Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah (Pbl) Terhadap Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam (Fiqih) Di Man Tarumajaya

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh

EVA SOFWATUN NIDA Nim: 108011000010

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH dan KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

iv

ABSTRAK

Eva Sofwatun Nida, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, April 2013, Judul: Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) Terhadap Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam (Fiqih) di MAN Tarumajaya.

Kata Kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh model pembelajaran berbasis masalah (PBL) dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Fiqih), untuk meningkatkan hasil belajar Pendidikan Agama Islam (Fiqih) siswa melalui model pembelajaran berbasis masalah (PBL), untuk meningkatkan khazanah dalam bidang pembelajaran, terlebih pada bidang Pendidikan Agama Islam. Penelitian ini dilaksanakan di MAN Tarumajaya, Bekasi. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen dengan rancangan Non Randomized Control Group Pretest-Posttest Design. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik Purposive Sampling. Sampel penelitian untuk kelas eksperimen berjumlah 18 siswa dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBL), sedangkan untuk kelas kontrol berjumlah 22 siswa dengan menggunakan pendekatan konvensional. Dari hasil data diperoleh temuan yaitu bahwa diperoleh rata-rata posttest nilai kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional yaitu 70,77 untuk rata-rata kelas kontrol dan 79,94 untuk rata-rata kelas eksperimen. Selanjutnya diperoleh tHitung sebesar 4,54 pada taraf kepercayaan 95% ( ) dan derajat kebebasan 38 sehingga diperoleh nilai tTabel sebesar 2,02 hal ini berarti nilai tHitung tTabel (4,54 2,02) sehingga H0 ditolak. Dari hasil yang diperoleh dengan data-data yang ada dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah (PBL) tidak terdapat pengaruh dalam hasil belajar Pendidikan Agama Islam (PAI).


(6)

(7)

(8)

vii

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ...iii

ABSTRAK ...iv

KATA PENGANTAR ...v

DAFTAR ISI ...vii

DAFTAR TABEL ...x

DAFTAR GRAFIK ...xi

DAFTAR LAMPIRAN ...xii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Identifikasi Masalah ...4

C. Pembatasan Masalah ...5

D. Perumusan Masalah ...5

E. Tujuan Penelitian ...5

F. Kegunaan Penelitian ...5

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ...7

A. Deskripsi Teoritik...7

1. Teori Konsruktivisme ...7

a. Pengertian Teori Konstruktivisme ...7

b. Model-model Pembelajaran Konstruktivisme ...9

c. Prinsip Pembelajaran Kontruktivisme ...15

2. Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based Learning (PBL) ...17

a. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)...17

b. Tokoh Konstruktivistik dalam Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) ...18

c. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) ...19


(9)

viii

3. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (Fiqih) ...27

a. Pengertian Pendidikan Agama Islam ...27

b. Tujuan Dan Fungsi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ...28

c. Ruang Lingkup Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) ...30

d. Pengertian Mata Pelajaran Fiqih ...30

B. Hasil Penelitian yang Relevan ...31

C. Kerangka Berpikir ...32

D. Hipotesis Penelitian ...33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...34

A. Gambaran Umum Madrasah Aliyah MAN Tarumajaya ...34

1. Profil Madrasah Aliyah Negeri Tarumajaya...34

2. Sejarah Berdirinya Madrasah Aliyah Negeri Tarumajaya……….34

3. Visi dan Misi MAN Tarumajaya...36

4. Data Guru dan Pegawai………... 37

5. Kegiatan Kesiswaan………. 37

B. Tempat dan Waktu Penelitian ...38

C. Metode Penelitian dan Desain Penelitian ...38

D. Populasi dan Sampel ...39

E. Teknik Pengumpulan Data ...39

1. Observasi ...39

2. Tes Kognitif (Tes Pengetahuan) ...39

3. Kuesioner (Angket) ...40

F. Kontrol terhadap Validitas Internal ...40

1. Validitas ...40


(10)

ix

1. Uji Prasyarat ...43

2. Uji Hipotesis ...46

H. Hipotesis Statistik ...47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...48

A. Deskripsi Data ...48

1. Data Peningkatan Hasil Belajar ...48

2. Hasil Pretest dan Posttest dilihat dari Rata-Rata (Mean), Varian dan Standar Deviasi ...48

a. Data Kelompok Kelas Eksperimen ...48

b. Data Kelompok Kelas Kontrol ...50

c. Deskripsi Hasil belajar Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ...52

d. Angket Mengenai Umpan Balik Siswa Atas Fasilitator Pelaksanaan Proses PBL ...52

B. Pengujian Prasyaratan Analisis dan Pengujian Hipotesis ...54

1. Uji Normalitas ...54

2. Uji Homogenitas ...54

3. Uji Hipotesis ...55

C. Pembahasan terhadap Temuan Penelitian ...56

BAB V PENUTUP ...59

A. Kesimpulan ...59

B. Implikasi ...60

C. Saran-saran ...60

DAFTAR PUSTAKA ...61 LAMPIRAN – LAMPIRAN


(11)

x

Tabel 2.2 Perbedaan PBL vs Metode lain ...25

Tabel 3.1 Data Guru dan Pegawai ...37

Tabel 3.2 Desain Penelitian ...38

Tabel 3.3 Kriteria Tingkat Validitas ...41

Tabel 3.4 Kriteria Tingkat Realibilitas...41

Tabel 3.5 Kelompok Tingkat Kesukaran ...42

Tabel 3.6 Klasifikasi Daya Pembeda ...43

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Relative Pretest Kelompok Eksperimen ...49

Tabel 4.2: Distribusi Relatif Posttest kelas Eksperimen ...49

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Relatif Pretest Kelompok Kontrol ...50

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Posttest Kelas Kontrol ...51

Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol dan Eksperimen ...52

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Pretest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ..54

Tabel 4.7 Hasil Pengujian Homogenitas Pretest dan Uji Fisher ...55

Tabel 4.8 Hasil Pengujian Homogenitas Posttest dengan Uji Fisher ...55


(12)

xi

Grafik 4.2 Distribusi Relatif Posttest kelas Eksperimen ...49

Grafik 4.3 Distribusi Frekuensi Relatif Pretest Kelompok Kontrol ...50

Grafik 4.4 Distribusi Frekuensi Posttest Kelas Kontrol ...51


(13)

xii

PBL ...63

Lampiran 2 : Jumlah Jawaban Angket Siswa Secara Keseluruhan ...64

Lampiran 3 : Persentase Hasil Angket ...65

Lampiran 4 : Data Pretest Kelompok Kontrol ...66

Lampiran 5 : Data Pretest Kelompok Eksperimen ...68

Lampiran 6 : Data Posttest Kelompok Kontrol ...70

Lampiran 7 : Data Posttest Kelompok Eksperimen ...72

Lampiran 8 : Perhitungan Uji Normalitas Data Pretest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ...74

Lampiran 9 : Perhitungan Uji Homogenitas Data Pretest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ...75

Lampiran 10 : Perhitungan Uji Homogenitas Data Postest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ...77

Lampiran 11 : Perhitungan Uji Validitas ...79

Lampiran 12 : Perhitungan Koefisien Realibilitas Uji coba Variabel X ...80

Lampiran 13 : Analisa Indeks Kesukaran dan Daya Pembeda ...81

Lampiran 14 : Analisis Daya Pembeda ...82

Lampiran 15 : Perhitungan Uji Hipotesis Penelitian (Data Pretest) ...83


(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang beriman, bertaqwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang, jujur, adil, disiplin, dan bertanggung jawab baik personal maupun sosial. Proses pendidikan merupakan aktifitas yang sangat panjang dan penuh dengan perencanaan yang matang dengan tujuan yang jelas.

Sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan watak serta martabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Perancang pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam melakukan tugasnya dapat menggunakan pandangan teori belajar dan teori pembelajaran untuk dijadikan landasan atau acuan dalam memilih, menetapkan, dan mengembangkan model pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang tepat sesuai karakteristik peserta didik.

“Pada dasarnya Pendidikan Agama Islam merupakan upaya normatif untuk membantu seseorang atau sekelompok peserta didik dalam

1

Darwyn Syah, dkk, Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), cet. 2, hal. 2


(15)

mengembangkan pandangan hidup Islami (bagaimana akan menjalani dan memanfaatkan hidup dan kehidupan sesuai dengan ajaran dan nilai-nilai Islam), sikap hidup Islami, yang dimanifestasikan dalam keterampilan hidup sehari-hari.”2

Akan tetapi dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) masih banyak menekankan pada aspek penalaran atau hapalan akan sangat berpengaruh terhadap sikap yang dimunculkan anak. Menghafal tentu ada gunanya. Namun kalau kemudian menjadi dominan dan seluruh mata pelajaran harus dihafal, maka akan melahirkan anak-anak didik yang kurang kreatif dan tidak berani mengungkapkan pendapatnya sendiri. Oleh karena itu tidak mengherankan jika kemudian siswa menjadi malas dan kurang bersemangat dalam mata pelajaran ini.

Dalam proses belajar mengajar berlangsung banyaknya siswa yang masih merendahkan suatu mata pelajaran yang mereka anggap pelajaran itu mudah, padahal pada kenyataannya mereka banyak yang belum mengerti apa yang telah dipelajarinya. Oleh karena itu sebagai seorang pendidik dapat memberikan penjelasan yang jelas kepada anak didiknya serta memberikan contoh yang dapat dipahami oleh siswa. Dalam menentukan model pembelajaran, seorang pendidik juga harus menyesuaikan model pembelajaran dengan meteri yang akan diajarkan oleh siswa, karena apabila model pembelajaran tersebut tidak sesuai dengan meteri yang diajarkan akan mengakibatkan keadaan kelas tidak kondusif.

Penggunaan model pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di MAN atau Sederajat masih banyak menggunakan metode tradisional, yaitu ceramah monoton, lepas dari sejarah, cenderung normatif. Pada proses belajar mengajar di kelas guru selalu lebih aktif sedangkan siswa hanya sebagai pendengar saja. Oleh karena itu perlunya pendekatan pembelajaran yang berpusat pada pemelajar (learner centered), yakni pendekatan tersebut dapat memberikan bekal kompetensi, pengetahuan dan serangkaian kecakapan yang mereka butuhkan dari waktu ke waktu. Sedangkan pendekatan yang berpusat pada pendidik (teacher centered) sudah dianggap tradisional dan perlu diubah karena di dalam proses

2

Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, dari Paradigma Pengembagan, Manajemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hal. 262


(16)

pembelajaran tersebut peserta didik kurang aktif, sulit untuk mengembangkan berpikir, kecakapan interpersonal dan kecakapan beradaptasi dengan baik.

Dan penggunaan media yang ada di sekolah tidak dimanfaatkan dengan baik oleh guru padahal media tersebut dapat digunakan guru untuk menyampaikan pesan atau informasi dalam proses belajar-mengajar agar merangsang perhatian dan minat siswa dalam belajar.

“Pendidikan Agama Islam adalah suatu upaya membuat peserta didik dapat belajar, butuh belajar, terdorong belajar, mau belajar, dan tertarik untuk terus-menerus mempelajari agama Islam, baik untuk kepentingan mengetahui bagaimana cara beragama yang benar maupun mempelajari Islam sebagai pengetahuan.”3

Dengan demikian, belajar Pendidikan Agama Islam sesuai dengan kondisi yang ada untuk mencapai yang diharapkan.

Berdasarkan kenyataan diatas maka seorang pendidik harus dapat merancang pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan awal siswa hingga memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Salah satunya adalah teori pembelajaran kontruktivisme.

Pembelajaran berbasis masalah (PBL) merupakan pembelajaran yang berbasis konstruktivistik yang dikenalkan oleh John Dewey, yang sekarang ini mulai diangkat sebab ditinjau secara umum pembelajaran berbasis masalah (PBL) terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna, yang dapat memberi kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.

“Pembelajaran berbasis masalah (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang memberi kondisi belajar aktif kepada peserta didik dalam kondisi nyata. Karena dalam proses belajar mengajar tersebut keaktifan siswa sangat ditekankan sedangkan guru menjadi fasilator yang mengarahkan siswa dalam proses pembelajaran.”4

Dengan demikian pembelajaran berbasis masalah ini menuntut siswa untuk mendalami tentang permasalahan tersebut

3

Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan

Agama Islam di Sekolah, (Bandung: Remaja RosdaKarya, 2001), hal. 183

4

H. Martinis Yamin, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: GP Press Jakarta, 2011), hal. 146


(17)

sehingga siswa dapat memberi kesimpulan sendiri atas situasi yang sedang terjadi dan akhirnya siswa dapat menemukan pemecahan untuk masalah tersebut.

Model pembelajaran kontruktivisme akan membuat siswa dapat berpikir atau mengemukakan dengan bebas hal yang mereka ketahui mengenai konsep yang sedang dipelajari yang telah ada sebelumnya, termotivasi, tidak merasa jenuh untuk belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) dan mengkonstruk pemahamannya sendiri. Dengan diberikannya kesempatan siswa untuk mengkonstruk pengetahuannya dan mempertanggungjawabkan pemikirannya maka siswa akan terlatih untuk menjadi pribadi yang kritis, kreatif serta pengetahuan dan pemahaman terhadap suatu konsep akan berlangsung lama.

Berdasarkan latar belakang inilah peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai model pembelajaran berbasis masalah (PBL) dilihat dari segi kognitif dan afektif mengenai salah satu konsep Pendidikan Agama Islam, yang mengambil judul “Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) Terhadap Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam (Fiqih) di

MAN Tarumajaya”

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, dapat didefinisikan masalah-masalah sebagai berikut:

1. Pendekatan konvensional yang dilakukan oleh guru cenderung satu arah sehingga tidak memberikan keluasan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya sendiri.

2. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Fiqih) masih banyak menekankan pada aspek pengayaan pengetahuan (kognitif pada tingkat rendah), pembentukan sikap (afektif), serta pembiasaan (psiko-motorik). Sehingga tujuan untuk membentuk siswa agar memiliki pengetahuan tentang ajaran agama Islam serta mampu mengaplikasikan dalam bentuk akhlak yang mulia belum dapat tercapai.


(18)

3. Siswa merasa jenuh ketika pelajaran Pendidikan Agama Islam (Fiqih) berlangsung dan jarang mendengar penjelasan guru sehingga hasil belajar selalu rendah.

4. Media yang ada disekolah tidak dimanfaatkan dengan baik oleh guru

C. Pembatasan Masalah

1. Penelitian ini akan melakukan penelitian mengenai teori konstruktivisme

difokuskan pada model pembelajaran berbasis masalah (PBL).

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian, yaitu:

1. Adakah pengaruh hasil belajar antara pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) dengan pendekatan konvensional?

2. Apakah pengaruh model pembelajaran barbasis masalah (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar Pendidikan Agama Islam (Fiqih) siswa?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mendeskripsikan model pembelajaran berbasis masalah (PBL)

dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Fiqih)

2. Untuk meningkatkan hasil belajar Pendidikan Agama Islam (Fiqih) siswa melalui model pembelajaran berbasis masalah (PBL).

3. Untuk meningkatkan khazanah dalam bidang pembelajaran, terlebih pada bidang Pendidikan Agama Islam.

F. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa, guru maupun sekolah. Adapun manfaat yang diperoleh adalah sebagai berikut:


(19)

1. Bagi peneliti, Sebagai pengetahuan peneliti selama pelaksanaan dan penyususnan skripsi.

2. Bagi guru ataupun calon guru, sebagai masukan dalam melaksanakan proses pembelajaran Fiqih dengan memvariasikan berbagai strategi, model pembelajaran, dan memanfaatkan media pembelajaran agar proses belajar mengajar lebih hidup.

3. Bagi siswa, sebagai motivasi dalam proses belajar siswa baik dikelas maupun diluar kelas.


(20)

7 BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik 1. Teori Konsruktivisme

a. Pengertian Teori Konstruktivisme

“Teori kontruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita itu adalah konstruksi (bentukan) kita

sendiri.”1

Secara sederhana kontruktivisme itu beranggapan bahwa pengetahuan seseorang itu adalah konstruksi (bentukan) dari seseorang yang mengetahui sesuatu karena pengetahuan bukanlah suatu fakta yang langsung dapat ditemukan akan tetapi melalui dari suatu perumusan yang diciptakan seseorang yang sedang mempelajari pengetahuan tersebut.2

Bahwa pengetahuan tersebut tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada yang lain, tetapi harus diinterprestasikan sendiri oleh masing-masing orang. Tiap orang harus mengkonstruksi pengetahuan sendiri, karena pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi akan tetapi suatu proses yang

berkembang terus menurus. Jadi seorang belajar itu membentuk pengertian. “Teori

pembelajaran yang didasarkan pada gagasan-gagasan ini disebut teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning).”3

1

Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), cet ke-14, hal. 37

2

Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar,…. hal. 37

3

Robert E. Slavin, Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik, (Jakarta: PT Indeks, 2009), cet ke-1, hal. 6


(21)

Anderson, dkk menyatakan sebagaimana yang dikutip oleh Robert E.

Slavin bahwa: “Inti teori kontruktivis ialah gagasan bahwa pelajar masing-masing harus menemukan dan mengubah informasi yang rumit kalau mereka ingin

menjadikannya milik sendiri.”4 “Revolusi

konstruktivis mempunyai akar yang jauh dalam sejarah penddikan. Pendekatan itu sangat mengandalkan karya Piaget dan Vygotsky sebagai sumber, yang keduanya menekankan bahwa perubahan kognisi terjadi hanya ketika pengertian sebelumnya mengalami proses ketidakseimbangan dari sudut informasi baru. Piaget dan Vygotsky juga

menekankan sifat sosial pembelajaran.”5

“Teori Pieget maupun Vygotsky adalah teori kontruktivis, yang menekankan bahwa anak secara aktivis mengkontruksi atau menyusun

pengetahuan dan pemahaman, bukan penerima pasif.”6

Karena menurut kaum

konstruktivis, belajar merupakan proses aktif pelajar merekonstruksi makna sesuatu, entah itu dari teks, kegiatan dialog, pengalaman fisik dan lain-lain.7

Sehubungan dengan itu maka ada beberapa ciri atau prinsip dalam belajar, yaitu: (1) Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami, (2) Konstruksi makna adalah proses yang terus-menerus, (3) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, tetapi perkembangan itu, (4) Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi yang baik untuk memacu belajar, (5) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subyek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya, (6) Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui si subyek belajar: konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.8 Jadi menurut teori kontruktivisme, belajar adalah kegiatan yang aktif di mana si subyek belajar membangun sendiri pengetahuannya. subyek juga mencari sendiri makna dari sesuatu yang mereka pelajari.

4

Robert E. Slavin, Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik,….. hal. 6

5

Robert E. Slavin, Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik,…. hal. 6

6

John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, Edisi Kedua, (Jakarta: Kencana, 2010), cet ke-3 hal. 66

7

Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: KANISIUS, 1997), hal. 61

8


(22)

b. Model-model Pembelajaran Konstruktivisme

1) Pembelajaran Tindakan

a) Inglish menyatakan sebagaimana dikutip oleh H. Martinis Yamin bahwa: “Definisi action learning adalah proses pembelajaran dengan pertama kali mengumpulkan orang-orang untuk mencari solusi dari suatu masalah, dan dalam proses mencari solusi atau pemecahan masalah tersebut individu ataupun kelompok ikut berkembang seiring dengan berjalannya

proses pembelajaran.”9

Dengan demikian pembelajaran ini menuntut siswa untuk mencari solusi dari suatu permasalahan dikerjakan baik secara individu atau kelompok adanya klien atau (orang yang masalahnya dipecahkan), supervisor kelompok (orang yang berhubungan langsung dengan klien untuk menumbuhkan kerja sama dengan baik didalam untuk untuk memecahkan masalah), proses (didalam proses tersebut mengamati masalah refleksi, perumusan hipotesa dan tindakan).

b)“Pembelajaran tindakan banyak dipakai disekolah bisnis dan sekolah keperawatan, misalnya Harvard Business, dan juga paling banyak digunakan dalam program pasca sarjana yang khusus berkonsentrasi pada pengembangan sumber daya

manusia.”10

2) Pembelajaran Otentik

a) Smith dan Reagan menyatakan sebagaimana dikutip oleh H.

Martinis Yamin bahwa: “Dalam pembelajaran otentik,

pembelajar memberikan contoh atau soal yang dihadapi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari dan situasi-situasi contoh

9

H. Martinis Yamin, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: GP Press Jakarta, 2011), hal. 20

10


(23)

yang digunakan situasi-situasi dalam kehidupan nyata.”11 Dengan demikian, pembelajaran ini menuntut siswa untuk memilah mana-mana informasi atau pengetahuan yang mereka inginkan sesuai dengan keinginan peserta didik.

b)Ciri-ciri belajar sebagimana dikatakan Young didalam buku H. Martinis Yamin, yaitu:

(1) Materi tersebut disesuaikan untuk mengatasi masalah-masalah atau soal-soal yang biasa dihadapi dalam kehidupan nyata.

(2) Peserta didik memilah informasi atau pengetahuan mana yang mereka inginkan.12

3) Pembelajaran Berbasis Kasus

Smith dan Reagan menyatakan sebagaimana dikutip oleh H. Martinis Yamin bahwa: Pembelajaran berbasis kasus hampir sama dengan pembelajaran dengan menggunakan metode studi kasus, bedanya peserta didik adalah orang yang memiliki masalah atau problem bukan orang lain seperti dalam studi kasus. Untuk memecahkan masalah tersebut, peserta didik memilih beberapa teori atau prinsip lalu menggunakannya untuk memecahkan masalah.13

Dengan demikian, pembelajaran ini biasanya digunakan apabila ada suatu masalah yang sukar untuk dicari permasalahannya. Menuntut peserta didik untuk mencari beberapa teori atau prinsip untuk memecahkan masalah kasus tersebut juga dituangkan dalam bentuk tulisan yang berisi informasi tentang kasus yang ingin dipecahkan agar peserta didik mudah untuk mengikuti perkembangan kasus tersebut.

11

H. Martinis Yamin, Paradigma Baru Pembelajaran,…. hal. 22

12

H. Martinis Yamin, Paradigma Baru Pembelajaran,…. hal. 22

13


(24)

4) Magang Kognitif

a) “Istilah ini merujuk pada proses yang digunakan seorang pelajar untuk secara bertahap memperoleh keahlian melalui interaksi dengan pakar, apakah orang dewasa atau teman yang

lebih tua atau lebih maju.” 14

Dengan demikian, menuntut peserta didik untuk melihat dan mendengarkan para ahli yang memiliki kemampuan kognitif yang sedang didemonstrasikan. b) “Para ahli teori konstruktivis menyarankan agar guru

mengalihkan model pengajaran dan pembelajaran yang berlangsung lama dan sangat efektif ini ke kegiatan sehari-hari diruang kelas, dengan melibatkan siswa dalam tugas-tugas yang rumit maupun membantu mereka melalui tugas-tugas ini.”15

5) Pembelajaran Kolaboratif

a) Robleyer, Edwars, dan Havriluk menyatakan sebagaimana

dikutip oleh H. Martinis Yamin bahwa: “Pembelajaran

kolaboratif atau sering juga disebut pembelajaran kooperatif banyak digunakan dalam pendekatan-pendekatan konstruktif

dalam belajar.”16

b) “Pembelajaran kolaboratif atau kooperatif yakni pembelajaran yang terjadi ketika murid bekerja dalam kelompok kecil untuk saling membantu dalam belajar. Kelompok belajar ini bervariasi ukurannya, meskipun biasanya terdiri dari empat

orang.”17

Dengan demikian, pembelajaran ini siswa diajak untuk bekerja sama dengan kelompok-kelompoknya untuk mencari

14

Robert E. Slavin, Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik, (Jakarta: PT Indeks, 2009), hal. 7

15

Robert E. Slavin, Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik,…. hal. 7

16

H. Martinis Yamin, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: GP Press Jakarta, 2011), hal. 25

17

John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, Edisi Kedua, (Jakarta: Kencana, 2010), cet ke-3 hal. 397


(25)

pemahaman, makna, solusi dari pembelajaran yang sedang dipelajarinya. Karena pembelajaran ini didasarkan pada model, bahwa pengetahuan dapat dibuat dalam populasi dimana anggota aktif berinteraksi dengan berbagai pengalaman dan mengambil asimetris peran.

6) Pembelajaran Penemuan

“Pembelajaran penemuan (discovery learning) adalah komponen penting pendekatan konstruktivis modern yang mempunyai sejarah

panjang dalam inovasi pendidikan.”18

Bergstrom, O’Brien dan Wilcox menyatakan sebagaimana dikutip oleh Robert E. Slavin bahwa: Siswa didorong untuk terutama belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip bagi diri sendiri.19 Dengan demikian, pembelajaran penemuan ini menuntut siswa untuk mengkaji, mencari dan menemukan informasi secara mandiri terhadap suatu permasalahan yang timbul terkait dengan materi pelajaran.

7) Permainan Epistemik

“Permainan epistemik adalah satu formulasi belajar struktur

masyarakat untuk menciptakan pengetahuan. Aturan-aturan permainan dapat mengambarkan perdefinisian pola budaya. Kerjasama yang dilakukan untuk menghasilkan pola-pola budaya

18

Robert E. Slavin, Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik, (Jakarta: PT Indeks, 2009), hal. 10

19


(26)

tertentu, pola yang dimaksud adalah peran serta dalam permainan

efistemik.”20

Dengan demikian, pembelajaran ini siswa bekerja sama antara satu

dengan lainnya. Karena pola epistemik itu bersifat “menyeluruh”

didalam pola-pola tersebut berisikan pengetahuan-pengetahuan yang baru dan dapat diterima oleh masyarakat.

8) Pembelajaran Generatif

Duffy dan Jonassen sebagaimana dikutip oleh H. Martinis Yamin

bahwa: “Pembelajaran generatif adalah pembelajaran yang

dimulai dari pembelajar, pembelajar memberikan suatu masalah atau soal yang harus dipecahkan oleh peserta didik, dan menentukan strategi-strategi pemecahan masalah.”21 Dengan demikian, dalam pembelajaran ini menuntut siswa untuk menghubungkan gagasan baru terhadap pengetahuan awal dalam memaknai bahan baru.

9) Microworld/Simulasi

a) Dell menyatakan sebagaimana dikutip oleh H. Martinis

Yamin bahwa: “Simulasi adalah model-model dunia nyata yang sederhana sampai model sintetik atau rekaan, namun dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan peserta didik pindah dari model simulasi satu ke model yang lain, atau

bisa disebut dunia pengganti.”22

Dengan demikian, dalam menggunakan proses pembelajaran ini tidak menggunakan benda atau kegiatan yang sebenarnya, malainkan kegiatan yang bersifat pura-pura.

20 9

H. Martinis Yamin, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: GP Press Jakarta, 2011), hal. 27

21

H. Martinis Yamin, Paradigma Baru Pembelajaran,….hal. 28

22


(27)

Selain itu siswa juga diajak untuk berkompetensi dengan lainnya, berpikir kritis dalam pengambilan keputusan.

b) Sedangkan menurut Wina Sanjaya bahwa: “Simulasi dapat diartikan cara penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan untuk memahami tentang konsep, prinsip atau keterampilan tertentu.”23 Oleh karena itu untuk megembangkan pemahaman dan penghayatan terhadap suatu peristiwa, penggunaan simulasi akan sangat bermanfaat.

10) Pembelajaran Berbasis Masalah/Problem Based Learning a) Hsiao menyatakan sebagaimana dikutip oleh H. Martinis

Yamin bahwa: “PBL peserta didik belajar dengan

diikutsertakan dalam aktivitas-aktivitas pemecahan masalah. Dalam proses ini, pembelajaran dimulai dengan pembelajar membelajarkan isi pelajaran seperti pada belajar konvensional

yang biasa ditemui.”24

Dengan demikian, masalah tersebut mendorong siswa untuk mencari, berpikir kritis dan berbagi informasi yang sesuai dengan masalah tersebut. Untuk menyelesaikan permasahan tersebut mereka dapat belajar secara berkelompok atau individual.

b) Agar proses pembelajaran berbasis masalah (PBL) berjalan dengan efektif, maka kelompok satu dengan kelompok lainnya dapat bekerja sama, saling memotivasi, bertukar pikiran, dan bersemangat dalam mengikuti kegiatan tersebut.

23

Wina sanjaya, Startegi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pedidikan, (Jakarta: Kenacana, 2006), cet ke-6 hal.157

24

H. Martinis Yamin, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: GP Press Jakarta, 2011), hal. 30


(28)

c) Duffy dan Cunningham menyatakan dalam buku H. Martinis Yamin bahwa lima strategi dalam menggunakan pembelajaran berbasis masalah (PBL):

(1) Permasalah sebagai satu kajian. Yakni, dalam proses belajar mengajar permasalah tersebut dipersentasikan pada awal pembelajaran untuk menarik perhatian peserta didik.

(2) Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman.

Yakni, terlebih dahulu peserta didik membaca permaslahan yang akan dipersentasikan atau didiskusikan, kemudian dipergunakan untuk menjajaki pemahaman mereka.

(3) Permasalahan sebagai contoh. Yakni, permasalahan tersebut didintegrasikan kedalam materi agar dapat mengilustrasikan suatu konsep, prinsip dan prosedur. (4) Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan

dari proses. Yakni, permasalahan digunakan untuk mendorong peserta didik berpikir secara kritis dalam memecahkan permasalahan tersebut.

(5) Permasalahan sebagai stimulus aktivitas otentik.

Yakni, permasalahan digunakan untuk mengembangkan keterampilan seorang siswa dalam memecahkan masalah, 25

c. Prinsip Pembelajaran Kontruktivisme

Pada abad 21 teori pembelajaran mengalami pergeseran paradigma baik dari lembaga sekolah maupun perguruan tinggi mengarah tujuan pembelajaran pada teori prilaku. Kemudian seiring dengan perkembangan zaman para pakar pembelajaran menyadari bahwa proses yang dilakukan adalah menciptakan peserta didik belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar

25


(29)

untuk berbuat (learning to do), belajar untuk hidup bersama-sama (life to life together).26

“Vygotsky mengembangkan konsep zone of proximal development Peserta didik memiliki dua tingkat perkembangan yang berbeda: Tingkat perkembangan

pertama adalah perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial.”

Dengan demikian dalam tingkatan pertama adalah siswa tersebut menentukan fungsi intelektualnya untuk mempelajari sesuatu sesuai dengan kemampuannya. Sedangkan pada tingkatan perkembangan kedua si anak dapat mempelajari sesuatu dapat bertanya kepada guru, orang tua, teman sebaya atau dengan orang yang ahli pada bidangnya.

“Jean Piaget adalah seorang psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme dalam proses belajar. Beliau menjelaskan bagaimana proses seseorang dalam teori perkembangan intelektual.”27 Dengan demikian pembelajaran konstruktivisme itu adalah mempermudah siswa dalam belajar. Karena dalam proses pembelajaran dikelas menekankan keaktifan siswa itu lebih penting dalam menentukan kesuksesan belajar sedangkan guru adalah sebagai fasilator dan mengarahkan agar siswa tidak bingung dalam mengerjakan sesuatu yang sedang dipelajarinya. Jean Piaget dan Lev Vygotsky mengembangkan konsep konstruktivis yang dijadikan sandaran pendidikan abad 21.

“Kontruktivisme menekankan agar individu secara aktif menyusun dan membangun (to contruct) pengetahuan dan pemahaman. Menurut pandangan

kontruktivis, guru bukan sekedar memberi informasi ke pikiran anak, akan tetapi guru harus mendorong anak untuk mengeksplorasi dunia mereka, menemukan

pengetahuan, merenung dan berpikir secara kritis.”28

26

H. Martinis Yamin, Paradigma Baru Pembelajaran,…. hal. 13

27

Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: KANISIUS, 1997), hal. 30

28

John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, Edisi Kedua, (Jakarta: Kencana, 2010), cet ke-3 hal. 8


(30)

2. Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based Learning

a. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)

Metode sangat memegang peranan penting dalam pengajaran. Apapun pendekatan dan model yang digunakan dalam proses belajar mengajar, maka harus difasilitasi oleh metode mengajar. Menurut Nana Sudjana sebagaimana dikutip oleh Darwyn Syah bahwa: “Metode ialah cara yang dipergunakan guru dalam

mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran.”29 Miarso menyatakan sebagaimana dikutip oleh Martinis Yamin bahwa:

“Pembelajaran adalah suatu usaha yang disengaja, bertujuan, dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yang relative menetap pada diri orang

lain.”30

Dengan demikian pembelajaran tersebut sebagai usaha yang dilakukan oleh pendidik atau orang dewasa lainnya untuk membuat siswa dapat belajar dan mencapai hasil belajar yang maksimal.

“Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning), merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang memberi kondisi belajar aktif kepada

peserta didik dalam kondisi dunia nyata.”31 “Salah satu metode yang banyak diadopsi untuk menunjang pendekatan learner centered dan yang memberdayakan pemelajar adalah metode Problem Based Learning (PBL).”32 Oleh karena itu pendekatan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) ini bersumber dari dimensi kreatif seseorang. Banyak terungkap bahwa setiap individu memiliki potensi kreatif yang begitu besar dalam dirinya.

Tan, Wee dan Kek menyatakan sebagaimana dikutip oleh M. Taufiq Amir

bahwa: “Ciri-ciri pembelajaran berbasis masalah (PBL) dimulai dengan pemberian masalah, biasanya masalah memiliki konteks dengan dunia nyata, pemelajar secara berkelompok aktif merumuskan masalah dan mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan mereka, mempelajari dan mencari sendiri materi yang

29

Darwyn Syah, Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), cet. 2, hal. 133

30

H. Martinis Yamin, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: GP Press Jakarta, 2011), hal. 70

31

H. Martinis Yamin, Paradigma Baru Pembelajaran…. hal. 146

32

M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning: Bagaimana

Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan, (Jakarta: Kencana, 2009), cet ke- 1, hal.


(31)

terkait dengan masalah dan melaporkan masalah. Sementara pendidik lebih

banyak memfasilitasi.”33

Arends menyatakan tiga hasil belajar pembelajaran berbasis masalah (PBL) sebagaimana dikutip oleh H. Martinis Yamin, yaitu:

1) Penyelidikan dan keterampilan melakukan pemecahan masalah 2) Belajar model pendekatan orang dewasa (androgogi)

3) Keterampilan belajar mandiri.34

b. Tokoh Konstruktivistik dalam Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)

1) John Dewey, berpendapat bahwa dalam proses belajar mengajar peserta didik harus diberikan kebebasan mengeluarkan pendapat. Peserta didik harus aktif dan tidak hanya menerima pengetahuan yang diberikan oleh guru. Akan tetapi peserta didik senantiasa merasa haus akan pengetahuan.35

2) Jean Piaget, membenarkan bahwa anak-anak memiliki sifat keingintahuan dan terus menerus berusaha memahami di sekelilingnya. Oleh karena itu peserta didik mengkonstruksikan secara aktif refresentasi-refresentasi dibenaknya mengenai apa yang telah peserta didik pelajari.36

3) Lev Semyonovich Vygotsky, “mengajukan teori yang dikenal

dengan istilah Zone of Proximal Development (ZPD) yang merupakan dimensi psikologis. ZPD adalah jarak antara tingkat perkembangan actual dengan tingkat perkembangan potensial.”37

33

M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning: Bagaimana

Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan,…. hal. 12

34

H. Martinis Yamin, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: GP Press Jakarta, 2011), hal. 146

35

H. Martinis Yamin, Paradigma Baru Pembelajaran,…. hal. 147

36

H. Martinis Yamin, Paradigma Baru Pembelajaran,…. hal. 149

37


(32)

c. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)

“Pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah lebih sulit karena membutuhkan banyak latihan dan harus mengembalikan keputusan tertentu salama perencanaan dan pelaksanaannya. Pembelajaran berbasis masalah (PBL) mempesiapkan peserta didik untuk banyak berpikir untuk memecahkan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan dunia nyata.”38

Dalam hal ini terdapat 7 (Tujuh) langkah pembelajaran pembelajaran berbasis masalah (PBL), yaitu:

Langkah 1: Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas

Langkah pertama ini terlebih dahulu setiap anggota memahami berbagai istilah dan konsep yang ada dalam masalah.39

Langkah 2: Merumuskan masalah

Fenomena yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubungan-hubungan apa yang terjadi di antara fenomena itu. Karena kadang-kadang masih ada yang harus diperjelas atau ada hubungan yang masih belum nyata antara fenomenanya.40

Langkah 3: Menganalisis masalah

Langkah ketiga ini anggota mengeluarkan pengetauhan terkait apa yang sudah dimiliki anggota tentang masalah. Adanya diskusi yang membahas informasi yang tercantum dalam masalah dan ada pula informasi yang ada dalam pemikiran anggota. Anggota kelompok tersebut mendapat kesempatan untuk melatih bagaimana menjelaskan, melihat alternatif, atau hipotesis yang terkait dengan masalah.41

38

H. Martinis Yamin, Paradigma Baru Pembelajaran,…. hal. 150

39

M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning: Bagaimana

Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan, (Jakarta: Kencana, 2009), cet ke- 1, hal.

24

40

M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning: Bagaimana

Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan,…. hal. 24

41

M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning: Bagaimana


(33)

Langkah 4: Menata gagasan anda dan secara sistematis menganalisisnya dengan dalam

“Bagian yang telah dianalisis dilihat keterkaitannya satu sama lain,

dikelompokkan; mana yang saling menunjang, mana yang bertentangan dan sebagainya.”42

Langkah 5: Memformulasikan tujuan pembelajaran

“Kelompok dapat merumuskan tujuan pembelajaran karena kelompok sudah tahu pengetahuan mana yang masih kurang, dan mana yang masih belum jelas. Tujuan pembelajaran akan dikaitkan

dengan analisis masalah yang dibuat.”43

Langkah 6: Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain (diluar diskusi kelompok)

Langkah keenam ini si kelompok sudah tahu informasi apa yang tidak dimiliki dan sudah mempunyai tujuan pembelajaran. Kini saatnya mereka harus mencari informasi tambahan dimana setiap anggota harus mampu belajar sendiri dengan efektif untuk tahapan ini agar mendapatkan informasi yang relevan. Keaktifan setiap anggota harus terbukti dengan laporan yang harus disampaikan oleh setiap individu atau sekelompok yang bertanggung jawab atas setiap tujuan pembelajaran.44

Langkah 7: Mensintesa (menggabungkan) dan menguji informasi baru “Pada langkah ketujuh ini kelompok sudah dapat membuat sintesis;

menggabungkannya dan mengkombinasikan hal-hal yang relevan.”45 Ditahap ini, keterampilan yang dibutuhkan adalah bagaimana sisiwa tersebut meringkas, mendiskusikan, dan meninjau ulang hasil diskusi untuk nantinya dipersentasikan dalam bentuk paper atau makalah.

42

M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning: Bagaimana

Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan,…. hal. 24

43

M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning: Bagaimana

Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan,…. hal. 25

44

M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning: Bagaimana

Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan,…. hal. 25

45

M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning: Bagaimana


(34)

Dari sinilah kemampuan menulis dan mempersentasikan sangat dibutuhkan dan sekaligus dikembangkan.

Untuk memfasilitasi ketujuh langkah-langkah pembelajaran proses pembelajaran berbasis masalah (PBL) dapat digunakan pertanyaan-pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi setiap langkah pembelajaran berbasis masalah (PBL) dapat dilihat pada tabel 2.1 46

Tabel 2.1 Contoh-contoh Pertanyaan untuk Memfasilitasi (PBL)

Langkah 1: Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas

1) Apa yang Anda pikirkan atas pernyataan ini? 2) Apa yang terlintas pada pikiran Anda?

3) Apa yang sudah Anda ketahui atas masalah ini? 4) Apa pernyataan yang berupa fakta yang dapat kita

identifikasi?

5) Menurut Anda, apa maksud kalimat….?

6) Bisa Anda jelaskan lebih jauh tentang (konsep tertentu, dan lain-lain)..?

Langkah 2-3: Merumuskan masalah dan menganalisis masalah

1) Bagaimana Anda mengatakan dengan kalimat

sendiri….?

2) Bisa Anda gambarkan dengan kalimat sendiri….? 3) Bisa Anda buat urutan-urutannya? Pertama….,

kemudian….

4) Bisakah Anda ungkapkan apa yang dibahas oleh kelompok?

5) Apakah semua anggota punya pandangan yang sama? Ada yang berbeda?

6) Apa pendapat Anda atas pendapat si…., teman Anda?

Langkah 4: 1) Apa yang kita bisa buat dengan informasi yang

46

M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning: Bagaimana


(35)

menata gagasan anda dan secara sistematis

menganalisisnya dengan dalam.

ada?

2) Apa informasi tambahan yang agaknya Anda perlukan?

3) Apakah kita bisa memastikan bahwa ….? 4) Anda bisa pikirkan hal yang lain, seperti.…? 5) Apakah kaitannya itu dengan yang anda katakan? 6) Apakah Anda sudah mempertimbangkan

kemungkinan yang ada?

7) Apakah kita punya data/pengetahuan yang cukup untuk mengatakan bahwa?

8) Di mana Anda bisa mendapatkan sumber tersebut?

Langkah 5: Penentuan tujuan pembelajaran

1) Apa saja yang Anda anggap penting untuk menyelesaikan masalahnya?

2) Sudahkah Anda mendaftar semua pertanyaan kunci?

3) Mengapa Anda anggap isi/tujuan ini penting? 4) Mengapa Anda menyertakan hal…?

5) Sumber apa saja yang Anda anggap bisa digunakan?

Langkah 6: Mencari informasi

tambahan dari sumber yang lain (diluar diskusi kelompok)

1) Coba gambarkan apa yang Anda pelajari

tentang….?

2) Jelaskan apa yang Anda pahami atas….?

3) Apa yang anda maksudkan dengan…., bisa lebih

spesifik?

4) Bisa anda elaborasi lagi tentang….?

5) Seberapa valid dan dapat diandalkan (reliable) hal tersebut?

6) Seperti apa cara berfungsinya? 7) Mengapa seperti itu?


(36)

8) Jelaskan strategi yang anda buat!

9) Apa taruhannya kalau kita melakukan/tidak melakukan itu?

10)Apa konsekuensinya? Langkah 7:

Saat laporan (paperdan

persentasi kelompok)

1) Apa tiga hal kunci yang Anda pelajari tentang masalah ini?

2) Apa yang Anda pelajari tentang diri Anda, dan juga rekan kelompok?

3) Seberapa beda yang terjadi, kalau seandainya…. 4) Sumber baru apa/mana yang Anda peroleh? 5) Solusi apa yang Anda usulkan untuk memenuhi

kriteria berikut?

6) Bagaimana cara menerapkannya di situasi yang lain?

7) Apa yang berbeda yang harus Anda lakukan di kesempatan lain?

8) Tindak lanjut seperti apa yang Anda rekomendasikan?

d. Manfaat PBL

Edward de Bono menyatakan sebagaimana dikutip oleh M. Taufiq Amir bahwa: “Pendidikan bukanlah tujuan kita. Pendidikan harus mempersiapkan pemelajar untuk hidup. Maka dengan pembelajaran berbasis masalah (PBL) peserta didik dapat membangun kecakapan hidup (life skills), terbiasa mengatur dirinya sendiri (self directed), berpikir metakognitif (reflektif

dengan pikiran dan tindakannya), berkomunikasi dan berbagai kecakapan

terkait.”47

Menurut Sudjana sebagaimana dikutip oleh Triatno bahwa: “Manfaat

khusus yang diperoleh dari metode Dewey adalah metode pemecahan masalah.

47

M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning: Bagaimana


(37)

Tugas guru adalah membantu para siswa merumuskan tugas-tugas, dan bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku,

tetapi dari masalah yang ada di sekitarnya.”48

e. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)

Tan menyatakan sebagaimana dikutip oleh M. Taufiq Amir berikut dapat merangkum karakteristik yang tercakup dalam proses PBL:

1) Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran

2) Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara mengembang (ill-strucured)

3) Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple perspective). Solusinya menuntut pemelajar menggunakan dan mendapatkan konsep dari beberapa bab atau lintas ilmu ke bidang lainnya.

4) Masalah membuat pemelajar tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di

ranah pembelajaran yang baru

5) Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning)

6) Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja. Pencarian, evaluasi serta penggunaan pengetahuan ini menjadi kunci penting.

7) Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Pemelajar bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching), dan melakukan presentasi.49

Salah satu bedanya PBL dengan metode belajar yang konvensional. Bahwa yang namanya belajar tidak hanya sekedar: mengingat (menghafal), meniru,

mencontoh. Dalam PBL yang namanya “masalah” tidak sekedar “latihan” yang

diberikan setelah contoh-contoh soal disajikan. Akan tetapi “masalah” dalam PBL menuntut penjelasan atas sebuah fenomena.

48

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hal. 70-71

49


(38)

Savin, Badin & Moust Bouhuijs, Schmint menyatakan sebagaimana

dikutip oleh M. Taufiq Amir bahwa: “Pendekatan PBL berbeda dengan

pendekatan lain yang biasanya diberikan pendidik pada umumnya:”50 Tabel 2.2 Perbedaan PBL vs Metode Lain

Metode Belajar Deskripsi

1) Ceramah Informasi dipresentasikan dan didiskusikan oleh pendidik dan pemelajar.

2) Kasus atau Studi Kasus Pembehasan kasus biasanya dilakukan diakhir pembelajaran dan selalu disertai dengan pembahasan dikelas tentang materi (dan sumber-sumbernya) atau konsep terkait dengan kasus. Berbagai materi terkait dan pertanyaan diberikan pada pemelajar.

3) PBL Informasi tertulis yang berupa masalah diberikan sebelum kelas dimulai. Fokusnya adalah bagaimana pemelajar mengidentifikasikan isu pembelajaran sendiri untuk memecahkan masalah. Materi dan konsep yang relevan ditemukan oleh pemelajar sendiri.

f. Keunggulan PBL Ada di Perancangan Masalah

Wee dan Kek menyatakan sebagaimana dikutip oleh M. Taufiq Amir

bahwa: “Masalah yang diberikan haruslah dapat merangsang dan memicu

pemelajar untuk menjalankan pembelajaran dengan baik. Masalah yang disajikan oleh pendidik Dalam proses pembelajaran berbasis masalah (PBL) yang baik, memiliki ciri khas, yaitu:

1) Punya keaslian seperti di dunia kerja. Yakni masalah yang disajikan tidak jauh dari cerminan masalah yang dihadapi di dunia kerja. Oleh karena itu

50

M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning: Bagaimana


(39)

peserta didik dapat memanfaatkannya apabila menjadi lulusan yang akan bekerja.

2) Dibangun dengan memperhitungkan pengetahuan sebelumnya. Yakni masalah yang dirancang, dapat membangun kembali pemahaman si peserta didik yang telah didapat sebelumnya. Maksudnya pengetahuan yang baru itu dapat dikaitkan dengan pengetahuan yang telah dipelajarinya.

3) Membangun pemikiran yang metakognitif dan konstruktif. Masalah dalam PBL akan membuat pemelajar terdorong melakukan pemikiran yang metakognitif. Peserta didik menjalankan proses pembelajaran berbasis masalah (PBL) sekaligus menguji pemikirannya, mempertanyakannya, mengkritisi gagasannya sendiri serta menjelajahi hal yang baru.

4) Meningkatkan minat dan motivasi dalam pembelajaran. Yakni membuat suatu rancangan masalah tersebut dikemas dengan menarik agar si peserta didik yang tadinya pasif menjadi aktif dan bertekad untuk menyelesaikan permasalahannya.51

g. Kelemahan PBL

Selain adanya keunggulan dari pembelajaran berbasis masalah (PBL), metode ini juga mempunyai kelamahan-kelemahan. Sebagaimana dikutip dalam buku Darwyn Syah bahwa kelemahan pembelajaran berbasis masalah (PBL) yaitu: 1) Sulit menetukan tingkat masalah yang disesuaikan dengan tingkat

pemahaman dan perkembangan siswa

2) Memakan waktu yang lama dan menyita waktu yang dipergunakan untuk jam pelajaran lain.

3) Sulit mengubah pola belajar siswa dari menjadikan guru sebagai sumber belajar utama kepada belajar utama kepada belajar dengan berpikir yang membutuhkan lebih banyak lagi sumber belajar.52

51

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik,…. hal. 32

52

Darwyn Syah, Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), cet. 2, hal. 133


(40)

“Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah (PBL) lebih sulit

karena membutuhkan banyak latihan dan harus mengambil keputusan tertentu selama perencanaan dan pelaksanaannya.”53

3. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (Fiqih) a. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Islam hendaklah ditanamkan sejak ia dalam lahir terlebih pada masa kandungan. Sebab pendidikan pada masa kanak-kanak adalah masa yang menentukan untuk pendidikan selanjutnya untuk mencapai cita-cita yang diinginkan sesuai dengan bakat dan minat anak itu sendiri.

“Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragam

hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.”54

Zakiyah Daradjat menyatakan sebagaimana dikutip oleh Abdul Majid dan

Dian Andayani bahwa: “Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran agam Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya

dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.”55 Jadi, Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik agar tercapainya tujuan yang telah ditetapkan melalui pengajaran bimbingan atau pelatihan bagi peserta didik untuk menyakini, memahami dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

“Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah pada dasarnya lebih diorientasikan pada tataran moral action, yakni agar peserta didik tidak hanya

53

H. Martinis Yamin, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: GP Press Jakarta, 2011), hal. 150

54

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi

(Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004), (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), hal. 130

55

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004),…. hal. 130


(41)

berhenti pada tataran kompeten (competence), tetapi sampai memiliki kemauan (will), dan kebiasaan (habit) dalam mewujudkan ajaran dan nilai-nilai agama tersebut dalam kehidupan sehari-hari.”56

Pendidikan atau pembelajaran adalah salah satu wahana yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan potensi peserta didik. Jadi dalam konteks pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) pada hakikatnya tidak seorangpun yang dapat membuat seseorang menjadi manusia yang bertaqwa, cerdas dan lain-lain. Akan tetapi seseorang itu sendiri yang memilih, memutuskan dan mengembangkan jalan hidupnya atas izin Allah SWT.57

b. Tujuan Dan Fungsi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

GBPP PAI 1994 menyatakan sebagaimana dikutip oleh Muhaimin, dkk

bahwa: “Secara umum, Pendidikan Agama Islam (PAI) bertujuan untuk

“Meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta

didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.”58 Dengan demikian, tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) menuntut siswa untuk menjadi seorang muslim yang beriman, bertaqwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia bagi dirinya sendiri, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Di dalam GBPP mata pelajaran Pendidikan Agama Islam kurikulum 1999 sebagaimana dikutip oleh Muhaimin, dkk, bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam (PAI) tersebut lebih dipersingkat lagi, yaitu: “Agar siswa memahami, menghayati menyakini, dan mengamalkan ajaran Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman, bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia”.59

56

Muhaimin, Haji, Rekonstruksi Pendidikan Islam: Dari Paradigma Perkembangan,

Manajemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2009), 313

57

Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam upaya mengefektifkan Pendidikan

Agama Islam di Sekolah, (Bandung Remaja Rosda Karya, 2001), hal. 184.

58

Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam upaya mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah,…. hal. 78

59

Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam upaya mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah,…. hal. 78


(42)

Pendidikan Agama Islam (PAI) di lingkungan sekolah atau madrasah bertujuan untuk menumbuhkembangkan keimanan seseorang melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, serta pengamalan peserta didik mengenai agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam keimanan, ketakwaan, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Jadi tujan pendidikan agama Islam itu adalah agar siswa menjadi manusia yang muslim, bertaqwa dan beriman kepada Allah swt. Pendidikan Agama Islam (PAI) haruslah menanamkan nilai-nilai islam, etika dan moralitas agara mendapatkan keberhasilan hidup baik didunia maupun diakhirat.60

Departemen Agama menyatakan sebagaimana dikutip oleh Darwyn Syah, dkk, bahwa mata pelajaran Pendidikan Agama Islam khususnya di Madrasah berfungsi untuk:

1) Penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup didunia dan akhirat.

2) Pengembangan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia peserta didik seoptimal mungkin, yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam lingkungan keluarga.

3) Penyesuaian mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui Pendidikan Agama Islam (PAI).

4) Perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pengamalan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari. 5) Pencegahan peserta didik dari hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari

budaya asing yang akan dihadapinya sehari-hari.

6) Pengajaran tentang informasi dan pengetahuan Pendidikan Agama Islam, serta sistem dan fungsionalnya.

7) Penyaluran siswa untuk mendalami Pendidikan Agama Islam ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi.61

60

Abdul Majid, dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi

(Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004), (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), hal. 135

61

Darwyn Syah, dkk, Pengembangan Evaluasi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: DIADIT MEDIA, 2009), hal. 29


(43)

c. Ruang Lingkup Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) “Secara nasional untuk satuan pendidikan sekolah terdiri atas: Al

-Qur’an dan Hadist, Akidah Akhlak, Fiqih serta Tarikh dan kebudayaan Islam. Sedangakan ruang lingkup pendidikan agama Islam di Madrasah meliputi bidang studi atau mata pelajaran: Al-Qur’an Hadist, Akidah Akhlak, Fiqih, Sejarah

Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab.”62

Kurikulum 1994 menyatakan sebagaimana dikutip oleh Muhaimin, dkk,

bahwa: “Ruang lingkup materi Pendidikan Agama Islam (PAI) pada dasarnya mencakup tujuh unsur pokok, yaitu al-Qur’an Hadist, keimanan, syariah, ibadah, muamalah, akhlak, dan tarikh (sejarah Islam) yang menekankan pada

perkembagan politik.”

Pada kurikulum tahun 1999 menyatakan sebagaimana dikutip oleh

Muhaimin, dkk, bahwa: “Dipadatkan menjadi lima unsur pokok, yaitu: Al-Qur’an, keimanan, akhlak, Fiqih dan bimbingan ibadah, serta tarikh atau sejarah yang lebih menekankan pada perkembangan ajaran agama, ilmu pengetahuan dan

kebudayaan.”63

Dengan demikian, ruang lingkup pembelajaran PAI, yaitu:

Al-qur’an hadist, akidah akhlak, fiqih dan sejarah (tarikh). Masing-masing mata pelajaran tersebut pada dasarnya saling terkait, isi mengisi dan melengkapi.

Peneliti membatasi penelitian ini dengan memilih salah satu dari bidang studi Pendidikan Agama Islam (PAI), yakni mata pelajaran Fiqih.

d. Pengertian Mata Pelajaran Fiqih

“Secara bahasa fiqih berarti: Paham, atau pengertian yang mendalam,

tentang maksud dan tujuan suatu perkataan dan perbuatan, bukan hanya sekedar

mengetahui lahiriah perkataan dan perbuatan itu”.64

Pengertian ini dipahami dari kata fiqih yang tercantum dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT:

62

Darwyn Syah, dkk, Pengembangan Evaluasi Pendidikan Agama Islam,…. hal. 31

63

Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam upaya mengefektifkan Pendidikan

Agama Islam di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001), hal. 79

64

H. Muhammadiyah Djafar, Pengantar Ilmu Fiqih (Suatu Pengantar tentang Ilmu


(44)

                          

Mereka berkata: "Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami; kalau tidaklah karena keluargamu tentulah kami telah merajam kamu, sedang kamupun bukanlah seorang yang berwibawa di sisi kami." (QS. Huud: 91).

“Fiqih secara istilah syar’I, tidak jauh berbeda dengan pengertian lughowi

tersebut. Hanya saja pengertian istilah ini, lebih terarah kepada pengertian khusus,

dari pada pengertian umum, sehingga tidak terjadi tumpang tindih, yaitu:”65

ْك لا ةي علا ةيع ْرَّلا اكْحاْلاب عْلا اهتَلدا ن بست

“Ilmu tentang hukum-hukum syar’I, yang bersifat amaliah (praktis) yang diisbathkan dari dalil-dalilnya secara terperinci.”

Jadi, bahan pelajaran untuk Madrasah Aliyah dimaksudkan untuk memberikan bekal pengetahuan dan kemampuan dalam mengamalkan ajaran Islam, aspek hukum baik yang berupa ajaran ibadah maupun yang muamalah.

B. Hasil penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian terkait pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah (PBL), diantaranya sebagai berikut:

1. Hasil penelitian Eka Triyuningsih (106016100574), yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (PBL) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Setelah dilaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran berdasarkan masalah (PBL) diperoleh hasil rata-rata ketercapaian indikator berpikir kritis yang lebih tinggi daripada hasil rata-rata ketercapaian indikator kemampuan berpikir kritis sebelum digunakannya model pembelajaran berdasarkan masalah (PBL). Hal ini menunjukkan bahwa

65

Muhammadiyah Djafar, Pengantar Ilmu Fiqih (Suatu Pengantar tentang Ilmu Hukum


(45)

pada perhitungan uji “t”, diperoleh harga thitung > ttabel (3,43 > 2,00) pada derajat kebebasan (dk) = 70 dengan tarif signifikansi 5%.

2. Hasil penelitian Dwi Nurcahaya (107016201633), yang berjudul Pengaruh Problerm Based Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran Kimia. Melaksanakan penelitian yang menunjukan bahwa strategi pembelajaran berbasis masalah (PBL) berpengaruh positif terhadap kemampuan berpikir siswa pada pembelajaran kimia. Secara umum berdasarkan uji hipotesis yang didapat yaitu thitung sebesar 7,64 dan ttabel sebesar 2,064 dengan taraf signifikasi = 0,05, karena thitung > ttabel maka Ha diterima yaitu terdapat pengaruh yang signifikan antara penggunaan strategi PBL terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran kimia. Sedangkan dari nilai N-gain diperoleh nilai sebesar 0,66 yang berarti peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran kimia cukup baik atau sedang.

C. Kerangka Berpikir

Dari pembahasan terdahulu maka peneliti mempunyai argumentasi bahwa pada proses belajar mengajar di kelas guru selalu lebih aktif sedangkan siswa hanya sebagai pendengar saja. Oleh karena itu perlunya pendekatan yang menjadi bekal kompetensi, ilmu pengetahauan dan kecakapan-kecakapan yang mereka miliki agar beradaptasi dengan baik.

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) membutuhkan pemahaman dalam mempelajarinya, diharapkan siswa mampu menguasai materi yang diberikan oleh guru, sehingga untuk menguasai materi pelajaran secara baik maka guru harus bisa mengubah suasana belajar yang menyenangkan, maka dengan pembelajaran berbasis masalah (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang memberi kondisi belajar aktif kepada peserta didik dalam kondisi nyata. Karena dalam proses belajar mengajar tersebut keaktifan siswa sangat ditekankan sedangkan guru menjadi fasilator yang mengarahkan siswa dalam proses pembelajaran.


(46)

Dengan demikian pembelajaran berbasis masalah (PBL) ini menuntut siswa untuk mendalami tentang permasalahan tersebut sehingga siswa dapat memberi kesimpulan sendiri atas situasi yang sedang terjadi dan akhirnya siswa dapat menemukan pemecahan untuk masalah tersebut. Upaya tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan siswa untuk melibat seluruh potensi siswa dalam bentuk diskusi kelompok, mengeluarkan pendapat, tanya jawab, dan saling bekerja sama. Karena dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) tidak hanya menyentuh ranah kognitif saja namun menyentuh ranah afeksi, yang dimana diharapkan setelah siswa menguasai materi secara baik maka peserta didik dapat merelisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

D. Hipotesis Penelitian

Untuk menguji ada atau tidaknya hubungan variabel X {model pembelajaran berbasis masalah (PBL)} dengan variabel Y {mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (Fiqih)}, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut :

Ha = Terdapat peningkatan hasil belajar yang signifikan dengan model pembelajaran berbasis masalah (PBL)

Ho = Tidak terdapat peningkatan hasil belajar yang signifikan dengan model pembelajaran berbasis masalah (PBL).


(47)

34 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Madrasah Aliyah Negeri Tarumajaya

1) Profil Madrasah Aliyah Negeri (MAN)Tarumajaya

Nama Sekolah : Madrasah Aliyah Negeri Tarumajaya

NSM : 131132160004

Kabupaten / Kota : Kabupaten Bekasi

Alamat : Jl. Tarumajaya Perumahan Fortune Garden Kp. Pomahan, Desa Setiamulya Kec. Tarumajaya

Telepon : (021) 98521632

Kode Pos : 17213

Status Madrasah : Negeri Tahun Berdiri : 2007 Tahun Penegrian : 2009 Terakreditasi : -

Status Tanah : Hak Guna Pakai

2) Sejarah Berdirinya Madrasah Aliyah Negeri Tarumajaya

a. Pada tanggal 24 November 2006, sekolah tersebut didirikan atas persetujuan Kepala Desa Tarumajaya dan Tokoh-Tokoh Masyarakat setempat dan Pengawas Sekolah/Kepala KUA/Komite Sekolah.

b. Pada tanggal 27 November 2006, permohanan restu dengan mengirim surat rekomendasi pendirian filial MAN 2 Bekasi kepada Camat


(48)

Tarumajaya. no. MA, i/062/PP.006/102/2006, dan mengirim surat rekomendasi pendirian filial MAN 2 Bekasi yang berlokasi di Kec. Tarumajaya. Kepala kantor Departemen Agama Kabupaten Bekasi, no. MA.i/062/PP.006/224/2006. Serta mengirim surat rekomendasi pendirian filial MAN Bekasi kepada Kepala Kanwil Departemen Agama Propinsi Jawa Barat. No. MA.i/062/PP.006/224/2006.

c. Kurikulum MAN Kejuruan Negri Tarumajaya Bekasi

(Tanggal 1 Maret 2007), team sukses mendapat edaran dari Kepala Mapenda Islam kantor wilayah provinsi Jawa Barat no. Kw.10.4/3/PP.003/752/2007 tentang pendirian MAN. Maka sejak ada edaran tersebut filial MAN 2 Tarumajaya berubah menjadi MAN Tarumajaya, Bekasi.

(Tanggal 1 April 2007), penyelesaian dewan guru beserta tata usaha MAN dirumah kediaman bpk. Ilyas Bustamiluddin, MA. Kp. Kelapa Rt.01/10 Desa. Segara Jaya Tarumajaya. Dengan agenda acara pengisian biodata dewan guru serta persyaratan kesediaan untuk mengajar.

(Tanggal 24 April 2007), untuk lebih memantapkan keberadaan guru MAN Tarumajaya, Bekasi. Maka diadakan rapat dewan guru yang bertempat digedung SDN 02 Setia Mulia Tarumajaya.

(Tanggal 10 Mei 2007), team sukses mengadakan studi banding terkait dengan kurikulum MAN, bertempat di SMK Negri 49 Jakarta.

(Tanggal 13 Juni 2007), proses kelengkapan administrasi guru yang bertempat dikantor MAN. Kelengkapan guru meliputi: Surat lamaran, daftar riwat hidup, fhoto copy, ijazah, dan transkip nilai, kartu kuning, kartu keluarga, photo copy KTP dan pas fhoto 3 x 4, 4 x 6 masing-masing 2 lembar.

d. Rencana lokasi permanen MAN Bekasi (Madrasah Aliyah Keguruan Tarumajaya, Bekasi).

(Tanggal 26 Februari 2007), mengirimkan surat permohonan kepada PT. Sari Indah Lestari (SIL) untuk mengalokasikan Fasilitas sosialnya


(49)

untuk MAN K Tarumajaya. Melalui kepala kantor Depag Bekasi, Dinas Pemukiman dan Pertaman Kab. Bekasi, Camat Tarumajay, Kepala MAN 2 Bekasi dan Kepala Desa Setia Mulia Tarumajaya. (Tanggal 3 April 2007), mengirimkan surat permohonan lokasi sementara kepada kepala Sekolah SDN 02 Setia Asih Tarumajaya surat ini ditembusi kepada Kepala UPTD Kec. Tarumajaya.

(Tanggal 23 April 2007), mengirimkan surat permohonan penggunaan fasilitas sosial (Fasos) perumahan PT. Sari Indah Lestari (SIL) untuk Madrasah Aliyah Keguruan Negeri Bekasi dengan no. Surat MA.,i/062/PP.006/08/2007. Surat ini ditunjukkan kepada Bupati Bekasi dengan tembusan Ketua DPRD Kab. Bekasi, Ketua Komisi A. Kab. Bekasi, Kepala Dinas Tata Ruang Kab. Bekasi, Dinas Pemukiman dan Pertaman Kab. Bekasi, Camat Tarumajaya, Kepala UPTD Tarumajaya dan Kepala Desa Seti Mulia.

(Tanggal 20 Juni 2007), mengadakan audiensi kepada wakil Bupati Bekasi terkait dengan persoalan lahan PT. Sari Indah Lestari untuk lokasi Madrasah Aliyah Keguruan Negeri Bekasi. Pertemuan diadakan diruang Dinas wakil Bupati Bekasi.

3) Visi dan Misi MAN Tarumajaya a. Visi MAN Tarumajaya

Mewujudkan Madrasah Unggul dalam akademis, Trampil, Mandiri, Religius dan berwawasan iptek. Indikatornya:

1) Mampu bersaing dalam era industrialisasi 2) Memiliki daya juang tinggi

3) Bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya b. Misi MAN Tarumajaya

1) Menyelenggarakan pendidikan yang profesional sesuai dengan kompetensi dalam Kegiatan Belajar Mengajar.

2) Membentuk siswa siswi yang kreatif dan inovatif serta memiliki akhlakul karimah dan kepekaan sosial yang tinggi (Insan Kamil).


(50)

3) Meningkatkan kemampuan peserta didik, yaitu mampu mengelola dan memotivasi diri sendiri tanpa tergantung pada orang lain. 4) Membentuk lukusan madrasah yang menguasai iptek yang

berlandaskan keimanan dan ketaqwaan

5) Menumbuhkembangkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan madrasah dengan karakter mandiri.

4) Data Guru dan Pegawai

Tabel 3.1 Data Guru dan Pegawai

NO JABATAN I II II IV JUMLAH

1. Kepala Madrasah - - - 1 1

2. Guru Tetap NIP - - 4 - 4

3. Guru tidak Tetap - - - - 28

4. Kaur TU - - 1 - 1

5. Pegawai Tetap - - - - 2

6. Pegawai Tidak Tetap - - - - 4

Jumlah - - 5 2 40

5) Kegiatan Kesiswaan

Program minat dan bakat siswa dikembangkan dalam pengembangan diri pada sebuah ekstrakurikuler, dilaksanakan secara kontinyu setiap hari sabtu, adapun kegiatan tersebut sebagai berikut :

a. OSIS b. Jurnalistik c. Paskibra d. Pramuka e. PMR f. KIR g. Rohis


(51)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di sekolah MAN 01 Tarumajaya yang beralamat di Jalan Perumahan Fortune Garden Bogasari. Kp. Pomahan Desa Setia Mulya, Bekasi. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap pada tanggal 18 Januari s.d 28 Maret 2013.

C. Metode dan Desain Penelitian

“Metode penelitian ini adalah eksperimen karena adanya perlakuan (treatment) terhadap sampel penelitian. Eksperimen merupakan desain ilmiah yang paling teliti dan tepat untuk menyelidiki pengaruh sesuatu variabel terhadap variabel lain.”1 Desain eksperimen ini terdapat kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, yang dimana kelompok eksperimen adalah kelompok yang diberikan khusus (variabel yang akan diuji) dengan pembelajaran berbasis masalah (PBL), sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok dengan pembelajaran konvensional.

Dalam penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan

Non Randomized Control Group Pretest-Posttest Design. Adapun model rancangan model penelitian tersebut adalah sebagai berikut:2

Tabel 3.2 Desain Penelitian

Kelas Pretest Variabel Terikat Postest

E Y1 X Y2

K Y1 - Y2

Keterangan:

Y1 = Pretest yang diberikan kepada kelas kontrol dan kelas eksperimen Y2 = Posttest yang diberikan kepada kelas kontrol dan kelas eksperimen X = Perlakuan {Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL).

1

Ibnu Hajar, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif dalam Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1996), cet. Ke-2, hal. 321

2

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), cet. 12, hal. 78


(52)

D. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilakukan di MAN Tarumajaya Bekasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas XI IPS dan XI IPA. Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi, yaitu 2 kelompok (kelas) yaitu populasi terjangkau terdiri dari 40 orang, dengan rincian 18 siswa sebagai kelas eksperimen dan 22 siswa sebagai kelompok kontrol.

Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara Purposive Sampling, yaitu penarikan sampel berdasarkan tujuan, karena populasi dianggap mempunyai karakteristik dan kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Kelas IX IPA sebagai kelas eksperimen dan kelas IX IPS sebagai kelas kontrol.

E. Teknik Pengumpulan Data

Adapun cara pengumpulan data tersebut ditempuh melalui beberapa teknik, yakni:

1. Observasi adalah cara menghimpun data yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan.

“Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk menilai tingkah laku individu atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati.”3 Tujuan dari observasi ini untuk mengetahui semua kegiatan siswa dalam proses pembelajaran, apakah unsur-unsur PBL sudah sepenuhnya dijalankan oleh siswa atau belum.

2. Tes Kognitif (Tes Pengetahuan)

Tes kognitif ini berupa tes tertulis yang diberikan kepada peserta didik (responden) yang berbentuk soal objektif dengan empat pilihan. Yang merupakan soal pretest dan posttest, yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) khususnya untuk kelas eksperimen.

3

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2009), hal. 76


(53)

3. Kuesioner (Angket)

Kuesioner adalah suatu teknik atau cara pengumpulan data secara tidak langsung atau alat pengumpulan datanya juga disebut angket berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab atau yang harus dijawab atau yang harus direspon oleh responden.”4 Tujuan dari data angket atau kuesioner ini sebagai bahan perbandingan antara pembelajaran yang menggunakan pembelajaran PBL dengan pembelajaran secara konvensional, sehingga peserta didik mempunyai pandangan tentang kedua model pembelajaran tersebut.

F. Kontrol terhadap Validitas Internal

Analisis uji coba soal tes objektif a. Validitas

“Suatu tes disebut valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang hendak dan seharusnya diukur, jadi validitas itu merupakan tingkat ketepatan tes tersebut dalam mengukur materi dan prilaku yang harus diukur.”5

Perhitungan validitas suatu soal dengan menggunakan rumus sebagai berikut:6

√ ( ] ( ]

Interpretasi: db = N – nr Keterangan:

rxy = Koefisien antara variabel X dan variabel Y N = Jumlah siswa

X = Skor tiap butir soal Y = Skor total

4

Nana Syaodih Sukmdinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosydakarya, 2006), hal. 219

5

Mudjijo, Tes Hasil Belajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 40

6

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), hal. 181


(54)

Tabel 3.3 Kriteria Tingkat Validitas sebagai berikut:

a. Antara 0,80 - 1,00 Sangat Tinggi b. Antara 0,60 - 0 80 Tinggi c. Antara 0,40 - 0,60 Cukup d. Antara 0,20 - 0,40 Rendah e. Antara 0,00 - 0,20 Sangat Rendah

b. Reliabilitas

“Realibilitas suatu test menunjukkan atau merupakan sederajat ketetapan test yang bersangkutan dalam mendapatkan data (skor) yang dicapai seseorang apabila tes tersebut diberikan kepadanya pada suatu kesempatan yang berbeda atau dengan tes yang paralel (ekuivalen) pada waktu yang sama suatu tes yang reliabel ditandai oleh tingginya koefisien reliabilitas dan rendahnya standart error of measurement.”7

Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur reliabilitas, yaitu:8

[ ] [ ]

Keterangan:

r11 = Reliabilitas instrument

k = Banyak butir pertanyaan atau soal

t2 = Jumlah varian butir t2 = Varian total

Tabel 3.4 Kriteria Tingkat Realibilitas sebagai berikut:

a. Antara 0,80 - 1,00 Sangat Tinggi b. Antara 0,60 - 0,80 Tinggi c. Antara 0,40 - 0,60 Cukup

7

Mudjijo, Tes Hasil Belajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 53-55

8

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), cet. 12, hal. 171


(55)

d. Antara 0,20 - 0,40 Rendah e. Antara 0,00 - 0,20 Sangat Rendah

c. Uji Taraf Kesukaran

Indeks kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Rumus untuk mencari indeks kesukaran atau soal adalah sebagai berikut9:

Keterangan:

P = Indeks kesukaran

b = Banyaknya siswa yang menjawab soal tersebut dengan benar JS = Jumlah peserta tes

Adapun tingkat kesukaran soal dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu mudah, sedang, dan sukar.

Tabel 3.5 Kelompok Tingkat Kesukaran Tingkat Kesukaran Nilai P

Sukar 0,00-0,25

Sedang 0,26-0,75

Mudah 0,76-1,00

d. Daya Pembeda Soal

“Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan antara siswa yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang bodoh atau berkemampuan rendah. Rumus daya pembeda sebagai berikut”10: D = P (atas) – P (bawah)

9

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), cet. hal. 100-101

10


(56)

Keterangan:

D = Daya Pembeda

P (atas) = Indeks kesukaran kelompok atas P (bawah) = Indeks kesukaran kelompok bawah Adapun klasifikasi daya pembeda sebagai berikut:

Tabel 3.6 Klasifikasi Daya Pembeda

Klasifikasi Daya Pembeda Indeks Daya Pembeda

0,00 – 0,20 Buruk

0,20 – 0,40 Cukup

0,40 – 0,70 Baik

0,70 – 1,00 Baik sekali

<0,00 (Negatif) Tidak baik (diabaikan)

G. Teknik Analisis Data

Sebelum menentukan teknik analisis data yang akan digunakan, terlebih dahulu memeriksa keabsahan sampel yaitu dengan menguji normalitas dan uji homogenitas, selanjutnya dilakukan uji hipotesis.

Pengelolaan dan analisis data menggunakan uji statistik dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Uji Prasyarat

Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengolah data adalah sebagai berikut:

a. Menentukan distribusi frekuensi dari data pretest dan posttest dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Mencari Highest score (H) dan Lowest score (L) dan mengurutkan data dari skor (nilai) terendah sampai ke skor tertinggi.

2) Mengurutkan rentang data (range)

Range yang biasa diberi lambing R adalah alah satu ukuran statistik yang menunjukkan jarak penyebaran antara score (nilai)


(57)

terendah (Lowest Score) sampai score (nilai) yang tertinggi (Highest Score). Dengan singkat dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

R = Total Range

H = Nilai tertinggi L = Nilai terendah 1 = Bilangan Konstan

3) Membuat tabel distribusi frekuensi

4) Menentukan Mean atau nilai rata-rata hitung, dengan rumus11:

Keterangan:

Mx = Mean yang kita cari

X =Jumlah dari skor-skor (nilai-nilai) yang ada N = Number of Cases (banyaknya skor)

5) Menentukan modus atau data (nilai) terbanyak. Modus dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:12

[ ]

Keterangan: M0 = Modus

b = Batas bawah kelas modus

p = Panjang interval

b1 = Frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas interval dengan tanda kelas yang lebih kecil sebelum tanda kelas

modus

11

Anas Sodijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 85

12


(1)

BIODATA MAHASISWA

Nama : Eva Sofwatun Nida

NIM : 108011000010

Tempat/Tanggal Lahir : Bekasi, 22 Mei 1990

Fak./Jur./Prog. Studi : Tarbiyah./Pendidikan Agama Islam (PAI) Tahun Masuk : 2008

Alamat Rumah : Kp. Tambun Permata, 001/002, Desa. Pusaka Rakyat, Kec. Tarumajaya, Bekasi 17214 No. Telepon/Hp : 081574285683

Alamat Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan :

1. Taman Kanak-kanak (TK) At-Taqwa Karang Tengah, tahun 1997. 2. Madrasah Ibtidaiyah (MI) At-Taqwa 20 Karang Tengah, tahun 1999. 3. Madrasah Tsanawiyah (MTs) At-Taqwa 06 Karang Tengah, tahun 2005. 4. Madrasah Aliyah (MA) Al-Awwabin Depok, tahun 2008.

5. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2013.

Organisasi :

1. Menjadi Bendahara di OPPTA (Organisasi Pondok Pesantren Terpadu Al-Awwabin), tahun 2006-2007.

2. Menjadi Sekretaris di LEMKA (Lembaga Kalighrafi Al-Qur’an Jakarta), tahun 2010-2012. 3. Persatuan Remaja Masjid (PRM) Nurul Huda, tahun 2013.

Pengalaman Mengajar :

1. TPA Al-Ulumiyah, tahun 2010-2011 2. PPKT di MTs Daarul Hikmah, tahun 2012


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)