Perubahan Arti Metaforis dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi Karya Dewi Lestari dan Implikasi Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia

PERUBAHAN ARTI METAFORIS DALAM KUMPULAN
CERPEN FILOSOFI KOPI KARYA DEWI LESTARI DAN
IMPLIKASI TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA
INDONESIA

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh
Aisatul Fitriah
NIM 1110013000051

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014

ABSTRAK
Aisatul Fitriah, 1110013000051, 2014, “Perubahan Arti Metaforis dalam

Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi Karya Dewi Lestari dan Implikasi Terhadap
Pembelajaran Bahasa Indonesia”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta. Pembimbing Makyun Subuki, M.Hum.

Penelitian ini mendeskripsikan tentang perubahan arti metaforis meliputi
metafora antropomorfis, metafora binatang, metafora konkret ke abstrak dan
metafora sinaestetik pada 18 cerita pendek yang terkumpul dalam satu kumpulan
cerpen Filosofi Kopi karya Dewi Lestari.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan arti metaforis yang
terdapat dalam kumpulan cerpen Filosofi Kopi karya Dewi Lestari. Metode
penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yaitu metode penelitian
yang mendeskripsikan hasil temuan berupa perubahan arti metaforis yang terdapat
dalam kumpulan cerpen. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik studi
dokumentasi. Teknik penganalisaan data dibuat dengan menggolongkannya ke
dalam empat bagian berdasarkan referen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan 44 perubahan arti metaforis
yang digunakan Dewi Lestari dalam karyanya berupa kumpulan cerpen Filosofi
Kopi. 44 perubahan arti metaforis tersebut meliputi: metafora antropomorfis
sebanyak 19 buah, metafora binatang sebanyak 9 buah, metafora konkret ke

abstrak sebanyak 3 buah dan metafora sinaestetik sebanyak 13 buah.

Kata Kunci: Semantik, Perubahan arti, Metafora, Filosofi Kopi

i

ABSTRACT
Aisatul Fitriah, 1110013000051, 2014, “Metaphorical Meaning Changes in
the set of Short Story Filosofi Kopi Works Dewi Lestari and Implications Of
Learning Indonesia”, Education Departement of Indonesia Language and
Literature Faculty of Tarbiyah and Teaching Science, State Islamic Universty
Syarif Hidayatullah, Jakarta. Supervisor Makyun Subuki, M.Hum.
This study describes the changes in the metaphorical senese include
anthropomorphic metaphor, animal metaphor, metaphor concrete to the abstract
and metaphorical sinaestetik in the 18 short stories collected in a collection of
short stories of Dewi Lestari works Filosofi Kopi.

The purpose of this study is to determine the changes in the metaphorical sense
that is contained in the collection of Filosofi Kopi short stories Dewi Lestari. The
method used is descriptive qualitative research methods that describe the findings

in the of changes in the metaphorical sense form contained in the collection of
short stories. Data collection techniques using documentation study technique.
Data analysis techniques created by classifying data into four sections based on
the referents.

The results showed that there were 44 changes in the metaphorical sense used
by Dewi Lestari in her works, Filosofi Kopi. 44 of these include changes in the
metaphorical sense: as many as 19 pieces anthropomorphic metaphor, animal
metaphor as much as 9 pieces, the concrete to the abstract metaphor 3 pieces and
metaphorical sinaestetik and as many as 13 pieces.

Keywords: Semantics, The meaning changes, Metaphor, Filosofi Kopi

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan
waktu yang telah direncanakan. Selawat serta salam semoga selalu tercurah

kepada baginda Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabatnya, dan para
pengikutnya hingga akhir zaman.
Skripsi berjudul “Perubahan Arti Metaforis dalam Kumpulan Cerpen Filosofi
Kopi Karya Dewi Lestari dan Implikasi Terhadap Pembelajaran Bahasa
Indonesia”, disusun guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan S-1 pada Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini,
penulis membutuhkan bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai
pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sebagai
ungkapan rasa hormat, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada
1. Nurlena Rifa‟i, M.A., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dra. Mahmudah Fitriah ZA., M.Pd. sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang selalu
memberikan kemudahan dan semangat.
3. Dra. Hindun, M.Pd. sebagai Sekertaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang selalu memberikan
semangat.
4. Makyun Subuki, M.Hum. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi.
5. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta
bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

iii

6. H. Nawawi, Hj. Maemunah dan Hj. Taslimah selaku kakek dan nenek tercinta
yang selalu memberikan semangat, dukungan dan doa untuk penulis
7. M. Fahrurozi dan Fatonah selaku orang tua, motivator, dan penasehat terbaik
yang selalu memberikan semangat, arahan, doa dan dukungan materil untuk
penulis
8. Keluarga besar Pendidikan Bahasa dan Satra Indonesia (PBSI) khususnya
kelas B angkatan 2010 yang selalu membuat suasana baik di dalam maupun di
luar perkuliahan terasa berwarna.
9. Keluarga besar pojok seni tarbiyah (POSTAR) yang telah memberikan banyak
pengetahuan, teman, dan pengalaman selama menjadi anggota
10. Keluarga besar lingkar sastra tarbiyah (LST POSTAR) yang telah
memberikan banyak ekspresi, sahabat dan keluarga yang unik
11. Empat roda dan satu spion, Mabruroh, Yunia Ria Rahayu, Kurnia Dewi

Nurfadilah dan Sari Satriyati yang telah memberikan banyak warna selama
bersama baik di dalam maupun di luar pementasan LST
12. Temen kosan H. Asani yang telah membuat banyak canda tawa serta semangat
dalam pembuatan skripsi, Ayu Rizqi Pramulya N, Tuti Alawiyah, Sutirih, dan
Nur Aoliya
13. Semua orang yang berjasa dalam pembuatan skripsi ini yang tidak bisa
disebutkan satu persatu. Semoga semua kebaikan dibalas oleh Allah dengan
balasan yang lebih baik lagi.
Hanya kepada Allah jualah kita berserah diri, semoga yang kita amalkan
mendapat Ridho-Nya. Amin ya Robbal „alamin. Akhirnya penulis memohon maaf
atas kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini, dan penulis pun menerima kritik
dan saran yang membangun. Semoga dengan hadirnya skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis dan para pembaca serta kemajuan ilmu
pengetahuan.
Jakarta, 20 Agustus 2014

Penulis
iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
ABSTRAK ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI........................................................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah...................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................ 5
C. Pembatasan Masalah ........................................................................... 6
D. Rumusan Masalah ............................................................................... 6
E. Tujuan Penelitian ................................................................................ 6
F. Manfaat Penelitian .............................................................................. 6
G. Metode Penelitian ............................................................................... 7
H. Data dan Sumber Data........................................................................ 8
I. Teknik Pengumpulan Data.................................................................. 8
J. Teknik Analisis Data........................................................................... 9
BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN.............. 12
A. Cerpen................................................................................................ 12

1. Sejarah Cerpen ................................................................................ 12
2. Pengertian Cerpen........................................................................... 12
3. Ciri-ciri Cerpen............................................................................... 14
4. Pembagian Cerpen.......................................................................... 14
5. Unsur Intrinsik Cerpen.................................................................... 16
B. Hakikat Perubahan Arti ....................................................................... 24
Keserupaan Antararti (Metafora)........................................................ 25
C. Penelitian yang Relevan........................................................................ 32

v

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................ 35
A. Biografi Dewi Lestari.......................................................................... 35
B. Analisis Data....................................................................................... 36
1. Metafora Antropomorfis................................................................... 37
2. Metafora Binatang ............................................................................ 64
3. Metafora dari Konkret ke Abstrak .................................................... 76
4. Metafora Sinaestetik......................................................................... 80
C. Implikasi Terhadap Pembelajaran ....................................................... 94
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN................................................................. 96

A. Simpulan.............................................................................................. 96
B. Saran .................................................................................................... 97

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 98
UJI REFERENSI
LAMPIRAN-LAMPIRAN

vi

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan arti terjadi beriringan dengan perkembangan bahasa.
Edward Sapir mengungkapkan, “Bahasa bergerak terus sepanjang waktu
membentuk dirinya sendiri. Ia mempunyai gerak mengalir tak satu pun yang
sama sekali statis. Tiap kata, tiap unsur gramatikal, tiap peribahasa, bunyi dan
aksen merupakan konfigurasi yang berubah secara pelan-pelan, dibentuk oleh
getar yang tidak tampak dan impersonal, yang merupakan hidupnya bahasa.”1
Perubahan arti yang terjadi di dalam bahasa disebabkankan oleh dua
faktor, yakni faktor kebahasaan dan faktor non-kebahasaan. Dari faktor

kebahasaan, dapat dilihat pada penggunaan kata ya yang menunjuk arti
persetujuan kini telah mengalami perubahan sebaliknya, yakni menyatakan
arti penolakan, penyangkalan, atau pengingkaran terhadap sesuatu. Hal
tersebut sangat sering kita jumpai dalam komunikasi sehari-hari. Perubahan
tersebut disebabkan karena pemakaian kata ya yang terlampau tinggi
sehingga batas arti antara kata ya atau sebaliknya menjadi kabur, samarsamar. Dilihat dari faktor non-kebahasaan, perubahan arti diakibatkan oleh
berbagai faktor di antaranya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
perkembangan sosial, perbedaan bidang pemakaian dan masih banyak lagi. Di
bidang militer misalnya, digunakan kata operasi yang berarti penumpasan,
penggeledahan, atau penangkapan terhadap pemberontak sedangkan di
bidang kedokteran, kata operasi merupakan istilah kesehatan yang berarti
pembedahan terhadap tubuh manusia untuk mengambil atau menghilangkan
suatu penyakit yang dilakukan oleh dokter ahli. Hal ini menunjukkan adanya
pemakaian kata operasi pada dua bidang yang berbeda, yakni militer dan
kedokteran.
Perubahan arti dalam penggunaan bahasa sudah sering dan banyak kita
jumpai di dalam kehidupan sehari-hari sehingga perubahan tersebut menjadi
1

Stephen Ullman, Pengantar Semantik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 247.


1

2

terasa lumrah dan wajar. Perkembangan bahasa yang terjadi di sepanjang
waktu menuntut pengguna bahasa untuk terus menerus mengikuti
perkembangan tersebut. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pengguna
bahasa dalam berkomunikasi. Secara sadar atau tidak, pengguna bahasa
memiliki peranan penting dalam menciptakan perubahan bahasa. Hal ini
senada dengan ungkapan Meillet, “Bahasa itu dialihkan secara turun temurun
dalam suatu cara yang „tak bersinambungan‟ (discontinuous) dari generasi
yang satu ke generasi berikutnya: tiap-tiap anak harus belajar bahasa itu
seperti barang yang baru.”2
Dalam praktik berbahasa, perubahan arti tidak hanya kita jumpai dalam
percakapan sehari-hari saja tetapi juga dalam media cetak seperti koran, salah
satu sumber/media informasi berbentuk tulis. Pada koran, kita sering
menjumpai penggunaan kata diamankan daripada kata ditahan atau kata
dibunuh daripada dihabisi yang digunakan sebagai judul atau isi dalam berita.
Hal ini menunjukan adanya pemilihan kata yang dirasa lebih pantas atau
nyaman untuk digunakan dalam interaksi sosial. Dalam perubahan arti, hal ini
disebut tabu yakni konsep yang menggambarkan larangan tertentu dalam
dunia sosial. Pemilihan kata-kata tersebut disebabkan oleh faktor kenyamanan
(taboo of delicacy). Cruse mengungkapkan, “Akibat dari tabu bahasa adalah
munculnya eufemisme yaitu sebentuk ungkapan pengganti yang dipergunakan
untuk memperhalus efek dari ungkapan lain yang dirasa lebih kasar.”3
Terjadinya perubahan arti memang disebabkan oleh berbagai faktor.
Akan tetapi, perubahan arti yang terdapat dalam suatu ungkapan tertentu
selalu memiliki hubungan yang mengaitkan arti lama dengan arti baru yang
dimiliki oleh suatu kata. Jenis hubungan tersebut didasarkan pada dua
kategori: pertama, kedekatan antararti (contiguity)/metonimi, merupakan
sebutan pengganti untuk suatu objek atau perbuatan dengan atribut yang
melekat pada objek atau perbuatan yang bersangkutan. Di Jakarta misalnya,
salah satu ikon patung ucapan selamat datang dengan simbol dua orang
2
3

h. 110

Ibid.
Makyun Subuki, Semantik Pengantar Memahami Makna, (Jakarta: Transpustaka, 2011),

3

pelajar lebih dikenal dengan Bundaran HI karena letaknya yang dekat dengan
hotel grand Indonesia. Dalam penamaan tempat (pasar), masyarakat Jakarta
banyak menggunakan waktu berupa hari seperti: senen, rabu, jum‟at dan
minggu. Kedua, perubahan arti yang disebabkan karena keserupaan antararti
(similarity)/metafora, secara umum merupakan perubahan arti yang
mengaitkan suatu arti dengan arti lainnya, adanya referensi. Parera dalam
buku teori Semantik menyatakan, metafora menjadi sumber untuk melayani
motivasi yang kuat untuk menyatakan perasaan, emosi yang mendalam, dan
sarana berbahasa yang bersifat ekspresif. Salah satu unsur metafora adalah
kemiripan dan kesamaan tanggapan pancaindra.
Perubahan arti karena keserupaan antararti (similarity)/metafora dapat
kita temukan dalam cerpen (cerita pendek), salah satu media pengarang atau
sastrawan dalam berkomunikasi dengan pembaca untuk menyampaikan suatu
gagasan maupun pendapat. Cerpen merupakan salah satu jenis karya sastra
yang pemilihan permasalahannya lebih terfokus, dalam menyelesaikan
bacaan pun tidak memerlukan waktu yang lama selain itu cerpen juga dapat
memberikan kesan tunggal terhadap pembaca mengenai permasalahan yang
dibicarakan. Ellery Sedgwick dalam Notosusanto mengungkapkan, “cerita
pendek adalah penyajian suatu keadaan tersendiri atau suatu kelompok
keadaan yang memberikan kesan yang tunggal pada jiwa pembaca. Cerita
pendek tidak boleh dipenuhi dengan hal-hal yang tidak perlu atau “a shortstory must not be cluttered up with irrelevance”.”4
Dalam dunia pendidikan, khususnya pada mata pelajaran bahasa
Indonesia cerpen merupakan salah satu dari beberapa bentuk karya sastra
yang diperkenalkan dan dipelajari siswa di sekolah. Dalam materi cerpen,
siswa melakukan kegiatan membaca sehingga dari kegiatan tersebut siswa
diharapkan mampu memahami cerita dan pesan yang disampaikan pengarang
di dalamnya dengan harapan siswa mampu menerapkannya di dalam
kehidupan. Untuk memahami cerita dan pesan yang terdapat dalam cerpen,
kegiatan yang dilakukan siswa melalui membaca saja belum cukup
4

Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 2011), h. 179.

4

membantu, hal ini dikarenakan cerpen merupakan salah satu bentuk karya
sastra yang menggunakan bahasa kias (metafora). Hal ini senada dengan
pernyataan Edi Subroto, “metafora adalah salah satu wujud kreatif bahasa di
dalam penerapan maknanya; artinya berdasarkan kata-kata yang telah
dikenalnya dan berdasarkan keserupaan atau kemiripan referen, pemakai
bahasa dapat memberi lambang baru pada referen tertentu, baik referen itu
telah memiliki nama lambang atau belum. Metafora banyak terdapat dalam
karya sastra”5. Untuk memahami cerita dan pesan yang terdapat dalam
cerpen, siswa harus mengetahui arti dari bahasa yang mengalami perubahan
arti (kiasan) berdasarkan konteks cerita. Melalui konteks cerita, selain
membantu siswa untuk memahami arti dari penggunaan bahasa yang
mengalami perubahan arti (kiasan), siswa juga dapat mengetahui unsur
intrinsik lain dalam cerita.
Dalam cerpen kita dapat menemukan kalimat Bulan pada awal dan
akhir bulan, yang bertengger separuh di langit dengan warna menguning
kata dasar dari bertengger adalah tengger (nomina) memiliki arti tenggeran,
tempat bertengger; tenggekan (tongkat atau benda panjang yang diletakkan
melintang dalam kandang untuk tempat binatang, ayam bertengger pada
malam hari), kemuadian kata tengger mendapat prefiks ber- menjadi
bertengger (verbal) memiliki arti hinggap (di dahan), berdiam atau bertempat
tinggal. Dapat diketahui bertengger adalah kegiatan yang biasanya dilakukan
oleh binatang seperti ayam atau burung tetapi pada kalimat tersebut terdapat
perbandingan nyata antara dua hal yang berbeda yakni binatang dan bulan,
jika ditelusuri maksudnya ada kesamaan umum diantara keduanya, yakni
sama-sama mendiami suatu tempat sehingga pada kalimat Bulan pada awal
dan akhir bulan, yang bertengger separuh di langit dengan warna menguning
mereferensikan pada kegiatan yang dilakukan oleh binatang dialihkan pada
selain binatang. Hal tersebut merupakan contoh dari metafora binatang, selain
itu ada tiga lagi metafora yakni: antropomorfis (metafora yang mengalihkan
Muna Riswati, “Perbandingan Variasi Metafora pada Puisi Karya Taufik Ismail dan W.S.
Rendra”, dalam Sumarlam dkk (ed.), Pelangi Nusantara Kajian Berbagai Variasi bahasa,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 189.
5

5

sifat atau aktivitas manusia ke benda selain manusia), sinaestetik (pertukaran
pemakaian aktivitas atau sifat antarindra) dan metafora konkret-abstrak
(metafora yang menjabarkan pengalaman abstrak ke dalam hal yang konkret).
konteks munculnya kalimat tersebut adalah kekecewaan yang dialami Indi
terhadap Lei, kekasihnya membuat dia mengurung diri dari segala aktivitas
sampai pada saat yang dirasa tepat, Indi berusaha untuk kembali tegar dan
menjalani kehidupan seperti biasa, begitu juga dengan kebiasaannya yang
memandang bulan dari jendela kamarnya.
Disimpulkan bahwa perubahan arti sangat banyak kita temukan dalam
kehidupan sehari-hari baik dalam interaksi lisan maupun tulis sehingga dari
sini penulis terinspirasi untuk meneliti bahasa, terutama perubahan arti yang
disebabkan oleh keserupaan antararti (similarity)/metafora yang terdapat
dalam cerita pendek (cerpen), sehingga judul pada penelitian ini adalah
Perubahan Arti Metaforis dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi Karya Dewi
Lestari dan Implikasi Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan judul di atas, maka penelitian ini lebih menitikberatkan pada
ragam perubahan arti metaforis yang terdapat dalam kumpulan cerpen,
identifikasi masalahnya meliputi:
a. Perubahan arti terjadi seiring dengan perkembangan bahasa
b. Bahasa mengalami perkembangan sepanjang waktu
c. Perkembangan bahasa menyebabkan beberapa kata tertentu mengalami
perubahan arti yang digunakan dalam bidang yang berbeda
d. Perubahan arti sering dijumpai dalam kehidupan
e. Selain media lisan perubahan arti juga terdapat dalam media tulis/cetak
termasuk cerpen
f. Cerpen merupakan salah satu bentuk karya sastra yang dipelajari di
sekolah

6

C. Pembatasan Masalah
Sesuai dengan pemaparan di atas, hal yang akan dianalisis pada
penelitian dengan judul Perubahan Arti Metaforis dalam Kumpulan Cerpen
Filosofi Kopi Karya Dewi Lestari Implikasi Terhadap Pembelajaran Bahasa
Indonesia lebih memfokuskan pada ragam perubahan arti metaforis yang
mengacu pada: pengalihan aktivitas atau sifat manusia ke benda selain
manusia (antropomorfis), pengalihan aktivitas atau sifat binatang ke selain
binatang (binatang), menjabarkan pengalaman-pengalaman abstrak ke dalam
hal yang konkret (konkret ke abstrak), dan pertukaran tanggapan antarindra
(sinaestetik) yang terdapat dalam kumpulan cerpen Filosofi Kopi karya Dewi
Lestari.

D. Rumusan Masalah
Bagaimana perubahan arti metaforis yang terdapat dalam kumpulan cerpen
Filosofi Kopi dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia?

E. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui perubahan arti metaforis yang terdapat dalam kumpulan
cerpen Filosofi Kopi dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa
Indonesia

F. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan mampu membantu seluruh akademisi, terutama
yang sedang belajar bahasa Indonesia agar lebih memahami tentang
semantik, salah satu ilmu bahasa yang mempelajari makna, bahwa dalam
semantik terdapat perubahan arti metaforis yang mengacu pada pengalihan
sifat

atau

aktivitas

manusia

kepada

selain

manusia

(metafora

antropomorfis), mengacu pada aktivitas atau sifat binatang yang dialihkan
ke selain binatang (metafora binatang), menjabarkan pengalamanpengalaman abstrak ke dalam hal yang konkret (metafora konkret ke

7

abstrak), dan pertukaran tanggap antarindra (metafora sinaestetik) yang
terdapat dalam kumpulan cerpen Filosofi Kopi karya Dewi Lestari.

b. Manfaat Praktis
1. Penelitian ini diharapkan mampu membantu guru, tenaga pendidik
dalam menambah bahan referensi untuk pengajaran bahasa Indonesia di
sekolah terkait dengan materi perubahan arti, sehingga diharapkan
mampu memberikan pengajaran yang dapat diterima dan dipahami
dengan baik oleh siswa.
2. Penelitian ini diharapkan mampu membantu masyarakat umum dalam
memahami metafora, perubahan arti yang disebabkan oleh keserupaan
antararti yang terdapat dalam karya sastra terutama kumpulan cerpen
Filosofi Kopi karya Dewi Lestari.

G. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
kualitatif. Denzin dan Lincoln menyatakan bahwa, “penelitian kualitatif
adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud
menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan
berbagai metode yang ada.”6 Pada penelitian ini, penulis akan meneliti
fenomena perubahan arti yang disebabkan oleh keserupaan antararti
(similarity)/metafora pada bahasa yang terdapat dalam kumpulan cerpen
Filosofi Kopi karya Dewi Lestari. Jenis penelitian yang dilakukan berupa
studi kasus. Surachmad memaparkan bahwa pendekatan studi kasus hanya
memusatkan perhatian secara rinci pada kasus yang diteliti. Penelitian studi
kasus hanya terfokus pada satu objek yang diangkat sebagai kasus untuk
diteliti secara mendalam.
Penelitian kualitatif selalu bersifat deskriptif, artinya data dan hasil
analisisnya berbentuk deskripsi fenomena, tidak berupa angka-angka atau
6

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2011), Cet. 31, h. 5.

8

koefisien tentang hubungan antar-variabel. Pada penelitian ini, hasil analisis
berupa kutipan data dan pendeskripsian kata-kata yang jelas dan rinci
mengenai perubahan arti yang disebabkan oleh keserupaan antararti
(similarity)/metafora yang terdiri dari metafora antropomorfis, metafora
binatang, metafora konkret ke abstrak, dan metafora sinaestetik pada bahasa
yang terdapat dalam salah satu karya sastra berupa kumpulan cerpen karya
Dewi Lestari berjudul Filosofi Kopi.

H. Data dan Sumber data
Data adalah segala bahan keterangan atau fakta yang sudah dicatat
(recorded) dan dapat diobservasi.7 Berdasarkan hasil membaca, peneliti
menemukan fakta berupa ragam perubahan arti metaforis (similarity) atau
metafora berupa metafora antropomorfis, metafora binatang, metafora
konkret ke abstrak dan metafora sinaestetik pada penggunaan bahasa yang
terdapat dalam kumpulan cerpen Filosofi Kopi karya Dewi Lestari.
Sumber data sebagaimana Lofland dan Lofland menyatakan, “sumber
data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan,
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.”8 Data lain
yang dimaksud berupa sumber tertulis, foto, dan data statistik. Sumber
penelitian yang peneliti peroleh berupa sumber tertulis, yakni kumpulan
cerpen Filosofi Kopi karya Dewi Lestari.

I. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini
adalah dengan teknik studi dokumentasi. Guba dan Lincoln mendefinisikan,
“Dokumen ialah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari record, yang
tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik”9

7

Abdul Halim Hanafi, Metodologi Penelitian Bahasa, (Jakarta: Diadit Media Press, 2011),
Cet. 1, h. 123.
8
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2011), Cet. 29, h. 157.
9
Ibid, h. 216.

9

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan
mengumpulkan dokumen atau bahan-bahan tertulis terkait fokus penelitian.
Berikut tahapan yang peneliti lakukan dalam mengumpulkan data:
1. Peneliti menentukan objek penelitian berupa kumpulan cerpen Filosofi
Kopi Karya Dewi Lestari
2. Membaca dan menganalisis bahasa yang digunakan pengarang dalam
kumpulan cerpen tersebut.
3. Setelah membaca, peneliti menentukan fokus penelitian yang akan
dilakukan. Penelitian ini lebih memfokuskan pada perubahan arti yang
disebabkan oleh keserupaan antararti (similarity) atau metafora yang
terdiri dari metafora antropomorfis, metafora binatang, metafora
konkret ke abstrak dan metafora sinaestetik.
4. Mengumpulkan buku atau sumber lain untuk membantu peneliti dalam
melakukan penelitian
5. Menggabungkan

beberapa

teori

dari

berbagai

buku

dan

menyimpulkannya
6. Menganalisis data yang ada sesuai teori yang digunakan
7. Peneliti melakukan triangulasi/penggabungan data dari teori yang
diperoleh dari buku dan hasil analisis yang telah dilakukan.

J. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini dengan menggunakan
model Miles dan Huberman, meliputi: reduksi data, penyajian data dan
mengambil kesimpulan.10 Berikut tahapan-tahapan yang dilakukan peneliti
dalam menganalisis data sebagai berikut:
1. Reduksi data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan dan pemusatan perhatian
pada data yang diperoleh di lapangan, dilanjutkan dengan menggolongkan
data-data tersebut untuk dianalisis berdasarkan fokus penelitian. Pada
10

Husain Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008), Cet. 1, h. 85.

10

tahapan ini, data yang peneliti peroleh dan menjadi fokus dalam penelitian
berupa perubahan arti metaforis yang terdapat dalam buku kumpulan
cerpen berjudul Filosofi Kopi karya Dewi Lestari yang terdiri dari 18
cerita pendek yaitu: Filosofi Kopi, Mencari Herman, Surat yang Tak
Pernah Sampai, Salju Gurun, Kunci Hati, Selagi Kau Lelap, Sikat Gigi,
Jembatan Zaman, Kuda Liar, Sepotong Kue Kuning, Diam, Cuaca, Lara
Lana, Lilin Merah, Spasi, Cetak Biru, Buddha Bar dan Rico de Coro,
kemudian dari data-data yang telah ditemukan, peneliti penggolongkannya
berdasarkan referen. Adapun referennya sebagai berikut:

No
1.

Jenis perubahan arti

Referensi

metaforis
Metafora

Pengalihan aktivitas/sifat manusia kepada benda

Antropomorfis

selain manusia (manusia → benda selain
manusia)

2.

Metafora Binatang

Pengalihan aktivitas/sifat binatang ke selain
binatang (binatang → selain binatang)

3.

4.

Metafora Konkret ke

menjabarkan pengalaman abstrak ke dalam hal

abstrak

yang konkret

Metafora Sinaestetik

Pertukaran pemakaian aktivitas atau sifat
antarindra

2. Penyajian data
Penyajian data merupakan pendeskripsian sekumpulan informasi tersususn
yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan. Dari datadata

yang telah dikelompokkan berdasarkan referennya, peneliti

menganalisis data-data tersebut berdasarkan teori yang digunakan.

3. Penarikan kesimpulan
Pada tahapan ini, peneliti menyimpulkan hasil penelitian yang telah
dilakukan. Kesimpulan umum dari hasil analisis sementara pada bahasa

11

terkait perubahan arti metaforis yang digunakan oleh Dewi Lestari dalam
kumpulan cerpen Filosofi Kopi menunjukkan bahwa penggunaan metafora
antropomorfis lebih dominan dari pada metafora yang lain. Hal ini
ditunjukkan dari hasil temuan yang peneliti dapatkan sebanyak 19 buah.
Selain metafora antropomorfis, pengarang juga banyak menggunakan
metafora sinaestetik, yakni sebanyak 13 buah. Sedangkan metafora
binatang dan metafora konkret ke abstrak berjumlah 9 dan 3 buah
perubahan.

BAB II
KAJIAN TEORI
A. Cerpen
1. Sejarah Cerpen
Berbagai bentuk cerita telah lama dituturkan dalam bentuk tulis,
tetapi prinsip-prinsip cerita pendek modern baru dikristalkan pada abad
kesembilan belas menyusul kemunculan Edgar Allan Poe. Dia menetapkan
batas panjangnya, yaitu bahwa cerita tersebut harus cukup panjang untuk
dibaca selama kurang lebih satu setengah sampai dua jam. Dia juga
menetapkan gaya (style) plotnya, dengan serangkaian peristiwa yang
muncul menuju klimaks, dan suspen menjadi sentral. Penulis Amerika
lain, O. Henry, menambahkan “surprise ending” sebagai ciri lain dari
cerpen. Penulis-penulis terdahulu ini menekankan plot dan mengorbankan
kecermatan penggarapan klimaks. Bentuk cerita yang konvensional inidramatis, bergerak cepat, dan menyukai akhir cerita yang mengejutkansejak dulu sangat popular di kalangan pembaca, bahkan hingga kini.
Sekalipun demikian, jenis cerita yang lebih realistis, yang lebih
berkonsentrasi pada karakter dan suasana, telah dikembangkan oleh aliran
Rusia. Aliran ini membiarkan plot berkembang tanpa dipaksakan
mengikuti pola konvensional. Tchkov adalah bapaknya aliran “slice of ice”
ini.1

2. Pengertian Cerpen
Cerpen (cerita pendek sebagai genre fiksi) adalah rangkaian
peristiwa yang terjalin menjadi satu yang di dalamnya terjadi konflik
antartokoh atau dalam diri tokoh itu sendiri dalam latar dan alur. 2 Edgar
Alan Poe dalam Jassin mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita
1

Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2010), cet. 1, h. 34.
2
Heru Kurniawan Sutardi, Penulisan Sastra Kreatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012),
cet. 1, h. 59.

12

13

yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah
sampai dua jam—suatu hal yang kiranya tak mungkin dilakukan untuk
sebuah novel.3 Ellery Sedgwick dalam Notosusanto mengatakan, “cerita
pendek adalah penyajian suatu keadaan tersendiri atau suatu kelompok
keadaan yang memberikan kesan yang tunggal pada jiwa pembaca. Cerita
pendek tidak boleh dipenuhi dengan hal-hal yang tidak perlu atau “a shortstory must not be cluttered up with irrelevance” ”.4 Dapat disimpulkan
bahwa cerpen adalah cerita bergenre fiksi yang di dalamnya memuat
rangkaian peristiwa yang memunculkan konflik antar tokoh atau diri
tokoh, dimana cerita tersebut memunculkan kesan bagi pembacanya dan
habis terbaca dalam sekali duduk, yakni sekitar satu sampai dua jam.
Fiksi berasal dari kata “Fiction” yang dalam kamus Hornby berarti
rekaan, khayalan, cabang sastra yang mencakupi cerita pendek (cerpen),
novel, roman. Fiksi dalam bahasa Indonesia disebut “cerkan” (cerita
rekaan). Cerkan adalah sebuah tulisan naratif yang timbul dari imajinasi
pengarang dan tidak mementingkan segi fakta sejarah. H.G. Tarigan,
mengemukakan, “fiksi adalah sesuatu yang dibuat, sesuatu yang dibentuk,
sesuatu yang diciptakan, sesuatu yang diimajinasikan.”5 Sedangkan fiksi
menurut Atar Semi, “cerita dalam prosa hasil olahan pengarang
berdasarkan pandangan, tapisan, dan penilaiannya tentang peristiwaperistiwa yang pernah terjadi ataupun tentang pengolahan tentang
peristiwa-peristiwa yang hanya berlangsung dalam khayalan.”6 Dapat kita
ketahui bahwa cerpen termasuk cerita yang bergenre fiktif. Fiksi adalah
karangan naratif yang bersifat rekaan ataupun imajinasi pengarang tentang
peristiwa-peristiwa tertentu yang terjadi ataupun tidak dalam kehidupan
nyata.

3

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2010), cet. 8, h. 10.
4
Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 1984), h. 179.
5
Widjojoko dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, (Bandung: UPI
Press, 2006), cet. 1, h. 33.
6
Ibid.

14

3. Ciri-ciri Cerpen
Ciri-ciri cerita pendek menurut Widjojoko dan Endang Hidayat dalam
buku berjudul Teori dan Sejarah Sastra Indonesia terdiri dari:
a. Penyampaian cerita secara singkat dan padat
b. Jalinan jiwa dan kejadian jiwa bulat dan padu, dan di dalamnya
mengandung unsur pertikaian yang akhirnya mencapai klimak dan
diakhiri dengan penyelesaian masalah
c. Tema cerita tentang nilai kemanusiaan, moral, dan etika
d. Membicarakan masalah tunggal dan dapat dibaca dalam waktu singkat
e. Memusatkan perhatian pada tokoh protagonis
f. Unsur utama yang terdapat dalam cerpen adalah adegan, tokoh, dan
gerak
g. Adanya kebulatan kisah (cerita)
h. Bahasa yang digunakan dalam cerpen tajam, sugestif dan menarik
perhatian
i. Sebuah cerita pendek mengandung interpretasi pengarang tentang
konsepsinya mengenai kehidupan baik secara langsung maupun tidak
langsung
j. Dalam cerita pendek terdapat satu kejadian atau persoalan yang
menguasai jalan cerita7

4. Pembagian Cerpen
Dilihat dari perkembangannya cerita pendek dibagi dua, yaitu:
a. Cerita pendek sastra (cerita serius) yaitu cerpen yang mengandung nilai
sastra (moral, etika dan estetika)
b. Cerita pendek hiburan (cerpen pop) yaitu cerita pendek yang umumnya
untuk menghibur yang mengutamakan selera pembaca dan kurang
memperhatikan unsur didaktis, moral, etika.
Henry Guntur Tarigan dalam bukunya berjudul Prinsip-prinsip Dasar
Sastra, mengadakan pembagian atau klasifikasi terhadap cerita pendek dari
berbagai sudut pandangan; yang umumnya yaitu:
a. Berdasarkan jumlah kata, dan
b. Berdasarkan nilai
Berikut ini akan dibicarakan satu per satu secara ringkas.
7

Widjojoko dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, (Bandung: UPI
Press, 2006), cet. 1, h. 37.

15

a. Berdasarkan jumlah kata
Menurut Brooks dalam Tarigan, berdasarkan jumlah kata yang
dikandung oleh cerita pendek, dapat dibedakan menjadi dua jenis
yaitu:
1) Cerpen yang pendek (short short story) adalah cerita pendek yang
jumlah kata-katanya pada umumnya di bawah 5.000 kata,
maksimum 5.000 kata, atau kira-kira 16 halaman kuarto spasi
rangkap, yang dapat dibaca dalam waktu kira-kira seperempat
jam.
2) Cerpen yang panjang (long short story) adalah cerita pendek yang
jumlah kata-katanya diantara 5000 sampai 10.000 kata; minimal
5.000 kata dan maksimal 10.000 kata, atau kira-kira 33 halaman
kuarto spasi rangkap, yang dapat dibaca kira-kira setengah jam.8
b. Berdasarkan nilai sastra
Notosusanto dalam Tarigan mengklasifikasikan cerpen berdasarkan
nilai sastra sebagai berikut:
1) Cerpen sastra
2) Cerpen hiburan
Memang sulit membuat batas yang tegas antara cerpen sastra
dengan cerpen hiburan, karena cerpen sastra pun mungkin juga
mengandung hiburan, dan cerpen hiburan bernilai sastra. Dari
buku atau majalah yang memuat cerpen itu dapat kita ketahui
termasuk ke dalam jenis mana suatu cerpen. Di Indonesia
misalnya: Indonesia, Mimbar Indonesia, Zenith, Sastra, Cerita
Pendek, Horison, Budaya Jaya, adalah cerpen sastra, dan yang
dimuat dalam majalah Terang Bulan dan sejenisnya, adalah
cerpen hiburan.9

8

Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 2011), h. 181-

9

Ibid.

182.

16

5. Unsur Intrinsik Cerpen
Sebuah fiksi cerita pendek memiliki unsur-unsur intrinsik seperti: tokoh,
latar, titik pandang/sudut pandang, gaya bahasa, alur dan tema.

a. Tokoh
Tokoh dalam cerita ini merujuk pada “orang” atau “individu”
yang hadir sebagai pelaku dalam sebuah cerita, yaitu orang atau
individu yang akan mengaktualisasikan ide-ide penulis. Lewat tokoh
inilah

penulis

menyampaikan

gagasan-gagasannya.

Sudjiman

menyatakan bahwa, “Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami
peristiwa atau berkelakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita.”10
Sedangkan

menurut

Aminuddin,

“Tokoh

adalah

pelaku

yang

mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu
menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh
disebut penokohan.”11 Dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah orang
ataupun pemeran yang mengemban suatu peristiwa dalam cerita.
Jumlah tokoh cerita yang terlibat dalam novel dan cerpen terbatas,
apalagi yang berstatus tokoh utama. Dibandingkan dengan novel,
tokoh-tokoh cerita pendek lebih lagi terbatas, baik yang menyangkut
jumlah maupun data-data jati diri tokoh, khususnya yang berkaitan
dengan perwatakan.
Ditinjau dari perkembangan kepribadian tokoh, Aminuddin
membagi tokoh atas tokoh dinamis dan tokoh statis. Tokoh dinamis
adalah tokoh yang kepribadiannya mengalami perkembangan. Tokoh
statis adalah tokoh yang tidak mengalami perkembangan kepribadian,
atau bisa disebut kepribadiannya tetap dari awal sampai akhir cerita.

10

Melani Budianta, dkk; Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan
Tinggi), (Magelang: Indonesia Tera, 2003), Cet. 2, h. 86.
11
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), h. 142.

17

b. Latar Cerita (Setting)
Menurut Stanton, “latar cerita adalah lingkungan, yaitu dunia
cerita sebagai tempat terjadinya peristiwa.”12 Abrams mengemukakan,
“latar cerita adalah tempat umum (general locale), waktu kesejarahan
(historical time), dan kebiasaan masyarakat (social circumtances)
dalam setiap episode atau bagian-bagian tempat.13 Setting/latar adalah
lingkungan tempat peristiwa terjadi. Termasuk di dalam latar ini ialah
tempat atau ruang yang dapat diamati termasuk di dalamnya adalah
waktu.14 Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa latar
adalah tempat terjadinya peristiwa dalam sebuah cerita. Latar yang ada,
tidak hanya terpaut dengan tempat terjadinya peristiwa saja, tetapi lebih
luas dari itu yakni waktu dan kebiasaan masyarakat setempat.
Latar dalam cerpen biasanya mempunyai dua tipe, pertama, latar
yang diceritakan secara detail, ini biasanya terjadi jika cerpen fokus
pada persoalan latar. Kedua, latar yang tidak menjadi fokus utama atau
masalah, biasanya latar hanya disebut sebagai background saja sebagai
tempat terjadinya peristiwa, tidak dideskripsikan secara detail.15
Pelukisan latar cerita untuk novel dan cerpen dilihat secara
kuantitatif

terdapat

perbedaan

yang

menonjol.

Cerpen

tidak

memerlukan detail-detail khusus tentang keadaan latar, misalnya yang
menyangkut keadaan tempat dan sosial. Cerpen hanya memerlukan
pelukisan secara garis besar saja, atau bahkan hanya secara implisit,
asal telah mampu memberikan suasana tertentu yang dimaksudkan.
Novel, sebaliknya, dapat saja melukiskan keadaan latar secara rinci

12

Heru Kurniawan Sutardi, Penulisan Sastra Kreatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012),
cet. 1, h. 66.
13
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), h. 149.
14
Widjojoko dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, (Bandung: UPI
Press, 2006), cet. 1, h. 47.
15
Heru Kurniawan dan Sutardi, Penulisan Sastra Kreatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012),
cet. 1, h. 55-67.

18

sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih jelas, konkret, dan
pasti.16
c. Titik Pandang/Sudut Pandang
Titik

pandang/sudut

pandang

adalah

tempat

sastrawan

memandang ceritanya. Dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang
tokoh, peristiwa, tempat, waktu dengan gayanya sendiri.17 Harry Shaw
dalam Sudjiman menyatakan, “Titik pandang terdiri atas: (1) sudut
pandang fisik, yaitu posisi dalam waktu dan ruang yang digunakan
pengarang dalam pendekatan materi cerita, (2) sudut pandang mental,
yaitu perasaan dan sikap pengarang terhadap masalah dalam cerita, dan
(3) sudut pandang pribadi, yaitu hubungan yang dipilih pengarang
dalam membawa cerita; sebagai orang pertama, kedua, atau ketiga.”18
Abrams menyatakan, “sudut pandang, point of view, menyaran pada
sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara dan atau pandangan yang
dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh,
tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam
sebuah karya fiksi kepada pembaca”19. Dari beberapa teori di atas,
dapat disimpulkan bahwa titik pandang/sudut pandang adalah teknik
sastrawan dalam mengemukakan ceritanya mencakup tokoh, perasaan
atau sikap pengarang, peristiwa, tempat, waktu yang dipaparkan
berdasarkan karakter ataupun gaya berceritanya.
Sudut pandang/pusat pengisahan menerangkan “siapa yang
bercerita”. Pusat pengisahan ini penting untuk memperoleh gambaran
tentang kesatuan cerita. Dalam kesusastraan Indonesia menurut
Widjojoko dan Endang Hidayat memaparkan bahwa ada lima macam
“pencerita”, yaitu:
a) Tokoh utama menceritakan ceritanya sendiri;
16

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2010), cet. 8, h. 13.
17
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori sastra, (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), h. 151.
18
Ibid., h. 152.
19
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2010), cet. 8, h. 248.

19

b) Tokoh bawahan menuturkan cerita tokoh utama;
c) Pengarang pengamat, yang menuturkan cerita dari luar sebagai
seorang observer;
d) Pengarang analitik, yang menuturkan cerita tidak hanya sebagai
seorang pengamat, tetapi berusaha juga menyelam kedalamnya;
e) Campuran antara poin (a) dan (d) yaitu, cara melaksanakan cakapan
batin.20

d. Gaya Bahasa
Aminuddin menyatakan, “Gaya adalah cara seorang pengarang
menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang
indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana
yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.”21
Disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah pemilihan bahasa yang
digunakan oleh pengarang dalam menciptakan karya sastra, sehingga
mampu mengantarkan suasana yang mampu menyentuh emosi dan daya
pikir pembaca.
Aminuddin memaparkan, “Dari segi katanya, karya sastra
menggunakan pilihan kata yang mengandung makna padat,
reflektif, asosiatif, dan bersifat konotatif, sedangkan kalimatkalimatnya menunjukan adanya variasi dan harmoni sehingga
mampu menuansakan keindahan dan bukan nuansa makna
tertentu saja. Alat gaya melibatkan masalah kiasan dan majas:
majas kata, majas kalimat, majas pikiran, majas bunyi”.22
Berhasil atau tidaknya seorang pengarang fiksi, tergantung dari
kecakapannya mempergunakan gaya yang serasi dalam karyanya.
Seperti juga tidak ada dua orang yang sama betul, maka dalam
penggunaan gaya atau majas pun tidak terdapat dua pengarang yang
sama. Penggunaan majas ini sedikit banyak tergantung pada usia,
pendidikan, pengalaman, temperamen, keterampilan, serta kecakapan
pelaku yang secara tidak langsung menuturkan cerita itu.

20

Widjojoko dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, (Bandung: UPI
Press, 2006), cet. 1, h. 47.
21
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori sastra, (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), h. 158-159.
22
Ibid., h. 159.

20

e. Alur

Stanton mengungkapkan, “Alur adalah keseluruhan sekuen

(bagian) peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam cerita, yaitu rangkaian
peristiwa yang terbentuk karena proses sebab akibat (kausal) dari
peristiwa-peristiwa lainnya.”23 Abrams menyatakan, “Alur (Plot),
rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga
menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu
cerita.”24 Sudjiman mengartikan, “Alur sebagai jalinan peritiwa di
dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu, jalinannya dapat
diwujudkan oleh hubungan temporal (waktu) dan oleh hubungan kausal
(sebab akibat).”25 Dari beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa
alur (plot) adalah jalinan peristiwa yang terdapat dalam cerita, yang
terdiri dari beberapa tahapan cerita yang satu sama lain saling berkaitan
sehingga menjalin satu kesatuan cerita utuh yang dihadirkan oleh tokoh
yang terdapat di dalamnya.
Alur atau plot cerpen umumnya tunggal, hanya terdiri dari satu
urutan peristiwa yang diikuti sampai cerita berakhir (bukan selesai,
sebab banyak cerpen, juga novel, yang tidak berisi penyelesaian yang
jelas, penyelesaian diserahkan kepada interpretasi pembaca). Urutan
peristiwa dapat dimulai dari mana saja, misalnya dari konflik yang telah
meningkat, tidak harus bermula dari tahap perkenalan tokoh dan latar,
biasanya tak berkepanjangan. Berhubung berplot tunggal, konflik yang
dibangun dan klimaks yang akan diperoleh pun, biasanya, bersifat
tunggal pula.26
Aminuddin

membedakan

tahapan-tahapan

peristiwa

atas

pengenalan, konflik, komplikasi, klimaks, peleraian, dan penyelesaian.
a) Pengenalan adalah tahap peristiwa dalam suatu cerita rekaan atau
drama yang memperkenalkan tokoh-tokoh atau latar cerita. Yang
23

Heru Kurniawan Sutardi, Penulisan Sastra Kreatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012),

h. 69.
24

Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori sastra, (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), h. 159.
Ibid.
26
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2010), cet. 8, h. 12.
25

21

b)

c)

d)

e)

f)

g)

dikenalkan dari tokoh ini, misalnya nama, asal, ciri fisik, dan
sifatnya.
Konflik atau tikaian adalah ketegangan atau pertentangan antara dua
kepentingan atau kekuatan di dalam cerita rekaan atau drama.
Pertentangan ini dapat terjadi dalam diri satu tokoh, antara dua
tokoh, antara tokoh dan masyarakat atau lingkungannya, antara
tokoh dan alam, serta antara tokoh dan Tuhan. Ada konflik lahir dan
konflik batin.
Komplikasi atau rumitan adalah bagian tengah alur cerita rekaan atau
drama yang mengembangkan tikaian. Dalam tahap ini, konflik yang
terjadi semakin tajam karena berbagai sebab dan berbagai
kepentingan yang berbeda dari setiap tokoh.
Klimaks adalah bagian alur cerita rekaan atau drama yang
melukiskan puncak ketegangan, terutama dipandang dari segi
tanggapan emosional pembaca. Klimaks merupakan puncak rumitan,
yang diikuti oleh krisis atau titik balik.
Krisis adalah bagian alur yang mengawali penyelesaian. Saat dalam
alur yang ditandai oleh perubahan alur cerita menuju selesainya
cerita. Karena setiap klimaks diikuti krisis, keduanya sering
disamakan.
Leraian adalah bagian struktur alur sesudah tercapai klimaks. Pada
tahap ini peristiwa-peristiwa yang terjadi menunjukkan
perkembangan lakuan kearah selesaian.
Selesaian adalah tahap akhir suatu cerita rekaan atau drama. Dalam
tahap ini semua masalah dapat diuraikan, kesalahpahaman dapat
dijelaskan, rahasia dibuka. Ada dua macam selesaian: tertutup dan
terbuka. Selesaian tertutup adalah bentuk penyelesaian cerita yang
diberikan oleh sastrawan. Selesaian terbuka adalah bentuk
penyelesaian cerita yang diserahkan kepada pembaca.27

f. Tema
Brooks dan Warren mengatakan bahwa, “tema adalah dasar atau
makna suatu cerita.” Sementara Brooks, Purser, dan Warren dalam
buku lain mengatakan bahwa, “tema adalah pandangan hidup tertentu
atau perasaan tertentu mengenai kehidupan atau rangkaian nilai-nilai
tertentu yang membentuk atau membangun dasar atau gagasan utama
dari suatu karya sastra”28 Aminuddin memaparkan bahwa, “tema adalah
ide yang mendasari suatu cerita. Tema berperan sebagai pangkal otak

27
28

Siswanto, op. cit., h. 159 – 160.
Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 2011), h. 125.

22

pengarang dalam memaparkan karya rekaan yang diciptakannya. Tema
merupakan kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan
prosa rekaan oleh pengarangnya.”29 Dari beberapa teori di atas, dapat
disimpulkan bahwa tema adalah gagasan dasar suatu cerita yang
dipaparkan pengarang dalam karya sastra. Tema biasanya berupa
pandangan hidup, perasaan, maupun nilai-nilai terkait kehidupan
pengarang.
Tema dapat digolongkan dalam beberapa kategori yang berbedabeda tergantung dari segi mana penggolongan tersebut dilakukan.
Penggolongan tema yang akan dikemukakan berikut dilakukan
berdasarkan dua sudut pandang, yaitu penggolongan dikhotomis yang
bersifat tradisional dan nontradisional dan penggolongan dilihat dari
tingkat pengalaman jiwa Shipley.30
Pertama, tema tradisional dan nontradisional.
Menurut Meredith dan Fitzgerald, “Tema tradisional
dimaksudkan sebagai tema yang menunjuk pada tema yang
hanya “itu-itu” saja, dalam arti ia telah lama dipergunakan dan
dapat ditemukan dalam berbagai cerita, termasuk cerita lama.
Pernyataan-pernyataan tema yang dapat dipandang sebagai
bersifat tradisional itu, misalnya, berbunyi: (i) kebenaran dan
keadilan mengalahkan kejahatan, (ii) setelah menderita, orang
baru teringat Tuhan, (iii) atau seperti (pepatah-pantun) berakitrakit ke hulu, berenang-renang kemudi