Pengaruh Cara Perendaman Pada Pembuatan Sorgum(Sorghum Bicolor (L.) Moench) Instan

(1)

PENGARUH CARA PERENDAMAN PADA PEMBUATAN

SORGUM (

Sorghum bicolor

(L.)

Moench

) INSTAN

SKRIPSI

MALIK MUDAPAR

F24070136

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

(

Sorghum bicolor

(L.)

Moench

)

Malik Mudapar and Budiatman Setiawihardja

Department of Food Science and Technology. Faculty of Agricultural

Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO BOX 220,

Bogor, West Java, Indonesia

Phone: +62 819 3417 8176, e-mail: dhofar_itp07@yahoo.com

ABSTRACT

In Indonesia, rice consumption is increasing. National rice consumption

reach 139 Kg per kapita per year and it is the biggest in the world. In order to

have national food security, it is important to create food diversification for

providing staple food alternative so as to reduce rice consumption. Sorghum is a

kind of cerealia that can be a staple food alternative. This research aim to choose

the right method of intstant sorghumpreparationwith good porosity and quick

rehidration time.

The research was divided in two steps. The first step was the soaking

treatment of sorghum grain with 0.2% Na

2

HPO

4

, 1% Na-citrate and 0.2%

Na

2

HPO

4

+ 1% Na-citrate(1:1). In this step, the good instant sorghum and

preferred by consumer was instant sorghum that soaked with 0.2% Na

2

HPO

4

.The

specification of this productwas quick rehydration time within 7.21 minute,

rehydration ratio of 2.33 g/g, bulk porocity of54.81% and level of likeness 4.55

(like). The secound step was to conduct treatment of soaking at 25

o

C, 35

o

C, 45

o

C, 50

o

C and 60

o

C with 0.2% Na

2

HPO

4

.Based on such criteria, the best instant

sorghum was produced on the soaking in 60

o

C. However, the anova statictic

showed that no difference occurs amongst the soaking temperature of 45

o

C, 50

o

C and 60

o

C. Therefore, the sampel with 45

o

C of soaking temperature is chosen.

The moisture content of the samples showed no signifance difference in the range

of 6.21% - 7.67%. The protein content ranged between 7.95%-8.00%. The sample

soaked in 0.2% Na

2

HPO

4

soaking at 45

o

C has the highets consument’s

organoleptic acceptability.

Keywords : sorghum, sorghum instant, rehydration time, rehydration ratio, and

porocity


(3)

RINGKASAN

Konsumsi beras di Indonesia semakin meningkat. Konsumsi beras nasional mencapai 139 kg per kapita per tahun dan merupakan yang terbesar di dunia.Dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional perlu dilakukannya diversifikasi pangan untuk memberikan alternatif bahan pangan sehingga mengurangi ketergantungan terhadap beras. Sorgum merupakan jenis serealia yang dapat dijadikan sebagai bahan pangan alternatif beras.

Tujuan penelitian ini adalah memilih metode yang tepat dalam pembuatan sorgum instan yang mempunyai sifat porous yang baik dan waktu rehidrasi yang cepat sehinggamemungkinkan sorgum menyerap air dengan baik.

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu penelitian tahap I dan tahap II. Perlakuan pada penelitian tahap I diantaranya adalah perendaman dengan Na2HPO4 0.2%, perendaman dalam Na-sitrat 1% dan perendaman pada kombinasi keduanya Na2HPO4 0.2% + Na-sitrat 1% (1:1) selama 2 jam. Pada penelitian tahap I, sorgum instan yang baik dan disukai oleh konsumen adalah sorgum instan yang direndam dalam larutan Na2HPO4 0.2%. Produk yang dihasilkan dari perendaman larutan ini memiliki spesifikasi waktu rehidrasi paling cepat yaitu 7.21 menit, rasio rehidrasi 2.33 g/g dan porositas kamba54.81 %. Dan berdasarkan hasil analisis penerimaan konsumen produk ini paling disukai oleh konsumen dengan tingkat kesukaan 4.55 (agak suka). Pada penelitian tahap II, dilakukan percobaan suhu perendaman dengan jenis larutan perendam Na2HPO4 0.2%. Suhu perendaman yang dilakukan adalah 25 oC, 35 oC, 45 oC, 50 oC dan 60 oC. Berdasarkan analisis dari kriteria sorgum instan yang dihasilkan diatas, sampel sorgum instan yang paling baik adalah sorgum instan hasil perendaman suhu 60 oC, akan tetapi berdasarkan analisis sidik ragam, sorgum instan dengan perlakuan suhu perendaman 45 oC,50 oC dan 60 oC hasilnya tidak berbeda nyata secara signifikan, sehingga sampel sorgum instan dengan perendaman suhu 45oCyang dipilih. Kadar air yang diperoleh pada tahap ini tidak berbeda nyata yaitu berkisar 6.21%-7.67%. Kadar protein yang diperoleh pada tahap ini berkisar antara 7.95%-8.00%. Tingkat penerimaan konsumen yang paling diminati adalah sampel sorgum yang telah direndam dengan 0.2% Na2HPO4 pada suhu 45 oC.


(4)

INSTAN BERBAHAN DASAR SORGUM (

Sorghum bicolor

(L.)

Moench

)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar

Sarjana Teknologi Pertanian

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MALIK MUDAPAR

F24070136

Menyetujui,

Bogor, Agustus 2012


(5)

Instan Berbahan Dasar Sorgum (

Sorghum bicolor

(L.)

Moench

)

Nama

: Malik Mudapar

NIM :

F24070136

Menyetujui,

Mengetahui,

Dosen Pembimbing

(Dr. Ir. Budiatman Setiawihardja, M.Sc.).

NIP 19530815.197903.1.002

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi

Pangan

(Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.)

NIP 19680526.199303.1.004


(6)

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul

Pengaruh Cara Perendaman Pada Pembuatan Sorgum Instan Berbahan

Dasar Sorgum (

Sorghum bicolor

(L.)

Moench

)

adalah hasil karya sendiri dengan

arahan dosen pembimbing akademik dan belum diajukan dalam bentuk apa pun

pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari

karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustakan di bagian akhir skripsi ini

Bogor, Agustus 2012


(7)

© Hak cipta milik Malik Mudapar, tahun 2012

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian

Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan


(8)

Penulis dilahirkan di kota Majalengka pada tanggal 07Mei 1989

sebagai putra keenam dari enam bersaudara pasangan H.Haromain

dan Yoyoh Aliyah. Penulis telah menjalani pendidikan mulai dari

SDN I Rajawangi, MTsN ILeuwimunding, MAN Model Cirebon,

dan kemudian melanjutkan pendidikan di Departemen Ilmu dan

Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa

Utusan Daerah Departemen Agama Republik Indonesia. Selama

menjalani pendidikan, penulis aktif sebagai manager klub studi FORCES (Forum For

Scientific Studies) tahun 2008-2009, CSS MoRA,Staff Kementrian Kebijakan Kampus BEM

KM IPB tahun 2009-2010, ketua Maestro Muda Indonesia lokal IPB tahun 2010 dan

bendahara pada komunitas TDA (Tangan Di Atas) tahun 2011-2012. Penulis juga aktif

mengikuti berbagai kepanitiaan, di antaranya sebagai Ketua Divisi Hubungan masyarakat

(Humas) PLASMA (Pelatihan Sistem Manajemen Pangan Halal) 2009, General Manager

crew IEFaganza (Islamic Economic Finance) 2012. Beberapa prestasi yang berhasil dicapai

penulis selama kuliah di IPB di antaranya adalah Juala I lomba “make and Sell Competition”

ITS Surabaya 2009, Finalis ITB Enterpreneurship Challange 2010, Finalis Youth Business

Competition PT. Sinar Sosro 2012, penerima dana usaha Program Mahasiswa Wirausaha

(PMW) IPB 2010 dengan judul proposal “Usaha Pembesaran Belut Rawa Berbasis

Pemberdayaan Masyarakat di Desa Ciampea”. Di samping itu, penulis juga telahmendirikan

usaha busana muslim TAMIMI.


(9)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji hanya bagi Allah subhanahu wa ta’ala karena atas pertolongan dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Cara Perendaman Pada Pembuatan Sorgum Instan Berbahan Dasar Sorgum (Sorghum bicolor (L). Moench). Di dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, dukungan semangat, dan dorongan dari berbagai macam pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ayahanda tercinta Bapak H. Haromain , ibunda tercinta Yoyoh Aliyah, dan kakak-kakak saya :

Afifuddin, Rosidah, Moh. Munjin, Mumun, dan Ela yang selalu dan senantiasa memberikan doa serta semangat dan dukungan baik secara moral maupun material. Mudah-mudahan Allah senantiasa menjaga mereka.

2. Dosen pembimbing saya, Dr. Ir. Budiatman Setiawihardja, M.Si, yang telah banyak memberikan arahan dan masukan selama penyusunan skripsi ini. Mudah-mudahan Allah senantiasa menjaga beliau.

3. Dosen penguji skripsi saya, Dr. Ir. Adil Basuki Ahza, MS dan Dr. Nur Wulandari, STP., M.Si yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk menguji skripsi penulis. Mudah-mudahan Allah membalas kebaikan beliau.

4. Dinas Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah mendanai penelitian ini melalui beasiswa P3SWOT.

5. Tim manajemen Laboratorium Rekayasa dan Proses Pengolahan Pangan, Kimia Pangan, serta Biokimia Pangan, Departemen ITP, Fakultas Teknologi Pertanian atas bantuannya dalam menjalankan penelitian ini. Mudah-mudahan Allah membalas kebaikan mereka.

6. Teman-teman satu bimbingan Antonius Kurnia dan Meiada Prabawani yang selalu

memberikan semangat dalam mengerjakan tugas akhir. Semoga kelak kita berjumpa lagi 7. Sahabat saya, Jordan Kahfi, Leo Wibisono Arifin yang telah banyak membantu penulis demi

kelancaran sidang akhir dan skripsi penulis. Semoga Allah senantiasa memberikan ilmu yang berkah dan umur yang panjang.

8. Teman-teman tim beluters, yaitu: Muhamad Yusup Saputra, Lukman Saifatah, dan Jordan kahfi yang saling berbagi dalam suka dan duka serta sering menasihati dan mengingatkan penulis. Mudah-mudahan Allah senantiasa menunjuki dan menetapkan hati mereka di atas jalan yang lurus.

9. Teman satu perjuangan di SMA dan IPB yaitu Mar’atus Soliha. Semoga allah memberikan kesuksesan dan keberkahan baginya.

10.Teman-teman kontrakan baitussalam, yaitu: Muh. Reza Pahlevi, Awang Darmawan, Jordan Kahfi, Adi Setiawan, Rizky Oktavian (a.k.a. kio), Imam Nur Pratama, Muh. Yudi, Rochiyat,


(10)

 

Ramdhan dan Rizal yang telah banyak menghiasi kehidupan penulis. Semoga allah senantiasa memberikan keberkahan dan kesuksesan bagi mereka.

11. Seluruh rekan-rekan ITP 44 yang telah banyak menemani dan membantu penulis selama 4 tahun perkuliahan. Diantaranya : Riffi, Uli, Belinda, Amelia safitri, Marki, Melia, Arum (a.k.a Onye), Vendryana, Iman, Cintya DNS, Atika lutfiyyah, Azizati Fiki, Indri, Rozak, Vanya, Nurina, Ratih, Muslikatin, dan teman-teman lainnya. Mudah-mudahan Allah senantiasa menunjuki dan menetapkan hati mereka di atas jalan yang lurus.

12. Rekan Bisnis Tamimi : Eko PS, Yudi Aswandi yang telah banyak membantu penulis.

13. Rekan-Rekan Pandu Wirausaha : Elang Gumilang, Wahyu, Reza, ivan, Rozak dan ardi yang telah memberikan dukungan kepada penulis. Semoga senantiasa Allah melimpahkan keberkahan kepada mereka.

14. Rekan-rekan TDA : Pak Muaz, Pak Anjar, Pak Doni, Pak Boni, pak Aziz yang telah memberikan dukungan kepada penulis. Semoga senantiasa Allah melimpahkan keberkahan kepada mereka.

15. Rekan-rekan PPM. Al-Inayah yang telah banyak membantu penulis.

16. Ibu Novi, Ibu Ani, dan Ibu Kokom di UPT yang telah membantu penulis dalam hal administrasi penelitian dan skripsi. Mudah-mudahan Allah membalas kebaikan mereka. 17. Bapak Wahid, Bapak Rojak, Ibu Rubiyah, Ibu Antin, Bapak Sobirin, Bapak Yahya, Kakak

Vera, Kakak Aldi, Ibu Nur, Bapak Edi dan semua pihak teknisi dan laboran baik di Departemen ITP maupun di Pilot Plant SEAFAST yang telah banyak membantu kelancaran penelitian penulis. Mudah-mudahan Allah membalas kebaikan mereka.

18. Bapak Syamsu yang telah membantu penulis mempersiapkan ruangan sidang pada hari ujian skripsi. Mudah-mudahan Allah membalas kebaikan beliau.

19. Seluruh dosen dan staf Departemen ITP secara khusus dan IPB secara umum yang telah meluangkan waktu dan mencurahkan tenaganya untuk mengajarkan ilmu. Mudah-mudahan ilmu tersebut menjadi ilmu bermanfaat yang kebaikannya terus mengalir dan dapat menjadi pemberat amalan baik pada hari akhir nanti.

20. Semua pihak lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu per satu dan telah banyak membantu penulis selama menyelesaikan tugas akhir. Mudah-mudahan Allah membalas kebaikan mereka.

Penulis mengakui bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat berterima kasih kepada seluruh pihak yang ingin memberikan masukan baik berupa kritik maupun saran. Mudah-mudahan ini bisa menjadi pelajaran bagi penulis untuk menghasilkan karya yang lebih baik dan bermanfaat. Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dan memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi pangan.

Bogor, Juli 2012


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A.

LATAR BELAKANG ... 1

B.

TUJUAN PENELITIAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. SORGUM ... 3

B.

KOMPOSISI KIMIA BIJI SORGUM ... 5

C.

PEMBUATAN NASI SORGUM INSTAN ... 7

D.

PERENDAMAN DALAM LARUTAN KIMIA ... 9

E.

BEBERAPA PARAMETER FISIK YANG MENUNJUKKAN

KEBERHASILAN NASI INSTAN ... 10

1. Waktu Rehidrasi ... 10

2. Rasio Rehidrasi ... 11

3. Porositas ... 11

III. METODE PENELITIAN ... 13

A. WAKTU DAN TEMPAT ... 13

B.

BAHAN DAN ALAT ... 13

C.

METODE PENELITIAN ... 13

1. Penelitian Tahap I ... 13

2. Penelitian Tahap II ... 15

D.

ANALISIS KIMIA ... 17

1. Waktu Rehidrasi (Amrinola, 2010) ... 17

2. Rasio Rehidrasi (Juliano, 1971) ... 17


(12)

 

4. Kadar Air (SNI 01-3945-1995) ... 18

5. Kadar Abu ( SNI 01 – 3945 – 1995 ) ... 18

6. Kadar Protein dengan Metode Kjeldahl (AOAC Official Method. 960.52 tahun 2005) ... 19

7. Kadar Lemak dengan Metode Soxhlet (AOAC Official Method. 963.15 tahun 1995) ... 19

8. Kadar Karbohidrat by difference (AOAC Official Method. 920.87 tahun 2005) ... 20

9. Analisis Sensori ... 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

A.

PENELITIAN TAHAP I ... 22

1. Waktu Rehidrasi ... 22

2. Rasio Rehidrasi ... 23

3. Porositas Kamba (Bulk Porosity) ... 23

4. Analisis Sensori ... 24

B.

PENELITIAN TAHAP II ... 25

1. Waktu Rehidrasi ... 26

2. Rasio Rehidrasi ... 27

3. Porositas Kamba ... 28

4. Kadar Air ... 29

5. Kadar Protein ... 30

6. Analisis Sensori ... 30

7. Analisis Proksimat ... 32

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

A. KESIMPULAN ... 34

B.

SARAN ... 34


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.Perbandingan Kandungan Nutrisi 100 gram sorgum dan beras ... 5 

Tabel 2. Kandungan Vitamin pada biji sorgum utuh dan bagian-bagiannya. ... 6 

Tabel 3. Komposisi Kimia Sorgum dalam 100 gram ... 7 

Tabel 4. Perlakuan Pada Penelitian Tahap II ... 17 

Tabel 5. Hasil Analisis Sensori Sorgum Instan Penelitian tahap 1 ... 25 

Tabel 6. Data Nilai Hasil Organoleptik Sorgum Instan Setelah Rehidrasi1-2. ... 31 


(14)

 

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) ... 4

Gambar 2. Anatomi Biji Sorgum ... 5

Gambar 3. Alat pengering fluidized bed drier ... 13

Gambar 4. Skema Penelitian Tahap I Dalam Pembuatan Sorgum Instan ... 15

Gambar 5. Skema Penelitian Tahap II Dalam Pembuatan Sorgum Instan ... 16

Gambar 6. Waktu Rehidrasi Sorgum Instan Penelitian Tahap I ... 22

Gambar 7. Rata-rata Rasio Rehidrasi Sorgum Instan Penelitian Tahap I ... 23

Gambar 8. Rata-rata Porositas Sorgum Instan Penelitian Tahap I ... 24

Gambar 9. Pengaruh suhu perendaman terhadap waktu rehidrasi. ... 26

Gambar 10. Rata-rata Rasio Rehidrasi Sorgum Instan ... 27

Gambar 11. Rata-rata Porositas Sorgum Instan ... 28

Gambar 12. Rata-Rata Kadar Air Sorgum Instan ... 29


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Uji Organoleptik tahap 1 ... 38

Lampiran 2. Format Uji Organoleptik tahap 2 ... 39

Lampiran 3. Data Organoleptik Penelitian Tahap 1 ... 40

Lampiran 4. Data Hasil Organoleptik Penelitian Tahap 2 ... 41

Lampiran 5. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan Waktu Rehidrasi Tahap I ... 43

Lampiran 6. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan Rasio Rehidrasi Tahap I ... 44

Lampiran 7. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan Porositas Tahap I ... 45

Lampiran 8. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan Analisis Sensori atribut warna-tahap I ... 46

Lampiran 9. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan Analisis Sensoriatribut rasa-tahap I ... 47

Lampiran 10. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan Analisis SensorI Atribut overall-tahap I ... 48

Lampiran 11. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan Waktu Rehidrasi Tahap II ... 49

Lampiran 12. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan Rasio Rehidrasi Tahap II ... 50

Lampiran 13. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan 5 persen Porositas Tahap II ... 51

Lampiran 14. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan Analisis Sensori Atribut Warna-tahap II .... 52

Lampiran 15. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan Analisis Sensori Atribut Rasa-tahap II ... 53

Lampiran 16. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan Analisis Snesori Atribut Tekstur-tahap II . 54 Lampiran 17. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan Atribut Sensori Kepulenan-tahap II ... 55

Lampiran 18. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan Atribut sensori Penerimaan Umum-tahap II56 Lampiran 19. Analisis Sidik Ragam Kadar air ... 57

Lampiran 20. Analisis Sidik Ragam Kadar Protein ... 58


(16)

 

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil berbagai serealia yang memiliki nutrisi penting bagi tubuh dan bermanfaat bagi kesehatan. Beragam jenis serealia memiliki potensi tumbuh di Indonesia. Namun, beragam serealia tersebut belum dimanfaatkan secara optimal di Indonesia. Konsumsi serealia di Indonesia masih sangat tergantung pada komoditi beras. Padahal masih banyak jenis serealia lain yang memiliki potensi untuk bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pangan berkualitas.

Konsumsi beras di Indonesia semakin meningkat. Konsumsi beras nasional mencapai 139 kg per kapita per tahun dan merupakan yang terbesar di dunia. Penduduk Indonesia pada tahun 2010 yang berjumlah 234.2 juta membutuhkan beras untuk keperluan industri dan rumah tangga lebih dari 30 juta ton per tahun. Kebutuhan beras akan semakin meningkat sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk (Firdaus et al., 2008). Husodo dan Muchtadi (2004) menyatakan bahwa diperkirakan pada tahun 2015 persedian beras akan mengalami defisit sebesar 5,64 juta ton dan pada saat itu jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 253,6 juta orang. Dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional perlu dilakukannya diversifikasi pangan untuk memberikan alternatif bahan pangan sehingga mengurangi ketergantungan terhadap beras. Diversifikasi pangan juga diharapkan akan memperbaiki kualitas pangan masyarakat.

Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench ) merupakan salah satu jenis serealia yang termasuk dalam famili gramineae dan sub famili panicoideae (Mudjisihono dan Suprapto, 1987). Di Indonesia, sorgum kurang populer dan pemanfaatannya masih belum optimal padahal sorgum memiliki berbagai keunggulan seperti ketahanannya yang tinggi pada kondisi kering (Mudjisihono dan Suprapto, 1987), umur tanam yang pendek (100- 110 hari), daya adaptasi terhadap lahan yang tinggi dan biaya produksi yang rendah (Wijaya, 1998 dalam Suarni, 2004). Selain itu, kandungan pati biji sorgum cukup tinggi, yaitu sekitar 83% (Mudjisihono dan Suprapto, 1987), sedangkan kadar lemak dan proteinnya sebesar 3.60% dan 12.3%. Sorgum mengandung pati sekitar 82 %, lemak 0.8 %, dan protein 6 % .Hal tersebut menunjukkan bahwa komposisi ketiga zat gizi (protein, lemak, pati) pada sorgum setara dengan beras. Selain kandungan zat gizi yang setara dengan beras, sorgum juga mengandung berbagai zat lain yang berperan penting di dalam tubuh seperti phytosterol, antioksidan, dan tanin. Sorgum juga sangat potensial untuk diangkat menjadi komoditas agroindustri karena mempunyai beberapa keunggulan seperti dapat tumbuh di lahan kering dan sawah pada musim kering/kemarau, resiko kegagalan kecil dan pembiayaan (input) usaha taninya relatif rendah. Selain budidaya yang mudah, sorgum juga mempunyai manfaat yang sangat luas antara lain untuk pakan ternak, bahan baku industri


(17)

makanan dan minuman, bahan baku untuk media jamur merang (mushroom), industri alkohol, bahan baku etanol, dan sebagainya.

Sorgum memiliki banyak potensi namun pemanfaatannya masih belum optimal. Oleh karena itu, pemberian masukan teknologi pada pemanfaatan sorgum dengan mengolahnya menjadi nasi instan, diharapkan bisa mengoptimalkan potensi sorgum dan meningkatkan prestisenya di mata masyarakat Indonesia. Selain itu, melalui penelitian ini juga diharapkan dapat dihasilkan sorgum instan yang bisa dijadikan sebagai pangan alternatif pengaganti sorgum yang murah bagi penderita diabetes.

Komponen sorgum sebagian besar disusun oleh pati (82%), sedangkan sisanya adalah protein, lipid dan komponen lainnya. Dengan adanya pemanasan, pati akan mengalami proses gelatinisasi, sedangkan protein akan mengalami denaturasi. Pati terdiri dari komponen lurus amilosa dan komponen cabang amilopektin yang mempunyai peranan penting dalam pemasakan sorgum. Amilosa, terutama yang tidak larut, berpengaruh terhadap tekstur dan mutu sorgum setelah dimasak yaitu terhadap konsistensi dan kelengketan (Shanthly et al.diacu oleh Suliantari, 1998). Pada pembuatan Quick Cooking Rice, sorgum telah mengalami pemasakan dan gelatinisasi, dimana setelah dikeringkan diharapkan produk akhir tersebut akan mengalami perubahan dalam struktur dan porositas, kering dan tidak menggumpal atau lengket (Luh et al., 1980). Pada umumnya, perendaman hanya dilakukan untuk bertujuan meningkatkan nilai gizi, oleh karena itu dengan adanya penambahan bahan kimia saat perendaman diharapkan dapat meningkatkan jumlah air yang terserap oleh sorgum.

B.

TUJUAN PENELITIAN

Pada penelitian ini dipelajari cara pembuatan sorgum instan menggunakan perendaman dalam larutan kimia dan suhu perendaman yang optimum, sehingga diperoleh sorgum instan dengan waktu rehidrasi yang singkat dan mutu organoleptik yang baik.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memilih metode yang tepat dalam pembuatan sorgum instan yang mempunyai sifat porous yang baik dan waktu rehidrasi yang cepat.


(18)

 

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. SORGUM

Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) adalah tanaman serealia yang potensial untuk dibudidaya dan dikembangkan, khususnya pada daerah-daerah marginal dan kering di Indonesia. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang termasuk di dalam famili Graminae bersama dengan padi, jagung, tebu, gandum, dan lain-lain.

Shorghum bicolor (L.) Moench termasuk dalam genus Shorgum, ordo Cyperales, kelas

Liliopsidal monokotiledon, divisi Magnoliophyta, superdivisi Spermafophyta, subkingdom

Traechobionta, dan kingdom Plantae. Sorgum memiliki nama yang berbeda-beda di setiap

daerah. Sebagai contoh, sorgum dikenal dengan nama 'cantel' di Jawa Tengah dan Jawa Timur. 'jagung cantrik' di daerah Jawa Barat, dan 'batara tojeng' di Sulawesi Selatan (Mudjisihono dan Suprapto, 1987). Tanaman sorgum mempunyai daerah adaptasi yang sangat luas, toleran terhadap kekeringan, dapat dihasikan pada lahan marginal, dan resiko gagal terhadap penyakit relatif kecil.

Produksi sorgum di Indonesia sangat rendah, bahkan secara umum produk sorgum belum tersedia dipasaran. Pemanfaatan sorgum sebagai bahan pangan di Indonesia masih sangat terbatas, hal ini disebabkan anggapan yang menyatakan bahwa sorgum bernilai sosial rendah. Sorgum berfungsi sebagai sumber antioksidan terutama karena kandungan senyawa fenol dan asam ferulat yang dikandungnya (Zakaria, 2008). Berbagai khasiat sorgum sebagai anti kanker dan kemampuannya dalam menurunkan kolesterol darah telah banyak diteliti. Struktur dan karakter bijinya memegang peranan penting dalam pengolahan serta mutu hasil olahannya (Mudjisihono, 1994). Ahza (1998) menyatakan bahwa biji sorgum dapat diolah menjadi tepung dan bermanfaat sebagai bahan substitusi terigu. Oleh karena itu, pengembangan sorgum cukup prospektif dalam upaya menyediakan sumber karbohidrat lokal

.

Sorgum memiliki banyak varietas, dari sorgum yang berwama putih sampai sorgum yang berwama merah kecoklatan (Lando et al., 1995). Tanaman sorgum dibagi dua kelompok, yaitu sorgum yang berumur pendek (musiman) dan sorgum tahunan

(Shorgum halepensis). Sorgum musiman terdiri atas empat keluarga, yaitu sorgum makanan

ternak (sweet sorghum) dimana batangnya mengandung gula sehingga dapat dipakai untuk membuat sirup dengan cara memeras batangnya dan kemudian direbus, sorgum penghasil biji-bijian (grain sorghum) dimana batang dan daunnya dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak, sorgum sapu (broom sorghum) yang banyak ditanam di Amerika Serikat dan dapat dimanfaatkan untuk membuat sapu dan sikat, yang terakhir adalah sorgum rumput (grass

shorgum) yang dikenal sebagai rumput sudan di Indonesia yang tahan kekeringan. Sorgum

tahunan tidak menghasilkan biji, namun dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak (Ahza, 1998).


(19)

Sorgum dapat tumbuh pada daerah tropis dan subtropis, dari dataran rendah sampai 700 meter di atas permukaan laut. Suhu optimum yang diperlukan untuk tumbuh berkisar antara 25-30°C dengan kelembapan relatif 20-40%. Sorgum juga tidak terlalu peka terhadap pH tanah, untuk pertumbuhan yang optimum pH berkisar 5.5-7.5. Sorgum tumbuh baik didaerah kering disebabkan lapisan lilin yang ada pada permukaan daun sorgum. Lapisan lilin tersebut akan mengurangi penguapan air dari dalam sorgum. Selain itu, pada beberapa jenis sorgum juga ditemui ketahanan yang lebih tinggi terhadap burung dan hama yang disebabkan kandungan tanin yang dimilikinya (Mudjisihono dan Suprapto, 1987).

Gambar 1. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench)

Biji sorgum pada umumnya berbentuk bulat lonjong atau bulat telur dan terdiri dari tiga bagian utama, yaitu kulit luar, lembaga, dan endosperm. Komposisi dari bagian-bagian bijinya, yaitu kulit luar 7.9%, lembaga 9.8%, dan endosperm 82% (Hoseney, 1998). Menurut Watson (1984), Biji sorgum berbentuk butiran dengan ukuran biji kira-kira 4.0 x 2.5 x 3.5 mm3 . berat biji berkisar antara 8 – 50 mg dengan rata-rata 28 mg. Biji sorgum termasuk jenis kariopsis (caryopsis) dimana seluruh perikarp bergabung dengan endosperm. Penampang biji sorgum dapat dilihat pada Gambar 2.

Perikarp atau kulit luar merupakan bagian terluar dari biji yang melapisi endosperm. Menurut Mudjisihono dan Suprapto (1987), perikarp terdiri dari tiga lapisan yaitu epikarp, mesokarp dan endokarp. Epikarp tersusun atas dua sampai tiga lapis sel memanjang, berbentuk segi empat, memiliki ketebalan tertentu, dan mengandung zat pigmen. Mesokarp merupakan lapisan paling tebal dari ketiga lapisan yang menyusun perikarp. Menurut Rooney dan Serna (2000), sorgum merupakan satu-satunya jenis serealia yang memiliki pati pada bagian mesokarp. Lapisan paling dalam dari perikarp adalah endokarp. Endokarp terdiri atas sel-sel melintang dan berbentuk tabung. Salah satu fungsi dari sel berbentuk tabung tersebut adalah untuk mengikat air.


(20)

 

Gambar 2. Anatomi Biji Sorgum

B.

KOMPOSISI KIMIA BIJI SORGUM

Secara umum nilai nutrisi biji sorgum sangat tinggi. Dari hasil kajian Puslitbang Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), kandungan nutrisi sorgum secara keseluruhan jauh lebih besar daripada beras. Namun dalam penggunaannya, nutrisi tersebut dapat dihambat oleh senyawa tanin (derivate polyphenol). Pati biji sorgum terdapat dalam endosperm sebesar 83%, lembaga 13.4% dan kulit biji 8.3% . Granula pati biji sorgum diameternya lebih besar daripada biji jagung. Suhu gelatinisasi antara 67 0C sampai 77 0C. Pati biji sorgum beras (non-waxy sorgum) mengandung 25% amilosa dan 75% amilopektin, sedangkan biji sorgum ketan (waxy sorghum) sebagaian besar terdiri dari amilopektin dan hanya 1% sampai 2% amilosa. Kandugan lemak biji sorgum berkisar antara 2.10% sampai 4.30% dan rata-rata 3.60% (Mudjisihino dan Suprapto, 1987). Perbandingan kandungan nutrisi tanaman sorgum dan beras sebagai berikut :

Tabel 1.Perbandingan Kandungan Nutrisi 100 gram sorgum dan beras

Sumber : Suarni (2001)

No. Nutrisi Satuan Sorgum Beras

1 Kalori Kal 332 360

2 Protein Gram 11 6,8

3 Lemak Gram 3,3 0,7

4 Karbohidrat Gram 73 78,9

5 Kalsium Miligram 28 6

6 Besi Miligram 4,4 0,8


(21)

Kandungan karbohidrat pada sorgum sebagian besar terdiri atas polisakarida pati dan sebagian kecil polisakarida non pati. Menurut Mudjisihono dan Suprapto (1987), polisakarida pati merupakan bentuk karbohidrat yang paling banyak terdapat dalam sorgum, khususnya pada bagian endosperm. Berdasarkan kandungan amilosanya, biji sorgum dapat digolongkan menjadi jenis beras (non waxy sorgum) dan jenis ketan (waxy sorgum). Kadar amilosa jenis beras sekitar 25%, sedangkan untuk jenis ketan sekitar 2%. Polisakarida non pati merupakan jenis karbohidrat yang tidak dapat dicerna enzim-enzim pencernaan manusia. Polisakarida non pati yang terkandung dalam sorgum terdiri atas selulosa, β-glucan, hemiselulosa, dan lignin.

Sorgum mengandung serat tidak larut (Insoluble Dietary Fiber/IDF) dalam jumlah tinggi, sedangkan kandungan serat larut (Soluble Dietary Fiber/SDF) dan β-glucan cukup

rendah (Rooney dan Serna, 2000). Kandungan lemak dalam biji sorgum utuh sekitar 3.6% dengan kandungan lemak tertinggi pada bagian lembaga, yaitu sekitar 18.9% (Suprapto dan Mudjisihono, 1987). Menurut Chung dan Ohm (1999), lemak pada biji sorgum terdiri dari dua jenis, yaitu lemak bebas (2.8 - 4.4%) dan lemak dalam bentuk terikat (0.6 – 0.8%). Jenis asam lemak yang menyusunnya terdiri atas asam palmitat (11 – 13%), asam oleat (30 – 45%), dan asam linoleat (33 – 49%). Hulse et al. (1980) menyatakan bahwa hampir 80% kandungan lemak pada sorgum terdiri atas asam lemak tidak jenuh dengan proporsi paling besar, yaitu asam linoleat.

Menurut Mudjisihono dan Suprapto (1987), kandungan vitamin yang terdapat pada biji sorgum utuh dan bagian biji lainnya berbeda-beda. Susunan vitamin pada biji sorgum utuh dan bagian-bagiannya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Vitamin pada biji sorgum utuh dan bagian-bagiannya. Kandungan Vitamin

(µg/g bahan)

Bagian Biji

Biji Utuh Endosperm Lembaga Sekam

Niasin 45.30 43.70 80.70 44.00

Asam Pantotenat 10.40 8.70 32.30 10.00

Riboflavin 1.30 0.90 3.90 4.00

Biotin 0.20 0.11 0.57 0.35

Piridoksin 4.70 4.00 7.20 4.40

Tiamin 3.30 - - -

Vitamin C 21.00 - - -

Kolin 420.00 - - -

Sumber : Mudjisihono dan Suprapto (1987)

Seperti serealia lainnya, protein pada biji sorgum dapat dicirikan menjadi empat jenis, yaitu albumin (larut dalam air), globulin (larut dalam garam), prolamin (larut dalam alkohol), dan glutenin (larut dalam alkali). Protein albumin dan globulin banyak


(22)

 

menyelubungi granula pati yang terdapat dalam lapisan aleuron (Mudjisihono dan Suprapto, 1987). Menurut Lasztity (2000), jenis protein yang dominan pada sorgum, yaitu kafirin (sekitar 32.6 – 58.8% dari total protein). Kafirin ini termasuk ke dalam jenis protein prolamin. Selain itu, pada sorgum juga terdapat protein glutelin (19.0 – 37.4%), albumin (1.3 – 7.7%), dan globulin (2.0 – 9.3%). Sorgum tidak memiliki protein glutenin dan gliadin yang mampu membentuk gluten seperti halnya terigu.

Jenis mineral utama pada biji sorgum antara lain fosfor, magnesium, potasium, dan silikon. Jenis mineral lainya seperti kalsium dan natrium terdapat dalam jumlah sedikit. Secara kesuluruhan kandungan nutrisi sorgum tidak kalah jauh jika dibandingkan dengan serealia laninnya (gandum dan jagung). Komposisi kimia sorgum, gandum, dan jagung dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Kimia Sorgum dalam 100 gram

Komposisi Kimia Sorgum

Energi (KJ) 1374

Protein (g) 11.6

Lemak (g) 3.4

Karbohidrat (g) 77

Serat (g) 6.3-11.5

Na (mg) 6

Ca (mg) 29

Fe (mg) 4.5

Zn (mg) 1.4

Vitamin A (µg) 10-20

Vitamin B1 (mg) 0.24

Vitamin B2 (mg) 0.15

Asam Folat (µg) 84

Niacinamide (mg) 3.5

Sumber: Serna dan Rooney (1995)

C.

PEMBUATAN NASI SORGUM INSTAN

Nasi sorgum instan dapat diartikan sebagai produk yang secara cepat dapat diubah menjadi produk nasi sorgum yang siap untuk dikonsumsi atau modifikasi pemasakan sorgum menjadi sorgum secara cepat, yaitu dengan cara merehidrasi kembali nasi kering dengan air mendidih selama beberapa waktu untuk menjadi nasi yang siap untuk dikonsumsi. Waktu pemasakan yang diharapkan adalah sekitar 5-10 menit atau kurang dari


(23)

5 menit (Hubeis, 1984). Disamping lebih tahan terhadap serangga dan jasad renik, sorgum instan lebih bergizi. Pada dasarnya untuk membuat makanan instan dilakukan dengan menghilangkan kadar airnya sehingga mudah ditangani dan praktis dalam penyediaannya.

Kadar air sorgum instan sebagai produk akhir diharapkan dapat berkisar 9-12.5% yaitu suatu keadaan aman simpan dimana nilai kadar air tersebut dalam keadaan setimbang dengan kondisi lingkungan normal dengan aw 0.6-0.7 , menurut kurva sorpsi isothermis.

Salah satu komponen yang mendasari pembuatan produk serealia instan adalah pati. Pati yang digunakan sebagai bahan baku adalah pati yang telah mengalami gelatinisasi dan dikeringkan. Meskipun pati tersebut tidak dapat kembali lagi ke sifat asalnya sebelum gelatinisasi, pati kering tersebut masih mampu menyerap air kembali dalam jumlah yang besar (Winarno, 1997). Sifat inilah yang digunakan agar sorgum instan dapat menyerap air kembali dengan mudah, yaitu pati yang telah mengalami gelatinisasi yang didukung oleh porositas biji.

Produk instan dapat dihasilkan dari hasil modifikasi pemasakan sehingga dapat diubah menjadi produk yang siap dikonsumsi dengan cepat, yaitu dengan cara merehidrasi menggunakan air panas selama beberapa saat (Pamularsih, 2006). Pati yang dipanaskan akan mengalami gelatinisasi dan proses ini merupakan proses yang kompleks. Dengan adanya proses gelatinisasi maka akan terjadi leaching dari amilosa dan hilangnya bentuk kristal. Untuk mencegah hal ini, maka pada waktu pemanasan dapat ditambahkan bahan-bahan kimia

Proses instan sempurna tampak dari kejadian berikut : pertama, bubuk/butiran yang terkena media basah/air akan menjadi basah dan beberapa saat kemudian akan tenggelam. Setelah itu, bubuk/butiran segera larut atau terdispersi merata dalam mediumnya. Tetapi kenyataannya hanya satu proses yang sempurna yaitu pembasahannya bagus tetapi tidak sempurna terdispersi. Dalam hal demikian biasanya yang menjadi pilihan utama adalah yang mudah terbasahi karena dispersi mudah dibantu dengan pengadukan (Satyagraha, 2005).

Nasi instan dapat dibedakan menjadi beberapa tipe berdasarkan tingkat kadar air, suhu, waktu pemasakan awal, dan kondisi pengeringan (Luh et al., 1980). Berdasarkan perlakuan ini dapat dihasilkan beberapa jenis nasi instan berdasarkan waktu penyajiannya, yaitu: (1) Under cooked rice yang membutuhkan waktu 10-15 menit, (2) Take rice

membutuhkan waktu 5 menit, (3) Minute rice membutuhkan 1-2 menit, (4) Ready to eat

breakfast cereal dapat langsung disantap.

Menurut Luh et al.(1980), ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengolah sorgum instan atau pengolahan sorgum dengan metode Quick Cooking Rice (QCR) adalah (1).pemanasan (puffing), (2).perendaman dan pengeringan, (3) perendaman, pengukusan

dan Gun Puffing, (4) perendaman, pengukusan, pengeringan dan pemanasan, (5)

pemanasan, perendaman, pemasakan, dan pengeringan, (6) perendaman, pengukusan, pengepresan, dan pengeringan, (7)perendaman, pemasakan, pembekuan, dan pengeringan,


(24)

 

(8) perendaman dengan bahan kimia, pemasakan dan pengeringan, (9) pemanasan, perendaman, penggilingan, pengukusan, ekstrusi dan pengeringan. Sorgum yang telah disiapkan dalam bentuk QCR akan mudah menyerap air karena telah mengalami perubahan struktur, tekstur dan kecepatan penyerapan air akan lebih tinggi dibandingkan dengan sorgum yang tanpa diproses terlebih dahulu, demikian juga suhu gelatinisasinya. Produk yang dihasilkan dengan metode QCR mudah dimasak yaitu cukup dengan menambahkan air panas sehingga dengan cepat sorgum akan mengalami rehidrasi menjadi sorgum yang siap dikonsumsi.

D.

PERENDAMAN DALAM LARUTAN KIMIA

Bila pati mentah dimasukkan kedalam air dingin maka akan terjadi penyerapan air dan pengembangan granula pati. Namun demikian jumlah air yang dapat diserap dan pengembangan granula pati ini akan terbatas. Jumlah air yang dapat diserap berkisar antara 26 persen dari berat awal sorgum (Winarno, 1984). Menurut Osman (1972), hanya sebagian kecil air yang dapat masuk ke bagian yang tidak beraturan pada granula pati. Ikatan-ikatan intermolekul yang kuat pada bagian kristal pati tidak dapat menyerap air dan menahan pengembangan granula pati selanjutnya.

Perendaman meningkatkan keseragaman masuknya air pemasakan ke dalam butir sorgum. Jumlah air perendaman yang masuk kedalam butir sorgum tergantung pada lamanya waktu perendaman dan suhu air perendaman. Mulyana (1988) menjelaskan bahwa waktu perendaman optimum untuk penyerapan air oleh beras dan pengembangan volume beras adalah 2 jam pada suhu 26.3 0C. Perembesan air ini memperkecil kecenderungan butir sorgum terpisah atau pecah akibat tekanan osmotik pada butir sorgum selama pemasakan, dimana pati mulai terlepas ke dalam air pemasakan (Smith et al., 1985).

Merendam beras dalam air hangat sebelum memasaknya dapat meningkatkan nilai gizinya. Pada saat beras direndam terjadi pelepasan enzim-enzim yang tidak hanya meningkatkan kadar serat, vitamin dan mineral, tetapi juga meningkatkan jumlah antioksidan dan asam amino. Merendam beras juga membuatnya terasa lebih manis karena proses pelepasan enzim diikuti dengan pembentukan gula dan protein diantara butir-butir beras. Perendaman beras dalam air baru berdampak efektif apabila didiamkan semalam (Anonim, 2001)

Perendaman dapat dilakukan dengan larutan kimia, seperti dijelaskan oleh Hubeis (1984), yang merendam sorgum dalam larutan Na2HPO4 0.2 persen selama 18 jam.

Pemberian garam natrium fosfat mengakibatkan struktur fisik sorgum pasca tanak lebih porous, sehingga proses penyerapan air akan lebih cepat pada waktu perendaman maupun pada waktu rehidrasi. Penambahan fosfat sebagai senyawa yang mengion pada pati dapat mengakibatkan granula pati produk tersebut tahan terhadap retrogradasi selama pendinginan dan peningkatan suhu setelah pendinginan.


(25)

Menurut Cox dan Cox (1975), kalsium phosphat dan kalsium khlorida memudahkan dalam penyerapan air oleh pati dan meningkatkan warna putih pada produk sorgum, tetapi pengaruh kalsium fosfat lebih nyata daripada kalsium klorida. Zat kimia yang dapat digunakan untuk memodifikasi struktur protein sorgum adalah garam sitrat, antara lain magnesium sitrat, sodium sitrat dan kalsium sitrat. Perendaman sorgum dalam larutan sodium sitrat akan menggangu dan menguraikan struktur protein sorgum, sehingga butiran menjadi porous.Sodium sitrat juga digunakan dalam pembuatan dry soup untuk mempercepat waktu rehidrasi. Perendaman dalam larutan asam sitrat menyebabkan produk menjadi lebih jernih, bahkan dapat menghambat terjadinya proses ketengikan. Pada pembuatan bubur nasi kering, Mulyana (1988) menyimpulkan bahwa perendaman dalam larutan 1 persen larutan Na-sitrat dan Ca(H2PO4)2 (1:1) selama 2 jam merupakan hasil

terbaik.

Sodium sitrat merupakan buffer dan sekuestran. Sodium sitrat anhidrous mempunyai kelarutan dalam air sebesar 57 g dalam 100 ml air pada suhu 25oC, sedangkan sodium sitrat dihidrat mempunyai kelarutan dalam air sebesar 65 g dalam 100 ml pada suhu 25 oC. Senyawa ini digunakan sebagai buffer pada pembuatan minuman berkarbonasi dan untuk mengontrol pH pada pembuatan minuman. Senyawa ini berfungsi juga untuk menjaga emulsifikasi dan solubiitas protein pada pembuatan keju. Pada pembuatan dry soup, senyawa ini digunakan untuk meningkatkan rehidrasi sehingga mengurangi waktu pemasakan ( Igoe dan Hui, 1996).

E.

BEBERAPA PARAMETER FISIK YANG MENUNJUKKAN

KEBERHASILAN NASI INSTAN

1.

Waktu Rehidrasi

Waktu rehidrasi merupakan waktu yang dibutuhkan dalam proses penyerapan air. Beras instan adalah beras yang secara cepat dapat dirubah menjadi nasi. waktu pemasakan yang diharapkan adalah sekitar 5-10 menit, atau kurang dari 5 menit (Hubeis, 1984). Adapun kunci utama terbentuknya nasi siap santap (nasi instan) adalah terbuka lebarnya pori-pori beras sehingga memudahkan rehidrasi dan diperoleh waktu rehidrasi sesingkat memungkin, maka dilakukan pembekuan sesaat sebelum nasi dikeringkan. Proses rehidrasi dilakukan dengan cara menyeduh sorgum instan kering selama beberapa menit dengan air panas (sekitar 80 0C), sehingga diperoleh nasi sorgum siap santap.


(26)

 

2.

Rasio Rehidrasi

Perubahan struktur fisik makanan dapat terjadi selama pengeringan. Jadi, rehidrasi dapat diartikan sebagai ukuran kerusakan bahan material yang disebabkan oleh pengeringan dan perlakuan proses dehidrasi (Krokida and Philipopoulus, 2005). Menurut Ratti (2009), tingkatan rehidrasi tergantung pada kondisi pengeringan seperti halnya pengeringan yang biasa dilakukan pada pangan kering. Rehidrasi pangan merupakan unit operasi yang penting dalam industri pangan. Hal ini juga berlaku pada skala konsumen, yang mana pangan instan dan mudah diproses merupakan kebutuhan yang penting. Kualitas dari rehidrasi dipengaruhi oleh kondisi selama pengeringan dan proses rohidrasi yang dilakuakan. Hal ini mempengaruhi penerimaan konsumen. Selama proses pengeringan, beberapa perubahan terjadi didalam bahan pangan diantaranya adalah perubahan fisikokimia yang meliputi perubahan struktural dan tekstural, migrasi zat terlarut serta penuruan senyawa volatil dan zat gizi. Hal ini terjadi secara irreversible sehingga berpengaruh besar terhadap kualitas bahan pangan. Oleh sebab itu, proses pengeringan harus diahami dan dikontrol agar diperoleh kualitas produk yang optimal dari segi nutrisi, sensori dan karakteristik rehidrasi. Aspek yang paling penting dalam rehidrasi bahan pangan adalah absopsi air dan dinyatakan dalam kapasitas rehidrasi atau rasio rehidrasi (Lewicki, 1998).

3.

Porositas

Porositas secara umum menurut Rahman (2009) adalah rasio volume udara terhadap volume kamba dari suatu wadah yang berisi bahan. Porositas ini dapat diuraikan lagi menjadi beberapa sub-porositas :

1. Porositas Pori-Pori Terbuka

Porositas ini merupakan rasio volume pori-pori permukaan dengan volume keseluruhan bahan. Porositas pori-pori terbuka ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

ε

op = volume pori-pori permukaan

volume keseluruhan bahan

2. Porositas Pori-Pori Tertutup

Porositas ini merupakan rasio volume pori-pori didalam bahan denganvolume keseluruhan. Porositas ini dapat didefinisikan dengan rumus :

ε

cp = volume pori-pori didalam bahan

volume keseluruhan bahan

3. Porositas Tampak

Porositas ini merupakan perbandingan volume ruang kosong pada pori-pori terbuka (permukaan) dan ruang kosong pada pori-pori-pori-pori tertutup yang ada


(27)

didalam bahan (εa = εop + εcp) dengan volume keseluruhan. Porositas tampak juga

bisa didefinisikan berdasarkan rumus berikut :

4. Porositas Kamba

Porositas kamba merupakan rasio volume rongga kosong (void space) diluar biji saat dikemas atau dalam keadaan menumpuk terhadap volume kamba. dapat didefinisikan dengan rumus sebagai berikut :

ε

a = volume rongga kosong (void space)

volume kamba

5. Bulk Particle Porosity

Porositas ini merupakan rasio volume penjumlahan antara porositas pori-pori terbuka dan porositas kamba terhadap volume kamba.

6. Porositas Keseluruhan

Porositas ini merupakan rasio volume penjumlahan antara porositas tampak dan porositas kamba pada saat bahan dikemas atau dalam keadaan menumpuk.

Dalam penelitian ini, sub-porositas yang terpaut unutk dibahas adalah porositas tampak dan porositas kamba.

ε

a = volume semua pori-pori


(28)

 

III.

METODE PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT

Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Juli 2011 hingga Februari 2012, bertempat di Laboratorium Rekayasa dan Proses Pengolahan Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, dan Laboratorium pilot plant

SEAFASTCenter – LPPM IPB.

B.

BAHAN DAN ALAT

Bahan yang yang digunakan adalah biji sorgum non-waxes dari varietas yang produktivitasnya tinggi yaitu varietas G1.1 yang diperoleh dari BIOTROP, Bogor. Bahan lain yang digunakan adalah Na2HPO4 0.2%, Na-Sitrat 1%, aquades, air kran. Adapun alat-

alat yang digunakan adalah alat penyosoh beras, alat pengering fluidized bed drier, labu takar, erlenmeyer, panci, dandang, oven microwave (model R-4A58 / frequency 2450 MHz), alat pembeku freezer model GR-N46ET, timbangan analitik, gelas pengaduk, termometer, waterbath, gelas ukur, cawan alumunium, gelas piala, dan alat gelas lain untuk analisis proksimat

.

Alat pengering

fluidized bed drier

dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Alat pengering fluidized bed drier

C.

METODE PENELITIAN

1.

Penelitian Tahap I

Pada penelitian tahap I dilakukan perendaman dalam larutan kimia, pemasakan sorgum dan cara pembuatan sorgum instan. Penelitian tahap I bertujuan

Spesifikasi :

Type : Fluid Bed Dryer Model No. MK II

Serial No.: FND/240/91/5742 Made by : Armfield


(29)

untuk mengetahui jenis larutan perendam yang baik diantara larutan 0.2% Na2HPO4

(percobaan A), larutan 1% Na-sitrat (percobaan B) dan larutan campuran Na2HPO4 :

Na-Sitrat (1:1) 1% (percobaan C). Perendaman dilakukan pada suhu ruang (25 oC-27

o

C) selama 2 jam

.

Dalam pelaksanaannya sorgum sosoh mula-mula direndam dalam gelas piala dengan perbandingan bobot sorgum:air adalah 1:3. Setelah dilakukan perendaman selama 2 jam kemudian air perendaman beserta sorgumnya dimasukkan kedalam wadah kwali untuk dilakukan pengaronan. Pengaronan dilakukan hingga sorgum mencapai setengah matang dan telah tergelatinisasi sebagian, kemudian diangkat dan dilakukan pengukusan sehingga menjadi matang dan tergelatinisasi sempurna.. Pengukusan dilakukan selama 20 menit didalam wadah dandang. Setelah itu langsung dilakukan pembekuan lambat selama 24 jam. Pembekuan ini dilakukan pada freezer model GR-N46ET dengan suhu (-15 oC sampai 20 oC. Pembekuan ini bertujuan agar kristal es yang terbentuk berukuran besar sehingga pada saat setelah pengeringan sorgum akan menjadi lebih porous. Tahap pengeringan dilakukan setelah proses thawing. Proses

thawing dilakukan pada alat oven microwave (model R-4A58 / frequency 2450 MHz)

selama 30 menit. Setelah dilakukan proses thwaing, kemudian langsung dikeringkan dengan alat pengering fluidized bed drier. Pada tahap pengeringan, suhu alat pengering diatur pada suhu 100 0C dan speed blower diatur pada level 9. Sampel sorgum dikeringkan selama 1 jam. Hasil akhir dari tahap pengeringan ini adalah sorgum instan kering. Sorgum instan yang siap dikonsumsi harus dilakukan proses rehidrasi terlebih dahulu. Proses rehidrasi dilakukan dengan memasukkan sorgum instan kedalam wadah, kemudian tambahkan air panas (80 oC-90 oC) dengan perbandingan bobot sorgum:air adalah 1:3. Tahapan pembuatan nasi instan pada penelitian tahap I dapat dilihat pada Gambar 4

.

Pada penelitian tahap I bertujuan untuk mengetahui jenis larutan perendaman yang paling tepat dengan menghasilkan produk sorgum instan terbaik. Pada penelitian tahap I akan dilakukan uji organoleptik yaitu tingkat kesukaan konsumen terhadap warna dan keseluruhan dari produk sorgum instan tersebut.


(30)

 

2.

Penelitian Tahap II

Penelitian Tahap II merupakan penelitian lanjutan setelah penelitian tahap I, diamana pada penelitian tahap I akan diperoleh jenis larutan perendaman yang paling efektif. Penelitian tahap II bertujuan menentukan suhu perendaman yang paling efektif dalam pembuatan sorgum instan. Pada penelitian ini akan ditentukan suhu optimum perendaman pada satu jenis larutan perendam yang terpilih pada penelitian tahap I. Skema pembuatan sorgum instan pada penelitian tahap II dapat dilihat pada Gambar 5. Sedangkan, Perlakuan penelitian tahap II dapat dilihat pada Tabel 4.

Gambar 4. Skema Penelitian Tahap I Dalam Pembuatan Sorgum Instan Pengaronan dengan air perendaman selama 20 menit

Pengukusan selama 20 menit

Pembekuan (freezing) selama 24 jam

Proses thawingselama 30 menit di microwave oven

Pengeringan FBD pada suhu 1000C selama 1 jam

Sorgum Instan Kering

Proses rehidrasi

Sorgum Instan Siap Santap Sorgum

Percobaan A Percobaan B Percobaan C


(31)

Suhu perendaman yang dilakukan pada penelitian ini adalah suhu 25 oC, 35 oC, 45 oC, 50 oC dan 60 oC. Perendaman dilakukan dalam gelas piala dengan perbandingan bobot sorgum:air adalah 1:3. Gelas piala yang berisi sorgum dan air perendaman itu dimasukkan kedalam waterbath, dimana suhu waterbath diatur terlebih dahulu sesuai suhu perlakuan. Setelah suhu waterbath mencapai suhu perlakuan, sampel sorgum dimasukkan kedalam waterbath. Sampel direndam pada suhu perlakuan selama 2 jam. Setelah dilakukan perendaman, kemudian langsung dilakukan pengaronan, pengukusan,

Gambar 5. Skema Penelitian Tahap II Dalam Pembuatan Sorgum Instan Sorgum

Perlakuan II

Disosoh

Perlakuan III Perlakuan IV Perlakuan V

Perlakuan I

Pengaronan dengan air perendaman selama 20 menit

Pengukusan selama 20 menit

Pembekuan (freezing) selama 24 jam

Proses thawing selama 30 menit di microwave oven

Pengeringan FBD pada suhu 1000C selama 1 jam

Sorgum Instan Kering

Proses rehidrasi


(32)

 

Tabel 4. Perlakuan Pada Penelitian Tahap II

P

pembekuan, thawing, pengeringan dan proses rehidrasi seperti yang dilakukan pada penelitian tahap I.

Analisis yang dilakukan adalah kadar air, kadar protein, rasio rehidrasi, densitas kamba, porositas, organoleptik serta proksimat untuk hasil terbaik. Tahap akhir dilakukan dengan uji organoleptik terhadap nasi instan kering yang telah direhidrasi dengan menggunakan uji hedonik skala tujuh.

D.

ANALISIS KIMIA

 

1.

Waktu Rehidrasi (Amrinola, 2010)

Sejumlah sampel dimasukkan ke dalam gelas piala. Kemudian air panas (80

o

C-90 oC) dituangkan ke dalam gelas piala tersebut. Perbandingan sampel dan air adalah 1:3. Kemudian dihitung waktunya sampai butiran nasi telah terehidrasi sempurna (tidak ada spot putih di tengah butiran nasi). waktu rehidrasi adalah waktu yang dibutuhkan bahan untuk kembali menyerap air sehingga diperoleh tekstur yang homogen. Selanjutnya ditiriskan.

2.

Rasio Rehidrasi (Juliano, 1971)

Contoh sebanyak 10 gram dimasukkan kedalam gelas piala, kemudian ditambahkan 300 ml aquades. Gelas piala berisi contoh kemudian dimasukkan ke

waterbath bersuhu 80 0C selama 10 menit. Hasil pemasakan dibiarkan sampai

mencapai suhu kamar, kemudian ditiriskan dan selanjutnya ditimbang berat nasi yang telah terehidrasi. Rasio rehidrasi (Rr) dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Rr = Berat nasi instan setelah rehidrasi (g) Berat contoh nasi instan (g)

Percobaan Perlakuan

Larutan Perendam Suhu Perendaman Lama Perendaman

I Na2HPO4 0.2% 250C 2 jam

II Na2HPO4 0.2% 35

0

C 2 jam

III Na2HPO4 0.2% 450C 2 jam

IV Na2HPO4 0,2% 50

0

C 2 jam


(33)

3.

Porositas Kamba (

Bulk Porosity

)

Porositas kamba merupakan persentase rongga-rongga kosong (void space) diantara tumpukan butiran-butiran sorgum. Pengukuran porositas kamba merupakan pengukuran secara tidak langsung untuk porositas butiran (yang tergolong sebagai porositas tampak) menurut (Rahman, 2009). Void space sebanding dengan porositas butiran. Butiran-butiran sorgum instan dimasukkan ke dalam gelas lukur 25 ml sampai penuh, kemudian ditambahkan toluen sampai batas volume kamba, kemudian diamkan selama 1-2 menit, lalu volume toluen diukur dengan cara meniriskan campuran toluen dan sampel, toluen ditampung dalam gelas ukur.

Vc

N = x 100%

Vt

Keterangan :

N = Void space (%)

Vc = Volume cairan (ml) Vt = Volume total (ml)

4.

Kadar Air (SNI 01-3945-1995)

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode oven. Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 5 gram contoh yang telah dikeringkan dimasukkan dalam cawan yang telah ditimbang selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 6 jam, cawan yang telah berisi contoh tersebut selanjutnya dipindahkan ke desikator, didinginkan, dan ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh berat konstan, kemudian dihitung berdasarkan kehilangan berat yaitu selisih berat awal dikurangi berat akhir.

a = Berat cawan kosong kering ( g ) x = Berat sampel awal (g )

y = Berat cawan + sampel kering

5.

Kadar Abu ( SNI 01 – 3945 – 1995 )

Ditimbang 2 – 3 gram contoh ke dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Lalu diarangkan di atas nyala pembakar, kemudian diabukan dalam tanur


(34)

 

listrik pada suhu maksimum 550oC sampai pengabuan selesai (sekali- sekali pintu tanur dibuka sedikit agar oksigen bisa masuk). Didinginkan dalam desikator lalu ditimbang hingga bobot tetap.

Kadar abu (%) = x – a x 100% W

a = Berat cawan kosong kering (g) w = Berat sample awal (g) x = Berat abu + berat cawan

6.

Kadar Protein dengan Metode Kjeldahl (AOAC

Official Method.

960.52 tahun 2005)

Contoh sampel (0,1 gram) dimasukkan dalam labu Kjeldahl, kemudian ditambahkan 2 ml H2SO4 serta batu didih. Contoh kemudian dididihkan selama 1-1,5

jam hingga cairan menjadi jernih kemudian didinginkan. Isi labu dituangkan dalam alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan aquades 20 ml. Kemudian ditambahkan NaOH 40% sebanyak 20 ml, dan selanjutnya didestilasi. Larutan destilat ditampung dalam Erlenmeyer 125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indicator metilen

red-metilen blue. Destilasi dilakukan hingga diperoleh destilat yang saling bercampur. Destilat kemudian dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah.

%N = (ml HCl – ml blanko) x normalitas x 14,007 x 100

mg sampel

% Protein = %N x 6.25

7.

Kadar Lemak dengan Metode Soxhlet (AOAC

Official Method

.

963.15 tahun 1995)

Labu lemak dikeringkan dalam oven 105oC selama 15 menit, dan didinginkan dalam desikator. Contoh sampel (2 gram) dimasukkan kedalam selonsong kertas saring yang dilapisi kapas, kemudian sampel dengan selonsong tersebut dikeringkan dalam oven 80oC selama 1 jam. Sampel dan kertas selonsong dimasukan dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak. Selanjutnya dilakukan ekstraksi lemak dengan pelarut berupa heksana selama enam jam. Pelarut tersebut kemudian diuapkan dan ekstrak lemak yang ada pada labu lemak dikeringkan dalam oven pengering 105oC. Labu berisi lemak didinginkan dalam desikator 20-30 menit, selanjutnya ditimbang sampai bobot tetap.

% lemak= Berat lemak x 100 Berat contoh


(35)

Berat lemak = (berat labu +lemak) – berat labu

8.

Kadar Karbohidrat

by difference

(AOAC

Official Method.

920.87

tahun 2005)

Penentuan kadar karbohidrat by difference diperoleh dari hasil pengurangan angka 100 dengan persentase komponen lain yang terkandung didalam sampel, seperti air, abu, lemak, dan protein. Kadar karbohidrat by difference dapat ditentukan dengan rumus :

Kadar Karbohidrat (%BB) = 100% - ( KA +KAb+KL+KP)

Keterangan :

KA = Kadar Air (%BB) KAb = Kadar Abu (%BB) KL = Kadar Lemak (%BB) KP = Kadar Protein (%)

9.

Analisis Sensori

Analisis sensori merupakan suatu proses identifikasi, pengukuran ilmiah, analisis, dan interpretasi atribut-atribut produk melalui panca indera manusia (Setyaningsih, et al., 2010). Tujuan analisis sensori adalah untuk mengetahui respon atau kesan yang diperoleh panca indera manusia terhadap suatu ransangan yang ditimbulkan oleh suatu produk. Analisis sensori juga merupakan salah satu cara untuk mengetahui tingkat kesukaan atau penerimaan konsumen (uji hedonik, metode rating). Dalam penelitian ini sorgum instan diuji dua kali yaitu sorgum isntan hasil dari penelitian tahap 1 dan sorgum instan hasil penelitian tahap 2. Sorgum instan diuji dalam bentuk matang (telah mengalami proses rehidrasi). Adapun proses rehidrasi untuk sampel yang akan disajikan pada panelis dilaksanakan sebagai berikut: sampel sorgum instan kering sebanyak 100 g dimasukkan kedalam wadah mangkuk, kemudian ditambahkan air panas (80 oC-90 oC) sebanyak 300 ml. Setelah sorgum instan matang, kemudian ditiriskan selama 2 menit, air yang tersisa pada mangkuk dibuang. Sorgum instan siap disajikan.

Analisis sensori yang dilakukan yaitu dengan uji rating hedonik untuk menentukan tingkat kesukaan panelis terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, kepulenan, dan secara keseluruhan dari sorgum instan. Analisis sensori dilakukan terhadap 25 orang panelis tidak terlatih. Data yang diperoleh diolah dengan SPSS for Windows pada program ANOVA (Analysis of variants). Uji dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui produk terbaik yang terpilih. Skala uji rating hedonik yang digunakan terdiri dari 7 skala dengan urutan tingkat kesukaan sebagai berilut :

1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka


(36)

 

3 = agak tidak suka 4 = netral

5 = agak suka 6 = suka 7 = sangat suka

10.

Cara Penyajian Untuk Konsumen

Sorgum instan kering dimasukkan kedalam mangkuk dan ditambahkan air panas ysng baru mendidih sebanyak tiga kali lipat dari berat sorgum. Setelah sorgum instan matang, kemudian ditiriskan selama 2 menit, air yang tersisa pada mangkuk dibuang. Sorgum instan siap dihidangkan.


(37)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

PENELITIAN TAHAP I

 

1.

Waktu Rehidrasi

Waktu rehidrasi yang dihasilkan pada penelitian tahap I berkisar pada skala 7.21 menit sampai 7.43 menit. Waktu rehidrasi yang dihasilkan dihitung dalam menit dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Waktu Rehidrasi Sorgum Instan Penelitian Tahap I

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (ANOVA) dapat dikatakan bahwa waktu rehidrasi yang dibutuhkan sampel sorgum instan untuk semua percobaan (larutan perendam Na2HPO4 0.2%, larutan perendam Na-Sitrat 1% dan larutan

perendam Na2HPO4 + Na-Sitrat (1:1) 1%) adalah tidak berbeda nyata dengan rata-rata

7.56 menit. Hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil ini serupa dengan yang diperoleh Amrinola (2010) yang menyatakan bahwa jenis bahan perendam (Na-Sitrat ataupun Na2HPO4) dalam pembuatan nasi sorgum instan

mempunyai kemampuan yang hampir sama dalam meningkatkan waktu rehidrasi (waktu rehidrasi menjadi lebih cepat). Na-Sitrat dan Na2HPO4 dapat menyebabkan

jaringan bahan menjadi terbuka sehingga struktur beras instan yang dihasilkan menjadi lebih porous dan waktu rehidrasi menjadi lebih singkat. Menurut Elmaki et al

(1999), perendaman dalam larutan Na-Sitrat dapat merusak atau menguraikan struktur protein beras, sehingga beras menjadi lebih porous. Beras porous ini akan lebih


(38)

 

mudah menyerap air dan mengembang volumenya pada waktu pemasakan. Na-Sitrat ini biasanya digunakan pada pembuatan dry soup untuk mengurangi waktu rehidrasi. Menurut Hubeis (1984), Na2HPO4 (pH 5,2) dapat digunakan dalam pembuatan beras

instan karena dapat menghasilkan beras pasca tanak yang memiliki struktur yang lebih

porous.

2.

Rasio Rehidrasi

Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa ketiga perlakuan tidak memberikan perbedaan terhadap rasio rehidrasi. Hal ini dapat dilihat pada hasil analisis sidik sidik ragam (ANOVA) pada Lampiran 6. Rata-rata nilai rasio rehidrasi pada penelitian tahap I adalah 2.16 g/g. Nilai rasio rehidrasi yang diperoleh masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gamabr 7.

Gambar 7. Rata-rata Rasio Rehidrasi Sorgum Instan Penelitian Tahap I

 

3.

Porositas Kamba (

Bulk Porosity

)

Analisa porositas kamba yang dilakukan pada penelitian tahap I terdiri dari tiga sampel berbeda yaitu 1) sampel sorgum instan hasil perendaman Na2HPO4, 2) sampel

sorgum instan hasil perendaman Na-sitrat dan 3) sampel sorgum instan hasil perendaman kombinasi dari kedua larutan tersebut. Nilai porositas kamba (void space) yang diperoleh dari penelitian ini untuk perendaman Na-fosfat 0.2 persen, Na-sitrat 1 persen dan kombinas keduanya Na-fosfat 0.2 persen+Na-sitrat 1 persen (1:1) adalah berturut-turut 54.81 persen, 49.97 persen dan 51.60 persen. Nilai void space yang paling baik (tinggi) diperoleh dari sampel sorgum A yaitu dengan perlakuan


(39)

perendaman larutan 0.2 persen Na2HPO4. Analisis sidik ragam (ANOVA) pada hasil

pengukuran void space menyimpulkan bahwa perlakuan perendaman sorgum dengan berbagai jenis larutan tersebut berbeda nyata secara signifikan pada taraf kepercayaan 95 persen. Grafik rata-rata void space dapat dilihat pada Gambar 8.

Sampel sorgum instan dengan nilai void space lebih tinggi menunjukkan ukuran butiran yang lebih besar dan sekaligus menunjukkan ukuran pori-pori butiran yang lebih besar.

Gambar 8. Rata-rata Porositas Sorgum Instan Penelitian Tahap I

Berdasarkan uji Duncan 5 persen terlihat bahwa sampel sorgum instan pada semua perlakuan berbeda nyata satu sama lain. Perendaman dengan larutan 1 persen Na2HPO4 lebih berpengaruh terhadap porositas dibandingkan dengan perendaman

pada larutan lainnya. Amrinola (2010) menduga bahwa perendaman dalam larutan Na2HPO4 dapat menyebabkan terjadi pemutusan ikatan silang garam yang

meningkatkan tolak menolak elektrostatik, melonggarkan jaringan sehingga memiliki nilai porositas yang lebih tinggi.

4.

Analisis Sensori

Analisis selanjutnya adalah analisa uji organoleptik terhadap produk sorgum instan hasil penelitian tahap 1. Uji organoleptik ini merupakan uji kesukaan konsumen terhadap produk sorgum instan hasil penelitian tahap 1. Uji organoleptik dilakukan pada sorgum instan yang telah direhidrasi, meliputi uji terhadap warna, rasa dan over all/penerimaan umum. Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan uji hedonik


(40)

 

dengan skala 1 sampai 7 (skala 7 sangat suka dan skala 1 sangat tidak suka) dengan jumlah panelis 35 orang. Adapun hasil uji organoleptik pada penelitian tahap 1 dapat dilihat pada Tabel 5. Kisaran nilai yang diperoleh pada uji organoleptik untuk uji warna adalah 3.71 sampai 4.03, rasa 3.51 sampai 4.23, penerimaan umum 3.54 sampai 4.83. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (ANOVA) dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan perendaman yang diberikan pada sorgum. Hasil analisis sidik raga dan uji Duncan 5 persen dapat dilihat pada Lampiran 8-10.

Tabel 5. Hasil Analisis Sensori Sorgum Instan Penelitian tahap 1

Percobaan Larutan Perendam

Parameter

Warna Rasa Keseluruhan

A Na2HPO4 0.2% 4.60

b

4.23c 4.83c

B Na-Sitrat 1% 3.71a 3.51a 3.54a

C Na2HPO4 +

Na-Sitrat (1:1) 1% 4.03

a

3.83b 3.89b

Keterangan : Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dengan uji Duncan

Sampel sorgum instan dengan perlakuan perendaman larutan Na2HPO4 0.2%

memiliki skor tertinggi dalam analisis sensori baik dari parameter warna, rasa dan

overall jika dibandingkan dengan sampel sorgum instan lainnya. Sampel sorgum

instan dengan perlakuan, sehingga pada analisis sensori dapat disimpulkan bahwa produk yang disukai oleh konsumen adalah produk sorgum instan hasil perendaman Na2HPO4 0.2%.

Berdasarkan hasil penelitian tahap 1, dapat disimpulkan bahwa larutan perendam yang terbaik dari ketiga perlakuan perendaman adalah Na2HPO4 0.2%. Produk yang

dihasilkan dari perendaman larutan ini memiliki spesifikasi waktu rehidrasi paling cepat yaitu 7.56 menit, rasio rehidrasi 2.16 g/g dan porositas 54.81 %. Dan berdasarkan hasil analisis penerimaan konsumen produk ini paling disukai oleh konsumen dengan tingkat kesukaan 4.55 (agak suka).

B.

PENELITIAN TAHAP II

Penelitian tahap ini dilakukan pada produk sorgum instan yang terpilih pada penelitian tahap I yaitu sorgum instan dengan perendaman 0,2% Na2HPO4. Penelitian tahap


(41)

250C, 350C, 450C, 500C dan 600C, setelah sorgum dilakukan perendaman selama 2 jam. Formula yang dipilih tergantung kepada beberapa parameter seperti waktu rehidrasi, rasio rehidrasi, porositan dan tingkat kesukaan konsumen. Berikut adalah hasil-hasil yang diperoleh dari peneitian ini :

1.

Waktu Rehidrasi

Waktu rehidrasi sorgum instan yang dihasilkan pada penelitian tahap I ini berkisar pada skala 4.8 menit – 7.4 menit. Waktu rehidrasi tercepat diperoleh pada sampel sorgum dengan perendaman suhu 60 0C, sedangkan waktu rehidrasi terlama diperoleh pada sampel sorgum dengan perendaman suhu 25 0C. Semakin tinggi suhu perendaman makan semakin cepat waktu rehidrasi yang dihasilkan. Hasil analisis sidik ragam 5 persen (ANOVA) menunjukkan adanya perbedaan secara nyata antara sampel terhadap waktu rehidrasi pada taraf kepercayaan 95 persen. Waktu rehidrasi yang diperoleh pada penelitian tahap II untuk masing masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Pengaruh suhu perendaman terhadap waktu rehidrasi.

Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa perlakuan suhu perendaman yang dilakukan pada pembuatan nasi sorgum instan memberikan pengaruh yang nyata terhadap waktu rehidrasi yang dihasilkan. Semakin tinggi suhu yang digunakan dalam perendaman maka semakin cepat waktu rehidrasi yang dibutuhkan atau semakin cepat sorgum menjadi siap dikonsumsi. Menurut Arminola (2010), semakin tinggi suhu perendaman beras sorgum, maka akan menyebabkan jaringan semakin longgar sehingga daya serap air menjadi meningkat dan waktu rehidrasi menjadi lebih cepat.


(42)

 

Hal ini terbukti dengan semakin ditingkatkannya suhu perendaman, maka waktu rehidrasi yang dihasilkan semakin cepat. Berdasarkan hasil uji Duncan 5 persen dapat dikatakan bahwa perlakuan suhu perendaman 45 0C tidak berbeda nyata dengan sampel sorgum instan suhu perendaman 50 0C dan suhu perendaman 60 0C. Sementara itu sampel sorgum instan perendaman suhu 45 0C berbeda nyata dengan sampel

sorgum instan perendaman suhu 25 0C dan suhu perendaman 35 0C. Waktu rehidrasi terlama diperoleh pada sampel sorgum instan hasil perendaman dengan suhu 25 0C. Hal ini menunjukkan semakin tinggi suhu perendaman menghasilkan waktu rehidrasi yang lebih cepat.

2.

Rasio Rehidrasi

Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa produk nasi sorgum instan yang direndam dalam larutan Na2HPO4 0.2 persen pada suhu 60

0

C mempunyai nilai rasio rehidrasi yang paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa produk tersebut paling mengembang diantara produk lainnya. Semakin tinggi nilai rasio rehidrasi maka semakin mengembang produk yang direhidrasi. Nilai rasio rehidrasi yang dihasilkan pada tahap ini berada pada skala 2.14 g/g – 2.37 g/g. Grafik rata-rata rasio rehidrasi sorgum instan dapat dilihat pada gambar 10.

Analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan suhu perendaman pada sorgum instan yang direndam dalam larutan Na2HPO4 0.2 persen

berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95 persen. Hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 12.


(43)

Hasil uji Duncan 5 persen menunjukkan bahwa perlakuan suhu perendaman 60

0

C sangat berbeda nyata dengan perlakuan yang lain kecuali dengan perlakuan suhu 50 0C. Sampel sorgum instan hasil perendaman pada suhu 45 0C memiliki nilai rasio rehidrasi yang tidak berbeda nyata dengan sampel sorgum perlakuan suhu perendaman 50 0C. Interaksi perlakuan suhu perendaman dengan nilai rasio rehidrasi sangat jelas.

Semakin tinggi suhu perendaman yang dilakukan maka semakin tinggi pula nilai rasio rehidrasi yang didapatkan.

3.

Porositas Kamba

Nilai rata-rata porositas kamba (%) berkisar pada skala 58.50% sampai 51.15%. Nilai porositas (%) paling rendah diperoleh pada sampel sorgum instan dengan suhu perendaman 25 0C, sedangkan nilai porositas paling tinggi diperoleh pada sampel sorgum dengan suhu perendaman 60 0C. Grafik rata-rata porositas dapat dilihat pada Gambar 9.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (ANOVA) dapat dilihat bahwa nilai signifikasi sampel lebih kecil dari pada nilai alpha (α=0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan secara nyata antara sampel pada taraf kepercayaan 95 persen.

Gambar 11. Rata-rata Porositas Sorgum Instan

Berdasarkan uji Duncan 5 persen menunjukkan bahwa sampel sorgum instan dengan perlakuan suhu perendaman 25 0C berbeda nyata dengan sorgum instan pada perlakuan suhu perendaman 35 0C dan 45 0C. Namun sampel sorgum instan pada


(44)

 

perlakuan suhu perendaman 45 0C, 50 0C dan 60 0C tidak berbeda nyata. Hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan dapat dilihat pada Lampiran 13. Nilai void space (%) akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu perendaman yang digunakan. Semakin tinggi suhu perendaman, semakin tinggi pula tingkat void space pada sampel karena suhu membantu dalam mengoptimalkan larutan perendam.

Berdasarkan analisis dari kriteria sorgum instan yang dihasilkan diatas, sampel sorgum instan yang paling baik adalah sorgum instan hasil perendaman suhu 60 0C ditinjau dari semua jenis pengamatan, akan tetapi berdasarkan analisis sidik ragam dari pengamatan waktu rehidrasi dan porositas kamba, sorgum instan dengan perlakuan suhu perendaman 45 0C, 50 0C dan 60 0C hasilnya tidak berbeda nyata secara signifikan pada taraf kepercayaan 95 persen, sedangkan bila dipertimbangkan dari energi panas yang digunakan pada pembuatan sorgum instan tersebut sangat signifikan, sehingga sampel sorgum instan dengan perendaman suhu 45 0C yang dipilih. Oleh karena itu, peneliti memutuskan bahwa pada analisis selanjutnya dilakukan perlakuan suhu perendaman sampai 45 0C.

4.

Kadar Air

Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa suhu perendaman pada perlakauan tersebut berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air sorgum instan pada taraf kepercayaan 95 persen dengan rata-rata kadar air 6.78% (bobot basah). Kadar air sorgum instan yang diperoleh untuk masing-masing perlakuan perendaman suhu 25 oC, 35 oC dan 4oC adalah 6.47%, 6.21% dan 7.67% (bobot basah). Kadar air sorgum instan dapat dilihat pada Gambar 12. Adapun hasil analisis sidik ragam (ANOVA) dapat dilihat pada Lampiran 19.


(45)

5.

Kadar Protein

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (ANOVA), kadar protein dari tiap sampel tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95 persen dengan rata-rata 7.97%. Hal ini berarti bahwa suhu perendaman yang dilakukan tidak mempengaruhi proses luruh (leaching). Kadar protein untuk sampel dengan suhu perendaman 250C adalah 8

% ; suhu 350 adalah 7,95% ; dan suhu 450C adalah 7,96%. Grafik kadar protein dapat dilihat pada Gambar 13. Adapun hasil analisis sidik ragam (ANOVA) dapat dilihat pada Lampiran 20.

Gambar 13. Rata-rata kadar protein

Menurut Mulyana (1988), kadar protein kasar beras setelah perendaman lebih rendah antara 0.34 sampai 0.55 persen berat kering dari kadar protein kasar beras sebelum perendaman. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan perendaman tidak mengakibatkan penurunan kadar protein kasar yang berarti, sedangkan bila dibandingkan dengan kadar protein awal (pustaka) cukup berarti. Menurut Mitra dan Suryanarayana (1978) diacu oleh Mulyana (1988), perendaman beras dalam air mengakibatkan sedikit kehilangan protein albumin beras. Waktu perendaman optimum untuk penyerapan air oleh beras dan pengembangan volume beras pada suhu 26.3 0C (suhu kamar) aadalah 2 jam (Mulyana, 1988).

6.

Analisis Sensori

Analisis sensori dilakukan pada sorgum instan yang telah direhidrasi, meliputi uji terhadap rasa, warna, tekstur, kepulenan dan keseluruhan. Analisis sensori dilakukan dengan menggunakan uji rating hedonik dengan sekala 1 sampai 7 ( skala 1 sangat tidak suka dan skala 7 sangat suka ).


(46)

 

Adapun hasil analisis sensori dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan hasil analisis sensori, kisaran nilai yang didapatkan pada atribut rasa adalah 3,69 sampai 4,34 ; warna 3,89 sampai 4,65 ; tekstur 3,74 sampai 3,82 ; kepulenan 3,44 sampai 3,94 dan keseluruhan 3,71 sampai 4,38. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (ANOVA), pada atribut rasa, warna, dan atribut penerimaan umum terdapat perbedaan secara nyata antar sampel. Sedangkan pada atribut tekstur dan kepulenan tidak ada perbedaan secara nyata antar sampel.

Pada atribut rasa, perlakuan dengan suhu perendaman 350C memiliki nilai 4,11 dan suhu perendaman 450C adalaha 4,34. Sedangkan tingkat kesukaan pada sorgum instan dengan perlakuan suhu perendaman 250C adalah 3,69. Hasil uji wilayah Duncan 5 persen menggambarkan bahwa sampel sorgum instan suhu perendaman 35

0

C dan 45 0C tidak berbeda nyata antar kedua sampel tersebut, namun kedua sampel tersebut berbeda nyata dengan sampel sorgum instan dengan suhu perendaman 25 0C. Sedangkan pada atribut warna, sampel dengan suhu perendaman 450C paling disukai dengan nilai 4,65. Hasil uji Duncan 5 persen menggambarkan bahwa sampel sorgum instan dengan suhu perendaman 45 0C berbeda nyata dengan sampel sorgum suhu perendaman 25 0C dan suhu 35 0C. Sorgum instan dengan suhu perendaman 350C memiliki nilai 4,15 dan tidak berbeda nyata dengan sampel pada suhu 250C ( 3,85).

Adapun pada atribut tekstur dan kepulenan, ketiga sampel tersebut tidak berbeda nyata yaitu dengan nilai kesukaan atribut tekstur 3,74 sampai 3,82 dan atribut kepulenan 3,44 sampai dengan 3,94.Atribut penerimaan umum atau overall, panelis menyukai produk dengan suhu perendaman 450C dengan nilai 4,38. Sorgum instan pada suhu perendaman 35 0C tidak berbeda nyata dengan sampel sorgum instan pada suhu perendaman 45 0C dan suhu 25 0C. Akan tetapi sorgum instan suhu perendaman 25 0C berbeda nyata dengan sorgum pada suhu perendaman 45 0C.

Tabel 6. Data Nilai Hasil Organoleptik Sorgum Instan Setelah Rehidrasi1-2. Interaksi larutan

perendam (Na2HPO4

0,2%) dan suhu perendaman

Rasa Warna Tekstur Kepulenan Penerimaan

Umum

Suhu 250C 3,69a 3,85ab 3,74a 3,44a 3,71ab

Suhu 350C 4,11b 4,15ab 3,82a 3,79a 4,15abc

Suhu 450C 4,34b 4,65c 3,82a 3,94a 4,38bc

1

pengujian dilakukan oleh 35 orang panelis tidak terlatih

2

skala hedonik yang digunakan adalah antara 1 sampai 7 (1=sangat tidak suka dan 7=sangat suka)


(47)

3

Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dengan uji Duncan

Dilihat dari semua karakteristik uji pada hasil organoleptik dapat diketahui bahwa sampel dengan suhu perendaman 450C ini lebih disukai dari pada sampel

lainnya. Dan sampel dengan suhu perendaman 350C lebih disukai dari pada sampel dengan suhu perendaman 250C. Sehingga dapat disimpulkan bahwa produk terbaik diperoleh pada produk sorgum instan dengan suhu perendaman 45 0C.

7.

Analisis Proksimat

Analisa proksimat dilakukan pada sorgum instan terbaik, yaitu sorgum instan hasil perendaman larutan Na2HPO4 0,2 persen dengan suhu perendaman 450C.

Berdasarkan hasil analisis terhadap sampel terpilih, sampel tersebut memiliki kadar air sebesar 7,67% ; kadar abu 1,17% ; Kadar Protein 7,96% dan kadar lemak 0,39%. Sehingga karbohidratnya adalah 82,81%. Komposisi kimia dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 7. Kompoisi Kimia Sorgum Instan Terbaik

Komposisi % Berat Basah Sorgum Instan Sorgum Awal

(literatur)

Kadar Air 7,67 % -

Kadar Abu 1,17 % -

Protein 7,96 % 11.6%

Lemak 0,39 % 3.4%

Karbohidrat* 82,81% 77%

*

Carbohydrate by difference

Berdasarkan pada Tabel 8 diatas, dapat dilihat bahwa terjadi penurunan kadar protein dan lemak. Protein dan lemak dapat mengalami leaching pada saat pengaronan, perendaman dan rehidrasi. Selama proses rehidrasi, sejumlah padatan terlarut pada pangan kering akan terlepas kedalam media cair sementara cairan ke dalam matriks solid. Produk pangan kering dengan porositas yang tinggi akan mengalami penyerapan air yang lebih banyak sehingga dapat mengakibatkan total padatan terlarut berubah. Hal ini sesuai dengan data yang dihasilkan penulis bahwa sorgum instan yang dihasilkan telah mengalami penurunan kadar protein, lemak dan padatan terlarut lainnya jika dilihat dari komposisi sorgum awal.

Berdasarkan hasil-hasil pengamatan diatas dapat dinyatakan bahwa produk terbaik adalah sorgum instan dengan hasil perendaman pada jenis larutan Na-fosfat 0.2% dengan suhu perendaman 45 oC. Produk ini memiliki rasio rehidrasi 2.25 g/g,


(48)

 

porositas kamba 50.97% dan waktu rehidrasi selama 5.13 menit (dibulatkan menjadi 6 menit). Diantara waktu rehidrasi dan penyajian terdapat tambahan waktu yang diperlukan untuk penisrisan (sekitar 2 menit) sehingga penyajian lebih lama dari waktu rehidrasi.


(49)

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Sorgum instan merupakan sorgum yang secara cepat dapat diubah menjadi nasi. Dalam penelitian ini, sorgum instan terbaik adalah yang mengalami proses perendaman larutan Na2HPO4 0,2% pada suhu perendaman 450C dan dikeringkan dengan Fluidized

Bed Dryer pada suhu 100 0C.

Berdasarkan hasil organoleptik, karakteristik sampel tersebut paling disukai oleh panelis dibandingkan dengan sampel lainnya, pada derajat kesukaan 4.2 (netral). Rehidrasi produk sorgum ini memerlukan suhu 80-90 0C selama 6 menit dengan waktu penirisan selama 2 menit, sehingga waktu penyajian bertambah menjadi 8 menit. Berdasarkan klasifikasi Luh et al. (1980), produk sorgum instan ini tergolong dalam

under cooked rice.

B.

SARAN

Proses rehidrasi produk sorgum instan ini membutuhkan waktu persiapan penyajian sekitar 8 menit. Oleh karena itu masih diperlukan perbaikan dalam cara pembuatan sorgum instan dengan proses rehidrasi yang cepat, sehingga waktu yang diperlukan untuk merehidrasi lebih singkat, diantaranya adalah perlakuan pada jenis pembekuan dan cara pengeringan yang dilakukan.


(50)

 

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2001. Merendam Beras Merah Dalam Air Hangat Dapat Memperkaya Nilai Gizi. Buletin Men’s Health. Vol 1, September 2001.

Ahza AB. 1998. Aspek Pengetahuan Material dan Diversifikasi Produk Sorgum Sebagai Subtitutor Terigu/Pangan Alternatif. Dalam Laporan Lokakarya Sehari Prospek Sorgum Sebagai Bahan Substitusi Terigu. PT. ISM Bogasari Flour Mills, Jakarta.

Amrinola W. 2010. Kajian Pembuatan Nasi Sorgum (Sorghum Bicolor L.) Instan Rendah Tanin. [tesis]. Sekolah Pascasarjana. IPB Bogor.

AOAC. 1973. Official Method 963.15. Association of Official Analytical Chemists, Washington DC.

. 2005. Official Method 960.52. Association of Official Analytical Chemists, Washington DC.

Barina N. 1995. Pengaruh Penambahan Sumber Amilopektin dan Modifikasi Pati terhadap Peningkatan Mutu Organoleptik Nasi dan Beras. Skripsi. Jurusan GMSK. Faperta, IPB.

Boukouvalas CJ, Krokida MK, Maroulis ZB dan Marinos-Kouris D. 2006. Density and Porosity: Literature data compilation for food stuff. Int. J. Food Prop. (9):715-746

Cox JP dan Cox JM. 1975. Quick Cooking Whole Grain Rice. US Patent 3.879.566, April 22. Didalam P.M. Robbin (ed). Convenience Food : Recent Technology. Food Tech. Review no. 37. Noyes Data Corporation. New Jersey.

Chung OK, Ohm JB. 1999. Cereal Lipids. Di dalam: Kulp K. dan Ponte JG. (Eds). Handbook of Cereal Science and Technology. 2nd ed. rev. and expanded. Marcel Dekker, Inc., New York.

Elmaki, H. B., Babiker, E. E., and El Tinay, A. H. 1998. Changes in Chemical Grain Malting, Starch and Tannin Contents and Protein Digestibility During Germination of Sorghum Cultivars. J. Food Chemistry., 64 (1999) 331-336

Firdaus M, Lukman MB, Purwiyanti P. 2008. Swasembada Beras Dari Masa Ke Masa : Telaah Efektivitas Kebijakan dan Perumusan Strategi Nasional. IPB Press. Bogor

Hubeis M. 1984. Pengantar Pengolahan Tepung Serealia dan Biji-bijian. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hulse JH, Lain EM, Pearson OE. 1980. Sorghum and The Millets: Their Composition and Nutritive Value. Academic Press, New York.

Husodo SY. dan Muchtadi T. 2004. Alternatif Solusi Permasalahan dalam Ketahanan Pangan. Makalah pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) VIII. Jakarta, 17-19 Mei 2004.

Igoe RS dan Hui YH. 1996. Dictionary of Food Ingredients. Third ed. Chapman & Hall, New York.


(1)

54   

Lampiran 16. Analisis Sidik Ragam Atribut Tekstur

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:skor

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Model 1608,510a 36 44,681 34,096 ,000

Panelis 140,010 33 4,243 3,238 ,000

Sampel ,176 2 ,088 ,067 ,935

Error 86,490 66 1,310

Total 1695,000 102

a. R Squared = ,949

Dari tabel hasil ANOVA diatas, dapat dilihat bahwa Signifikansi sampel lebih besar daripada nilai Alpha = 0,05. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan secara nyata dari ketiga sampel tersebut


(2)

Lampiran 17. Analisis Sidik Ragam Atribut Kepulenan Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:skor

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Model 1574,490a 36 43,736 44,063 ,000

Panelis 154,314 33 4,676 4,711 ,000

Sampel 4,490 2 2,245 2,262 ,112

Error 65,510 66 ,993

Total 1640,000 102

a. R Squared = ,960

Dari tabel hasil ANOVA diatas, dapat dilihat bahwa Signifikansi sampel lebih besar daripada nilai Alpha = 0,05. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan secara nyata dari ketiga sampel tersebut.


(3)

56   

Lampiran 18. Analisis Sidik Ragam Atribut Penerimaan Umum (overall) Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:skor

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 1809,353a 36 50,260 49,772 ,000

Panelis 104,706 33 3,173 3,142 ,000

Sampel 8,020 2 4,010 3,971 ,024

Error 66,647 66 1,010

Total 1876,000 102 a. R Squared = ,964

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa nilai signifikansi sampel lebih kecil daripada nilai alpha α=0.05 sehingga dapat disimplkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata. Oleh karena itu, analisis ini perlu dilaiukan uji lanjut Duncan. Berikut tabel hasil uji lanjut Duncan

skor

sampel N

Subset

1 2

Duncana,,b 25 C 34 3.71

35 C 34 4.15 4.15

45 C 34 4.38


(4)

Lampiran 19. Analisis Sidik Ragam Kadar air

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:skor

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 278.235a 4 69.559 5693.750 .000

sampel 2.420 2 1.210 99.041 .010

ulangan .004 1 .004 .349 .614

Error .024 2 .012

Total 278.259 6

a. R Squared = 1,000

Dari tabel hasil ANOVA diatas, dapat dilihat bahwa Signifikansi sampel lebih besar daripada nilai Alpha = 0,05. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan secara nyata dari ketiga sampel tersebut.


(5)

58   

Lampiran 20. Analisis Sidik Ragam Kadar Protein

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:skor

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 380.654a 4 95.163 7101.752 .000

sampel .003 2 .001 .104 .905

ulangan .004 1 .004 .280 .650

Error .027 2 .013

Total 380.681 6

a. R Squared = 1,000

Dari tabel hasil ANOVA diatas, dapat dilihat bahwa Signifikansi sampel lebih besar daripada nilai Alpha = 0,05. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan secara nyata dari ketiga sampel tersebut.


(6)

Lampiran 21. Foto Produk Sorgum Instan Kering Pasca Pengeringan

Lampiran 10. Foto Produk Setelah Rehidrasi

Na

2

HPO

 0,2% 

Na ‐ Sitrat

 

 1% 

Na

2

HPO

+ Na ‐ Sitrat

 

 (1:1) 1%