51.6 46.6 Kualitas fisika kimia air

Pestisida yang disemprotkan dan yang sudah berada di dalam tanah dapat terbawa oleh air hujan atau aliran permukaan sampai ke badan air penerima, berupa sungai dan sumur. Beberapa penelitian mengenai kualitas air yang menekankan pada aspek pestisida ditemukan residu pestisida di irigasi daerah Sukapura Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung, pestisida golongan organofosfat jenis metamidofos, fenitrotion, dan satu jenis dari golongan organoklorin yaitu alpha – BHC Mulyatna 1993. Hal ini tentunya berbahaya karena residu pestisida tersebut dapat masuk ke dalam tanaman pertanian misalnya padi yang menggunakan air irigasi tersebut. Dan di samping itu juga dapat merusak ekosistem perairan. Toksisitas Insektisida Insektisida banyak digunakan oleh para petani karena sangat efektif membasmi hama, oleh adanya racun yang dapat menghambat aktivitas impuls saraf. Pestisida ini sering digunakan karena penggunaannya yang dekat sebelum atau sesudah panen produk pertanian, sehingga dapat menyebabkan asupan terhadap bahan makanan. Potensi adanya sejumlah besar pestisida masuk ke perairan bisa secara langsung seperti kegiatan membasmi nyamuk, organisme yang tidak diinginkan, dan serangga lainnya, atau tidak langsung terutama yang berasal dari saluran lahan pertanian Rompas 2010. Semua jenis insektisida baik organoklorin, organofosfat, karbamat dan piretroid adalah racun saraf. Hal ini dapat terjadi pada saraf perifer dan atau pada sistem saraf pusat melalui mekanisme yang berbeda. Jenis insektisida organofosfat dan karbamat disebut sebagai insektisida antikolinesterase karena keduanya mempunyai efek yang sama dalam system saraf perifer dan pusat, walaupun masing-masing mempunyai ikatan dan struktur kima yang berbeda Soemirat 2003. Toksisitas insektisida terhadap organisme tertentu juga dinyatakan dalam nilai Lethal Dose LD 50 , yaitu, menunjukan dosis racun yang dapat mematikan 50 persen dari populasi hewan percobaan. Insektisida ini dapat diklasifikasikan atas dasar LD 50 . Beberapa metode pengujian toksisitas telah dilakukan untuk mengetahui tingkat respon suatu organisme terhadap suatu pestisida, sebagai cara untuk menetapkan daya racun dan pengaruh bahan kimia terhadap suatu organisme hidup EPA, 1985. APHA, AWWA dan WPCF 1985 menggolongkan uji toksisitas berdasarkan waktu, yaitu : a jangka pendek 24-96 jam, b jangka menengah 10-30 hari, dan c jangka panjang sebagian atau seluruh siklus hidup suatu organisme. Abel 1989 dan CEA 1992 membedakan pengaruh bahan toksik, termasuk pestisida, terhadap organisme ke dalam empat kategori, yaitu : 1. Toksisitas letal, yaitu daya racun yang menyebabkan kematian pada organisme uji; 2 toksisitas subletal, yaitu daya racun tidak menyebabkan kematian secara langsung pada organisme, tetapi menyebabkan gangguan pertumbuhan, reproduksi, kebiasaan makan dan pada akhirnya akan mengalami kematian; 3 toksisitas akut, yaitu daya racun yang bereaksi dalam waktu yang relatif singkat dan cepat, hanya dalam beberap hari; 4 toksisitas kronis, yaitu daya racun yang bereaksi pada periode yang lebih lama, yang berlangsung dalam beberapa minggu atau bulan. Penyerapan, Eliminasi dan Persistensi Pestisida Beberapa bahan kimia yang digunakan dalam akukultur dapat terurai dengan cepat di dalam air, sebagai contoh ; diclorvos pestisida pada air laut waktu paruhnya berkisar antara 100-200 jam tergantung pH air laut. Bioakumulasi adalah pengambilan bahan kimia biasanya yang tidak esensial dari lingkungan melalui beberapa atau semua jalur yang memungkinkan respirasi, pakan, kulit dari beberapa sumber dalam lingkungan akuatik air, suspense, koloid atau partikulat organic karbon, sedimen, organisme lain dimana bahan kimia tersebut tersedia. Sedangkan eliminasi merupakan proses pengurangan atau kehilangan suatu bahan aktif dari suatu organisme melalui mekanisme perpindahan aktif atau pasif termasuk difusi dan transformasi metabolik. Respon farmakodinamik oleh organismedapat menyerap suatu zat asing merupakan suatu fungsi konsentrasi steady- state dari bahan aktif secara biologi pada jaringan sasaran yang diperkirakan dalam keseimbangan dengan sirkulasi secara teratur. Perubahan konsentrasi secara teratur ditetapkan melalui laju absorpsi relative dan eliminasi, dimana laju absorpsi dipengaruhi oleh jalur pengambilannya Wallace 1992. Pengambilan pestisida oleh hewan air dapat melalui: a pengambilan pakan yang terkontaminasi, b pengambilan air yang melewati membrane insang, c difusi kutikula, dan d penyerapan langsung dari sedimen Connel dan Miller 1995. Pestisida disebarkan ke jaringan tubuh melalui system peredaran darah dan limpa dalam hewan bertulang belakang. Pada serangga pergerakan pestisida dapat melalui hemolimfa melewati membran. Biokonsentrasi merupakan suatu bagian dari akumulasi dimana bahan terlarut secara selektif diambil dari air dan dikonsentrasikan ke dalam jaringan. Secara khusus biokonsentrasi diaplikasikan pada konsentrasi suatu material dari air ke dalam ikan Manahan 1992. Rasio antara konsentrasi dalam jaringan organisme dengan konsentrasi dalam air dikenal dengan bioconcentration factor BCF. BCF merupakan suatu istilah untuk menggambarkan kadar suatu bahan kimia yang dapat terkonsentrasi dalam suatu jaringan organisme pada suatu lingkungan perairan sebagai hasil pemaparan bahan kimia tersebut dalam air. Nilai BCF pada kondisi steady-state selama fase penyerapan adalah tingkat konsentrasi dalam suatu atau beberapa jaringan organisme perairan yang terpapar dibagi dengan rata-rata konsentrasi bahan kimia dalam air selama pengujian Rand and Petrocelli 1985 dalam Pong-Masak 2003. Sedangkan keadaan steady-state adalah suatu kondisi dimana jumlah bahan uji yang diserap dan didepurasi per satuan waktu seimbang pada suatu konsentarsi bahan yang diberikan dalam air. Waktu paruh merupakan suatu ukuran terhadap persistensi suatu bahan kimia. Waktu paruh suatu substansi adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu substansi untuk meurunkan setengah dari konsentrasi awalnya. Secara umum semakin lama waktu paruh maka semakin berpotensi berpindah karena akan berada dalam lingkungan dalam waktu yang lama. Walaupun demikian waktu paruh bukanlah suatu factor yang mutlak, dimana tekstur tanah, suhu, kandungan oksigen, populasi mikroorganisme, pH tanah, photodegradasi dan faktor lain dapat menyebabkan waktu paruh bervariasi pada suatu substansi Schnoor, 1992. Menurut Tarumingkeng 1992 dinamika pestisida dalam ekosistem lingkungan dikenal istilah residu. istilah residu tidak sinonim dengan arti deposit. Deposit ialah bahan kimia pestisida yang terdapat pada suatu permukaan pada saat segera setelah penyemprotan atau aplikasi pestisida, sedangkan residu ialah bahan kimia pestisida yang terdapat di atas atau di dalam suatu benda dengan implikasi penuaan aging, perubahan alteration atau kedua-duanya. Residu dapat hilang atau terurai dan proses ini kadang-kadang berlangsung dengan derajat yang konstan. Faktor-faktor yang mempengaruhi ialah penguapan, pencucian, pelapukan weathering, degradasi enzimatik dan translokasi. Dalam jumlah yang sedikit skala ppm, pestisida dalam tanaman hilang sama sekali karena proses pertumbuhan tanaman itu sendiri. Seperti halnya reaksi-reaksi kimia lain, penghilangan residu pestisida mengikuti hukum kinetika pertama, yakni derajatkecepatan menghilangnya pestisida berhubungan dengan banyaknya pestisida yang diaplikasi deposit. Dinamika pestisida di alam akan mengalami dua tahapan reaksi, yakni proses menghilangnya residu berlangsung cepat proses desipasi, atau sebaliknya proses menghilangnya residu berlangsung lambat proses persistensi. Terjadinya dua proses ini disebabkan karena deposit dapat diserap dan dipindahkan ke tempat lain sehingga terhindar dari pengrusakan di tempat semula. Terhindarnya insektisida yang ditranslokasikan dari proses pengrusakan dimungkinkan oleh faktor-faktor lingkungan yang kurang merusak sehingga terjadi proses penyimpanan residu persisten. Kemungkinan lain adalah pestisida akan bereaksi dan mengalami degradasi sehingga hilangnya residu berlangsung cepat. Insektisida organofosfat yang diaplikasikan langsung dalam budidaya perairan dapat menghilang dengan sangat cepat dari kolom air melalui penguraian ke dalam fase sedimen atau melalui penguapan, fotodegradasi, hidrolisis, dan degradasi microbial. Waktu paruh dalam perairan alami umumnya lebih pendek yaitu kurang dari 2 hari Chambers and Levi 1992. Keberadaa malathion di lingkungan perairan anaerob tampaknya menjadi singkat, pada sebuah studi menghasilkanwaktu paruh 2,5 hari sedimen pH 7,8, pH air 8.7. Sedangkan degradasi aerobik pada air mengalir dan air tergenang sangat tergantung pada kondisi fisik dan biokimia lokal. Degradasi terjadi melalui jalur biodegradasi dan hidrolisis dan tergantung pada tipe tanah dan pH. Satu studi mencatat bahwa di dalam air sungai, 75 dan 90 dari malathion telah terdegradasi masing-masing dalam satu minggu dan dua minggu. Studi lain menemukan bahwa paruh malathion bervariasi dari 0,5 hari menjadi 10 hari berdasarkan pH di kolam, danau, sungai dan badan air lainnya EPA 2004. Kualitas Air Toksisitas pestisida dalam air akan meningkat dengan berkurangnya konsentrasi oksigen. Hal ini tejadi karena peningkatan tingkat respirasi, sehingga racun yang terpapar pada tubuh ikan akan semakin besar Mason 1992. Penurunan konsentrasi oksigen dan peningkatan konsentarsi karbondioksida dapat menyebabkan stres pada ikan sehingga ketahanan ikan terhadap pestisida akan menurun, akibatnya akan mempengaruhi toksisitas pestisida terhadap ikan Arianti 2002. Rendahnya oksigen terlarut dalam tubu ikan akan meningkatkan toksisitas pestisida terhadap ikan. Boyd 1990 mengemukakan bahwa keberadaan amonia akan mereduksi masuknya oksigen ke dalam tubuh ikan, hal ini disebabkan insangnya yang rusak. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam 2 tahap yaitu uji, tahap I penelitian pendahuluan yang terdiri dari uji nilai kisaran dan uji toksisitas akut. Tahap II penelitian inti terdiri dari biokonsentrasi dan bioeliminasi malathion pada juvenil bandeng. Persiapan Penelitian Akuarium yang akan digunakan sebelumnya dicuci bersih dan diberi desinfektan. Selanjutnya akuarium diisi dengan air dan diaerasi selama seminggu agar oksigennya jenuh. Sebelum dilakukan uji pendahuluan, terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi pada ikan yang akan diuji. Aklimatisasi ini dilakukan selama seminggu yang bertujuan untuk membiasakan ikan agar dapat hidup dalam suasana laboratorium.. Sebelumnya juvenil bandeng diaklimasi pada salinitas 15 ppt selama 5 hari. Untuk mendapatkan salinitas yang sesuai dengan perlakuan yaitu 10 ppt, maka dilakukan penurunan salinitas 1 ppt per hari secara bertahap agar ikan tidak stres. Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Uji pendahuluan ini adalah uji nilai kisaran range finding test malation yang bertujuan untuk menentukan ambang batas atas N dan ambang batas bawah n yang akan digunakan diuji toksisitas akut. Uji tahap ini dilakukan selama 48 jam. Konsentrasi ambang batas atas adalah konsentrasi terendah dari bahan uji yang dapat menyebabkan semua ikan uji mati pada waktu pemaparan 24 jam. Sedangkan konsentrasi ambang batas bawah adalah kosentrasi tertinggi dari bahan uji yang dapat menyebabkan semua hewan uji hidup setelah pemaparan 48 jam. Waktu dan Tempat Penelitian pendahuluan tahap I dilakukan di Labortorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Uji nilai kisaran ini dilakukan selama 48 jam. Alat dan Bahan Wadah Percobaan Wadah yang digunakan adalah akuarium yang berukuran 30 x 30 x 30 cm 3 sebanyak 15 unit yang diisi air sebanyak 20 liter. Media Percobaan Media percobaan yang digunakan adalah air bersalinitas 10 ppt, sebelum digunakan air tersebut diendapkan dan diaerasi selama 24 jam agar oksigen jenuh. Bahan Uji Pada uji nilai kisaran ikan yang digunakan adalah juvenil ikan bandeng berukuran 7 – 8 cm dan bobot 2- 3 gram sebanyak 150 ekor dengan padat tebar 10 ekorakuarium. Sedangkan bahan uji yang digunakan adalah insektisida malathion 95 dengan penentuan konsentrasi menggunakan deret angka Lampiran 1 yaitu A 0 mgl, B 0,002 mgl, C 0,004 mgl, D 0,008 mgl, E 0,016 mgl dengan 3 ulangan tiap perlakuan. Perhitungan konsentrasi larutan uji mengacu pada persamaan : V 1 N 1 = V 2 N Keterangan : 2 N 1 N : Konsentrasi malathion dalam larutan stok mgl 2 V : Volume larutan stok yang akan diambil ml 1 V : Konsentrasi malathion yang diinginkan dalam media air mgl 2 : Volume media air penelitian yang diinginkan ml Parameter Pengamatan Selama uji nilai kisaran dilakukan, setiap unit akuarium diberi aerasi, namun tidak dilakukan pergantian air dan pemberian pakan. Parameter yang diukur pada uji ini adalah mortalitas ikan yang dihitung pada jam ke- 0, 6, 12, 18, 24, 36 dan 48. Uji Toksisitas Akut Penelitian pendahuluan tahap II adalah melakukan untuk mengetahui toksisitas akut insektisida malathion yang dinyatakan dengan LC 50 . Nilai LC 50 Waktu dan Tempat yang dilihat adalah nilai yang dapat mematikan ikan pada jam ke 48 dan jam ke 96. Penelitian pendahuluan tahap II ini dilakukan di Labortorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Uji nilai kisaran ini dilakukan selama 96 jam 4 hari. Alat dan Bahan Wadah Percobaan Wadah yang digunakan adalah akuarium yang berukuran 30 x 30 x 30 cm 3 sebanyak 15 unit yang diisi air sebanyak 20 liter. Media Percobaan Media percobaan yang digunakan adalah air bersalinitas 10 ppt, sebelum digunakan air tersebut diendapkan dan diaerasi selama 24 jam agar oksigen jenuh. Bahan Uji Pada uji nilai kisaran ikan yang digunakan adalah juvenil ikan bandeng berukuran 7 – 8 cm dan bobot 2- 3 gram sebanyak 150 ekor dengan padat tebar 10 ekorakuarium. Sedangkan bahan uji yang digunakan adalah insektisida malathion 95. Dari uji nilai kisaran didapatkan nilai ambang batas atas N adalah 0.004 mgl dan nilai ambang batas bawah n adalah 0.002 mgl. Nilai ini selanjutnya dimasukan ke dalam rumus menurut Wardoyo 1997, sehinhgga didapatkan konsentrasi yang akan digunakan dalam uji toksisitas. Perhitungan kisaran konsentrasi yang digunakan dalam uji toksisitas dihitung berdasarkan rumus berikut: Log Nn = k log an an = ba = cb = dc = Nd Keterangan: N : Konsentrasi ambang atas n : Konsentrasi ambang bawah k : Jumlah konsentrasi yang diuji a,b,c,d : Konsentrasi yang diuji dengan nilai a sebagai konsentrasi terkecil Parameter Pengamatan Selama uji toksisitas akut dilakukan, setiap unit akuarium diberi aerasi namun tidak dilakukan pergantian air dan pemberian pakan. Parameter yang dilihat adalah mortalistas ikan yang dihitung pada jam ke- 0, 24, 48, 72 dan 96. Rancangan Percobaan Penelitian pendahuluan pada uji toksisitas akut terdiri atas 4 perlakuan dan 1 kontrol dengan 3 ulangan . Deret konsentrasinya adalah sebagai berikut Lampiran 1 : A : 0.00 mgl Kontrol B : 0.0024 mgl C : 0.0028 mgl D : 0.0034 mgl E : 0.0040 mgl Analisa Data Untuk dapat menetukan nilai konsentrasi LC 50 dilakukan analisa probit dengan SPSS 17. Analisa probit adalah suatu cara transformasi statistik dari data persentase kematian ke dalam varian yang disebut probit dan kemudian digunakan untuk menentukan fungsi regresi probit dengan log konsentrasi agar dapat mengestimasi LC 50 . Penelitian Inti Biokonsentrasi insektisida pada juvenil ikan bandeng Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi insektisida malathion terhadap laju bioakumulasi dan respon fisiologis dari juvenil bandeng akibat perlakuan yang diberikan. Waktu dan Tempat Penelitian inti dilakukan di Labortorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Uji nilai kisaran ini dilakukan selama 96 jam 4 hari. Penelitian inti ini dilakukan selama 30 hari. Alat dan Bahan Wadah Percobaan Wadah yang digunakan adalah akuarium yang berukuran 60 x 30 x 40 cm 3 sebanyak 12 unit . Masing-masing akuarium diisi air sebanyak 40 liter. Media Percobaan Media percobaan yang digunakan adalah air bersalinitas 10 ppt, sebelum digunakan air tersebut diendapkan dan diaerasi selama 24 jam agar oksigen jenuh. Bahan Uji Ikan yang digunakan adalah juvenil ikan bandeng berukuran 7 – 8 cm dan bobot 2 - 3 gram sebanyak 240 ekor dengan padat tebar 20 ekorakuarium. Sedangkan bahan uji yang digunakan adalah insektisida malathion dengan konsentrasi 10, 20 dan 30 dari LC 50 . Pakan Pakan yang digunakan adalah pakan komersil berupa pellet yang berkadar protein 38. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali sehari yaitu pada jam 08.00, 12.00 dan 16.00 wib. Rancangan Percobaan Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAK dengan mengaplikasikan 4 perlakuan 1 kontrol dan 3 ulangan. Konsentrasi insektisida malathion yang digunakan mengacu pada hasil penelitian pendahuluan. Satuan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut Lampiran 1 : A : 0 µ gl Kontrol B : 0.25 µ gl C : 0.5 µ gl D : 0.75 µ gl Bioeliminasi insektisida malathion pada juvenil ikan bandeng Uji bioeliminasi dilakukan setelah penyerapan insektisida malathion dalam tubuh juvenil ikan bandeng telah mencapai konsentrasi stabil yang diketahui dari hasil uji bioakumulasi. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Uji ini dilakukan selama 15 hari. Alat dan Bahan Wadah Percobaan Wadah yang digunakan adalah akuarium dengan ukuran 60 x 30 x 40 cm3 sebanyak 3 unit. Masing-masing akuarium diisi dengan air sebanyak 40 liter. Media Percobaan Media percobaan yang digunakan adalah air bersalinitas 10 ppt tanpa bahan uji insektisida malathion clean water. Sebelum digunakan air air tersebut diaerasi selama 24 jam agar oksigen jenuh. Bahan Uji Ikan yang digunakan adalah juvenil ikan bandeng pada perlakuan B 0.25 µ gl yang telah mencapai kondisi stabil pada uji biokonsentrasi. Ikan yang digunakan pada uji ini adalah sebanyak 20akuarium. Parameter Pengamatan Selama penelitian berlangsung, setiap unit akuarium diberi aerasi, pergantian air dilakukan setiap 24 jam dan diamati laju eliminasi pada pada juvenil bandeng. Parameter yang diukur adalah sampel ikan yang diambil pada hari ke- 5, 10 dan 15 setelah pemeliharaan. Metode dan Parameter Pengamatan Ikan uji diseleksi berdasarkan ukuran yang relatif homogen, dimasukan secara acak sebanyak 20 ekorakuarium. Selama penelitian berlangsung hewan uji diberi pakan secara atsatiation. Pergantian air dilakukan secara statis renewable. Formulasi media uji dilakukan dalam wadah tandon serat kaca bervolume 100 liter dengan proses pengenceran. Sampling ikan akan dilakukan pada jam ke : 0 awal, 6, 12, 24, 48, 96, 192, dan 264. Untuk kebutuhan analisis, sampel ikan diambil sebanyak 2 ekorakuarium dan air media sebanyak 100 mlakuarium. Sampel ikan dimasukan ke dalam kantong plastik klip, sedangkan air dengan botol sampel dikemas dalam kotak pendingin cool box dengan menggunakan es untuk pendingin. Selanjutnya dibawah ke laboratorium untuk dianalisis dengan menggunakan alat Kromatografi Gas. Pemanatauan kualitas air dilakukan secara berkala untuk menilai kelayakan media pemeliharaan terhadap kelangsungan hidup ikan serta melihat kemungkinan pengaruh insektisida malathion terhadap media air percobaan. Parameter kualitas air meliputi pH, salinitas, oksigen terlarut, diukur sebelum dan sesudah pergantian media air. Parameter yang diukur selama penelitian berlangsung adalah :

1. Biokonsentrasi insektisida malathion pada juvenil bandeng

Kandungan konsentrasi insektisida malathion dalam sampel daging dan air dihitung menggunakan petunjuk Komisi Pestisida 1997, dengan rumus sebagai berikut : mgkg residu = A x _C__ x __D__ x__F__ B E G Keterangan : A = Konsentrasi larutan standar µgmL B = Luas puncak standar mm C = Lebar puncak sampel mm D = Volume larutan standar yang diinjeksi µ L E = Volume larutan sampel yang diinjeksi µ L F = Volume pengenceran mL G = Bobot awal sampel analitik g. Perhitungan nilai biokonsentrasi faktor BCF berdasarkan laju penyerapan dan laju eliminasi pada kondisi steady state, menggunakan petunjuk Butte dalam Nagel and Loskill 1991; Montanes and Hattum 1995 dengan rumus : dCr = kuCw - kdCr dt ku = kdCr Cw kd = Ln Cn - Ln C12 t2 - t1 BCF = ku kd Keterangan : BCF = Biokonsentrasi factor ku = Laju penyerapan mgkgjam kd = Laju eliminasi mgkgjam Cf1 = Konsentrasi malathion dalam tubuh ikan bandeng pada awal pengamatan mgKg Cft = Konsentrasi malathion dalam tubuh ikan ikan bandeng pada t pengamatan mgkg Cw = Konsentrasi rataan malathion dalam air selama penyerapan mgl t = Waktu pengamatananalisis residu jam. 2. Bioeliminasi insektisida malathion pada juvenil ikan bandeng Pengujian bioeliminasi dimulai setelah penyerapan insektisida malathion dalam tubuhn juvenil ikan bandeng sudah mencapai konsentrasi stabil. Sebagai perlakuan adalah tingkat konsentrasi pada kondisi steady state. Ikan dipindahkan ke dalam akuarium kaca berisi 12 liter air tanpa bahan uji clean water, masing- masing 6 ekor per unit percobaan. Pengambilan sampel ikan sebanyak 2 ekor setiap unit percobaan kemudian dianalisa seperti prosedur pecobaan biokonsentrasi. Selama pemeliharaan, pergantian air dilakukan sebanyak 50 setiap hari, sedangkan pemberian pakan dilakukan 3 kali sehari serta pengamatan parameter kualitas air. Perhitungan nilai waktu paruh bahan uji dalam media percobaan dan dalam tubuh ikan bandeng pada interval analitik terjadinya penurunan eliminasi konsentrasi residu malathion. Pertama-tama dapat diplot dan dilanjutkan menurut petunjuk Mora 1996 dan Kennedy et al. 1998, sebagai berikut : C = Co . e - λt Keterangan : C = Konsentrasi malathion pada t hari setelah pemaparan mgl Co= Konsentrasi pada saat pemaparan awal mgl λ = Kecepatan penurunan perhari t = waktu hari Ketika terjadi penurunan separuh dari konsentrasi awal, perhitungan di atas mengikuti perhitungan sebagai berikut : ½ = e - λt -0,693 = - λt atau ln ½ = λt t½ = λ 0,693 Dengan : ½ = waktu paruh Apabila nilai ln C diplotkan terhadap t, maka λ akan didapat slope dari kurva : t 1 ,lnC 1 Ln C t 2 ,lnC 2 t hari Dengan : λ = ln C1 – ln C2 t2 - t1 Hasil perhitungan laju penyerapan, laju eliminasi dan biokonsentrasi rasio analisis sidik ragam RAL dan Uji BNT untuk menguji respon terhadap perlakuan dengan bantuan program statistic versi 3,0

3. Kondisi hematologi Gambaran darah

Pengamatan dan pengukuran gambaran darah ikan dilakukan sebanyak 3 kali selama penelitian berlangsung yaitu pada hari ke-0, 15 dan 30 Lampiran 4 terdiri atas : a. Haemoglobin dengan metode sahli dengan sahlinometer Wedemeyer dan Yasutake 1977 b. Hematokrit Anderson dan Siwichki 1993 Hematokrit = Volume sel darah Total volume darah x 100 c. Jumlah eritrosit Blaxhall dan Daisley 1973 Σ eritrosit = Σ sel terhitung x 10 4 selmm 3 d. Jumlah leukosit Blaxhall dan Daisley 1973 Σ Leukosit = Σ sel terhitung x 50 selmm

4. Kelangsungan hidup SR

3 Tingkat kelulusan hidup ikan Bandeng dihitung dengan rumus sebagai berikut: SR = Nt No x 100 Keterangan: SR : Tingkat kelangsungan hidup Nt : Jumlah ikan yang hidup pada waktu t No : Jumlah ikan yang hidup pada awal penelitian

5. Pertumbuhan GR

Laju pertumbuhan terdiri dua parameter yaitu laju pertumbuhan bobot rerata harian dan laju pertumbuhan panjang rerata harian dihitung berdasarkan formula berikut NRC 1977: Laju pertumbuhan bobot rerata harian       − = 1 t Wo Wt α x 100 dengan: α = laju pertumbuhan bobot rerata harian Wt = bobot rata-rata individu pada waktu t g Wo = bobot rata-rata individu pada waktu t t = lama percobaan hari g Laju pertumbuhan panjang rerata harian :       − = 1 t Lo Lt α x 100 dengan: α = laju pertumbuhan panjang rerata harian Lt = panjang rata-rata individu pada waktu t g Lo = panjang rata-rata individu pada waktu to g t = lama percobaan hari

6. Efisiensi Pakan EP

�� = �� + �� − �� � � ��� Keterangan: EP = Efisiensi pakan B t B = Biomasa mutlak ikan pada akhir percobaan g d B = Biomasa mutlak ikan yang mati selama percobaan g F = Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan selama percobaan g = Biomasa mutlak ikan pada awal percobaan g

7. Kualitas fisika kimia air

Data kualitas air yang diukur adalah pH, suhu, oksigen terlarut, alkalinitas, kesadahan dan ammonia. Pengukuran kualitas air dilakukan setiap 7 hari sekali selama penelitian. Tabel 1. Metode dan alat untuk analisis parameter fisika kimia air Parameter Satuan Alat Salinitas ‰ Refraktometer Suhu °C Tremometer DO mgl DO meter pH - pH meter Alkalinitas mgl Titrasi Kesadahan mgl Titrasi TAN mgl Spektrofotometer Analisis Data Data pengaruh perlakuan terhadap tingkat konsumsi oksigen, kadar glukosa darah akan dianalisis menggunakan sidik ragam ANOVA. Apabila terdapat pengaruh nyata maka akan dilanjutkan dengan uji Tukey. Selanjutnya histopatologi organ ikan dan data kualitas air akan dianalisa secara deskriptif dengan menggunakan tabel, gambar dan grafik. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Berdasarkan hasil uji nilai kisaran konsentrasi insektisida malathion pada juvenil bandeng menunjukan bahwa jumlah mortalitas selama uji nilai kisaran didapatkan nilai konsentrasi ambang atas N adalah 0.004 mgl yang merupakan konsentrasi terendah insektisida malathion yang dapat mematikan 100 juvenil bandeng dalam waktu pemaparan 24 jam. Sedangkan nilai konsentrasi ambang bawah n adalah 0.002 mgl yang merupakan konsentrasi tertinggi malathion yang tidak mematikan juvenil bandeng dalam waktu pemaparan 48 jam. Berikut table data mortalitas juvenil bandeng pada uji nilai kisaran Lampiran 6. Tabel 2. Data mortalitas juvenil bandeng pada uji nilai kisaran Perlakuan mgl Jumlah ikan ekor Mortalitas pada jam ke- 6 12 18 24 36 48 30 0.002 30 0.004 30 100 100 100 0.008 30 100 100 100 100 100 100 0.016 30 100 100 100 100 100 100 Pada perlakuan kontrol sampai pada jam ke- 48 tidak ditemukan ikan yang mati, hal ini menunjukkan bahwa kualitas air sebagai media pemeliharaan selama masa pemaparan dalam kondisi baik . Uji Toksisitas Akut Uji toksisitas akut dilakukan selama 96 jam dengan konsentrasi yang lebih kecil dibandingkan dengan uji nilai kisaran. Deret konsentrasi yang digunakan diperoleh dari hasil perhitungan dengan rumus menurut Wardoyo 1977, yaitu terdiri dari perlakuan A Kontrol, perlakuan B 0.0024 mgl, perlakuan C 0.0028 mgl, perlakuan D 0,0034 mgl dan perlakuan E 0.004 mgl. Pengamatan dilakukan terhadap mortalitas akibat konsentrasi malathion yang diberikan dan mencatat jumlah juvenil bandeng yang mati pada jam ke- 2, 4, 6, 8, 12, 24, 48, 72 dan 96 setelah aplikasi. Pada pengamatan jam ke- 24 setelah pemaparan insektisida malathion untuk perlakuan E konsentrasi 0.004 mgl terjadi kematian sampai 100. Sedangkan pada perlakuan D konsentrasi 0.0034 mgl pada pengamatan jam ke- 72 juga mengalami kematian sampai 100. Selanjutnya perlakuan C konsentrasi 0.0028 mgl sampai akhir pengamatan terjadi kematian sampai 98 . Untuk perlakuan B konsentrasi 0.0024 mgl sampai pada jam ke-96 kelangsungan hidup juvenile bandeng mencapai 90. Pada perlakuan kontrol tidak ditemukan juvenil bandeng yang mati dan gejala klinis akibat stres sampai pada waktu pengamtan jam ke- 96, hal ini menunjukan bahwa media pemeliharaan dan kondisi juvenil bandeng selam uji toksisitas akut dalam keadaan baik. Data kelangsungan hidup juvenil bandeng pada uji toksisitas akut dapat dilihat pada Lampiran 7. Selanjutnya data mortalitas juvenil bandeng dianalisa dengan menggunakan analisa probit SPSS 17 untuk menentukan nilai LC 50 pada waktu pemaparan pada jam ke- 24, 48, 72 dan 96 Lampiran 8, 9, 10 dan 11. Hasil anailsa menunjukan bahwa nilai LC 50 pada waktu pemaparan 24, 48, 72 dan 96 jam berturut-turut adalah 0.00291 mgl, 0.00269 mgl, 0.00258 mgl dan 0.0025 mgl. Berikut ini adalah grafik nilai LC 50 pada uji toksisitas akut. Gambar 2. Nilai LC 50 insektisida malathion pada juvenil bandeng selama uji toksisitas akut 0,0022 0,0023 0,0024 0,0025 0,0026 0,0027 0,0028 0,0029 0,003 24 48 72 96 LC 50 Waku pengamatan jam ke- Nilai LC50 Linear Nilai LC50 Dari grafik di atas menunjukan bahwa semakin lama waktu pemaparan maka nilai LC 50 insektisida malathion terhadap juvenil bandeng akan semakin rendah. Dari nilai LC 50 Penelitian Inti -96 jam yang diperoleh dapat dikatakan bahwa insektisida malathion bersifat sangat toksik terhadap juvenil bandeng. Biokonsentrasi insektisda malathion pada juvenil bandeng Biokonsentrasi merupakan suatu bagian dari akumulasi dimana bahan terlarut secara selektif diambil dari air dan dikonsentrasikan ke dalam jaringan. Secara khusus biokonsentrasi diaplikasikan pada konsentrasi suatu material dari air ke dalam ikan Manahan 1992. Rasio antara konsentrasi dalam jaringan organisme dengan konsentrasi dalam air dikenal dengan bioconcentration factor BCF. Laju penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng dan konsentrasi insektisda malathion dalam air pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 3, 4, dan 5. Gambar 3. Penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng yang terpapar larutan malathion sebesar 10 dari nilai LC 50 , dengan konsentrasi aktual rataan dalam media air sebesar 0.25 µ gl 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 4 12 24 48 96 144 192 264 K o n sen tras i m al at h io n µ g l Waktu pengamatan jam ke- Ikan Air Gambar 4. Penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng yang terpapar larutan malathion sebesar 20 dari nilai LC 50 , dengan konsentrasi aktual rataan dalam media air sebesar 0.5 µ gl Gambar 5. Penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng yang terpapar larutan malathion sebesar 30 dari nilai LC 50 , dengan konsentrasi aktual rataan dalam media air sebesar 0.75 µ gl 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 4 12 24 48 96 144 192 264 K o n sen tras i m al at h io n µ l Waktu pengamatan Jam ke- Ikan Air 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 4 12 24 48 96 144 192 264 K o n sen tras i m al at h io n µ g l Waktu pengamatan jam ke- Ikan Air Laju penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng pada ketiga perlakuan semakin meningkat sampai pada pengamatan jam ke-144 setelah pemaparan. Sedangkan pada dua titik pengamatan berikutnya, yaitu pada jam ke- 196 dan 264 setelah pemaparan, residu insektisida malathion yang terkonsentrasi dalam tubuh juvenil ikan bandeng sudah mengalami kondisi stabil steady state. Hal ini menunjukan bahwa penyerapan , distribusi dan detoksikasi insektisida malathion dalam jaringan juvenil ikan bandeng telah mencapai keseimbangan maksimum. Berdasarkan determinasi residu insektisida malathion dalam tubuh juvenil ikan bandeng pada kondisi stabil steady state dengan nilai rata-rata residu insektisida malathion dalam air, maka dapat diketahui biokonsntrasi faktor BCF dengan nilai yang semakin kecil dengan bertambahnya konsentrasi insektisida malathion dalam air Tabel 3. Tabel 3. Laju penyerapan dan biokonsentrasi faktor insektisida malathion terhadap juvenil ikan bandeng Perlakuan µgl Laju penyerapan µ gkg RUmax µgl RA AV µgl Biokons. faktor 0.25 0.08 0.26±0.01 0.250±0.03 1.039 0.5 0.06 0.52±0.03 0.502±0.08 1.035 0.75 0.03 0.77±0.01 0.752±0.04 1.028 Keterangan : RU max = Konsentrasi residu maksimum dalam tubuh juvenil bandeng pada keadaan tetap RA av = Rataan konsentrasi residu dalam media air selama percobaan Nilai BCF paling besar diperoleh pada pada perlakuan B 0.25 µgl yaitu sebesar 1.039; diikuti oleh perlakuan C 0.5 µgl kemudian perlakuan D 0.75µgl dengan nilai masing-masing sebesar 1.035 dan 1.028. Bioeliminasi Insektisida Malathion pada Juvenil Ikan Bandeng Bioeliminasi merupakan proses pengurangan atau kehilangan suatu bahan aktif dari suatu organisme melalui mekanisme perpindahan aktif atau pasif termasuk difusi dan transformasi metabolik Specie et al. 1997 dalam Pong Masak 2003. Laju eliminasi depurasipeluruhan insektisida malathion pada juvenil ikan bandeng menunjukan bahwa terjadi penurunan konsentrasi residu yang semakin cepat. Pada Gambar 6 terlihat bahwa penurunanelimiansi semakin cepat seiring dengan bertambahnya waktu. Semakin lama waktu eliminasi maka persentasi konsentrasi insektisida malathion dalam tubuh juvenil ikan bandeng semakin berkurang. Gambar 6. Eliminasi insektisida malathion dari tubuh juvenil ikan bandeng yang telah terpapar larutan insektisda malathion sebesar 10 dari LC 50 -96 jam dengan konsentrasi rata-rata bioakumulasi sebesar 0.25 µ gl. Laju eliminasi insektisida malathion dari dalam tubuh juvenil ikan bandeng Gambar 6 daperoleh bahwa pada jam ke-0 peluruhannya rata-rata 0.17 µ gl atau sebesar 68 , sampai pada jam ke-360 peluruhannya hingga 0.03 atau sebesar 10. Kondisi Hematologi Data pengukuran kondisi hematologi meliputi jumlah hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah eritrosit dan jumlah leukosit. Dari Gambar 7 terlihat bahwa penurunan kadar hemoglobin pada semua pelakuan pemaparan insektisida malathion sampai pada pengukuran hari ke-30, dimana makin tinggi perlakuan konsentrasi malathion yang dipaparkan maka kadar hemoglobin dalam darah ikan uji akan lebih rendah. 10 20 30 40 50 60 70 80 120 240 360 L a ju E lim in a si Waktu Jam ke- Gambar 7. Rata-rata kadar hemoglobin juvenil ikan bandeng yang selama 30 hari pemaparan insektisida malathion Pengukuran kadar hematokrit pada darah juvenil ikan bandeng yang terpapar insektisida malathion selam 30 hari menunjukan bahwa penurunan kadar hematokrit pada semua pelakuan , dimana makin tinggi perlakuan konsentrasi insektisida yang dipaparkan maka kadar hematokrit ikan bandeng akan lebih rendah. Pada perlakuan kontrol kadar hematokrit terukur menunjukan nilai yang relatif stabil Gambar 8 Dari Gambar 8 terlihat pada hari kadar hematokrit paling rendah pada konsentrasi 0.75 µ gl, terjadi penurunan sampai pada hari ke-30. Gambar 8. Rata-rata kadar hematokrit juvenil ikan bandeng yang selama 30 hari pemaparan insektisida malathion 7,89 7,15 6,92 5,23 7,86 7,17 6,88 4,83 7,64 6,67 4,65 3,50 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 0,25 0,5 0,75 H a e m og lo bi n H b Perlakuan µgl 15 30 22,73 21,19 20,16 19,34 23,38 21,19 17,73 13,06 22,52 18,96 15,58 4,67 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 0,25 0,5 0,75 H e m ato k r it Perlakuan µgl 15 30 Komponen utama eritrosit adalah hemoglobin protein yang mengangkut sebagian besar oksigen O 2 dan sebagian kecil fraksi karbon dioksida CO 2 . Data hasil penelitian menunjukan bahwa penurunan kadar eritosit pada perlakuan konsentrasi 0.75 µ gl . Data hasil penelitian menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi insektisda malathion maka terjadi penurunan kadar eritrosit pada sampel darah juvenile ikan bandeng Gambar 9. Gambar 9. Rata-rata kadar eritrosit juvenil ikan bandeng yang selama 30 hari pemaparan insektisida malathion Jumlah total leukosit bervariasi antara spesies ikan, dipengaugi oleh umur ikan. Saat ikan larva jumlahnya lebih tinggi, kemudian secara bertahap menurun samapai pada umur 2-12 bulan. Dari data hasil penelitian menunjukan bahwa penurunan kadar leukosit pada semua konsentrasi pemaparan insektisida malathion. Semakin tinggi konsentrasi insektisida malathion, maka akan menurunkan leukosit darah ikan pada penelitian smapai hari ke-30. 6,00 5,68 5,68 5,12 4,56 3,71 3,01 2,20 4,33 2,67 2,62 1,71 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 0,25 0,5 0,75 E r itr o si t 1 se l mm³ Perlakuan µgl 15 30