gangguan-gangguan yang tak ringan terhadap keluarga. Akhirnya diwilayah- wilayah tertentu dunia ini dengan cukup prihatin disaksikan munculnya
masalah persoalan akibat pertambahan penduduk. Itu semua serba menggelisahkan suara hati. Tetapi gairah kekuatan lembaga perkawinan dan
keluarga nampak juga dari kenyataan, bahwa perubahan-perubahan masyarakat yang mendalam sekarang ini, kendati kendala-kendala yang
bermunculan dari padanya, seringkali toh dengan pelbagai cara menampilkan hakekat sejati lembaga itu.
Oleh karena itu Konsili bermaksud menjelaskan berbagai pokok ajaran Gereja, dan dengan demikian menerangi serta meneguhkan umat kristiani
dan semua orang, yang berusaha membela dan mengembangkan martabat asli maupun nilai luhur dan kesucian status perkawinan.
48. Kesucian perkawinan dan keluarga
Persekutuan hidup dan kasih suami-isteri yang mesra, yang diadakan oleh Sang Pencipta dan dikukuhkan dengan hukum-hukumnya, dibangun oleh janji
pernikahan atau persetujuan pribadi yang tak dapat di tarik kembali. Demikianlah karena tindakan manusiawi, yakni saling menyerahkan diri dan
saling menerima antara suami dan isteri, timbullah suatu lembaga yang mendapat keteguhannya, juga bagi masyarakat, berdasarkan ketetapan
ilahi. Ikatan suci demi kesejahteraan suami-isteri dan anak maupun masyarakat itu, tidak tergantung dari manusiawi semata-mata. Allah
sendirilah Pencipta perkawinan, yang mencakup berbagai nilai dan tujuan
[105] . Itu semua penting sekali bagi kelangsungan umat manusia, bagi
pertumbuhan pribadi serta tujuan kekal masing-masing anggota keluarga, bagi martabat, kelestarian, damai dan kesejahteraan keluarga sendiri
maupun seluruh masyarakat manusia. Menurut sifat kodratinya lembaga perkawinan sendiri dan cinta kasih suami-isteri tertujukan kepada lahirnya
keturunan serta pendidikannya, dan sebagai puncaknya bagaikan dimahkotai olehnya. Maka dari itu pria dan wanita, yang karena janji perkawinan “bukan
lagi dua, melainkan satu daging” Mat 19:6, saling membantu dan melayani berdasarkan ikatan mesra antara pribadi dan kerja sama; mereka mengalami
dan dari hari ke hari makin memperdalam rasa kesatuan mereka. Persatuan mesra itu, sebagai saling serah diri antara dua pribadi, begitu pula
kesejahteraan anak-anak, menuntut kesetiaan suami isteri yang sepenuhnya, dan menjadikan tidak terceraikannya kesatuan mereka mutlak
perlu
[106] .
2
Kristus Tuhan melimpahkan berkat-Nya atas cinta kasih yang beraneka ragam itu, yang berasal dari sumber ilahi cinta kasih, dan terbentuk menurut
pola persatuan-Nya dengan Gereja. Sebab seperti dulu Allah menghampiri bangsa-Nya dengan perjanjian kasih dan kesetiaan
[107] , begitu pula
sekarang Penyelamat umat manusia dan Mempelai Gereja [108]
, melalui sakramen perkawinan menyambut suami-isteri kristiani. Selanjutnya Ia
tinggal berserta mereka supaya seperti Ia sendiri mengasihi Gereja dan menyerahkan Diri untuknya
[109] , begitu pula suami-isteri dengan saling
menyerahkan diri saling mengasihi dengan kesetiaan tak kunjung henti. Kasih sejati suami-isteri ditampung dalam cinta ilahi, dan dibimbing serta
diperkaya berkat daya penebusan Kristus serta kegiatan Gereja yang menyelamatkan, supaya suami-isteri secara nyata diantar menuju Allah, lagi
pula dibantu dan diteguhkan dalam tugas mereka yang luhur sebagai ayah dan ibu
[110] . Oleh karena itu suami-isteri kristiani dikuatkan dan bagaikan
dikuduskan untuk tugas-kewajiban maupun martabat status hidup mereka dengan sakramen yang khas
[111] . Berkat kekuatannyalah mereka
menunaikan tugas mereka sebagai suami-isteri dalam keluarga; mereka dijiwai semangat Kristus, yang meresapi seluruh hidup mereka dengan iman,
harapan dan cinta kasih; mereka makin mendekati kesempurnaan mereka dan makin saling menguduskan, dan dengan demikian bersama-sama makin
memuliakan Allah.
Maka dari itu, mengikuti teladan orang tua dan berkat doa keluarga, anak- anak, bahkan semua yang hidup dilingkungan keluarga, akan lebih mudah
menemukan jalan perikemanusiaan, keselamatan dan kesucian. Suami-isteri yang mengemban martabat serta tugas kebapaan dan keibuan, akan
melaksanakan dengan tekun kewajiban memberi pendidikan terutama dibidang keagamaan, yang memang pertama-tama termasuk tugas mereka.
Anak-anak, selaku anggota keluarga yang hidup, dengan cara mereka sendiri ikut serta menguduskan orang tua mereka. Sebab mereka akan membalas
budi kepada orangtua dengan rasa syukur terima kasih, cinta mesra serta kepercayaan mereka, dan seperti layaknya bagi anak-anak akan membantu
orang tua di saat-saat kesukaran dan dalam kesunyian usia lanjut. Status janda, yang sebagai kelangsungan panggilan berkeluarga ditanggung
dengan keteguhan hati, hendaknya dihormati oleh semua orang
[112] .
Hendaknya keluarga dengan kebesaran jiwa berbagi kekayaan rohani juga dengan keluarga-keluarga lain. Maka dari itu keluarga kristiani, karena
berasal dari pernikahan, yang merupakan gambar dan partisipasi perjanjian cinta kasih antara Kristus dan Gereja
[113] , akan menampakkan kepada
3
semua orang kehadiran Sang Penyelamat yang sungguh nyata di dunia dan hakekat Gereja yang sesungguhnya, baik melalui kasih suami-isteri, melalui
kesuburan yang dijiwai semangat berkorban, melalui kesatuan dan kesetiaan, maupun melalui kerja sama yang penuh kasih antara semua
anggotanya.
49. Cinta kasih suami-isteri