32 perubahan pada tingkat pendidikan, penduduk usia muda yang makin meningkat,
perubahan norma-norma yang berhubungan dengan jenis dan situasi pekerjaan dikalangan pencari kerja dan masyarakat umumnya, adanya peluang untuk berkerja
di luar sektor pertanian, sempitnya pemilikan lahan pertanian sawah dan meningkatnya penggunaan teknologi serta tingkat upah yang relatif lebih tinggi di
sektor non pertanian. Sementara itu Rahmat 1992, menyatakan transformasi tenaga kerja terjadi akibat adanya perubahan sikap mental para tenaga kerja, upah tenaga
kerja di sektor pertanian cendrung tetap, timbulnya kesempatan kerja baru di sektor non pertanian, kenyamanan bekerja di sektor non pertanian dan semakin
meningkatnya atau membaikknya kondisi komunikasi sehingga terjadi proses trasformasi.
Faktor-faktor lainnya yang disampaikan oleh Yennetri 1998 dalam penelitiannya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja dan
transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke non pertanian di Sumatera Barat adalah keterbatasan modal, teknologi dan skala usaha. Sedanngkan penelitian
Sumaryanto 1990 tentang penawaran tenaga kerja pertanian dan perubahannya di beberapa desa di Jawa Barat dengan menggunakan ekonometrik dan analisis regresi
tunggal menyatakan bahwa faktor-faktor utama yang mempengaruhi penawaran tenaga kerja adalah tingkat upah, luas sawah garapan, hubungan kerja
kelembagaan dan kondisi agro ekosistem.
2.11.  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Sumberdaya Manusia
Kesempatan kerja dan pengangguran, pada dasarnya merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara, baik negara yang sedang berkembang maupun
negara industri maju. Walaupun intensitas masalah tersebut mungkin sekali berbeda
33 antar negara tersebut karena adanya perbedaan pada faktor yang mempengaruhinya
seperti laju pertumbuhan ekonomi dan teknologi yang dipergunakannya serta kebijakan pemerintah itu sendiri. Demikian halnya dengan pendidikan tenaga kerja
atau sumberdaya manusia SDM.  Baik di negara berkembang maupun maju, pendidikan atau keahlian merupakan salah satu faktor penting yang sangat
menentukan besarnya kesempatan kerja bagi individu. Dimana kita tahu bahwa tingkat pendidikan angkatan kerja Indonesia umumnya masih sangat rend ah. Hal ini
didukung oleh hasil studi Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1996 yang memperkirakan bahwa 50 persen
dari jumlah orang yang bekerja di sektor formal dan 67 persen di sektor non formal terdiri dari  tenaga kerja yang tidak tamat sekolah dasar dan masih berusia muda.
Keadaan pendidikan dari angkatan kerja Indonesia yang rendah inilah menjadi salah satu penyebab utama rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja di Indonesia
khususnya di sektor formal. Menurut Tambunan 1996, saat ini kehidupan manusia yang sudah jauh
lebih modern daripada 20 atau 30 tahun yang lalu, pendidikan tidak lagi hanya sebagai salah satu kebutuhan pokok untuk melakukan proses produksi ekonomi,
tetapi sudah merupakan salah satu    basic human need  bagi setiap individu untuk memenuhi kebutuhan utama lainnya. Pendidikan, sekarang juga harus dilihat sebagai
suatu kegiatan atau sektor ekonomi yang memiliki kebutuhan akan input termasuk modal, proses produksi dan menghasilkan suatu  nilai tambah seperti halnya sektor
ekonomi lainnya. Dalam suatu ekonomi, salah satu cara untuk mendapatkan suatu tingkat pertumbuhan output yang tinggi melalui pemakaian faktor produksi atau
sumberdaya alam, termasuk sumberdaya manusia adalah dengan melakukan
34 keterkaitan produksi sepenuhnya antar sektor ekonomi yang ada sehingga mencapai
suatu tingkat yang optimal. Dalam hal kontribusi pendidikan sebagai salah satu sektor ekonomi,
diperlukan integrasi sepenuhnya antara sektor pendidikan dengan sektor lain nya agar mencapai suatu nilai tambah ekonomi yang tinggi dengan tingkat pengangguran
yang rendah atau mencapai  full employment. Integrasi seperti yang dimaksud itu tidak sepenuhnya terjadi di Indonesia. Masalah ini bisa dilihat pada beberapa hal.
Pertama,  tingkat pengangguran, baik yang terselubung setengah maupun yang terbuka penuh, masih tinggi. Kedua, banyak tenaga kerja dengan ketrampilan atau
pendidikan tertentu tidak mendapat  pekerjaan atau melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan keahlian mereka. Jadi, ada  over supply  tenaga kerja dengan
pendidikan tertentu dan  over demand  tenaga kerja dengan pendidikan tertentu lainnya yang semua ini disebabkan oleh struktur penawaran dari sektor pendidikan
tidak disesuaikan dengan struktur permintaan dari sektor ekonomi. Ini yang sering disebut  mismatch   di pasar buruh yang sedang terjadi di negara kita.
Lebih jauh Tambunan 1996 melihatnya dari sisi permintaan bahwa salah satu penyebab utama rendahnya rata-rata tingkat pendidikan masyarakat di
Indonesia  adalah tingkat pendapatan atau faktor kemiskinan.  Sedangkan  Hardono 2003  menyatakan  bahwa kendala utama dalam kualitas sumberdaya  manusia
adalah  aspek  gizi. Walaupun  ada  program  pemerintah, yakni  Inpres  Sekolah Dasar, diperkirakan    bahwa  sebagian  besar  rumah  tangga miskin  di  Indonesia
akan  menghasilkan  angkatan  atau  tenaga  kerja  anak -anak mereka dengan pendidikan  yang  rendah  juga  dikemudian  hari.  Jadi,  terdapat    semacam
lingkaran  setan,  dimana  generasi  miskin  sek arang  akan   menghasilkan generasi miskin  berikutnya. Faktor   lain  dari   sisi   permintaan   adalah    tingkat pendidikan
35 rata-rata dari sebagian besar masyarakat di Indonesia rendah, antara lain kurang
motivasi atau kemauan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik, kesehatan atau kondisi jasmani dan fisik yang tidak mengijinkan, serta kesempatan kerja tidak
ada. Penyuluh pertanian sebagai salah satu bentuk pengembangan sumberdaya
manusia pertanian untuk mendukung keberhasilan pembangunan pertanian harus ditata kembali berkaitan dengan adanya perubahan  context  dan  content  dari
pembangunan itu sendiri. Perubahan   context   pembangunan pertanian meliputi : 1 perubahan pengelolaan pembangunan, 2 kebebasan petani, 3 tuntutan pentingnya
pelestarian lingkungan hidup, dan 4 keputusan Indonesia meratifikasi perjajian World Trade Organisation
WTO.  Sedangkan perubahan  content  pembangunan pertanian adalah berkaitan dengan perubahan tujuannya. Sebelum krisis ekonomi
pembangunan pertanian bertujuan untuk meningkatkan produksi terutama pangan sehingga yang dibangun adalah usahatani. Pembangunan pertanian setelah krisis
ekonomi bertujuan untuk menigkatkan pendapatan melalui peningkatan produktivitas dan nilai tambah Soedijanto, 2004. Lebih jauh dikatakannya  bahwa
penyuluhan pertanian dalam era perubahan  context  dan  content  tersebut mengakibatkan perubahan tujuan penyuluhan pertanian. Dahulu penyuluhan
pertanian brtujuan untuk mengubah prilaku petani agar dapat bertani lebih baik better farming
, berusahatani lebih menguntungkan  better business, hidup lebih sejahtera  better living, dan bermasyarakat lebih baik  better community.  Sekarang
tujuan penyuluhan pertanian adalah mengahasilkan manusia pembelajar, manusia penemu ilmu dan teknologi, manusia pengusaha agribisnis yang unggul, manusia
pemimpin dimasyarakatnya, manusia guru dari petani lain, yang bersifat mandiri. Sifat mandiri meliputi kemandirian material, intlektual, dan kemandirian pembinaan.
36 Untuk itu diperlukan tenaga-tenaga penyuluh pertanian yang memiliki kualitas
sumberdaya yang baik sehingga dapat mencapai tujuan akhir yang diinginkan pemerintah dan masyarakat yaitu hidup sejahtera.
37
III.    KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Dasar Pemikiran