setiap aktivitas kelitbangan. Pelaporan dimaksud merupakan aktivitas yang  sangat  penting  dan  strategis  untuk  memberikan  nilai  tambah
institusi  kelitbangan  serta  memberikan  informasi  secara  cepat,  tepat, dan akurat kepada pemangku kepentingan dalam proses pengambilan
keputusan. Pelaporan  program  kerja  kelitbangan  dilaksanakan  secara
berkala  dan  berjenjang.  Berkala  dalam  konteks  ini  adalah  pelaporan setiap 3 tiga bulan triwulan, 6 enam bulan semester, atau 1 satu
tahun  tahunan  sesuai  tahapan  pemantauan  dan  evaluasi  yang dilaksanakan.
Adapun  pelaksanaan  pelaporan  secara  berjenjang  adalah  dari satu  unit  kerja  kelitbangan  paling  bawah  dalam  suatu  organisasi
sampai kepada pucuk pimpinan organisasi, misalnya dari penanggung jawab  kegiatan  atau  kepada  penanggung  jawab  program  dan
penanggung program
kepada pimpinan
kementerianlembaga. Berjenjang  juga  mengandung  arti  dari  satu  tingkat  pemerintahan
kepada  tingkat  pemerintahan  yang  lebih  tinggi,  misalnya  dari kabupatenkota kepada provinsi, yang selanjutnya kepada pemerinlah
pusat. Di  samping  itu,  pelaporan  juga  harus  disampaikan  melalui
jurnal  danatau  media  kelitbangan.  Pelaporan  dimaksudkan  agar organisasi  melakukan  desiminasi  dan  mengembangkan  media
penyebarluasan  informasi  melalui  laman  internet  sehingga  informasi dapat diakses oleh masyarakat luas.
Format  pelaporan  diperlukan  untuk  menjaga  kualitas  dan mendapatkan  hasil  yang  lebih  optimal  agar  mendapatkan  bentuk
pelaporan  yang  informatif  dan  memadai.  Format  laporan  menampung data  serta  fakta  valid  dan  relevan  untuk  diketahui  oleh  khalayak
banyak. Sehingga memberikan petunjuk  dan informasi yang memadai
untuk  memberikan  masukan  yang  konstruktif  korektif  serta perumusan perencanaan periode berikutnya.
3.4. Pendayagunaan Hasil Kelitbangan
Salah  satu  misi  yang  dibawa  dalam  setiap  kelitbangan  adalah sebisa  mungkin  hasilnya  berupa  inovasi  yang  dapat  dimanfaatkan
oleh  berbagai  pemangku  kepentingan  untuk  dijadikan  dasar perumusan  kebijakan.  Oleh  karenanya,  pemanfaatan  hasil  kegiatan
kelitbangan  tersebut  harus  tetap  dikawal  oleh  institusi  litbang  agar
tidak  melenceng  dari  ide  awalnya.  Sehingga,  pendampingan  institusi litbang  kepada  pemangku  kepentingan  user  menjadi  sebuah
keniscayaan. Pendampingan, dalam konteks ini, dapat diartikan sebagai satu
interaksi  yang  terjadi  terus-menerus  antara  institusi  litbang  Badan Litbang Kemendagri dan Badan Litbang Daerah atau sebutan lainnya
dengan  komponen  di  lingkungan  Kemendagri  atau  satuan  kerja perangkat  daerah,  hingga  terjadi  proses  perubahan  kreatif  dalam
perumusan kebijakan yang diprakarsai oleh komponen atau perangkat daerah yang bersangkutan.
Pendampingan pemanfaatan
keluaran kelitbangan
oleh komponen  dan  perangkat  daerah  setidaknya  akan  melewati  4  empat
tahap, yaitu:
inisiasi, internalisasi,
institusionalisasi, dan
keberlanjutan. Untuk mengetahui hubungan keempat tahap itu dapat dijelaskan dalam gambar 3.1. sebagai berikut:
Keberlanjutan Komponen
Perangkat Daerah
Institusionalisasi Komponen
Perangkat Daerah
Internalisasi Badan Litbang
Balitbangda dan KomponenPerangkat
Daerah Inisiasi
Badan Litbang
Balitbangda
Gambar 3.1. Empat Tahap Pemanfaatan Keluaran Kelitbangan
1. Inisiasi adalah tahap pertama dalam suatu proses inovasi. Dalam
konteks  penyusunan  produk  peraturan  maupun  program,  inisiasi dipahami  sebagai  proses  kelitbangan  yang  menghasilkan  laporan
akhir penelitian atau pengkajian, naskah akademis, draf peraturan atau  pedoman  umumpertunjuk  teknis  operasional  dari  sebuah
program.
2. Internalisasi  adalah  tahap  kedua  dalam  suatu  proses  inovasi,  di
mana keluaran kelitbangan dalam tahap inisiasi diharapkan dapat diterapkan  oleh  komponen  dan  Perangkat  Daerah.  Tahap  ini
merupakan  tahap  yang  sangat  penting,  pada  tahap  internalisasi dilakukan  proses  transfer  pengetahuan  dan  teknologi  dari
penanggung  jawab  inisiasi  yaitu  institusi  kelitbangan  kepada penanggung
jawab internalisasi
yaitu institusi
pelaksana komponen dan Perangkat Daerah.
Pergeseran tahap
inisiasi menjadi
tahap internalisasi,
sekurang-kurangnya meliputi 3 tiga pendekatan, yaitu : a
Adopsi, yaitu proses penerimaan atas keluaran kelitbangan sebagai sebuah inovasi. Penerimaan di sini mengandung arti tidak sekadar
tahu,  tetapi  sampai  benar-benar  dapat  melaksanakan  atau menerapkannya dengan benar.
b Adaptasi,  yaitu  proses  penerimaan  secara  alami  terhadap
pemanfaatan keluaran
kelitbangan yang
disertai pelbagai
penyesuaian sesuai
dengan kebutuhan
dan kemampuan
komponen atau Perangkat Daerah terkait. c
Replikasi  yaitu  proses  peniruan  keluaran  kelitbangan  sehingga pemanfaatannya bisa direplikasi untuk kepentingan tertentu, baik
oleh komponen atau Perangkat Daerah terkait maupun pemanfaat lainnya beneficiary.
Pada  awal  internalisasi,  peran  institusi  kelitbangan  sangatlah besar.  Namun,  seiring  dengan  interaksi  yang  intens  antara  institusi
kelitbangan  dan  pemangku  kepentingan,  di  mana  pemahaman  dan penerapan keluaran kelitbangan oleh pemangku kepentingan semakin
tinggi,  pada  saat  itu  pula  peran  institusi  kelitbangan  menjadi berkurang. Gambar 3.2. di bawah ini setidaknya bisa menjelaskan hal
tersebut.
Gambar 3.2. Mekanisme Kelitbangan
o Pendampingan
Waktu
Komponen Perangkat Daerah
Badan Litbang Balitbangda
3. Institusionalisasi  adalah  tahap  ketiga  dari  proses  inovasi.  Pada
proses ini institusi kelitbangan tidak lagi terlibat. Pengorganisasian dan  pelembagaan  keluaran  kelitbangan  sepenuhnya  menjadi
domain  dan  tanggung  jawab  komponen  atau  Perangkat  Daerah terkait.  Institusi  kelitbangan  hanya  sekadar  memantau  dan  atau
melakukan  pengkajian  kembali  atas  operasionalisasi  keluaran kelitbangan yang telah terlembaga.
4. Keberlanjutan  adalah  tahap  terakhir  dari  proses  inovasi  yang
berupa  upaya  melanjutkan  pemanfaatan  keluaran  kelitbangan agar  semakin  berguna  bagi  seluruh  pemangku  kepentingan,  baik
internal maupun eksternal.
3.5. Pelaporan