfaatkan masyarakat. Tumbuhan tersebut meliputi katuk, singkong, pisang, cabe, bawang, dan lain-lain.

5.2.2 Potensi tumbuhan obat

Berdasarkan hasil observasi lapang di Kampung Cigeurut, ditemukan tumbuhan obat sebanyak 201 spesies dari 65 famili. Kampung Cigeurut Kulon memiliki jumlah spesies yang lebih banyak yaitu sebanyak 198 spesies dibandingkan Kampung Cigeurut Wetan sebanyak 185 spesies. Sebagian besar memiliki banyak persamaan spesies antara Kampung Cigeurut Kulon dan Cigeurut Wetan. Hal tersebut diakibatkan lokasinya yang bersampingan, namun dipisahkan oleh sawah, hutan, dan pemakaman.

Jika dibandingkan potensi tumbuhan obat antara Kampung Cigeurut dengan tempat lain, maka Kampung Cigeurut memiliki potensi yang tinggi. Ditemukan 201 spesies tumbuhan obat di Kampung Cigeurut yang meliputi 2 RT. Sedangkan penelitian Rosmiati (2010) di Kampung Gunung Leutik ditemukan sebanyak 216 spesies dari 70 famili. Penelitian tersebut dilakukan di 6 RT.

Potensi tumbuhan obat Kampung Cigeurut dikelompokkan berdasarkan familinya menjadi 65 famili. Famili tertinggi yang terdapat di Cigeurut adalah famili Asteraceae dengan jumlah 18 spesies, kemudian famili Euphorbiaceae 16 spesies, Fabaceae 12 spesies, Zingiberaceae 11 spesies, dan sebagainya (Tabel 8).


(49)

Tabel 8 Pengelompokkan tumbuhan obat berdasarkan famili

No Famili Jumlah spesies

1 Asteraceae 18

2 Euphorbiaceae 16

3 Fabaceae 12

4 Zingiberaceae 11

5 Lamiaceae 7

6 Solanaceae 7

7 Apocynaceae 6

8 Araceae 6

9 Malvaceae 6

10 Cucurbitaceae 5

11 Piperaceae 5

12 Liliaceae 5

13 Moraceae 5

14 Famili lain (52 famili) 92

Tumbuhan obat Kampung Cigeurut sebagian besar ditemukan di Kebun sebanyak 32 %, 26 % dari Pekarangan, 21 % dari Hutan, 15 % dari Sawah, dan 6 % dari areal Pemakaman. Hal tersebut menunjukkan bahwa tumbuhan obat dapat diperoleh dari lahan masyarakat.

Gambar 18 Tipe habitat tumbuhan obat.

Potensi tumbuhan obat Cigeurut berdasarkan bagian tumbuhan yang dimanfaatkan, dikelompokkan menjadi 16 bagian yang digunakan. Daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan yaitu sebanyak 114 spesies tumbuhan obat. Bagian tumbuhan lainnya meliputi buah sebanyak 47 spesies, akar sebanyak 38 spesies, herba 32 spesies, dan sebagainya (Tabel 9).

21%

32%

6% 26%

15%


(1)

92 Lampiran 8 (Lanjutan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Bagian yang

digunaan Habitus

Tipologi habitat

Lokasi

Status budidaya Cigeurut

kulon

Cigeurut wetan 161 Karastulang

Chloranthus elatior R.Br.ex

Link Chloranthaceae daun semak hu v Liar

162 Kilaja

Fissistigma latifolium (Dun.)

Merr Annonaceae daun pohon hu v Liar

163 Lame hideung Alstonia angustiloba Miq. Apocynaceae kulit batang, batang pohon hu v v Liar

164 Kasisigan Hiptis capitata Jack Lamiaceae daun herba hu v Liar

165

Nampong/ kirinyuh

Eupatorium inulifolium

Kunth Asteraceae herba herba ke, sa, hu v v Liar

166 Lada Piper nigrum L. Piperaceae buah, daun

herba

merambat ke, pe, hu v v Budidaya 167 kapuk Ceiba pentandra L. Gaertn Bombacaceae daun pohon ke, hu v v Budidaya

168 Bunut Ficus virens W.A.T. Moraceae buah pohon ke, hu v Liar

169 Walangi Eryngium foetidum L. Apiaceae daun herba ke, pe, hu v v Liar

170 Kecebreng Cassia sp. Fabaceae daun perdu ke, hu v v Liar

171

Tawulu minyak

Stephanica japonica (Thunb.) Miers

Menispermacea

e daun

herba

merambat ke, hu v v Liar

172 Jelebud Blumea balsamifera DC. Asteraceae daun herba ke, pe, hu v v Liar 173 Kamoyeyen Erigeron sumatrensis Retz. Asteraceae daun herba ke, pe, hu v v Liar 174 Temu kunci

Boesenbergia pandurata

(Roxb.) Schlechter. Zingiberaceae rimpang herba ke, pe, sa v v Budidaya

175 Bawang merah Allium cepa L. Liliaceae umbi herba sa, pe v v Budidaya

176 Mentimun Cucumis sativus L. Cucurbitaceae

buah, batang, daun, biji, akar

herba

merambat sa, pe v v Budidaya

177 Daun dewa

Gynura segetum (Lour.)


(2)

93 Lampiran 8 (Lanjutan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Bagian yang

digunaan Habitus

Tipologi habitat

Lokasi

Status budidaya Cigeurut

kulon

Cigeurut wetan 178 Rambutan Nephelium lappaceum L. Sapindaceae

kulit buah, kulit kayu,

daun, biji, akar pohon ke, pe v v Budidaya

179 Kelor Moringa oleifera Lamk. Moringaceae daun perdu ke, hu v v Liar

180 Jalantir Erigeron sumatrensis Retz. Asteraceae daun herba ke, pe v v Liar 181

Kimanila/

ketepeng cina Cassia alata L.

Caesalpiniacea

e daun perdu ke, pe, hu v v Liar

182 Kihiang/ weru Albizzia procera (Roxb.) Benth Mimosaceae daun pohon ke, hu v v Liar 183

Manoa/ buah

nona Annona reticulata L. Annonaceae buah pohon hu v Liar

184 Kayu rapet

Parameria laevigata (Juss.)

Moldenke. Apocynaceae daun perdu hu v Liar

185 Cengkeh

Syzigium aromaticum (Linn.)

Merr. Myrtaceae bunga pohon ke, pe, hu v v Budidaya

186 Ekor kucing Acalypha hispida Burm. f. Euphorbiaceae bunga, daun semak pe v v Liar 187 Jambu monyet Anacardium occidentale L. Anacardiaceae daun, kulit batang pohon ke, pe v v Liar 188

Bunga

matahari Helianthus annuus L. Asteraceae herba semak pe v v Budidaya

189 Buni Antidesma bunius (L.) Spreng. Euphorbiaceae daun, ranting, buah pohon ke v v Liar 190 Cabai merah Capsicum annum L. Solanaceae buah, daun perdu sa, pe v v Budidaya 191 Kapas Gossypium herbaceum L. Malvaceae biji, akar, daun, buah perdu ke v v Liar 192 Selasih Ocimum basilicum L. Lamiaceae herba semak ke, pe, ma v v Budidaya 193 Seledri Apium graveolens L. Apiaceae batang, daun herba pe, sa v v Budidaya 194 Bunga kenop Gomphrena globase L.

Amaranthacea


(3)

94 Lampiran 8 (Lampiran)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Bagian yang

digunaan Habitus

Tipologi habitat

Lokasi

Status budidaya Cigeurut

kulon

Cigeurut wetan

195 Ajeran Bidens pilosa L. Asteraceae herba herba ke, sa v v Liar

196 Baru cina Artemisia vulgaris L. Asteraceae herba herba ke, pe v v Liar

197 Kelor Moringa oleifera Lam Moringaceae daun perdu ke, hu v v Liar

198 Sawo Manilkara kauki Dub Sapotaceae buah pohon ke, pe v v Budidaya

199 Apolo cf. Plectranthus Lamiaceae herba herba ke, pe v v Liar

200 Kikandel

Hoya macrophylla

Blume Asclepiadaceae daun liana pe, ke, hu v Liar

201 Temulawak

Curcuma xanthorrhiza

Roxb. Zingiberaceae rimpang herba ke v v Budidaya

Keterangan :


(4)

95

Lampiran 9 Panduan kuisioner masyarakat Kampung Cigeurut Desa Cipakem

A.Data Keluarga

Nama Kepala Keluarga :

Umur :

Jenis kelamin :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Jumlah anggota keluarga : B.Penggunaan Pangan

1. Luas lahan yang dimiliki dan jenis tanaman yang ditanam di lahan? a. Sawah :

b. Kebun : c. Pekarangan :

2. Apa makanan pokok yang dimakan setiap hari? a. Sumber karbohidrat :

b. Sumber protein nabati : c. Sumber protein hewani : d. Jenis buah-buahan : 3. Berapa kali makan dalam sehari : 4. Berapa kebutuhan pangan per hari?

... 5. Dari mana Saudara mendapatkan makanan tersebut?

a. Hutan b. Ladang c. Beli d. Lainnya... 6. Jika beli, berapa biaya yang dikeluarkan untuk makan sehari?

a. 10.000-15.000 b. 15.000-25.000 c. 25.000-40.000 7. Jenis tumbuhan apa yang Saudara ketahui dapat dimakan?

... ... 8. Jenis makanan apa yang digunakan sebagai makanan adat?


(5)

96

C.Penggunaan Tumbuhan Obat

1. Apakah saudara tahu bahwa ada jenis tumbuhan hutan yang dapat dipakai untuk obat?

a. Sangat mengetahui b. Kurang tahu c. Tidak tahu 2. Pengetahuan tentang tumbuhan obat, pertama kali tahu dari siapa?

a. Turun temurun b. Tetangga/ dukun c. Informasi media

3. Apakah saudara pernah menggunakan tumbuhan obat untuk pengobatan dan memelihara kesehatan?

a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak

4. Apakah saudara membuat ramuan obat sendiri?

a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak

5. Biasanya dalam memakai obat trdisional, menurut saudara bagaimana khasiat obat tersebut?

a. Sangat manjur b. Kurang manjur c. Tidak manjur 6. Jenis penyakit apa saja yang sering diderita masyarakat dan jenis

tumbuhan obat apa saja yang sering digunakan?

No Jenis penyakit

Jenis tumbuhan

obat

Bagian tumbuhan

yang diambil

Khasiat Habitus Cara penggunaan

Sumber tumbuhan

obat

7. Jika tidak menggunakan tumbuhan obat, apakah saudara juga menggunakan jasa medis atau obat yang dikemas pabrik dan dijual secara umum?

a. Tidak b. Kadang-kadang c. Ya

8. Jika ya, apakah karena dengan menggunakan jasa medis atau obat yang dijual secara umum lebih praktis?

a. Tidak b. Kadang-kadang c. Ya

9. Apakah saat sekarang saudara membudidayakan tumbuhan obat?


(6)

97

10.Untuk menghindari kerusakan/ kepunahan jenis tumbuhan obat, bila dianjurkan budidaya tanaman obat apakah saudara berkeinginan untuk membudidayakannya?

a. Ya b. Tidak tahu c. Tidak

11.Apakah ada tumbuhan obat yang digunakan untuk upacara adat? (Ya/ Tidak). Jika ada sebutkan jenisnya……….

12.Saudara memperoleh tumbuhan obat dari mana?

a. Hutan b. Pekarangan c. Bekas ladang d. Lainnya... 13.Masyarakat desa sini kalau sakit berobat kemana?

a. Dukun/ tabib c. Beli obat warung

b. Puskesmas d. ………..

14.Jenis tumbuhan obat manakah yang sering digunakan dalam pengobatan dan memelihara kesehatan? Alasan……….

D.Kearifan Lokal

1. Apakah dalam pemanfaatan tumbuhan untuk pangan dan obat-obatan ada aturan-aturan yang dipegang?

a. Ada b. Tidak

2. Kalau ada, apa saja?

a. ... b. ... c. ... 3. Adakah aturan-aturan dalam budidaya tumbuhan pangan dan obat?

a. ... b. ... c. ... 4. Mengapa Saudara melakukan budidaya tumbuhan pangan dan tumbuhan

obat?

... ...