Aktivitas dan Produktivitas Lebah Trigona laeviceps di Kebun Polikultur dan Monokultur Pala (Myristica fragrans)

RINGKASAN
Yoppy Priyo Guntoro D14080318. 2013. Aktivitas dan Produktivitas Lebah
Trigona laeviceps di Kebun Polikultur dan Monokultur Pala (Myristica
fragrans). Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Hotnida C.H. Siregar, M.Si.
Pembimbing anggota : Dr. Ir. Asnath M. Fuah, MS.
Trigona laeviceps adalah salah satu spesies dari famili Apideae. Berbeda dengan
lebah Apis, lebah Trigona tidak memiliki sengat sehingga disebut stingless bee.
Trigona lebih mudah dipelihara daripada jenis Apis sp. Lebah madu penghasil
propolis, madu, dan bee pollen. Aktivitas dan produktivitas merupakan faktor yang
paling penting dalam sebuah koloni karena menyangkut kelangsungan hidup koloni
Trigona. Aktvitas dan produktivitas di setiap kebun berbeda – beda tergantung kebun
yang ditempat.
Penelitian ini bertujuan mengetahui dan membandingkan aktivitas dan
produktivitas Trigona laeviceps di kebun polikultur dan monokultur pala (Myristica
fragrans). Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
tiga kali ulangan dengan perlakuan jenis kebun (polikutur dan monokultur pala)
peubah yang diamati meliputi aktivitas dan produktivitas (madu, polen, propolis, dan
perkembangan koloni). Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA dan uji – T
dengan selang kepercayaan 95%. Diamati aktivitas keluar masuk pada pagi sampai

sore hari (dari pukul 06.00 sampai 17.00), dan produktivitas diukur dari bobot
koloni, produksi madu, propolis dan bee polen.
Aktivitas lebah Trigona di kebun monokultur pala lebih tinggi daripada di
kebun polikultur. Puncak aktivitas di kedua kebun terjadi pada siang. Aktivitas di
kebun polikulktur dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban, sedangkan di kebun
monokultur pala oleh intensitas cahaya. Persentase produktivitas polen dan propolis
lebih tinggi. Persentase perkembangan koloni di kebun monokultur pala lebih tinggi
dari kebun monokultur.
Faktor lingkungan yang paling menentukan aktivitas lebah Trigona di kebun
polikultur adalah suhu (83%) sedangkan di kebun monokultur pala faktor yang
paling menentukan aktvitas lebah Trigona adalah intensitas cahaya (84%). Faktor
lingkungan (suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya) kecil pengaruhnya terhadap
produktivitas lebah Trigona.
Budidaya lebah Trigona yang ditunjukkan untuk produktivitas madu, polen dan
propolis yang tinggi disarankan di kebun polikultur. Sebaliknya, budidaya lebah
untuk perkembangan koloni sebaiknya dilakukan di kebun monokultur tanaman
sumber resin.
Kata – Kata Kunci : Trigona laeviceps, Myristica fragrans, Aktivitas, Produktivitas,
Lingkungan


ABSTRACT
Activity and Productivity Stingless bee Trigona laeviceps in Polyculture and
Monoculture Plantation of Nutmeg (Myristica fragrans)
Guntoro, Y. P., H. C. H. Siregar, and A. M. Fuah

Trigona laeviceps is belong to the family Apideae. It has belong to no sting (stingless
bee) and produce propolis, honey and bee pollen. This study aimed to study and
compare the activity and productivity of Trigona laeviceps in polyculture and
monoculture plantation nutmeg (Myristica fragrans). The study used completely
randomized with type of garden (policultures and monocultures of nutmeg) Trigona
activity and productivity (honey, pollen, propolis and development of colonies) were
the variables and the obtained data were analyzed by ANOVA T - test with 95%
confidence interval. observation the activity in and out in the morning until late
afternoon (from 06:00 to 17:00), and productivity seen from the weight indication
colony, honey, propolis and bee pollen. Trigona bee activity in the nutmeg
monoculture plantation (83 %) was higher than in polyculture garden (84 %) and
determined by light intensity. Activity in the garden polyculture affected by
temperature pollen and propolis production percentages were higher in policulture
plantation, while Trigona colonies in nutmeg monoculture had a better development.
However, in this study, ambient factors (temperature, Rh, and light intensity) do not

significantly determined variation in Trigona productions.
.
Keywords :Trigona laeviceps, Myristica fragrans, foraging activity, productivity,
environmental

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Trigona laeviceps adalah salah satu serangga dari famili Apidae yang
merupakan plasma nutfah Indonesia. Berbeda dengan lebah madu Apis yang dikenal
dan banyak dibudidayakan oleh masyarakat, T. laeviceps tidak memiliki sengat
sehingga dalam pemeliharaannya tidak perlu khawatir disengat oleh lebah ini.
Produk utama budidaya lebah madu Apis adalah madu, sedangkan produk utama
Trigona adalah propolis yang merupakan bahan sarangnya.
Trigona merupakan serangga yang cocok hidup di iklim tropis dan dataran
rendah, yang penting ada sumber makanan di sekitarnya. Produksi propolis
dipengaruhi oleh jenis – jenis tanaman yang ada disekitar sarang Trigona tersebut,
hanya saja untuk mengoptimalkan produksi propolis yang tinggi Trigona harus
mencari sumber makanan. Jenis – jenis lebah madu merupakan kelompok terpenting
dalam penyerbukan dibandingkan serangga – serangga lain (Free, 1982), sehingga
dapat meningkatkan produksi tanaman. Sebagai pollinator, banyak bunga yang dapat

dipolinasi oleh Trigona, salah satunya adalah pala (Myristica fragrans). Tanaman
pala berbunga sepanjang tahun dan penghasil polen dan sedikit nektar. Selain sumber
polen, tanaman pala juga merupakan sumber resin yang yanga dipakai sebagai bahan
baku sarang Trigona.
Pada umumnya, kebun pala milik petani dikombinasikan dengan tanaman lainya
misalnya dengan buah – buahan lainya. Seperti durian, petai, manggis, markisa, dan
lain – lain. Kebun pala yang dikombinasiakan di penelitian ini di katagorikan sebagai
kebun polikultur. Kebun pala yang tidak di kombinasikan dengan tanaman
dikatgorikan sebagai kebun pala monokultur. Kebun mokultur pala biasa merupakan
kebun percobaan. Perbedaan kompisisi tanaman di kedua tipe kebun merupakan
salah satu faktor yang mungkin dapat mempengaruhi hewan pollinator seperti
Trigona. Sampai saat ini penelitian Trigona adalah aktivitas harian (Junior et al.,
2010), produktivitas berbagai jenis Trigona (Wallace & Lee, 2009), dan pengaruh
lingkungan terhadap aktivitas (De Olivera et al., 2012), Penelitian yang
membandingan aktivitas Trigona di lingkungan yang bebeda komposisi pakanya
belum dilakukan.

1

Aktivitas Trigona tidak jauh berbeda dengan lebah Apis tergantung dari sinar

matahari dimana cahaya matahari menuntun mereka untuk mencari makanan
(Sihombing, 2005). Aktivitas harian Trigona dapat dilihat dari kegiatan keluar masuk
sarang membawa polen dan resin dan mengeluarkan polen dari sarang. Hasil
penelitian ini menyebutkan bahwa pada pagi dan sore lebih banyak mengambil polen
dan pada siang hari lebih banyak mengambil resin. Selain cahaya dan ketersediaan
jenis bahan pakan (Salatino et al, 2005), aktivitas Trigona juga dipengaruhi oleh
suhu dan kelembaban (Hilario et al., 2003).
Aktivitas Trigona keluar masuk sarang merupakan aktivitas menjaga sarang dari
serangan musuh, membuang kotoran dari dalam sarang, dan yang paling utama
adalah mencari makan. Trigona lebih banyak bergerombol ketika mengambil pakan
pada satu tanaman.

Aktvitas mencari makan akan mempengaruhi bobot koloni

Trigona dan produknya yaitu madu, bee pollen dan propolis. Produktivitas akibat
aktvitas di kedua kebun yang berbeda (polikultur dan monokultur) juga perlu
diketahui. Pemahaman terhadap hubungan aktvitas dengan produktivitas perlu
diperlukan untuk dimanfaatkan dalam menejemen pemeliharaan Trigona.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas lebah Trigona laeviceps

dan membandingkan produktivitasnya di Kebun Polikultur dan Monokultur Pala.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Lebah Trigona spp.
Lebah Trigona spp. merupakan serangga yang hidup berkelompok dan membentuk koloni. Lebah jenis Trigona termasuk golongan stingless bee yaitu golongan
lebah yang menggigit namun tidak memiliki sengat. Lebah ini mudah dijumpai di
daerah tropis dan subtropis di Amerika Selatan, Afrika Selatan dan Asia Tenggara.
Menurut Sihombing (2005) penggolangan zoologis dari Trigona adalah sebagai
berikut :
Filum

: Artrhropoda

Kelas

: Insekta

Ordo


: Hymenoptera

Famili

: Apidae

Genus
Spesies

: Trigona
: Trigona spp.

Lebah Trigona spp. diklasifikasikan dalam divisi Animalia, filum Arthropoda,
kelas insecta, ordo Hymenoptera, famili Apidae, genus Trigona dan spesies Trigona
sp., ada beberapa jenis Trigona di Indonesia diantaranya T. laeviceps, T. apikalis, T.
minangkabau, T. itama, dan sebagainya ,sedangkan penyebaran Trigona di Indonesia
sangat beraneka ragam, di Sumatra ada sekitar 31 jenis, di Kalimantan ada 40 jenis,
di jawa 14 jenis, Sulawesi ada tiga jenis. Setiap koloninya terdiri atas 300 – 80.000
ribu ekor (Siregar et al., 2011). Jumlah madu yang dihasilkan jenis Trigona lebih

sedikit dibandingkan lebah penghasil madu jenis Apis dan lebih sulit dipanen dari
sarangnya, namun jumlah propolisnya lebih banyak dibandingkan dengan lebah jenis
lain (Singh, 1962).
Trigona spp. biasanya membuat sarang di dalam lubang pohon, celah dinding
atau lubang bambu di dalam rumah. Lebah ini tidak suka hijrah karena ratunya
sangat gemuk dan tidak pandai terbang (Perusahaan Umum Perusahaan Kehutanan
Negara Unit Jawa Timur, 1986). Beberapa koloni menempati bekas sarang semut
atau rayap dan membangun sarangnya di bebatuan di bawah tanah (Free, 1982). Jenis
– jenis lebah madu merupakan kelompok terpenting dalam penyerbukan
dibandingkan serangga – serangga lain (Free, 1982).

3

Sarang Trigona
Beberapa spesies Trigona membangun sarang mereka di rongga bawah dan
sebagiannya lagi membangun sarangnya dibagian pohon. Sarang adalah biasanya
terbuat dari lima bagian: sisir induk,involucrum, storage pot, cerumen, dan pintu
masuk. Sisir terdiri dari sel-sel induk, yang masing-masing jantan muda dipelihara,
dikelilingi oleh selubung dari cerumen, atau involucrum. berikut ini adalah gambar
bagian dari sarang trigona yang di tunjukan pada Gambar 1.


(a). Pintu Masuk Trigona

(b). Bagian Dalam Sarang Trigona

Gambar 1.(a) Pintu Masuk Sarang Trigona dan (b) Bagian Dalam Sarang Trigona.
Oleh karena itu, rongga dimana Sel-sel induk yang hadir disebut induk yang
lengket. Cerumen terbuat dari campuran lilin disekresikan dari kelenjar di perut
pekerja dan propolis. Propolis tersebut berasal dari resin yang dikumpulkan dari
tanaman. Madu dan serbuk sari disimpan dalam storage pot sangat berbeda dari sel sel induk. Ini pot penyimpanan biasanya ditempatkan di atas dan di bawah
involucrum, dan terbuat dari cerumen. Ruang tambahan di pohon rongga disegel oleh
piring batumen, biasanya terbuat dari cerumen dan bahan lainnya seperti lumpur.
Pintu masuk sarang adalah lubang sederhana tempat keluar masuknya lebah (Amano,
2004).
Koloni Lebah Trigona
Lebah madu merupakan insekta sosial yang hidup dalam suatu keluarga besar,
yang disebut koloni lebah. Keunikan koloni lebah adalah mempunyai sifat
polimorfisme, yaitu anggotanya mempunyai keunikan anatomis, fisiologis, dan

4


biologis yang berbeda satu golongan dari golongan lain atau strata yang lain
(Sihombing, 2005).
Di dalam satu koloni terdapat satu ratu (queen), beberapa ratus lebah jantan
(droves), beberapa ribu lebah pekerja (worker-bees).Berikut ini adalah gambar dari
kasta lebah yang di tunjukan pada Gambar 2.

(a) Lebah Ratu

(b) Lebah Jantan

(c) Lebah Pekerja

Gambar 2. (a) Lebah Ratu, (b) Lebah Jantan, dan (c) Lebah Pekerja.
Ratu lebah memiliki ukuran yang paling besar dua kali lebih besar dari lebah
lainya, tugas ratu adalah bertelur setiap harinya sekitar 2000 telur, dari telur yang
tertunas akan menghasilkan lebah ratu dan pekerja, tergantung komposisi makanan
dalam telur sedangkan yang tidak tertunas akan menghasilkan lebah jantan. Selain
sebagai mesin-hidup pengasil telur, lebah ratu juga mengahasilkan senyawa kimia
feromon yang mempunyai fungsi untuk pemersatu koloni yang terorganisasi dan

mencegah lebah pekerja bertelur (Sihombing, 2005).
Fungsi lebah jantan satu – satunya selama hidup adalah mengawini lebah ratu
dara. Mata dan sayapnya lebih besar dari kedua strata lainya, tidak memiliki
keranjang polen dan tidak memiliki sengat, kadang – kadang keluar saat siang hari
dan tidak melakukan tugas apapun, untuk makanan sangat tergantung kepada lebah
pekerja (Sihombing, 2005). Lebah pekerja mempunyai tubuh yang paling kecil
dalam satu koloni lebah madu, tetapi jumlahnya paling banyak sekitar 96% dari
seluruh lebah dalam koloni (Sinclair, 1977). Lebah pekerja merupakan lebah betina
yang steril, tapi kadang kali bisa bertelur tapi telur yang dihasilkan akan menjadi
lebah jantan. Faktor – faktor yang mempengaruhi pembagian tugas yang harus
5

dikerjakan oleh lebah pekerja yaitu keadaan anatomi dan fisiknya, rangsanagn
lingkungan dan hal – hal lain koloni untuk menentukan tugas yang dikerjakan sesuai
umurnya (Akratanakul, 1986).
Pakan Lebah
Bahan makanan lebah madu adalah dalam bentuk nektar, polen, dan honeydew
(Sihombing, 2005).
Nektar
Nektar meruapakan cairan manis yang dieksresikan oleh tanaman padabagian
bunga atau daun. Kadangkala nektar di gantikan dengan embun madu (honey dew),
yaitu cairan manis yang dikeluarkan oleh kutu tanaman yang termasuk dalam family
Aphidhae dan Coccidae. Nektar berperan bagi lebah madu sebagai sumber energi
yang penting untuk melakukan aktivitas gerak. Kelebihan nektar akan di simapan
menjadi cadangan makan dan diproses menjadi madu (Marhiyanto, 1999).
Polen
Polen adalah alat reproduksi jantan tumbuhan yang mengandung protein tinggi.
polen dikonsumsi oleh lebah madu terutama sebagai sumber protein dan lemak,
sedikit karbohidrat, dan mineral – mineral. Kandungan protein kasarnya rata – rata
23 % dan mengandung semua semua asam – asam amino esensial maupun asam –
asam lemak esensial (Sihombing, 2005). Meskipun kadar protein dari polen berbagai
bunga bervariasi dari yang rendah sampai yang tinggi (19,8 %), lebah madu
mengumpulkan tepung sari dari berbagai sumber bunga sehingga mendapatkan
campuran tepung sari dengan kadar protein yang seimbang dan selalu sama
(Winarno, 1981).
Sumber Pakan Trigona
Tanaman pakan lebah merupakan tanaman/tumbuhan yang menghasilkan
pangan bagi lebah madu (Kasno, 2001). Semua jenis tanaman berbunga (tanaman
hutan, tanaman pertanian, tanaman perkebunan, tanaman holtikultura, dan tanaman
liar) yang megandung unsur nektar sebagai bahan madu, polen, dan resin sebagai
bahan propolis dapat dimanfaatkan sebagi sumber pakan lebah (Sarwono, 2001).
Sumber pakan Trigona bisa dilihat pada Tabel 1.

6

Tabel 1. Tanaman Sumber Resin, Polen, dan Nektar
Nama tanaman
Sumber
Damar (Agathis spp.)
Resin, nektar, polen
Nangka (Artocarpus heterophyllus)
Resin, polen
Cemara (Casuarina spp.)
Resin
Meranti (Shorea spp.)
Resin
Manggis (Carciona mangostana)
Resin, nektar, polen
Kemenyan (Dioscorea oppositifolia)
Resin
Resin
Kenari (Canarium commune)
Pala (Myristica fragrans)
Resin, polen
Pinus (Pinus merkusii)
Resin
Rasalama (Altingia excelsa)
Resin
Sawo (Achras zapota)
Resin
Singkong (Manihot uttilisima)
Resin, nektar, polen
Akasia (Acacia mangiums)
Nektar
Alpukat (Persea americana)
Nektar
Bungur (Lagerstroemia speciosa)
Polen
Belimbing (Averhoa spp.)
Nektar, polen
Cabe (Capaicum spp.)
Nektar
Durian (Durio zibethinus)
Nektar
Jagung (Zea mays)
Polen
Jambu batu (Psidium guayana)
Polen
Jambu air (Eugenia javanica)
Nektar, polen
Jengkol (Phitecollobium jiringa)
Polen
Kaliandra (Calliandra callothirsus)
Nektar, polen
Kapuk (Ceiba pentandra)
Nektar
Kebembem (Mangifera odorata)
Nektar, polen
Kedondong (Spondias cytherea)
Nektar, polen
Kelapa (Cocos nuchifera)
Nektar, polen
Kemiri (Alaeurites mollucana)
Nektar,polen
Keruing (Diptercapus spp.)
Nektar
Lamtoro (Leuceuna leceucephala)
Polen
Lengkeng (Nephelium nonganum)
Nektar, polen
Mangga (Mangifera indica)
Nektar
Markisa (Passiflora spp.)
Polen
Melinjo (Gnetum gnemon)
Nektar, polen
Palem (Cyrtostachys lakka)
Nektar, polen
Pepaya (Carica papaya)
Polen
Putri malu (Mimosa pudica)
Polen
Petai (Parkia speciosa)
Polen
Pisang (Musa paradisiaca)
Nektar
Rambutan (Niphelium lapeceum)
Nektar, polen
Salam (Eugeunia polyanta)
Nektar, polen
Sengon (Albizzia falcataria)
Polen
Soka (Ixora paludosa)
Polen
Sumber : (Sihombing,2005; Siregar et al., 2011)

7

Polikultur adalah model pertanian yang menerapkan aspek lingkungan yang
lebih baik dan melestarikan keanekaragaman hayati lokal. Keanekaragaman hayati
lokal. Keanekaragaman yang dimaksud tidak hanya dari segi flora tapi juga dari segi
fauna.Polikultur memadukan berbagai teknologi budaya yang diselaraskan dengan
teknologi dan budaya lokal. Kebun polikuktur bertujuian untuk memperbanyak
jumlah flora dan fauna dalam satu tempat (Sabirin et al., 2010).
Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan
pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Cara budidaya ini
meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke-20 di dunia serta menjadi penciri
pertanian intensif dan pertanian industrial. Monokultur menjadikan penggunaan
lahan efisien karena memungkinkan perawatan dan pemanenan secara cepat dengan
bantuan mesin pertanian dan menekan biaya tenaga kerja karena wajah lahan
menjadi seragam. Kelemahan utamanya adalah keseragaman kultivar mempercepat
penyebaran organisme pengganggu tanaman (OPT, seperti hama dan penyakit
tanaman) (Sabirin et al., 2010).
Pala (Myristica fragrans) adalah tanaman daerah tropis yang memiliki 200
spesies dan seluruhnya tersebar di daerah tropis. Dalam keadaan pertumbuhan yang
normal, tanaman pala memiliki mahkota yang rindang, dengan tinggi batang 10 - 18
m. Mahkota pohonnya meruncing ke atas, dengan bagian paling atasnya agak bulat
serta ditumbuhi daunan yang rapat. Daunnya berwarna hijau mengkilat, panjangnya
5 - 15 cm, lebar 3 - 7 cm dengan panjang tangkai daun 0,7 - 1,5 cm (Departemen
Pertanian, 1986). Menurut Kartez (2011) penggolangan zoologis dari palaadalah
sebagai berikut :
Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Magnoliales

Famili

: Myristicaceae

Genus

: Myristica

Spesies

: Myristica fragrans

Tanaman pala memiliki buah berbentuk bulat, berwarna hijau kekuningkuningan buah ini apabila masak terbelah dua. Garis tengah buah berkisar antara 3-9

8

cm, daging buahnya tebal dan asam rasanya. Biji berbentuk lonjong sampai bulat,
panjangnya berkisar antara 1,5-4,5 cm dengan lebar 1-2,5 cm. Kulit biji berwarna
coklat dan mengkilat pada bagian luarnya. Kernel biji berwarna keputih - putihan,
sedangkan fulinya berwarna merah gelap dan kadang-kadang putih kekuning kuningan dan membungkus biji menyerupai jala (Departemen Pertanian, 1986).
Aktivitas Pencarian Pakan
Aktivitas lebah madu mulai keluar dari sarang mulai dari pukul 05:30 sampai
dengan Pukul 18:19. Sebelum melakukan aktivitas, lebah madu akan berdiri di depan
sarang untuk menghangatkan badanya sebelum terbang. Apabila kondisi alam tidak
memungkinkan lebah keluar dari sarang, misalnya hujan dan angin kencang makan
lebah tidak melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan dalam sarang (Solihah,
2005).
Aktivitas Pengambilan Nektar, Polen, dan Resin
Menurut Sumoprastowo dan Suparto (1980), pada waktu matahari terbit sampai
pukul 08:00 bunga banyak yang mengeluarkan nektar sehingga pada waktu tersebut
terlihat banyak lebah yang mencari nektar, sedangkan pada siang hari hari yang
panas nektar sudah tidak ada karena menguap, sehingga lebah lebih banyak mencari
polen, dan mulai mencari lagi dari pukul 17:00 sampai menjelang malam.Diantara
sekian banyak lebah pekerja ada yang hanya mengumpulkan nektar, ada juga yang
mengumpulkan polen saja, tetapi ada juga yang mengambil polen dan nektar
sekaligus (Morse dan Hooper, 1985).
Pada pengambilan polen, seekor lebah pekerja harus mengunjungi banyak bunga
agar proses pembentukan pellet dapat berlangsung secara berangsur – angsur. Tubuh
lebah dipenuhi dengan bulu – bulu halus, sehingga pada saat lebah mengunjungi
bunga, butir – butiran polen yang menempel pada bulu tubuh lebah merupakan polen
penyerbukan sedangkan pada polen yang di bawa pada kakinya merupakan bahan
makanan untuk koloninya (Sarwono, 2001). Aktivitas lebah madu dalam mencari
tepungsari berkisar enam menit sampai tiga jam. Lebah madu mengunjungi 8 – 100
bunga (Gomeraj, 1983). Untuk menstabilkan ikatan butiran tepung sari selama
penerbangan, lebah madu menambahkan sejumlah madu pada tepung sari tersebut
(Winarno, 1981).

9

Pada iklim tropis lebah madu pekerja mengumpulkan polen pada pagi hari
dapat mencapai 22% sampai 50%, sedangkan sore hari hanya dapat mengumpulkan
7% - 10%. Hal tersebut disebabkan pada pagi hari pada umumnya polen yang
tersedia lebih banyak dibandingkan pada sore hari (Nugroho, 1993).Ketersediaan
polen pada satu jenis bunga berpengaruh terhadap kunjungan lebah ke bunga tersebut
(Crane, 1975).
Pengumpulan resin adalah bagian dari aktivitas Trigona, lebah pekerja yang
mengambil resin sekitar 10% dari jumlah lebah pekerja di satu koloni. Namun untuk
perbandingan aktivitas pengambilan resin dan polen pada pagi dan sore hari aktivitas
pengambilan polen lebih banyak dari pada pengambilan resin, tapi ketika hari sudah
siang aktivitas pengambilan resin lebih banyak daripada pengambilan polen (Wallace
dan Lee, 2009).
Resin tanaman adalah sumber daya penting untuk bahan bangunan sarang lebah.
Namun sumberdaya resin kebanyakan cenderung terbatas dan bertahan sebentar,
resin sumberdaya satu pohon hanya untuk persediaan 2 – 3 bulan untuk kebutuhan
Trigona. (Wallace et al., 2008).
Pengaruh Lingkungan Terhadap Aktivitas Trigona
Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi kegiatan harian lebah madu di
dalam mencari makan adalah suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan
intensitas cahaya (Sulaksono et al., 1986).
Temperatur lingkunganmempengaruhi terhadap aktivitas lebah pekerja dalam
mencari makanan. Temperatur sekitar berpengaruh terhadap aktivitas lebah, aktivitas
tersebut meliputi pencarian makanan, perawatan keturunan, dan pembesaran koloni.
Temperatur meningkat mengakibatkan penurunan aktivitas lebah dalam mencari
pakan (Mani, 1972). Aktivitas pencarian nektar, tepung sari dan air tergantung cuaca
dan kebutuhan koloni. Lebah madu aktif mencari nektar dan tepung sari pada kisaran
20- 26 ºC (Gojmerac, 1983).
Meningkatnya temperatur lingkungan menyebabkan aktivitas mencari makanan
menurun karena lebah secara naluriah sudah dapat memperhitungkan bahwa pada
suhu yang semakin tinggi maka energi yang dibutuhkan untuk terbang mencari
makan semakin besar, sedangkan nekatar merupakan sumber energi hanya sedikit

10

ketersediaaanya di alam (Gojmerac, 1983). Aktivitas lebah madu pekerja akan
menurun bila suhu lingkungan semakin panas. Peningkatan suhu lingkungan juga
menyebabkan nektar dari bunga mengalami penguapan sehingga volume nektar
menurun. Hal tersebut mengakibatkan kadar air nektar pada bunga berkurang,
sehingga kadar gulanya mengalami peningkatan (Nugroho, 1993).
Pengaruh

lingkungan

terhadap

intensitas

pengumpulan

polen

dapat

mempengaruhi secara langsung dan tidak langsung, secara langsung dapat
mempengarui aktivitas terbang, tingkat dan pola konsumsi. Secara tidak langsung
dapat berupa produksi polen bunga, temperatur lingkungan sangat mempengaruhi
jumlah konsumsi makanan lebah madu, dan dengan demikian akan mempengaruhi
tingkat pengumpulan makanan (polen dan nektar) dari lapangan. Kelembaban,
temperatur, kecepatan angin, dan intensitas cahaya bepengaruh sangat nyata terhadap
aktivitas terbang lebah (Sihombing, 2005).
Suhu ideal untuk lebah terbang adalah antara 16 °C dan 26 °C. Namun suhu
bukanya salah satu faktor yang menguntungkan untuk terbang karena ada faktor
kelembaban lingkungan yang paling penting untuk kegiatan penerbangan. (Hilario et
al., 2003). Aktivitas pembuangan sampah lebih banyak dilakukan pada pagi hari dan
sore hari. Dan aktivitas lebih tinggi ketika pada musim panas daripada di musim
dingin (Hilario et al., 2003).
Trigona tidak bisa bertoleransi dengan suhu rendah, tetapi Trigona bisa bertahan
pada suhu 34 - 36ºC karena itu Trigona lebih kuat pada suhu panas ketimbang Apis.
Lebah Trigona tidak tahan dengan temperatur dingin, tapi ketika temperaturpanas
Trigona akan mengepak sayapnya untuk menurunkan suhu tubuhnya (Amano, 2004).
Ada korelasi positif antara radiasi matahari danjumlah lebah dalam koloni yang
datang dengan bebannektar dan air. Dikaitannya dengan kelembaban relatif adalah
korelasipositif untuk mengangkut serbuk sari,dan resin dan sampah domestik dengan
temperatur, meskipun pengaruh perilakupenerbangan lebah, berkorelasi positifhanya
untuk mengumpulkan nektar dan air (de Olivera et al., 2012). Lebah terbang di
intensitas cahaya rendah, meskipun jumlah yang lebih tinggi dari lebah
meninggalkansarang melampaui 20.000 lux (Hilario et al., 2001).

11

Produk Trigona
Produk dari lebah madu yang dapat dimanfaatkan untuk menambah nilai hasil
dari perlebahan adalah madu, bee pollen dan propolis (Sihombing, 2005).
Propolis
Propolis merupakan resin lengket yang dikumpulkan oleh lebah dari kuncup,
kulit kayu, dan dari bagian lain tumbuhan (Gojmerac, 1983). Propolis merupakan
produk alami lebah yang menunjukkan efek antimikroba (Dharmayanti, 2000).
Lebah madu memerlukan propolis karena lebah madu rentan terhadap infeksi bakteri
dan virus (Chinthalapally dan Rao Valhalla, 1993).
Secara kimia, propolis sangat kompleks dan kaya akan senyawa terpena, asam
benzoat, asam kafeat, asam sinamat dan asam fenolat. Propolis juga mengandung
flavonoid yang sangat tinggi sehingga banyak peneliti lebih memilih propolis sebagai
senyawa flavonoid (Chinthalapally et al., 1993). Keragaman jenis tumbuhan asal
resin merupakan faktor utama yang menimbulkan perbedaan komposisi senyawa
kimia yang terdapat dalam propolis. Perbedaan komposisi ini menimbulkan
perbedaan warna dan aroma pada jenis propolis yang berbeda. Aroma yang tercium
merupakan aroma senyawa aromatis yang bersifat volatil yang terkandung dalam
propolis (Salatino et al., 2005). Trigona jarang diternakkan karena menghasilkan
madu yang sedikit namun Trigona menghasilkan propolis lebih banyak daripada
Apis spp. (Fatoni, 2008).
Madu
Madu adalah cairan alami yang umumnya memiliki rasa manis, dihasilkan oleh
lebah madu, dari sari bunga tanaman (floral nectar) atau bagian lain dari tanaman
(extra floral nectar) atau ekskresi serangga yang berkhasiat dan bergizi tinggi. Madu
tersusun atas beberapa senyawa gula seperti glukosa dan fruktosa serta sejumlah
mineral seperti magnesium, kalium, kalsium, natrium, klor, belerang, besi dan fosfat.
Madu juga mengandung vitamin B1, B2, C, B6 dan B3 yang komposisinya berubahubah sesuai dengan kualitas nektar dan serbuk sari. Di samping itu, dalam madu
terdapat pula sejumlah kecil tembaga, yodium, dan seng serta beberapa jenis hormon
(Sambodo, 2009).

12

Ketersediaan simpanan nektar berupa madu di dalam sarang dalam jumlah
banyak akan merangsang pertumbuhan koloni yang lebih baik, baik dalam membuat
sarang penyimpanan madu maupun untuk menempatkan telur dan perkembangan
larva menjadi pupa (Perusahaan Umum Perusahaan Kehutanan Negara, 1993). Lebah
madu Trigona spp. Menghasilkan jumlah madu yang sedikit bila dibandingkan
dengan lebah Apis spp. Sarang lebah Trigona spp. menghasilkan madu kurang lebih
1 kg/tahun sedangkan Apis spp. Menghasilkan madu mencapai 75 kg/tahun. Madu
yang dihasilkan Trigona spp. mempunyai aroma khusus, campuran rasa manis dan
asam seperti lemon. Aroma madu tersebut berasal dari resin tumbuhan dan bunga
yang dihinggapi lebah (Fatoni, 2008).
Bee Pollen
Polen digunakan untuk berbagai tujuan.Salah satu pengguna besar adalah untuk
diberi kembali lagi kepada lebah saat polen di lapangan langka.Untuk tujuan
penyerbukan polen dibutuhkan dari tumbuhan tertentu.Sebagai sumber protein untuk
lebah itu sendiri (Sihombing, 2005).
Ketersediaan polen di sarang yang cukup akan menghasilkan individu lebah
pekerja yang sehat dan berumur panjang, kandungan protein polen merupakan
penentu kualitas pakan bagi lebah madu (Perusahaan Umum Perusahaan Kehutanan
Negara, 1993).

13

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di dua lokasi yang berbeda, yaitu kebun polikultur
(kebun pala yang dikombinasikan dengan tanaman lainya), dan kebun monokultur
pala (kebun yang tidak dikombinasikan dengan tanaman lain). Kebun polikultur
berlokasi di Cijeruk, Bogor (kebun polikuktur) dengan luas 2 Ha dan kebun
monokultultur pala berlokasi di Cicurug, Sukabumi, dengan luas 3,5 Ha. Penelitian
ini berlangsung selama tiga bulan dari bulan Maret sampai Mei 2012.
Bahan dan Alat
Sampel yang digunakan terdiri atas enam koloni Trigona laeviceps dengan bobot
awal yang berkisar dari 50 – 150 g (rataan 77,68 g). Alat yang digunakan mencakup
kotak kayu, counter, pisau, golok, pinset, piring plastik, timbangan merek
BUTTERFLY dengan ketelitian 1 g, timbangan digital merek AND dengan ketelitian
0,0001 mg. sendok, loyang, luxmetermerek HANNA dengan ketelitian 0,001 lux
digunakan untuk mengukur cahaya, thermohigrometer merek MASTECH digunakan
untuk mengukur suhu dan kelembaban, dan enam stup kayu baru dengan ukuran 18
cm x 18 cm x 25 cm. Gambar sampel dan bahan dapat dilihat pada Gambar 3.

(a) Koloni Trigona

(b) Hand Counter

(c) Timbangan

(d) Stup Kayu
(e) Timbangan Digital (f) Luxmeter dan Thermohygrometer
Gambar 3. Sampel dan Alat yang Digunakan untuk Penelitian (a) Koloni
Trigona, (b) Hand Counter, (c) Timbangan, (d) Stup Kayu, (e)
Timbangan Digital, (f) Luxmeter dan Thermohygrometer.

14

Prosedur
Tahap Persiapan
Enam kotak baru ditimbang terlebih dahulu sebagai bobot stup kosong. Enam
koloni Trigona dari sarang bambu dipindahkan ke enam stup yang baru lalu
ditimbang. Selisih antara koloni dalam stup baru dengan stup baru yang kosong
merupakan bobot koloni awal. Ke enam koloni ini diadaptasikan selama satu hari di
kebun polikultur kemudian sore hari esoknya

tiga stup dipindahkan ke kebun

monokultur pala.
Tahap Pengamatan Aktivitas Keluar Masuk Sarang Trigona
Pengamatan aktivitas Trigona dilihat dari aktivitas keluar masuk Trigona ke
sarangnya selama 10 menit tiap jam dihitung dengan counter. Pengukuran suhu,
kelembaban, dan intensitas cahaya dilakukan setiap satu jam dari pukul 06:00 sampai
17:00.
Tahap Pengukuran Produktivitas Trigona
Bobot keenam koloni lebah Trigona diukur setiap minggu selama tiga bulan
dengan cara koloni menimbang stup beserta isinya lalu dikurangi dengan bobot stup
kosong yang dicatat pada tahap persiapan. Pada akhir penelitian hasil produk lebah
yaitu, madu, bee pollen, dan propolis dipanen dari sel - sel yang berisi cadangan
makanan saja. Panen dilakukan dengan cara stup mencungkil dengan golok agar
terbuka, kemudian produk lebah diambil dengan pisau. Madu dipenen dengan cara
diperas, polen dipanen dengan cara dikeruk menggunakan pinset dan propolis
dipanen dengan cara diambil dari bekas tempat madu dan bee pollen yang sudah
dipanen.

Bobot ketiga produk diukur dengan cara ditimbang menggunakan

timbangan digital dengan tingkat ketelitian 0,0001 mg dan dicatat. Bobot sel telur
dan isinya juga diamati dengan cara mengurangi bobot koloni dengan bobot produk
koloni di akhir penelitian. Pengukuran bobot sel telur dan isinya digunakan sebagai
indikator perkembangan koloni.

15

Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan
perlakuan jenis kebun (kebun polikultur dan kebun monokultur pala). Model
matematika yang digunakan.
Yij =  + j+ ij
Keterangan :

 :

Nilai peubah yang diamati pada ulangan ke-j dari perlakuan jenis
kebun ke-i
Rataan umum nilai peubah yang diamati

 :

Pengaruh perlakuan jenis kebun ke-i

Yij

:

ij :Galat pada ulangan ke-j dari perlakuan jenis kebun ke-i
i

:

Jenis kebun (kebun polikuktur dan kebun monokultur pala)

j

:

ulangan (3)

Data aktivitas harian dan pertambahan bobot koloni dianalisis menggunakan
ANOVA (analysis of variance) pada tingkat kepercayaan 95%.Data rataan aktivitas
harian, produktivitas (madu, bee pollen, dan propolis) serta perkembangan koloni
dianalisis dengan menggunakan uji T pada tingkat kepercayaan 95%. Faktor
lingkungan

(suhu,

kelembaban,

dan

intensitas

cahaya)

ditabulasikan

dan

pengaruhnya terhadap aktvitas dan produktivitas dianalisis secara deskriptif serta
disajikan dalam bentuk grafik dan gambar.
Peubah
Peubah yang diamati mencakup:
1. Rataan aktivitas harian koloni Trigona adalah rataan jumlah Trigona yang
keluar masuk sarang tiap hari selama tiga bulan. Rumusnya adalah:
Rataan aktivitas harian (x) =



2. Aktivitas koloni Trigona adalah jumlah Trigona yang keluar masuk sarang
per sepuluh menit tiap jam
3. Pertambahan bobot koloni Trigona per minggunya adalah selisih antara
bobot koloni tanpa stup pada saat pengukuran dengan bobot koloni tanpa stup
pada satu minggu. sebelumnya yang dihitung dengan cara bobot koloni yang

16

didapat dari hasil penimbangan koloni Trigona dikurangi dengan bobot kotak
kosong

Keterangan :
PBK

: Pertambahan bobot koloni
: Bobot koloni minggu Ke - n
: Bobot koloni minggu lalu

Bobot koloni didapat dengan cara mengurangi bobot koloni dalam stup
dikurangi dengan berat stup kosong
4. Produksi madu adalah proporsi bobot madu yang dihasilkan dalam tiga bulan
terhadap bobot awal koloni, diperoleh dengan rumus:

5. Produksi polen adalah proporsi bobot bee pollen yang dihasilkan dalam tiga
bulan terhadap bobot awal koloni, diperoleh dengan rumus:

6. Produksi propolis adalah proporsi bobot propolis yang dihasilkan dalam tiga
bulan terhadap bobot awal koloni, diperoleh dengan rumus:

7. Perkembangan koloni adalah proporsi bobot sel telur beserta isinya terhadap
bobot awal koloni, diperoleh dengan rumus:

17

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di dua lokasi. kebun polikultur terletak di Kecamatan
Cijeruk. Kabupaten Bogor dan di Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi.
Kecamatan Cijeruk terletak kurang lebih 40 km di sebelah Ibukota Kabupaten Bogor.
Luas Kecamatan Cijeruk 3.654,36 Ha. Ketinggian Kecamatan Cijeruk 421,5 –
1.737,5 meter dari permukaan laut (dpl), topografi berbukit dengan kemiringan lahan
yang bervariasi karena terletak di kaki Gunung Salak. Suhu di Cijeruk berkisar 18 –
31 ºC, kawasan Cijeruk berpotensi untuk kegiatan Agrowisata (Kecamatan Cijeruk,
2009). Luas lahan penelitian di kebun polikultur 2,5 Ha Kawasan ini memiliki batas
tapak sebagai berikut :
Sebelah Utara

: Kelurahan Pamoyanan, Kotamadya Bogor

Sebelah Selatan

: Kecamatan Cigombong dan Kecamatan Cicurug

Sebelah Timur

: Kelurahan Rancamaya, Kotamadya Bogor

Sebelah Barat

: Kecamatan Tanjungsari

Lokasi penelitian Cijeruk dapat dilihat pada Gambar 4.

(a) Peta Cijeruk

(b) Lokasi penelitian Cijeruk

Gambar 4. (a) Peta Cijeruk dan (b) Lokasi Penelitian Cijeruk
Kebun polikultur memiliki beraneka ragam jenis tanaman yang didominasi oleh
tanaman pisang, singkong, dan pala. Komposisi tanaman di kebun polikutur
tercantum pada Tabel 2.

18

Tabel 2. Komposisi Tanaman di Kebun Polikultur
Nama Tanaman

Jumlah Tanaman
(batang)

Pala (Myristica fragrans)

10

Nangka (Artocarpus heterophyllus)

3

Manggis (Carciona mangostana)

1

Singkong (Manihot uttilisima)

20

Durian (Durio zibethinus)

3

Kapuk (Ceiba pentandra)

1

Lengkeng (Nephelium nonganum)

1

Kedondong (Spondias cytherea)

1

Mangga (Mangifera indica)

2

Palem (Cyrtostachys lakka)

5

Pisang (Musa paradisiaca)

41

Rambutan (Niphelium lapeceum)

4

Jambu air (Eugenia javanica)

2

Jambu batu (Psidium guayana)

3

Jengkol (Phitecollobium jiringa)

1

Kelapa (Cocos nuchifera)

3

Markisa (Passiflora spp.)

1

Papaya (Carica papaya)

1

Petai (Parkia speciosa)

1

Soka (Ixora paludosa).

3

Total

108

Kebun monokultur pala terletak di Kecamatan Cicurug, yang merupakan
wilayah paling utara dari Kabupaten Sukabumi dan berbatasan langsung dengan
Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 4.636,7 Ha Kecamatan Cicurug terletak pada
ketinggian antara 475 – 500 meter (dpl) dengan suhu 21 – 29 ºC (Badan Pusat
Statistik, 2010). Luas lahan penelitian kebun monokultur pala 3 Ha. Batas wilayah
administratif Kecamatan Cicurug yaitu :

19

Sebelah Utara

: Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor

Sebelah Selatan

: Kecamatan Parungkuda dan Parakansalak

Sebelah Timur

: Kecamatan Nagrak dan Cibadak

Sebelah Barat

: Kecamatan Cidahu

Lokasi penelitian Cicurug dapat dilihat pada Gambar 5.

(a)Peta Cicurug

(b) Lokasi Penelitian Cicurug

Gambar 5. (a) Peta Cicurug dan (b) Lokasi Penelitian Cicurug
Komposisi tanaman di kebun monokultur jenisnya lebih seragam. Komposisi
tanaman di kebun monokultur pala dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Tanaman di Kebun Monokultur Pala
Jumlah Tanaman
(batang)

Nama Tanaman
Pala (Myristica fragrans)

437

Palem (Cyrtostachys lakka)
Total

30
467

Kecamatan cicurug memiliki penyebaran penduduk tertinggi di Kabupaten
Sukabumi bagian Utara (Badan Pusat Statistik, 2010).
Lingkungan Trigona
Lingkungan merupakan faktor yang mempengaruhi aktivitas dan produktivitas
Trigona. Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi kegiatan harian lebah

20

madu di dalam mencari makan adalah suhu udara, kelembaban udara, kecepatan
angin dan intensitas cahaya (Sulaksono et al., 1986).
Suhu
Suhu di kebun polikultur dan monokultur pala berturut – turut berkisar antara
22,32 - 30,75 ºC dan 19,46 – 26,88 ºC seperti yang tercantum pada Tabel 4.
Tabel 4. Suhu Harian di Kebun Polikultur dan Monokultur Pala
Jenis Kebun

Waktu
Polikultur

Monokultur pala

------------------(ºC)--------------------06.00

22,32

20,78

07.00

23,77

21,09

08.00

26,12

22,06

09.00

26,96

20,18

10.00

30,75

21,93

11.00

28,17

26,47

12.00

28,10

26,88

13.00

27,78

26,21

14.00

27,28

24,84

15.00

25,74

21,90

16.00

25,03

20,26

17.00
Rata – Rata (ºC)

24,79
26,40

19,46
22,67

Koefesien Keragaman (%)

8,58

11,84

Standar Deviasi (ºC)

2,26

2,65

Suhu ini masih termasuk dalam kisaran suhu yang dapat ditoleransi oleh lebah
Trigona, yaitu 16-26 ºC (Hilario et al., 2003), bahkan sampai 34-36 ºC (Amano,
2004). Pada waktu yang sama suhu di kebun polikultur lebih tinggi dibandingkan di
kebun monokultur pala, karena kebun polikultur terletak di lokasi yang lebih rendah.
Kebun polikultur memiliki suhu terendah (22,32 ºC) pukul 06.00 dan suhu tertinggi
(30,75 ºC) pukul 10:00. Pukul 08:00 sampai 10:00, sinar matahari langsung
mengenai stup Trigona sehingga suhu menjadi tinggi.
21

Kebun monokultur pala memiliki suhu terendah (19,46 ºC) pukul 17:00 dan
suhu tertinggi (26,88 ºC) pukul 12:00, Kebun monokultur pala yang rimbun yang
menyebabkan cahaya matahari mengenai kotak Trigona pada pukul 11:00 sampai
pukul 13:00. Sebaliknya, di kebun polikultur pala cahaya mengenai kotak sejak
pukul 07:00.
Kelembaban
Kelembaban di kebun polikultur dan monokultur pala berturut – turut berkisar
antara 68,11% – 90,63% dan 62,09% – 88,51% yang tercantum di Tabel 5.
Tabel 5. Kelembaban Harian di Kebun Polikultur dan Monokultur Pala
Jenis Kebun
Waktu
Polikultur
Monokultu pala
--------------------(%)-------------------06.00

90,26

86,36

07.00

90,63

88,51

08.00

80,71

82,31

09.00

73,40

69,20

10.00

69,43

63,29

11.00

68,11

67,37

12.00

69,45

66,39

13.00

69,03

67,64

14.00

72,73

65,17

15.00

74,42

62,64

16.00

78,65

62,09

17.00
Rata – Rata (%)

82,71
73,91

65,27
66,87

Koefesien Keragaman (%)

10,44

13,47

Standar Deviasi (%)

8,00

9,50

Pada Tabel 5 terlihat bahwa kebun polikultur memiliki kelembaban yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kebun monokultur. Kelembaban tinggi di kebun
polikultur karena lokasinya lebih rendah.

22

Kelembaban polikultur tertinggi (90,63%) pada pukul 07:00 dan terendah
(68,11%) pada pukul 11:00. Kebun monokultur memiliki kelembaban tertinggi
(88,51%) pada pukul 07:00, dan terendah (62,09%) pada pukul 16:00. Perbedaan
kelembaban ini terjadi karena perubahan iklim dan cuaca yang terjadi secara tiba –
tiba dan adanya musim peralihan dari musim hujan ke musim kemarau.
Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya di kebun polikultur dan monokultur pala berturut – turut antara
4.014,5 – 14.0459,8 lux dan 262,57 – 81.725,26 lux dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Intensitas Cahaya Harian di Kebun Polikultur dan Monokultur Pala
Jenis Kebun
Waktu
Polikultur
Monokultur Pala
-----------------------------------(lux)------------------------------06.00

5.710,3

262,5

07.00

44.534,8

799,8

08.00

140.460,0

1.972,2

09.00

93.088,6

7.293,6

10.00

53.914,1

4.762,2

11.00

37.294,3

23.431,0

12.00

29.669,5

81.725,2

13.00

28.409,4

21.331,1

14.00

27.475,9

5.971,0

15.00

25.279,8

2.259,4

16.00

14.758,6

1.031,2

4.014,5
29.039, 8

354,8
3.511,0

92,9

183,8

39.085

23.160

17.00
Rata – Rata (lux)
Koefesien Keragaman (%)
Standar Deviasi (lux)

Kebun polikultur memiliki intensitas cahaya tertinggi (14.0459,8 lux)pada pukul
08:00 karena sinar matahari menyinari stup Trigona secara langsung. Intensitas
cahaya terendah (4.014,5 lux) pada pukul 17:00 karena posisi matahari mulai
terbenenam.

23

Intensitas cahaya tertinggi (81.725,26 lux) di kebun monokultur pala terjadi
lebih siang yaitu pada pukul 12:00 karena pada pagi hari cahaya terhalang oleh
tanaman pala yang rimbun. Intensitas cahaya terendah (262,57 lux) pada pukul 06:00
ini terjadi karena sinar matahari masih terhalang oleh pohon – pohon yang berada di
kebun pala. Kebun monokultur pala memiliki pencahayaan yang lebih buruk dari
kebun polikultur karena jarak tanaman di kebun ini lebih rapat.
Sebaliknya kebun polikulultur memiliki pencahayaan yang lebih baik daripada
kebun monokultur pala karena tanaman di kebun polikultur lebih jarang. Cahaya
matahari di kebun monokultur pala tidak terhalang ketika posisi matahari berada di
atas yakni ketika pukul 12:00.
Aktivitas Trigona
Rataan aktivitas harian Trigona di kebun polikultur dan monokultur pala
tercantum pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan Aktivitas Harian Trigona di Kebun Polikultur dan Monokultur Pala
Jenis Kebun

Rataan Aktvitas Harian
(ekor)

Polikultur
Monokultur Pala
Keterangan : A,B : Huruf Superskrip yang Berbeda Menunjukkan Rataan Aktivitas Harian Yang
Berbeda (P < 0,05)

Hasil analisis uji – T menunjukkan bahwa rataan aktivitas harian Trigona
dipengaruhi oleh jenis kebun (P