Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS
SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Berdasarkan  hasil  observasi  dan  wawancara  penelitian,  aplikasi pembelajaran  sejarah  berbasis  nilai  religi  sudah  lama  dilaksanakan  di  SMA
Terpadu  Riyadlul  U’lum  Condong  Kota  Tasikmalaya.  Hal  ini  terjadi  karena sekolah  ini  menggunakan  sintesa  tiga  kurikulum  yaitu  Kurikulum  Kemendiknas,
Kurikulum Pondok Pesantren Modern Gontor dan Kurikulum Pesantren
Salafiyah
sehingga memungkinkan untuk mengkolaborasikan pelajaran sejarah dengan ilmu agama  khususnya  agama  Islam.  Sebagai  contoh  ketika  sedang  membahas
mengenai  perlawanan para pejuang terhadap penjajah sebagai  bentuk  cinta tanah air  maka  ditambahkan  pemahaman  ilmu  agama  yang  menyatakan  bahwa  cinta
tanah  air  adalah  sebagian  dari  iman  sehingga  peserta  didik  bisa  memiliki pemahaman  bahwa  apa  yang  dilakukan  oleh  para  pejuang  bukan  hanya  sekedar
usaha untuk melawan penjajah tetapi sekaligus ibadah sebagai bentuk manifestasi dari  keimanan.  Contoh  lainnya  adalah  ketika  dibahas  pemberian  dukungan  oleh
Indonesia  terhadap  usaha  bangsa  Palestina  untuk  merdeka  sebagai  bentuk pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif serta manifestasi dari pembukaan UUD
1945  yang  menyatakan  bahwa  penjajahan  diatas  dunia  harus  dihapuskan  maka ditambahkan  pula  pemahaman  ilmu  agama  yang  menyatakan  dukungan  kepada
bangsa  Palestina  merupakan  bentuk  solidaritas  umat  muslim  sebab  pada hakikatnya  setiap  muslim  adalah  bersaudara,  jadi  ketika  ada  dari  umat  muslim
yang disakiti maka kita pun harus merasakan hal tersebut serta diwajibkan untuk membantunya sesuai dengan kemampuan yang kita miliki.
Pembelajaran  sejarah  berbasis  nilai  religi  yang  dilaksanakan  di  SMA Terpadu  Riyadlul  U’lum  seperti  contoh  di  atas  memberikan  sebuah  nuansa
Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS
SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
berbeda dengan pembelajaran sejarah di sekolah lain yang rata-rata masih bersifat konvensional
dengan ciri
khasnya guru
memberikan materi
secara
textbook
melalui  dominasi  metode  ceramah  dalam  penyampaiannya  serta  materi yang  diberikan  bersifat  hapalan  mengenai  suatu  peristiwa  sejarah  yang
didalamnya  berisi  angka  tahun,  tokoh  dan  tempat  kejadian  tanpa  adanya  upaya untuk  menambahkan  pemahaman  ilmu  agama  yang  berkaitan  dengan  materi
pembelajaran  seperti  yang  dilaksanakan  di  sekolah  ini.  Adanya  penambahan pemahaman  ilmu  agama  dalam  materi  pembelajaran  sejarah  ini  semakin
menguatkan  pelaksanaan  pembelajaran  sejarah  berbasis  nilai  religi  disamping tentunya  hal-hal  normatif  lain  yang  biasa  dilakukan  seperti  pengucapan  salam,
berdo’a serta mengucapkan syukur kepada Allah SWT oleh guru dan peserta didik sehingga  menjadi  ciri  khas  tersendiri  dalam  pembelajaran  sejarah  di  SMA
Terpadu Riyadlul U’lum. Pembelajaran  sejarah  berbasis  nilai  religi  seperti  yang  dilaksanakan  di
SMA  Terpadu  Riyadlul  U’lum  sebenarnya  bisa  menjadi  salah  satu  cara  untuk menghapus  stigma  pembelajaran  sejarah  yang  dianggap  membosankan  serta
kurang bermakna bagi peserta didik. Bahkan ada anggapan pelajaran sejarah tidak terkait  dengan  kehidupan  masa  kini  padahal  sebenarnya  kaya  akan  nilai  dan
konten yang sangat bermanfaat bagi kehidupan. Kebermaknaan ini sangat penting sebagai  upaya  untuk  memberikan  manfaat  kepada  peserta  didik  dalam
kehidupannya  serta  untuk  memperbaiki  citra  pelajaran  sejarah  supaya  tidak  lagi dipandang  sebagai  pelajaran  yang  kurang  penting.Disamping  itu  pelaksanaan
pembelajaran sejarah berbasis nilai religi menunjukkan adanya upaya untuk keluar dari kekakuan filosofis karenasecara filosofis pembelajaran sejarah yang diberikan
kepada  peserta  didik  masih  dominan  menggunakan  filosofis  esensialisme  dan perenialisme  sehingga  hanya  mengedepankan  aspek  pengembangan  kecerdasan
intelektual semata. Terkait  dengan  kekakuan  filosofis  dalam  pembelajaran  sejarah  menurut
Hasan 2012 : 77-78 menyatakan bahwa :
Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS
SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
pendidikan  sejarah  sudah  saatnya  keluar  dari  kekakuan  filosofis  dengan menggunakan  berbagai  macam  filosofi  pendidikan  sehingga  mampu
mengembangkan berbagai dimensi intelektual peserta didik, mendekatkan materi  dan  proses  pembelajaran  dengan  masyarakat  sekitarnya,  dan
menjadikan  masyarakat  sekitar  sebagai  objek  studi  yang  langsung  dapat diamati. Untuk itu pendidikan sejarah harus berani mengubah filosofi yang
dianut  selama  ini  menjadi  filosofi  eklektik  yang  didalamnya  terdapat pandangan
esensialisme, perenialisme,
eksperimentalisme dan
rekonstruksi sosial. Pandangan eklektik ini akan memberikan peluang bagi pengembangan  peserta  didik  yang  memiliki  intelegensia  sosial,  warga
yang  demokratik,  cinta  tanah  air  dan  bangsa,  berani  mengambil  posisi keteladanan,  memiliki  kepedulian  sosial,  rasa  ingin  tahu  yang  tinggi,
kreativitas  yang tinggi,  memiliki kemampuan berkomunikasi  yang tinggi, dan mampu memanfaatkan peristiwa sejarah untuk meningkatkan kualitas
kehidupan peserta didik, masyarakat, dan bangsa. Berdasarkan  pendapat  diatas,  salah  satu  wujud  nyata  dari  dimilikinya
intelegensia  sosial  dan  kepedulian  sosial  oleh  peserta  didik  yaitu  adanya  rasa solidaritas  sosial  yang  diaplikasikan  dalam  kehidupan  sehari-hari.Pengembangan
solidaritas  sosial  peserta  didik  mutlak  sangat  diperlukan  karena  didasarkan kenyataan yang ada bahwa solidaritas sosial dikalangan generasi muda khususnya
dan masyarakat umumnya sudah mulai terkikis oleh adanya arus globalisasi yang menyebabkan  semakin  meningkatnya  sifat  individualistik.Seringkali  kita  melihat
terjadinya  tawuran  antar  pelajar,  tawuran  antar  desa,  sengketa  antara  TNI  dan POLRI, gerakan separatis di berbagai daerah serta kejadian-kejadian lainnya yang
memperlihatkan bahwa solidaritas sosial sudah mulai luntur yang lebih jauh bisa mengakibatkan  terjadinya  disintegrasi  bangsa.Kenyataan  ini  tentunya  sangat
berbanding terbalik dengan perjalanan sejarah bangsa Indonesia dimana negara ini terbentuk  oleh adanya rasa solidaritas dari berbagai  suku  bangsa  yang terbingkai
dalam  semangat  persatuan  dan  kesatuan  untuk  membawa  Indonesia  menjadi sebuah negara yang merdeka.Oleh karena itu pelajaran sejarah bisa menjadi salah
satu  wahana  dalam  bidang  pendidikan  untuk  menanamkan  semangat  persatuan dan  mengembangkan  solidaritas  sosial  dalam  diri  peserta  didik  supaya  tidak
mudah  terpecah  belah.Melalui  sejarah  pembangunan  karakter  peserta  didik  bisa dibangun  karena  sejarah  memiliki  nilai  dan  konten  yang  sangat  kaya.  Lewat
Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS
SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
sejarah  pula  berbagai  pengalaman  masa  lalu  dapat  membuat  manusia  mengenali siapa  dirinya  dan  senantiasa  belajar  untuk  selalu  lebih  baik  dimasa  yang  akan
datang  baik  dalam  konteks  sebagai  individu  maupun  dalam  konteks  kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti yang dikemukakan oleh Kartodirdjo 2005 : 126-
127 menyatakan bahwa: Esensi  dari  setiap  pengetahuan  sejarah  sebenarnya  hendak  menerangkan
bagaimana  sesuatu  terjadi  yang  mencakup  apa,  siapa,  dimana  dan kapannya.  Adapun  fungsi  didaktis  pengetahuan  sejarah  bukanlah  sesuatu
yang  baru,  tetapi  telah  dinyatakan  baik  secara  implisit  maupun  eksplisit, bahwa  maksud  pengetahuan  sejarah  ialah  agar  generasi  berikutnya  dapat
mengambil
hikmah dan
pelajaran dari
pengalaman nenek-
moyangnya.Lagipula  agar  suri  teladan  mereka  dapat  menjadi  model keturunannya.Sejarah  dianggap  sebagai  perbendaharaan  kebijaksanaan
nenek moyang yang termasuk nilai-nilainya. Pendapat  lain  dikemukakan  oleh  Seixas  2000  :  21  :
“Quite simply, it is
the  power  of  story  of  the  post  to  define  who  we  are  in  the  present,  our  relations with others, relation in civil society
–
nation and state, right and wrong, good and bad
– and broad parameters for action in the future.”
Sebagai  sebuah  bangsa  dan  negara  yang  majemuk,  disatu  sisi  Indonesia memiliki  kekayaan  budaya  yang  tidak  ternilai  namun  disisi  lain  menyimpan
sebuah  persoalan  yang  cukup  serius  oleh  adanya  ancaman  disintegrasi  bangsa. Untuk  mengatasi  ancaman  tersebut  dibutuhkan  peran  agama  dan  pendidikan
sebagai  solusinya.Hal  ini  sesuai  dengan  pandangan  kaum  fungsionalis  mengenai fungsi positif agama.Salah satu pemikirnya adalah Durkheim yang melihat fungsi
agama  dalam  kaitannya  dengan  solidaritas  sosial,  dimana  agama  lebih  memiliki fungsi  untuk  menyatukan  masyarakat  dan  memenuhi  kebutuhan  untuk  secara
berkala  menegakkan  dan  memperkuat  perasaan  dan  ide-ide  kolektif.  Agama mendorong  solidaritas  sosial  dengan  mempersatukan  orang  beriman  kedalam
suatu komunitas  yang memiliki nilai  dan perspektif  yang sama  Martono, 2012 : 170-171.  Pendapat  serupa  dikemukakan  oleh  Muthahhari  1990  :  91-92  yang
menyatakan  bahwa  agama  memberikan  petunjuk  dalam  melakukan  hubungan- hubungan  sosial.  Kehidupan  kemasyarakatan  yang  sehat  didalamnya  terdapat
Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS
SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
individu-individu  yang  saling  menghargai  haknya  dan  aturan-aturan  yang  ada serta  menganggap  keadilan  sebagai  sesuatu  yang  suci  dan  menawarkan  cinta
kepada  orang  lain  sehingga  timbul  kepercayaan  satu  sama  lain  yang  dilandasi nilai-nilai  spiritual.  Berbicara  lebih  jauh  mengenai  peran  agama  dan  persatuan
suatu bangsa, Kahmad 2000 : 110 menyatakan bahwa agama yang dipeluk oleh anggota masyarakat tertentu bisa membangkitkan solidaritas sosial yang kuat dan
bisa  menjadi  semen  perekat  persatuan  dan  kesatuan  suatu  bangsa  serta  bisa melebihi  solidaritas  sosial  lainnya  yang  dibangun  oleh  suatu  persamaan  keadaan
di masyarakat seperti persamaan kewarganegaraan, budaya, bahasa dan hobi. Selain  agama,  pendidikan  menurut  Durkheim  juga  bisa  berfungsi
menciptakan  solidaritas  sosial  karena  fungsi  utama  pendidikan  adalah mentransmisikan  nilai-nilai  dan  norma-norma  dalam  masyarakat.  Durkheim
dalam  Ballantine,  1985  :  22  beragumen  bahwa  pendidikan  merupakan  proses mempengaruhi  yang  dilakukan  oleh  generasi  orang  dewasa  kepada  mereka  yang
belum  siap  untuk  melakukan  fungsi-fungsi  sosial.  Sasarannya  adalah  melahirkan dan  mengembangkan  sejumlah  kondisi  fisik,  intelek,  dan  watak  sesuai  dengan
tuntutan  masyarakat  secara  keseluruhan  dan  oleh  lingkungan  khusus  tempat  ia akan  hidup  dan  berada.  Berdasarkan  pengertian  tersebut,  pendidikan  dilakukan
oleh  masyarakat  itu  sendiri.  Hal  ini  selaras  pula  dengan  perspektif  Durkheim, persepsi individu tentang kepentingan pribadinya tidak dibentuk dalam isolasi dari
sesamanya,  melainkan  dibentuk  oleh  kepercayaan  bersama  serta  nilai-nilai  yang dianut bersama orang lain dalam masyarakat Johnson, 1990 : 173.
Hamid  Hasan  1999  dalam  tulisannya  “Pendidikan  Sejarah  untuk Membangun Manusia Baru Indonesia” membuat perspektif baru dengan berpijak
kepada  pengalaman  masa  lalu  untuk  memahami  apa  yang  terjadi  pada  masa sekarang.  Secara  tradisional  tujuan  pendidikan  selalu  dikaitkan  atas  pandangan
“
transmission  of  culture
” Hasan, 1999, hlm. 13.Pandangan tersebut sebenarnya menghendaki  pendidikan  sejarah  sebagai  pengetahuan  yang  diharapkan  menjadi
wahana pendidikan untuk mencapai “
the  glorious  past
” dalam arti agar generasi
Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS
SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
muda  dapat  menghargai  hasil  karya  agung  di  masa  lampau  terutama  untuk memupuk rasa bangga
dignity
sebagai bangsa. Pendapat  lain  dikemukakan  oleh  Nata  2010  :  205  bahwa  pendidikan
adalah  salah  satu  bentuk  interaksi  manusia  dan  termasuk  suatu  tindakan  sosial yang memungkinkan terjadinya interaksi melalui jaringan hubungan kemanusiaan
serta  peranan  individu  yang  membentuk  watak  pendidikan  di  suatu masyarakat.Diberikannya  pelajaran  sejarah  di  tingkat  SMA  menunjukkan  bahwa
sejarah  sebagai  sebuah  pelajaran  masih  sangat  diperlukan  sebab  bagaimanapun pelajaran sejarah nasional di sekolah akan memperkenalkan peserta didik kepada
pengalaman  kolektif  dan  masa  lalu  bangsanya,  juga  membangkitkan  kesadaran dalam  kaitannya  dengan  kehidupan  bersama  dalam  komunitas  yang  lebih  besar,
sehingga tumbuh kesadaran kolektif dalam memiliki kebersamaan dalam sejarah. Proses pengenalan diri inilah yang merupakan titik awal dari timbulnya rasa harga
diri, kebersamaan, dan keterikatan
sense of solidarity
, rasa keterpautan dan rasa memiliki
sense  of  belonging
,  kemudian  rasa  bangga
sense  of  pride
terhadap bangsa dan tanah air sendiri Wiriaatmadja, 2002 : 157.
Selain  masalah  disintegrasi  yang  diakibatkan  oleh  lunturnya  solidaritas sosial,  Indonesia  sebagai  salah  satu  negara  muslim  terbesar  didunia  masih
dihadapkan  dengan  berbagai  masalah  aspek  kehidupan.  Mulai  dari  rendahnya taraf  kehidupan  yang  ditandai  dengan  masih  banyaknya  masyarakat  hidup
dibawah  garis  kemiskinan,  mutu  sumber  daya  manusia  yang  belum  unggul sehingga  kurang  mampu  bersaing  dengan  negara  lain,  kerusakan  sumber  daya
alam yang banyak menimbulkan bencana, belum stabilnya sistem ketatanegaraan sehingga  banyak  menimbulkan  polemik  terutama  dalam  bidang  politik,  serta
terjadinya degradasi  moral  yang mengakibatkan  meningkatnya penyakit sosial  di masyarakat.  Hal  ini  menurut  Yusanto  2014  :  3-6  disebabkan  oleh  beberapa
faktor  diantaranya;  tatanan  ekonomi  kapitalistik  dengan  ciri  kegiatan  ekonomi digerakkan sekedar demi meraih  perolehan materi  sebanyak-banyaknya, perilaku
politik  oportunistik  dengan  ciri  kegiatan  politik  didedikasikan  bukan  untuk
Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS
SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
kepentingan  rakyat  tetapi  untuk  kepentingan  individu  dan  golongan,  budaya hedonistik dengan ciri budaya berkembang hanya sebagai bentuk ekspresi pemuas
nafsu  jasmani,  kehidupan  sosial  individualistik  dengan  ciri  diberikannya kebebasan  yang  seluas-luasnya  kepada  pemenuhan  hak  dan  kepentingan  setiap
individu,  sekulerisasi  kehidupan  dengan  ciri  pemisahan  urusan  dunia  dan  agama serta  sistem  pendidikan  yang  materialistik  dengan  ciri  peserta  didik  diberikan
suatu  basis  pemikiran  yang  serba  terukur  secara  material  tetapi  memungkiri  hal- hal yang bersifat non-materi.
Sistem  pendidikan  materialistik  yang  berkembang  sekarang  ini  belum menekankan  secara  proporsional  penilaian  ranah  afektif,  kognitif  dan
psikomotorik  dalam  proses  pembelajaran.  Ranah  kognitif  mendapat  porsi  yang lebih  tinggi  dibandingkan  dengan  ranah  yang  lainnya.  Hal  ini  mengakibatkan
output
pendidikan hanya menghasilkan manusia yang pintar secara intelektual dan keterampilan tetapi bobrok moral atau akhlaknya sehingga banyak dijumpai orang
yang  cerdik  pandai  tetapi  bermental  jahat  seperti  pejabat  yang  berjiwa  korup, teknokrat  yang  membuat  kerusakan  lingkungan  hidup,  serta  konglomerat  yang
hobby  berjudi  Rahman,  2003  :  33-34.  Sistem  pendidikan  materialistik  serta dimarjinalkannya  ranah  afektif  pada  akhirnya  akan  mengarah  kepada  penguatan
sekulerisme.  Sekulerisme  adalah  dibangunnya  landasan  kehidupan  selain  agama dan  mulai  ada  di  Eropa  Barat  pada  abad  pertengahan.Kekuasaan  gereja  yang
begitu  dominan  dalam  hampir  semua  aspek  kehidupan  termasuk  di  bidang  ilmu pengetahuan  dan  teknologi  dilihat  oleh  para  ilmuwan  dan  negarawan  dianggap
sebagai penghambat kemajuan sehingga mereka menghasilkan sebuah kesimpulan yang  menyatakan  bahwa  apabila  masyarakat  ingin  maju  maka  mereka  harus
mengabaikan  agama  atau  membiarkan  agama  tetap  di  wilayah  ritual  keagamaan sementara wilayah duniawi harus steril dari agama.
Dikotomi  dalam  bidang  pendidikan  di  Indonesia  sebenarnya  telah  terjadi jika  kita  lihat  secara  formal  kelembagaan,  dimana  terdapat  dua  kurikulum
pendidikan  yang  dikeluarkan  oleh  Kementrian  Agama  Kemenag  dan
Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS
SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Kementrian  Pendidikan  dan  Kebudayaan  Kemendikbud.  Terdapat  perbedaan yang  sangat  jelas  antara  ilmu-ilmu  agama  yang  menggunakan  kurikulum  dari
Kemenag dan ilmu-ilmu umum yang menggunakan kurikulum dari Kemendikbud sehingga  menimbulkan  kesan  yang  sangat  kuat  bahwa  pengembangan  ilmu
pengetahuan dan teknologi Iptek adalah suatu hal yang berada di wilayah bebas nilai  yang  tidak  tersentuh  oleh  standar  nilai  agama  sementara  pembentukan
karakter  siswa  yang  merupakan  bagian  terpenting  dari  proses  pendidikan  justru terabaikan. Agama ditempatkan pada posisi yang sangat individual dan tidak perlu
dijadikan sebagai standar penilaian proses pendidikan sehingga telah menjauhkan manusia dari hakikat kehidupannya sendiri  dan dipalingkan dari hakikat  visi dan
misi  penciptaannya  Yusanto,  2014  :  6.  Walaupun  dilapangan  pelajaran  agama diberikan  kepada  peserta  didik  di  sekolah-sekolah  umum  namum  porsi  yang
diberikan  hanya  sedikit  yaitu  2-3  jam  pelajaran  per  minggu.Ironis  sekali  hal  ini terjadi  di  negara  yang  mayoritas  penduduknya  adalah  umat  beragama  dengan
sebagian besar pemeluk agama Islam. Islam adalah agama yang mengedepankan keseimbangan antara hubungan
antara  manusia  dengan  Allah  SWT
Hablumminallah
dan  hubungan  manusia dengan  sesamanya
Hablumminannas
.Dalam  perspektif  Islam  jelas  tidak mengenal pemisahan antara urusan ritual keagamaan dengan urusan duniawi, pun
termasuk dalam pendidikan. Imam Al Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin 2011 : 34
mengatakan : “Ilmu  adalah  jalan  mencapai  kebahagiaan  di  dunia  sekaligus  di
akhirat.Jadi menuntut ilmu adalah amal shaleh yang paling utama diantara semua  amalan  lainnya.Kadang-kadang,  keutamaan
fadhilah
ilmu  baru diraih  hasilnya  di  akhirat  kelak  berupa  kemuliaan  disana.Buah  dari  ilmu
adalah  mendekatkan  diri  pemiliknya  kepada
Rabb
seru  sekalian  alam, menghubungkan  diri  dengan  derajat  malaikat,  dan  bahkan  sanggup
melebihi  ketinggian  kemuliaan  para  malaikat.Dan  semua  itu  hanya  akan terjadi di alam akhirat kelak”.
Bentuk  manifestasi  dari  hal  diatas,  dewasa  ini  pendidikan  di  Indonesia
mulai  diwarnai  dengan  banyak  bermunculannya  sekolah-sekolah  yang
Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS
SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
menggunakan  istilah  “terpadu”.Sekolah  terpadu  ini  terutama  digunakan  oleh sekolah-sekolah berlabel Islam baik untuk tingkat SD, SMP maupun SMA. Istilah
terpadu  mempunyai  arti  adanya  keterpaduan  antara  ilmu-ilmu  agama  dan  ilmu- ilmu umum secara seimbang dengan tujuan untuk menghapuskan bentuk dikotomi
antara  pendidikan  agama  dan  pendidikan  umum,  berupaya  membentuk kepribadian  secara  padu,  meliputi  akal,  hati  dan  jiwa,  juga  mendukung  upaya
memadukan kurikulum atau mata pelajaran agama dengan mata pelajaran umum dengan menjadikan mata pelajaran agama sebagai  dasar bagi  mata pelajaran lain
dalam  kurikulum,  serta  memadukan  sesuatu  yang  dipelajari  siswa  dengan pengalamannya melalui refleksi diri yang dilakukan siswa Rossidy, 2009 : 88.
Secara historis-sosiologis, pendidikan terpadu lahir sebagai implikasi dari proses  perkembangan  perubahan  paradigma  pengembangan  pendidikan  Islam
sejak abad pertengahan, dimana tercipta dikotomi antara pendidikan agama  yang menekankan  pada  pengajaran  ilmu-ilmu  agama  dengan  pendidikan  umum  yang
menekankan  pada  pengajaran  ilmu-ilmu  non  agama  pengetahuan. Pendidikan terpadu  merupakan  salah  satu  wujud  implementasi  paradigma  yang  berusaha
mengintegrasikan  nilai-nilai  ilmu  pengetahuan,  nilai-nilai  agama  dan  etika,  serta mampu  melahirkan  manusia  yang  menguasai  ilmu  pengetahuan  dan  tekhnologi,
memiliki  kematangan  profesional  sekaligus  hidup  dalam  nilai-nilai  Islami Muhaimin, 2001 : 38-46.
Berkaitan  dengan  perlunya  model  pendidikan  terpadu,  disampaikan  oleh presiden  Soekarno  dalam  catatannya,  “
Di  Bawah  Bendera
Revolusi”, bahwa pesantren  sebagai  lembaga  pendidikan  Islam,  sebaiknya  juga  mengajarkan
pengetahuan umum. Bahkan menurutnya,
Islam science
bukan hanya pengetahuan Qur’an dan hadits saja,
Islam science
adalah pengetahuan Qur’an dan hadits plus pengetahuan  umum  Steenbrink,  1974  :  227.  Mimpi  Soekarno  di  atas,  dapat
kemudian  dilihat  di  Pondok  Modern  Darussalam  Gontor.  Kurikulum  yang diterapkan  Imam  Zarkasyi  di  Pondok  Modern  Gontor  adalah  100  umum  dan
100 agama. Di samping pelajaran tafsir, hadis, fiqh, ushul fiqh yang diajarkan di
Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS
SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
pesantren tradisional, Imam Zarkasyi menambahkan ke dalam kurikulum lembaga pendidikan yang diasuhnya itu, pengetahuan umum, seperti ilmu alam, ilmu hayat,
ilmu  pasti  berhitung,  al-jabar  dan  ilmu  ukur,  sejarah,  tata  negara,  ilmu  bumi, ilmu pendidikan, ilmu jiwa dan sebagainya Nata, 2005 : 208
– 209.
Pesantren  dan  madrasah  merupakan  penyelenggara  pendidikan  Islam  di
Indonesia.Lahirnya  pesantren  merupakan  suatu  respon  agamawi  dari  suatu masyarakat, dimana bersama para pemimpin keagamaan mereka melakukan suatu
bangun  diri  dalam  suatu  kerangka  atau  menjadikan  Islam  sebagai  etos  dalam kehidupan  masyarakat,  keagamaan,  kebudayaan,  ekonomi,  sosial  dan  sebagainya
Setiadi,  2009  :  439.  Pesantren  merupakan  salah  satu  wujud  pranata  pendidikan tradisional  yang  kini  masih  relevan  dan  tetap  eksis.Sejak  dilancarkannya
perubahan  atau  modernisasi  pendidikan  Islam  di  berbagai  kawasan  dunia  Islam, tidak  banyak  lembaga-lembaga  pendidikan  tradisional  Islam  seperti  pesantren
yang  mampu  bertahan.Hanya  pesantren  yang  mampu  beradaptasi  dengan perubahan  dan  menyelenggarakan  modernisasi  sistem  pendidikan  tanpa
meninggalkan  aspek-aspek  positif  sistem  pendidikan  Islam  yang  mampu bertahan.Dalam  rangka  memodernisasi  isi  dan  sistem  pendidikan,  pesantren-
pesantren tetap memelihara hubungannya dengan arus utama tradisi Islam dengan tidak mau membuang kerangka besar tradisi keilmuan, walaupun telah melakukan
perubahan-perubahan  yang  sangat  fundamental  dalam  bidang-bidang  aktivitas sosial, intelektual, dan cara hidup Dhofier, 2011 : 164.
Posisi  pesantren  sekarang  ini  kalah  prestisius  bila  dibandingkan  dengan sekolah  umum.Bahkan  ada  asumsi  di  masyarakat  bahwasanya  prestasi  lulusan
pesantren  berada  di  bawah  lulusan  sekolah  umum.Hal  inilah  yang  kemudian menjadikan  kepercayaan  dan  minat  masyarakat  lebih  bangga  menyekolahkan
anaknya  ke  sekolah-sekolah  umum.  Untuk  menjembatani  permasalahan  di  atas, maka dibukalah program sekolah terpadu  yang kurikulumnya memadukan antara
ilmu agama dan ilmu umum. Hal lain yang menjadi alasan atas hadirnya sekolah terpadu adalah semakin kompleknya kehidupan masyarakat terutama di perkotaan.
Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS
SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Menumpuknya kesibukan orang tua di masyarakat perkotaan seringkali berimbas pada pendidikan anak.Bahkan ketidakjelasan pendidikan sekolah juga menambah
permasalahan  dalam  pergaulan  anak-anak  di  perkotaan,  sehingga  mereka  benar- benar  membutuhkan  sebuah  pendidikan  yang  dapat  memberikan  pendidikan
pengetahuan umum dan pendidikan agama secara bersamaan.Kebutuhan manusia terhadap  agama  semakin  diperlukan  dalam  kehidupan  modern  yang  cenderung
memuja  dan  mendewakan  materi  sehingga  membuat  manusia  merasakan kekeringan  spiritual,  hidup  hampa,  dan  teralienasi.Atas  dasar  inilah,  sekolah
terpadu sangat penting dirasakan keberadaannya di dalam masyarakat perkotaan. Hadirnya
pendidikan terpadu
merupakan sebuah
solusi untuk
menjembatani  keseimbangan  antara  pengetahuan  umum  dengan  pengetahuan agama.Pada  prinsipnya,  sekolah  Islam  terpadu  merupakan  perubahan  atas
kegagalan  yang  dilakukan  sekolah  umum  dan  lembaga  pendidikan  Islam,  untuk memadukan  ilmu  umum  dan  agama.  Sehingga,  dalam  praktiknya,  sekolah  Islam
terpadu melakukan pengembangan kurikulum dengan cara memadukan kurikulum pendidikan  umum  yang  ada  di  Kementrian  Pendidikan  dan  Kebudayaan
Kemendikbud,  seperti  pelajaran  matematika,  bahasa  Indonesia,  bahasa  Inggris, IPA,  IPS,  dan  lain-lain,  serta  kurikulum  pendidikan  agama  Islam  yang  ada  di
Kementrian Agama Kemenag, ditambah dengan kurikulum hasil kajian Jaringan Sekolah Islam Terpadu JSIT Arifin, 2012 : 30-31. Dalam kurikulum ini, posisi
setiap  mata  pelajaran,  baik  pelajaran-pelajaran  agama  maupun  umum  memiliki posisi yang sama. Semua pelajaran baik agama maupun umum biasanya diajarkan
kepada  peserta  didik,  termasuk  pelajaran  sejarah.Kedudukan  pelajaran  sejarah dalam  sekolah  terpadu  terutama  untuk  jenjang  SMA  terbagi  menjadi  dua,  yaitu
pelajaran  sejarah  umum  dan  Tarikh  Islam.Sejarah  umum  isi  materinya  mengacu kepada  kurikulum  yang  dibuat  oleh  Kemendikbud,  sedangkan  tarikh  Islam  isi
materinya  berupa  sejarah  perkembangan  Islam  sejak  jaman  Nabi  Muhammad SAW  sampai  jaman  Khulafaur  Rasyidin.Salah  satu  contoh  sekolah  terpadu  yang
Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS
SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
memberikan  pelajaran  sejarah  umum  dan  Tarikh  Islam  adalah  SMA  Terpadu Riyadlul U’lum Condong Kota Tasikmalaya.
SMA  Terpadu  Riyadlul  U’lum  Condong  Kota  Tasikmalaya  merupakan sekolah yang memadukan pendidikan pesantren dengan sekolah umum, sehingga
dikenal  juga  oleh  masyarakat  dengan  sebutan  Pesantren  Condong.Pesantren Condong  memiliki  sejarah  yang  cukup  panjang  dan  bisa  di  bagi  ke  dalam  dua
fase, yaitu fase Condong Lama dan Condong Baru. Fase Condong Lama dimulai sejak berdirinya Pondok Pesantren Condong sekitar abad ke-18 sampai dibukanya
pendidikan  formal  di  lembaga  pendidikan  ini.  Dalam  fase  ini,  Pesantren memberlakukan  sistem  pendidikan  klasikal  yang  mengkhususkan  diri  pada
pengajian  kitab-kitab  klasik  ulama-ulama  terdahulu.Fase  Condong  Baru  dimulai dari diangkatnya ulama muda kharismatik KH.Najmuddin Mama Mamu sebagai
pimpinan  Pondok  Pesantren  Condong  generasi  kelima  menggantikan  KH.Damiri yang  sebelumnya  diangkat  sebagai  pimpinan  pondok  sementara.Pada  fase  ini,
pondok  mulai  membuka  pendidikan  formal  pada  sistem  pendidikannya  dengan membuka  MWB  Madrasah  Wajib  Belajar  yang  kelanjutannya  bertransformasi
menjadi Madrasah Ibtidaiyah Condong. Tahun  2001  pada  kepemimpinan  KH.Ma’mun,  Pondok  Pesantren
Condong  menyelenggarakan  pendidikan  formal  setingkat  SMP.Selanjutnya  pada tahun 2004 dibuka lembaga pendidikan tingkat SMA. Pendidikan dan pengajaran
di  SMP-SMA  Terpadu  ini  merupakan  perpaduan  antara  tiga  sintesa  kurikulum; yaitu,  kurikulum  pesantren  salafi,  kurikulum  pesantren  modern  ala  Pondok
Modern  Darussalam  Gontor  dan  kurikulum  yang  bersumber  dari  Departemen Pendidikan  Nasional  yang  mengutamakan  keseimbangan  iman,  ilmu  dan  amal.
Dalam mengelola pesantren ini, KH. Ma’mun dibantu oleh pengasuh dan pendidik dari  berbagai  latar  berlakang  pendidikan  yang  berbeda  yaitu:  alumni  pesantren
salafi,  Pondok  Modern  Darussalam  Gontor  dan  alumni  perguruan  tinggi  negeri dan swasta.
Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS
SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Adanya  sintesa  tiga  kurikulum  yang  diberlakukan,  menjadikan penyelenggaraan  proses  belajar  mengajar  di  SMA  Terpadu  Riyadlul  U’lum
Condong  Kota  Tasikmalaya  memiliki  perbedaan  dengan  sekolah-sekolah  lain  di Kota  Tasikmalaya.  Terlebih  di  sekolah  ini  proses  pendidikan  dan  pengasuhan
berjalan  selama  24  jam  karena  basis  utama  lembaga  ini  adalah  pesantren.  Di sekolah  ini  peserta  didik  sekaligus  juga  sebagai  santri  dimana  mereka  sekolah
sekaligus
masantren
di  komplek  yang  sama.  Hal  ini  tentunya  menambah perbedaan  karakteristik  sekolah  ini  dengan  yang  lainnya  terutama  dalam  hal
religiusitasnya.Karena  sekolah  ini  memiliki  karakterisik  yang  khas  dan  tentunya memiliki tingkah laku sosial tersendiri maka metode yang paling tepat digunakan
oleh  peneliti  dalam  penelitian  ini  adalah  etnografi.  Disamping  itu  dengan menggunakan metode etnografi maka akan terungkap sistem budaya yang terdapat
di SMA Terpadu Riyadlul U’lum yang tentunya berbeda dengan sekolah lainnya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Emjir 2010 : 152 bahwa :
Etnografi adalah suatu  metode penelitian ilmu  sosial.Penelitian ini sangat percaya  pada  ketertutupan
up-close
,  pengalaman  pribadi  dan  partisipasi yang  mungkin  tidak  hanya  pengamatan  oleh  para  peneliti  yang  terlatih
dalam  seni  etnografi.  Para  etnografer  ini  sering  bekerja  dalam  tim multidisipliner.  Titik  fokus  etnografi  dapat  meliputi  studi  intensif  budaya
dan  Bahasa,  studi  intensif  suatu  bidang  atau  domain  tunggal,  serta bangunan metode historis, observasi, dan wawancara.
Berdasarkan pemaparan berbagai masalah diatas, peneliti menemukan hal yang  cukup  menarik  untuk  meneliti  pelaksanaan  pembelajaran  sejarah  berbasis
nilai  religi  serta  aktualisasi  solidaritas  sosial  peserta  didik  di  SMA  Terpadu Riyadlul  U’lum  Condong  Kota  Tasikmalaya  dengan  menggunakan  metode
etnografi.Pelaksanaan pembelajaran sejarah berbasis nilai religi yang sudah cukup lama dilaksanakan disekolah ini serta  adanya  rasa solidaritas sosial  peserta didik
yang  tampak  dalam  kesehariannya  dirasakan  sangat  cocok  untuk  diteliti  dengan menggunakan  metode  etnografi  karena  dalam  penelitian  ini  peneliti  berusaha
untuk memperoleh gambaran umum terhadap kedua hal tersebut.
Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS
SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
B. Identifikasi Masalah Penelitian