51.6 46.6 Kualitas fisika kimia air
Pestisida yang disemprotkan dan yang sudah berada di dalam tanah dapat terbawa oleh air hujan atau aliran permukaan sampai ke badan air penerima,
berupa sungai dan sumur. Beberapa penelitian mengenai kualitas air yang menekankan pada aspek pestisida ditemukan residu pestisida di irigasi daerah
Sukapura Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung, pestisida golongan organofosfat jenis metamidofos, fenitrotion, dan satu jenis dari golongan
organoklorin yaitu alpha – BHC Mulyatna 1993. Hal ini tentunya berbahaya karena residu pestisida tersebut dapat masuk ke dalam tanaman pertanian
misalnya padi yang menggunakan air irigasi tersebut. Dan di samping itu juga dapat merusak ekosistem perairan.
Toksisitas Insektisida
Insektisida banyak digunakan oleh para petani karena sangat efektif membasmi hama, oleh adanya racun yang dapat menghambat aktivitas impuls
saraf. Pestisida ini sering digunakan karena penggunaannya yang dekat sebelum atau sesudah panen produk pertanian, sehingga dapat menyebabkan asupan
terhadap bahan makanan. Potensi adanya sejumlah besar pestisida masuk ke perairan bisa secara langsung seperti kegiatan membasmi nyamuk, organisme
yang tidak diinginkan, dan serangga lainnya, atau tidak langsung terutama yang berasal dari saluran lahan pertanian Rompas 2010.
Semua jenis insektisida baik organoklorin, organofosfat, karbamat dan piretroid adalah racun saraf. Hal ini dapat terjadi pada saraf perifer dan atau pada
sistem saraf pusat melalui mekanisme yang berbeda. Jenis insektisida organofosfat dan karbamat disebut sebagai insektisida antikolinesterase karena
keduanya mempunyai efek yang sama dalam system saraf perifer dan pusat, walaupun masing-masing mempunyai ikatan dan struktur kima yang berbeda
Soemirat 2003. Toksisitas insektisida terhadap organisme tertentu juga dinyatakan dalam nilai Lethal Dose LD
50
, yaitu, menunjukan dosis racun yang dapat mematikan 50 persen dari populasi hewan percobaan. Insektisida ini dapat
diklasifikasikan atas dasar LD
50
.
Beberapa metode pengujian toksisitas telah dilakukan untuk mengetahui tingkat respon suatu organisme terhadap suatu pestisida, sebagai cara untuk
menetapkan daya racun dan pengaruh bahan kimia terhadap suatu organisme hidup EPA, 1985. APHA, AWWA dan WPCF 1985 menggolongkan uji
toksisitas berdasarkan waktu, yaitu : a jangka pendek 24-96 jam, b jangka menengah 10-30 hari, dan c jangka panjang sebagian atau seluruh siklus hidup
suatu organisme. Abel 1989 dan CEA 1992 membedakan pengaruh bahan toksik, termasuk pestisida, terhadap organisme ke dalam empat kategori, yaitu :
1. Toksisitas letal, yaitu daya racun yang menyebabkan kematian pada organisme uji; 2 toksisitas subletal, yaitu daya racun tidak menyebabkan kematian secara
langsung pada organisme, tetapi menyebabkan gangguan pertumbuhan, reproduksi, kebiasaan makan dan pada akhirnya akan mengalami kematian; 3
toksisitas akut, yaitu daya racun yang bereaksi dalam waktu yang relatif singkat dan cepat, hanya dalam beberap hari; 4 toksisitas kronis, yaitu daya racun yang
bereaksi pada periode yang lebih lama, yang berlangsung dalam beberapa minggu atau bulan.
Penyerapan, Eliminasi dan Persistensi Pestisida
Beberapa bahan kimia yang digunakan dalam akukultur dapat terurai dengan cepat di dalam air, sebagai contoh ; diclorvos pestisida pada air laut
waktu paruhnya berkisar antara 100-200 jam tergantung pH air laut. Bioakumulasi adalah pengambilan bahan kimia biasanya yang tidak
esensial dari lingkungan melalui beberapa atau semua jalur yang memungkinkan respirasi, pakan, kulit dari beberapa sumber dalam lingkungan akuatik air,
suspense, koloid atau partikulat organic karbon, sedimen, organisme lain dimana bahan kimia tersebut tersedia. Sedangkan eliminasi merupakan proses
pengurangan atau kehilangan suatu bahan aktif dari suatu organisme melalui mekanisme perpindahan aktif atau pasif termasuk difusi dan transformasi
metabolik. Respon farmakodinamik oleh organismedapat menyerap suatu zat asing
merupakan suatu fungsi konsentrasi steady- state dari bahan aktif secara biologi
pada jaringan sasaran yang diperkirakan dalam keseimbangan dengan sirkulasi secara teratur. Perubahan konsentrasi secara teratur ditetapkan melalui laju
absorpsi relative dan eliminasi, dimana laju absorpsi dipengaruhi oleh jalur pengambilannya Wallace 1992.
Pengambilan pestisida oleh hewan air dapat melalui: a pengambilan pakan yang terkontaminasi, b pengambilan air yang melewati membrane insang, c
difusi kutikula, dan d penyerapan langsung dari sedimen Connel dan Miller 1995. Pestisida disebarkan ke jaringan tubuh melalui system peredaran darah
dan limpa dalam hewan bertulang belakang. Pada serangga pergerakan pestisida dapat melalui hemolimfa melewati membran.
Biokonsentrasi merupakan suatu bagian dari akumulasi dimana bahan terlarut secara selektif diambil dari air dan dikonsentrasikan ke dalam jaringan.
Secara khusus biokonsentrasi diaplikasikan pada konsentrasi suatu material dari air ke dalam ikan Manahan 1992. Rasio antara konsentrasi dalam jaringan
organisme dengan konsentrasi dalam air dikenal dengan bioconcentration factor BCF. BCF merupakan suatu istilah untuk menggambarkan kadar suatu bahan
kimia yang dapat terkonsentrasi dalam suatu jaringan organisme pada suatu lingkungan perairan sebagai hasil pemaparan bahan kimia tersebut dalam air.
Nilai BCF pada kondisi steady-state selama fase penyerapan adalah tingkat konsentrasi dalam suatu atau beberapa jaringan organisme perairan yang terpapar
dibagi dengan rata-rata konsentrasi bahan kimia dalam air selama pengujian Rand and Petrocelli 1985 dalam Pong-Masak 2003. Sedangkan keadaan
steady-state adalah suatu kondisi dimana jumlah bahan uji yang diserap dan
didepurasi per satuan waktu seimbang pada suatu konsentarsi bahan yang diberikan dalam air.
Waktu paruh merupakan suatu ukuran terhadap persistensi suatu bahan kimia. Waktu paruh suatu substansi adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu
substansi untuk meurunkan setengah dari konsentrasi awalnya. Secara umum semakin lama waktu paruh maka semakin berpotensi berpindah karena akan
berada dalam lingkungan dalam waktu yang lama. Walaupun demikian waktu paruh bukanlah suatu factor yang mutlak, dimana tekstur tanah, suhu, kandungan
oksigen, populasi mikroorganisme, pH tanah, photodegradasi dan faktor lain dapat menyebabkan waktu paruh bervariasi pada suatu substansi Schnoor, 1992.
Menurut Tarumingkeng 1992 dinamika pestisida dalam ekosistem lingkungan dikenal istilah residu. istilah residu tidak sinonim dengan arti deposit.
Deposit ialah bahan kimia pestisida yang terdapat pada suatu permukaan pada saat segera setelah penyemprotan atau aplikasi pestisida, sedangkan residu ialah bahan
kimia pestisida yang terdapat di atas atau di dalam suatu benda dengan implikasi penuaan aging, perubahan alteration atau kedua-duanya. Residu dapat hilang
atau terurai dan proses ini kadang-kadang berlangsung dengan derajat yang konstan. Faktor-faktor yang mempengaruhi ialah penguapan, pencucian,
pelapukan weathering, degradasi enzimatik dan translokasi. Dalam jumlah yang sedikit skala ppm, pestisida dalam tanaman hilang sama sekali karena proses
pertumbuhan tanaman itu sendiri. Seperti halnya reaksi-reaksi kimia lain, penghilangan residu pestisida
mengikuti hukum kinetika pertama, yakni derajatkecepatan menghilangnya pestisida berhubungan dengan banyaknya pestisida yang diaplikasi deposit.
Dinamika pestisida di alam akan mengalami dua tahapan reaksi, yakni proses menghilangnya residu berlangsung cepat proses desipasi, atau sebaliknya proses
menghilangnya residu berlangsung lambat proses persistensi. Terjadinya dua proses ini disebabkan karena deposit dapat diserap dan dipindahkan ke tempat lain
sehingga terhindar dari pengrusakan di tempat semula. Terhindarnya insektisida yang ditranslokasikan dari proses pengrusakan dimungkinkan oleh faktor-faktor
lingkungan yang kurang merusak sehingga terjadi proses penyimpanan residu persisten. Kemungkinan lain adalah pestisida akan bereaksi dan mengalami
degradasi sehingga hilangnya residu berlangsung cepat. Insektisida organofosfat yang diaplikasikan langsung dalam budidaya
perairan dapat menghilang dengan sangat cepat dari kolom air melalui penguraian ke dalam fase sedimen atau melalui penguapan, fotodegradasi, hidrolisis, dan
degradasi microbial. Waktu paruh dalam perairan alami umumnya lebih pendek yaitu kurang dari 2 hari Chambers and Levi 1992. Keberadaa malathion di
lingkungan perairan anaerob tampaknya menjadi singkat, pada sebuah studi
menghasilkanwaktu paruh 2,5 hari sedimen pH 7,8, pH air 8.7. Sedangkan degradasi aerobik pada air mengalir dan air tergenang sangat tergantung pada
kondisi fisik dan biokimia lokal. Degradasi terjadi melalui jalur biodegradasi dan hidrolisis dan tergantung pada tipe tanah dan pH. Satu studi mencatat bahwa di
dalam air sungai, 75 dan 90 dari malathion telah terdegradasi masing-masing dalam satu minggu dan dua minggu. Studi
lain menemukan bahwa paruh malathion bervariasi dari 0,5 hari menjadi 10 hari berdasarkan pH di kolam,
danau, sungai dan badan air lainnya EPA 2004.
Kualitas Air
Toksisitas pestisida dalam air akan meningkat dengan berkurangnya konsentrasi oksigen. Hal ini tejadi karena peningkatan tingkat respirasi, sehingga
racun yang terpapar pada tubuh ikan akan semakin besar Mason 1992. Penurunan konsentrasi oksigen dan peningkatan konsentarsi karbondioksida dapat
menyebabkan stres pada ikan sehingga ketahanan ikan terhadap pestisida akan menurun, akibatnya akan mempengaruhi toksisitas pestisida terhadap ikan
Arianti 2002. Rendahnya oksigen terlarut dalam tubu ikan akan meningkatkan toksisitas pestisida terhadap ikan. Boyd 1990 mengemukakan bahwa
keberadaan amonia akan mereduksi masuknya oksigen ke dalam tubuh ikan, hal ini disebabkan insangnya yang rusak.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dalam 2 tahap yaitu uji, tahap I penelitian pendahuluan yang terdiri dari uji nilai kisaran dan uji toksisitas akut. Tahap II
penelitian inti terdiri dari biokonsentrasi dan bioeliminasi malathion pada juvenil bandeng.
Persiapan Penelitian
Akuarium yang akan digunakan sebelumnya dicuci bersih dan diberi desinfektan. Selanjutnya akuarium diisi dengan air dan diaerasi selama seminggu
agar oksigennya jenuh. Sebelum dilakukan uji pendahuluan, terlebih dahulu dilakukan
aklimatisasi pada ikan yang akan diuji. Aklimatisasi ini dilakukan selama seminggu yang bertujuan untuk membiasakan ikan agar dapat hidup dalam
suasana laboratorium.. Sebelumnya juvenil bandeng diaklimasi pada salinitas 15 ppt selama 5 hari. Untuk mendapatkan salinitas yang sesuai dengan perlakuan
yaitu 10 ppt, maka dilakukan penurunan salinitas 1 ppt per hari secara bertahap agar ikan tidak stres.
Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran
Uji pendahuluan ini adalah uji nilai kisaran range finding test malation yang bertujuan untuk menentukan ambang batas atas N dan ambang batas bawah
n yang akan digunakan diuji toksisitas akut. Uji tahap ini dilakukan selama 48 jam. Konsentrasi ambang batas atas adalah konsentrasi terendah dari bahan uji
yang dapat menyebabkan semua ikan uji mati pada waktu pemaparan 24 jam. Sedangkan konsentrasi ambang batas bawah adalah kosentrasi tertinggi dari bahan
uji yang dapat menyebabkan semua hewan uji hidup setelah pemaparan 48 jam.
Waktu dan Tempat
Penelitian pendahuluan tahap I dilakukan di Labortorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Uji
nilai kisaran ini dilakukan selama 48 jam.
Alat dan Bahan Wadah Percobaan
Wadah yang digunakan adalah akuarium yang berukuran 30 x 30 x 30 cm
3
sebanyak 15 unit yang diisi air sebanyak 20 liter.
Media Percobaan
Media percobaan yang digunakan adalah air bersalinitas 10 ppt, sebelum digunakan air tersebut diendapkan dan diaerasi selama 24 jam agar oksigen jenuh.
Bahan Uji
Pada uji nilai kisaran ikan yang digunakan adalah juvenil ikan bandeng berukuran 7 – 8 cm dan bobot 2- 3 gram sebanyak 150 ekor dengan padat tebar
10 ekorakuarium. Sedangkan bahan uji yang digunakan adalah insektisida malathion 95 dengan penentuan konsentrasi menggunakan deret angka
Lampiran 1 yaitu A 0 mgl, B 0,002 mgl, C 0,004 mgl, D 0,008 mgl, E 0,016 mgl dengan 3 ulangan tiap perlakuan. Perhitungan konsentrasi larutan
uji mengacu pada persamaan :
V
1
N
1
= V
2
N
Keterangan :
2
N
1
N : Konsentrasi malathion dalam larutan stok mgl
2
V : Volume larutan stok yang akan diambil ml
1
V : Konsentrasi malathion yang diinginkan dalam media air mgl
2
: Volume media air penelitian yang diinginkan ml
Parameter Pengamatan
Selama uji nilai kisaran dilakukan, setiap unit akuarium diberi aerasi, namun tidak dilakukan pergantian air dan pemberian pakan. Parameter yang
diukur pada uji ini adalah mortalitas ikan yang dihitung pada jam ke- 0, 6, 12, 18, 24, 36 dan 48.
Uji Toksisitas Akut
Penelitian pendahuluan tahap II adalah melakukan untuk mengetahui toksisitas akut insektisida malathion yang dinyatakan dengan LC
50
. Nilai LC
50
Waktu dan Tempat
yang dilihat adalah nilai yang dapat mematikan ikan pada jam ke 48 dan jam ke 96.
Penelitian pendahuluan tahap II ini dilakukan di Labortorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Uji
nilai kisaran ini dilakukan selama 96 jam 4 hari. Alat dan Bahan
Wadah Percobaan
Wadah yang digunakan adalah akuarium yang berukuran 30 x 30 x 30 cm
3
sebanyak 15 unit yang diisi air sebanyak 20 liter.
Media Percobaan
Media percobaan yang digunakan adalah air bersalinitas 10 ppt, sebelum digunakan air tersebut diendapkan dan diaerasi selama 24 jam agar oksigen jenuh.
Bahan Uji
Pada uji nilai kisaran ikan yang digunakan adalah juvenil ikan bandeng berukuran 7 – 8 cm dan bobot 2- 3 gram sebanyak 150 ekor dengan padat tebar 10
ekorakuarium. Sedangkan bahan uji yang digunakan adalah insektisida malathion 95. Dari uji nilai kisaran didapatkan nilai ambang batas atas N
adalah 0.004 mgl dan nilai ambang batas bawah n adalah 0.002 mgl. Nilai ini selanjutnya dimasukan ke dalam rumus menurut Wardoyo 1997, sehinhgga
didapatkan konsentrasi yang akan digunakan dalam uji toksisitas. Perhitungan kisaran konsentrasi yang digunakan dalam uji toksisitas dihitung berdasarkan
rumus berikut:
Log Nn = k log an an = ba = cb = dc = Nd
Keterangan: N
: Konsentrasi ambang atas n
: Konsentrasi ambang bawah
k : Jumlah konsentrasi yang diuji
a,b,c,d : Konsentrasi yang diuji dengan nilai a sebagai konsentrasi terkecil Parameter Pengamatan
Selama uji toksisitas akut dilakukan, setiap unit akuarium diberi aerasi namun tidak dilakukan pergantian air dan pemberian pakan. Parameter yang
dilihat adalah mortalistas ikan yang dihitung pada jam ke- 0, 24, 48, 72 dan 96.
Rancangan Percobaan
Penelitian pendahuluan pada uji toksisitas akut terdiri atas 4 perlakuan dan 1 kontrol dengan 3 ulangan . Deret konsentrasinya adalah sebagai berikut
Lampiran 1 : A
: 0.00 mgl Kontrol B
: 0.0024 mgl C
: 0.0028 mgl D
: 0.0034 mgl E
: 0.0040 mgl
Analisa Data
Untuk dapat menetukan nilai konsentrasi LC
50
dilakukan analisa probit dengan SPSS 17. Analisa probit adalah suatu cara transformasi statistik dari data
persentase kematian ke dalam varian yang disebut probit dan kemudian digunakan untuk menentukan fungsi regresi probit dengan log konsentrasi agar dapat
mengestimasi LC
50
.
Penelitian Inti Biokonsentrasi insektisida pada juvenil ikan bandeng
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi insektisida malathion terhadap laju bioakumulasi dan respon fisiologis dari
juvenil bandeng akibat perlakuan yang diberikan.
Waktu dan Tempat
Penelitian inti dilakukan di Labortorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Uji nilai kisaran ini
dilakukan selama 96 jam 4 hari. Penelitian inti ini dilakukan selama 30 hari.
Alat dan Bahan Wadah Percobaan
Wadah yang digunakan adalah akuarium yang berukuran 60 x 30 x 40 cm
3
sebanyak 12 unit . Masing-masing akuarium diisi air sebanyak 40 liter.
Media Percobaan
Media percobaan yang digunakan adalah air bersalinitas 10 ppt, sebelum digunakan air tersebut diendapkan dan diaerasi selama 24 jam agar oksigen jenuh.
Bahan Uji
Ikan yang digunakan adalah juvenil ikan bandeng berukuran 7 – 8 cm dan bobot 2 - 3 gram sebanyak 240 ekor dengan padat tebar 20 ekorakuarium.
Sedangkan bahan uji yang digunakan adalah insektisida malathion dengan konsentrasi 10, 20 dan 30 dari LC
50
.
Pakan
Pakan yang digunakan adalah pakan komersil berupa pellet yang berkadar protein 38. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali sehari yaitu pada jam
08.00, 12.00 dan 16.00 wib. Rancangan Percobaan
Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAK dengan mengaplikasikan 4 perlakuan 1 kontrol dan 3 ulangan. Konsentrasi insektisida
malathion yang digunakan mengacu pada hasil penelitian pendahuluan. Satuan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut Lampiran 1 :
A : 0
µ
gl Kontrol B
: 0.25
µ
gl C
: 0.5
µ
gl D
: 0.75
µ
gl
Bioeliminasi insektisida malathion pada juvenil ikan bandeng
Uji bioeliminasi dilakukan setelah penyerapan insektisida malathion dalam tubuh juvenil ikan bandeng telah mencapai konsentrasi stabil yang diketahui dari
hasil uji bioakumulasi.
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Uji ini dilakukan
selama 15 hari.
Alat dan Bahan Wadah Percobaan
Wadah yang digunakan adalah akuarium dengan ukuran 60 x 30 x 40 cm3 sebanyak 3 unit. Masing-masing akuarium diisi dengan air sebanyak 40 liter.
Media Percobaan
Media percobaan yang digunakan adalah air bersalinitas 10 ppt tanpa bahan uji insektisida malathion clean water. Sebelum digunakan air air tersebut
diaerasi selama 24 jam agar oksigen jenuh.
Bahan Uji
Ikan yang digunakan adalah juvenil ikan bandeng pada perlakuan B 0.25
µ
gl yang telah mencapai kondisi stabil pada uji biokonsentrasi. Ikan yang digunakan pada uji ini adalah sebanyak 20akuarium.
Parameter Pengamatan
Selama penelitian berlangsung, setiap unit akuarium diberi aerasi, pergantian air dilakukan setiap 24 jam dan diamati laju eliminasi pada pada
juvenil bandeng. Parameter yang diukur adalah sampel ikan yang diambil pada hari ke- 5, 10 dan 15 setelah pemeliharaan.
Metode dan Parameter Pengamatan
Ikan uji diseleksi berdasarkan ukuran yang relatif homogen, dimasukan secara acak sebanyak 20 ekorakuarium. Selama penelitian berlangsung hewan uji
diberi pakan secara atsatiation. Pergantian air dilakukan secara statis renewable. Formulasi media uji dilakukan dalam wadah tandon serat kaca bervolume 100
liter dengan proses pengenceran. Sampling ikan akan dilakukan pada jam ke : 0 awal, 6, 12, 24, 48, 96, 192, dan 264. Untuk kebutuhan analisis, sampel ikan
diambil sebanyak 2 ekorakuarium dan air media sebanyak 100 mlakuarium. Sampel ikan dimasukan ke dalam kantong plastik klip, sedangkan air dengan
botol sampel dikemas dalam kotak pendingin cool box dengan menggunakan es untuk
pendingin. Selanjutnya dibawah ke laboratorium untuk dianalisis dengan menggunakan alat Kromatografi Gas.
Pemanatauan kualitas air dilakukan secara berkala untuk menilai kelayakan media pemeliharaan terhadap kelangsungan hidup ikan serta melihat
kemungkinan pengaruh insektisida malathion terhadap media air percobaan. Parameter kualitas air meliputi pH, salinitas, oksigen terlarut, diukur sebelum dan
sesudah pergantian media air. Parameter yang diukur selama penelitian berlangsung adalah :