pasien yang sudah dilakukan EKG di atas kendaraan transportasi. Hal ini menandakan bahwa dengan adanya penggunaan EKG lebih awal akan
mempercepat tenaga medis dalam menentukan diagnosa awal sehingga tindakan berikutnya akan dapat segera dilaksanakan. Pada jurnal yang disusun oleh Ripa
2010 memperkuat teori bahwa tindakan mengukur EKG 12- lead pada ambulan
adalah salah satu langkah untuk dapat mengoptimalkan perawatan pada pasien dengan nyeri dada, karena EKG adalah dasar dari penegakan diagnosis awal dan
pemberian intervensi berkelanjutan maupun tes diagnostik lainnya. Segera setelah 12-lead EKG pada pasien mengindikasikan STEMI, kunci keputusan terapeutik
adalah untuk menginisiasi tindakan terapi trombolitik intravena, atau pelaksanaan pPCI primary percutaneous coronary intervention.
B. Solusi Pada Setting Intra-Hospital
Semua pasien dengan nyeri dada dengan tatalaksana ACS sudah harus dilaksanakan pemeriksaan EKG dalam rentang waktu kurang dari 10 menit mulai
kedatangan di UGD dan mendapatkan evaluasi awal oleh klinisi UGD. Berbeda dengan beberapa kondisi medis lainnya, STEMI dapat didiagnosa dengan sebuah
tes sebelum evaluasi selesai dilaksanakan. Kriteria penegakan diagnosis STEMI telah diajukan oleh ACCAHA dan disepakati oleh European Society Cardiology
ESC. ACCAHA 2013 dan ESC 2012 sepakat bahwasanya diagnosa STEMI dapat ditegakkan saat EKG pada pasien dengan nyeri dada menunjukkan: 1 ≥ 1-
mm elevasi segmen ST paling tidak pada 2 lead anatomis aVL – III, termasuk aVR, 2 ≥ 1-mm elevasi segmen ST pada prekordial lead V4 hingga V6, 3 ≥ 2-
mm elevasi segmen ST pada V1 hingga V3, atau 4 adanya blocking baru pada LBB left bundle branch. Menurut Pelter et al 2010 menyebutkan bahwasanya
interpretasi 12 lead EKG yang tepat dan akurat dapat menjadi sebuah langkah awal dalam memandu pengembalian aliran darah ke miokardium dan untuk
mengidentifikasi apakah terapi yang diberikan kepada pasien telah memberikan dampak positif atau tidak. Seorang perawat sebagai klinisi harus memiliki
keterampilan yang baik dalam mengenali kondisi STEMI karena sering kali
menjadi garis depan dalam mendapatkan, menginterpretasikan, dan mengomunikasikan temuan pada 12- lead EKG.
Riwayat tentang pasien sudah harus di kaji selama pemeriksaan EKG dan terapi awal diberikan. Tanyakan kepada pasien apakah ia merasakan nyeri dada,
kapan dimulai, bagaimana rasanya ditusuk, diremas, ditekan, dan apakah nyeri menyebar hingga ke bagian tubuh tertentu. Nyeri dada adalah gejala paling umum
dari infark miokard namun tidak selalu muncul, sehingga pastikan adanya nyeri pada dagubahuleherlengan, lemas, mual dan nafas pendek. Kemudian selain itu
seorang klinisi haruslah mampu mengkaji faktor resiko mayor penyakit kardiovaskular yang ada pada pasien, misalnya hipertensi, riwayat penyakit arteri
koroner sebelum, diabetes, hiperlipidemia, merokok, jenis kelamin pria, dan riwayat infark miokard atau kematian karena penyakit jantung pada keluarga
kandung pasien sebelum usia 45 pada laki-laki dan usia 55 pada perempuan Kosowsky et al, 2009.
Pada paparan literatur dari McAvoy 2017 menyebutkan bahwasanya intervensi keperawatan yang muncul di UGD sebelum dilakukannya PCI adalah
terkait dengan administrasi pemberian oksigen, pemberian aspirin jika pasien tidak memiliki riwayat alergi dan heparin dosis menyesuaikan dengan berat
badan pasien. Pemberian aspirin dan heparin akan mengurangi agregasi platelet dan inflamasi pembuluh darah. Selain itu nitrogliserin dan morfin mungkin perlu
diadministrasikan untuk mengurangi nyeri. Kemampuan perawat dalam menentukan prioritas diagnosa keperawatan akan sangat menentukan tindakan
keperawatan yang akan diambil.
3.2.3. Sarana dan Prasarana A. Solusi Pada Pre-Hospital