Radikal bebas, reactive oxygen species, antioksidan

27 viabilitas sel dan menginduksi berbagai respon seluler yang dapat menimbulkan kematian sel dan kerusakan jaringan Dalle-Donne, 2006; Birben dkk., 2012.

2.11.2 Radikal bebas, reactive oxygen species, antioksidan

Radikal bebas merupakan molekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya. Radikal bebas bersifat tidak stabil dan sangat reaktif karena elektron yang tidak berpasangan ini cenderung akan mencari pasangan elektron dari molekul lain dengan tujuan untuk menetralisasi dirinya sendiri. Pada saat reaksi antara radikal bebas dengan molekul lain dapat terbentuk molekul nonradikal yang kurang reaktif atau akan terbentuk radikal bebas lainnya yang lebih reaktif sehingga terjadi reaksi berantai. Tanpa adanya suatu mekanisme untuk menonaktifkan radikal bebas ini maka sejumlah besar radikal bebas akan terbentuk dalam waktu beberapa detik setelah reaksi awal. Radikal bebas dapat berasal dari oksigen, sulfur, atau karbon, namun yang paling signifikan secara fisiologis adalah radikal bebas yang berasal dari oksigen Birben dkk., 2012; Winarsi, 2007. Reactive oxygen species merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan sejumlah molekul reaktif dan radikal bebas yang berasal dari molekul oksigen Held, 2015. Terdapat dua kelompok ROS yaitu yang bersifat radikal bebas dan bersifat non radikal. Anion superoksid O 2 •- dan radikal hidroksil merupakan contoh ROS yang bersifat radikal bebas sedangkan hidrogen peroksida H 2 O 2 , singlet oksigen dan asam hipoklorat HOCl merupakan contoh ROS yang bersifat non radikal Birben dkk., 2012; Halliwell, 2001. Reactive oxygen species dihasilkan oleh sel melalui berbagai mekanisme antara lain 28 sebagai konsekuensi metabolisme aerob normal oleh mitokondria, oksidatif atau respiratory burst sel fagosit serta berasal dari metabolisme xenobiotik untuk detoksifikasi substansi toksik. Pada umumnya ROS pada konsentrasi rendah penting untuk fungsi fisiologis normal seperti ekspresi gen, pertumbuhan sel, pertahanan terhadap infeksi, biosintesis molekul seperti tiroksin, prostaglandin, serta memicu proliferasi sel T. Beberapa penelitian terakhir juga menemukan peranan ROS sebagai molekul signaling yang penting untuk efek biologis. Persentase ROS meningkat pada kondisi inflamasi kronik, infeksi, olahraga yang berlebihan, paparan terhadap alergen, obat dan toksin Krishnamurthy dan Wadhwani, 2012; Bennett dan Griffiths, 2013. Terdapat berbagai macam ROS, namun yang paling berperan adalah anion superoksida O 2 •- , hidrogen peroksida H 2 O 2 , radikal hidroksil OH •. . Anion superoksid terbentuk dari penambahan 1 elektron pada molekul oksigen. Proses ini dimediasi oleh enzim nicotinamide adenine dinucleotide phosphate NADPH oksidase atau xantine oksidase atau oleh sistem transport elektron mitokondria. Mitokondria merupakan lokasi utama pembentukan anion superoksid namun enzim NADPH juga ditemukan pada leukosit, neutrofil, monosit dan makrofag. Selama proses fagositosis terjadi respiratory burst yang memproduksi superoksid. Superoksid kemudian diubah menjadi hidrogen peroksida oleh superoksid dismutase SOD Birben dkk., 2012; Kunwar dan Priyadarshini, 2011; Valko dkk., 2006. Hidrogen peroksida dapat diproduksi oleh xanthine oxidase, asam amino oksidase dan NADPH oksidase. Struktur H 2 O 2 menyerupai air dan dapat 29 berdifusi didalam maupun diantara sel. Hidrogen peroksida memiliki sifat yang kurang reaktif namun dapat bergabung dengan besi serta tembaga membentuk radikal hidroksil yang sangat reaktif. Anion superoksid juga dapat bereaksi dengan H 2 O 2 dan menghasilkan radikal hidroksil OH - . Radikal hidroksil merupakan ROS yang sangat berbahaya karena reaktivitas yang tinggi dan memiliki waktu paruh yang sangat singkat sehingga umumnya menimbulkan kerusakan terutama pada lokasi disekitarnya Birben dkk., 2012; Halliwell, 2001; Kunwar dan Priyadarshini, 2011. Untuk mengimbangi efek merugikan yang ditimbulkan oleh adanya stres oksidatif pada sel, sistem tubuh telah melengkapi dirinya dengan beberapa strategi seperti mekanisme pencegahan dengan cara mempertahankan pembentukan ROS seminimal mungkin, mekanisme perbaikan untuk mengurangi kerusakan sel, mekanisme proteksi fisik serta yang terpenting adalah mekanisme pertahanan antioksidan. Antioksidan merupakan suatu substansi dengan konsentrasi rendah yang dapat berfungsi sebagai senyawa pemberi elektron sehingga mencegah oksidasi substrat yang rentan teroksidasi Kunwar dan Priyadarshini, 2011; Rahal dkk., 2014. Sistem pertahanan antioksidan endogen meliputi jaringan molekul antioksidan enzimatik dan nonenzimatik yang umumnya terdistribusi pada sitoplasma dan organel sel. Antioksidan juga dapat berasal dari eksogen seperti yang berasal dari makanan. Antioksidan eksogen dan endogen berfungsi secara interaktif dan sinergis untuk menetralisir radikal bebas Winarsi, 2007. Antioksidan enzimatik meliputi superoksid dismutase SOD, glutation peroksidase GPx, dan katalase CAT, sedangkan antioksidan 30 nonenzimatik meliputi asam askorbat vitamin C, α-tocopherol vitamin E, glutathione GSH, karatenoid, flavonoid dan antioksidan lainnya Valko dkk., 2006. Superoksid dismutase merupakan protein yang mengandung metal berfungsi untuk mengkatalisasi superoksid membentuk hidrogen peroksida. Terdapat tiga isozim SOD, yaitu SOD1 mengandung Cu dan Zn sebagai kofaktor logamnya ditemukan di sitosol, SOD2 yang mengandung logam Mn ditemukan pada mitokondria dan SOD3 yang juga mengandung kofaktor logam Cu dan Zn, ditemukan di ekstrasel Birben dkk., 2012; Winarsi, 2007; Valko dkk., 2006. Hidrogen peroksida yang berasal dari aktivitas SOD atau oksidase lainnya akan digunakan untuk mengoksidasi glutation tereduksi GSH menjadi glutation teroksidasi GSSG oleh GPx. Enzim katalase juga dapat mereduksi H 2 O 2 menjadi air Birben dkk., 2012. Vitamin C, vitamin E, glutation dan beta karoten merupakan antioksidan nonenzimatik yang paling banyak diteliti. Antioksidan non enzimatik disebut juga antioksidan pemecah rantai yang dapat berupa senyawa nutrisi maupun non nutrisi. Vitamin C dianggap sebagai antioksidan larut air yang penting pada cairan ekstraseluler. Vitamin C mampu menetralisir ROS pada fase aqueous sebelum dimulainya peroksidasi lipid. Vitamin E merupakan antioksidan larut lemak dan antioksidan pemecah rantai utama yang melindungi membran asam lemak dari peroksidasi lipid. Glutation banyak ditemukan pada semua kompartemen sel dan merupakan antioksidan larut dengan efek antioksidan glutation melalui kerja sama dengan GPx. Glutation juga berfungsi mengubah 31 vitamin C dan E menjadi bentuk aktifnya. Beta karoten dan karotenoid lainnya juga dipercaya memiliki perlindungan antioksidan terhadap jaringan kaya lemak yang bekerja secara sinergis dengan vitamin E Birben dkk., 2012; Winarsi, 2007. Mekanisme pertahanan antioksidan enzimatik dan non enzimatik secara lebih jelas digambarkan pada Gambar 2.3 dibawah ini. Gambar 2.3 Mekanisme Pertahanan Antioksidan Enzimatik dan Non Enzimatik Atukeren dan Yigitoglu, 2013

2.11.3 Kerusakan akibat stres oksidatif