Efek ekstrak daun krokot (portulaca oleracia L.) terhadap kadar alanin transaminase (ALT) tikus putih (rattus nuovegicus) yang diberi minyak goreng deep frying

(1)

EFEK EKSTRAK DAUN KROKOT (Portulaca oleracea L.) TERHADAP KADAR ALANIN TRANSAMINASE (ALT) TIKUS PUTIH

(Rattus norvegicus) YANG DIBERI MINYAK GORENG DEEP FRYING

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

FARAH MAULIDA G0007010

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(2)

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Efek Ekstrak Daun Krokot (Portulaca oleracea L.) terhadap Kadar Alanin Transaminase (ALT) Tikus Putih (Rattus norvegicus)

yang Diberi Minyak Goreng Deep Frying

Farah Maulida, NIM/Semester : G0007010/VI, Tahun 2010 Telah diuji dan sudah disahkan dihadapan Dewan Penguji Skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Jum’at, Tanggal 9 Juli 2010

Pembimbing Utama

Nama : Setyo Sri Rahardjo, dr., M.Kes

NIP : 19650718 199802 1 001 ( ………. ) Pembimbing Pendamping

Nama : Lilik Wijayanti, dr., M.Kes.

NIP : 19690305 199802 2 001 ( ………. ) Penguji Utama

Nama : Endang Sri Hardjanti, dr., P.Fark

NIP : 19471007 197611 2 001 ( ………. ) Anggota Penguji

Nama : Sinu Andhi Yusup, dr., M.Kes

NIP : 19700607 200112 1 002 ( ………. )

Surakarta,

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Sri Wahjono, dr., MKes., DAFK Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS. NIP : 19450824 197310 1 001 NIP : 19481107 197310 1 003


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 9 Juli 2010

FARAH MAULIDA NIM G0007010


(4)

ABSTRAK

Farah Maulida, G0007010, 2010, Efek Ekstrak Daun Krokot (Portulaca oleracea L.) terhadap Kadar Alanin Transaminase (ALT) Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diberi Minyak Goreng Deep Frying, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak daun krokot (Portulaca oleracea L.) terhadap kadar alanin transaminase (ALT) tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberi minyak goreng deep frying.

Metode Penelitian: Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorik dengan rancangan penelitian experimental randomized control group post test only design. Subjek penelitian adalah 25 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan, umur 6-8 minggu, berat badan + 200 gram, yang dibagi menjadi 5 kelompok. Kelompok K (kontrol normal) diberi aquades. Kelompok I (kontrol negatif) diberi minyak goreng deep frying dosis 0,42 ml/200 g BB/hari. Kelompok II (kontrol positif) diberi vitamin C dosis 18 mg/200 g BB/hari dan minyak goreng deep frying dosis 0,42 ml/200 g BB/hari. Kelompok III (dosis I), diberi ekstrak daun krokot dosis 130 mg/200 g BB/hari dan minyak goreng deep frying dosis 0,42 ml/200 g BB/hari. Kelompok IV (dosis II) diberi ekstrak daun krokot dosis 260 mg/200 g BB/hari dan minyak goreng deep frying dosis 0,42 ml/200 g BB/hari. Pengukuran ALT dilakukan pada hari ke-15 setelah perlakuan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan uji ANOVA.

Hasil Penelitian: Hasil uji ANOVA menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara kelima kelompok perlakuan dengan nilai p = 0,000. Post Hoc Test menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok kontrol normal, kontrol positif, dosis I, dan dosis II (p = 0,000) ; serta antara kelompok kontrol positif dengan kelompok dosis II (p = 0,005).

Simpulan Penelitian: Terdapat efek penurunan kadar ALT oleh ekstrak daun krokot (Portulaca oleracea L.) pada tikus putih yang diberi minyak goreng deep frying.

Kata kunci: ekstrak daun krokot (Portulaca oleracea L.), kadar ALT, minyak goreng deep frying


(5)

ABSTRACT

Farah Maulida, G0007010, 2010, The Effects of Portulaca oleracea Leaves’ Extracts to Alanin Transaminase Level (ALT) in White Rats (Rattus norvegicus) Which Are Given Deep Frying Oil.

Objective: The aim of this research is to know wheter there is an effect of Portulaca oleracea leaves’ extracts to alanin transaminase level (ALT) in white rats which are given deep frying oil.

Methods: This research is laboratoric experimental using experimental randomized control group post test only design. Subjects of this research are 25 male white rats (Rattus norvegicus), 6-8 weeks of age, and 200 grams of weight. Subjects divided into five groups. Group K as a normal control just received aquadest. Group I as negative control group received deep frying oil (0,42 ml/200 g body weight/day). Group II as positive control group received vitamin C (18 mg/200 g body weight/day) and deep frying oil (0,42 ml/200 g body weight/day). Group III as group of dose I received extracts of Portulaca oleracea’s leaves (130 mg/200 g body weight/day) and deep frying oil (0,42 ml/200 g body weight/day). Group IV as group of dose II received extracts of Portulaca oleracea’s leaves (260 mg/200 g body weight/day) and deep frying oil (0,42 ml/200 g body weight/day). Measurement of alanin transaminase level were done at the fifteenth day after treatment. Data from this research was analyzed using Oneway ANOVA.

Results: Result from this research showed that there was significant difference among five groups (p = 0,000). The result of Post Hoc Test showed that there were significant difference between negative control group with normal control group, positive control group, group of dose I, and group of dose II (p = 0,000); and between positive control group with group of dose II (p = 0,005).

Conclusion: In short, this research shows that there is decreasing effect of Portulaca oleracea leaves’s extracts to alanin transaminase level in white rats which are given deep frying oil.


(6)

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Efek Ekstrak Daun Krokot (Portulaca oleracea L.) terhadap Kadar Alanin Transaminase (ALT) Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diberi Minyak Goreng Deep Frying. Penyusunan skripsi digunakan untuk melengkapi tugas, guna memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk mencapai gelar sarjana kedokteran. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Setyo Sri Rahardjo, dr. ,M.Kes selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan, saran, serta koreksi dengan penuh kesabaran bagi penulis.

4. Lilik Wijayanti, dr., M.Kes selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan, saran, serta koreksi dengan penuh kesabaran bagi penulis.

5. Endang Sri Hardjanti, dr., P.Fark selaku Penguji Utama yang telah memberikan nasihat, saran, dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

6. Sinu Andhi Yusup, dr., M.Kes selaku Anggota Penguji yang telah memberikan nasihat, saran, dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

7. Segenap pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang dapat meningkatkan kualitas skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat tidak hanya bagi penulis pribadi tetapi juga bagi semua pihak.

Surakarta, 9 Juli 2010


(7)

DAFTAR ISI

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. LANDASAN TEORI ... 6

A. Tinjauan Pustaka ... 6

1... Portulaca oleracea L. ... ... 6

2. Hati (Hepar) ... ... 10

3. Minyak Kelapa Sawit Teroksidasi Sebagai Radikal Bebas.... 12

4. Stress Oksidatif. ... ... 15

5. Antioksidan... ... 20

6. Krokot Sebagai Antioksidan. ... ... 21

B. Kerangka Pemikiran ... 24

C. Hipotesis ... 25

BAB III. METODE PENELITIAN ... 26

A. Jenis Penelitian ... 26

B. Lokasi Penelitian ... 26

C. Subjek Penelitian ... 26

D. Teknik Sampling ... 27

E. Variabel Penelitian ... 27

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 27


(8)

H. Alat dan Bahan Penelitian ... 30

I. Penentuan Dosis ... 31

J. Cara Kerja ... 33

K. Analisis Data ... 34

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 35

A. Hasil Penelitian ... 35

B. Analisis Data ... 37

BAB V. PEMBAHASAN ... 39

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ... 45

A. Simpulan ... 45

B. Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA... 46 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel. 1 Rerata Kadar ALT Tikus Putih ... 34 Tabel. 2 Hasil Uji Oneway ANOVA ... 37


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Portulaca oleracea L. ... 6 Gambar 2. Grafik Rerata Kadar ALT Tikus Putih ... 35


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Kadar ALT Tikus Putih pada Pengukuran Hari Ke-15 Lampiran 2. Uji Normalitas

Lampiran 3. Uji Homogenitas dan Uji Oneway ANOVA Kadar ALT setelah Perlakuan

Lampiran 4. Hasil Post Hoc Test

Lampiran 5. Data Biologis Tikus Putih

Lampiran 6. Volume Maksimum Larutan Sediaan Uji yang Dapat Diberikan pada Hewan Uji

Lampiran 7. Konversi Dosis Untuk Manusia dan Berbagai Jenis Hewan Lampiran 8. Pembuatan Larutan Uji

Lampiran 9. Surat Ijin Pemesanan Ekstrak

Lampiran 10. Surat Keterangan Pemesanan Ekstrak dari BPTO

Lampiran 11. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian di Universitas Setia Budi Lampiran 12. Surat Keterangan Hasil Pengukuran Kadar ALT

Lampiran 13. Brosur Cara Kerja Pengukuran Kadar ALT Lampiran 14. Ethical Clearance


(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Penggunaan bahan-bahan alami semakin meningkat dengan adanya isu back to nature. Bahan-bahan dari alam banyak digunakan masyarakat menengah ke bawah terutama dalam upaya preventif, promotif, dan rehabilitatif untuk menanggulangi berbagai penyakit (Katno et al., 2008). Penggunaan bahan yang berasal dari alam secara umum dinilai lebih aman daripada bahan-bahan kimiawi karena bahan alami memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan bahan kimiawi (Sari, 2006).

Pada saat ini penggunaan bahan pengawet dan antioksidan sintetis tidak direkomendasikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) karena diduga dapat menimbulkan penyakit kanker (carcinogen agent).

Antioksidan sintetik contohnya Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), Propil Galat (PG), dan Tert-Butil Hidrokuinon (TBHQ) (Rohman dan Riyanto,2005). Karena itu, perlu dicari alternatif lain yaitu bahan pengawet dan antioksidan alami yang bersumber dari bahan alam. Antioksidan alami ini hampir terdapat pada semua tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan tersebar di seluruh tanah air (Barus, 2009). Yang termasuk antioksidan alami antara lain turunan fenol, koumarin, hidroksi sinamat, tokoferol, difenol, kathekin, dan asam askorbat (vitamin C) (Meronda, 2008).

Proses menggoreng adalah salah satu cara memasak bahan makanan mentah menjadi makanan matang menggunakan minyak goreng. Umumnya,


(13)

proses ini dilakukan oleh industri pengolahan makanan, restoran, jasa boga, penjual makanan jajanan maupun tingkat rumah tangga (Sartika, 2009).

Dalam proses penggorengan, minyak goreng berperan sebagai media untuk perpindahan panas yang cepat dan merata pada permukaan bahan yang digoreng (Maskan, 2003). Terdapat dua cara proses menggoreng, yaitu pan frying dan deep frying. Menggoreng cara deep frying membutuhkan minyak dalam jumlah banyak sehingga bahan makanan dapat terendam seluruhnya di dalam minyak, dengan pemanasan berulang dan suhu yang tinggi (Sartika, 2009).

Saat ini, banyak masyarakat menengah ke bawah memakai minyak goreng curah secara berulang-ulang dengan lama pemanasan yang berbeda-beda untuk membuat aneka makanan, padahal pemanasan yang lama ataupun berulang-ulang itu akan mempercepat destruksi minyak akibat meningkatnya kadar peroksida (Oktaviani, 2009). Hal tersebut terjadi karena pada saat pemanasan akan terjadi proses degradasi, oksidasi dan dehidrasi dari minyak goreng. Proses ini dapat membentuk radikal bebas dan senyawa toksik yang bersifat racun, sehingga membahayakan tubuh (Mulyati dan Meilina, 2007). Bahaya radikal bebas antara lain adalah mengganggu produksi DNA, dan merusak lapisan lipid pada dinding sel (Arief, 2009).

Hati merupakan organ tubuh yang rentan terhadap pengaruh berbagai zat atau senyawa kimia, karena hati merupakan tempat memetabolisir berbagai senyawa yang masuk ke dalam tubuh. Kerusakan hati dapat terjadi karena adanya infeksi mikroorganisme, keracunan obat-obatan dan zat kimia


(14)

lainnya. Kerusakan hati juga disebabkan adanya ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas seperti pada minyak goreng yang telah mengalami proses deep frying dengan daya antioksidan tubuh, sehingga akan menimbulkan oxidative stress, yang dapat menyebabkan kerusakan sel hati (Jawi et al., 2007).

Indikator adanya kerusakan hati adalah terjadinya peningkatan enzim-enzim hati seperti alanin transaminase (ALT) dan aspartat transaminase (AST) (Panjaitan et al., 2007). ALT dianggap lebih spesifik daripada AST karena ALT paling banyak ditemukan di dalam hati, sedangkan AST juga dapat ditemukan di jantung, otot rangka, otak dan ginjal. Peningkatan kadar enzim ini terjadi bila ada pelepasan enzim secara intraseluler ke dalam darah yang disebabkan nekrosis sel-sel hati atau adanya kerusakan hati secara akut (Widyatmoko, 2009).

Untuk mencegah terjadinya efek buruk dari radikal bebas, maka penggunaan antioksidan alami sudah mulai marak akhir-akhir ini seiring dengan semakin besarnya pemahaman masyarakat tentang peranannya dalam menghambat penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, arteriosklerosis, kanker, serta penuaan (Kuncahyo dan Sunardi., 2007).

Krokot merupakan salah satu tanaman gulma yang dapat dijadikan sebagai sumber antioksidan alami. Fungsi antioksidan ini terkait dengan asam lemak omega-3 yang dikandungnya (Rahardjo, 2007). Salah satu keunikan krokot adalah herba ini mengandung komponen asam lemak omega-3 tertinggi di antara sayuran lainnya (Rashed et al., 2004). Selain kandungan


(15)

tersebut, fungsi antioksidan juga terkait dengan adanya senyawa antioksidan endogen di dalamnya, mencakup alfa tokoferol, asam askorbat, beta karoten dan glutation (Simopoulos, 2004).

Berdasarkan pengamatan yang telah peneliti lakukan, sampai saat ini belum ada penelitian ilmiah untuk membuktikan manfaat krokot sebagai antioksidan yang dapat mengurangi terjadinya kerusakan hati akibat radikal bebas. Oleh karena itu, peneliti bermaksud melakukan penelitian untuk melihat efek pemberian ekstrak daun krokot terhadap kadar ALT pada tikus putih yang diberi minyak goreng deep frying.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat efek ekstrak daun krokot (Portulaca oleracea L.) terhadap kadar alanin transaminase (ALT) tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberi minyak goreng deep frying?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui efek ekstrak daun krokot (Portulaca oleracea L.) terhadap kadar alanin transaminase (ALT) tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberi minyak goreng deep frying.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang lebih mendalam mengenai efek pemberian ekstrak daun krokot terhadap kadar alanin transaminase (ALT) pada tikus putih yang mendapat


(16)

radikal bebas dari minyak goreng yang telah mengalami pemanasan berulang dengan suhu tinggi.

b. Menambah pengetahuan tentang tanaman krokot sehubungan dengan perannya sebagai tanaman liar yang belum banyak digunakan.

2. Manfaat Aplikatif

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya mengenai tanaman krokot.

BAB II

LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka


(17)

a. Taksonomi

Klasifikasi krokot adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Caryophyllidae

Ordo : Caryophyllales

Famili : Portulacaceae

Genus : Portulaca

Spesies : Portulaca oleracea L.

(ITIS Report, 2010)

Gambar 1. Portulaca oleracea L. (ITIS Report, 2010) b. Nama Daerah

Portulaca oleracea L. memiliki banyak sekali nama. Di Indonesia dikenal sebagai gelang (Sunda), krokot (Jawa), resereyan


(18)

Melayu, orang menyebutnya gelang pasir, sedangkan di Thailand disebut phak bia-yai. Di Cina, penduduk lebih suka menyebutnya ma chi xian. Beberapa nama lain adalah sebagai berikut : common purslane

(Inggris), beldoegra (Portugis), verdolaja (Spanyol), gartenportulak

(Jerman) dan kurfa (Arab dan Persia) (Dweck, 2001). c. Karakteristik dan Morfologi

Tanaman krokot merupakan herba yang banyak mengandung air, tumbuh tegak atau merayap di permukaan tanah tanpa keluar akar dari bagian tanaman yang merayap tersebut. Batangnya bulat dan warnanya coklat keunguan, panjangnya dapat mencapai 50 cm, serta tidak berambut. Tanaman ini memiliki daun tunggal, berdaging tebal, permukaannya datar, tata letaknya duduk tersebar atau berhadapan. Bentuk daunnya bulat telur, ujung bulat melekuk ke dalam, tepi rata, panjangnya 1-4 cm, lebarnya 5-14 mm, ketiak daun tidak berambut (Rahardjo, 2007).

Bunga terletak di ujung percabangan, berkelompok, terdiri dari 2-6 kuntum bunga, daun mahkotanya berjumlah lima, kecil-kecil berwarna kuning, mulai mekar pada pagi hari antara pukul 08.00-11.00, dan mulai layu menjelang sore hari. Buahnya berbentuk oval, mempunyai biji yang berjumlah banyak, berwarna hitam coklat mengkilap. Cara perbanyakannya melalui biji (Rahardjo, 2007).


(19)

Tanaman krokot dapat diperbanyak melalui biji dengan mudah. Biji yang telah masak dan mengering kemudian jatuh ke tanah, akan tumbuh dengan sendirinya. Sebelum biji jatuh, hendaknya biji dipanen kemudian dikeringkan. Biji yang sudah kering dapat disemaikan di dalam petak persemaian (Rahardjo, 2007).

Krokot dapat tumbuh baik di dataran rendah dan tinggi, di tanah yang gembur dan subur dengan pH tanah 5,5-6, curah hujan 200 mm/bulan dengan bulan kering 2-4 bulan pertahun. Namun, tanaman ini dapat tumbuh juga di jenis tanah apapun, bahkan di lahan-lahan marginal sekalipun. Krokot dapat tumbuh di tempat terbuka maupun di sela-sela tanaman lain. Tanaman ini lebih menyukai tanah-tanah yang cenderung basah (Rahardjo, 2007).

e. Kandungan Senyawa Kimia

Beberapa penelitian melaporkan bahwa krokot mengandung banyak komponen senyawa aktif. Beberapa senyawa yang telah dilaporkan mencakup asam organik (asam oksalat, asam kafein, asam malat, dan asam sitrat), alkaloids, komarin, flavonoid, cardiac glycosides, anthraquinone glycosides, alanin, katekolamin, saponin, dan tannin (Mohammad et al., 2004 ; Xin et al., 2008). Flavonoid yang terkandung dalam krokot terdiri dari 5 jenis, yakni kaempferol, apigenin, myricetin, quercetin, dan luteolin (Xu et al., 2005).

Krokot juga dilaporkan mengandung senyawa kimia lain, termasuk urea, kalsium, besi, fosfor, mangan, tembaga, asam lemak,


(20)

terutama asam lemak omega-3. Asam lemak omega-3 merupakan suatu komponen kimia penting yang tidak dapat diproduksi di dalam tubuh. Di antara jenis sayuran yang ada, krokot mempunyai konsentrasi asam lemak omega-3 tertinggi. Bijinya mengandung β-sitosterol. Seluruh bagian tanaman ini mengandung l-norepinefrin, karbohidrat, fruktosa, vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, dan kaya akan asam askorbat (Rashed et al., 2004). Krokot juga kaya akan beta karoten (Barbosa-Filho et al., 2008).

f. Manfaat Farmakologi

Tanaman krokot memiliki banyak fungsi sebagai obat tradisional (Rahardjo, 2007). Tanaman ini biasanya dipotong kecil-kecil dan dimakan atau digunakan secara topikal (Kumar et al., 2008). Masyarakat Brazil menggunakannya sebagai obat hemoroid (Agra et al., 2008). Masyarakat Cina mengenal krokot sebagai obat antihipertensi dan antidiabetik (Gong et al.,2009). Tanaman ini juga biasa digunakan sebagai obat luka dan relaksan otot (Rashed et al., 2004). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Karimi et al. (2008), dilaporkan bahwa ekstrak krokot mempunyai efek penurunan ketergantungan morfin pada tikus.

Seluruh bagian tanaman dianggap sebagai antiflogistik, bakterisida, anafrodisiak, emolien, dan diuretik. Herbanya digunakan sebagai sedatif lambung, dan mengurangi peradangan. Kecuali akarnya, seluruh bagian tanaman digunakan sebagai antibakteri, antiinflamasi,


(21)

dan antihelmintik. Tanaman ini juga digunakan untuk mengobati desentri basiler dan disuria. Tumbukan dari daunnya yang segar digunakan untuk obat luka bakar dan impetigo (Sanja et al., 2009). 2. Hati (Hepar)

Hepar merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh yang beratnya rata-rata 1,5 kg (Junqueira, 2007). Hepar menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen (hypochondriaca dextra dan sebagian epigastrica). Hepar memiliki dua lobus utama, lobus dextra dan sinistra. Lobus dextra dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fissura segmentalis dextra. Lobus sinistra dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falciforme hepatis (Price dan Wilson, 2006).

Hepar terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi kurang lebih 60% sel hati, sedangkan sisanya terdiri dari sel-sel epithelial system

empedu dalam jumlah yang signifikan dan sel-sel parenkimal yang termasuk di dalamnya endotelium, sel kuffer dan sel stellata yang berbentuk seperti bintang (Amirudin, 2007).

Hati mempunyai banyak faal metabolik (Satyawirawan, 2007). Hati berfungsi dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, serta memiliki fungsi dalam pembentukan empedu. Hati juga mempunyai fungsi pertahanan tubuh, baik dalam detoksifikasi maupun dalam fungsi imunitas. Proses detoksifikasi dilakukan oleh enzim-enzim di hati terhadap zat-zat beracun, melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat-zat berbahaya, dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak


(22)

aktif. Fungsi imunitas dilakukan oleh sel-sel Kupffer, fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah (Price dan Wilson, 2006).

Sel-sel hati sering sekali mengalami kerusakan. Kerusakan hati akibat infeksi, obat ataupun virus dapat menyebabkan kerusakan menetap pada sel-sel hati yang berakibat pada peradangan (hepatitis) ataupun kematian sel-sel hati (nekrosis). Salah satu penyebab kerusakan hati adalah senyawa radikal bebas (Wijayanti, 2008).

Minyak goreng pemanasan berulang mengandung radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan membran sel, tak terkecuali adalah sel hepar (Thadeus, 2006). Peroksida lipid yang terbentuk pada pemanasan minyak goreng dapat menyebabkan disfungsi membran sel dan membran organel sel serta membentuk senyawa reaktif aldehid yang merusak hepatosit (Nurhidayati, 2008).

Bila hepatosit mengalami kerusakan, maka enzim-enzim yang terdapat di dalam hepatosit tersebut akan terlepas ke dalam sirkulasi sistemik. Kerusakan hati ini ditandai dengan adanya peningkatan kadar enzim alanin transaminase (ALT), aspartat transaminase (AST), alkali fosfatase (ALP), bilirubin total, dan protein total dalam serum (Panjaitan et al., 2007).

Gambaran histologi kerusakan jaringan hati juga dapat diamati secara langsung dengan melihat gambaran sediaan histologi jaringan hepar tersebut (Nurhidayati, 2008).


(23)

Pengujian kadar enzim ALT dan AST sebagai indikasi kerusakan hati sampai saat ini dianggap paling praktis. Enzim AST terdapat di sitoplasma (20%) dan mitokondria (80%), sedangkan ALT hanya terdapat di sitoplasma (Giannini et al., 2005; Dufour et al., 2007). Diantara 2 enzim tersebut, pemeriksaan ALT merupakan indikator yang spesifik terhadap tes fungsi hati sebab enzim ALT sumber utamanya di hati sedangkan enzim AST banyak terdapat pada jaringan terutama jantung, otot rangka, ginjal dan otak (Wijayanti, 2008).

Beberapa senyawa telah dibuktikan melalui penelitian ilmiah dapat menjaga fungsi hati, baik sebagai hepatoprotektor ataupun sebagai obat bila kerusakan tersebut telah terjadi. Contoh senyawa tersebut adalah karotenoid, vitamin A, C dan E, senyawa polifenol, flavonoid, dan kondroitin sulfat (Ha et al., 2003).

3. Minyak Kelapa Sawit Teroksidasi Sebagai Radikal Bebas

Di pasaran, banyak beredar minyak goreng yang terbuat dari beragam bahan dasar. Seperti dari minyak kelapa, minyak kedelai, minyak jagung, dan minyak biji bunga matahari. Selain itu ada pula minyak goreng kelapa sawit yang berbeda dalam proses pembuatannya. Jika dibandingkan dengan minyak kelapa sawit, minyak kelapa diduga mengandung lemak jenuh dalam jumlah tinggi. Rendahnya lemak jenuh dalam minyak kelapa sawit karena produksi minyak jenis ini melalui pemanasan dan pengepresan (Yustinah, 2009).


(24)

Selama proses penggorengan, minyak mengalami reaksi degradasi yang disebabkan oleh panas, udara, dan air, sehingga mengakibatkan terjadinya oksidasi, hidrolisis, dan polimerisasi. Reaksi oksidasi juga dapat terjadi selama masa penyimpanan (Lee, 2002).

Reaksi oksidasi terjadi akibat serangan oksigen terhadap asam lemak tak jenuh yang terkandung dalam minyak kelapa sawit. Reaksi antara oksigen dengan lemak akan membentuk senyawa peroksida yang selanjutnya akan membentuk asam lemak bebas, aldehida dan keton yang menimbulkan bau yang tidak enak pada minyak (ketengikan) (Herawati dan Akhlus, 2006).

Oksidasi dapat terjadi melalui dua jenis mekanisme, yaitu auto-oksidasi dan foto-auto-oksidasi. Reaksi auto-auto-oksidasi melibatkan pembentukan radikal bebas yang sangat tidak stabil, yang merupakan inisiator terjadinya reaksi rantai (Azeredo, 2004).

Pada reaksi foto-oksidasi, terjadi interaksi antara ikatan rangkap minyak dan radikal oksigen bebas yang sangat reaktif. Kedua jenis reaksi oksidasi ini menghasilkan produk reaksi primer, yaitu hidroperoksida, yang sangat tidak stabil. Senyawa ini bukan penyebab terjadinya perubahan rasa dan bau yang berkaitan dengan oxidative rancidity. Namun karena sifatnya yang tidak stabil, hidroperoksida akan segera terdekomposisi dan menghasilkan produk reaksi sekunder, misalnya senyawa aldehid, yang merupakan penyebab adanya oxidative rancidity


(25)

Radikal bebas yang terbentuk dari minyak goreng yang telah teroksidasi ini akan berinteraksi dengan bagian tubuh maupun sel-sel tertentu yang tersusun atas lemak, karbohidrat, protein, DNA dan RNA (Reynertson, 2007).

Perusakan sel oleh radikal bebas reaktif didahului oleh kerusakan membran sel, dengan terjadi rangkaian proses sebagai berikut : 1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen-komponen membran (enzim-enzim membran, komponen karbohidrat membran plasma), sehingga terjadi perubahan struktur dari fungsi reseptor; 2) Oksidasi gugus tiol pada komponen membran oleh radikal bebas yang menyebabkan proses transpor lintas membran terganggu; 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol membran yang mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA = poly unsaturated fatty acid). Hasil peroksidasi lipid membran oleh radikal bebas berefek langsung terhadap kerusakan membran sel, antara lain dengan mengubah fluiditas, struktur dan fungsi membran; dalam keadaan yang lebih ekstrim akhirnya akan menyebabkan kematian sel (Oktaviani, 2009).

Oksidasi juga dapat menyebabkan warna minyak menjadi gelap, tetapi mekanisme terjadinya komponen yang menyebabkan warna gelap ini masih belum sepenuhnya diketahui (Maskan, 2003). Diprediksikan bahwa senyawa berwarna pada bahan yang digoreng terlarut dalam minyak dan menyebabkan terbentuknya warna gelap (Yustinah, 2009).


(26)

Temperatur pada proses penggorengan adalah sekitar 1500C. Pada temperatur tersebut, setiap bahan pangan rata-rata memerlukan waktu 8 menit untuk matang. Minyak goreng kelapa sawit akan diganti atau ditambahkan dengan minyak baru bila sudah digunakan untuk menggoreng tiga kali atau lebih. Proses penggorengan di atas dapat menyebabkan minyak goreng kelapa sawit menjadi rusak karena proses oksidasi (Andik, 2001).

4. Stress Oksidatif

Oksigen merupakan substansi esensial karena perannya yang begitu besar bagi metabolisme sel untuk menghasilkan energi bagi kehidupan sel. Di dalam sel, 90% oksigen digunakan dalam rantai transport elektron di mitokondria sitokrom oksidase (Arief, 2009).

Oksigen juga memiliki potensi toksik, karena selain mendorong terjadinya reduksi oksigen yang bertahap untuk membentuk ATP dalam rantai transpor elektron, juga menyebabkan terbentuknya radikal oksigen dan senyawa oksigen reaktif (Reactive oxygen species, ROS) yang mampu menyebabkan cedera sel. Contoh senyawa oksigen reaktif antara lain adalah radikal superoksida, radikal hidroksil, hidrogen peroksida, dan radikal peroksida. Proses-proses yang secara alami menghasilkan senyawa oksigen reaktif adalah rantai respirasi mitokondria, reaksi oksidase, maupun pada peristiwa fagositosis oleh granulosit sistem imun (Videla, 2009).


(27)

Stress oksidatif adalah ketidakseimbangan antara produksi oksigen reaktif dengan kemampuan sistem biologik tubuh untuk mendetoksifikasi senyawa reaktif atau memperbaiki kerusakan sel (Otero et al., 2009). Keadaan ini menyebabkan kelebihan radikal bebas, yang akan bereaksi dengan lemak, protein, asam nukleat seluler, sehingga terjadi kerusakan lokal dan disfungsi organ tertentu. Jika stress oksidatif ini berlangsung lama, akan menyebabkan kerusakan sel atau jaringan, yang selanjutnya merupakan penyebab timbulnya keganasan, inflamasi, aterosklerosis, penuaan, dan iskemia (Arief, 2009).

Radikal bebas dapat bereaksi dengan karbohidrat melalui abstraksi salah satu atom hidrogen, menghasilkan radikal karbonil. Hal ini mengakibatkan terjadinya pemutusan rantai karbohidrat pada molekul seperti asam hialuronat (Hanis, 2009).

Terhadap protein, radikal bebas dapat menyebabkan fragmentasi dan cross-linking, sehingga mempercepat terjadinya proteolisis. Pengaruh radikal bebas pada gugus tiol enzim akan menyebabkan antara lain perubahan dalam aktifitas enzim tersebut (Hanis, 2009).

Terhadap lipid, radikal bebas menyebabkan reaksi peroksidasi. Peroksidasi lemak selalu mengubah struktur molekul lemak. Peroksidasi lipid diinisiasi dengan abstraksi atom hidrogen dari rantai samping asam lemak tak jenuh ganda, menghasilkan radikal peroksil. Selain merusak enzim reseptor protein intramembran, radikal peroksil juga dapat mengabstraksi atom H+ dari asam lemak lain sehingga proses peroksidasi


(28)

lipid selanjutnya terinisiasi membentuk semakin banyak peroksida lipid (Hanis, 2009).

Radikal bebas yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan protein membran sel yang salah satu fungsinya adalah sebagai kanal ion, sehingga terjadi kebocoran ion dan berakhir pada peningkatan jumlah Ca2+ intrasel. Peningkatan Ca2+ intrasel juga dipengaruhi oleh rusaknya fungsi dari Ca2+-ATPase dan sistem Ca2+/Na+ exchange karena serangan radikal bebas. Jumlah Ca2+ intrasel yang terlalu banyak akan mengaktifkan enzim fosfolipase, protease dan endonuklease. Aktivasi fosfolipase akan merusak membran lipid. Peningkatan aktifitas protease dapat merusak protein struktural di dalam sel, mengakibatkan sel kehilangan kerangkanya sehingga sel tersebut mengalami perubahan bentuk dan terjadi pembengkakan sel, dan pada akhirnya mengalami lisis. Sedangkan endonuklease akan merusak DNA dengan cara memotong rantai utama DNA tersebut sehingga DNA menjadi terfragmentasi. (Halliwell dan Gutteridge, 2001).

Perusakan DNA oleh radikal bebas juga dapat terjadi karena reaksi dengan radikal hidroksil (OH•) yang terbentuk di dalam inti sel. Stress oksidatif dapat memicu pelepasan ion logam di dalam sel, yang akan berikatan dengan DNA. Ion logam tersebut dapat mengkatalis terbentuknya OH• dari H2O2 melalui reaksi donor elektron dari ion logam


(29)

molekul terdekat, yang tidak lain adalah DNA itu sendiri, menyebabkan terjadinya kerusakan DNA (Halliwell dan Gutteridge, 2001).

Fragmentasi DNA yang berlebihan akan memicu terjadinya aktivasi enzim poly(ADP-ribose) synthetase di dalam sel. Enzim ini kemudian memecah molekul NAD+ (Nicotinamide Adenine Nucleotida) dan mengikat pecahan molekul NAD+ tersebut dengan protein di dalam inti sel yang memungkinkan terjadinya proses perbaikan DNA. NAD+ itu sendiri merupakan komponen yang penting dalam mengatur fungsi metabolisme sel. Makin banyak ikatan DNA yang terputus, makin banyak pula enzim poly(ADP-ribose) synthetase memecah molekul NAD+. Dengan demikian, jumlah NAD+ yang diperlukan untuk mengatur fungsi metabolisme sel makin berkurang. Konsekuensinya, metabolisme sel menjadi terganggu atau bahkan terhenti, mengakibatkan terjadinya kerusakan atau bahkan kematian sel (Halliwell dan Gutteridge, 2001).

Lipid peroksida dalam membran mengganggu fungsi membran dengan mengubah fluiditas membran, menyebabkan ion-ion seperti Ca2+ masuk ke dalam sel dan mengganggu fungsi makromolekul lain. Selain menyebabkan degradasi membran lemak, proses peroksida lipid juga menyebabkan terbentuknya berbagai produk seperti malondialdehid serta etana dan pentana. Malondialdehid ini dapat menimbulkan ikatan silang pada protein (Hanis, 2009). Sehingga, konsentrasi malondialdehid dalam hati dapat dijadikan indikator dari proses peroksidasi di dalam tubuh (Ernawati, 2006).


(30)

Radikal bebas akan menyebabkan terjadinya perubahan struktur DNA atau RNA yang menyebabkan terjadinya mutasi atau sitotoksisitas (Hanis, 2009). Radikal bebas juga dapat merangsang pertumbuhan sel dengan cara merusak gen spesifik yang mengontrol kecepatan pertumbuhan dan diferensiasi sel (Yilmaz et al., 2006).

Sifat reaktif yang tersebar dari pembentukan radikal bebas dalam sel menyebabkan terbentuknya mekanisme pertahanan terhadap radikal bebas tersebut. Salah satu mekanisme pertahanan tersebut adalah dengan aktifitas beberapa enzim, seperti superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase (Arief, 2009).

Enzim SOD terdapat dalam sitosol dan mitokondria. Enzim ini dapat mengkonversi 2 molekul superoksida menjadi hidrogen peroksida dan oksigen. Dismutasi anion superoksida menjadi hidrogen peroksida dan oksigen ini sering disebut sebagai pertahanan pertama terhadap stress oksidatif karena superoksida merupakan inisiator kuat berbagai reaksi berantai. Katalase merupakan enzim yang dapat mengkatalisis konversi hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen. Enzim ini terutama terdapat dalam peroksisom dan sedikit terdapat dalam sitosol dan mikrosom sel. Sedangkan glutation peroksidase berperan dalam proses reduksi H2O2 dan

peroksida lemak oleh glutation (Arief, 2009).


(31)

Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat atau mencegah terjadinya oksidasi (Rohdiana, 2001). Cara kerja senyawa antioksidan adalah bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif yang relatif stabil. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas (Utami et al., 2009).

Tubuh manusia menghasilkan senyawa antioksidan, tetapi jumlahnya sering kali tidak cukup untuk menetralkan radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh (Sofia, 2006 ; Kuncahyo dan Sunardi, 2007).

Antioksidan dibedakan menjadi dua kelompok yaitu antioksidan enzimatik dan non enzimatik. Antioksidan enzimatik, yang terdiri dari superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT), glutation peroksida (GPx), serta glutation reduktase (GRx). Antioksidan non enzimatik antara lain vitamin C, vitamin E, dan beta karoten (Yilmaz et al., 2006; Jawi et al., 2007).

Secara alami beberapa jenis tumbuhan merupakan sumber antioksidan, hal ini dapat ditemukan pada beberapa jenis sayuran, buah-buahan segar, beberapa jenis tumbuhan dan rempah-rempah (Praptiwi et al., 2006). Jenis antioksidan yang dapat ditemukan pada tumbuhan antara lain adalah asam lemak omega-3, beta karoten, alfa tokoferol, asam askorbat dan glutation(Simopoulos, 2004).


(32)

Antioksidan dalam bahan makanan berlemak berperan sebagai inhibitor atau pemecah peroksida. Mekanisme oksidasi pada lemak atau minyak pada prinsipnya merupakan proses pemecahan yang terjadi di sekitar ikatan rangkap dalam molekul gliserida (Barus, 2009).

Oksidasi lipid adalah penyebab utama ketengikan dalam makanan, namun hal ini dapat dikontrol dengan adanya antioksidan yang dapat membuat stabil radikal bebas dengan menyumbangkan elektron atau atom hidrogen sehingga dapat mencegah peroksidasi lipid (Rupasinghe dan Yasmin, 2010).

6. Krokot sebagai Antioksidan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Simopoulos (2004), terbukti bahwa krokot mengandung asam lemak omega-3 tertinggi di antara berbagai sayuran yang telah ditelitinya. Kandungan asam lemak omega-3 yang ada dalam krokot adalah sekitar 300-400 mg/ 100 g daun krokot segar.

Asam lemak omega-3 adalah asam lemak poli tak jenuh yang mempunyai ikatan rangkap banyak, ikatan rangkap pertama terletak pada atom karbon ketiga dari gugus metil. Asam lemak omega-3 mengandung asam lemak esensial yakni asam alpha-linolenic acid (ALA) dan metabolitnya yang berantai lebih panjang, yakni eicosapentaenoic acid

(EPA), docosahexaenoic acid (DHA), dan docosapentaenoic acid (DPA) (Rahardjo, 2007).


(33)

Asam lemak omega-3 telah terbukti berperan penting dalam pencegahan dan pengobatan aterosklerosis, trombosis, hipertrigliseridaemia dan tekanan darah tinggi. Disamping itu juga potensial untuk pencegahan dan pengobatan asma, artritis, migrain, dan beberapa jenis kanker yaitu kanker prostat, payudara dan kolon (Koswara, 2009).

Asam lemak omega-3 ini mencegah radikal bebas dengan cara menyumbangkan sebuah elektron pada lipid biomembran, sehingga meningkatkan stabilitas dan integritas fungsional pada membran sel (Hallsberger, 2007).

Karena EPA dan DHA bersifat antioksidan, sehingga dapat meredam radikal bebas dan dapat mencegah terjadinya kerusakan hati oleh radikal bebas. Selain memiliki efek antioksidan, EPA dan DHA juga dapat mengurangi reaksi inflamasi sehingga mencegah kerusakan sel yang lebih parah (Gonzalez et al., 2006).

Pada penelitian yang dilakukan Gonzales et al. (2006), secara in vitro membuktikan potensi efek protektif dari asam lemak esensial omega-3 pada hepatosit. Hepatosit yang ditumbuhkan pada medium kaya DHA, tingkat stress oksidatifnya lebih rendah secara signifikan daripada hepatosit yang ditumbuhkan pada medium tanpa DHA. Pada penelitian ini juga dibuktikan, DHA mampu mencegah kerusakan DNA oleh hidrogen peroksida.


(34)

Simopoulos (2004) menyatakan bahwa fungsi antioksidan krokot juga terkait dengan adanya asam askorbat (vitamin C). Asam askorbat yang ditemukan dalam 100 gram daun krokot adalah sekitar 26,6 mg.

Vitamin C mampu berperan sebagai scavenger radikal bebas dan dapat bereaksi dengan anion superoksida, radikal hidroksil dan peroksida lipid. Vitamin C mampu menghambat pembentukan radikal superoksida, radikal hidroksil, radikal peroksil, oksigen singlet dan hidrogen peroksida. Oleh karena vitamin C mampu menghambat radikal bebas, maka peran vitamin C menjadi sangat penting dalam menjaga integritas membran sel (Suhartono et al., 2007). Vitamin C merupakan antioksidan tipe pereduksi, dimana senyawa ini akan mendonorkan 1 elektron membentuk semidehidroaskorbat yang tidak bersifat reaktif. Dengan mendonorkan elektron tersebut, maka mencegah komponen senyawa yang lain untuk teroksidasi (Padayatty et al., 2003).

Senyawa antioksidan endogen lainnya di dalam krokot adalah alfa tokoferol, beta karoten dan glutation. Dalam 100 gram daun krokot segar, ditemukan sekitar 12,2 mg alfa tokoferol; 1,9 mg karoten beta; serta 14,8 mg glutation (Simopoulos, 2004).


(35)

B. Kerangka Pemikiran

Keterangan :

: menghambat

Gambar 1. Skema kerangka pemikiran C. Hipotesis

Ekstrak daun krokot

Mengandung antioksidan: 1. Asam lemak omega-3 2. Vitamin C

3. Alfa tokoferol 4. Beta karoten 5. Glutation

Minyak goreng kelapa sawit

Deep frying (pemanasan berulang pada suhu tinggi)

Oksidasi asam lemak tak jenuh

Radikal bebas

Peroksida lipid meningkat

Membran sel rusak

ALT meningkat

Faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan kerusakan sel hati: - Obat-obatan - Infeksi

mikroorganisme - Virus

Kerusakan sel hati Peroksida

lipid menurun

Membran tidak rusak

Kerusakan hati menurun


(36)

Pemberian ekstrak daun krokot (Portulaca oleracea L.) akan menurunkan kadar alanin transaminase (ALT) pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberi minyak goreng deep frying.


(37)

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar dengan jenis kelamin jantan, umur 6-8 minggu, berat badan kurang lebih 200 gram, dan sehat.

Sampel akan di bagi dalam tiga kelompok. Jumlah sampel dihitung dengan rumus Federer: (n-1)(t-1) > 15

dimana :

n = besar sampel t = jumlah kelompok hasil penghitungan :

(n-1)(5-1) > 15

4n-4 > 15 4n > 15+4 4n > 19 n > 4,75


(38)

Oleh karena itu peneliti menggunakan 5 ekor tikus putih untuk tiap kelompok, sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 25 ekor tikus putih (Rattus norvegicus).

D. Teknik Sampling

Pengambilan sampel hewan uji dilakukan dengan purposive sampling, sedangkan pembagian subjek ke dalam kelompok menggunakan randomisasi. E. Variabel Penelitian

Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : ekstrak daun krokot (Portulaca oleracea L.) 2. Variabel terikat : kadar ALT tikus putih

3. Variabel luar : a. dapat dikendalikan :

1) makanan dan minuman 2) jenis kelamin

3) usia

4) berat badan

b. tidak dapat dikendalikan : 1) sistem imun hewan uji

2) kondisi psikologis hewan uji/ stres F. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Ekstrak Daun Krokot

Ekstrak daun krokot yang dipakai dalam penelitian ini diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat


(39)

Tradisional, Kabupaten Karanganyar. Pembuatan ekstrak menggunakan metode maserasi dengan pelarut ethanol. Ekstrak krokot ini diberikan peroral sekali dalam sehari menggunakan sonde lambung. Dalam penelitian ini digunakan dua dosis ekstrak daun krokot, yakni 130 mg/200 g BB tikus putih dan 260 mg/200 g BB tikus putih dalam 1 hari. Ekstrak daun krokot ini diberikan selama 14 hari.

Skala variabel ekstrak krokot merupakan skala rasio. 2. Kadar ALT

Kadar alanin transaminase (ALT) ditentukan dengan menggunakan alat spektrofotometer. Pengambilan darah tikus dilakukan dengan menggunakan mikrokapiler melalui pleksus retroorbitalis. Sampel darah dimasukkan ke dalam tabung reaksi tanpa antikoagulan untuk mendapatkan serumnya. Tabung reaksi yang berisi darah tanpa antikoagulan didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar, kemudian disentrifus dengan kecepatan 1500 rpm selama 15 menit.

Serum di atas sel-sel darah yang menggumpal selanjutnya diambil dengan pipet mikro dan dimasukkan ke dalam tabung ependorf. Kemudian dilakukan pengukuran kadar ALT menggunakan reagen (kit).

Dengan menggunakan kit ALT, kuvet I sebagai blanko diberi 100 ml aquades dan 1000 ml reagen I. Setelah dicampur dan diinkubasi 5 menit pada suhu 37 ºC. Masing-masing kuvet dicampur ditambah 250 ml reagen II. Setelah tercampur dan diinkubasi 1 menit pada suhu yang sama, ditentukan Optical density (OD) nya dengan spektrofotometer pada


(40)

panjang gelombang 365 nm. Pembacaan OD diulang 3 kali dengan interval waktu 1 menit. Delta absorben / menit selanjutnya dikalikan faktor konversi sebesar 3971 untuk mendapatkan kadar ALT. Kadar ALT normal pada tikus putih adalah 17,5-30,2 IU/L (Widyatmoko,2009).

Skala yang digunakan adalah skala rasio.

G. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah eksperimental randomized control group post test only design.

Keterangan :

K : Kelompok kontrol (perlakuan dengan aquades) 25 ekor tikus putih

K I II III IV

Adaptasi Hari ke-1

sampai hari

ke-14 Aquades

Vitamin C dan minyak goreng deep frying Minyak goreng deep frying Ektrak daun krokot

dosis I dan minyak

goreng

deep frying

Ekstrak daun krokot

dosis II dan minyak

goreng

deep frying

Hari

ke-15 ALT


(41)

I : Kelompok perlakuan I (perlakuan dengan pemberian minyak goreng deep frying dosis 0,42 ml/200 g BB/hari) II : Kelompok perlakuan II (perlakuan dengan pemberian

vitamin C dosis 18 mg/200 g BB/hari dan minyak goreng

deep frying dosis 0,42 ml/200 g BB/hari)

III : Kelompok perlakuan III (perlakuan dengan pemberian ekstrak krokot dosis 130 mg/200 g BB/hari dan minyak goreng deep frying dosis 0,42 ml/200 g BB/hari)

IV : Kelompok perlakuan IV (perlakuan dengan pemberian ekstrak daun krokot dosis 260 mg/200 g BB/hari dan minyak goreng deep frying dosis 0,42 ml/200 g BB/hari)

ALT : Pengukuran kadar ALT tikus putih setelah perlakuan

H. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat

a. Kandang tikus putih beserta kelengkapan pemberian makan b. Timbangan hewan

c. Tabung mikrokapiler untuk mengambil sampel darah d. Tabung reaksi 5 ml untuk menampung sampel darah e. Tabung ependorf

f. Pipet mikro

g. Spektrofotometer untuk pemeriksaan kadar ALT h. Sonde lambung

i. Spuit injeksi

j. Termometer 150 0C 2. Bahan


(42)

a. Ekstrak daun krokot b. Vitamin C

c.Minyak goreng deep frying

d. Makanan pellet e. Aquades I. Penentuan Dosis

1. Perhitungan dosis minyak goreng deep frying

Dosis minyak goreng dari kelapa sawit deep frying yang diberikan pada mencit sehingga dapat menyebabkan kerusakan sel hati adalah 0,3 ml/100 g BB atau 0,06 ml/20 g BB mencit (Hidayat,2005). Faktor konversi mencit (20 gr) ke tikus (200 gr) adalah 7,0 (Harmita dan Maksum, 2005). Maka, dosis minyak goreng kelapa sawit deep frying

yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 0,06 x 7,0 = 0,42 ml/ 200 gr BB tikus putih/hari.

2. Perhitungan dosis ekstrak daun krokot

Berdasarkan penelitian Karimi et al. (2010), didapatkan dosis ekstrak herba krokot 2 g/kg BB tikus putih (sama dengan 0,4 g/200 gr BB tikus putih/hari), dapat berfungsi sebagai antioksidan dalam mencegah terjadinya nefrotoksisitas akibat radikal bebas. Berdasarkan hasil uji kesetaraan yang telah dilakukan di Balai Besar Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Tawangmangu, didapatkan kesetaraan bahwa berat daun

krokot segar =

3 1


(43)

ini yang digunakan adalah ekstrak daun krokot, maka dosis yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

3 1

x dosis ekstrak tanaman yang

berfungsi sebagai antioksidan dalam penelitian Karimi et al. (2010), sehingga didapatkan dua dosis, yakni :

Dosis I =

3 1

x 0,4 g/200g BB tikus putih/hari

= 130 mg/200g BB tikus putih/hari Dosis II = 2 x 130 mg/200g BB tikus putih/hari = 260 mg / 200g BB tikus putih/hari 3. Perhitungan dosis vitamin C

Dosis vitamin C yang dapat berfungsi sebagai antioksidan pada manusia adalah 1000 mg. Jadi, dengan faktor konversi 0,018, didapatkan dosis vitamin C pada tikus putih adalah 18 mg/200 g BB/tikus putih.

J. Cara Kerja

1. Hewan coba diperoleh dari Laboratorium Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta. Dilakukan adaptasi pada hewan uji dengan tempat penelitian selama 1 minggu.

2. Tikus putih ditimbang, dan dilakukan pengelompokan secara random menjadi 5 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 25 ekor. a. Kelompok K : Kelompok kontrol normal

b. Kelompok I : Kelompok kontrol negatif c. Kelompok II : Kelompok kontrol positif


(44)

d. Kelompok III : Kelompok dosis I e. Kelompok IV : Kelompok dosis II

3. Minyak goreng dari kelapa sawit dipanaskan 6 kali pada suhu 1500C selama 8 menit.

4. Kelompok K hanya diberi aquades dan pakan standar.

5. Kelompok I diberi minyak goreng dari kelapa sawit deep frying dosis 0,42 ml/200 g BB/hari selama 14 hari. Minyak goreng diberikan peroral sehari sekali menggunakan sonde lambung.

6. Kelompok II sebagai kelompok pembanding, diberi vitamin C. Vitamin C yang digunakan dalam penelitian ini adalah vitamin C tablet @ 50 mg. Tablet vitamin C ini dilarutkan dalam aquades dan diberikan peroral sekali dalam sehari menggunakan sonde lambung dengan dosis 18 mg/200 g BB/hari. Selain itu, juga diberi minyak goreng dari kelapa sawit deep frying dosis 0,42 ml/ 200 g BB/hari selama 14 hari.

7. Kelompok III diberi ekstrak daun krokot dengan dosis 130 mg/200 g BB/hari dan minyak goreng dari kelapa sawit deep frying dosis 0,42 ml/ 200 g BB/hari selama 14 hari.

8. Kelompok IV diberi ekstrak daun krokot dengan dosis 260 mg /200 g BB/hari serta minyak goreng dari kelapa sawit deep frying dosis 0,42 ml/ 200 g BB/hari selama 14 hari.

9. Pada hari ke-15, dilakukan pengukuran kadar ALT tikus putih pada masing-masing kelompok.


(45)

10. Membandingkan rata-rata kadar ALT pada tiap kelompok, kemudian melakukan analisis terhadap data yang diperoleh.

3. Analisis Data

Semua data yang terkumpul diolah menggunakan SPSS versi 17.0. Data dianalisis menggunakan uji parametrik ANOVA untuk mengetahui adanya perbedaan rata-rata kadar ALT di antara lima kelompok perlakuan. Setelah itu, dilanjutkan dengan Post-hoc multiple comparisons test uji Least Significance Difference (LSD) untuk melihat lebih jelas letak perbedaan antar kelompok perlakuan. Derajat kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05.

BAB IV

HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian efek ekstrak daun krokot terhadap kadar ALT tikus putih yang diberi minyak goreng deep frying adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Rerata Hasil Pengukuran Kadar ALT pada Tiap Kelompok Kelompok N Rerata + SD (U/L)


(46)

K 5 50,38 + 5,51

I 5 76,60 + 9,83

II 5 41,98 + 2,80

III 5 48,44 + 8,27

IV 5 56,54 + 8,05

(Data Primer, 2010) Keterangan:

K : Kelompok kontrol normal (diberi aquades)

I : Kelompok kontrol negatif (diberi minyak goreng deep frying dosis 0,42 ml/200 g BB/hari)

II : Kelompok kontrol positif (diberi vitamin C dengan dosis 18 mg/200 g BB/hari dan minyak goreng deep frying dosis 0,42 ml/200 g BB/hari)

III : Kelompok dosis I (diberi ekstrak daun krokot dengan dosis 130 mg/200 g BB/hari dan minyak goreng deep frying dosis 0,42 ml/ 200 g BB/hari)

IV : Kelompok dosis II (diberikan ekstrak daun krokot dengan dosis 260 mg/200 g BB/hari dan minyak goreng deep frying dosis 0,42 ml/ 200 g BB/hari)

Dari tabel 1. di atas, bila dibuat grafik akan didapatkan hasil sebagai berikut :


(47)

Gambar 2. Grafik Rerata Kadar ALT Tikus Putih

Dari tabel dan grafik di atas, dapat dilihat bahwa rerata kadar ALT paling tinggi terdapat pada kelompok I (kontrol negatif) yakni sebesar 76,6 U/L. Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan hati paling parah terjadi pada kelompok ini. Rerata kadar ALT paling rendah didapatkan pada kelompok II (kontrol positif), yakni sebesar 41,98 U/L. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan aktivitas antioksidan vitamin C yang mampu menghambat terjadinya kerusakan hati oleh minyak goreng deep frying.

Rerata kadar ALT kelompok III (dosis I) sebesar 48,44 U/L dan kelompok IV (dosis II) sebesar 56,54 U/L. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan nilai rerata kadar ALT pada kelompok K (aquades), yakni sebesar 50,38 U/L. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun krokot mampu menurunkan terjadinya kerusakan hati akibat pemberian minyak goreng deep frying.

B. Analisis Data 50.38 76.6 41.98 48.44 56.54 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Kelompok K Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV

Re ra ta K a d a r ALT (U/L) Kelompok Perlakuan


(48)

Sebelum menganalisis data kadar ALT tikus putih menggunakan uji

Oneway ANOVA dengan SPSS versi 17.0, dilakukan pengujian syarat ANOVA yaitu pengujian terhadap sebaran data (harus normal) dan varians data (harus homogen).

Setelah dilakukan uji normalitas (lampiran 2), didapatkan bahwa data untuk semua kelompok mempunyai sebaran yang normal (dengan melihat hasil uji Saphiro-Wilk, dimana masing-masing kelompok mempunyai nilai p > 0,05). Selanjutnya dilakukan uji homogenitas variansi (lampiran 3), dengan hasil varian data adalah homogen (p > 0,05), di mana didapatkan nilai p = 0,098. Dengan demikian, kedua syarat uji Oneway ANOVA telah terpenuhi, sehingga uji ANOVA dapat dilakukan. Hasil uji Oneway ANOVA dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2. Hasil Uji Oneway ANOVA ANOVA

Kadar ALT (U/L)

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 3513.026 4 878.257 16.373 .000

Within Groups 1072.820 20 53.641

Total 4585.846 24

(Data Primer, 2010)

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang berarti terdapat perbedaan kadar ALT tikus putih yang bermakna di antara kelima kelompok perlakuan.

Analisis kemudian dilanjutkan dengan Post-hoc multiple comparisons test uji Least Significance Difference (LSD) (lampiran 4). Berdasarkan


(49)

perhitungan Post-hoc multiple comparisons test dengan batas signifikasi 0,05, diperoleh data perbandingan rerata kadar ALT antar kelompok perlakuan. Perbedaan yang bermakna didapatkan pada perbandingan rerata kadar ALT antara kelompok I (kontrol negatif) dengan semua kelompok (nilai p = 0,000), baik kelompok K (kontrol normal), kelompok II (kontrol positif), kelompok III (dosis I), dan kelompok IV (dosis II). Selain itu, perbedaan yang bermakna juga didapatkan pada perbandingan rerata kadar ALT antara kelompok II (kontrol positif) dengan kelompok IV (dosis II), dengan nilai p = 0,005.

Perbedaan yang tidak bermakna terlihat pada perbandingan rerata kadar ALT antara kelompok kontrol normal dengan kelompok kontrol positif (nilai p = 0,085) ; dengan kelompok dosis I (nilai p = 0,680) ; serta dengan kelompok dosis II (nilai p = 0,199). Hal ini juga terlihat pada perbandingan rerata kadar ALT antara kelompok kontrol positif dan kelompok dosis I (nilai p = 0,178), serta antara kelompok dosis I dengan kelompok dosis II (nilai p = 0,096).

BAB V PEMBAHASAN

Pemeriksaan kadar ALT pada tikus putih dilakukan pada hari ke-15 perlakuan. Berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitas variansi, diketahui bahwa dalam tiap kelompok perbedaan rerata kadar ALT tikus putih tidak


(50)

bermakna. Dapat dikatakan bahwa efek perlakuan yang diterima tikus putih dalam tiap kelompoknya relatif sama.

Hasil statistik uji Oneway ANOVA menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada rerata kadar ALT antara kelima kelompok. Dari Post-hoc multiple comparisons test uji Least Significance Difference (LSD) diketahui adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol negatif dengan semua kelompok (lampiran 4). Kelompok kontrol negatif memiliki rerata kadar ALT tertinggi di antara semua kelompok. Tingginya rerata kadar ALT pada kelompok kontrol negatif ini disebabkan tikus putih pada kelompok kontrol negatif hanya diberi minyak goreng deep frying.

Proses deep frying pada minyak goreng dapat menyebabkan terjadinya oksidasi asam lemak tak jenuh. Dari proses oksidasi ini, akan terbentuk radikal bebas yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar peroksida lipid. Peroksida lipid dalam membran sel hati dapat mengganggu fungsi membran dengan mengubah fluiditas membran menyebabkan ion-ion seperti Ca2+ masuk ke dalam sel dan mengganggu fungsi makromolekul lain. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya nekrosis hati (Hanis, 2009). Dengan adanya nekrosis hati, maka komponen sel akan mengalami degradasi progresif dan lebih lanjut akan mengakibatkan keluarnya enzim-enzim hati, terutama ALT, sehingga kadar ALT serum akan meningkat.

Pada penelitian ini didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok dosis I dan dosis II, di mana rerata kadar ALT tikus putih pada kelompok dosis I dan kelompok dosis II lebih rendah daripada


(51)

kelompok kontrol negatif. Hal ini disebabkan tikus putih pada kelompok dosis I dan dosis II, selain diberi minyak goreng deep frying, juga diberi ekstrak daun krokot.

Hasil post-hoc multiple comparisons test juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara rerata kadar ALT kelompok kontrol normal dengan kelompok dosis I dan dosis II. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi antioksidan krokot dapat mencegah terjadinya kerusakan sel-sel hati akibat pemaparan minyak goreng deep frying sehingga rerata kadar ALT pada kelompok dosis I dan dosis II ini hampir menyerupai kadar ALT pada tikus kelompok kontrol normal yang hanya diberi aquades tanpa mendapat pemaparan minyak goreng.

Daun krokot mengandung beberapa senyawa antioksidan yang dapat meredam radikal bebas, di antaranya adalah asam lemak omega-3, vitamin C, alfa tokoferol, beta karoten, dan glutation (Simopoulos, 2004). Dengan adanya senyawa antioksidan ini, dapat mengurangi terjadinya peningkatan peroksida lipid sehingga kerusakan sel-sel hati dapat berkurang.

Asam lemak omega-3 merupakan senyawa antioksidan yang paling banyak ditemukan dalam daun krokot. Asam lemak omega-3 ini dapat mencegah radikal bebas dengan cara menyumbangkan sebuah elektron pada lipid biomembran, sehingga meningkatkan stabilitas dan integritas fungsional pada membran sel (Hallsberger, 2007). Vitamin C juga relatif banyak ditemukan di krokot. Vitamin C ini mampu menghambat pembentukan radikal superoksida, radikal hidroksil, radikal peroksil, oksigen singlet dan hidrogen peroksida dengan cara mengikat


(52)

oksigen (Suhartono et al., 2007). Kandungan alfa tokoferol dan beta karoten dapat berfungsi mengendalikan peroksida lemak dengan menyumbangkan hidrogen ke dalam reaksi, menyekat aktivitas tambahan yang dilakukan oleh peroksida, sehingga memutus reaksi berantai dan bersifat membatasi kerusakan sel (Hariyatmi, 2004). Menurut Simopoulos (2004), kandungan glutation dalam krokot dapat berfungsi untuk memetabolisme peroksida sehingga mencegah terbentuknya lipid peroksida. Dengan demikian, kerja berbagai senyawa antioksidan yang terdapat dalam krokot hampir sama, yakni melindungi stabilitas membran sel, sehingga menurunkan terjadinya kerusakan sel hati.

Adanya aktivitas antioksidan tanaman krokot dalam penelitian ini juga selaras dengan penelitian Karimi et al. (2010) yang menunjukkan bahwa ekstrak tanaman krokot dapat menurunkan terjadinya peningkatan BUN (blood urea nitrogen) dan Scr (serum creatinine) setelah diinduksi dengan cisplatin. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak tanaman krokot dapat berfungsi mengurangi terjadinya kerusakan ginjal akibat terbentuknya radikal bebas oleh cisplatin.

Pada kelompok kontrol positif, digunakan larutan dari tablet vitamin C sebagai sumber senyawa antioksidan pembanding, karena dalam ekstrak daun krokot juga terkandung vitamin C dalam jumlah yang cukup besar. Dari hasil

Post-hoc multiple comparisons test, didapatkan adanya perbedaan yang tidak bermakna secara statistik antara kelompok vitamin C dengan kelompok dosis I. Hal ini menunjukkan bahwa efek antioksidan ekstrak daun krokot pada kelompok dosis I hampir sama dengan efek antioksidan pada kelompok vitamin C. Namun, terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara rerata kadar ALT tikus


(53)

pada kelompok vitamin C dengan kelompok dosis II. Rerata kadar ALT pada kelompok dosis II lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok vitamin C. Hal tersebut menunjukkan bahwa efek antioksidan ekstrak daun krokot pada kelompok dosis II lebih rendah bila dibandingkan dengan efek antioksidan pada kelompok vitamin C. Rendahnya efek antioksidan pada kelompok dosis II juga terlihat dari rerata kadar ALT kelompok dosis II yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok dosis I.

Lebih rendahnya aktivitas antioksidan ekstrak daun krokot dosis II dapat terjadi karena beberapa kemungkinan, antara lain karena cukup tingginya kadar alkaloid dalam ekstrak daun krokot diduga mempunyai aktifitas toksik terhadap sel-sel hati. Kadar alkaloid tertinggi pada tanaman krokot ditemukan di daun, yakni sebesar 300 ppm (Rahardjo, 2007). Menurut klasifikasi Hegnauer, alkaloid dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yakni True alkaloid, Protoalkaloid, dan

Pseudoalkaloid. Jenis True alkaloid bersifat toksik dengan ciri-ciri basa, biasanya mengandung atom nitrogen di dalam cincin heterosiklis, turunan asam amino, distribusinya terbatas dan biasanya terbentuk di dalam tumbuhan sebagai garam dari asam organik (Widodo, 2007).

Menurut Halliwell dan Gutteridge (2001), kadar senyawa antioksidan tertentu pada dosis yang berlebihan dapat berubah menjadi prooksidan, sehingga dapat memperparah terjadinya kerusakan oksidatif akibat radikal bebas. Vitamin C diketahui dapat berubah menjadi prooksidan dengan mengkatalisis pembentukan radikal hidroksil melalui reaksi Fenton. Adanya radikal hidroksil ini dapat menginisiasi terjadinya peroksidasi lipid dengan cepat. Selain itu, karoten


(54)

yang bekerja sebagai antioksidan di bawah kondisi fisiologis normal dapat juga bekerja sebagai prooksidan pada konsentrasi tinggi dan kondisi yang lebih oksidatif (Tuminah, 2001). Hal ini kemungkinan juga berkaitan dengan semakin rendahnya aktivitas antioksidan pada kelompok ekstrak daun krokot dosis II pada penelitian ini.

Kemungkinan lain adalah adanya pengaruh komposisi pelarut yang menentukan kadar senyawa-senyawa dalam ekstrak daun krokot yang dapat berkhasiat sebagai antioksidan. Pelarut ethanol 70% mungkin hanya dapat melarutkan sedikit senyawa di dalam daun krokot yang berkhasiat sebagai antioksidan. Perlu dicari pelarut yang efektif untuk mengekstrak asam lemak omega-3 dan vitamin C di dalam daun krokot yang bersifat antioksidan.

Faktor lain yang kemungkinan dapat menyebabkan rendahnya aktivitas antioksidan pada kelompok dosis II adalah adanya variasi kepekaan tikus putih terhadap senyawa antioksidan dalam ektrak daun krokot yang sangat bersifat individual serta dipengaruhi juga oleh keadaan lambung dan absorbsi pada saluran pencernaan. Selain itu, kemungkinan juga dipengaruhi oleh adanya faktor lingkungan, faktor ketrampilan peneliti, dan masih banyak faktor non teknis lainnya.

Karena masih terdapat beberapa kemungkinan terkait makin rendahnya aktivitas antioksidan ekstrak daun krokot pada dosis yang lebih tinggi pada penelitian ini, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan dosis optimal ekstrak daun krokot terkait fungsinya sebagai antioksidan yang dapat melindungi hati terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas.


(55)

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN A.Simpulan

Terdapat efek penurunan kadar alanin transaminase (ALT) oleh ekstrak daun krokot (Portulaca oleracea L.) pada tikus putih yang diberi minyak goreng deep frying.


(56)

1. Mengingat penelitian ini masih bersifat awal, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek ekstrak daun krokot terhadap kadar ALT tikus putih yang diberi minyak goreng dengan deep frying menggunakan dosis yang lebih bervariasi, serta menggunakan pelarut yang lebih efektif sebagai pelarut senyawa-senyawa antioksidan yang terdapat dalam daun krokot (misalnya klorofom, aseton, dan butanol), sehingga dapat ditemukan dosis ekstrak daun krokot yang paling optimal dalam fungsinya sebagai antioksidan.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemeriksaan kadar antioksidan dan pemeriksaan biomarker terhadap senyawa yang terkandung dalam tanaman krokot serta penelitian lebih lanjut terhadap gambaran mikroskopis sel hati tikus putih untuk membandingkan kerusakan sel hati yang terjadi antar kelompok perlakuan.

3. Dalam rangka aplikasi hasil penelitian ini terhadap manusia, maka perlu dilakukan uji preklinik yang lengkap sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Agra M.F., Silva K.N., Basílio I.J.L.D., França P.F., Barbosa-Filho J.M. 2008. Survey of medicinal plants used in the region Northeast of Brazil. Rev Bras Farmacogn.18:472-508.

Amirudin R. 2007. Fisiologi dan biokimiawi hati. In : Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M., Setiati S. (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pp: 415-7.


(57)

Andik E.S. 2001. Pengaruh Pemberian Minyak Goreng Kelapa Sawit Curah Setelah Pemanasan Berulang pada Struktur Histologis Hati Mencit. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi. Anggiasih A. 2006. Pengaruh Ekstrak Daging Buah Mahkota Dewa (Phaleria

macrocarpa) Terhadap Kadar Gula Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus) dengan Induksi Aloksan. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi.

Arief S. 2009. Radikal Bebas.

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10RadikalBebas102.pdf/10Radikal

Bebas102.html. (25 Februari 2010).

Azeredo H.M.C., Faria, J.A.F., Silva. 2004. Minimization of proxide formation rate in soybean oil by antioxidant combinations. Food Research International. 37:689-94.

Barbosa-Filho J.M., Alencar A.A., Nunes X.P., Tomaz A.C.A., Sena-Filho J.G., Athayde-Filho P.F., Silva M.S., Souza M.F.V., da-Cunha E.V.L. 2008. Sources of alpha, beta, gamma, delta and epsilon-carotenes: A twentieth century review. Rev Bras Farmacogn. 18:135-54.

Bardosono S. 2009. Statistik Parametrik.

http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/27d347fd3710a196b1610efc

3605eb39b82db5a5.pdf. (26 Maret 2010).

Barus P. 2009. Pemanfaatan Bahan Pengawet dan Antioksidan Alami pada Industri Bahan Makanan. http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/pina.pdf. (25 Februari 2010).

Dufour D.R., Lott J.A., Nolte F. S., Gretch D.R., Koff R.S. 2007. Diagnosis and monitoring of hepatic injury. Clinical Chemistry. 46:2027-42.

Dweck A.C. 2001. Purslane (Portulaca oleracea) the global panacea. Personal Care Magazine. 4:7-15.

Ernawati M.D.W. 2006. Pengaruh paparan udara halotan dengan dosis subanastesi terhadap gangguan hati mencit. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. 2:71-5.

Giannini E.D., Testa R., Savarino V., 2005. Liver enzyme alteratsion: a guide for clinicians. CMAJ. 172:367-79.

Gong F., Li F., Zhang L., Li J., Zhang Z., Wang G. 2009. Hypoglycemic effects of crude polysaccharide from Purslane. Int. J. Mol. Sci. 10:880-8.


(58)

Gonzalez P.A., Planaguma A., Gronert K., Miquel R., Lopez-Parra M. 2006. Docosahexaenoic acid (DHA) blunts liver injury by conversion to protective lipid mediators: protectin D1 and 17S-hydroxy-DHA. The FASEBJournal. 20:E1844-55.

Ha B.J., Lee J.Y.,2003. The effect of chondroitin sulfate against CCl4-induced hepatotoxicity (Abstrac). Biol Pharm Bull. 26:5.

Halliwel B., Gutteridge J. 2001. Free Radical in Biology and Medicine. London: Claredon Press, p: 46.

Hallsberger S. 2007. Synthetic Antioxidants.

http://www.communicationagents.com/sepp/2007/02/28/synthetic_antiox

idants.htm. (25 Februari 2010).

Hanis. 2009. Sistem Tumbuh Kembang dan Geriatri.

http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/medhas.pdf (25

Februari 2010).

Harmita, Maksum R. 2005. Analisa Hayati. Cetakan ke-2. Jakarta: Farmasi FMIPA Univesitas Indonesia, p:56.

Hariyatmi. 2004. Kemampuan vitamin E sebagai antioksidan terhadap radikal bebas pada usia lanjut. MIPA. 14 : 52-60.

Herawati, Akhlus, S. 2006. Kinerja (Bht) Sebagai antioksidan minyak sawit pada perlindungan terhadap oksidasi oksigen singlet. Akta Kimindo. 2:1–8. Hidayat T. 2005. Efek Antioksidam Ekstrak Daun Sambiloto (Andrographis

paniculata) pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diberi Minyak Kelapa Sawit dengan Pemanasan Berulang. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi.

ITIS Report. 2010. Portulaca oleracea L. http://www.itis.gov.(25 Januari 2010). Jawi I.M., Suprapta D.N., Sutirtayasa I.W.P. 2007. Efek antioksidan ekstrak umbi

jalar ungu (Ipomoiea batatas L.) terhadap hati setelah aktivitas fisik maksimal dengan melihat kadar AST dan ALT darah pada mencit. Dexa Media. 20:103-6.

Junqueira L.C., Carneiro J. 2007. Histologi Dasar : Teks dan Atlas. Edisi 10. Jakarta : EGC, p: 318.

Karimi G., Ziaee T., Nazari A. 2008. Effect of Portulaca oleraceae L. extracts on the morphine dependence in mice. Iran. J. Basic Medical Sciences. 10: 229–32.


(59)

Karimi G., Khoei A., Omidi A., Kalantari M., Bababei J., Elahe T., Razavi B.M. 2010. Protective effect of aqueous and ethanolic extracts of Portulaca oleracea againts cisplatin induced nephrotoxicity. Iran. J. Basic Medical Sciences. 13: 31-5.

Katno., Pramono S, Agus S. 2008. Tingkat manfaat dan keamananan tanaman

obat dan obat tradisional.

http://librarybiotech.blogspot.com/2006/12/tanaman-obat.html. (20

Januari 2010).

Koswara S. 2009. Konsumsi Lemak yang Ideal bagi Kesehatan. http://www.ebookpangan.com/ARTIKEL/KONSUMSI%20LEMAK%20 YANG%20IDEAL.pdf. (25 Februari 2010).

Kumar B.S.A., Prabhakarn V., Lakshman K., Nandeesh R., Subramanyam P., Khan S., Ranganayakalu D., Krishna N.V. 2008. Pharmacognostical studies of Portulaca oleracea Linn. Rev. bras. farmacogn. 18:4.

Kuncahyo I., Sunardi. 2007. Uji aktivitas antioksidan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L.) terhadap 1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl (DPPH).

Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007). pp:E1-9.

Lee J., Lee S., Lee H., Park K., E. Choe. 2002. Spinach (Spinacia oleracea) as a natural food grade antioxidant in deep fat fried products. J. Agric. Food Chem. 50:5664-9.

Maskan M., H.I. Bagci. 2003. The recovery of used sunflower seed oil utilized in repeated deep fat frying process. European Food Research and Technology. 218:26-31.

Meronda R.G. 2008. Bahan Makanan Tambahan Antioksidan dan Sekuesteran.

http://www.jacn.org/cgi/reprint/22/1/18.pdf. (14 Maret 2010).

Mohammad T.B., Mohammad H.B., Farhad M. 2004. Antitussive effect of

Portulaca oleracea L. in Guinea Pigs. Iran. J. Pharmaceut. Res. 3:187-90.

Mulyati S., Meilina H. 2007. Pemurnian Minyak Jelantah dengan Menggunakan Sari Mengkudu.

http://222.124.186.229/gdl40/go.php?id=gdlnode-gdl-res-2007-srimulyati-1082&node=351&start=6. (24 Februari 2010).

Nurhidayati. 2007. Efek Protektif Teripang Pasir (Holothuria scabra ) terhadap Hepatotoksisitas yang Diinduksi Karbon Tetraklorida (CCl4).


(1)

Andik E.S. 2001. Pengaruh Pemberian Minyak Goreng Kelapa Sawit Curah Setelah Pemanasan Berulang pada Struktur Histologis Hati Mencit. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi. Anggiasih A. 2006. Pengaruh Ekstrak Daging Buah Mahkota Dewa (Phaleria

macrocarpa) Terhadap Kadar Gula Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus) dengan Induksi Aloksan. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi.

Arief S. 2009. Radikal Bebas.

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10RadikalBebas102.pdf/10Radikal Bebas102.html. (25 Februari 2010).

Azeredo H.M.C., Faria, J.A.F., Silva. 2004. Minimization of proxide formation rate in soybean oil by antioxidant combinations. Food Research International. 37:689-94.

Barbosa-Filho J.M., Alencar A.A., Nunes X.P., Tomaz A.C.A., Sena-Filho J.G., Athayde-Filho P.F., Silva M.S., Souza M.F.V., da-Cunha E.V.L. 2008. Sources of alpha, beta, gamma, delta and epsilon-carotenes: A twentieth century review. Rev Bras Farmacogn. 18:135-54.

Bardosono S. 2009. Statistik Parametrik.

http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/27d347fd3710a196b1610efc 3605eb39b82db5a5.pdf. (26 Maret 2010).

Barus P. 2009. Pemanfaatan Bahan Pengawet dan Antioksidan Alami pada Industri Bahan Makanan. http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/pina.pdf. (25 Februari 2010).

Dufour D.R., Lott J.A., Nolte F. S., Gretch D.R., Koff R.S. 2007. Diagnosis and monitoring of hepatic injury. Clinical Chemistry. 46:2027-42.

Dweck A.C. 2001. Purslane (Portulaca oleracea) the global panacea. Personal Care Magazine. 4:7-15.

Ernawati M.D.W. 2006. Pengaruh paparan udara halotan dengan dosis subanastesi terhadap gangguan hati mencit. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. 2:71-5.

Giannini E.D., Testa R., Savarino V., 2005. Liver enzyme alteratsion: a guide for clinicians. CMAJ. 172:367-79.

Gong F., Li F., Zhang L., Li J., Zhang Z., Wang G. 2009. Hypoglycemic effects of crude polysaccharide from Purslane. Int. J. Mol. Sci. 10:880-8.


(2)

Gonzalez P.A., Planaguma A., Gronert K., Miquel R., Lopez-Parra M. 2006. Docosahexaenoic acid (DHA) blunts liver injury by conversion to protective lipid mediators: protectin D1 and 17S-hydroxy-DHA. The FASEBJournal. 20:E1844-55.

Ha B.J., Lee J.Y.,2003. The effect of chondroitin sulfate against CCl4-induced hepatotoxicity (Abstrac). Biol Pharm Bull. 26:5.

Halliwel B., Gutteridge J. 2001. Free Radical in Biology and Medicine. London: Claredon Press, p: 46.

Hallsberger S. 2007. Synthetic Antioxidants.

http://www.communicationagents.com/sepp/2007/02/28/synthetic_antiox idants.htm. (25 Februari 2010).

Hanis. 2009. Sistem Tumbuh Kembang dan Geriatri. http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/medhas.pdf (25 Februari 2010).

Harmita, Maksum R. 2005. Analisa Hayati. Cetakan ke-2. Jakarta: Farmasi FMIPA Univesitas Indonesia, p:56.

Hariyatmi. 2004. Kemampuan vitamin E sebagai antioksidan terhadap radikal bebas pada usia lanjut. MIPA. 14 : 52-60.

Herawati, Akhlus, S. 2006. Kinerja (Bht) Sebagai antioksidan minyak sawit pada perlindungan terhadap oksidasi oksigen singlet. Akta Kimindo. 2:1–8. Hidayat T. 2005. Efek Antioksidam Ekstrak Daun Sambiloto (Andrographis

paniculata) pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diberi Minyak Kelapa Sawit dengan Pemanasan Berulang. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi.

ITIS Report. 2010. Portulaca oleracea L. http://www.itis.gov.(25 Januari 2010). Jawi I.M., Suprapta D.N., Sutirtayasa I.W.P. 2007. Efek antioksidan ekstrak umbi

jalar ungu (Ipomoiea batatas L.) terhadap hati setelah aktivitas fisik maksimal dengan melihat kadar AST dan ALT darah pada mencit. Dexa Media. 20:103-6.

Junqueira L.C., Carneiro J. 2007. Histologi Dasar : Teks dan Atlas. Edisi 10. Jakarta : EGC, p: 318.

Karimi G., Ziaee T., Nazari A. 2008. Effect of Portulaca oleraceae L. extracts on the morphine dependence in mice. Iran. J. Basic Medical Sciences. 10: 229–32.


(3)

Karimi G., Khoei A., Omidi A., Kalantari M., Bababei J., Elahe T., Razavi B.M. 2010. Protective effect of aqueous and ethanolic extracts of Portulaca oleracea againts cisplatin induced nephrotoxicity. Iran. J. Basic Medical Sciences. 13: 31-5.

Katno., Pramono S, Agus S. 2008. Tingkat manfaat dan keamananan tanaman

obat dan obat tradisional.

http://librarybiotech.blogspot.com/2006/12/tanaman-obat.html. (20 Januari 2010).

Koswara S. 2009. Konsumsi Lemak yang Ideal bagi Kesehatan. http://www.ebookpangan.com/ARTIKEL/KONSUMSI%20LEMAK%20 YANG%20IDEAL.pdf. (25 Februari 2010).

Kumar B.S.A., Prabhakarn V., Lakshman K., Nandeesh R., Subramanyam P., Khan S., Ranganayakalu D., Krishna N.V. 2008. Pharmacognostical studies of Portulaca oleracea Linn. Rev. bras. farmacogn. 18:4.

Kuncahyo I., Sunardi. 2007. Uji aktivitas antioksidan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L.) terhadap 1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl (DPPH). Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007). pp:E1-9.

Lee J., Lee S., Lee H., Park K., E. Choe. 2002. Spinach (Spinacia oleracea) as a natural food grade antioxidant in deep fat fried products. J. Agric. Food Chem. 50:5664-9.

Maskan M., H.I. Bagci. 2003. The recovery of used sunflower seed oil utilized in repeated deep fat frying process. European Food Research and Technology. 218:26-31.

Meronda R.G. 2008. Bahan Makanan Tambahan Antioksidan dan Sekuesteran. http://www.jacn.org/cgi/reprint/22/1/18.pdf. (14 Maret 2010).

Mohammad T.B., Mohammad H.B., Farhad M. 2004. Antitussive effect of Portulaca oleracea L. in Guinea Pigs. Iran. J. Pharmaceut. Res. 3:187-90.

Mulyati S., Meilina H. 2007. Pemurnian Minyak Jelantah dengan Menggunakan Sari Mengkudu. http://222.124.186.229/gdl40/go.php?id=gdlnode-gdl-res-2007-srimulyati-1082&node=351&start=6. (24 Februari 2010). Nurhidayati. 2007. Efek Protektif Teripang Pasir (Holothuria scabra ) terhadap

Hepatotoksisitas yang Diinduksi Karbon Tetraklorida (CCl4). http://www.fk.unair.ac.id/attachments/527_JURNAL-IKD-090610060M-Nurhidayati.pdf. (25 Februari 2010).


(4)

Oktaviani N.D. 2009. Hubungan lamanya pemanasan dengan kerusakan minyak goreng curah ditinjau dari bilangan peroksida. Jurnal Biomedika. 1:31-4. Otero D., Zerbo R., Bekay, Decara, Sanchez, Fonseca R, Herrera D A. 2009.

Alpha-tocopherol protects against oxidative stress in the fragile X knockout mouse: an experimental therapeutic approach for the Fmr1 deficiency. Neuropsychopharmacology. 34:1011–26.

Padayatty S.J., Katz A., Wang Y., Eck P. 2003. Vitamin c as an antioxidant: evaluation of its role in disease prevention. Am J Clin Nutr. 22:18-35. Panjaitan R.G.P., Handharyani E., Chairul., Masriani., Zakiah Z., Manalu W.

2007. Pengaruh pemberian karbon tetraklorida terhadap fungsi hati dan ginjal tikus putih. Makara Kesehatan. 11:11-6.

Praptiwi, Dewi P., Harapini M. 2006. Nilai peroksida dan aktivitas anti radikal bebas diphenyl picril hydrazil hydrate (DPPH) ekstrak metanol Knema laurina. Majalah Farmasi Indonesia. 17:32–6.

Price S.A., Wilson L.M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC, pp: 472-6.

Rahardjo, M. 2007. Krokot (Portulaca oleracea) gulma berkhasiat obat mengandung omega 3. Warta Penelitian dan Pengembangan. 1:1-4. Rashed A.N., Afifi F.U., Shaedah.M., Taha M. 2004. Investigation of the active

constituents of Portulaca oleracea L. (Portulacaceae) growing in Jordan. Pakistan Journal of Pharmaceutical Sciences. 17:37-45.

Reynertson K.A. 2007. Phytochemical Analysis of Bioactive Constituens from Edible Myrtaceae Fruit. The City University of New York. Dissertation. Rohdiana D. 2001. Aktivitas daya tangkap radikal polifenol dalam daun teh.

Majalah Jurnal Indonesia.12:53-8.

Rohman A., Riyanto S. 2005. Daya antioksidan ekstrak etanol daun kemuning (Murraya paniculata (L) Jack) secara in vitro. Majalah Farmasi Indonesia. 16:136-40.

Rupasinghe H.P.V., Yasmin A. 2010. Inhibition of oxidation of aqueous emulsions of omega-3 fatty acids and fish oil by phloretin and phloridzin. Molecules. 15:251-7.

Sanja S.D., Sheth N.R., Patel N.K., Patel D., Patel B. 2009. Characterization and evaluation of antioxidant activity of Portulaca oleraea. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 1:74-84.


(5)

Sari L.O.R.K. 2006. Pemanfaatan obat tradisional dengan pertimbangan manfaat dan keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian. 1 : 1-7.

Sartika R.A.D. 2009. Pengaruh suhu dan lama proses menggoreng (deep frying) terhadap pembentukam asam lemak trans. Markara Sains. 13:23-8. Satyawirawan F.S., Suryaatmaja M. 2007. Pemeriksaan Faal Hati.

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/07_PemeriksaanFaalHati.pdf/07_P emeriksaanFaalHati.html (24 Februari 2010).

Simopoulos A.R. 2004. Omega-3 fatty acids and antioxidants in edible wild plants. Biol Res. 37:263-77.

Sofia D. Antioksidan dan Radikal Bebas. http: www.chemistry.org. (24 Februari 2010).

Suhartono E., Fachir, Setiawan B. 2007. Stres Oksidatif Dasar dan Penyakit. Banjarmasin : Pustaka Banua, pp:3-5.

Thadeus M.S. 2006. Pengaruh Vitamin C dan Vitamin E Terhadap Perubahan Struktur Histologik Hati, Jantung dan Aorta Mencit (Mus Musculus L) Galur Swiss Derived Akibat Pemberian Minyak Jelantah. http://lontar.cs.ui.ac.id/gateway/file?file=digital/85412-T 16208a.pdf. (25 Februari 2010).

Tuminah S. 2001. Pencegahan Kanker dengan Antioksidan. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/Pencegahan_Kanker.pdf/102.html (25 Mei 2010).

Utami T.S., Arbianti R., Hermansyah H., Reza A., Rini. 2009. Perbandingan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Simpur (Dillenia indica) dari Berbagai Metode Ekstraksi dengan Uji ANOVA. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia SNTKI 200. pp:1-4.

Videla L.A. 2009. Oxidative stress signaling underlying liver disease and hepatoprotective mechanisms. World J Hepatol. 1 : 72-8.

Widodo N. 2007. Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Alkaloid yang Terkandung dalam Jamur Tiram Putih. http://scihub.org/ABJNA/PDF/2010/3/1-3-265-272.pdf (25 Mei 2010).

Widyatmoko B.S. 2009. Aktivitas Antioksidan Vitamin C dan E pada Kadar SGOT dan SGPT Serum Tikus Putih yang Terpapar Allethrin.


(6)

http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/HASH5fa4.dir/d oc.pdf. (14 Maret 2010).

Wijayanti. 2008. Efek hepatoprotektif ekstrak etanol 70% daun salam (Syzygium polyanthum Walp.) pada tikus putih jantan galur wistar yang diinduksi

karbon tetraklorida (CCl4).

http://etd.eprints.ums.ac.id/2328/1/K100040201.pdf. (24 Februari 2010). Xin H.L., Xu Y.F., Yue X.Q., Hou Y.H., Li M., Ling C.Q. 2008. Analysis of

chemical constituents in extract from Portulaca oleracea L. with GC-MS method (in Chinese). Pharmaceut. J. Chin. People's Liberat. Army. 24:133-6.

Xu, X., Yu, L., Chen, G. 2005. Determination of flavonoids in Portulaca oleracea L. by capillary electrophoresis with electrochemical detection. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis. 41:493-9.

Yilmaz H.R., Turkoz, Y., Yuksel E., Orun I. 2006. An investigation of antioxidant enzymes activities in liver of Cyprinus carpio taken from different stations in the Karakaya Dam Lake. International Journal of Science & Technology. 1:1-6.

Yustinah. 2009. Pengaruh massa absorben chitin pada penurunan kadar asam lemak bebas (FFA), bilangan peroksida, dan warna gelap minyak goreng bekas. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia SNTKI 2009. pp:1-14.


Dokumen yang terkait

Uji Efek Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq) Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Tikus Putih

0 39 69

PENGARUH PEMBERIAN MINYAK GORENG DEEP FRYING BERULANG EMPAT KALI LEBIH TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGI HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus novergicus strain wistar)

0 16 22

PENGARUH PEMBERIAN MINYAK GORENG DEEP FRYING TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH STRAIN WISTAR

1 15 26

PENGARUH EKSTRAK DAUN KATUK (Sauropus androgynous L.) TERHADAP HISTOPATOLOGI HEPAR PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) STRAIN WISTAR YANG DIINDUKSI MINYAK GORENG DEEP FRYING

1 7 24

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETIL ASETAT BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) TERHADAP KADAR ALT (alanin Pengaruh Pemberian Ekstrak Etil Asetat Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Terhadap Kadar ALT (alanin amino transaminase) Pada Tikus Putih (Rattus n

0 1 14

BAB 1 PENDAHULUAN Pengaruh Pemberian Ekstrak Etil Asetat Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Terhadap Kadar ALT (alanin amino transaminase) Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Wistar Yang Diinduksi Dengan Asetaminofen.

0 1 5

DAFTAR PUSTAKA Pengaruh Pemberian Ekstrak Etil Asetat Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Terhadap Kadar ALT (alanin amino transaminase) Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Wistar Yang Diinduksi Dengan Asetaminofen.

0 2 5

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETIL ASETAT BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) TERHADAP KADAR ALT (alanin Pengaruh Pemberian Ekstrak Etil Asetat Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Terhadap Kadar ALT (alanin amino transaminase) Pada Tikus Putih (Rattus n

0 5 17

PENDAHULUAN Uji Efek Ekstrak Etanol 70% Lengkuas (Alpinia galanga) Terhadap Kadar Alanin Aminotransferase (ALT) Pada Tikus Putih Yang Di Induksi Asetaminofen.

0 1 4

EFEK ANALGESIK EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L.) TERHADAP TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

0 2 45