Dari bagan diatas menunjukkan bahwa terapi reperfusi baik primary PCI ataupun fibrinolisis harus segera diberikan dalam interval tertentu dari waktu awitan
≤ 30 menit untuk fibrinolisis, ≤ 90 menit untuk terapi PCI. Menurut jurnal penelitian yang dibuat oleh Beig et al 2016 di India menyebutkan bahwa delay pada
fase prehospital memegang peranan sebesar 83,8 dari seluruh delay penanganan pada pasien STEMI. Dari delay prehospital tersebut, keputusan pasien untuk segera
menghubungi petugas kesehatan adalah delay prehospital dengan prosentase paling besar 59, kemudian diikuti oleh delay transportasi 25 dan terakhir adalah
referral delay atau rujukan 16. Dari data di atas maka menjadi sebuah poin penting bahwa delay pada setting pelayanan prehospital menjadi empasis dalam
pembahasan ini.
3.1. Permasalahan Delay Pasien pada setting Pre-Hospital
Menurut O’Gara dalam ACCAHA 2013 menyebutkan bahwasanya tindakan revaskularisasi atau yang biasanya kita sebut dengan reperfusi secara urgen adalah
indikasi dari kondisi pasien dengan STEMI, yang secara umum didiagnosa dengan melihat tampilan pada pemeriksaan EKG. Pada penelitian Rawles 1997
menyebutkan bahwasanya diperkirakan setiap 30 menit keterlambatan terapi reperfusi, maka nyawa pasien akan berkurang 1 tahun. Pada penelitian lain yang
dilakukan oleh Beig 2016 menyebutkan bahwa keputusan pasien untuk segera menghubungi petugas kesehatan adalah delay prehospital dengan prosentase
paling besar 59. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dalam penelitian De Luca 2004 yang menyebutkan bahwasanya mayoritas pasien meninggal karena STEMI
adalah kurang lebih 1-2 jam. Banyak sekali cara yang sudah diaplikasikan untuk mengidentifikasi gejala sekaligus menjadi strategi rekognisi awal terhadap
kejadian STEMI termasuk kurangnya kemampuan pasien dalam mengidentifikasi bahwa mereka sebenarnya mengalami STEMI, mengira sebagai penyakit lain, atau
penentuan keputusan pasien dalam mengontak petugas kesehatan. Dari fakta
penelitian yang disebutkan di atas akan muncul permasalahan yaitu ketidakmampuan pasien dalam mengenali gejala maupun menindaklanjuti
terjadinya STEMI. PERKI 2015 menyatakan bahwasanya masyarakat perlu diberikan sebuah
pemahaman mengenai cara pengenalan gejala STEMI dan penyakit jantung lainnya. Selain itu penting untuk menanamkan budaya dan mindset untuk segera
memanggil pertolongan darurat. Pasien dengan riwayat jantung koroner perlu mendapatkan edukasi untuk mengenali gejalanya dan langkah praktis jika terjadi
serangan.
Solusi dalam mengurangi waktu awitan pasien-kontak dengan pelayanan
kesehatan dapat dikaitkan dengan penelitian tentang pengaruh telemedicine dalam mengurangi delay pada pasien stemi pada setting prehospital. Secara spesifik
WHO 2010 telah menyebutkan bahwasanya telemedicine telah dikembangkan sejak tahun 1970 an dan terus berkembang hingga saat ini. Yaitu metode untuk
mengobati dan mengetahui kondisi pasien secara jarak jauh menggunakan teknologi informasi dan komunikasi ICTs. Pada abad 20an telah ditemukan cara
bahwasanya dengan menggunakan sinyal kabel telepon yang dipancarkan melalui satelit dapat membantu pengiriman data EKG. Hal ini di buktikan oleh penelitian
Brunetti 2015 menyebutkan bahwasanya dengan menggunakan telemedicine yang terhubung pada dokter kardiologiperawat mengurangi door to baloon time
selama kurang lebih 1 jam masa perjalanan. Pada penelitian ini menunjukkan bahwasanya evaluasi awal dan triase pasien dengan STEMI menggunakan
teknologi telemedicine mengurangi interval waktu antara pasien kontak dengan petugas medis hingga mendapatkan tindakan PCI. Hal ini dipertegas oleh
penelitian lanjutan yang dilakukan oleh Brunetti 2016 bahwasanya dengan menggunakan telemedicine pada area pre hospital mengurangi jangka waktu
penatalaksanaan STEMI hingga 38-40.
Sebuah solusi lain diajukan oleh pilot studi yang dilakukan oleh De Luca 2015 bahwasanya untuk meningkatkan rekognisi awal dalam rangka pencegahan
dan kewaspadaan pasien, maka dikembangkan aplikasi smartphone EKG AliveCor
TM
. Aplikasi ini dapat menunjukkan 12-lead EKG dengan akurasi 94- 97, dapat mengidentifikasi atrial fibrilasi dengan sensitifitas dari 87-100,.
Karena lebih dari separuh pengguna ponsel di amerika menggunakan smartphone maka dikembangkan aplikasi ini. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwasanya
smartphone EKG ini sebuah terobosan baru dan unggul karena portable dan biayanya terjangkau. Dengan menggunakan hasil penelitian ini diharapkan pasien
dapat lebih cepat mengenali gejala STEMI sehingga dapat mempercepat penanganan. Dari beberapa literatur dan penelitian di atas dapat disimpulkan
bahwasanya telemedicine dan penggunaan teknologi lainnya dalam mengenali gejala dan mengurangi door to baloon time pada penatalaksanaan STEMI menjadi
optimal.
3.2. Permasalahan Delay Sistem Pelayanan Kesehatan