Studi Pengaruh Variasi Sudut Kampuh V Pengelasan Oksi-asitilen Gas pada Aluminium Magnesium Ditinjau dari Kekuatan Tarik Bahan

(1)

STUDI PENGARUH VARIASI SUDUT KAMPUH V PENGELASAN OKSI-ASITILEN GAS PADA PADUAN ALUMINIUM MAGNESIUM DITINJAU

DARI KEKUATAN TARIK BAHAN

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

IKRAM 080401012

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia yang diberikan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian skripsi ini dengan judul “Studi Pengaruh Variasi Sudut Kampuh V Pengelasan Oksi-asitilen Gas pada Aluminium Magnesium Ditinjau dari Kekuatan Tarik Bahan”.

Laporan hasil penelitian skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Regular Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

 Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME, selaku Dosen Pembimbing penulis yang telah banyak memberi masukan, kepercayaan serta membina saya selama mengerjakan penelitian ini.

 Bapak Dr. Ing-Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku ketua Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara beserta seluruh Dosen dan Staf administrasi.

 Kepada keluarga Almarhum Sudarjat, serta keluarga yang telah memberikan dukungan secara moril maupun materil, khususnya kepada Bang Isham Sudarjat. ST sebagai motivator penulis selama ini.

 Bapak Zulfikar, ST, MT, Nuzuli, ST, dan kepada tim Peneliti Impak fracture Research Center (IFRC)yang telah membantu penulis.

 Kepada Kiki Sabrina.Spd yang telah banyak membantu dalam proses sarjana ini serta kasih sayangnya selama ini.

 Kepada teman satu tim penelitian saya Hari Pramana dan Syahrul Ramadhan yang telah melaksanakan perjuangan secara bersama-sama.

 Seluruh anggota Tim APEM 2008, Fahrurrozi, Felix Asade, Maraghi Muttaqin, Ramadhan, Gio Syahputra, Syahrul Ramadhan, Harry Praman, dan teman-teman yang telah banyak memberikan bantuan selama perkuliahan serta tugas sarjana ini


(3)

 Seluruh teman – teman stambuk 2008 terkhususnya dan mahasiswa Program Studi Magister Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan baik selama perkuliahan maupun lain-lain. Dan khususnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kedua orangtua penulis, Ayahanda Suyadi dan Ibunda Suparsila yang telah

memberikan do’a, nasehat dan dukungan baik moril maupun materil, juga saudara-saudara penulis Fajar, Arfah.Spd, Fahmi, Hanafi dan seluruh keluarga besar penulis yang selalu memberi dukungan dan motivasi selama pembuatan tugas sarjana ini hingga selesai.

Penulis sangat menyadari bahwa dalam laporan hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan komentar sangat diperlukan.

Terima kasih atas segala bantuan baik secara moril maupun materil, baik secara langsung ataupun tidak langsung kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penulisan laporan hasil penelitian ini.

Medan, juli 2013 Penulis,

IKRAM 080401012


(4)

ABSTRAK

Ketanggguhan suatu bahan sangat dipengaruhi oleh sifat mekanik dan sifat fisik tersebut pada proses penyambungan dengan menggunakan pengelasan sifat-sifat tersebut akan berubah akibat pengaruh proses pengelasan. Untuk mengkaji hal tersebut disusunlah sebuah konsep penelitian yang terdiri dari dua tahapan. Memeriksa cacat pada hasil lasannya, kedua mengukur kekuatan tarik hasil pengelasan akibat variasi besaran sudut kampuh V 600 dan 900 dari variasi paduan aluminium magnesium. Hasil dari pengujian menunjukkan pengelasan dengan variasi sudut kampuh V 600 dan 900 pada paduan Al 98%-Mg 1.4% dan Al 97%-Mg 2.2% menunjukkan sudut kampuh 600 mempunyai tegangan tarik rata-rata yang lebih baik dibandingkan sudut kampuh 900, tegangan yang dihasilkan untuk Al 98 -Mg 1.4% kampuh 600 adalah 118 Mpa, Al 98%- Mg 1.4% 900 adalah 107 Mpa, Al 97%-Mg 2.2% kampuh 600 adalah 154 Mpa, dan Al 97%-Mg 2.2% kampuh 900 adalah 117 Mpa. Pengujian pada pengelasan oksi-asitilen gas untuk paduan aluminium magnesium, menunjukkan bahwa sudut kampuh dan penambahan kadar magnesium mempengaruhi hasil lasan (kekuatan tarik), dan kekuatan tarik rata-rata yang paling baik adalah pada Al 97%-Mg 2.2% dengan sudut kampuh 600.

Kata kunci: Kekuatan Tarik, Pengelasan Oksi-asitilen Gas, Sudut Kampuh, Aluminium-Magnesium.


(5)

ABSTRACT

The strength of a material is influenced by the nature of the mechanical and physical properties in connection with the use of welding process properties will change due to the influence of the welding process. To look into the matter was composed of a concept study consisted of two phases. Examine defects in welding results, the second measure tensile strength due to variations in the amount of weld seam angle V 600 and 900 of magnesium aluminum alloy variations. Results of the testing showed the variation of angle welding seam 600 and 900 V at 98% alloy Al - 1.4% Mg and Al-97%-2.2% Mg shows a corner seam 600 has an average tensile stress better than the corner seam 900, the voltage generated for 98% Al-1.4% Mg hem 600 is 118 MPa, 98% Al - 1.4% Mg 900 is 107 MPa, 97% Al-2.2% Mg hem 600 is 154 MPa, and 97% Al-2.2% Mg hem 900 is 117 MPa. Testing on welding oxy-gas asitilen for aluminummagnesi um alloy, showed that the addition of the corner seam and welded magnesium levels affect the results (tensile strength), and the average tensile strength is best at 97% Al-2.2% Mg,

to the corner seam 600

Keywords: Tensile Strenght, oxy-asitylen Gas Welding, Groove Angle, Aluminium-Magnesium.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...i

ABSTRACT ...ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR GAMBAR ...ix

DAFTAR NOTASI ...xii

BAB 1 PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar belakang ...1

1.2 Perumusan masalah ...3

1.3 Tujuan penelitian ...3

1.3.1 Tujuan umum ...3

1.3.2 Tujuan khusus ...3

1.4 Batasan masalah ...3

1.5 Manfaat penelitian ...4

1.6 Sistematika penulisan ...4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...6

2.1 Pengelasan ...6


(7)

2.1.2 Pengelasan oksi-asitilen ...8

2.2 Desain sambungan las ...15

2.3 Pengujian hasil pengelasan ...18

2.3.1 Pengelasan pada aluminium ...18

2.3.2 Pengujian cacat las ...22

2.3.3 Pengujian Tarik ...26

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ...41

3.1 Jadwal penelitian dan lokasi penelitian ...41

3.2 Metode penelitian ...41

3.3 Variabel-variabel pengujian ...42

3.3.1 Spesimen ...42

3.3.2 Pembentukan spesimen ...43

3.3.3 Kawat las ...44

3.4. Prosedur pengujian ...46

3.4.1 Pengujian cacat las ...46

3.4.2 Pengujian tarik ...50

3.5 Diagram alir penelitian ...52

BAB 4 ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ...54

4.1 Hasil pembentukan spesimen ...54

4.2 Hasil pengujian...54

4.3.1 Hasil pengujian cacat las ...54


(8)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...71

5.1 Kesimpulan ...71

5.2 Saran ...72

DAFTAR PUSTAKA ...73


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Batas komposisi paduan Aluminium-Magnesium (%)………19 Tabel 3.1 Spesifikasi Kawat las (AWS A5.2)……….44 Tabel 4.1 Nilai Tegangan dan Modulus Elastisitas sudut kampuh 600………...67 Tabel 4.2 Nilai Tegangan dan Modulus Elastisitas sudut kampuh 900……… ... 68


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Klasifikasi cara pengelasan... 8

Gambar 2.2 Rangkaian gas oksi-asetilen.... 9

Gambar 2.3 Nyala karburasi... 11

Gambar 2.4 Nyala oksidasi... 11

Gambar 2.5 Nyala netral... 12

Gambar 2.6 Jenis alur sambungan las... 17

Gambar 2.7 Lubang jarum... 26

Gambar 2.8 Percikan las... 26

Gambar 2.9 Retak... . 27

Gambar 2.10 Keropos……… 28

Gambar 2.11 Muka cekung……… 28

Gambar 2.12 Longsor pinggir... 29

Gambar 2.13 Penguat berlebihan………... 29

Gambar 2.14 Jalur terlalu lebar……….. 30

Gambar 2.15 Tinggi rendah……… 30

Gambar 2.16 Lapis dingin……… 31

Gambar 2.17 Penetrasi tidak sempurna……….. 32

Gambar 2.18 Penetrasi berlebihan………. 32

Gambar 2.19 Retak akar……… 33

Gambar 2.20 Terbakar tembus………... 34

Gambar 2.21 Longsor pinggir akar………... 34

Gambar 2.22 Akar cekung………... 35

Gambar 2.23 Stop star A……….... 35

Gambar 2.24 Stop star B………..... 36

Gambar 2.25 Diagram tegangan-regangan aluminium………... 37

Gambar 3.1 Spesimen uji tarik………. 43


(11)

Gambar 3.3 (a) Kain bersih (b) Sikat pengujian... 47

Gambar 3.4 Cairan penetran………... 48

Gambar 3.5 Cairan cleaner………... 49

Gambar 3.6 Cairan developer………... 50

Gambar 3.7 Alat uji tarik torsee AMU-10……….... 51

Gambar 3.8 Diagram alir penelitian………... 53

Gambar 4.1 Bentuk spesimen uji tarik………... 54

Gambar 4.2 Kurva hasil uji tarik p (kgf) vs L (mm) spesimen I... 56

Gambar 4.3 Kurva hasil uji tarik p (kgf) vs L (mm) spesimen II... 57

Gambar 4.4 Kurva hasil uji tarik p (kgf) vs L (mm) spesimen III....... 57

Gambar 4.5 Kurva hasil uji tarik p (kgf) vs L (mm) spesimen I... 58

Gambar 4.6 Kurva hasil uji tarik p (kgf) vs L (mm) spesimen II... 59

Gambar 4.7 Kurva hasil uji tarik p (kgf) vs L (mm) spesimen III... 59

Gambar 4.8 Kurva hasil uji tarik p (kgf) vs L (mm) spesimen I... 60

Gambar 4.9 Kurva hasil uji tarik p (kgf) vs L (mm) spesimen II... 61

Gambar 4.10 Kurva hasil uji tarik p (kgf) vs L (mm) spesimen III... 61

Gambar 4.11 Kurva hasil uji tarik p (kgf) vs L (mm) spesimen I... 62

Gambar 4.12 Kurva hasil uji tarik p (kgf) vs L (mm) spesimen II... 63

Gambar 4.13 Kurva hasil uji tarik p (kgf) vs L (mm) spesimen III……….. 63

Gambar 4.14 Daerah patahan lasan spesimen aluminium magnesium setelah uji kekuatan tarik………. 64

Gambar 4.15 Grafik nilai tegangan dengan sudut kampuh 600………….... 68

Gambar 4.16 Grafik nilai tegangan dengan sudut kampuh 900………. 69


(12)

DAFTAR NOTASI

Simbol Nama Keterangan Satuan

A ρ E σ P m L ε - rho - sigma - - - ebsilon luas penampang massa jenis modulus elastisitas tegangan Beban massa Panjang penguluran mm2 kg/mm3 N/mm2 N/mm2 kgf kg mm %


(13)

ABSTRAK

Ketanggguhan suatu bahan sangat dipengaruhi oleh sifat mekanik dan sifat fisik tersebut pada proses penyambungan dengan menggunakan pengelasan sifat-sifat tersebut akan berubah akibat pengaruh proses pengelasan. Untuk mengkaji hal tersebut disusunlah sebuah konsep penelitian yang terdiri dari dua tahapan. Memeriksa cacat pada hasil lasannya, kedua mengukur kekuatan tarik hasil pengelasan akibat variasi besaran sudut kampuh V 600 dan 900 dari variasi paduan aluminium magnesium. Hasil dari pengujian menunjukkan pengelasan dengan variasi sudut kampuh V 600 dan 900 pada paduan Al 98%-Mg 1.4% dan Al 97%-Mg 2.2% menunjukkan sudut kampuh 600 mempunyai tegangan tarik rata-rata yang lebih baik dibandingkan sudut kampuh 900, tegangan yang dihasilkan untuk Al 98 -Mg 1.4% kampuh 600 adalah 118 Mpa, Al 98%- Mg 1.4% 900 adalah 107 Mpa, Al 97%-Mg 2.2% kampuh 600 adalah 154 Mpa, dan Al 97%-Mg 2.2% kampuh 900 adalah 117 Mpa. Pengujian pada pengelasan oksi-asitilen gas untuk paduan aluminium magnesium, menunjukkan bahwa sudut kampuh dan penambahan kadar magnesium mempengaruhi hasil lasan (kekuatan tarik), dan kekuatan tarik rata-rata yang paling baik adalah pada Al 97%-Mg 2.2% dengan sudut kampuh 600.

Kata kunci: Kekuatan Tarik, Pengelasan Oksi-asitilen Gas, Sudut Kampuh, Aluminium-Magnesium.


(14)

ABSTRACT

The strength of a material is influenced by the nature of the mechanical and physical properties in connection with the use of welding process properties will change due to the influence of the welding process. To look into the matter was composed of a concept study consisted of two phases. Examine defects in welding results, the second measure tensile strength due to variations in the amount of weld seam angle V 600 and 900 of magnesium aluminum alloy variations. Results of the testing showed the variation of angle welding seam 600 and 900 V at 98% alloy Al - 1.4% Mg and Al-97%-2.2% Mg shows a corner seam 600 has an average tensile stress better than the corner seam 900, the voltage generated for 98% Al-1.4% Mg hem 600 is 118 MPa, 98% Al - 1.4% Mg 900 is 107 MPa, 97% Al-2.2% Mg hem 600 is 154 MPa, and 97% Al-2.2% Mg hem 900 is 117 MPa. Testing on welding oxy-gas asitilen for aluminummagnesi um alloy, showed that the addition of the corner seam and welded magnesium levels affect the results (tensile strength), and the average tensile strength is best at 97% Al-2.2% Mg,

to the corner seam 600

Keywords: Tensile Strenght, oxy-asitylen Gas Welding, Groove Angle, Aluminium-Magnesium.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih saat ini, pengelasan telah dipergunakan secara luas dalam penyambungan batang-batang dan perkapalan. Luasnya teknologi pengelasan disebabkan karena bangunan dan mesin yang dibuat dengan menggunakan teknik penyambungan ini menjadi lebih ringan dan proses pembuatannya juga lebih sederhana, sehingga biaya keseluruhannya menjadi lebih murah.

Penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi sangat luas, meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan, pipa pesat, pipa saluran, kendaraan rel dan lain sebagainya.

Di samping untuk pembuatan, proses las dapat juga dipergunakan untuk reparasi misalnya untuk mengisi lubang-lubang pada coran, membuat lapisan keras pada perkakas, mempertebal bagian-bagian yang sudah aus dan macam-macam reparasi lainnya. Pengelasan bukan tujuan utama dari konstruksi, tetapi hanya merupakan sarana untuk mencapai ekonomi pembuatan yang lebih baik, karena itu rancangan las dan cara pengelasan harus betul-betul memperhatikan kesesuaian antara sifat-sifat las dengan kegunaan konstruksi serta keadaan di sekitarnya.

Dalam merancang suatu konstruksi permesinan atau bangunan yang menggunakan sambungan las banyak faktor yang harus diperhatikan seperti keahlian dalam mengelas, pengetahuan yang memadai tentang prosedur pengelasan, sifat-sifat


(16)

bahan yang akan di las dan lain-lain. Prosedur pengelasan kelihatannya sangat sederhana, tetapi sebenarnya di dalamnya banyak masalah-masalah yang harus diatasi di mana pemecahannya memrlukan bermacam-macam pengetahuan. Karena itu dalam pengelasan, pengetahuan harus turut serta mendampingi praktek. Secara lebih terperinci dapat dikatakan bahwa dalam perancangan konstruksi bangunan dan mesin dengan sambungan las, harus direncanakan pula tentang cara pengelasan, cara pemeriksaan, bahan las dan jenis las yang akan dipergunakan, berdasarkan fungsi dari bagian-bagian bangunan atau mesin yang dirancang. Yang ternasuk prosedur pengelasan adalah pemilihan parameter las seperti: tegangan busur las, bentuk sambungan, besar sudut sambungan besar arus las, penetrasi, kecepatan pengelasan dan beberapa kondisi standar pengelasan seperti: bentuk alur las, tebal plat, jenis elektroda, diameter inti elektroda, dimana parameter-parameter tersebut mempengaruhi sifat mekanik logam las.

Kekuatan hasil lasan dipengaruhi oleh tegangan busur, jenis kampuh, besar arus, kecepatan pengelasan, besarnya penembusan dan polaritas listrik. Penentuan jenis kampuh dalam penyambungan logam menggunakan las oksi-asitilen gas mempengaruhi efisiensi pekerjaan dan bahan las. Penentuan jenis kampuh dalam pengelasan ini menggunakan kampuh v tunggal. Berdasarkan latar belakang diatas maka penelitian ini mengambil judul: “Studi Pengaruh variasi Sudut kampuh V Las Oksi-Asitilen Pada Hasil Pengelasan Paduan Al-Mg Ditinjau Dari Kekuatan Tarik Bahan ”.


(17)

Penelitian ini menggunakan bahan bermaterial aluminium-magnesium yang diberi perlakuan pengelasan dengan variasi sudut kampuh sebesar 600 dan 900 dengan menggunakan las oksi-asitilen gas. Spesimen dilakukan adalah uji komposisi, uji penetrant, dan uji tarik.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi sudut kampuh v tunggal terhadap kekuatan sambungan las pada pengelasan material aluminium-magnesium.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Memeriksa cacat yang terjadi setelah proses pengelsan.

2. Mengukur kekuatan tarik hasil pengelasan oksi-asitilen akibat variasi sudut kampuh v magnesium Al 98%-Mg 1.4% dan Al 97%-Mg 2.2%.

1.4 Batasan Masalah

Adapun batasan dari permasalahan yaitu:

1. Jenis Las yang digunakan adalah las oksi-asitilen gas. 2. Material yang digunakan adalah Aluminium Magnesium.

3. Menggunakan jenis sambungan kampuh V dengan sudut 600 dan 900. 4. Pengujian yang dilakukan adalah uji komposisi, uji tarik, dan uji penetrant.


(18)

1.5 Manfaat Penelitian

Sebagai peran nyata dalam pengembangan teknologi khususnya pada pengelasan, maka penulis berharap dapat mengambil manfaat dari penelitian ini, diantaranya:

1. Sebagai literatur pada penelitian yang sejenisnya dalam rangka pengembangan teknologi khususnya di bidang pengelasan.

2. Sebagai informasi bagi juru las untuk meningkat kualitas hasil pengelasan. 3. Sebagai informasi penting guna meningkatkan pengetahuan bagi peneliti

dalam bidang pengujian bahan, pengelasan dan bahan teknik.

1.6 Sistematika Penulisan

Agar penyusunan skripsi ini dapat tersusun secara sistematis dan mempermudah pembaca memahami tulisan ini, maka skripsi ini dibagi dalam beberapa bagian yaitu: Halaman Judul, Lembar Pengesahan, Abstrak, Kata Pengantar, Daftar Isi, Daftar Gambar, Daftar Tabel, Bab 1 Pendahuluan (pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dari judul skripsi yang telah ditetapkan, tujuan, manfaat, batasan masalah, sistematika penulisan dan metodologi penulisan skripsi), Bab 2 Dasar Teori (pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penulisan skripsi. Dasar teori didapatkan dari berbagai sumber, diantaranya berasal dari: buku - buku pedoman, jurnal, paper, tugas akhir, e-mail, e-book, dan e news), Bab 3 Metodologi (pada bab ini akan dibahas mengenai metode yang akan digunakan untuk menyelesaikan penulisan skripsi. Pada bab ini juga akan dibahas mengenai langkah-langkah penelitian, pengolahan dan analisa data yang akan


(19)

digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dari topik yang diangkat), Bab 4 Analisa Data Dan Pembahasan (pada bab ini akan dianalisa dan dibahas mengenai data-data yang telah diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan), Bab 5 Kesimpulan Dan Saran (pada bab ini berisi kesimpulan dari penulisan tugas akhir dan saran-saran), Daftar Pustaka, Lampiran.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelasan

Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dengan kata lain, las merupakan sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas.

Mengelas menurut Alip (1989) adalah suatu aktifitas menyambung dua bagian benda atau lebih dengan cara memanaskan atau menekan atau gabungan dari keduanya sedemikian rupa sehingga menyatu seperti benda utuh. Penyambungan bisa dengan atau tanpa bahan tambah (filler metal) yang sama atau berbeda titik cair maupun strukturnya.

Mawardi (2005), Pengelasan dapat diartikan dengan proses penyambungan dua buah logam sampai titik rekristalisasi logam, dengan atau tanpa menggunakan bahan tambah dan menggunakan energi panas sebagai pencair bahan yang dilas. Pengelasan juga dapat diartikan sebagai ikatan tetap dari benda atau logam yang dipanaskan.

Mengelas bukan hanya memanaskan dua bagian benda sampai mencair dan membiarkan membeku kembali, tetapi membuat lasan yang utuh dengan cara memberikan bahan tambah atau elektroda pada waktu dipanaskan sehingga mempunyai kekuatan seperti yang dikehendaki. Kekuatan sambungan las dipengaruhi


(21)

beberapa faktor antara lain: prosedur pengelasan, bahan, elektroda dan jenis kampuh yang digunakan.

2.1.1 Klasifikasi Cara-cara Pengelasan

Sampai pada waktu ini banyak sekali cara-cara pengklasifikasian yang digunakan dalam bidang las, ini disebabkan karena belum adanya kesepakatan dalam hal tersebut. Secara konvesional cara-cara pengklasifikasiaan tersebut pada waktu ini dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu klasifikasi berdasarkan cara kerja dan klasifikasi berdasarkan energi yang digunakan. Klasifikasi pertama membagi las dalam kelompok las cair, las tekan, las patri dan lain-lainnya, sedangkan klasifikasi yang kedua membedakan adanya kelompok-kelompok seperti las listrik, las kimia, las mekanik dan seterusnya. Bila diadakan klasifikasi yang lebih terperinci lagi, maka kedua klasifikasi tersebut di atas akan terbaur dan akan terbentuk kelompok-kelompok yang banyak sekali.

Di antara kedua cara klasifikasi tersebut, kelihatannya klasifikasi berdasarkan cara kerja lebih banyak digunakan, berdasarkan klasifikasi ini pengelasan dapat dibagi dalam tiga kelas utama yaitu:

1. Pengelasan cair adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau semburan api gas yang terbakar.

2. Pengelasan tekan adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan dan kemudian ditekan hingga menjadi satu.


(22)

3. Pematrian adalah cara pengelasan di mana sambungan diikat dan disatukan dengan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah. Dalam cara ini logam induk tidak turut mencair.

Perincian lebih lanjut dari klasifikasi ini dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Klasifikasi cara pengelasan (Sumber: hhtp://wwwmesin-teknik.blogspot.com)

2.1.2 Pengelasan Oksi-asetilen (Oxyacetylin welding)

Pengelasan dengan oksi-asetilen adalah proses pengelasan secara manual dengan pemanasan permukaan logam yang akan dilas atau disambung sampai mencair oleh nyala gas asetilen melalui pembakaran C2H2 dengan gas O2 dengan atau tanpa pengisi logam. Dalam proses ini digunakan campuran gas oksigen dengan asetilen. Suhu nyalanya bisa mencapai 35000C. oksigen berasal dari proses hidrolisasi atau pencairan udara. Oksigen disimpan dalam selinder baja pada tekanan 14 MPa. Gas asetilen (C2H2) dihasilkan oleh reaksi kalisum karbida dengan air dengan reaksi sebagai berikut:


(23)

Adapun rangkain gas oksi-asitilen ditunjukkan pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Rangkaian gas oksi-asetilen (Sumber: Sri Widharto, 2007)

Asitilen adalah gas hidrokarbon dengan rumus C2H2, jika bertekanan 29,4 Psi ke atas, asetilen menjadi tidak stabil, yakni hanya dnegan guncangan sedikit saja dapt meledak walaupun tanpa tercampur oksigen atau udara. Asetilen tidak boleh digunakan dengan tekanan 15 Psi. Tangki karbit didesain sedemikian rupa sehingga hanya dapat memasok C2H2 dengan tekanan sekitar 15 Psi saja.

Asetilen didapat dengan mereaksikan kapur karbit dengan air sehingga persamaannya adalah sebagai berikut:

2CaC2 + 2H2O 2C2H2 + 2CaO. Jika gas tersebut dibeli dalam bentuk siap pakai, maka gas tersebut dipasok dalam botol khusus yang didalamnya terisi material berpori dimana asetilen dicampur dengan aseton. Dengan kondisi seperti ini, asetilen dapat disimpan hingga 275 SCF. Dengan tekanan sebesar 250 Psi. Tekanan gas ini harus diredusir hingga 15 Psi atau kurang dengan katup pengatur tekanan untuk


(24)

kemudian disalurkan ke obor nyala. Selinder asitelin tidak boleh ditangani secara kasar dan tersentak mendadak, serta harus disimpan jauh-jauh dari sumber panas apa saj. Selinder harus disimpan dalam posisi tegak untuk menghindarkan larinya aseton sewaktu gassnya digunakan. Dalam penggunaan normal, konsumsi asetilen tidak boleh melebihi 1/7 kapasitas botol per jam.

Pada nyala gas oksi-asetilen bisa diperoleh 4 jenis nyala api yaitu: 1. Nyala asetilen lebih (nyala karburasi)

Bila terlalu banyak perbandingan gas asetilen yang digunakan maka di antara kerucut dalam dan kerucut luar akan timbul kerucut nyala baru berwarna biru. Di antara kerucut yang menyala dan selubung luar akan terdapat kerucut antara yang berwarna keputih-putihan, yang panjangnya ditentukan oleh jumlah kelebihan asetilen. Hal ini akan menyebabkan terjadinya karburisasi pada logam cair. Nyala ini banyak digunakan dalam pengelasan logam monel, nikel, berbagai jenis baja dan bermacam-macam bahan pengerasan permukaan non-ferous. Gambar dibawah ini merupakan gambar nyala karburasi. Nyala karburasi ditunjukan pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Nyala Karburasi (Sumber : Sri Widharto, 2007) 2. Nyala oksigen lebih (nyala oksidasi)


(25)

Bila gas oksigen lebih daripada yang dibutuhkan untuk menghasilkan nyala netral maka nyala api menjadi pendek dan warna kerucut dalam berubah menjadi ungu. Nyala ini akan menyebabkan terjadinya proses oksidasi atau dekarburisasi pada logam cair. Nyala yang bersifat oksidasi ini harus digunakan dalam pengelasan fusion dari kuningan dan perunggu namun tidak dianjurkan untuk pengelasan lainnya. Nyala oksidasi ditunjukkan pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Nyala Oksidasi (Sumber : Sri Widharto, 2007) 3. Nyala Netral

Nyala ini terjadi bila perbandingan antara oksigen dan asetilen sekitar satu. Nyala terdiri atas kerucut dalam yang berwarna putih bersinar dan kerucut luar yang berwarna biru bening. Oksigen yang diperlukan nyala ini berasal dari udara. Suhu maksimum setinggi 3300 0C sampai 3500 0C tercapai pada ujung nyala kerucut. Nyala netral ditunjukkan pada gambar 2.5.


(26)

Gambar 2.5 Nyala netral (Sumber : Sri Widharto, 2007)

Karena sifatnya yang dapat merubah komposisi logam cair maka nyala asetilen berlebih dan nyala oksigen berlebih tidak dapat digunakan untuk mengelas baja. Suhu Pada ujung kerucut dalam kira-kira 3000° C dan di tengah kerucut luar kira-kira 2500° C.

Pada posisi pengelasan dengan oksi asetilen arah gerak pengelasan dan posisi kemiringan pembakar dapat mempengaruhi kecepatan dan kualitas las. Dalam teknik pengelasan dikenal beberapa cara yaitu:

1. Pengelasan di bawah tangan

Pengelasan di bawah tangan adalah proses pengelasan yang dilakukan di bawah tangan dan benda kerja terletak di atas bidang datar. Sudut ujung pembakar

(brander) terletak diantara 60° dan kawat pengisi (filler rod) dimiringkan dengan sudut antara 30°-40° dengan benda kerja. Kedudukan ujung pembakar ke sudut sambungan dengan jarak 2–3 mm agar terjadi panas maksimal pada sambungan. Pada sambungan sudut luar, nyala diarahkan ke tengah sambungan dan gerakannya adalah lurus.


(27)

2. Pengelasan mendatar (horisontal)

Pada posisi ini benda kerja berdiri tegak sedangkan pengelasan dilakukan dengan arah mendatar sehingga cairan las cenderung mengalir ke bawah, untuk itu ayunan brander sebaiknya sekecil mungkin. Kedudukan brander terhadap benda kerja menyudut 70° dan miring kira-kira 10° di bawah garis mendatar, sedangkan kawat pengisi dimiringkan pada sudut 10° di atas garis mendatar.

3. Pengelasan tegak (vertikal)

Pada pengelasan dengan posisi tegak, arah pengelasan berlangsung ke atas atau ke bawah. Kawat pengisi ditempatkan antara nyala api dan tempat sambungan yang bersudut 45°-60° dan sudut brander sebesar 80°.

4. Pengelasan di atas kepala (over head)

Pengelasan dengan posisi ini adalah yang paling sulit dibandingkan dengan posisi lainnya dimana benda kerja berada di atas kepala dan pengelasan dilakukan dari bawahnya. Pada pengelasan posisi ini sudut brander dimiringkan 10° dari garis vertikal sedangkan kawat pengisi berada di belakangnya bersudut 45°-60°.

5. Pengelasan dengan arah ke kiri (maju)

Cara pengelasan ini paling banyak digunakan dimana nyala api diarahkan ke kiri dengan membentuk sudut 60° dan kawat las 30° terhadap benda kerja sedangkan sudut melintangnya tegak lurus terhadap arah pengelasan. Cara ini banyak digunakan karena cara pengelasannya mudah dan tidak membutuhkan posisi yang sulit saat mengelas.


(28)

Cara pengelasan ini adalah arahnya kebalikan daripada arah pengelasan ke kiri. Pengelasan dengan cara ini diperlukan untuk pengelasan baja yang tebalnya 4,5 mm ke atas.

Keuntungan dan kegunaan pengelasan oksi-asetilen sangat banyak, antara lain: 1. Peralatan relatif murah dan memerlukan pemeliharaan minimal/sedikit.

2. Cara penggunaannya sangat mudah, tidak memerlukan teknik-teknik pengelasan yang tinggi sehingga mudah untuk dipelajari.

3. Mudah dibawa dan dapat digunakan di lapangan maupun di pabrik atau di bengkel-bengkel karena peralatannya kecil dan sederhana.

4. Dengan teknik pengelasan yang tepat hampir semua jenis logam dapat dilas dan alat ini dapat digunakan untuk pemotongan maupun penyambungan.

2.2 Desain Sambungan Las

Untuk menghasilkan kualitas sambungan las yang baik, salah satu faktor yang harus diperhatikan yaitu kampuh las. Kampuh las ini berguna untuk menampung bahan pengisi agar lebih banyak yang merekat pada benda kerja, dengan demikian kekuatan las akan terjamin.

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan jenis kampuh adalah: 1. Ketebalan benda kerja.

2. Jenis benda kerja.

3. Kekuatan yang diinginkan. 4. Posisi pengelasan.


(29)

Sebelum memulai proses pengelasan terlebih dahulu ditentukan jenis sambungan las yang akan dipilih. Hal-hal yang harus diperhatikan bahwa sambungan yang dibuat akan mampu menerima beban (beban statis, beban dinamis, atau keduanya).

Dengan adanya beberapa kemungkinan pemberian beban sambungan las, maka terdapat beberapa jenis sambungan las, yaitu sebagai berikut:

1. Kampuh V Tunggal

Sambungan V tunggal juga dapat dibuat tertutup dan terbuka. Sambungan ini juga lebih kuat dari pada sambungan persegi, dan dapat dipakai untuk menerima gaya tekan yang besar, serta lebih tahan terhadap kondisi beban statis dan dinamis. Pada pelat dengan tebal 5 mm–20 mm penetrasi dapat dicapai 100%.

2. Kampuh Persegi

Sambungan ini dapat dibuat menjadi 2 kemungkinan, yaitu sambungan tertutup dan sambungan terbuka. Sambungan ini kuat untuk beban statis tapi tidak kuat untuk beban tekuk.

3. Kampuh V Ganda

Sambungan ini lebih kuat dari pada V tunggal, sangat baik untuk kondisi beban statis dan dinamis serta dapat menjaga perubahan bentuk kelengkungan sekecil mungkin. dipakai pada ketebalan 18 mm-30 mm.


(30)

Sambungan ini digunakan untuk beban tekan yang besar. Sambungan ini lebih baik dari sambungan persegi, tetapi tidak lebih baik dari pada sambungan V. Letaknya disarankan terbuka dan dipakai pada ketebalan pelat 6 mm-20 mm.

5. Kampuh U Tunggal

Kampuh U tunggal dapat dibuat tertutup dan terbuka. Sambungan ini lebih kuat menerima beban statis dan diperlukan untuk sambungan berkualitas tinggi. Dipakai pada ketebalan 12 mm-25 mm. 6. Kampuh U Ganda

Sambungan U ganda dapat jg dibuat secara tertutup dan terbuka, sambungan ini lebih kuat menerima beban statis maupun dinamis dengan ketebalan pelat 12 mm-25 mm dapat dicapai penetrasi 100%.

7. Kampuh J Ganda

Sambungan J ganda digunakan untuk keperluan yang sama dengan sambungan V ganda, tetapi tidak lebih baik untuk menerima beban tekan. Sambungan ini dapat dibuat secara tertutup ataupun terbuka. Jenis-jenis sambungan las diperlihatkan pada gambar 2.6.


(31)

Gambar 2.6 Jenis alur sambungan las (Sumber: Harsono Wiryosumarto, 2000)

2.3 Pengujian Hasil Pengelasan 2.3.1 Pengelasan Pada Aluminium

Ada beberapa jenis aluminium yang digunakan dalam dunia perindustrian dalam bidang perkapalan, konstruksi, dan lain-lain, beberapa penjelasan aluminium yaitu:

1. Aluminium dan paduannya

Aluminium dan paduan aluminium termasuk logam ringan yang mempunyai kekuatan tinggi, tahan terhadap karat dan merupakan konduktor listrik yang cukup baik. Logam ini dipakai secara luas dalam bidang kimia, listrik, bangunan, transportasi dan alat-alat penyimpanan. Kemajuan akhir-akhir ini dalam beberapa


(32)

teknik pengelasan menyebabkan pengelasan aluminium dan paduannya menjadi sederhana dan dapat dipercaya. Karena hal ini maka penggunaan aluminium dan paduannya di dalam banyak bidang telah berkembang.

Paduan Aluminium dapat diklasifikasikan dalam tiga cara, yaitu berdasarkan pembuatan, dengan klasifikasi paduan cor dan paduan tempa, berdasarkan perlakuan panas dengan klasifikasi, dapat dan tidak dapat diperlaku-panaskan dan cara yang ketiga yaitu berdasarkan unsur-unsur paduan. Berdasarkan klasifikasi ketiga ini aluminium dibagi dalam tujuh jenis yaitu: jenis Al murni, Cu, Mn, Si, Al-Mg, Al-Mg-Si, Al-Zn.

2. Paduan Aluminium Magnesium

Dalam paduan biner Al-Mg satu fasa yang ada dalam keseimbangan dengan larutan padat Al adalah larutan padat yang merupakan senyawa antar logam Al3Mg2. Sel satuannya merupakan hexagonal susunan rapat (eph) tetapi ada juga yang sel satuannya kubus berpusat muka (fcc) rumit.

Titik eutetiknya adalah 450ºC, 35%Mg dan batas kelarutan padatnya pada temperature eutektik adalah 17,4% yang menurun pada temperature biasa sampai kira-kira 1,9%Mg, jadi kemampuan penuaan dapat diharapkan. Adapun pemakaian aluminium magnesium banyak digunakan di bidang industry.

Paduan Al-Mg mempunyai ketahanan korosi yang sangat baik disebut hidrinalium. Paduan dengan 2-3%Mg dapat mudah ditempa, dirol dan diekstrusi. Paduan Al-Mg umumnya non heat tretable. Seri 5052 banyak digunakan pada pipa hidrolik, lembar logam pembuatan mobil, truk, dan lain-lain. Seri 5052 biasa digunakan sebagai bahan tempaan.


(33)

Paduan 5056 adalah paduan paling kuat setelah dikeraskan oleh pengerasan regangan apabila diperlakukan kekerasan tinggi. Paduan 5083 yang dianil adalah paduan antara (4,5%Mg) yang kuat dan mudah dilas sehingga banyak digunakan sebagai bahan untuk tangki LNG.

Seri 5005 dengan 0,8%Mg banyak digunakan sebagai batang profil extrusi. Seri 5050 dengan 1,4%Mg dipakai sebagai pipa saluran minyak dan gas pada kendaraan. Adapun batas komposisi paduan Aluminium-Magneisum dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Batas komposisi paduan Aluminium-Magnesium (%) Alloy Si Fe Cu Mn Mg Cr Zn Ti Al

5050 0.25 0.40 0.10 0.10

1.4– 2.0 0.15– 0.35 0.10 Remainder

5052 0.25 0.40 0.10 0.10

2.2– 2.8 0.15– 0.35 0.10 Remainder

5083 0.40 0.40 0.10

0.40– 1.0 4.0– 4.9 0.05– 0.25

0.25 0.15

Remainder

5086 0.40 0.50 0.10

0.20– 0.7 3.5– 4.5 0.05– 0.25

0.25 0.15

Remainder

5154 0.25 0.40 0.10 0.10

3.10– 3.90

0.15– 0.35

0.20 0.20

Remainder

5356 0.25 0.40 0.10 0.10

4.50– 5.50 0.05– 0.20 0.10 0.06– 0.20 Remainder


(34)

5454 0.25 0.40 0.10 0.50– 1.0 2.4– 3.0 0.05– 0.20

0.25 0.20

Remainder

5456 0.25 0.40 0.10

0.50– 1.0 4.7– 5.5 0.05– 0.20

0.25 0.20

Remainder

5754 0.40 0.40 0.10 0.50

2.6– 3.6

0.30 0.20 0.15

Remainder

Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Aluminium_alloySifat Mampu las

Dalam hal pengelasan, paduan aliminium mempunyai sifat yang kurang baik bila dibandingkan dengan baja. Sifat-sifat yang kurang baik tersebut adalah:

1. Karena panas jenis dan daya hantar panasnya tinggi maka sukar sekali untuk memanaskan dan mencairkan sebagian kecil saja.

2. Paduan Aluminium mudah teroksidasi dan membentuk oksida aluminium Al2O3 yang mempunyai titik cair yang tinggi. Karena sifat ini maka peleburan antara logam dasar dan logam las menjadi terhalang.

3. Karena mempunyai koefisien muai yang besar, maka mudah sekali terjadi deformasi sehingga paduan-paduan yang mempunyai sifat getas panas akan cenderung membentuk retak-panas.

4. Karena perbedaan yang tinggi antara kelarutan hidrogen dalam logam cair logam padat, maka dalam proses pembekuan yang terlalu cepat akan terbentuk rongga halus bekas kantong-kantong hidrogen.

5. Paduan aluminium mempunyai berat jenis rendah, karena itu banyak zat-zat lain yang terbentuk selama pengelasan akan tenggelam. Keadaan ini memudahkan terkandungnya zat-zat yang tidak dikehendaki ke dalamnya.


(35)

6. Karena titik cair dan viskositasnya rendah, maka daerah yang kena pemanasan mudah mencair dan jatuh menetes.

Akhir-akhir ini sifat yang kurang baik ini telah dapat diatasi dengan alat dan teknik las yang lebih maju dan dengan menggunakan gas mulia sebagai pelindung selama pengelasan. Dengan kemajuan ini maka sifat mampu las dari paduan aluminium menjadi lebih baik lagi.

2.3.2 Pengujian Cacat Las

Adapun pengujian cacat las yg digunakan adalah Metode utama Non Destructive Testing yangmeliputi:

1. Visual Inspection

Sering kali metode ini merupakan langkah yang pertama kali diambil dalam NDT. Metode ini bertujuan menemukan cacat atau retak permukaan dan korosi. Dalam hal ini tentu saja adalah retak yang dapat terlihat oleh mata telanjang atau dengan bantuan lensa pembesar ataupun boroskop.

2. Liquid Penetrant Test

Metode Liquid Penetrant Test merupakan metode NDT yang paling sederhana. Metode ini digunakan untuk menemukan cacat di permukaan terbuka dari komponen solid, baik logam maupun non logam, seperti keramik dan plastik fiber. Melalui metode ini, cacat pada material akan terlihat lebih jelas. Caranya adalah dengan memberikan cairan berwarna terang pada permukaan yang diinspeksi. Cairan ini harus memiliki daya penetrasi yang baik dan viskousitas yang rendah agar dapat


(36)

masuk pada cacat dipermukaan material. Selanjutnya, penetrant yang tersisa di permukaan material disingkirkan. Cacat akan nampak jelas jika perbedaan warna penetrant dengan latar belakang cukup kontras. Seusai inspeksi, penetrant yang tertinggal dibersihkan dengan penerapan developer. Semua ketidaksempurnaan yang terdapat pada permukaan bahan dapt dideteksi dengan cara ini, tidak terpengaruh oleh orientasi cacatnya. Sedangkan cacat-cacat yang terletak dibawah permukaan tidak dapt dideteksi dengan pengujian ini.

Kelemahan dari metode ini antara lain adalah bahwa metode ini hanya bisa diterapkan pada permukaan terbuka. Metode ini tidak dapat diterapkan pada komponen dengan permukaan kasar, berpelapis, atau berpori.

3. Magnetic Particle Inspection

Dengan menggunakan metode ini, cacat permukaan (surface) dan bawah permukaan (subsurface) suatu komponen dari bahan ferromagnetik dapat diketahui. Prinsipnya adalah dengan memagnetisasi bahan yang akan diuji. Adanya cacat yang tegak lurus arah medan magnet akan menyebabkan kebocoran medan magnet. Kebocoran medan magnet ini mengindikasikan adanya cacat pada material. Cara yang digunakan untuk memdeteksi adanya kebocoran medan magnet adalah dengan menaburkan partikel magnetik dipermukaan. Partikel-partikel tersebuat akan berkumpul pada daerah kebocoran medan magnet.


(37)

Kelemahannya, metode ini hanya bisa diterapkan untuk material ferromagnetik. Selain itu, medan magnet yang dibangkitkan harus tegak lurus atau memotong daerah retak serta diperlukan demagnetisasi di akhir inspeksi.

4. Eddy Current Test

Inspeksi ini memanfaatkan prinsip elektromagnet. Prinsipnya, arus listrik dialirkan pada kumparan untuk membangkitkan medan magnet didalamnya. Jika medan magnet ini dikenakan pada benda logam yang akan diinspeksi, maka akan terbangkit arus Eddy. Arus Eddy kemudian menginduksi adanya medan magnet. Medan magnet pada benda akan berinteraksi dengan medan magnet pada kumparan dan mengubah impedansi bila ada cacat.

Keterbatasan dari metode ini yaitu hanya dapat diterapkan pada permukaan yang dapat dijangkau. Selain itu metode ini juga hanya diterapkan pada bahan logam saja.

5. Ultrasonic Inspection

Prinsip yang digunakan adalah prinsip gelombang suara. Gelombang suara yang dirambatkan pada spesimen uji dan sinyal yang ditransmisi atau dipantulkan diamati dan interpretasikan. Gelombang ultrasonic yang digunakan memiliki frekuensi 0.5 – 20 MHz. Gelombang suara akan terpengaruh jika ada void, retak, atau delaminasi pada material. Gelombang ultrasinic ini dibnagkitkan oleh tranducer dari


(38)

bahan piezoelektri yang dapat menubah energi listrik menjadi energi getaran mekanik kemudian menjadi energi listrik lagi.

6. Radiographic Inspection

Metode NDT ini dapat untuk menemukan cacat pada material dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma. Prinsipnya, sinar X dipancarkan menembus material yang diperiksa. Saat menembus objek, sebagian sinar akan diserap sehingga intensitasnya berkurang. Intensitas akhir kemudaian direkam pada film yang sensitif. Jika ada cacat pada material maka intensitas yang terekam pada film tentu akan bervariasi. Hasil rekaman pada film ini lah yang akan memeprlihatkan bagian material yang mengalami cacat.

Kesalahan dalam beberapa prosedur mempengaruhi hasil dari las, berikut jenis-jenis cacat hasil proses las, beberapa cacat permukaan adalah:

1. Lubang Jarum (Pin Hole)

Sebab: Terbentuk gas di dalam bahan las sewaktu pengelasan akibat kandungan belerang dalam bahan.

Akibat: Kemungkinan bocor di lokasi cacat.

Penanggulangan: Gouging 100% di lokasi cacat dan perbaiki sesuai WPS asli, gambar lubang jarum ditunjukkan pada gambar 2.7.


(39)

Gambar 2.7 Lubang jarum (Sri Widharto, 2007) 2. Percikan Las (Spatter)

Sebab: Elektrode lembab, kampuh kotor, angin kencang, lapisan galvanisir, ampere capping terlalu tinggi.

Akibat: Tampak jelek, mengalami karat permukaan.

Penanggulangan: Cukup dibersihkan dengan pahat. Pembersih dengan gerinda tidak boleh mengingat akan memakan bahan induk, gambar percikan las ditunjukkan pada gambar 2.8.

Gambar 2.8 Percikan Las (Sri Widharto, 2007)


(40)

3. Retak (Crack)

Sebab: Tegangan di dalam material, penggetasan pada bahan dan daerah terimbas panas, karat tegangan, bahan tidak cocok dengan kawat las, pengelasan tanpa perlakuan panas yang benar.

Akibat: Fatal.

Penanggulangan: Diselidiki dulu sebabnya, setelah diketahui baru ujung-ujung retak dibor dan bagian retak digouging (dikikis) 100% kemudian diisi dengan bahan yang cocok sesuai dengan WPS. Jika sebabnya adalah ketidakcocokan materil atau retak berada di luar kampuh, maka seluruh sambungan las berikut bahannya diganti, cacat retak ditunjukkan gambar 2.9.

Gambar 2.9 Retak (Sri Widharto, 2007) 4. Keropos (Porosity)

Sebab: Lingkungan las lembab atau basah, kampuh kotor, angin berhembus dipermukaan las, lapisan galvanis, salah jenis arus, salah jenis polaritas, ampere capping terlalu besar.

Akibat: Melemahkan sambungan, tampak buruk, mengawali karat permukaan.


(41)

Penanggulangan: Cacat digerinda hingga hilang kemudian dilas isi sesuai WPS, cacat keropos ditunjukkan pada gambar 2.10.

Gambar 2.10 Keropos (Sri Widharto, 2007) 5. Muka Cekung (Concavity)

Sebab: Tukang las terlalu cepat selesai, amper capping terlalu tinggi, kecepatan las capping terlalu tinggi, elektrode terlalu kecil, bukaan sudut kampuh terlalu besar.

Akibat: Melemahkan sambungan, mengawali karat permukaan, dapat terjadi keretakan akibat tegangan geser.

Penanggulangan: Cukup di sempurnakan bentuk capping dan sedikit penguat (reinforcement), cacat cekung ditunjukkan pada gambar 2.11.

Gambar 2.11 Muka Cekung (Sri Widharto, 2007) 6. Longsor Pinggir (Undercut)

Sebab: Suhu metal terlalu tinggi, ampere capping terlalu tinggi. Akibat: Melemahkan sambungan, mengawali karat permukaan.


(42)

Penanggulangan: Cukup diisi dengan stringer saja.

Undercut yang tajam seperti takik, dilarang (harus segera diperbaiki) karena dapat menyebabkan keretakan notch,cacat undercut ditunjukkan pada gamabr 2.12.

Gambar 2.12 Longsor Pinggir (Sri Widharto, 2007) 7. Penguat berlebihan (Excessive Reinforcement)

Sebab: Elektrode terlalu rapat, kecepatan capping terlalu rendah, ampere

capping terlalu rendah, suhu metal terlalu dingin.

Akibat : Diragukan fusi dan kekuatannya, perlu diuji eltrasonik proba sudut

(angle probe), jika ternyata fusi tidak ada, seluruh sambungan diapkir. Penanggulangan: gounging 100% dan dilas ulang esuai WPS. Welder

diperingatkan, cacat penguat berlebihan ditunjukkan pada gambar 2.13.

Gambar 2.13 Penguat Berlebihan (Sri Widharto, 2007) 8. Jalur Terlalu Lebar (Wide Bead)


(43)

Sebab: Mungkin telah terjadi manipulasi mutu las.

Akibat: Jika terbukti, seluruh material diapkir. Welder tidak lulus. Cacat

wide bead ditunjukkan pada gambar 2.14.

Gambar 2.14 Jalur Terlalu Lebar (Sri Widharto, 2007) 9. Tinggi Rendah (High Low)

Sebab: Penyetelan tidak benar. Akibat: Sambungan diapkir.

Penanggulangan: gouging 100%, distel dan dilas ulang sesuai WPS. Welder

diperingatkan, jenis cacat tinggi rendah ditunjukkan pada gambar 2.15.

Gambar 2.15 Tinggi Rendah (Sri Widharto, 2007) 10.Lapis Dingin (Cold Lap)

Sebab: Suhu metel terlalu dingin, ampere capping terlalu rendah, ayunan


(44)

Akibat: Terjadi fusi tidak sempurna dipermukaan dan mungkin juga di dalam. Karenanya mutu las dipertanyakan.

Penanggulangan: Bongkar keseluruhan jalur las untuk kemudian dibuat kampuh lagi dan dilas ulang sesuai WPS, cacat lapis dingin ditunjukkan pada gambar 2.16.

Gambar 2.16 Lapis Dingin (Sri Widharto, 2007)

11.Penetrasi Tidak Sempurna (Incomplete Penetration)

Sebab: Celah terlalu sempit, elektrode terlalu tinggi, ampere mesin las tidak tetap, celah tidak seragam ( sempit dan lebar tidak beraturan), ampere akar las rendah, kampuh kotor, elektrode terlalu besar.

Akibat: Di bagian cacat berpotensi retak.

Penanggulangan : Gouging 100% pada bagian cacat dan dilas ulang sesuai WPS, cacat penetrasi tidak sempurna ditunjukkan pada gambar 2.17.


(45)

Gambar 2.17 Penetrasi tidak sempurna (Sri Widharto, 2007)

12.Penetrasi Berlebihan (Excessive Penetration)

Sebab: Celah terlalu lebar, elektrode terlalu kecil, ampere akar terlalu tinggi, kecepatan akan terlalu rendah, elektrode terlalu dalam.

Akibat: Biasa menyebabkan retak akar, karat sebelah dalam, menghancurkan piq (bola pembersih dalam pipa).

Penanggulangan: Bongkar total, stel kembali dan dilas ulang sesuai WPS, cacat penetrasi berlebihan ditunjukkan pada gambar 2.18.

Gambar 2.18 Penetrasi Berlebihan (Sri Widharto, 2007) 13.Retak Akar (Root Crack)


(46)

Sebab: Celah terlalu lebar, elektrode terlalu kecil, ampere akar terlalu tinggi, kecepatan akan terlalu rendah, elektrode terlalu dalam.

Akibat: Biasa menyebabkan retak akar, karat sebelah dalam, menghancurkan piq (bola pembersih dalam pipa)

Penanggulangan: Bongkar total, stel kembali dan dilas ulang sesuai WPS, cacat retak akar ditunjukkan pada gambar 2.19.

Jika retak keluar dari jalur las maka seluruh material diganti.

Gambar 2.19 Retak Akar (Sri Widharto, 2007) 14.Terbakar Tembus (Blow Hole)

Sebab: Celah tidak seragam, ampere mesin las tiba-tiba naik, posisi elektrode naik turun.

Akibat: Pada lokasi cacat sambungan lemahdan terdapat kemungkinan bocor, mengawali erosi dan karat tegangan pada lokasi cacat.

Penanggulangan: Gouging 100% di lokasi cacat dan diisi ulang sesuai WPS, cacat terbakar tembus ditunjukkan pada gambar 2.20.


(47)

Gambar 2.20 Terbakar tembus (Sri Widharto, 2007) 15.Longsor Pinggir Akar (Root Undercut)

Sebab: Suhu metal terlalu tinggi pada saat pengelasan akar, ampere akan terlalu besar.

Akibat: Mengawali erosi dan karat sebelah dalam, memungkinkan terjadinya retak takik (notch).

Penanggulangan: Lokasi cacat di-gouging 100% dan dilas ulang sesuai WPS, cacat longsor pinggir akar ditunjukkan pada gambar 2.21.

Gambar 2.21 Longsor pinggir akar (Sri Widharto, 2007) 16.Akar Cekung (Root Concavity/ Such Up)


(48)

Sebab: Terhisapnya las akar oleh jalur las di atasnya (khususnya pada GTAW), kecepatan las akar terlalu tinggi.

Akibat: Melemahkan sambungan,potensi terjadi erosi dan karat tegangan. Penanggulangan : Lokasi cacat di-gouging 100% dan dilas ulang sesuai

WPS, cacat akar cekung ditunjukkan pada gambar 2.22.

Gambar 2.22 Akar Cekung (Sri Widharto, 2007) 17.Stop Start A

Sebab: Penggantian elektrode terlalu mundur. Akibat: Tampak buruk.

Penanggulangan: Cukup disesuaikan denagn sekitarnya Cacat stop star A ditunjukkan pada gambar 2.23.

Gambar 2.23 Stop start A

(Sri Widharto, 2007) 18.Stop Start B


(49)

Sebab: Penggantian elektrode terlalu maju.

Akibat: Terjadi bagian yang tidak terjadi (underfill) yang berpotensi retak. Penanggulangan : Bersihkan bagian yang underfill, cacat stop star B

ditunjukkan pada gambar 2.24.

Gambar 2.24 Stop Start B

(Sri Widharto, 2007)

2.3.2 Uji Tarik

Proses pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik benda uji. Pengujian tarik untuk kekuatan tarik daerah las dimaksudkan untuk mengetahui apakan kekuatan las mempunyai nilai yang sama, lebih rendah atau lebih tinggi dari kelompok raw materials. Pengujian tarik untuk kualitas kekuatan tarik dimaksudkan untuk mengetahui berapa nilai kekuatannya dan dimanakah letak putusnya suatu sambungan las.

Penarikan gaya terhadap beban akan mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (deformasi) bahan tersebut. Proses terjadinya deformasi pada


(50)

bahan uji adalah proses pergeseran butiran kristal logam yang mengakibatkan melemahnya gaya elektromagnetik setiap atom logam hingga terlepas ikatan tersebut oleh penarikan gaya maksimum.

Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinu dan perlahan bertambah besar, bersamaan dengan itu dilakukan terhadap mengenai perpanjangan yang dialami benda uji sehingga dihasilkan kurva tegangan-regangan dari hasil pengujian tersebut, kurva tegangan-regangan-tegangan aluminium dapat dilihat pada gambar 2.25.

Gambar 2.25 Diagram tegangan-regangan aluminium Sumber: (www.ncssm.edu)

Tegangan di mana deformasi plastik atau batas luluh mulai teramati tergantung pada kepekaan pengukuran regangan. Sebagian besar bahan mengalami perubahan sifat dari elastik menjadi plastik yang berlangsung sedikit demi sedikit, akan tetapi titik di mana terjadinya deformasi plastik sangat sukar ditentukan secara teliti. Untuk

σ

yield

d


(51)

mengukur regangan yang terjadi digunakan criteria permulaan batas luluh sebagai berikut:

1. Batas Elastis σE (Elastic Limit)

Berdasarkan pada pengukuran regangan mikro pada skala regangan 2 X 10-6 inchi/inchi. Batas elastik nilainya sangat rendah dan dikaitkan dengan gerakan beberapa ratus dislokasi.

2. Batas Proporsional σp (Proportional Limit)

Tegangan tertinggi untuk daerah hubungan proporsional antara tegangan-regangan. Harga ini diperoleh dengan cara mengamati penyimpangan dari berbagai garis lurus kurva tegangan-regangan.

3. Deformasi Plastis (Plastic Deformation)

Tegangan terbesar yang masih dapat ditahan oleh bahan tanpa terjadi regangan sisa permanen yang terukur pada saat beban telah ditiadakan. Dengan bertambahnya ketelitian pengukuran regangan, nilai batas elastiknya menurun hingga suatu batas yang sama dengan batas elastik sejati yang diperoleh dengan cara pengukuran regangan mikro.

4. Tegangan Luluh Atas σuy (Upper Yield Stress)

Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan deformasi elastis ke plastis.

5. Tegangan Luluh Bawah σly (Lower Yield Stress)

Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah tegangan ini.


(52)

6. Regangan Luluh εy (Yield Strain)

Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis. 7. Regangan Elastis εe (Elastic Strain)

Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.

8. Regangan Plastis εp (Plastic Strain)

Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.

9. Regangan Total (Total Strain)

Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, εT= εe+εp. 10. Tegangan Tarik Maksimum TTM (UTS, Ultimate Tensile Strength)

Merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik. 11. Kekuatan Patah (Breaking Strength)

Merupakan besar tegangan dimana bahan yang diuji putus atau patah.

Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Tegangan yang terjadi adalah beban yang terjadi dibagi luas penampang bahan dan regangan adalah pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan. Atau secara matematis dapat ditulis:


(53)

...(2.1) ...(2.2)

Dimana: = Tegangan (MPa) P = Gaya (Kgf)

A = Luas Penampang (cm2) = Regangan

= Pertambahan Panjang (cm) L0= Panjang mula-mula (cm)


(54)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini akan dijelaskan metode-metode yang dilakukan pada proses pengujian.

3.1 Jadwal Penelitian dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboraturium Pengujian Departmen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan maret sampai dengan bulan juli.

3.2 Metode Penelitian

Adapaun beberapa proses pelaksanaan pengujian sebagai berikut:

1. Proses pengujian dilaksanakan sepenuhnya, terhadap variable-variabel yang mempengaruhi pemakain dari metode penyambungan, dalam hal ini penyambungan las oksi-asitilen terhadap sambungan pelat Al-Mg yang ditinjau dari pemeriksaan cacat lasan dan uji merusak dengan pengujian tarik.

2. Teknik pengumpulan data yang diperoleh dari prose pengelasan yang dilakukan dari hasil pengujian tarik terhadap benja uji sebanyak 12 spesimen, masing-masing 6 spesimen dengan variasi kadar magnesium 1.4% dan 2.2% dan variasi kampuh 600 dan 900 yang keseluruhannya dilakukan pengujian penentrant dan pengujian tarik.

3. Metode analisa dan evaluasi data yang diperoleh dari pengujian yang dilakuakn di laboraturium pada masing-masing specimen adalah kualitatif. Dari


(55)

data inilah akan dicari harga untuk uji tarik masing-masing spesimen dan merupakan nilai yang dicapai dari uji tarik bahan tersebut.

4. Dari sinilah penelitian akan mendapatkan kesimpulan yang sebenarnya bagaimana pengaruh variasi sudut dan kadar magnesium pada pengelasan oksi-asitilen terhadap kekuatan tarik dari Al-Mg didalam standar pengujian yang berlaku.

5. Penyusunan laporan, yang termasuk didalamnya kesimpulan dari hasil yang dicapai serta pengambilan langkah-langkah yang berhubungan terhadap hasil kekuatan sambungan las pada material uji lebih ditekankan, sehingga pada akhirnya tujuan penelitian dapat sepenuhnya tercapai.

3.3 Variabel-variabel Pengujian

Dari metode penelitian diats maka dapt ditentukan hal-hal dasar terhadap variable-variabel pengujian berikut ini:

3.3.1 Spesimen

Spesimen yang digunakan pada penelitian adalah plat aluminium-magnesium dengan pertimbangan:

1. Aluminium-magnesium banyak digunakan di industri, seperti industry pembuatan kapal laut.

2. Proses pengelasan aluminium-magnesium memerlukan keterampilan khusus dalam proses lasan.


(56)

3. Proses pembuatan aluminium-magnesium dilakukan dengan pengecoran tradisional.

Adapun jenis sambungan yang digunakan adalah jenis sambungan V-tunggal, sambungan ini lebih kuat dari beberapa sambungan lain, dan dapat dipakai untuk menerima gaya tekan yang besar, serta lebih tahan terhadap kondisi beban statis. Pada pelat dengan tebal 5 mm-20 mm dan perembesan (penetrasi) dapat dicapai 100%.

3.3.2. Pembentukan spesimen

Sebelum diuji, pada masing-masing spesimen dipotong dan dibentuk dengan menggunakan mesin skrap sehingga sesuai dengan standar uji tarik lembaran yaitu ASTM E-8M, spesimen ditunjukkan pada gambar 3.1.

Gambar 3.1 Spesimen uji tarik. Sumber : ASTM E-8M, ASTM Handbook.

Pembentukan spesimen dengan kampuh 600 dan 900 berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut:


(57)

1. Spesimen dipotong menjadi 12 bagian yang ukurannya sesuai dengan kebutuhan pengujian.

2. Setelah di potong dilakukan pembentukan sudut kampuh, dengan sudut masing-masing 600 dan 900, adapun jenis kampuh yang digunakan adalah kampuh V tunggal.

3. Dilakukan penyambungan dengan pengelasan pada sudut kampuh yang dibentuk dengan proses las oksi-asitilen.

4. Dilakukan pembersihan spesimen dari sisa pengelasan dengan menggunakan mesin grinda.

5. Spesimen uji tarik pada benda uji ini dilakukan untuk mengetahui besarnya kekuatan tarik dan pertambahan panjang yang terjadi setelah di uji tarik.

3.3.3 Kawat Las (Welding Rod)

Kawat las yang digunakan untuk las oksi-asitilen tersedia dengan berbagai panjang tergantung apakah wrought atau dituang. Spesifikasi kawat las adalah AWS A5.2 dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3.1 Spesifikasi kawat las (AWS A5.2).

KLASIFIKASI AWS KUAT TARIK MINIMUM (Ksi)

ELONGATION MINIMUM DALAM (%)

RG65 67 16

RG60 60 20

RG45 45 -


(58)

Gambar kawat las AWS A.52 ditunjukkan pada gambar 3.2.

Gambar 3.2 kawat las AWS A.52

Elektroda/kawat las yang digunakan pada proses pengujian adalah elektroda tipe AWS-A5.2 dengan spesifikasi sebagai berikut:

Kawat las yang terbuat dari aluminium dan ada yang terbuat dari campuran fosfor dan perunggu (bronze) yang dipakai untuk menyambung dan membentuk lapisan pada aluminium, steel dan cast iron, kuningan, dan sebagainya.

1. Standard: AWS A.5.2: AI-43, DIN 1732 : EL-AISI 5-12, Mat No.: 3.2585 2. Komposisi Bahan: Al: 94, Si: 5.0, Fe: 0.55, Mg: 0.45.

3. Sifat Bahan: Elongation: 10% , Tensile Strenght: 200 N/ mm2, 0.2

Elongation Limit: 100N/ mm2, Hardness: 50HB.

4. Kegunaan: Kawat las yang terbuat dari aluminium yang digunakan untuk pengelasan semua aluminium jenis Al murni, Al-Cu, Al-Mn, Al-Si, Al-Mg, Al-Mg-Si, dan Al-Zn.


(59)

3.4 Proses Pengujian 3.4.1 Pengujian Cacat Las

Adapun metode yang digunakan untuk pengujian cacat las adalah non destructive test dengan menggunakan metode penetran test, metode penetrant test merupakan metode NDT yang paling sederhana, metode ini digunakan untuk menemukan cacat di permukaan, dan dapat digunakan pada posisi apapun. Melalui metode ini, cacat pada material akan terlihat lebih jelas, prosedur percobaan untuk uji penetran adalah:

Dengan spesifikasi cairan penetran, cleaner, dan developer sebagai berikut: a. Merk: Magnaslux

b. Buatan: USA c. Expire date: 2015

1. Pembersihan awal (pre cleaning)

Permukaan bahan yang akan diuji harus dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran, yang akan menghalangi masuknya cairan penetran ke dalam cacat. Cara yang digunakan untuk pembersihan awal adalah:

1. Deterjen (detergent)

2. Uap penghilang lemak (vapor degreasing)

3. Uap pembersih (steam cleaning)

4. Zat pelarut pembersih (Solvent Cleaning)

5. Pembersih dengan ultrasonik (ultrasonic cleaning)


(60)

Adapun gambar pembersih awal ditunjukan pada gambar 3.3.

(a) (b) Gambar 3.3 (a) kain bersih, (b) sikat pengujian. 2. Penggunaan cairan penetran

cara penggunaan penetran pada benda uji dilakukan berdasarkan sifat pemeriksaan dan bentuk benda yang akan diperiksa, metode yang bisa dilakukan dalam pemberian cairan penetran adalah:

1. Dicelupkan kedalam bak yang berisi cairan penetran (dipping)

2. Disemprotkan (spraying)

3. Dioleskan dengan menggunakan kuas (brushing)


(61)

Gambar 3.4 Cairan penetran. 3. Menghilangkan sisa penetran

Kelebihan sisa penetran pada permukaan benda uji harus dihilangkan untuk mendapatkan kontras yag optimum, disamping untuk menghilangkan keraguan dalam evaluasi cacat yang timbul. Dalam proses menghilangkan sisa penetran ada beberapa jenis penetran tertentu yang dapat dihilangkan dengan air, dimana sebelumnya cairan penetran tersebut telah dicampur dengan Emulsifer atau Emulsifer tersebut dioleskan beberapa saat setelah penggunaan cairan penetran selesai dilakukan.

Jenis-jenis penggunaan cairan penetran dapat dikategorikan berdasarkan pada jenis cairan pembersih sisa penetran yang digunakan. Yaitu jenis cairan penetran yang dapat dibersihkan dengan air. Pemakaian cairan cleaner juga harus teliti, pembersihan benda uji sangat mempengaruhi dari hasil pengujian, apabila pembersihan tidak benar-benar bersih, mengakibatkan pembacaan dari


(62)

pengujian menjadi salah, karena masih tersisa cairan penetrant di permukaan benda uji. Cairan cleaner ditunjukkan pada gambar 3.5.

Gambar 3.5 Cairan cleaner.

4. Pengeringan

Setelah proses menghilangkan sisa penetran dilakukan, proses pengeringan harus dilakukan dengan udara panas yang ditiup dengan blower dimana suhu udara tiik melebihi 225 f.

5. Penggunaan zat pengembang (developer)

Untuk menarik cairan dari dalam cacat agar muncul ke permukaan digunakan suatu zat pengembang. Jenis zat pengembang ada dua macam yaitu jenis basah (cair) dan jenis kering (powder).

Pengembangan cair terbuat dari bahan bubuk yang dilarutkan pada cairan khusus seperti air dan volatile solvent. Zat pengembang harus berwarna putih supaya dapat memberikan kontras terhadap warna cairan penetran yang digunakan sehingga cacat akan terlihat dengan jelas.


(63)

Zat pengembang jenis kering umumnya digunakan untuk cairan penetra jenis fluorescent, sedangkan zat pengembang jenis basah (cair) yang dilarutkan pada bahan plarut biasa digunakan untuk cairan penetran jenis kontras warna. Konsentrasi dari penggunaan jenis pengembang harus diperhatikan agar mendapatkan lapisan yang tipis dan rata. Adapun cairan developer ditunjukan pada gambar 3.6.

Gambar 3.6 Cairan Developer.

3.4.2 Pengujian Tarik

Proses pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik benda uji. Pengujian tarik untuk kekuatan tarik daerah las dimaksudkan untuk mengetahui apakan kekuatan las mempunyai nilai yang sama, lebih rendah atau lebih tinggi dari kelompok raw materials. Pembebanan tarik adalah pembebanan yang diberikan pada benda dengan memberikan gaya tarik berlawanan arah pada salah satu ujung benda. Pada pengujian tarik dicari tegangan luluh (σy), tengangan batas (σu) dan regangan. Pada penelitian ini pengujian tarik menggunakan alat uji


(64)

tarik Torsee Type AMU-10 dengan kapasitas 10 ton seperti yang diperlihatkan oleh

gambar 3.7.

Gambar 3.7 Alat uji tarik Torsee Type AMU-10 .

Spesifikasi:

Type : AMU-10 Beban max : 10 Ton Force Tahun :1989

Keterangan Gambar: 1. Panel beban 2. Pembaca grafik 3. Tombol ON 4. Tombol UP

5. Katup Unload Valve 6. Chuck atas


(65)

7. Chuck bawah 8. Tombol Pump 9. Tombol down 10. Katup Load Valve.

Berikut ini adalah prosedur percobaan yang dilakukan pada pengujian tarik dengan menggunakan alat uji tarik Torsee Type AMU-1:

1. Spesimen dibentuk sesuai ukuran menurut standar ASTM E-8M, yaitu

panjang daerah uji 60 mm, panjang daerah cekam 60 mm, tebal spesimen 5 mm.

2. Mesin uji tarik dihidupkan kemudian disetting alat pembaca grafik dan jarum

skala beban pada panel.

3. Spesimen dicekam pada chuck atas, kemudian chuck bawah dinaikkan dengan

menekan tombol UP hingga mencekam spesimen secara keseluruhan.

4. Katup hidrolik (load valve) dibuka kemudian mesin (pompa hidrolik/PUMP)

dijalankan sampai spesimen putus.

5. Setelah spesimen putus katup hidrolik (load valve) ditutup dan katup pembuka

(unload valve) dibuka, kemudian chuck bawah diturunkan dengan menekan tombol down.

6. Spesimen yang putus dilepas dari chuck atas dan bawah, kemudian diukur

besar pertambahan panjangnya dan besar nilai regangan yang diperoleh dari grafik hasil uji tarik seperti yang terlihat pada lampiran uji tarik kemudian dicatat data hasil pengujian.


(66)

MULAI

3.5 Diagram Alir Penelitian

Diagram alir penelitian ditunjukan oleh Gambar 3.8.

Gambar 3.8 Diagram alir penelitian.

BERHASIL

Selesai

YA TIDAK

PEMBENTUKAN SPESIMEN UJI TARIK KAMPUH V 600 DAN 900

PROSES PENGELASAN OKSI-ASITILEN KAMPUH

V 600 DAN 900

PENGUJIAN PENETRAN

PENGUJIAN TARIK KAMPUH V 600 DAN 900

DATA PENGUJIAN TARIK


(67)

BAB 4

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pembentukan Spesimen

Bentuk dari spesimen pengujian tarik sudah mempunyai standar dengan meenggunakan standar dari Annual book of ASTM E8. Gambar spesimen pengujian tarik dari paduan Aluminium-Magnesium dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Bentuk Spesimen Uji Tarik

4.2 Hasil Pengujian

Hasil pengujian pada penelitian ini meliputi hasil pengujian penetrant dan pengujian tarik.

4.2.1 Hasil Pengujian Cacat Las

Pemeriksaan cacat las dilakukan dengan pengujian tidak merusak NDT (Non Destructif Test) menggunakan cairan penetrant, dari hasil pemeriksaan ke 12


(68)

spesimen yang telash mengalami pengelasan tidak menunjukan adanya cacat las, dalam artian masih dalam kriteria batasan yang bisa diterima.

Dalam metode penetrant test ini semua langkah kerja tidak bisa diabaikan begitu saja dan harus berurutan. Untuk menunjang keberhasilan suatu pengujian menggunakan penetrant test, persiapan alat dan bahan harus lengkap. Selain itu, persiapan permukaan benda kerja juga sangat perlu diperhatikan, karena jika suatu benda kerja yang hendak dilakukan test uji penetrant pada permukaanya masih terdapat kotoran seperti grease, oli, minyak, dan lain-lain, maka hasil ini akan mempengaruhi hasil uji penetrant.

Untuk jarak penyemprotan pun tidak bisa sembarangan yaitu sekitar 30 cm. Ketika membersihkan penetrant dengan cleaner/pembersih tidak boleh disemprotkan secara langsung karena dapat menghilangkan penetrant yang ada didalam cacat, tetapi disemprotkan kepada kain pembersih kemudian kain pembersih itulah yang digunakan untuk membersihkan penetran pada specimen uji. Pembersihannya dilakukan secara searah agar penetrant yang ada didalam pada specimen tidak terbawa. Dan perlu diperhatikan bahwa harus benar-benar terlihat bersih tidak menimbulkan indikasi palsu. Pada penyemprotan developer pun harus merata, agar semua cacat yang ada dapat diketahui.

4.2.2 Hasil Pengujian Tarik

Berikut adalah gambar dari kurva dan hasil pengujian tarik: 1. Spesimen I Al 98%-Mg 1.4% dengan sudut kampuh 600.


(69)

Dari kurva pengujian tarik spesimen I dengan variasi Al 98%-Mg 1.4% dengan sudut kampuh 600 terlihat beban ultimate (Pu) mempunyai nilai 790 kgf, beban fracture (Pf) mempunyai nilai 700 kgf dan beban yield (Py) mempunyai nilai 400 kgf.

Kurva hasil pengujian tarik spesimen I dengan variasi Al 98%-Mg 1.4% dengan sudut kampuh 600 dapat dilihat pada gambar 4.2.

Gambar 4.2 Kurva hasil uji tarik P (kgf) vs ε (elongation) spesimen I. 2. Spesimen II Al 98%-Mg 1.4% dengan sudut kampuh 600

Dari kurva pengujian tarik spesimen II dengan variasi Al 98%-Mg 1.4% dengan sudut kampuh 600 terlihat beban ultimate (Pu) mempunyai nilai 670 kgf, beban fracture (Pf) mempunyai nilai 600 kgf dan beban yield (Py) mempunyai nilai 300 kgf.

Kurva hasil pengujian tarik spesimen II dengan variasi Al 98%-Mg 1.4% dengan sudut kampuh 600 dapat dilihat pada gambar 4.3.


(70)

Gambar 4.3 Kurva hasil uji tarik P (kgf) vs ε (elongation) spesimen II. 3. Spesimen III Al Al 98%-Mg 1.4% dengan sudut kampuh 600

Dari kurva pengujian tarik spesimen III dengan variasi Al 98%-Mg 1.4% dengan sudut kampuh 600 terlihat beban ultimate (Pu) mempunyai nilai 810 kgf, beban fracture (Pf) mempunyai nilai 800 kgf dan beban yield (Py) mempunyai nilai 300 kgf.

Kurva hasil pengujian tarik spesimen III dengan variasi Al 98%-Mg 1.4% dengan sudut kampuh 600 dapat dilihat pada gambar 4.4.

ε


(71)

Gambar 4.4 Kurva hasil uji tarik P (kgf) vs ε (elongation) spesimen III. 4. Spesimen I Al 97%-Mg 2.2% dengan sudut kampuh 600

Dari kurva pengujian tarik spesimen I dengan variasi Al 97%-Mg 2.2% dengan sudut kampuh 600 terlihat beban ultimate (Pu) mempunyai nilai 920 kgf, beban fracture (Pf) mempunyai nilai 850 kgf dan beban yield (Py) mempunyai nilai 300 kgf.

Kurva hasil pengujian tarik spesimen I dengan variasi Al 97%-Mg 2.2% dapat dilihat pada gambar 4.5.

Gambar 4.5 Kurva hasil uji tarik P (kgf) vs ε (elongation) spesimen I 5. Spesimen II Al 97% - Mg 2.2% dengan sudut kampuh 600

Dari kurva pengujian tarik spesimen II dengan variasi Al 97%-Mg 2.2% dengan sudut kampuh 600 terlihat beban ultimate (Pu) mempunyai nilai 980 kgf, beban fracture (Pf) mempunyai nilai 900 kgf dan beban yield (Py) mempunyai nilai 300 kgf.


(72)

Kurva hasil pengujian tarik spesimen II dengan variasi Al 97%-Mg 2.2% dapat dilihat pada gambar 4.6.

Gambar 4.6 Kurva hasil uji tarik P (kgf) vs ε (elongation) spesimen II. 6. Spesimen III Al 97%-Mg 2.2% dengan sudut kampuh 600

Dari kurva pengujian tarik spesimen III dengan variasi Al 97% - Mg 2.2% dengan sudut kampuh 600 terlihat beban ultimate (Pu) mempunyai nilai 790 kgf, beban fracture (Pf) mempunyai nilai 750 kgf dan beban yield (Py) mempunyai nilai 250 kgf.

Kurva hasil pengujian tarik spesimen I dengan variasi Al 97%-Mg 2.2% dengan sudut kampuh 600 dapat dilihat pada gambar 4.7.


(73)

Gambar 4.7 Kurva hasil uji tarik P (kgf) vs ε (elongation) spesimen III. 7. Spesimen I Al 98%-Mg 1.4% dengan sudut kampuh 900

Dari kurva pengujian tarik spesimen I dengan variasi Al 98%-Mg 1.4% dengan sudut kampuh 900 terlihat beban ultimate (Pu) mempunyai nilai 400 kgf, beban fracture (Pf) mempunyai nilai 390 kgf dan beban yield (Py) mempunyai nilai 310 kgf.

Kurva hasil pengujian tarik spesimen I dengan variasi Al 98%-Mg 1.4% dengan sudut kampuh 900 dapat dilihat pada gambar 4.8.


(74)

Gambar 4.8 Kurva hasil uji tarik P (kgf) vs ε (elongation) spesimen I. 8. Spesimen II Al Al 98%-Mg 1.4% dengan sudut kampuh 900

Dari kurva pengujian tarik spesimen II dengan variasi Al 98%-Mg 1.4% dengan sudut kampuh 900 terlihat beban ultimate (Pu) mempunyai nilai 810 kgf, beban fracture (Pf) mempunyai nilai 800 kgf dan beban yield (Py) mempunyai nilai 300 kgf.

Kurva hasil pengujian tarik spesimen II dengan variasi Al 98%-Mg 1.4% dengan sudut kampuh 900 dapat dilihat pada gambar 4.9.


(75)

Gambar 4.9 Kurva hasil uji tarik P (kgf) vs ε (elongation) spesimen II.

9. Spesimen III Al 98%-Mg 1.4% dengan sudut kampuh 900

Dari kurva pengujian tarik spesimen III dengan variasi Al 98%-Mg 1.4% dengan sudut kampuh 900 terlihat beban ultimate (Pu) mempunyai nilai 850 kgf, beban fracture (Pf) mempunyai nilai 800 kgf dan beban yield (Py) mempunyai nilai 310 kgf.

Kurva hasil pengujian tarik spesimen III dengan variasi Al 98% - Mg 1.4% dengan sudut kampuh 900 dapat dilihat pada gambar 4.10.


(76)

Gambar 4.10 Kurva hasil uji tarik P (kgf) vs ε (elongation) spesimen III. 10.Spesimen I Al Al 97%-Mg 2.2% dengan sudut kampuh 900

Dari kurva pengujian tarik spesimen I dengan variasi Al 97%-Mg 2.2% dengan sudut kampuh 900 terlihat beban ultimate (Pu) mempunyai nilai 620 kgf, beban fracture (Pf) mempunyai nilai 600 kgf dan beban yield (Py) mempunyai nilai 250 kgf.

Kurva hasil pengujian tarik spesimen I dengan variasi Al 97%-Mg 2.2% dengan sudut kampuh 900 dapat dilihat pada gambar 4.11.

ε


(77)

Gambar 4.11 Kurva hasil uji tarik P (kgf) vs ε (elongation) spesimen I

11.Spesimen II Al Al 97%-Mg 2.2% dengan sudut kampuh 900

Dari kurva pengujian tarik spesimen II dengan variasi Al Al 97%-Mg 2.2% dengan sudut kampuh 900 terlihat beban ultimate (Pu) mempunyai nilai 810 kgf, beban fracture (Pf) mempunyai nilai 800 kgf dan beban yield (Py) mempunyai nilai 300 kgf.

Kurva hasil pengujian tarik spesimen II dengan variasi Al Al 97%-Mg 2.2% dengan sudut kampuh 900 dapat dilihat pada gambar 4.12.

Gambar 4.12 Kurva hasil uji tarik P (kgf) vs ε (elongation) spesimen II. 12.Spesimen III Al Al 97%-Mg 2.2% dengan sudut kampuh 900

Dari kurva pengujian tarik spesimen III dengan variasi III Al Al 97%-Mg 2.2% dengan sudut kampuh 900 terlihat beban ultimate (Pu) mempunyai nilai 810


(78)

kgf, beban fracture (Pf) mempunyai nilai 800 kgf dan beban yield (Py) mempunyai nilai 310 kgf.

Kurva hasil pengujian tarik spesimen III dengan variasi Al 97%-Mg 2.2% dengan sudut kampuh 900 dapat dilihat pada gambar 4.13.

Gambar 4.13 Kurva hasil uji tarik P (kgf) vs ε (elongation) spesimen III. Daerah patahan spesimen Aluminium-Magnesium setelah dilakukan pengujian tarik dapat dilihat pada gambar 4.14.

Gambar 4.14. Daerah Patahan lasan spesimen aluminium magnesium setelah uji kekuatan tarik.

Berikut ini adalah hasil pengujian dan tabel hasil pengujian untuk tegangan, regangan dan modulus elastisitas dari hasil uji kekuatan tarik:


(79)

a. Tegangan (σ)

Tegangan pada uji tarik merupakan berat beban (P) dibagi dengan luas penampang (A) pada sepesimen. Maka hasil perhitungan tegangan pada untuk setiap spesimennya sama. Dapat dihitung dengan persamaan berikut:

A

P

……….. (1)

Dimana : σ = Tegangan (MPa)

P = Beban pada waktu pengujian (kgf) A = Luas penampang (cm2)

Nilai tegangan untuk masing-masing spesimen adalah: 1. Spesimen I Al 98%-Mg 1.4% sudut kampuh 600

Maka, 662 . 0 790   A P

= 1193.354 kgf/cm² = 116.829 Mpa

2. Spesimen III Al 98%-Mg 1.4% sudut kampuh 600

Maka, 5440 . 0 670   A P

= 1231.6176 kgf/cm² = 120.6862 Mpa


(80)

Maka, 6292 . 0 810   A P

= 1287.3490 kgf/cm² = 126.0314 MPa

4. Spesimen II Al 97%-Mg 2.2% sudut kampuh 600

Maka, 6226 . 0 920   A P

= 1477.6742 kgf/cm² = 144.79 MPa

5. Spesimen III Al 97%-Mg 2.2% sudut kampuh 600

Maka, 6171 , 0 980   A P

= 1588.1732 kgf/cm² = 155.615 Mpa

6. Spesimen I Al 97%-Mg 2.2% sudut kampuh 600

Maka, 4730 . 0 790   A P

= 1670.1902 kgf/cm² = 163.66 MPa


(81)

Maka, 6180 . 0 400   A P

= 647.2491 kgf/cm² = 63.3656Mpa

8. Spesimen II Al 98%-Mg 1.4% sudut kampuh 900

Maka, 6292 . 0 810   A P

= 1287.3490 kgf/cm² = 126.0314 Mpa

9. Spesimen III Al 98% -Mg 1.4% sudut kampuh 900

Maka, 6298 . 0 850   A P

= 1349.6348 kgf/cm² = 132.2507 Mpa

10.Spesimen I Al 97%-Mg 2.2% sudut kampuh 900

Maka, 6529 . 0 620   A P

= 949.6094 kgf/cm² = 92.9667 Mpa


(1)

Gambar 4.15 Grafik nilai tegangan dengan sudut kampuh 600

Dari gambar 4.15 menunjukkan penambahan kadar magnesium pada paduan aluminium-magnesium berpengaruh terhadap kekuatan material, terlihat bahwa pada sudut kampuh 600 Al 97%-Mg 2.2% memilki kekuatan lebih baik sebesar 154 MPa dibandingkan dengan Al 98%-Mg 1.4% sebesar 118 MPa.

Nilai tegangan dengan kampuh 900 dapat dilihat pada table 4.2.

Tabel 4.2 Nilai Tegangan dan Modulus Elastisitas dengan kampuh 90o

Kadar Spesimen σ (Mpa) σ (rata-rata) Modulus Elastisitas

Material Dasar - 155 - 60536 MPa

Al 98%-Mg 1.4% Kampuh 900

3a 63

3b 126 107 Mpa 44235 MPa

3c 132

4a 92

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

1 2 3

Al 98%-Mg 1.4% sudut kampuh 60

Al 97%-Mg 2.2% sudut kampuh 60

T

e

g

a

n

g

a

n

(

M

Pa

)


(2)

Al 97%-Mg 2.2% Kampuh 900

4b 120 117 Mpa 45089 MPa

4c 140

Grafik nilai tegangan dengan sudut kampuh 900 dapat dilihat pada gambar 4.16.

Gambar 4.16 Grafik nilai tegangan dengan sudut kampuh 600

Dari gambar 4.16 menunjukkan penambahan kadar magnesium pada paduan aluminium-magnesium berpengaruh terhadap kekuatan material, terlihat bahwa pada sudut kampuh 900 Al 97%-Mg 2.2% memilki kekuatan lebih baik sebesar 117 MPa dibandingkan dengan Al 98%-Mg 1.4% sebesar 107 MPa.

Grafik nilai tegangan rata-rata dapat dilihat pada gambar 4.17. 0

20 40 60 80 100 120 140 160

1 2 3

Al 98%-Mg 1.4% sudut kampuh 90

Al 97%-Mg 2.2% sudut kampuh 90

Spesimen

T

e

g

a

n

g

a

n

(

M

Pa


(3)

Gambar 4.17 Grafik nilai tegangan rata-rata Al-Mg

Dari perbandingan pada gambar 4.17 diatas dapat disimpulkan bahwa, semakin besar sudut kampuh V, maka semakin besar deformasi dan tegangan sisa yang dihasilkan, Hal ini dapt dimengerti dikarenakan pada sudut terbesar, memiliki luas melintang lasan yang lebih besar. Sehingga deposit lasan yang dihasilkan lebih besar. Adapun deposit dan tegangan sisa mempengaruhi besarnya kekuatan dari hasil lasan, karena tegangan sisa juga bertindak sebagai beban yang tetap yang akan menambah nilai beban kerja yang diberikan dari luar, sehingga kekuatan las pada kampuh V sudut 600 memiliki kekuatan las yang lebih baik. Semakin besar penambahan kadar magnesium pada aluminium maka semakin besar kekuatan dari material aluminium-magensium terlihat pada gambar 4.15 dan 4.16, sehingga material Al 97%-Mg 2.2% dengan sudut kampuh 600 memiliki kekuatan lasan yang lebih baik sebesar 154 MPa.

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

Al 98%-Mg 1.4% sudut kampuh 60

Al 97%-Mg 2.2% sudut kampuh 60

Al 98%-Mg 1.4% sudut kampuh 90

Al 97%-Mg 2.2% sudut kampuh 90

Spesimen

T

e

g

a

n

g

a

n

(

M

Pa


(4)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada pengelasan oksi-asitilen pada paduan Aluminium-Magneisium, menggunakan variasi sudut kampuh V dengan besar sudut 600 dan 900. Dapat diperoleh beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban dari tujuan penelitian ini. Hasil-hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pemeriksaan cacat las pengujian tidak merusak NDT (Non Destructif Test) menggunakan cairan penetrant, ke 12 spesimen aluminium-magnesium yang telah mengalami pengelasan tidak menunjukan adanya cacat las, dalam artian masih dalam kriteria batasan yang bisa diterima.

2. Dari variasi sudut kampuh 600 dan 900 dengan paduan aluminium-magnesium menghasilkan kekuatan tarik yang berbeda. Kekuatan tarik tertinggi dihasilkan oleh paduan Al 97%-Mg 2.2% sebesar 154 MPa dengan sudut kampuh 600 sedangkan kekuatan tarik terendah terjadi pada paduan Al 98%-Mg 1.4% dengan sudut kampuh 900 sebesar 107 MPa. Dari hasil pengujian terlihat bahwa pada pengelasan oksi-asitilen untuk paduan aluminium-magnesium, kandungan magnesium, besar sudut kampuh sangat mempengaruhi hasil lasan (kekuatan tarik). Disini terlihat bahwa paduan Al


(5)

98%-Mg 1.4% dengan sudut kampuh 900 menghasilkan kekuatan lasan yang lebih rendah.

5.2 Saran

1. Diharapkan pada pelaksanaan proses pengelasan ada beberapa factor yang harus diperhatikan diantaranya parameter las yang benar dan harus terjamin, menjaga agar pada saat proses pengelasan tidak terkontaminasi atmosfer. Begitu juga dengan pemeriksaan cacat las disarankan harus teliti dalam pembacaan cacat baik itu secara merusak (Non Destructif Test) maupun merusak (Destructif Test) pada spesimen yang telah dilas.

2. Dari hasil yang diperoleh pada penelitian ini pada hasil pengelasan oksi-asitilen pada paduan aluminium-magnesium dianjurkan untuk sudut kampuh pengelasan menggunakan sudut 600, hasil ini lebih maksimal dibandingkan dengan sudut kampuh 600.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Alip, M, 1989. Teori dan Praktik Las. Departemen. Pendidikan dan Kebudayaan.

2. http://www.en.wikipedia.org/wiki/Aluminium_alloy.

3. hhtp://www.mesin-teknik.blogspot.com.

4. hhtp://www.ncssm.edu

5. Mawardi, 2005,. Pengujian Pengelasan Pada Konstruksi Pelat Baja Carbon Jenis ss-41 Secara Non Destructive Ultra Sonic Flow Detector Dengan Menggunakan Spesifikasi Prosedur Pengelasan (WPS) Menurut Standar A.S.M.E Secara IX. Jurnal teknologi Process Jurusan Teknik Kimia USU.

6. Prof. Ir. Tata Sudardia MS.Met.E. Prof DR. Shinroku Saitu, Pengetahuan Bahan Teknik. PT Pradnya Pramita Jakarta.

7. S, Widharto, 2007. Menuju Juru Las Tingkat Dunia, cetakan pertama, Jakarta, Pradnya Pramita.

8. W, Harsono. T, Okumura, 200. Teknologi Pengelasan Logam. Pradnya Pramita, Jakarta Cetakan ke VIII.


Dokumen yang terkait

Pegaruh Tekanan Gas Pada Pengelasan Oksi Asetliwn Welding ( OAW ) Terhadap Kekuatan Tarik dan Ketangguhan Pada Bahan Alumunium-Magnesium ( Al+Mg )

5 94 108

Studi Kekuatan Tarik Las Dari Bahan Plat dasar Aluminium - Magnesium

2 73 38

Pengaruh Variasi Sudut Kampuh V Tunggal Dan Kuat Arus Pada Sambungan Logam Aluminium – Mg 5083 Terhadap Kekuatan Tarik Hasil Pengelasan Tig

6 54 79

Karakteristik Hasil Pengelasan Oxy Asetilen Welding (OAW) Pada Aluminium Magnesium (Al+Mg) Dengan Variasi Sudut Kampuh V 45o& 55o Terhadap Kekuatan Tarik Dan Ketangguhan

3 25 93

Karakteristik Hasil Pengelasan Oxy Asetilen Welding (OAW) Pada Aluminium Magnesium (Al+Mg) Dengan Variasi Sudut Kampuh V 45o& 55o Terhadap Kekuatan Tarik Dan Ketangguhan

0 0 18

Karakteristik Hasil Pengelasan Oxy Asetilen Welding (OAW) Pada Aluminium Magnesium (Al+Mg) Dengan Variasi Sudut Kampuh V 45o& 55o Terhadap Kekuatan Tarik Dan Ketangguhan

0 0 2

Karakteristik Hasil Pengelasan Oxy Asetilen Welding (OAW) Pada Aluminium Magnesium (Al+Mg) Dengan Variasi Sudut Kampuh V 45o& 55o Terhadap Kekuatan Tarik Dan Ketangguhan

0 0 3

Karakteristik Hasil Pengelasan Oxy Asetilen Welding (OAW) Pada Aluminium Magnesium (Al+Mg) Dengan Variasi Sudut Kampuh V 45o& 55o Terhadap Kekuatan Tarik Dan Ketangguhan

0 1 36

Karakteristik Hasil Pengelasan Oxy Asetilen Welding (OAW) Pada Aluminium Magnesium (Al+Mg) Dengan Variasi Sudut Kampuh V 45o& 55o Terhadap Kekuatan Tarik Dan Ketangguhan

0 0 1

STUDI PENGARUH VARIASI SUDUT KAMPUH V PENGELASAN OKSI- ASITILEN GAS PADA PADUAN ALUMINIUM MAGNESIUM DITINJAU DARI KEKUATAN TARIK BAHAN SKRIPSI

0 0 12