BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Krisis multi dimensi yang dialami bangsa Indonesia saat ini telah memberi dampak yang besar dalam berbagai tatanan kehidupan bangsa. Banyak yang
mengatakan bahwa masalah terbesar yang dihadapi bangsa Indonesia adalah terletak pada aspek moral. Terbukti dengan banyaknya berita tentang tawuran
antar pelajar, kasus-kasus narkoba yang dilakukan pelajar, beberapa pelajar berada di terali besi karena menganiaya gurunya sendiri, anak yang tidak lagi
memiliki sopan santun pada orang tua dan anak yang berani membunuh orang tuanya sendiri. Apabila ini tidak diperhatikan dan dicarikan solusinya secara
cepat dan tepat, maka tampaknya bangsa Indonesia tidak akan bisa bangkit. Perlu disadari bahwa tujuan pendidikan adalah memperbaiki moral, lebih
tegasnya yaitu memperbaiki akhlakkarakter peserta didik. Berbagai macam kurikulum telah dipergunakan di Negara kita tercinta ini yang tidak lain adalah
untuk tercapainya tujuan-tujuan pendidikan yang telah teramanatkan dalam UUD 1945 pada umumnya dan pada khususnya dalam perundang-undangan
pendidikan yang telah dibuat oleh pemerintah. Mulai dari kurikulum 1975 kemudian dilanjutkan dengan kurikulum 1984,
setelah itu diteruskan dengan penggunaan kurikulum 1994 yang terkenal dengan pendekatan CBSA-nya, setelah itu muncul kembali sebagai penyempurna
kurikulum 1994 itu yang dikenal dengan kurikulum 1999 suplemen kurikulum sebelumnya. Perjalanan kurikulum pendidikan Indonesia tidak hanya berhenti
1
sampai disini, format ulang kurikulum terjadi lagi pada tahun 2004 yang menitik beratkan pada pengolahan bakat anak sesuai kompetensi masing-
masing. Kurikulum ini dinamai dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK. Pada kurikulum ini pemerintah mulai memberi angin segar pada peserta
didik, karena kurikulum sebelumnya yang menerapkan penekanan pada aspek kognitif saja sekarang telah bergeser pada tiga aspek yaitu kognitif pikiran,
afektif perasaan, dan terakhir Psikomotorik ketrampilan. Jadi pada kurikulum ini pemerintah mulai mencoba untuk menggarap peserta didik
menjadi manusia yang seutuhnya melalui tiga aspek tersebut dan yang terpenting adalah sesuai dengan bakat dan kompetensi masing-masing individu.
Demikian panjangnya perjalanan kurikulum pendidikan kita yang terus- menerus mengalami perubahan setiap pelajaran baru. Dan kalau di lihat dari
Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Sisdiknas Pasal 3 menyatakan bahwa: “Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”, maka di dapat memahami bahwa tujuan utama pendidikan
adalah membentuk insan yang beriman dan berakhlak mulia Elfindri, dkk, 2012: 26.
Ada ungkapan yang mengatakan bahwa mengajarkan anak-anak kecil ibaratnya seperti menulis di atas batu yang akan terbekas sampai usia tua,
sedangkan mengajarkan pada orang dewasa diibaratkan seperti menulis di atas air yang akan cepat sirna dan tidak membekas. Ungkapan tersebut menjadi
dasar bahwa karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Banyak
pakar pendidikan mengatakan bahwa kegagalan penanaman karakter sejak dini akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak.
Adapun pendidikan karakter di Indonesia diterapkan sejak awal tahun 2010, tepatnya pada tanggal 14 Januari 2010, pemerintah melalui Kementerian
Pendidikan Nasional mencanangkan program “Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa” sebagai gerakan nasional. Setelah dicanangkan program ini, beberapa
Direktorat Jenderal dengan Direktorat-direktorat yang ada segera menindak lanjuti dengan menyusun rambu-rambu penerapan Pendidikan Budaya dan
Karakter Bangsa. Bahkan kementerian-kementerian lainpun tidak ketinggalan juga diberi tugas untuk mengembangkan dan melaksanakan pendidikan karakter
di lingkungannya. Di lingkungan Kementerian Pendidikan telah berhasil disusun “Disain Induk Pendidikan Karakter”. Kemudian di Direktorat PSMP, di
Puskur juga telah membuat rancangan pelaksanaan dengan mengembangkan silabus yang dikaitkan dengan nilai-nilai karakter bangsa.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan Nasional sudah mencanangkan penerapan pendidikan karakter untuk semua tingkat pendidikan,
dari SD sampai Perguruan Tinggi. Menurut Sardiman AM, dalam mendiknas 2010 adalah pembentukan karakter perlu dilakukan sejak usia dini. Jika
karakter sudah terbentuk sejak usia dini, maka tidak akan mudah untuk
mengubah karakter seseorang. Pendidikan karakter dapat membangun kepribadian bangsa.
Pembangunan karakter dan pendidikan karakter menjadi suatu keharusan karena pendidikan tidak hanya menjadikan peserta didik menjadi cerdas, juga
mempunyai budi pekerti dan sopan santun sehingga keberadaannya sebagai anggota masyarakat menjadi bermakna baik bagi dirinya maupun orang lain.
Intinya pembinaan karakter harus dilakukan pada semua tingkat pendidikan hingga Perguruan Tinggi PT karena PT harus mampu berperan sebagai mesin
informasi yang membawa bangsa ini menjadi bangsa yang cerdas, santun, sejahtera dan bermartabat serta mampu bersaing dengan bangsa manapun.
Banyak pendidik percaya, karakter suatu bangsa terkait dengan prestasi yang diraih oleh bangsa itu dalam berbagai bidang kehidupan. Dr. Ratna
Megawangi 2007: 19, mencontohkan bagaimana kesuksesan Cina dalam menerapkan pendidikan karakter sejak awal tahun 1980-an. Menurutnya,
pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good. Yakni, suatu proses pendidikan
yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia pada terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands.
Menurut Ratna Megawangi 2007: 25, pendidikan karakter memerlukan keterlibatan semua aspek dimensi manusia, sehingga tidak sesuai dengan sistem
pendidikan yang terlalu menekankan pada aspek hafalan dan orientasi untuk lulus ujian. Nilai-nilai Islam diyakini sebagai pembentuk karakter dan sekaligus
bisa menjadi dasar nilai bagi masyarakat majemuk. Masyarakat Madinah yang dipimpin Nabi Muhamamd saw, berdasarkan kepada nilai-nilai Islam, baik bagi
pribadi Muslim maupun bagi masyarakat plural. Memang ada pengalaman sejarah keagamaan yang berbeda antara Katolik dengan Islam. Namun, dalam
soal pendidikan karakter bagi anak didik, berbagai agama bisa bertemu. Islam dalam penghormatan terhadap nilai-nilai keutamaan. Nilai kejujuran, kerja
keras, sikap ksatria, tanggung jawab, semangat pengorbanan, dan komitmen pembelaan terhadap kaum lemah dan tertindas, bisa diakui sebagai nilai-nilai
universal yang mulia. Pendidikan karakter yang memiliki dimensi individual berkaitan erat
dengan pendidikan nilai dan pendidikan moral seseorang. Sementara, pendidikan karakter yang berkaitan dengan dimensi sosial-struktural lebih
melihat bagaimana menciptakan sebuah sistem sosial yang kondusif bagi pertumbuhan individu. Dalam konteks inilah kita bisa meletakkan pendidikan
moral dalam kerangka pendidikan karakter bangsa. Pendidikan moral merupakan dasar bagi sebuah pendidikan karakter.
Menyadari pentingnya karakter, dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada
lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat.
Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah
resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas
dan kualitas pendidikan karakter.
Pendidikan karakter sangat penting diterapkan demi mengembalikan karakter bangsa Indonesia yang sudah mulai luntur. Dengan dilaksanakannya
pendidikan karakter di sekolah, diharapkan dapat menjadi solusi atas masalah- masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Pelaksanaan pendidikan karakter di
sekolah dapat dilaksanakan pada ranah pembelajaran kegiatan pembelajaran, pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar, kegiatan
intrakurikuler atau kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat.
Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan
konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi,
dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Pembelajaran yang diselengarakan di MAN 2 Surakarta beberapa tahun
terakhir telah mengintegrasikan pendidikan karakter pada setiap mata pelajaran yang diajarkan, begitu juga pada mata pelajaran Akhlak, berdasarkan telah
silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran RPP yang peneliti lakukan,
guru Akhlak telah mencantumkan beberapa karakter yang diharapkan ada pada diri siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Dari permasalahan diatas, maka menjadi alasan peneliti, untuk meneliti pendidikan karakter di MAN 2 Surakarta karena peneliti melihat keberhasilan di
MAN 2 Surakarta dalam menerapakan pendidikan karakter pada siswanya, sehingga siswa-siswa dapat bertingkah laku dengan baik dalam kehidupan
sehari-hari baik di lingkungan sekolah, keluarga dan di lingkungan masyarakat. Serta siswa dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan baik.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka menjadi alasan untuk meneliti bagaimana penerapan pendidikan karakter pada mata pelajaran akhlaq. Karena
pelajaran akhlak sesuai dengan makna karakter itu sendiri sehingga guru dengan mudah menerapkan pendidikan karakter pada siswa dalam kegiatan belajar
mengajar. Inilah dasar yang membuat peneliti tertarik untuk mengkaji skripsi
dengan judul “Penerapan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Akhlaq Studi Kasus di Madrasah Aliyah Negeri MAN 2 Surakarta
Tahun Pelajaran 20122013
”
B. Penegasan Istilah