Masa remaja pertengahan usia 15-18 tahun, dan 4. Masa remaja akhir usia 18-21 tahun.

dengan tripsin sendiri atau bersama dengan kimotripsin dalam bufer dengan pH yang sesuai. Analisis yang dapat dilakukan sangat bervariasi tergantung dari metode analisis kimia yang tersedia, tetapi secara singkat pertama-tama dilakukan pengabuan lalu pengenceran dan diukur dengan spektrofotmeter pada panjang gelombang yang sesuai Palupi et al 2010. Analisis ketersediaan zat besi secara in vitro didasarkan atas prinsip bahwa zat besi yang telah dicerna dalam sistem pencernaan oleh enzim-enzim pencernaan akan diserap melintasi dinding usus yang disimulasikan dengan kantong dialisis berukuran 6000-8000 MWCO moleculer weight cut of yang menyerupai usus. Zat besi yang dapat melintasi dinding usus kantong dialisis direaksikan dengan senyawa pewarna dan intesitas warna yang terbentuk diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 533 nm Palupi et al 2010. Remaja Puteri Menurut Stang 2008 istilah remaja adolescence adalah salah satu periode yang paling menarik namun menantang dalam pembangunan manusia. Umumnya dianggap sebagai periode kehidupan yang terjadi antara 12 dan 21 tahun. Monks, Knoers dan Haditono 2001 dalam Mar’at 2009 membedakan masa remaja atas empat bagian yaitu : 1. Masa pra-remaja atau pra-pubertas usia 10-12 tahun 2. Masa remaja awal atau pubertas usia 12-15 tahun

3. Masa remaja pertengahan usia 15-18 tahun, dan 4. Masa remaja akhir usia 18-21 tahun.

Masa remaja adalah masa pertumbuhan. Pertumbuhan terjadi baik secara fisik, yang ditandai dengan berkembangnya jaringan-jaringan dan organ tubuh yang membuatnya lebih berisi maupun secara kejiwaan, yaitu kelabilan emosi karena merupakan masa transisi dari jiwa kanak-kanak menuju dewasa Garwati dan Wijayati 2010. Arisman 2004 mengatakan bahwa masa remaja merupakan jalan panjang yang menjembatani periode kehidupan anak dan dewasa, yang berawal pada usia 9-10 tahun dan berakhir di usia 18 tahun. Masa ini merupakan sebuah dunia yang lengang dan rentan dalam artian fisik, psikis, sosial, dan gizi. Pertumbuhan yang disertai dengan perubahan fisik, memicu berbagai kebingungan. Golongan remaja rentan akan adanya berbagai pengaruh dari luar yang dapat dengan mudah langsung diikuti. Determinan utama bagi remaja adalah berasal dari teman sebaya. Terdapat tiga kekuatan dalam masyarakat yang dapat mempengaruhi remaja, yaitu salah satunya adalah keluarga, sekolah dan lingkungan sosial. Melalui berbagai macam media massa, remaja berkenalan dengan berbagai macam peristiwa yang terjadi dalam masyarakat sehingga akan mempengaruhi perkembangan kepribadian remaja Khumaidi 1989. Berkaitan dengan perkembangan fisik, remaja adalah masa ketika seseorang mulai memperhatikan keadaan tubuhnya dan sering gelisah jika mendapati tubuh mereka ternyata tidak ideal. Banyak cara dilakukan oleh remaja untuk mendapatkan bentuk tubuh yang menurut mereka lebih bagus dan menarik. Menurut Garwati dan Wijayati 2010 berawal dari pemikiran inilah, kemudian banyak remaja akhirnya terjebak pada pola makan yang tidak sehat. Mereka mengurangi porsi makan, bahkan memangkas jadwal makan. Makan pun menjadi dua kali atau bahkan hanya satu kali sehari. WHO 2005 mengemukakan bahwa kerangka konseptual dan faktor penyebab masalah gizi pada remaja adalah kurang konsumsi pangan, faktor gaya hidup, penyakit infeksi dan masalah kesehatan lainnya. Kurang konsumsi pangan disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor psikologi dan faktor sosial ekonomi. Faktor psikologi adalah pola makan, kebiasaan makan, gangguan makan dan faktor sosial ekonomi seperti akses terhadap pangan dan ketersediaan pangan. Kurang konsumsi pangan menyebabkan kekurangan zat gizi makro dan mikro serta berbagai penyakit kronik yang menyertainya. Kebiasaan makanan yang terlihat lebih sering di kalangan remaja termasuk konsumsi yang tidak teratur makan, ngemil, makan di luar rumah, dan diet Stang 2008. Remaja di Amerika Serikat sebanyak 87-88 yang berusia 12-18 tahun mengkonsumsi setidaknya satu snack per hari 12-14 asupan kalori, dengan kontribusi makanan ringan sekitar 25 setiap hari. Hasil penelitian menunjukkan remaja wanita lebih sering ngemil dibandingkan pria. Akibatnya, dengan ngemil dapat membuat para remaja kelebihan berat badan dan obesitas Savige et al 2007. METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Penilaian Organoleptik, dan Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai pada bulan November 2010 sampai Februari 2011. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan snack bar, serta bahan-bahan untuk analisis sifat fisik, sifat fungsional dan analisis kimia. Bahan utama yang digunakan untuk pembuatan snack bar adalah sorghum varietas Numbu ICRISAT India yang diperoleh dari perusahaan PT. Bakti Usaha Menanam Nusantara Hijau Lestari Jl. H. Juanda no. 107 Bandung, Jawa Barat, no telpon 022 2503793 dan digiling menggunakan mesin penggilingan padi di daerah Banjaran, Bandung. Bahan-bahan lainnya dalam pembuatan snack bar adalah selai nanas, garam, air, gula, telur, minyak goreng, kismis, buah cherry, kacang tanah dan manisan mangga. Bahan-bahan untuk pembuatan produk dibeli di pasar Anyar. Bahan-bahan yang digunakan dalam analisis sifat fisik, sifat fungsional dan kimia adalah HCl, H 2 SO 4 , NaOH, indikator metal merah biru, pelarut heksana, serta bahan kima laninnya. Bahan-bahan kimia tersebut diperoleh dari Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian yaitu alat pembuatan snack bar, alat analisis sifat fisik, sifat fungsional dan kimia snack bar. Alat yang digunakan dalam pembuatan snack bar adalah timbangan, mixer, baskom, pisau, kertas kue, spatula, loyang kue dengan ukuran 1.5 cm x 2 cm x 10 cm dan oven. Alat yang digunakan dalam analisis sifat fisik, sifat fungsional dan kimia adalah gelas ukur 50 ml, timbangan analitik, labu erlenmeyer 100 ml, pH meter, penangas air, buret, labu lemak, cuvet, pipet tetes, gelas piala, cawan, oven, desikator, tanur, labu kjeldahl, erlenmeyer, kertas saring, dan alat lain. Prosedur Penelitian Penelitian ini dibagi ke dalam dua tahap, yaitu tahap penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mendapatkan formula snack bar, selain itu juga untuk menggali informasi tentang sifat fisik, sifat fungsional, dan sifat kimia tepung sorghum. Untuk mendapatkan formula snack bar mula-mula dilakukan trial and error formulasi snack bar yang berbahan dasar tepung sorghum. Trial and error pembuatan snack bar ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama, dilakukan dengan mensubstitusi tepung sorghum pada tepung terigu, serta diberi penambahan isi kacang koro. Lima formula pun didapat, namun berdasarkan uji organoleptik terbatas pada panelis, kelima formula kurang disukai, maka dilakukan perubahan formula. Pada pembuatan snack bar sorghum tahap ke II, dilakukan perbaikan dengan menggunakan bahan baku 100 tepung sorghum serta menambahkan beberapa bahan lain seperti selai nanas, dan isi buah, sehingga didapatkan dua perlakuan formula yang berbeda yaitu penambahan isi buah cherry dan manisan mangga. Penentuan taraf penambahan isi buah cherry dan manisan mangga yang tepat didasarkan pada hasil uji organoleptik secara terbatas. Snack bar yang dihasilkan disukai secara keseluruhan oleh panelis. Pembuatan snack bar dilakukan berdasarkan Workman 2006 yang terdiri dari dua tahap yaitu: pencampuran dan pemanggangan, tahap pembuatan snack bar dapat dilihat pada Gambar 4. Sifat fisik tepung sorghum yang dianalisis meliputi densitas kamba, derajat putih dua kali ulangan dan pH tiga kali ulangan. Prosedur analisis sifat fisik yang mengacu pada Muchtadi dan Sugiono 1989 dapat dilihat pada Lampiran 1. Sifat fungsional yang dianalisis terdiri dari daya serap air, dan daya serap minyak dengan dua kali ulangan. Prosedur analisis sifat fungsional yang mengacu pada Fardiaz et al 1992 dapat dilihat pada Lampiran 2. Sifat kimia yang dianalisis meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar serat pangan, kadar zat besi dan bioavailability zat besi. Penetapan kadar air dan kadar abu dengan metode oven Apriyantono et al 1989, penetapan kadar protein dilakukan dengan metode Mikro Kjeldahl Apriyantono et al 1989, penetapan kadar lemak menggunakan metode Ekstraksi Soxhlet Apriyantono et al 1989, penetapan kadar karbohidrat dengan metode by difference Winarno 2008, penetapan serat pangan dengan metode multi Enzimatis Asp et al 1983, dan penetapan bioavailabilitas zat besi secara in vitro Roig et al 1999. Prosedur analisis sifat kimia dapat dilihat pada Lampiran 3. Tahap Pencampuran Bahan kering tepung sorghum, gula, dan garam dicampur dengan bahan basah telur, selai nanas, minyak goreng, dan air setelah kalis, ditambahkan isi kismis dan cherry atau, isi kismis, manisan mangga dan kacang tanah, diaduk dan dimasukkan ke dalam loyang Tahap Pemanggangan Adonan dipanggang selama 40 menit dengan suhu 160 o C Dikeluarkan dari oven dan didinginkan Snack Bar Gambar 4. Tahap pembuatan snack bar modifikasi Workman 2006 Penelitian Lanjutan Penelitian lanjutan bertujuan untuk mempelajari pengaruh formula snack bar yang menggunakan tepung sorghum terhadap sifat kimia dan organoleptik snack bar. Sifat kimia yang dianalisis meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar serat pangan, dan kadar zat besi. Analisis kimia pada produk dilakukan dengan dua ulangan, setiap ulangan dilakukan pengujian duplo, sedangkan analisis bioavailability zat besi dilakukan dua kali ulangan, hanya untuk formula terpilih saja. Penetapan kadar air dengan metode oven dan kadar abu Apriyantono et al 1989, penetapan kadar protein dilakukan dengan metode Mikro Kjeldahl Apriyantono et al 1989, penetapan kadar lemak menggunakan metode Ekstraksi Soxhlet Apriyantono et al 1989, penetapan kadar karbohidrat dengan metode by difference Winarno 1995, penetapan serat pangan dengan metode Enzimatis Muchtadi et al 1990, dan penetapan bioavailability zat besi secara in vitro Roig et al 1999. Prosedur analisis sifat kimia dapat dilihat pada Lampiran 3. Formula snack bar juga diuji sifat organoleptiknya menggunakan uji hedonik dan uji mutu hedonik Soekarto 1985. Uji ini dilakukan oleh 30 orang panelis agak terlatih. Parameter yang diuji pada uji hedonik adalah rasa, aroma, warna, dan tekstur produk. Skala hedonik terdiri atas sembilan skala penilaian, yaitu 1 amat sangat tidak suka, 2 sangat tidak suka, 3 agak tidak suka, 4 tidak suka, 5 biasa, 6 agak suka, 7 suka, 8 sangat suka, dan 9 amat sangat suka. Parameter uji mutu hedonik adalah warna, tekstur, aroma, dan rasa produk snack bar, dengan sembilan skala penilaian. Skala penilaian dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Skala penilaian uji mutu hedonik Nilai Skala Penilaian Warna Tekstur Aroma Rasa 1 Coklat kehitaman Sangat padat sangat keras Amat sangat apek Pahit 2 Coklat tua Padat sangat keras Sangat apek Pahit asam 3 Coklat Padat keras Apek Pahit manis 4 Coklat muda Padat agak keras Agak apek Agak pahit 5 Coklat kekuningan Padat Netral Hambar 6 Kuning kecoklatan Padat agak empuk Agak harum Agak manis 7 Kuning emas Empuk Harum Manis 8 Kuning keputihan Empuk renyah Sangat harum Manis asam 9 Putih gading Renyah Amat sangat harum Asam manis Lembar penilaian uji organoleptik hedonik dan mutu hedonik dapat dilihat pada Lampiran 4. Prosedur analisis Bioavailabilitas zat besi dapat dilihat pada Gambar 5. Agar lebih jelas, tahap penelitian dapat dilihat pada Gambar 6, sedangkan beberapa gambar penelitian disajikan pada Lampiran 5. Gambar 5. Prosedur analisis bioavailabilitas Fe Timbang Sampel ≈ 2 g Protein dalam gelas piala yang diketahui beratnya Atur pH menjadi 2.0 dg HCl 4 N Haluskan dengan Blender 2 protein sampel x 100 = x gr sampel ≈ 2 gram protein Timbang gelas piala bersama sampel A + Akuades bebas Ion sampai 100 gram atau bila terlalu kental penambahan air sampai di dapat kekentalan yang bisa diaduk Timbang ± 20 g T1 untuk analisis bioavailability + Suspensi Pepsin 1 ml Inkubasi 37 C 120 mnt Masukkan Freezer Timbang ± 20 g T2 untuk menghitung total asam tertitrasi + Suspensi Pepsin 1 ml Inkubasi 37 C 120 mnt Masukkan Freezer 1.6 pepsin larutkan dalam 10 ml HCl 0.1 N Sejumlah sampel Gambar 5. Prosedur analisis bioavailabilitas Fe Lanjutan Thawing dlm Shaker 37 C + indikator PP Titrasi dg KOH standar sampai merah jambu Hitung kebutuhan NaHCO3 1 g Pankretin Sigma p-170 + 6.25 g ekstrak bile Sigma B-8631 larutkan dlm 25ml NaHCO3 0.1 N Misal larutan KOH 2 N = Timbang 112.2 g KOH dilarutkan menjadi 1000 ml dg akuades simpan diudara terbuka selama 2 hari. kemudian dikalibrasi Kalibrasi : timbang ± 0.01 g asam Oksalat + akuades + 3 tts PP aduk sampai larut kmd tittrasi dg larutan KOH 0.2 N sampai merah jambu. N KOH = mg Asam Oksalat ml titrasi x 63.037 + 5 ml Pankreatin Bile Sampel T2 Total Asam Tertitrasi Kebutuhan NaHCO3 Ml titrasi T1 100 = N KOH x 56.1 x ------------ x --------- x --------- 1000 T2 20 = x gr KOH Timbang NaHCO3 setara x gr KOH dan diencerkan sampai 100 ml dengan akuades bebas ion Isi dengan 20 ml larutan NaHCO3 hasil perhitungan Potong kantung ± 15 cm rendam dlm air bebas ion lalu ikat salah satu ujungnya Spesifikasi kantung: MWCO : 6000-8000 Lebar Flat : 50 mm Diameter : 32 mm Volpanjang : 8 mlcm Ikat ujung satunya. usahakan tidak ada gelembung. kemudian direndam dengan sisa lar. NaHCO3 dalam gelas piala 200 ml Gambar 5. Prosedur analisis bioavailabilitas Fe Lanjutan Thawing dlm Shaker 37 C Masukkan Kantung Dialisisis Inkubasi 37 C 30 mnt + 5 ml Pankreatin Bile Inkubasi 37 C 2 jam Angkat Kantung Dialisis Buka ikatannya dan tuangkan dalam gelas piala erlenmeyer 100 ml bebas ion yang sudah diketahui beratnya Timbang dan catat dialisat + H2SO4 pekat 10 ml + 10 ml HNO3 pekat Diamkan semalam + H2O bebas Ion Panaskan sampai jernih Encerkan dlm labu 50 ml Saring dg Whatman 42 Baca dg AAS Perhitungan

1. Total Fe dalam Dialisat Aliquot total dialisat