Pengertian Hukum Islam Syari’ah

sosial, ekonomi, politik dan budaya, yang tidak dilihat oleh teori atau analisis sosial lainnya. Justeru itu, analisis gender dilakukan untuk menambah serta melengkapi analisis social 47 yang telah ada dan bukan menggantikannya. 48 Dalam perbincangan ini, analisis gender diaplikasikan bagi melihat ketimpangan antara lelaki dan wanita dalam hukum Islam. Ini kerana ia merupakan disiplin ilmu yang banyak mempengaruhi hubungan sosial dalam masyarakat Islam.

4. Pengertian Hukum Islam Syari’ah

Hukum Islam yang ditegaskan dalam ayat Al Qur‟an dan Hadits mutawatir, yang lafadznya tidak mengandung penafsiranpentakwilan, statusnya adalah qath‟iy. 49 Katagori Hukum Islam yang demikian ini, dalam kajian Ushul Fiqh, dikenal dengan istilah “Syari‟ah”. Hukum Islam yang termasuk rumpun Syari‟ah adalah ma‟ulima min al Din bi al-Dharurat sesuatu yang diketahui dari agama dengan pasti dan mujma‟ alaihi yang disepakati oleh ulama. 50 Makna syari‟ah adalah jalan ke sumber mata air, dahulu di arab orang mempergunakan kata syari ‟ah untuk sebutan jalan setapak menuju ke sumber mata air yang diperlukan manusia untuk minum dan membersihkan diri. 51 Kata syari‟ah ini juga berarti jalan yang lurus, jalan yang lempang tidak berkelok-kelok, juga berarti jalan raya. Kemudian penggunaan kata syari ‟ah ini bermakna peraturan, adat kebiasaan, undang- undang dan hukum. 47 Analisis sosial yang telah ada di antaranya analisis kelas dan analisis budaya. 48 49 Dahlan Thaib dan Mila Karmila Adi, Hukum dan Kekuasaan, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, cetakan I, 1998. Hal. 118. 50 Ibid. Hal 119. 51 Ali, Mohammad Daud: hukum islam. Jakarta: rajawali press, 1998. hal. 235. Syari‟ah islam berarti segala peraturan agama yang di tetapkan Allah untuk ummat islam, baik dari Al- Qur‟an maupun dari sunnah Rasulullah SAW. yang berupa perkataan, perbuatan ataupun takrir penetapan atau pengakuan. Pengertian tersebut meliputi ushuluddin pokok-pokok agama, yang menerangkan tentang keyakinan kepada allah berserta sifat-sifatnya, hari akhirat dan sebagainya, yang semuanya dalam pembahasan ilmu tauhid atau ilmu kalam. Ia juga mencakup kegiatan-kegiatan manusia yang mengarah kepada pendidikan jiwa dan keluarga serta masyarakat. Demikian pula tentang jalan yang akan membawanya kepada kehidupan yang sejahtera dan bahagia. Ini semuanya termasuk dalam pembahasan ilmu akhlak. Menurut pengertian-pengertian tersebut, syariah itu meliputi hukum-hukum Allah bagi seluruh perbuatan manusia, tentang halal, haram makruh, sunnah dan mubah pengertian inilah yang kita kenal ilmu fiqih, yang sinonim dengan istilah “undang- undang”. Para pakar hukum islam selalu berusaha memberikan batasan pengertian “Syariah” yang lebih tegas, untuk memudahkan kita mebedakan dengan fiqih,yang dia antaranya sebagai berikut: a. Imam Abu Ishak As-syatibi dalam bukunya Al-Muwafaqat ushulil ahkam mengatakan : “bahwasannya arti syariat itu sesungguhnya menetapkan batas tegas bagi orang-orang mukallaf dalam segala perbuatan,perkataan dan akidah mereka. b. Syikh Muhammad Ali ath-thawi dalam bukunya kassyful istilahil funun mengatakan: “Syariah yang telah diisyaratkan Allah untuk para hambanya, dari hukum-hukum yang telah dibawa oleh seseorang nabi dan para nabi Allah as. Baik yang berkaitan dengan cara pelaksanaanya, dan disebut dengan far‟iyah amaliyah, lalu dihimpun oleh ilmu kalam dan syari‟ah ini dapat disebut juga pokok akidah dan dapat disebut juga dengan diinagama dan millah. Definisi tersebut menegaskan bahwa syariah itu muradif sinonim dengan diin dan milah agama. Berbeda dengan ilmu fiqih, karena ia hanya membahas tentang amaliyah hukum ibadah, sedangkan bidang akidah dan hal-hal yang berhubungan dengan alam ghaib dibahas oleh ilmu kalam atau ilmu tauhid. c. Prof. DR. Mahmud Salthut mengatakan bahwa : Syari‟ah ialah segala peraturan yang telah diisyaratkan allah,atau ia telah mensyariatkan dasar-dasarnya, agar manusia melaksanakannya, untuk dirinya sendiri dalam berkomunikasi dengan tuhannya dengan sesama muslim dengan sesama manusia denga alam semesta dan berkomunikasi den gan kehidupan.” 5. Kedudukan Saksi Dalam hukum acara pidana saksi termasuk sebagai alat bukti. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 184 KUHP dinyatakan bahwa alat bukti yang sah dalam perkara pidana adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka jelaslah bahwa saksi termasuk dalam sebagai alat bukti. Dalam kedudukannya, apabila seseorang telah melakukan suatu tindak pidana, maka ia selalu berusaha menghilangkan adanya bukti mengenai tindak pidana tersebut. Sehingga bukti tersebut harus dicari dari keterangan orang-orang yang secara kebetulan melihat atau mengalami peristiwa tindak pidana tersebut. Dengan demikian untuk perkara pidana, maka tepatlah apabila keterangan saksi merupakan alat bukti yang berada diurutan pertama. 52 Dalam KUHAP pasal 1 ayat 26 saksi adalah orang yang dapat memberi keterangan guna kepentingan penyidikan,penuntutan dan peradilan tentang sesuatu perkara pidana yang dia dengar sendiri,dia lihat sendiri dan dia alami sendiri. Syarat menjadi saksi adalah: 1,sehat jiwa dan batinya tidak gila 2. baliqdewasa 3.berani di sumpah sesuai dengan agama masing masing 4.melihat,mendengar dan mengalami perkara pidana tersebut. Keterangan saksi yang memenuhi syarat dan bernilai sebagai alat bukti secara yustiscial haruslah: 53  Memberikan keterangan yang sebenarnya sehubungan dengan tindak pidana yang sedang diperiksa. Keterangan saksi haruslah murni berdasarkan kesadaran sendiri dan didukung oleh latar belakang dan sumber pengetahuannya.  Keterangan saksi yang relavan untuk kepentingan yustisial - Yang ia dengar sendiri - Yang ia lihat sendiri - Yang ia alami sendiri 52 http:www.google.co.idsearch?q=hukumonline.comklinikdetail, diunduh Kamis 27 Maret 2014. 53 Muchamad Iksan, www.hukum.ums.ac.id., diunduh Kamis 5 Juni 2014. - Hasil pendengaran, pengelihatan, atau pengalaman sendiri dimaksud harus didukung suatu alas an “pengetahuannya” yang logis dan masuk akal - Jumlah saksi yang sesuai untuk kepentingan peradilan sekurang-kurangnya dua pasal 182 ayat 2 KUHAP: unus testis nullus testis, satu sksi bukan saksi. Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus sungguh- sungguhmemperhatikan Pasal 185 ayat 6 KUHAP:  Persesuaian antara keterangan saksi yang satu dengan yang lain  Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti yang sah lainnya  Alasan yang mungkin dipergunakan saksi untuk memberikan keterangan yang tertentu  Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umunya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.

B. Dasar Hukum Kekuasaan Kehakiman

Dokumen yang terkait

Pandangan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah Terhadap Tradisi Upayh Pelayat (Studi Kasus di Desa Haur Gajrug, Kec Cipanas, Kab Lebak Banten)

0 15 86

HAKIM PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Posisi Hakim Perempuan Dalam Memutuskan Kasus Pidana Menurut Majlis Ulama Hakim Perempuan Dalam Perspektif Hukum Islam (Posisi Hakim Perempuan Dalam Memutuskan Kasus Pidana Menurut Majlis Ulama Indonesia, Muh

0 2 19

TESIS Hakim Perempuan Dalam Perspektif Hukum Islam (Posisi Hakim Perempuan Dalam Memutuskan Kasus Pidana Menurut Majlis Ulama Indonesia, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama).

0 2 11

HAKIM PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Posisi Hakim Perempuan Dalam Memutuskan Kasus Pidana Menurut MUI, Hakim Perempuan Dalam Perspektif Hukum Islam (Posisi Hakim Perempuan Dalam Memutuskan Kasus Pidana Menurut Majlis Ulama Indonesia, Muhammadiy

0 2 17

DAFTAR PUSTAKA Hakim Perempuan Dalam Perspektif Hukum Islam (Posisi Hakim Perempuan Dalam Memutuskan Kasus Pidana Menurut Majlis Ulama Indonesia, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama).

0 3 6

DINAMIKA ULAMA PEREMPUAN DALAM MENEGUHKA

0 1 12

Gerakan Perempuan Nahdlatul Ulama dalam

0 0 22

View of Ulama dalam Perspektif Nahdlatul Ulama

0 0 19

KEPEMIMPINAN POLITIK PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF FATAYAT NAHDLATUL ULAMA (NU) (Studi Pada Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) Provinsi Lampung - Raden Intan Repository

0 2 105

PANDANGAN ULAMA MUHAMMADIYAH DAN NAHDLATUL ULAMA PANDANGAN ULAMA MUHAMMADIYAH DAN NAHDLATUL ULAMA TERHADAP PRODUK BANK SYARIAH DI PURBALINGGA - repository perpustakaan

1 4 17