DINAMIKA ULAMA PEREMPUAN DALAM MENEGUHKA

DINAMIKA ULAMA PEREMPUAN
DALAM MENEGUHKAN NILAI-NILAI KEISLAMAN,
KEMANUSIAAN, DAN KEBANGSAAN INDONESIA
Sity Aisyah
Dosen FAI UCY
sitiaisyah.mpk@gmail.com
abstract
Exposing the dynamics of Indonesian women religious scholars (ulama) in
affirming Islamic values, humanity, and nationality is the purpose of this
essay. The highlights are focused on educational strategy and proseltizing
(da'wah) of female Muslim religious scholars (ulama) that still need to be
formulated systematically and operationally. With the planning and
implementation of proseltizing (da'wah) and education that has been
mature is expected to enlighten and change the understanding and
awareness of all parties about Islam as a doctrine that upholds the glory of
human beings both men and women without discrimination against each
other, teachings that show the seeds of truth, goodness, peace, justice,
prosperity, prosperity, and the virtue of life dynamically for all mankind,
and able and willing to empower society to realize justice and prosperity
which is pleased by Allah.
Keywords: dynamics, female scholars, Islam, Indonesia


A. Pendahuluan
Peran strategis ulama perempuan dalam pengembangan peradaban
telah terukir dalam sejarah kemanusiaan. Al-Qur`an juga mengabadikan
para ulama perempuan yang telah berperan dalam membangun
peradaban. Sebut saja, ibu Hawa yang menjadi partner Nabi Adam as.,
meletakkan dasar peradaban kemanusiaan. Ibu Sarah, mendampingi Nabi
Ibrahim as melawan kedzaliman penguasa. Ibu Hajar, perempuan yang
berjasa bagi perjuangan dua utusan Allah, Nabi Ibrahim as., dan Nabi
Isma‟il as., sebagai peletak dasar nilai-nilai kemanusiaan, sosial, dan
spiritualitas. Safura, puteri Syu‟aib yang kemudian menjadi pendamping
Nabi Musa as, mengedepankan konsep kepemimpinan al-qawiyyu dan alamīnu, ketika mengusulkan kepada ayahnya agar pemuda Musa bekerja
untuk ayahnya (Q.S. al-Qashash [28] :26)1. Ratu Balqis dengan kecerdasan
dan kearifannya, mengedepankan kepemimpinan yang melayani,
berorientasi pada kesejahteraan, bukan kekuasaan. Dengan kapasitas
intelektualnya, ia dapat menerima kebenaran Ilahi yang dibawa Nabi
Sulaeman as., dengan pernyataannya yang memuat spirit kesetaraan dan
keadilan (Q.S. an-Naml [27] : 23-44)2. Asiah, isteri Fir‟aun, perempuan

SITI AISYAH


cerdas dan bijak, pendukung perjuangan Nabi Musa as., dan Ibu Maryam,
ibu Nabi Isa as., juga merepresentasikan ulama perempuan. Ia menjadi
pembelajar dari gurunya yang sekaligus pamannya, Nabi Zakaria (Q.S. atTahrim (66) : 11-22.3
Dalam lembaran sejarah kenabian Rasul Muhamamd saw., sejak
awal era Islam, telah tampil ulama perempuan berpengaruh. Sayyidah
Khadijah, isteri Nabi Muhammad, adalah orang pertama yang mengimani
kerasulan Nabi Muhammad saw. Sayyidah „Aisyah, isteri Rasul yang
cerdas dengan kapasitas keilmuan dalam berbagai bidang, seperti Tafsir,
periwayatan hadis -yang menempati posisi yang tinggi baik secara
kualitas maupun kuantitas-, syair, dan kesehatan. Sayyidah Chafshah binti
Umar, perempuan cerdas pemelihara mushhaf Al-Qur`an.4 Kepeloporan
ulama perempuan di masa kenabian, dilanjutkan era shahabat dan
thabi‟in, menampilkan ulama-ulama perempuan yang memiliki kapasitas
dan kredibilitas keilmuan Islam. Menurut catatan Ibnu Hajar al-Asqalani
dalam “Taqrib at-Tahdzib”, kurang lebih ada tiga ratus ahli hadis
perempuan yang terabadikan dalam kitab-kitab hadis kutub as-sittah.5
Tulisan ini memaparkan dinamika ulama perempuan Indonesia,
dalam meneguhkan nilai-nilai keislaman, kemanusiaan, dan kebangsaan.
Secara sistematis, tulisan ini diawali dengan Pendahuluan, dilanjutkan

paparan tentang Landasan Normatif Ulama Perempuan, Dinamika ulama
perempuan Indonesia, Strategi Peneguhan Nilai-Nilai Keislaman,
Kemanusiaan, dan Kebangsaan, yang diakhiri dengan Penutup.
B. Landasan Normatif Ulama Perempuan
Al-Qur`an telah mengisyaratkan eksistensi ulama perempuan
diantaranya Q.S. Ali-„Imran (3) 190-195, at-Taubah (9) : 71, an-Nahl (16) :
97.6. Ketiga ayat tersebut mengisyaratkan adanya kesetaraan dan
keterlibatan ulama perempuan dalam melakukan dakwah, menebar amal
shalih, meneguhkan nilai-nilai keislaman, kemanusiaan, dan kebangsaan
untuk mewujudkan ḥayātan ṭayyibatan, sebuah kehidupan yang baik,
bahagia dan sejahtera, tercukupi kebutuhan lahiriyah dan batiniyahnya,
ridha menerima pemberian Allah.
Ayat 190-195 Al-Qur`an Surah Ali „Imran, mengisyaratkan adanya
Ulul Albab, yaitu orang-orang yang selalu menggunakan kapasitas
intelektualnya, jiwaninya, dan amaliahnya untuk memikirkan dan
menghayati terjadinya alam semesta, berdzikir mengingat Allah yang telah
menciptakan alam semesta ini untuk kebaikan dan kemakmuran manusia
di bumi ini, dan senantiasa beramal kebajikan mengisi dunia ini dengan
kebaikan-kebaikan nyata. Para ulul-albāb itu terdiri dari laki-laki dan
perempuan. Dalam hal ini, Allah menegaskan bahwa ulama itu ada yang

laki-laki dan perempuan, keduanya memiliki kapasitas intelektual, jiwani,
dan kemampuan beramal setara di hadapan Allah.

89

Jurnal Ulumuddin Volume 6, Nomor 2, Desember 2016

DINAMIKA ULAMA PEREMPUAN DALAM MENEGUHKAN NILAI-NILAI
KEISLAMAN, KEMANUSIAAN, DAN KEBANGSAAN INDONESIA

Ayat 71 Al-Qur`an Surah at-Taubah, mengisyaratkan bahwa lakilaki dan perempuan memiliki kapasitas dan kesempatan setara sebagai
penolong dan pemimpin untuk melakukan dakwah amar makruf nahi
mungkar, menunaikan shalat, menunaikan zakat, dan mentaati Allah.
Mereka itu laki-laki dan perempuan yang telah melakukan tugas-tugas
dakwah dan ibadah, akan mendapatkan rahmah dari Allah SWT. Ayat 97
Surah an-Nahl, mengisyaratkan tanggung jawab laki-laki dan perempuan
beriman untuk melakukan peran kemasyarakatan melalui amal-amal
shalih, amal-amal kebaikan yang ditunaikannya dalam mewujudkan
ḥayātan ṭayyibatan.
C. Dinamika Ulama Perempuan Indonesia

Di Indonesia, sejak sebelum kemerdekaan, telah tampil para ulama
perempuan yang telah menginisiasi upaya peneguhan nilai-nilai
keislaman, kemanusiaan, dan kebangsaan, melalui perjuangan melawan
penjajah dan pengembangan pendidikan untuk kaum perempuan. Sebut
saja Sultanah Seri Ratu Tajul Alam Syafiuddin Johan Berdaulat dari Aceh,
sosok yang sangat pintar dan aktif dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan. Pada masa pemerintahannya (1644-1675), ilmu dan
kesusteraan berkembang pesat. Siti Aisyah Wetin We Tenrille dari
Sulawesi selatan, perempuan ilmuwan yang ahli dalam pemerintahan dan
kesusasteraan, penulis Epos La-Galigo, yang mencapai 7.000 halaman
folio dan pendiri pendidikan modern pertama untuk laki-laki dan wanita
di Ternate. Cut Nyak Dien dan Cut Meutia dari Aceh, perempuan pejuang
melawan Belanda dalam perang Aceh.7 Raden Ajeng Kartini, murid Kyai
Sholeh Darat dari Semarang, perempuan cerdas, pelopor pergerakan
perempuan Indonesia. Kartini mendapat kado perkawinan Salah satu
tafsir yang menggugah hati Kartini dan diulang-ulang disampaikan Kartini
kepada sahabat penanya di Belanda adalah Q.S. al-Baqarah (2) : 257,
bahwa “Allah pelindung orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan
mereka dari kegelapan kepada cahaya (minaẓ-ẓulumāti ilan-nūr).8 Dewi
Sartika dari Bandung (isteri Raden Kanduruan Agah Suriawinata,

pengurus SI kota Bandung), pendiri Sakola Isteri (1904) yang kemudian
berubah menjadi Sakola Kautamaan Isteri (1910), tempat pendidikan
kaum perempuaan untuk belajar dan berlatih ketrampilan membuat
kerajinan tangan khas Bandung. H.O.S. Tjokroaminoto Ketua pengurus
besar Syarekat Islam mengundang Dewi Sartika untuk memberikan
ceramah atau penyuluhan tentang kewanitaan bagi Wanita Sarekat Islam
di sana.9 Nyai Siti Walidah isteri Kyai Ahmad Dahlan, dari Yogyakarta. Ia
bersama suaminya merintis pendidikan bagi para perempuan seperti Sopo
Tresno (1914), Wal-„Ashri, dan Maghribi School, yang merupakan embrio
berdirinya „Aisyiyah. Bersma suaminya ia mendirikan „Aisyiyah sebagai
implementasi pemahaman ayat Q.S. an-Nahl (16) : 97 dan at-Taubah (9) :

Jurnal Ulumuddin Volume 6, Nomor 2, Desember 2016

90

SITI AISYAH

71. Karena kapasitas keulamaannya, beliau diundang para ulama di Solo,
untuk menyampaikan usahanya merintis pendidikan perempuan di

hadapan para ulama laki-laki. Nyai Ahmad Dahlan, ulama perempuan dan
salah satu tokoh pergerakan nasional Indonesia, juga telah meletakkan
dasar perjuangan persamaan hak-hak kaum perempuan dalam Islam.
Pesannya kepada para santri-santri perempuan cukup tegas. “Wanita
jangan memiliki jiwa kerdil, tetapi berjiwa Srikandi” 10. Rahmah El
Yunusiah dari Padang Panjang, pelopor pendidikan wanita Islam dan
pejuang kemerdekaan. Ia berguru pada beberapa ulama dan bercita-cita
memperbaiki kedudukan kaum perempuan melalui pendidikan modern
berdasarkan prinsip agama. Ia mendirikan Diniyah Putri School Padang
Panjang (1023). Karena kapasitas keulamaannya, Rahmah menjadi
anggota Mahkamah Syariah di Bukit Tinggi dan Majelis Islam Tinggi
Sumatra. Ia diundang ke Universitas Al-Azhar di Kairo untuk
mendapatkan gelar Syaikhah, yaitu gelar kehormatan tertinggi yang
diberikan kepada perempuan, karena keberhasilannya mengembangkan
pendidikan Islam (1966).11
Di Indonesia, dunia pesantren menempati peran strategis dalam
transformasi ilmu-ilmu Islam, pemelihara tradisi Islam, dan reproduksi
ulama perempuan. Pada awalnya, representasi ulama perempuan ada
dalam sosok ibu Nyai dan puteri-puteri nya. Beliau belajar agama dari
orang tua dan suami, yang selanjutnya mendampingi tugas-tugas Kyai

dalam dunia kepesantrenan. Pesantren putri pertama adalah Pesantren
Puteri Denanyar Jombang (1919), atas usaha Nyai Nur Khodijah yang
mengajak para perempuan belajar secara informal di teras belakang
kediaman Kiai Bisri. Selanjutnya, bermunculan pesantren perempuan dan
dari sanalah lahir banyak para ulama perempuan. Diantaranya Mbah Nyai
Nuriyah binti KH. Zainuddin, isteri Kyai Ma‟shum Ahmad, pendiri pondok
Al-Hidayah Lasem. Bersama suaminya, beliau merintis pendidikan untuk
kaum perempuan, baik dalam bentuk menginap maupun di asramakan. 12
Nyai Solichah Wahid puteri K.H. Bishri Syamsuri, pendamping ulama dan
tokoh bangsa KH. Abdul Wahid Hasyim, putra Hadratussyaikh KH. M.
Hasyim Asy‟ari. Beliau perempuan hebat, sosok perempuan ulama dengan
multi fungsi (isteri, ibu, aktifis, wirausahawati, dan politisi) yang
diperankannya dengan apik dan serasi.13
Peran ulama perempuan juga direpresentasikan oleh kiprah
organisasi-organisasi perempuan dikalangan komunitas agama. Sejalan
dengan semangat pembaharuan di kalangan Organisasi Islam, lahirlah
Organisasi perempuan Islam. Kelahiran Organisasi perempuan Islam ini,
seiring dengan Organisasi induknya, yang menyadari pentingnya
keterlibatan perempuan dalam perjuangan dan dakwah Islam. Diantara
organisasi perempuan yang didirikan pada sebelum dan awal


91

Jurnal Ulumuddin Volume 6, Nomor 2, Desember 2016

DINAMIKA ULAMA PEREMPUAN DALAM MENEGUHKAN NILAI-NILAI
KEISLAMAN, KEMANUSIAAN, DAN KEBANGSAAN INDONESIA

kemerdekaan adalah „Aisyiyah, Wanita Syarikat Islam, Peristeri, Muslimat
NU, dan Wanita Islam.
„Aisyiyah sebagai Organisasi sayap perempuan Muhammadiyah
didirikan pada tanggal 27 Rajab 1335 H / 19 Mei 1917 oleh KHA. Dahlan
bersama isterinya Nyai Siti Walidah. Organisasi ini sebagai pengembangan
dari pengajian Sopo Tresno yang didirikan pada tahun 1914. Ketua
pertama dipimpin oleh Siti Bariyah, salah satu diantara enam gadis
didikan langsung Kyai dan Nyai Dahlan, lulusan Neutraal Meisjes School
yang cerdas, kritif, aktif, dan berpandangan luas. Pada awalnya, „Aisyiyah
bergiat pada bidang pendidikan, untuk anak usia dini didirikanlah Frobel
(TK ABA, 1919), Muallimat, sekolah untuk perempuan dalam menyiapkan
za‟imat, „alimat, dan muallimat (1920). Untuk para remaja didirikan Siswo

Proyo Wanito (1919) yang kemudian menjadi Nasyiatul-„Aisyiyah (1931),
untuk para buruh Maghribi School, dan merintis Mushala „Aisyiyah
(1922), dan majalah suara „Aisyiyah (1926). Pada tahun 1928, para ulama
perempuan „Aisyiyah yang diwakili ibu Munjiyah dan Ibu Hayinah,
berpidato dihadapan Konggres Perempuan Indonesia, memaparkan
tentang “Derajat Perempuan dan Persatuan Manusia”. 14
Pada tahun 1925, Syarikat Islam mendirikan Organisasi Syarikat
Puteri Islam yang sekarang menjadi Wanita Syarikat Islam sebagai fusi
dari Organisasi Sri Fatimah di Garut (1918) dan Wanudyo Utomo (Wanito
Utomo) di Yogyakarta (1920). 15 Tahun 1928, tonggak sejarah kesatuan
perjuangan kaum perempuan Indonesia ditandai dengan diadakannya
Konggres Perempuan Indonesia pada tanggal 22 Desember 1928.
Konggres ini merupakan kesatuan perjuangan kaum perempuan Indonesia
dalam mewujudkan kemerdekaan dan mengatasi permasalahan yang
dihadapi kaum perempuan Indonesia. Ulama perempuan Indonesia ikut
terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan Konggres sebagai EC dan
OC. Pemikiran ulama perempuan Indonesia (al. disampaikan oleh ibu
Munjiyah yang menyampaikan tentang Derajat Perempuan dan ibu
Hayyinah tentang Persatuan Manusia), mewarnai Konggres yang dihadiri
oleh 30 perwakilan Organisasi perempuan. Berbagai permasalahan yang

direkomendasikan adalah mencegah pernikahan anak, perlindungan
wanita dan anak-anak dalam perkawinan, Kedudukan wanita dalam
hokum perkawinan, pendidikan bagi anak gadis, mengirimkan mosi
kepada Raad Agama agar tiap talak dikuatkan secara tertulis sesuai
dengan peraturan agama. 16
Pada tanggal 25 Desember tahun 1936, Persatuan Islam, dalam
Konggres III di Bandung diputuskan pembentukan Qanun Peristri sebagai
Bagian Isteri dari Persis untuk memberikan pemahaman Islam yang sesuai
dengan aslinya yang dibawa oleh Rasulullah Saw dalam kitab-kitab hadis

Jurnal Ulumuddin Volume 6, Nomor 2, Desember 2016

92

SITI AISYAH

yang shahih dan memberikan pandangan berbeda dari pemahaman Islam
tradisional yang dianggap sudah tidak orisinil.17
Muslimat NU sebagai wadah perjuangan kaum perempuan Islam
yang berpegang teguh pada Ahlus-Sunnah wal-Jama‟ah, secara resmi
didirikan pada tanggal 29 Maret 1946 bersamaan dengan hari Penutupan
Konggres NU XVI, atas perjuangan Kyai Dahlan. Ketua pertama Muslimat
NU, telah dipilih Nyai Chadidjah Dahlan, isteri Kyai Dahlan. Disamping
Muslimat NU, didirikan juga Fatayat NU sebagai wadah perempuan muda
NU pada tanggal 24 April 1950 bertepatan dengan 7 Rajab 1317 H di
Surabaya. 18
Wanita Islam, Organisasi muslimah independent, didirikan pada
tanggal 29 April 1962 di kota Yogyakarta, yang peduli dengan kondisi
umat dan bangsa dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat. Tokohnya
al. Ibu Syarifah Muhtarom, Ibu „Aisyah Amini, ibu Syamsiar „Ishom. 19
Di awal kemerdekaan, setelah berdirinya Perguruan Tinggi Islam,
seperti IAIN dan PTAIS, akses ulama perempuan memperdalam dan
memperluas studi Islam semakin luas. Kesempatan meningkatkan kualitas
keilmuan lebih luas, setelah terbukanya akses studi lanjut luar negeri,
baik mengembangkan ilmu-ilmu keislaman maupun ilmu-ilmu lainnya
untuk membuka cakrawala dan mengasah analisis pemikiran dalam
mengembangkan studi Islam dan memecahkan permasalahan
kemanusiaan dan kebangsaan. Eksisnya Pusat Studi Wanita di Perguruan
Tinggi, khususnya PTA baik Negeri maupun Swasta, memperkuat jaringan
ulama perempuan. Diantara ulama perempuan dari Perguruan Tinggi
Islam generasi awal, dikenal nama-nama Ibu Prof. Dra. Baroroh Baried
(UGM), Ibu Prof Dra Tujimah (UI), dan Prof. Dr. Zakiyah Daradjad
(IAIN).
Maraknya Majelis Taklim dan pengajian sejak tahun tujuh puluhan
telah dikenal oleh masyarakat akar rumput dan kelompok masyarakat
tertentu telah memperkuat posisi strategis ulama perempuan dalam
membina, mendampingi, dan memberdayakan masyarakat ke arah yang
lebih baik.
Selama satu abad dinamika ulama perempuan telah mewarnai
pengembanan pemikiran Islam dan gerakan perempuan Islam melalui
Organisasi kemasyarakatan perempuan Islam, Majelis Taklim/pengajian,
Pesantren, dan PTAI. Para ulama perempuan telah aktif di berbagai
bidang kehidupan, seperti sebagai pejabat eksecutif, politisi, Pimpinan
Lembaga Pendidikan dari tingkat pra sekolah sampai Perguruan Tinggi,
pengusaha, Pimpinan Organisasi kemasyarakatan, dan LSM. Mereka telah
memperkuat dakwah, baik dalam bentuk dakwah bil-lisan maupun bil-hal,
yang diarahkan pada upaya-upaya untuk memberdayakan kaum
perempuan menunaikan peran-peran kemanusiaan dan kebangsaan untuk
93

Jurnal Ulumuddin Volume 6, Nomor 2, Desember 2016

DINAMIKA ULAMA PEREMPUAN DALAM MENEGUHKAN NILAI-NILAI
KEISLAMAN, KEMANUSIAAN, DAN KEBANGSAAN INDONESIA

mewujudkan kesejahteraan, mengatasi problem kemanusiaan dan
kebangsaan, seperti kemiskinan, kekerasan dalam rumah tangga,
kekerasan terhadap perempuan dan anak, tenaga kerja wanita, peran
politik perempuan.
D. Strategi Peneguhan Nilai-Nilai Keislaman, Kemanusiaan,
Dan Kebangsaan
Berbagai persoalan terkait dengan perempuan dan anak, serta
dinamika ulama perempuan selama kurang lebih satu abad, untuk
meneguhkan nilai-nilai keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan melalui
berbagai media dakwah dan pendidikan telah dirasakan hasilnya dalam
kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Ke depan, peran ulama perempuan dalam dakwah dan pendidikan
untuk mengimplementasikan nilai-nilai keislaman, kemanusiaan, dan
kebangsaan, perlu diteguhkankan kembali. Strategi peneguhan nilai-nilai
keislaman, kemanusiaan, dan kebangsaan, dapat dilakukan melalui
pendidikan dan dakwah.
1. Strategi Pendidikan dalam peneguhan nilai-nilai keislaman,
kemanusiaan, dan kebangsaan.
Pendidikan sebagai strategi peneguhan nilai, diarahkan pada
pelaku (ulama perempuan) dan masyarakat sasaran. Ulama perempuan
sebagai pendidik diharapkan memiliki integritas keislaman yang menyatu
dalam totalitas kehidupan, baik dalam hubunganya secara fertikal dengan
Allah, secara internal dengan diri sendiri, dan secara horizontal dengan
sesama manusia dan makhluk Allah. Ia menampilkan pribadi kesalehan
individual, social, dan institusional. Ia memiliki keahlian dalam ilmu-ilmu
keislaman dan ilmu-ilmu dunyawiyyah yang berdimensi keislaman. Ia juga
memiliki kepedulian social yang tinggi, kepekaan social, empati, simpati,
dan rela berkorban, beramal untuk kepentingan dhu‟afa` mustadh‟afin
dan kepentingan social lainnya. Ia memiliki jama‟ah binaan dan menyatu
dalam denyut kehidupan para jama‟ah, serta menjadi rujukan, tempat
konsultasi para jama‟ah dan masyarakat dalam mengatasi persoalan dan
memajukan kehidupan. Ulama perempuan harus memiliki perspektif
kesetaraan dan keadilan terhadap perempuan.
Pendidikan ulama perempuan diarahkan pada pembentukan dan
pengembangan kualitas mujtahidah, muballighah ustadzah, muballighah
motifator, dan pemberdayaan masyarakat. Pendidikan ulama dapat
dilakukan melalui pendidikan formal, nonformal, dan informal. Secara
formal dilakukan melalui lembaga pendidikan sekolah dan perguruan
tinggi keislaman, seperti pesantren, kulliyyatul mu‟allimat, Madrasah. Di
tingkat Pendidikan Tinggi, ada Pendidikan Ulama Perempuan, Pendidikan
Ulama Tarjih Perempuan, Perguruan Tinggi Agama Islam baik Negeri
maupun Swasta, IIQ, PTIQ. Pendidikan nonformal, melalui pesantren

Jurnal Ulumuddin Volume 6, Nomor 2, Desember 2016

94

SITI AISYAH

mahasiswa (bagi mahasiswa PTU dan PTA), madrasah diniyyah, ma‟had
„Ali, pelatihan kader ulama perempuan, pelatihan muballighat, pelatihan
muballighat motivator pemberdayaan masyarakat, dan kajian-kajian rutin
untuk meningkatkan kualitas keilmuan dan wawasan ulama dan
muballighat dalam menjawab permasalahan keislaman, kemanusiaan, dan
kebangsaan. Kurikulum Pendidikan dan pelatihan memuat materi ilmuilmu keislaman dan ilmu-ilmu umum perspektif Islam, kajian perspektif
keadilan gender, metodologi ijtihad, metodologi tabligh, ilmu-ilmu
pemberdayaan masyarakat, serta ilmu-ilmu pendukung ijtihad dan
dakwah. Strategi pendidikannya menekankan pada student aktif leraning,
problem based learning, contextual learning untuk menjawab
permasalahan kemasyarakatn, kebangsaan, kemanusiaan, secara
komprehensip.
Pendidikan informal, dalam bentuk keterlibatan para ulama dan
muballighat dalam aktifitas kemasyarakatan baik rutin maupun insidentil.
Pengalaman aktifitas pendampingan masyarakat dalam berdakwah,
memberikan solusi dan konsultasi, serta memecahkan permasalahan
keislaman, kemanusiaan dan kebangsaan, merupakan kesempatan yang
cukup efektif dalam meningkatkan dan mematangkan kualitas keilmuan
dan kepribadian ulama.
Dalam arti khusus, strategi pendidikan dalam dakwah merupakan
aktualisasi dakwah bil-lisān, yaitu penyampaian pesan-pesan dakwah
secara lesan dalam bentuk ceramah, tabligh akbar, seminar, diskusi,
talkshow dan secara tertulis melalui media cetak seperti jurnal, majalah,
surat kabar, leaflet, tabloid, penerbitan buku, dan melalui media social.
Materi dakwah yang mencerahkan dengan spirit Islam raḥmahtan lil„ālamīn, penebar keutamaan, kebaikan, kemajuan, kedamaian, keadilan,
dan kesejahteraan, akan dapat mempengaruhi pembaca sebagai pelaku
dan sasaran dakwah untuk mengenal Islam pembawa kesuksesan,
kemajuan, dan kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.
Pendidikan Islam melalui penguatan Majelis Taklim dan Pengajian
rutin untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang Islam
secara komprehensip, baik terkait dengan keimanan, akhlak , ibadah, dan
mu‟amalah dunyawiyyah dalam mewujudkan kesalehan individual,
kesalihan social, dan kesalehan institusional jama‟ah, perlu dilakukan
dengan merancang kurikulum atau tema-tema pengajian sesuai
kebutuhan. Selama ini, tema pengajian lebih banyak mengkaji tentang
tauhid, thaharah, shalat, puasa, zakat, haji, belum menyentuh dan
dikontekkan pada kebutuhan hidup dalam ranah individu, keluarga,
social, kemanusiaan, dan kebangsaan. Para ulama, muballighat, dan
penggerak masyarakat dilatih untuk merancang tema-tema pengajian,
modul dan materi pengajian, sesuai kebutuhan masyarakat binaan, untuk

95

Jurnal Ulumuddin Volume 6, Nomor 2, Desember 2016

DINAMIKA ULAMA PEREMPUAN DALAM MENEGUHKAN NILAI-NILAI
KEISLAMAN, KEMANUSIAAN, DAN KEBANGSAAN INDONESIA

mewujudkan kebaikan dan keutamaan hidup lahiriyah dan batiniyah,
ḥasanah fid-dunya wa ḥasanah fil-ākhirah. Beberapa tema pengajian
seperti : Pernikahan anak-anak tidak dianjurkan dalam Islam; Pencatatan
perkawinan Wajib; Tafsir nir kekerasan dalam pencegahan kekerasan
terhadap perempuan, kekerasan dalam rumah tangga, dan kekerasan
terhadap anak; Membangun relasi harmonis dan berkeadilan suami isteri;
Perjuangan ibu hamil dan melahirkan agar sehat; Pencegahan kanker
payudara dan kanker servix; Pandangan Islam tentang Pemberian ASI dan
ASI eksklusif; Perilaku hidup bersih dan sehat; Pemenuhan makanan halal
dan thayyib, sehat, dan bergizi; Menanam itu ibadah/ menanam itu
shadaqah; Pertanian organic; Parenting; Pemenuhan hak anak;
Mendampingi Anak menonton TV dan bijak menggunakan gawai; Literasi
sehat, partisipasi perempuan dalam pembangunan desa.
2. Strategi Dakwah Pemberdayaan dalam Peneguhan Nilai-nilai
Keislaman, Kemanusiaan, dan Kebangsaan
Dakwah pemberdayaan merupakan perwujudan aktifitas dakwah
bil-hal, untuk mengajak masyarakat meningkatkan kesadaran kritis dalam
melihat permasalahan dan potensi yang ada di masyarakat serta
meningkatan kapasitas (kemampuan) warga untuk partisipasi yang lebih
besar dalam pembuatan keputusan untuk kepentingan bersama dan
berpartisipasi aktif dalam proses pengembangan sosial-ekonomi
masyarakat yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan bersama dengan
menggali potensi lokal untuk dikembangkan dan dimanfaatkan bagi
sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat. Pengembangan model
dakwah pemberdayaan antara lain dilakukan dalam bentuk Qaryah
Thayyibah, Desa Binaan, Desa Siaga Kesehatan Qaryah Thayyibah, Balai
Sakinah .
Dakwah pemberdayaan dilakukan melalui kegiatan kegiatankegiatan spiritualitas, pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial, ekonomi,
pemberdayaan masyarakat, kesadaran hukum, pendidikan kewargaan
dan penguatan jamaah di basis akar-rumput. Dakwah praksis social
dimaksudkan adanya transformasi sosial melalui aktifitas spiritual untuk
menguatkan keyakinan dan peribadatan kepada Allah SWT sebagai wujud
hablum-minallah, pelayanan pendidikan sebagai pengembangan potensi
dan akal budi insani secara holistik; layanan kesehatan bagi perempuan
dan anak khususnya kesehatan reproduksi, pencegahan penyakit menular
dan tidak menular; perlindungan sosial (social protection) melalui
santunan pemberdayaan dhu‟afa` mustadh‟afin, difabel, lansia,
membantu mewujudkan kesejahteraan dan kemandirian; pemberdayaan
ekonomi melalui sekolah wira usaha, pemberdayaan ekonomi rumah
tangga, koperasi, pemanfatan tanah pekarangan dan tanah-tanah kosong
untuk usaha produktif, usaha pengembangan nilai tambah hasil pertanian

Jurnal Ulumuddin Volume 6, Nomor 2, Desember 2016

96

SITI AISYAH

dan perkebunan; layanan konsultasi dan penyadaran hukum, misalnya
POSBAKUM, paralegal pendamping korban kekerasan dan ketidakadilan,
Biro konsultasi Keluarga Sakinah; pendidikan politik perempuan dalam
melakukan peran kebangsaan sebagai warga negara yang baik dan
bertanggung jawab.
E. Penutup
Strategi pendidikan dan dakwah ulama perempuan dalam
meneguhkan nilai-nilai keislaman, kebangsaan dan kemanusiaan masih
perlu dirumuskan secara sistematis dan operasional yang akan menjadi
salah satu model pengembangan dakwah yang apat dilakukan ulama
perempuan yang tersebar di berbagai Organisasi Kemasyarakatan Islam
Perempuan, Partai Politik, Lembaga Pendidikan, Layanan publik,
Perusahaan dan komunitas lainnya.
Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan dan dakwah yang
dilakukan ulama perempuan diharapkan dapat memberi pencerahan dan
mengubah pemahaman dan kesadaran para pengaambil kebijakan,
Pimpinan, Pejabat, dan masyarakat luas tentang Islam sebagai ajaran yang
menjunjung tinggi kemuliaan manusia baik laki-laki maupun perempuan
tanpa diksriminasi; ajaran yang menyemaikan benih-benih kebenaran,
kebaikan, kedamaian, keadilan, kemaslahatan, kemakmuran, dan
keutamaan hidup secara dinamis bagi seluruh umat manusia, serta
mampu dan berkemauan melakukan pemberdayaan masyarakat
mewujudkan keadilan dan kesejahteraan yang diridhai Allah.
Catatan Akhir
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an, Kementerian Agama RI, Al-Qur`an dan
Terjemahnya, (Jakarta : Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama RI, 2011), h. 547
2 Ibid, h. 533-536
3 Siti „Aisyah, Perempuan-perempuan Pilihan Tuhan, (Semarang: Al-Quds, 2010)
4 Mahmud Mahdi Al-Istambuli dan Musthafa Abu Nashr Asy-Syalabi,
Nisā`ḥaular-Rasūl (Mengenal Shahabiyah Nabi), terj. Abu Umar Abdullah Asy-Syarif,
(Solo : At-Tibyan, 2001), ed. Team At-Tibyan, h.35, 48, 54.
5
Idris MAs‟udi, “Ulama Perempuan Yang Tertimbun Sejarah,”
http;//Fiqhmenjawab.net/2016/05/
6 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an, Kementerian Agama RI, Al-Qur`an
dan …, h. 96-97, 266, 378.
7 Konggres Wanita Indonesia (KWI), Sejarah Setengah Abad Pergerakan Wanita
Indonesia, (Jakarta : PN Balai Pustaka Indonesia, 1978), h. 5-6.
8
Sajada, “RA. Kartini, Tafsir Al-Qur`an dan KH. Saleh Darat,”
http://sajadalife.com/index.php/dari-viral/212, dikutip 11 Mei 2017.
9 Tabloid Suara Islam, “Dewi Sartika dan Wanita Syarikat Islam : Perempuan
Pendukung Peradaban,” www.suara-islam.com/read/index/16499/, dikutip Rabu, 19
Apr 2017
10 Muarif dan Hajar Nur Setyowati, Srikandi-Srikandi „Aisyiyah, ( Yogyakarta,
Suara Muhamamadiyah, 2015), cet. Ketiga, h. 16.
11 KWI, Sejarah Setengah …, h.14
1

97

Jurnal Ulumuddin Volume 6, Nomor 2, Desember 2016

DINAMIKA ULAMA PEREMPUAN DALAM MENEGUHKAN NILAI-NILAI
KEISLAMAN, KEMANUSIAAN, DAN KEBANGSAAN INDONESIA
12 “Biografi KH. Ma‟shum Ahmad pendiri pondok pesantren al-Hidayah Lasem,”
gheetsul-wudda.blogspot.com/2014/05/biografi-kh-mashum-ahmad, Selasa, 03 Juni
2014, dikutip tanggal 20 April 2017
13Nyai Solichah Wahid, Ibunda dari Para Tokoh Islam, https://pondokpesantren-indonesia. blogspot.co.id/2016/11, dikutip 20 April 2017
14 Baha‟Uddin dkk, „Aisyiyah dan Sejarah Pergerakan Perempuan Indonesia :
Sebuah Tinjauan Awal, (Yogyakarta, Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UGM,
2010), h. 45. Lihat juga Pimpinan Pusat „Aisyiyah, Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan „Aisyiyah, (Yogyakarta : PP „Aisyiyah, tth), h. 23, 33-34.
15 KWI, Sejarah Setengah …. h.17,
16 Ibid, h. 33.
17 www.persis.or.id., Persatuan Islam, diunduh tanggal 21 April 2017
18 www.muslimat-nu.com/, Muslimat Nahdlatul Ulama, diunduh 16 April 2017.
19 “Rangkaian Milad ke 55 Wanita Islam,” www.wanitaislam.com, diunduh 20
April 2017

DAFTAR PUSTAKA
Baha‟Uddin dkk, „Aisyiyah dan Sejarah Pergerakan Perempuan
Indonesia : Sebuah Tinjauan Awal, Yogyakarta, Jurusan Sejarah
Fakultas Ilmu Budaya UGM, 2010.
Konggers Wanita Indonesia, Sejarah Setengah Abad Pergerakan Wanita
Indonesia, Jakarta : PN Balai Pustaka Indonesia, 1978.
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an, Kementerian Agama RI, AlQur`an dan Terjemahnya, Jakarta : Direktorat Urusan Agama
Islam dan Pembinaan Syariah Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam Kementerian Agama RI.
Mahmud Mahdi Al-Istambuli dan Musthafa Abu Nashr Asy-Syalabi,
Nisā`ḥaular-Rasūl (Mengenal Shahabiyah Nabi), terj. Abu Umar
Abdullah Asy-Syarif, ed. Team At-Tibyan, Solo : At-Tibyan, 2001.
Muarif dan Hajar Nur Setyowati, Srikandi-Srikandi „Aisyiyah, cet. ketiga,
Yogyakarta, Suara Muhamamdiyah, 2015.
Pimpinan Pusat „Aisyiyah, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan
„Aisyiyah, Yogyakarta : PP „Aisyiyah, tth.
Siti „Aisyah, Perempuan-perempuan Pilihan Tuhan, Semaranga: Al-Quds,
2010.
http://gheetsul-wudda.blogspot.com/2014/05/biografi-kh-mashumahmad, Biografi KH. Ma‟shum Ahmad pendiri pondok pesantren
al-Hidayah Lasem,
https://pondok-pesantren-indonesia.
blogspot.co.id/2016/11,
Solichah Wahid, Ibunda dari Para Tokoh Islam.
http://sajadalife.com/index.php/dari-viral/212,
Tafsir Al-Qur`an dan KH. Saleh Darat,

Sajada,

RA.

Nyai
Kartini,

http;//Fiqhmenjawab.net/2016/05/. Idris Mas‟udi, Ulama Perempuan
Yang Tertimbun Sejarah,
www.muslimat-nu.com/, Muslimat Nahdlatul Ulama.

Jurnal Ulumuddin Volume 6, Nomor 2, Desember 2016

98

SITI AISYAH

www.suara-islam.com/read/index/16499/, Tabloid Suara Islam, Dewi
Sartika dan Wanita Syarikat Islam : Perempuan Pendukung
Peradaban,
www.persis.or.id., Persatuan Islam,
www.wanitaislam.com, Rangkaian Milad ke 55 Wanita Islam.

99

Jurnal Ulumuddin Volume 6, Nomor 2, Desember 2016