perkara hukum yang juga individual dan konkret.
75
Dengan perkataan lain, kekuasaan kehakiman dapat diartikan sebagai kewenangan dan kewajiban untuk menentukan apa dan
bagaimana norma hukum terhadap kasus konflik yang bersifat individualdan konkret yang diajukan kepadanya dengan memperhatikan hukum dasar negara.
76
Dengan demikian, penyelesaian hukum dalam perkara yang individual konkret hanya ada pada satu tangan yaitu pada kekuasaan kehakiman merupakan sistem yang
berlaku dalam sistem hukum Nasional. Hal yang demikian tidak saja berlaku untuk perkara- perkara konkret yang berkaitan dengan persengketaan hukum yang terjadi di antara sesama
warga negara, akan tetapi juga berlaku untuk perkara-perkara yang menyangkut sengketa antara warga negara dan pemerintah.
77
C. Sejarah Kekuasaan Kehakiman Islam
Terbentuknya peradilan Agama seperti sekarang ini tidak bisa terlepas dari proses sejarah penyelesaian sengketa atau perkara yang muncul di masyarakat. Pada masa awal
islam berkembang di Indonesia. Secara jujur harus diakui bahwa sejarah Badan Peradilan Agama di Indonesia
sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman
78
telah cukup memakan waktu yang
75
Moh. Koesnoe, 1997, Yuridisme Yang Dianut Dalam Tap MPRS No.XIX1966, Varia Peradilan, No.143 Tahun XII, hlm.138.
76
Lihat Paulus Effendie Lotulung, 1999, Kemandirian Kekuasaan Kehakiman Dalam Konteks Pembagian Kelkuasaan Dan Pertanggungan Jawab Politik, dalam Seminar Hukum Nasional Ke-VII Reformasi Hukum Menuju
Masyarakat Madani, BPHN Departemen Kehakiman, hal.156-170.
77
Sunaryati Hartono, 1982, Apakah The Rule of Law Itu ?, Bandung: Alumni, hal. 45.
78
Lihat Pasal 24 Ayat 2 UUD 1945, bunyi pasal tersebut; “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung beserta badan-badan peradilan yang berada di bawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Badan-badan peradilan yang ada di bawahnya meliputi; Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer. Lihat Muhammad Amin Suma, Himpunan Undang-undang Perdata Islam dan
Peraturan Pelaksanan Lainnya di Negara Hukum Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 2004, hlm. 57 2 M. Daud Ali, Undang-undang Peradilan Agama, Panji Masyarakat, Nomor 634,
sangat panjang, sepanjang agama Islam itu sendiri eksis di Indonesia. Dikatakan demikian, karena memang Islam adalah merupakan agama hukum dalam arti
kata, “Sebuah aturan yang mengatur manusia dengan Allah Yang Maha Esa habluminallah yang sepenuhnya
dapat dilaksanakan oleh pemeluk agama Islam secara pribadi person, juga mengandung kaidah-kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain habluminannas dan
berada dalam kehidupan masyarakat yang memerlukan bantuan penyelanggara negara untuk melaksanakannya secara paripurna”.
Dengan demikian berarti dapat dikatakan bahwa antara Islam dan Hukum Islam selalu beriringan tidak dapat dipisah-jauhkan.
79
Oleh karena itu pertumbuhan Islam selalu diikuti oleh pertumbuhan hukum Islamnya itu sendiri. Jabatan Hakim dalam Islam
merupakan kelengkapan daripada pelaksanaan syari‟at Islam. Sedangkan peradilannya itu sendiri merupakan suatu kewajian kolektif fardlu kifayah, yakni sesuatu yang dapat ada
dan harus dilakukan dalam keadaan bagaimana pun juga.
80
Peradilan Islam di Indonesia yang kemudian dikenal dengan sebutan Pengadilan Agama, keberadaannya jauh sebelum Indonesia merdeka, karena ketika Islam mulai
disebarkan di bumi nusantara Indonesia, pengadilan agama pun telah ada bersamaan dengan perkembangan kelompok masyarakat di kala itu, kemudian memperoleh bentuk-bentuk
ketatanegaraan yang sempurna dalam kerajaan-kerajaan Islam.
81
Hal ini karena masyarakat
79
M. Daud Ali, Undang-undang Peradilan Agama, Panji Masyarakat, Nomor 634, tanggal 1-10 Januari 1990, Jakarta: hal. 71.
80
Zaini Ahmad Noeh dan Abdul Basit Adnan, Sejarah Singkat Peradilan Agama Islam di Indonesia, Surabaya: Bina Ilmu, 1983, hlm. 29.
81
Ibid
Islam atau kaum muslimin sebagai anggota masyarakat adalah orang yang paling mentaati hukum dalam pergaulan orang perseorangan maupun pergaulan umum.
82
Peradilan Islam dengan berbagai nama telah dikenal di Indonesia sejak lama yaitu sebelum kedatangan penjajah Barat. Ia mengalami peran pasang surut sampai sekarang.
Pengembangannya yang naturalistik adalah menuju Pengadilan Islam seperti berlaku pada masa lalu untuk hal-hal yang masih relevan dan atau Pengadilan Islam yang ideal di masa
depan sesuai cita-cita Islam sebagai agama wahyu, serta dalam rangka upaya pengembangannya dalam konteks pembangunan hukum Nasional.
Pada mulanya Peradilan Islam sangat sederhana sesuai dengan kesederhanaan masyarakat dan perkara-perkara yang diajukan kepadanya pada masa awal Islam, lalu
berkembang sesuai dengan kebutuhan hukum yang berkembang dalam masyarakat.
83
Peradilan Islam dalam sejarahnya yang panjang tidak hanya dilakukan hakim pengadilan secara khusus, tetapi juga oleh pemerintah sebagai penguasa Eksekutif.
D. Tatacara Pengangkatan Hakim Dalam Islam