Proses pengujian .1 Teori Uji Impak Impact Test

lviii 2.5 Proses pengujian 2.5.1 Teori Uji Impak Impact Test Uji impak adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat rapid loading. Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut.Pada pengujian ini beban di ayun dari ketinggian tertentu untuk memukul benda uji,yang kemudian diukur energy yang di serap oleh pepatahannya.Impact test merupakan suatu pengujian yang dilakukan untuk menguji ketangguhan suatu spesimen bila di berikan beban secara tiba-tiba melalui tumbukan. Untuk menentukan sifat perpatahan suatu logam, keuletan maupun kegetasannya, dapat dilakukan suatu pengujian yang dinamakan dengan uji impak. Umumnya pengujian impak menggunakan batang bertakik. Berbagai jenis pengujian impak batang bertakik telah digunakan untuk menentukan kecenderungan bahan untuk bersifat getas. Dengan jenis uji ini dapat diketahui perbedaan sifat bahan yang tidak teramati dalam uji tarik. Metode pengujian impak ada dua yaitu : 1. Metoda Charpy Batang impak biasa, banyak di gunakan di Amerika Serikat. Benda uji Charpy mempunyai luas penampang lintang bujur sangkar 10 x 10 mm dan mengandung takik V-45 ˚, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm. Benda uji diletakan pada tumpuan dalam posisi mendatar dan bagian lix yang tak bertakik diberi beban impak dengan ayunan bandul. Benda uji akan melengkung dan patah pada laju regangan yang tinggi, kira-kira 103 detik. 2. Metoda Izod Benda uji Izod mempunyai penampang lintang bujur sangkar atau lingkaran dan bertakik V di dekat ujung yang dijepit. Angka kuat pukul impak adalah Joule yaitu hasil bagi dari kerja pukul dalam kg terhadap penampang dalam cm dari benda uji yang diukur dari luas penampang yang diberi takikan dalam cm. Gambar 2.25 Benda Uji Impak a Metode Izod b Metode Charpy Pada penelitian ini alat uji impak yang digunakan adalah metode charpy gambar 2.25 dimana spesimen disokong pada kedua ujungnya, dan takikan dibuat ditengah dari spesimen uji. lx Gambar 2.26. Alat Uji Impact charpy impact test Hasil pengujian impak akan diperoleh banyaknya energi yang diserap E oleh spesimen uji. Banyaknya energi yang diserap ini akan menyatakan ketangguhan toughness dari material yang diuji. Besarnya energi yang diserap dinyatakan dengan A Cos D P E − = β cos . Dimana :A = sudut permulaan 147 o � = sudut akhir P = 251,3 N D = 0,6495 m Energi yang diperlukan untuk mematahkan benda uji charpy sering kali dinyatakan sebagai energi yang diserap tiap satuan luas penampang lintang benda uji. Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian impak Charpy adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan fracografi yang terjadi. Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik lxi maka perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu: Perpatahan berserat fibrous fracture, yang melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan logam yang ulet ductile. Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram. Perpatahan granularkristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan cleavage pada butir-butir dari bahan logam yang rapuh brittle. Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi mengkilat. Perpatahan campuran berserat dan granular. Merupakan kombinasi dua jenis perpatahan di atas. Selain dengan harga impak yang ditunjukkan oleh alat uji pengukuran ketangguhan suatu bahan dapat dilakukan dengan memperkirakan berapa persen patahan berserat dan patahan kristalin yang dihasilkan oleh benda uji yang diuji pada temperatur tertentu. Semakin banyak persentase patahan berserat maka dapat dinilai semakin tangguh bahan tersebut. Cara ini dapat dilakukan dengan mengamati permukaan patahan benda uji di bawah miskroskop stereoscan. Hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan laju regangan atau penurunan suhu. Usaha dari perpatahan pembelahan jauh lebih sedikit dari usaha perpatahan penggabungan rongga mikro, karena melibatkan lebih sedikit deformasi plastis. Perubahan pada mekanisme perpatahan kemudian akan menyebabkan transisi ulet ke getas secara tajam pada energi impak Charpy. lxii Gambar 2.27. Struktur Mikro Mekanisme Perpatahan Microvoid Coalescence Sumber www.umist.ac.ukmatsci Gambar 2.28. Struktur Mikro Mekanisme Perpatahan Cleavage Sumber www.umist.ac.ukmatsci Pada gambar diatas, bentuk struktur mikro mekanisme patahan yang diambil dengan menggunakan alat miskroskop stereoscan. Bentuk patahan ini dapat ditentukan dengan mudah, walaupun pengamatan permukaan patahan tidak menggunakan perbesaran atau alat uji. Facet permukaan patahan belah yang datar memperlihatkan daya pemantul cahaya yang tinggi serta penampilan yang berkilat. Faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan material pada pengujian impak adalah: lxiii  Notch Notch pada material akan menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan pada daerah yang lancip sehingga material lebih mudah patah. Selain itu notch juga akan menimbulkan triaxial stress. Triaxial stress ini sangat berbahaya karena tidak akan terjadi deformasi plastis dan menyebabkan material menjadi getas.  Temperatur Pada temperatur tinggi material akan getas karena pengaruh vibrasi elektronnya yang semakin rendah, begitupun sebaliknya.  Strainrate Jika pembebanan diberikan pada strainrate yang biasa-biasa saja, maka material akan sempat mengalami deformasi plastis, karena pergerakan atomnya dislokasi. Dislokasi akan bergerak menuju ke batas butir lalu kemudian patah. Namun pada uji impak, strain rate yang diberikan sangat tinggi sehingga dislokasi tidak sempat bergerak, apalagi terjadi deformasi plastis, sehingga material akan mengalami patah transgranular, patahnya ditengah-tengah atom, bukan di batas butir. Dari hasil percobaan akan didapatkan energi dan temperatur. Dari data tersebut, kita akan buat diagram harga impak terhadap temperatur. Energi akan berbanding lurus dengan harga impak. Kemudian kita akan mendapakan temperatur transisi. Temperatur transisi adalah range temperature dimana sifat material dapat berubah dari getas ke ulet jika material dipanaskan. lxiv Temperatur transisi ini bergantung pada berbagai hal, salah satunya aspek metalurgi material, yaitu kadar karbon. Material dengan kadar karbon yang tinggi akan semakin getas, dan harga impaknya kecil, sehingga temperatur transisinya lebih besar. Temperatur transisi akan mempengaruhi ketahanan material terhadap perubahan suhu. Jika temperatur transisinya kecil maka material tersebut tidak tahan terhadap perubahan suhu. Pada baja dan aluminium terdapat perbedaan harga impak. Harga impak baja lebih tinggi dari pada aluminium menunjukkan bahwa ketangguhan baja lebih tinggi jika dibandingkan dengan aluminium. Ketangguhan adalah kemampuan material untuk menyerap energi dan berdeformasi plastis hingga patah. Pada proses penilitian ini, bentuk dan dimensi dari uji impak Charpy dengan ukuran yang telah ditentukan berdasarkan ASTM E23-56T. Dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar 2.29. Bentuk Dan Dimensi Uji Impak Berdasarkan ASTM E23-56T Balok sederhana berlekuk V tpe charpy Balok sederhana lubang kunci berlekuk tipe charpy Balok penopang tpe zod lxv

2.5.2 Uji Tarik Tensile Test

Proses pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik benda uji. Pengujian tarik untuk kekuatan tarik daerah las dimaksudkan untuk mengetahui apakah kekuatan las mempunyai nilai yang sama, lebih rendah atau lebih tinggi dari kelompok raw materials. Pengujian tarik untuk kualitas kekuatan tarik dimaksudkan untuk mengetahui berapa nilai kekuatannya dan dimanakah letak putusnya suatu sambungan las. Pembebanan tarik adalah pembebanan yang diberikan pada benda dengan memberikan gaya tarik berlawanan arah pada salah satu ujung benda.Penarikan gaya terhadap beban akan mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk deformasi bahan tersebut. Proses terjadinya deformasi pada bahan uji adalah proses pergeseran butiran kristal logam yang mengakibatkan melemahnya gaya elektromagnetik setiap atom logam hingga terlepas ikatan tersebut oleh penarikan gaya maksimum.Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinu dan pelan– pelan bertambah besar, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjangan yang dialami benda uji dan dihasilkan kurva tegangan regangan. Gambar 2.30 Kurva tegangan regangan lxvi Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinu dan pelan–pelan bertambah besar,bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjangan yang dialami benda uji dan dihasilkan kurva teganganregangan.Tegangan dapat diperoleh dengan membagi beban dengan luas penampang mula benda uji. Dimana: σu= Tegangan nominal kgmm2 Fu = Beban maksimal kg Ao = Luas penampang mula dari penampang batang mm2 Regangan persentase pertambahan panjang yang diperoleh dengan membagi perpanjangan panjang ukur ΔL dengan panjang ukur mula-mula benda uji. Dimana: ε = Regangan Δ L = Panjang akhir mm Lo = Panjang awal mm Pembebanan tarik dilakukan terus-menerus dengan menambahkan beban sehingga akan mengakibatkan perubahan bentuk pada benda berups pertambahan σu = �� �� � = ΔL Lo x 100 lxvii panjang dan pengecilan luas permukaan dan akan mengakibatkan kepatahan pada beban.

2.5.3 Uji Kekerasan Hardness Test

Proses pengujian logam kekerasan logam dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap.Harga kekerasan bahan tersebut dapat dianalisis dari besarnya pembebanan yang diberikan terhadap luasan bidang yang menerima pembebanan.Pengujian kekerasan logam ini secara garis besar ada 3 jenis yaitu cara goresan, penekanan, cara dinamik. Proses pengujian yang mudah dan cepat dalam memperoleh angka kekerasan yaitu penekanan. Penentuan kekerasan penekanan ada 3 cara yaitu Brinell, Vickers, dan Rockwell. Pada penelitian ini digunakan cara mikro Vickers dengan menggunakan penekan berbentuk piramida intan. Besar sudut antara permukaan piramida yang saling berhadapan 1360. pada pengujian ini bahan ditekan dengan gaya tertentu dan terjadi cetakan pada bahan uji dari intan.Pengujian ini sering dinamakan uji kekerasan piramida intan, karenamenggunakan bentuk piramida intan. Nilai kekerasannya disebut dengan kekerasan HV atau VHN Vickers Hardness Number, didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan bekas penekanan. lxviii

2.5.4 Photo Mikro Metalografi

Analisa mikro adalah suatu analisa mengenai struktur logam melalui pembesaran dengan menggunakan mikroskop khusus metalografi. Dengan analisa mikro struktur, kita dapat mengamati bentuk dan ukuran kristal logam, kerusakan logam akibat proses deformasi, proses perlakuan panas, dan perbedaan komposisi.Sifat-sifat logam terutama sifat mekanis dan sifat teknologis sangat mempengaruhi oleh mikro struktur logam dan paduannya. Struktur mikro dari logam dapat diubah dengan jalan perlakuan panas ataupun dengan proses perubahan bentuk deformasi dari logam yang akan diuji. Pengamatan metalografi dengan mikroskop optik dapat dibagi dua, yaitu: metalografi makro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran 10 - 100 kali dan metalografi mikro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran diatas 100 kali. Gambar 2.31. Alat Uji Photo Mikro Mikroskop optic Gambar diatas yaitu alat uji struktur mikro, yang fungsinya untuk mengambil gambar dari spesimen yang di uji dengan ukuran 200 x pembesaran metalografi. lxix Sebelum melakukan percobaan metalografi terhadap suatu material, terlebih dahulu harus ditentukan material logam apa yang akan diuji. Sebaiknya harus ada data pembanding antara data mikro struktur yang di dapat dari percobaan dengan data mikro struktur yang sebenarnya dari suatu material yang dijadikan benda uji. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam percobaan metalografi ini adalah sebagai berikut : 1. Cutting Pemotongan Pemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi mikroskopik merupakan hal yang sangat penting. Pemilihan sampel tersebut didasarkan pada tujuan pengamatan yang hendak dilakukan. Pada umumnya bahan komersil tidak homogen, sehingga satu sampel yang diambil dari suatu volume besar tidak dapat dianggap representatif. Pengambilan sampel harus direncanakan sedemikian sehingga menghasilkan sampel yang sesuai dengan kondisi rata-rata bahan atau kondisi di tempat-tempat tertentu kritis, dengan memperhatikan kemudahan pemotongan pula. Secara garis besar, pengambilan sampel dilakukan pada daerah yang akan diamati mikrostruktur maupun makrostrukturnya. Ada beberapa sistem pemotongan sampel berdasarkan media pemotong yang digunakan, yaitu meliputi proses pematahan, pengguntingan, penggergajian, pemotongan abrasi abrasive cutter, gergaji kawat, dan EDM Electric Discharge Machining. Berdasarkan tingkat deformasi yang dihasilkan, teknik pemotongan terbagi menjadi dua yaitu teknik pemotongan dengan deformasi yang besar, menggunakan gerinda dan teknik pemotongan lxx dengan deformasi kecil, menggunakan low speed diamond saw. Sebagai contoh, untuk pengamatan mikrostruktur material yang mengalami kegagalan, maka sampel diambil sedekat mungkin pada daerah kegagalan pada daerah kritis dengan kondisi terparah, untuk kemudian dibandingkan dengan sampel yang diambil dari daerah yang jauh dari daerah gagal. Perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong, harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh karena itu, setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan yang memadai. 2. Mounting Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat, spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dan lain- lain. Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu media media mounting. Secara umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah : a. Bersifat inert tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa b. Sifat eksoterimis rendah c. Viskositas rendah d. Penyusutan linier rendah e. Sifat adhesi baik f. Memiliki kekerasan yang sama dengan sample lxxi g. Flowabilitas baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk ketidak teraturan yang terdapat pada sample h. Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting harus kondusif Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin castable resin yang dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik lunak sehingga kurang cocok untuk material-material yang keras. Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan thermosetting resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam. Thermosetting mounting membutuhkan alat khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan 4200 lbin2 dan panas 1490 ˚C pada mold saat mounting. 3. Grinding Pengamplasan Sampel yang baru saja dipotong, atau sampel yang telah terkorosi memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar ini harus diratakan agar pengamatan struktur mudah untuk dilakukan. Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan kertas amplas yang ukuran butir abrasifnya dinyatakan lxxii dengan mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan dari nomor mesh yang rendah hingga 150 mesh ke nomor mesh yang tinggi 180 hingga 600 mesh. Ukuran grit pertama yang dipakai tergantung pada kekasaran permukaan dan kedalaman kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan. Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air. Air berfungsi sebagai pemidah geram, memperkecil kerusakan akibat panas yang timbul yang dapat merubah struktur mikro sampel dan memperpanjang masa pemakaian kertas amplas. Hal lain yang harus diperhatikan adalah ketika melakukan perubahan arah pengamplasan, maka arah yang baru adalah 450 atau 900 terhadap arah sebelumnya. 4. Polishing Pemolesan Setelah diamplas sampai halus, sampel harus dilakukan pemolesan. Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus bebas goresan dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan ketidak teraturan sampel. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus benar-benar rata. Apabila permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel. Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pemolesan halus. Ada 3 metode pemolesan antara lain yaitu sebagai berikut : a. Pemolesan Elektrolit Kimia lxxiii Hubungan rapat arus dan tegangan bervariasi untuk larutan elektrolit dan material yang berbeda dimana untuk tegangan, terbentuk lapisan tipis pada permukaan, dan hampir tidak ada arus yang lewat, maka terjadi proses etsa. Sedangkan pada tegangan tinggi terjadi proses pemolesan. b. Pemolesan Kimia Mekanis Merupakan kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan mekanis yang dilakukan serentak di atas piringan halus. Partikel pemoles abrasif dicampur dengan larutan pengetsa yang umum digunakan. c. Pemolesan Elektro Mekanis Metode Reinacher Merupakan kombinasi antara pemolesan elektrolit dan mekanis pada piring pemoles. Metode ini sangat baik untuk logam mulia, tembaga, kuningan, dan perunggu. 5. Etching Etsa Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil struktur yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk beberapa material, mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa. Sehingga perlu pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat, yaitu: a. Etsa Kimia lxxiv Merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia dimana zat etsa yang digunakan ini memiliki karakteristik tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati. Contohnya antara lain : nitrid acid nital asam nitrit + alkohol 95, picral asam picric + alkohol, ferric chloride, hydroflouric acid, dan lain-lain. Perlu diingat bahwa waktu etsa jangan terlalu lama umumnya sekitar 4 – 30 detik, dan setelah dietsa, segera dicuci dengan air mengalir lalu dengan alkohol kemudian dikeringkan dengan alat pengering. b. Elektro Etsa Etsa Elektrolitik Merupakan proses etsa dengan menggunakan reaksi elektro etsa. Cara ini dilakukan dengan pengaturan tegangan dan kuat arus listrik serta waktu pengetsaan. Etsa jenis ini biasanya khusus untuk stainless steel karena dengan etsa kimia susah untuk mendapatkan detil strukturnya. lxxv

BAB III. METODE PENELITIAN

Dalam bab ini akan dijelaskan metode-metode yang dilakukan pada proses pengujian.

3.1 Jadwal Penelitian Dan Lokasi Penelitian

Dokumen yang terkait

Studi Pengaruh Variasi Sudut Kampuh V Pengelasan Oksi-asitilen Gas pada Aluminium Magnesium Ditinjau dari Kekuatan Tarik Bahan

1 42 88

Karakteristik Hasil Pengelasan Oxy Asetilen Welding (OAW) Pada Aluminium Magnesium (Al+Mg) Dengan Variasi Sudut Kampuh V 45o& 55o Terhadap Kekuatan Tarik Dan Ketangguhan

3 25 93

Karakteristik Hasil Pengelasan Oxy Asetilen Welding (OAW) Pada Aluminium Magnesium (Al+Mg) Dengan Variasi Sudut Kampuh V 45o& 55o Terhadap Kekuatan Tarik Dan Ketangguhan

0 0 18

Karakteristik Hasil Pengelasan Oxy Asetilen Welding (OAW) Pada Aluminium Magnesium (Al+Mg) Dengan Variasi Sudut Kampuh V 45o& 55o Terhadap Kekuatan Tarik Dan Ketangguhan

0 0 2

Karakteristik Hasil Pengelasan Oxy Asetilen Welding (OAW) Pada Aluminium Magnesium (Al+Mg) Dengan Variasi Sudut Kampuh V 45o& 55o Terhadap Kekuatan Tarik Dan Ketangguhan

0 0 3

Karakteristik Hasil Pengelasan Oxy Asetilen Welding (OAW) Pada Aluminium Magnesium (Al+Mg) Dengan Variasi Sudut Kampuh V 45o& 55o Terhadap Kekuatan Tarik Dan Ketangguhan

0 1 36

Karakteristik Hasil Pengelasan Oxy Asetilen Welding (OAW) Pada Aluminium Magnesium (Al+Mg) Dengan Variasi Sudut Kampuh V 45o& 55o Terhadap Kekuatan Tarik Dan Ketangguhan

0 0 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pengelasan - Pegaruh Tekanan Gas Pada Pengelasan Oksi Asetliwn Welding ( OAW ) Terhadap Kekuatan Tarik dan Ketangguhan Pada Bahan Alumunium-Magnesium ( Al+Mg )

0 0 47

PENGARUH TEKANAN GAS PADA PENGELASAN OXI ASETILEN WELDING ( OAW ) TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN PADA BAHAN ALUMUNIUM- MAGNESIUM ( Al+Mg ) Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

0 0 18

STUDI PENGARUH VARIASI SUDUT KAMPUH V PENGELASAN OKSI- ASITILEN GAS PADA PADUAN ALUMINIUM MAGNESIUM DITINJAU DARI KEKUATAN TARIK BAHAN SKRIPSI

0 0 12