Perancangan Perangko Dengan Tema Jalan Bersejarah di Kota Bandung

(1)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PERANCANGAN PERANGKO DENGAN TEMA JALAN BERSEJARAH DI KOTA BANDUNG

DK 38315/Tugas Akhir Semester II 2013/2014

Oleh:

Raidy Chairil Imam 51910173

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

KOSAKATA/GLOSSARY ... x

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Identifikasi Maslah ... 2

I.3 Rumusan Masalah ... 3

I.4 Batasan Masalah ... 3

I.5 Tujuan Perancangan... 3

BAB II FILATELI & JALAN BERSEJARAH DI KOTA BANDUNG II.1 Filateli ... 4

II.1.1 Defenisi Filateli ... 4

II.1.2 Sejarah Filateli ... 5

II.1.3 Manfaat Filateli ... 7

II.1.4 Penggolongan Filateli ... 8

II.1.5 Benda – benda Filateli ... 9

II.2 Prangko ... 10

II.2.1 Definisi Prangko ... 10

II.2.2 Sejarah Prangko ... 10

II.2.3 Jenis Prangko ... 11

II.2.4 Sejarah Perangko Terkait Dengan Produksi ... 12


(3)

vii

II.3 Sejarah Jalan Di Kota Bandung ... 12

III.3.1 Toponimi Jalan-jalan Kota Bandung ... 12

II.3.2 Nama-nama Jalan Dan Sejarah Jalan ... 15

II.4 Permasalahan ... 21

II.4 Solusi ... 22

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL III.1 Strategi Perancangan ... 23

III.1.1 Pendekatan Komunikasi ... 23

III.1.2 Target Audien ... 24

III.1.3 Strategi media ... 25

III.1.4 Strategi Distribusi ... 26

III.1.5 Strategi Kreatif ... 26

III.2 Konsep Visual ... 27

III.2.1 Format Desain ... 27

III.2.2 Tata Letak atau Layout ... 27

III.2.3 Tipografi ... 28

III.2.4 Ilustrasi ... 29

III.2.5 Warna ... 31

BAB IV TEKNIS PRODUKSI MEDIA IV.1 Media Utama ... 32

IV.1.1 Perangko ... 32

IV,2 Media Pendukung ... 33

IV.2.1 Kartu Pos ... 33

IV.2.2 Booklet ... 34

IV.2.3 Poster ... 35

IV.2.4 Flyer ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 38

LAMPIRAN ... 39

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... 47


(4)

38 DAFTAR PUSTAKA

Askari, S. 2003. Ngaran Jalan (majalah Cupumanik No. 2). Bandung: Kiblat Buku Utama.

Permadi. T. 2011. Toponimi Jalan Raya Di Kota Bandung. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia

Rustan, S. 2008. Layout Dasar & Penerapannya. PT Gramedia Pustaka Utama. Sinaulan, B & Soerjono, H. 1994. Mengenal Seluk Beluk Filateli. Jakarta.

Pengurus Pusat Perkumpulan Filatelis Indonesia. Susilo, Richard. 2002. Mengenal Filateli Di Indonesia. Jakarta

Sarwono, J & Lubis, H. 2007. Metode Riset Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Andi, 2007.

Winarno, W. 2008. Filateli: Hobi Mengoleksi Prangko & Benda Pos Lainnya. Edisi ke-1. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008.


(5)

47 Daftar Riwayat Hidup

Data Pribadi

Nama Lengkap : Raidy Chairil Imam

Tempat/ Tanggal Lahir : Bandung, 15 Juni 1992 Jenis Kelamin : Laki-laki

Status Perkawinan : Belum Kawin Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : Strata 1 Desain (Desain Komunikasi Visual)

Alamat : Jln. Sekepondok No. 4 Rt 03/03 Kel. Padasuka Kec. Cibeunying Kidul Bandung, 40125

No. Telp/ Hp : 081910257470 Email : raidy.chairil@gmail.com Pendidikan Formal

 1998-2004 : SDN Cimuncang 2

 2004-2007 : SMP Kartika Siliwangi XIX 1 Bandung

 2007-2010 : SMKN 2 Bandung

 2010-2014 : Universitas Komputer Indonesia

Bandung, 12 Agustus 2014


(6)

v KATA PENGANTAR

Puji serta syukur panjatkan doa kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan perancangan tugas akhir ini. Penulis sadar tanpa rahmat hidayah-Nya penulis tidak bisa merangkai dan menyelesaikan laporan tugas akhir ini.

Tugas akhir merupakan salah satu mata kuliah wajib sekaligus mata kuliah untuk meraih gelar sarjana pada jenjang Strata I dari program studi Desain Komunikasi Visual Universitas Komputer Indonesia.

Perancangan yang dilakukan pada mata kuliah tugas akhir ini adalah mengenai Perancangan Prangko dengan Tema Jalan Bersejarah Di Kota Bandung, yang menginformasikan tentang sejarah jalan yang ada di Bandung melalui prangko.

Pada penulisan laporan ini akan sangat banyak kekurangan dan kesalahan, karena itu kritik serta saran akan berguna bagi penulis.

Bandung, 12 Agustus 2014


(7)

1 BAB I

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Filateli sering disebut “king of hobies, hobi of king”. Keasikan, kepuasan, kesempatan menjalin persahabatan, perluasan wawasan, sarana pendidikan, arena pelatihan ketekunan dan ketelitian, kejujuran, kesabaran dan kreatifitas bisa terangkum dalam suatu kegiatan yaitu Filateli. Tidak hanya itu filateli juga menjadi investasi karena biaya yang dikeluarkan para kolektor untuk benda– benda filateli akan tetap bernilai seiring dengan berjalannya waktu. Filateli juga dapat dilakukan dalam berbagai kesempatan dan suasana disetiap tempat serta oleh siapa saja karena filateli adalah hobi untuk semua. Keunggulan hobi filateli ini dibandingkan dengan hobi–hobi yang lain adalah hobi ini memiliki banyak manfaatnya, contohnya yaitu seperti memberikan nilai pengetahuan baik bidang sejarah, flora dan fauna, ketatanegaraan dan bidang yang lainnya. Gambar–gambar yang ada pada perangko dan benda– benda lainnya sangat menarik serta dapat bernilai tinggi dan dapat memberikan keuntungan pada kolektornya, karena perangko dapat bernilai tinggi dan dapat dijadikan sebagai barang dagangan. Disamping itu, hobi filateli ini sudah dikenal oleh masyarakat dunia.

Benda pos atau filateli bisa dieksplorasi untuk mengungkapkan berbagai aspek kehidupan sebuah kota. Sebab benda pos biasanya menampilkan gambar yang menjadi ciri khas suatu tempat. Filateli bisa mengukapkan sejarah, cagar budaya, flora dan fauna, serta ragam arsitektur dalam hal kegiatan filateli pada khususnya.

Namun dengan seiring kemajuan teknologi tidak dipungkiri menjadi salah satu elemen yang membuat alat komunikasi berupa surat semakin sedikit yang menggunakannya. Perangko yang biasanya digunakan sebagai bukti pengiriman surat sudah semakin ditinggalkan oleh sebagian besar masyarakat. Sebagian besar masyarakat sekarang memilih untuk menggunakan telepon genggam yang lebih praktis untuk mengirim atau menyampaikan surat. Karena sebagaian masyarakat sekarang menilai perangko merupakan barang


(8)

2 yang kuno, dan akibat dari kemajuan teknologi sekarang surat bisa dikirim dalam bentuk surat elektronik. Mayarakat sekarang lebih banyak memilih surat elektronik karena lebih cepat dikirim dibandingkan pengiriman surat konfensional yang pengirimannya membutuhkan waktu. Bandung sebagai sebuah kota yang banyak terkait dengan berbagai tema penerbitan perangko, namun tidak banyak diketahui secara luas oleh para masyarakat. Perangko dikalangan masyarakat sekarang mulai kurang diminati. Hal ini disebabkan oleh kemajuan teknologi dan informasi sebagai pengganti komunikasi tertulis dalam bentuk surat. Bandung sebagai kota yang memiliki banyak sejarah didalamnya dan nama jalan–jalan yang memiliki nilai sejarah tertentu dari setiap nama jalan-jalan tersebut. Maka nilai-nilai informasi sejarah tentang jalan–jalan di kota Bandung dapat di dokumentasikan melalui perangko, maka masyarakat yang kurang minat dengan sejarah dan perangko dapat mempelajari nilai tersebut lewat perangko. Dengan menginformasikan perangko pada masyarakat, perangko dengan tema jalan tersebut juga dapat menjadi salah satu media untuk mempromosikan pariwisata Bandung dengan menggunakan perangko.

I.2 Identifikasi Masalah

Dari uraian di atas masalah yang dapat diidentifikasi yaitu :

1. Keberadaan perangko telah sedikit tergeser karena menjamurnya sosial media yang memudahkan orang-orang untuk berkomunikasi.

2. Tren penggunaan benda pos atau perangko meyusut karena benda yang diperuntukkan sebagai alat ganti pembayaran atas jasa pengiriman sudah kurang fungsional.

3. Perangko menjadi kurang banyak mendapat perhatian di era modern dan digital.

4. Kurangnya informasi mengenai benda pos atau perangko, ketertahuan masyarakat menjadi kurang mengenai perangko.

5. Berkurangnya peminat mengenai benda – benda pos dan hobi filateli. 6. Belum adanya perangko dengan bertemakan tentang jalan Bandung.


(9)

3 I.3 Rumusan Masalah

Mengingat kota Bandung memiliki banyak sejarah didalamanya dan salah satunya jalan-jalan di kota Bandung yang memiliki sejarah dari setiap jalannya. Meningat perangko bisa menjadi alat bantu untuk sebagai sarana pendidikan, memperkaya khasnah budaya, bersifat historis serta daya tariknya sebagai suatu kegemaran universal yang menyenangkan dan bersifat aktif dan reatif. Perangko juga dapat menjadi salah satu alternatif penyaluran kegiatan remaja atau masyarakat untuk menghindari perilaku yang bersifatnya negative, karena dalam perangko remaja atau masyarakat dapat mengisi kegiatan dengan mengumpulkan perangko dan saling bertukar sesama kolektor dan dapat memperluas wawasan, dapat melatih ketelitian, kesabaran dan juga melatih kejujuran. Mengingat filateli juga bisa menjadi investasi, karena biaya yang dikeluarkan oleh para kolektor perangko akan tetap bernilai dengan seiring berjalannya waktu.

I.4 Batasan Masalah

Penulis hanya akan membahas objek yaitu tentang jalan–jalan di kota Bandung yang mempunyai nilai–nilai sejarah yang terkandung di dalamnya. Serta batasan meliputi pada kolektor perangko dan masyarakat Bandung yang sudah tidak menggunakan perangko, dan ditentukan untuk remaja hingga dewasa.

I.5 Tujuan Perancangan

 Mendorong kolektor yang mengkoleksi perangko atau filatelis untuk tetap terus melestarikan perangko.

 Perangko bisa digunakan sebagai alat untuk sarana pendidikan dan sebagai media promosi mengenai pariwisata Bandung.

 Mendokumentasikan jalan bersejarah di kota Bandung ke dalam perangko.


(10)

4 BAB II

PERANCANGAN PERANGKO DENGAN TEMA JALAN BERSEJARAH DI KOTA BANDUNG

II.1 Filateli

II.1.1 Definisi Filateli

Filateli adalah hobi mengumpulkan dan merawat atau mempelajari benda–benda pos yang terkait dengan pengiriman surat. Benda-benda pos yang terkait dengan pengiriman surat di antaranya adalah : perangko, amplop, cap, pos, warkat pos, sampul peringatan, dan kartu pos. Dalam perkembanganya, benda – benda pos ini disebut dengan benda filateli. Benda filateli semakin berkembang dan saat ini telah beredar juga beberapa variasi dari benda filateli. Variasi baru tersebut antara lain adalah lembar cinderamata (souvenir sheet), folder (booklet), kartu maksimum (maximum card). (Wahyu, 2008; h.1).

Gambar II.1 Koleksi perangko Pres. Soekarno di Filateli Bandung Sumber : Filateli Bandung

Pengertian filateli sebenarnya lebih luas lagi, karena ada yang berpendapat bahwa filateli adalah studi mengenai perangko dan benda filateli karena tidak hanya sekedar mengumpulakan dan merawat, tetapi juga mempelajari, maka informasi yang dipelajari menjadi lebih lengkap, karena meliputi rancangan, produksi, penggunaan, dan berbagai peristiwa


(11)

5 yang melatar belakangi terbitnya perangko tersebut. Selain itu, karena

pengertiannya adalah suatu studi “mempelajari segala sesuatu mengenai

benda pos”, maka pelakunya tidak harus memiliki dan mengoleksi.

Istilah filateli (dalam bahasa Inggris : philately) berasal dari usulan warga Perancis George Harpin, melalui publikasinya berjudul “Le Collectioneur de timbres-postes”,Vol.1, yang terbit pada tanggal 15 November 1864. Menurut Harpin, kata filateli berasal dari bahasa Yunani, yaitu gabungan dari philos (yang berarti kawan) dan ateleia (dibebaskan

dari bea, atau dalam bahasa Inggris “franked”). Kemudian kata ini diperluas menjadi studi mengenai perangko. Istilah lain yang juga

diusulkan, yaitu “timbrophily” (bahasa Perancis untuk perangko adalah timbre) dan “timbrology”, agaknya kurang menarik perhatian orang sehingga tidak pernah popular. Orang yang melakukan hobi filateli disebut filatelis (bahasa Inggrisnya adalah philatelist). (Wahyu, 2008; h.3)

II.1.2 Sejarah Filateli

Perangko–perangko pada awalnya hanya memuat gambar kepala negara, lambang negara atau angka–angka saja, tetapi ternyata cukup menarik minat sebagian masyarakat untuk mengumpulkan benda filateli (Soerjono, 1994; h.18). Sepotong kertas kecil yang pertama kali diterbitkan tahun 1840 itu untuk keperluan pelunasan biaya pengiriman pos, ternyata dianggap bisa juga menjadi benda koleksi. Maka lahirlah para pengumpul atau kolektor perangko. Namun pada mulanya, ada sebagian orang yang mengumpulkan perangko bukan sekedar untuk dikoleksi. Tetapi perangko yang telah terpakai digunakan kembali sebagai mana layaknya perangko baru. Hal itu dimungkinkan, karena pada masa tersebut bahan tinta untuk cap pos masih seadanya saja. Jadi begitu dicelupkan di air, tintanya luntur dan perangkonya seolah–olah belum terpakai. Dan beberapa saat kemudian, mulailah muncul para filatelis yang benar–benar mengumpulkan untuk dirawat dan disimpan dalam album– album perangko. Pada awal mula, seperti temuan berupa album perangko dari tahun 1853, para filatelis masih membuat sendiri album perangko.


(12)

6 Gambar II.2 Koleksi perangko Uno di Filateli Bandung

Sumber : Filateli Bandung

Setelah kegiatan filateli semakin berkembang, peluang bisnis untuk perangko makin meningkat. Maka lahirlah katalogus perangko, yaitu sebuah buku cetakan yang berisikan daftar penerbitan perangko dan dilengkapi dengan keterangan selengkap mungkin mengenai perangko. Katalogus perangko pertama diterbitkan di Paris tahun 1861. Di kota itu jugalah terbit album perangko bergambar pertama setahun kemudian.

Di tingkat dunia, kini dikenal Federation Internationale de Philatelie (FIP) yang berkedudukan di Zurich, Swiss. Organisasi itu dibentuk di Perancis tahun 1926, dan menurut peraturan dasarnya, bertujuan untuk mempromosikan filateli secara luas, mempererat persahabatan dan kerjasama yang baik di antara anggota–anggotanya, membantu usaha–usaha perdamaian dan persahabatan antara bangsa– bangsa, membantu promosi filateli di tingkat nasional masing–masing negara anggotanya, mempertahankan keberadaan kegiatan filateli, serta berusaha menjadikan filateli bebas dari gangguan diskriminasi suku bangsa, agama, ras atau pun antar golongan.

Sedangkan di tingkat Asia Pasifik, Indonesia termasuk salah satu pendiri Federation of Inter-Asian Philately (FIAP). Didirikan tanggal 14 September 1974, FIAP kini berkedudukan di Singapura. Dalam peraturan dasarnya bahwa pendirian FIAP hampir sama dengan FIP. Namun lebih


(13)

7 dikhususkan untuk meningkatkan kegiatan filateli dan persaudaraan antar para filatelis di wilayah Asia Pasifik.

II.1.3 Manfaat Filateli Menurut Wing Wahyu Winarno

1. Melatih ketekunan, ketelitian, dan kesabaran, karena hobi ini melibatkan benda kecil, rentan (mudah rusak).

2. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan, karena filatelis harus tahu atau harus dapat menerangkan setiap benda yang filatelis koleksi.

3. Meningkatkan pengetahuan bahasa asing, karena apabila filatelis mengumpulkan benda filateli dari seluruh dunia, maka pastilah bahasa yang tertera pada masing–masing benda koleksi filatelis menggunakan bahasa negara penerbit. Filatelis harus tahu arti kata

Noel” (hari natal), “Luchtpost” (pos udara), dan “Nation Unies” (perserikatan bangsa–bangsa).

4. Memperbanyak teman, terutama teman sehobi, karena salah satu syarat mutlak untuk melengkapi hobi koleksi adalah filatelis harus menghubungi orang lain, baik melalui surat, e-mail, facsimile, telepon, bahkan bertemu langsung. Filatelis mengajak mereka untuk bertukar–menukar koleksi, membeli salah satu benda koleksi, atau bahkan sekedar meminta informasi tentang salah satu koleksi filatelis. Filateli dapat memperluas persahabatan, tanpa mengenal batas wilayah dan ideologi negara.

5. Melatih filatelis untuk berinvestasi, karena benda–benda filateli yang filatelis kumpulkan, semakin lama akan semakin langka, sehingga harganya bukan semakin murah, tetapi akan semakin mahal. Apabila suatu hal filateli tidak menyukai benda koleksi filatelis lain, filatelis dapat menjualnya ke orang lain yang memerlukannya.


(14)

8 II.1.4 Penggolongan Filatelis

Penggolongan filatelis, sesuai tahapan yang dilalui seseorang dalam mengumpulkan benda–benda filateli. (Berthold & Soerjono, 1994, h.32)

1. Akumulator, yang merupakan suatu tahapan awal dalam mengumpulkan perangko, golongan ini belum begitu mendalami filateli, dan menghimpun semampu mereka perangko dan benda filateli apapun yang bisa diperoleh.

2. Pengumpul khusus, yang merupakan tahapan selanjutnya setelah akumukator. Golongan ini sudah mulai membedakan, apakah akan mengkhususkan hanya mengumpulakan perangko–perangko dari suatu negara tertentu saja, atau mengumpulkan berdasarkan tema yang disukainya.

3. Spesialis, yang merupakan tahapan akhir dan bisa disebut sebagai tahapan tertinggi dalam filatelis. Golongan ini bukan saja sudah lebih khusus mengumpulkan perangko dan benda filateli pilihan, tetapi juga lebih terspesialisasi lagi.

II.1.5 Benda–benda Filateli

a. Perangko

Sesuai dengan tujuan penerbitan, maka perangko dibedakan dalam beberapa jenis. Di Indonesia, dikenal 4 jenis perangko yaitu perangko biasa (definitive stamp), perangko peringatan (commemorative stamp), perangko istimewa (special stamp), dan perangko amal (charity stamp).

b. Carik kenangan

Carik kenangan (souvenir sheet) berupa selembar kertas yang berukuran lebih besar dari perangko, memuat satu perangko atau lebih dan bagian pinggirnya dihiasi dengan gambar yang setema dengan gambar perangko tersebut.


(15)

9 c. Buku perangko

Buku perangko (booklet), ini adalah semacam buku kecil yang ukurannya rata–rata sebesar kartu nama dan didalamnya terdapat sejumlah perangko. Karena bentuknya kecil, memudahkan untuk disimpan dalam saku.

d. Kartu maksimum

Kartu maksimum (maximum card) adalah semacam kartu pos bergambar yang gambarnya setema dengan gambar perangko yang di temple pada bagian bergambar itu. Kemudian dibubuhi cap pos yang bertalian dengan gambar tersebut.

e. Karnet

Karnet (carnet) adalah lembaran kertas tebal yang dilipat semacam kartu undangan. Di bagian dalamnya ditempel perangko dan kadang kala dibubuhi cap pos khusus, sedangkan di bagian luarnya memuat judul atau teks yang sesuai dengan perangko yang tedapat di dalam.

f. Sampul Hari Pertama (SHP)

SHP atau dalam bahasa Inggris diebut First Day Cover adalah sebuah sampul surat (amplop) yang diterbitkan bersamaan dengan penerbitan perangko baru.

g. Sampul Peringatan

Sampul peringatan (commemorative cover) adalah sampul surat yang dibuat secara khusus untuk menandai / memperingati suatu kejadian atau peristiwa penting.


(16)

10 II.2 Prangko

II.2.1 Definisi Perangko

Perangko, istilah tersebut diambil dari bahasa Latin Franco kata ini diperkirakan berasal dari seorang Italia yaitu secarik kertas berperekat sebagai bukti telah melakukan pembayaran untuk menghindari penyalahgunaan dalam pembayaran bea pengiriman surat, maka biaya pengiriman surat harus dibayar di muka dengan menempelkan carik pelunasan, berupa kertas kecil. (Richard, 2002; h.58).

II.2.2 Sejarah Perangko

Abad ke–19, dibeberapa negara sudah mengenal surat-menyurat. Pegawai kantor pajak Inggris bernama Rowland Hill menulis artikel

berjudul “Post Office Reform, Its Importance and Practicability” (perubahan [sistem] kantor pos, kepentingan dan kepraktisannya). Menyarankan agar biaya pengiriman surat hingga berat tertentu disamakan diseluruh Inggris dan dibayar oleh pengirim. Namun ada kesulitan member tanda surat yang dikirim sudah dibayar atau belum. James Chalmers (1782–1853), mengusulkan sebuah rancangan secarik kertas yang diberi perekat di belakangnya dan diberi rancangan dibagian depannya. Charles Heath dan Frederic Heath, membuat perangko bergambar wajah Ratu Victoria. Perangko ini berwarna hitam dan. Perangko tersebut disebut Black Penny. Perangko Black Penny mulai digunakan untuk pengiriman pada tanggal 6 Mei 1840. (Wing Wahyu, 2008, h.18).


(17)

11 Gambar II.3 Koleksi perangko flora & fauna di Filateli Bandung

Sumber : Filateli Bandung II.2.3 Jenis Prangko

1. Perangko biasa (definitive stamps) diterbitkan untuk memenuhi kebutuhan pengiriman surat sehari–hari. Ciri khas perangko tersebut adalah dicetak terus menerus, sehingga banyak dijumpai di sampul–sampul surat.

2. Perangko peringatan (commemorative stamps) digunakan untuk memperingati suatu peristiwa bersejarah, baik di tingkat nasional maupun internasional.

3. Perangko amal (charity stamps) adalah harga yang tercantum dalam perangko amal terdiri dari dua harga. Harga pertama merupakan harga asli perangko yang bersangkutan, dan harga inilah yang digunakan atau diperhitungkan sebagai biaya pengiriman surat. Harga kedua adalah nilai yang akan disumbangkan untuk keperluan sosial.

4. Perangko propaganda merupakan perangko yang diisi dengan pesan yang disampaikan oleh pemerintah, baik kepada rakyatnya sendiri, maupun kepada dunia.


(18)

12 II.2.4 Sejarah Perangko Terkait Dengan Produksi

1. Melibatkan teknik cetak dan kualitas cetak yang standar dalam pembuatan perangko.

2. Dalam satu nilai perangko bias saja mempunyai ciri dengan teknik cetak yang berbeda.

3. Berbagai macam ukuran ditentukan dalam konsep, bukan hanya estetika semata seperti vertikal, horizontal atau persegi bahkan bias dalam bentuk lainnya seperti segitiga.

4. Pembuatan perangko melibatkan dengan cetak sebagai media reproduksi untuk suatu karya hasil cetakan dalam hal ini perangko.

II.2.5 Teknik Cetak Perangko

1. Cetak dalam (intaglio atau rotogravure) 2. Cetak tinggi

3. Cetak datar (offset/lithografi)

4. Kombinasi cetak dalam, tinggi, dan datar

II.3 Sejarah Jalan Di Kota Bandung

II.3.1 Toponimi Jalan-jalan kota Bandung

Bandung tempo dulu (baheula) dikenal dengan kota tempat berlibur (pelesiran) yang hidup ramai dan tak pernah tidur (Suryamiharja dari Bandung Tempo Dulu, 1986:3). Bandung dikenal pula dengan sebutan Bandung Kota Kembang dan Paris Van Java. Sebutan itu memang sangat beralasan, karena di Kota Bandung dimiliki beberapa jenis tanaman langka seperti bunga Rafflesia dan bunga Sakura, juga bunga-bunga lainnya. Maka tidaklah heran bila di Bandung terdapat jalan yang diberi nama Jalan Suka Warna. Jalan ini hanyalah menjadi kenangan, bahwa di daerah ini pada jaman dahulu terdapat berbagai jenis tanaman bunga yang berwarna warni.


(19)

13 Sejak dahulu Bandung merupakan kota yang tanahnya subur, banyak ditanami tumbuhan dengan bunga yang berwarna warni. Para pengusaha perkebunan tempo dulu sering mengadakan kongres. Mereka bertindak sebagai tuan rumah. Untuk menghibur para peserta kongres, Wim Schenk (Raja Kina Pasir Malang) kerap kali menjamu (nyuguhan) para tamu dengan nona-nona Indo-Belanda yang cantik-cantik, yang keluar dari sekitar perkebunan. Akhirnya Bandung sohor (nelah) dengan sebutan kota kembang, dan gadis cantik di Bandung dijuluki “mojang

Bandung” atau kembang Bandung.

Bandung berkembang dengan pesat, toko-toko dan pasar-pasar mulai bermunculan. Toko pertama dibangun pada tahun 1894 dengan nama Hellerman yang terletak di Jalan Braga. Toko ini menjual senjata dan peralatan perang. Toko kedua dibangun di jalan yang sama papa tahun 1894 dengan nama Provisienen Dranken yang menjual senjata dan minuman keras. Sedangkan pasar pertama dibangun pada tahun 1812

dengan nama “Pasar Ciguriang” yang sekarang berganti nama menjadi “Pasar Baru”

Penataan nama-nama tempat disebut dengan istilah topinimi. Istilah tersebut sangat erat kaitannya dengan istilah topografi, yang menurut Yus Badudu dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1994: 1530) adalah semua yang bermakna uraian terperinci tentang suatu tempat, kini terpakai untuk menyatakan bentuk permukaan daratan termasuk relief dan segala sesuatu yang dibuat manusia juga corak permukaan bumi sebagaimana yang terlukis pada peta garis tinggi (peta). Harimurti kridalaksana dalam Kamus Linguistik (1982:170) meyatakan bahwa toponimi (toponymy, topomasiology, topomastics,toponomatologi) adalah cabang otomastika yang menyelidiki nama tempat nama-nama tempat.

Menelusuri nama sebuah jalan banyak berkaitan dengan unsur-unsur yang lainnya. Kita dapat mengetahui informasi yang terkandung di balik sebuah nama jalan, misalnya dihubungkan dengan aspek-aspek fisikal, sosial maupun budaya di lingkungan masyarakatnya.


(20)

14 Untuk daerah kota Bandung sangat kaya dengan, seperti banyaknya sumber mata air. Maka dari itu banyak nama jalan yang diawali dengan kata yang menandakan bahwa pada tempat tersebut ada atau pernah ada sumber air, seperti Cibaduyut, Muararajeun, Balonggede, Sekeloa. Ada pula yang ada kaitannya dengan aspek hidrologis (berdasarkan pada kontur permukaan bumi) seperti, geger: Gegerkalong, pasir: Pasirjati, Punclut/Penclut, dan begitu juga yang diadaptasi dari gejala morfogeologis, seperti, tegal: Tegallega, dsb. Nama-nama jalan atau tempat yang berlatar belakang aspek biologis kerap kali dikaitkan dengan keadaan lingkungan alam (sistem ekologinya), misalnya ditandai atau merujuk pada nama tumbuhak (tangkal) yang berada dan tumbuh di tempat tersebut. Istilah kosambi adalah merupakan tumbuhan yang menjadi tanda yang sangat dominan di daerah tersebut. Oleh karena itu, daerah tersebut terkenal dengan nama kosambi. Pola yang kedua dapat diadaptasi dari gabungan beberapa aspek, seperti gabungan antara gejala alam dengan gejala sosial misalnya, jalan Cibaduyut yang berada di sebelah selatan kota Bandung, berasal dari kata cai/ci yang digabungkan dengan tumbuhan (pohon baduyut), begitu juga dengan nama jalan Kiaracondong.

Ada pula nama jalan yang diadaptasi dari gejala sosial. Nama jalan yang diambil berdasarkan latar belakang sosial seperti, jalan Banceuy (sebelah selatan kota Bandung berdekatan dengan Alun-alun atau jalan Asia Aprika). Banceuy adalah nama sebuah kampung tempat instal dan tempat memelihara kuda atau kereta pos. Maka jalan ini pada jaman dahulu dikenal dengan Jalan Raya Pos (Postweg). Tempat ini dipakai pula untuk persinggahan dan peristirahatan Tukang Pos sebelum meneruskan perjalanan ke tempat tujuan yang menggunakan alat trasnportasi kuda. Istilah Balubur erat kaitannya dengan fenomena sosial jaman kedaleman. Balubur adalah nama tempat yang kedudukannya berada di bawah kekuasaan bupati, atau komplek perumahan pejabat yang berkuasa pada saat itu. Nama-nama jalan dan daerah yang berhubungan dengan air (cai/ci), seperti, Ranca/rancah (payau), seperti Ranca Badak, Ranca Ekek,


(21)

15 Ranca Buaya. Situ (danau), seperti Situ Aksan, Situ Saeur, Situ Gunting, dll.; Lengkong (teluk), seperti Lengkong Besar, Lengkong Kecil, Lengkong Dalam, Muara (tempat air bermuara), seperti Muara Rajen. Cai/ci, seperti Ciateul, Cihideung, Cibeureum. Balong (kolam), seperti Balong gede, Balong Aki. Nama jalan yang dihubungkan dengan tempat bermukim (tempat-tempat ini adalah lahan bekas danau yang menjadi subur dan mengandung banyak air), seperti Babakan: Babakan Ciparay, Babakan Tarogong, Babakan Caringin. Kampung, seperti Kampung Dampit. Lemah, seperti Lemah Neundeut. Nama jalan atau daerah yang berhubungan dengan latar belakang tanah kosong dan tanah yang dinatanami, seperti Kebon (kebun): Kebon Jeruk, Kebon Kawung, Kebon Sirih. Pasir (tanah): Pasir Kaliki, Pasir Koja. Tegal (lapang luas): Tegallega. Bojong (tanah dekat telaga/air), misalnya Bojong Soang, Bojong Koneng. Nama- nama jalan atau daerah yang berhubungan dengan ciri yang menonjol di daerah tersebut, di antaranya ciri dari alam, seperti Kiara Condong, ciri daerah seperti Sasak Gantung, Gardu Jati. Nama jalan atau daerah yang berhubungan dengan asal daerah tersebut, seperti gunung: Gunung Batu. Nama-nama jalan atau daerah yang berhubungan dengan adanya bangunan tua yang memiliki nilai sejarah, di anataranya beridinya sebuah bangunan/pabrik, seperti Pabrik Kina, stasiun seperti Stasiun Barat, Stasiun Timur, terdapatnya sebuah pasar, seperti Pasar Baru.

Selain itu, ada pula penamaan jalan yang diambil dari nama pulau-pulau seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan dan yang lainnya, atau dari nama kota-kota seperti Sukabumi, Majalengka, Purwakarta dan yang lainnya, atau dari nama tokoh wayang seperti Semar, Arjuna, Bima dan yang lainnya, atau dari nama burung seperti Garuda, Rajawali, Jatayu dan yang lainnya, atau pula diambil dari nama-nama dengan pola seperti itu, hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk lebih memudahkan dalam pencarian alamat. Dalam hal ini penamaan jalan tersebut lebih diorientasikan kepada tujuan praktis. Penamaan seperti itu lebih


(22)

16 menggejala lagi terutama setelah mewabahnya komplek-komplek perumahan.

II.3.2 Nama-nama Jalan Dan Sejarah Jalan 1. Jl. Asia Afrika

Jalan ini awalnya bernama . Jalan ini membentang dari ujung Simpang Lima (yang mempertemukan lima ruas jalan raya di kota Bandung, yaitu Jln. Gatot Subroto, Jln. Jendral Sudirman, Jln. Karapitan, dan Jln. Sunda) sampai ke Jln. Otto Iskandardinata. Jalan tersebut hanya bisa dilalui oleh kendaraan dari satu arah, yaitu dari timur ke barat, atau dari Simpang Lima sampai Jln. Otto Iskandardinata.

Sepanjang jalan tersebut banyak terdapat perkantoran dan hotel, diantaranya Gedung Merdeka, hotel Homman, dan serambi utara Masjid Agung. Jalan ini dinamakan Jln. Asia Afrika karena pada tahun 1955 di sekitar jalan tersebut.

Gambar II.4 Foto Jalan Asia Afrika Sumber : Dokumentasi Pribadi

Tepatnya di gedung Merdeka pernah berkumpul perwakilan dan para pimpinan negara dari Asia dan Afrika, untuk melaksanakan konferensi besar bangsa-bangsa Asia dan Afrika atau lebih dikenal dengan nama


(23)

17 Konferensi Asia Afrika semasa RI dipimpin oleh Pemerintahan Soekarno Hatta. Untuk mengenang dan mengabadikan peristiwa itulah jalan ini dinamakan Jln. Asia Afrika.

2. Jl. Banceuy

Banceuy dalam Kamus Umum Basa Sunda (KUBS) diartikan sebagai kampung yang bersatu dengan istal (kandang kuda). Kampung dalam arti tempat tinggalnya para pengurus kuda (dan keretanya). Dengan demikian penamaan daerah ini dilakukan atau diadaftasi berdasarkan fenomena sosiologis, yaitu kondisi yang pernah terjadi di daerah tersebut yang berkenaan pula dengan hal-hal yang pernah dialami oleh masyarakatnya Kawasan Banceuy dulu pernah dijadikan tempat peristirahatan dan tempat mengganti kuda, khususnya untuk keperluan transportasi dan penyampaian benda-benda pos (surat). Hal ini terjadi mengingat penyampaian surat pada waktu itu dilakukan dengan menggunakan sarana transportasi kereta kuda. Keadaan demikian dapat memberikan gambaran bagaimana kiranya jika benda pos tersebut harus dikirim dari Betawi ke Semarang. Tentu hal tersebut dilakukan tidak cukup hanya dengan menggunakan kuda yang itu-itu saja (yang dari Betawi), tetapi harus diganti, dan Banceuy-lah tempatnya.

Gambar II.5 Foto Jalan Banceuy Sumber : Dokumentasi Pribadi


(24)

18 Dahulu pula, di daerah ini terdapat sebuah loji (penjara) yang bersebelahan dengan kandang kuda. Penjara tersebut oleh pemerintahan kolonial Belanda pernah digunakan untuk mengurung Soekarno. Karena terdapat loji (penjara) yang bersebelahan dengan kandang kuda, maka daerah ini pun pernah disebut Loji Banceuy, yaitu penjara dekat kandang kuda. Selang beberapa lama kemudian nama daerah tersebut cukup hanya

disebut “Banceuy” saja. Untuk mengabadikan nama kawasan yang terletak di sebelah utara alun-alun tersebut, maka dipakailah untuk menyebut nama jalan yang melintang dari utara ke selatan yaitu dari Jln. Asia Afrika sampai Jln. Suniaraja. Nama jalan tersebut diresmikan oleh pemerintah kolonial pada tahun 1871 dengan nama asalnya Bantjeyweg, dan kemudian diubah menjadi Jln. Banceuy.

3. Jl. Braga

Jl. Braga merupakan salah satu jalan primadona di kota Bandung yang banyak menyimpan kenangan masa silam. Dahulu, jalan ini disebut Jl. Pedati, karena ketika sarana transportasi di kota Bandung masih menggunakan pedati yang ditarik kuda, kerbau atau sapi, jalan ini merupakan satu- satunya jalan besar yang kerap dilalui oleh pedati. Sepanjang jalan ini sampai menembus Jl. Wastu Kencana (taman Balai Kota), dahulu sering digunakan sebagai arena pasar malam dan tempat berbagai pertunjukan, yang diisi baik oleh pengusaha pribumi maupun bangsa kolonial. Berbagai acara pesta kerap digelar di sepanjang jalan ini. Untuk sedikit bernostalgia terhadap peristiwa itu, sekarang secara berkala (tahunan) di sepanjang jalan ini pun sering diselenggarakan pasar murah dan berbagai pertunjukkan seni. Kegiatan ini diantaranya dinamakan


(25)

19 Gambar II.6 Foto Jalan Braga

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Pada perkembangan selanjutnya, Jl. Pedati berganti nama menjadi Kareenweg –Baragaweg, dan akhirnya berubah lagi menjadi Jl. Braga. Nama jalan ini diambil dari nama sebuah perkumpulan tonil “Braga” yang didirikan oleh Pieter Sijthoff tanggal 18 Juni 1882. Pada awal abad 19, jalan ini masih merupakan jalan setapak yang menghubungkan alun-laun, Merdeka Lio, kampung Balubur, Coblong, Dago, dan Maribaya. M.A. Salmun berpendapat lain. Ia menyatakan bahwa braga berasal dari kata ngabaraga, artinya berjalan menyusuri pinggiran sungai. Adapun sungai yang dimaksud Cikapundung yang teletak di sebelah barat kawasan ini Itulah sebabnya daerah tersebut disebut braga, karena dahulu mungkin tepian atau pinggiran sungai tersebut sering digunakan oleh pejalan kaki.

Adapun menurut bahasa “kirata” (kira-kira tapi nyata), braga berasal dari kata ngabar raga yang artinya memamerkan raga/tubuh. Hal ini bisa benar mengingat pada waktu itu, setiap malam Minggu, kawasan ini sering digunakan untuk memamerkan pakaian mode Paris. Oleh sebab itu pula, tempat ini menjadi pusat kehidupan Paris van Java. Sejak tahun 1881, bangsa Eropa yang datang ke Bandung semakin bertambah. Mereka kemudian mendirikan perusahaan yang lokasinya di sekitar Braga. Jenis usaha yang pertama dibuka di kawasan ini yaitu toko serba ada, kemudian toko senjata, kacamata, baju, pipa rokok, dan yang lainnya. Dengan


(26)

20 bermunculannya bidang usaha serta berbagai kegiatan, kawasan Braga pernah menjadi pusat kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya kota Bandung.

4. Jl. Merdeka

Schoolweg atau Merdekaweg (dahulu) merupakan nama lain untuk

Jln. Merdeka. Berhubung disekitar jalan ini terdapat “lio”, yaitu tempat

membuat genteng dan batu bata, maka R.A.A Martanegara sebagai bupati Bandung dan sekaligus pendiri Kota Bandung, pernah mengeluarkan kebijakan mengganti nama jalan ini dari Schoolweg atau Merdekaweg menjadi Jln. Merdeka Lio, tetapi kemudian jalan ini berganti nama lagi menjadi Jln. Merdeka.

Gambar II.7 Foto Jalan Merdeka Sumber : Dokumentasi Pribadi 5. Jl. Lengkong

Jln. Lengkong atau dahulu disebut Grote Lengkong, penamaannya mengikuti pola atau diadaftasi dari sebuah fenomena alam dengan menyandar kepada aspek hidrologis.


(27)

21 Lengkong mengandung arti “teluk” dengan rujukan fenomena alam jaman dahulu bahwa daerah tersebut merupakan sebuah teluk yang besar (hal ini berkaitan dengan asal-muasal Bandung sebagai sebuah danau raksasa). Ketika danau Bandung tersebut surut, ada beberapa wilayah yang masih tergenang air, satu diantaranya wilayah yang kemudian disebut Lengkong.

Gambar II.8 Foto Jalan Lengkong Sumber : Dokumentasi Pribadi

II.4 Permasalahan

Dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat tradisi surat-menyurat menjadi sangat minim. Meskipun masih ada beberapa masyarakat yang menggunakannya namun jumlahnya sangat sedikit dan tidak signifikan, imbasnya banyak kantor pos yang mulai jarang di datangi. Benda pos seperti perangko pun secara otomatis menemukan masa pensiunnya. Perangko yang pada masanya bukan hanya digunakan sebagai ongkos kirim ini mulai sedikit peminatnya, dan dahulu kolektor perangko jumlahnya cukup banyak. Para kolektor atau filatelis memiliki


(28)

22 perangko-perangko unik dan saling tukar menukar. Saat ini kegiatan tersebut sudah mulai jarang untuk dilakukan.

Kantor pos yang biasanya digunakan untuk mengirim surat atau membeli perangko mungkin sekarang menjadi kurang diminati karena keberadaan counter pulsa serta warung internet yang semakin menjamur. Hal itu yang terjadi di kalangan masyarakat saat ini, semuanya sudah mulai bergeser, berubah mengikuti jaman yang segala sudah lebih mudah.

II.5 Solusi

Dengan keberadaan teknologi modern saat ini filatelis atau para kolektor harus lebih giat mengadakan pameran atau event yang sejenisnya. Dan membuat perangko-perangko baru yang sedang ramai dibicarakan atau dijumpai oleh masyarakat saat ini. Seperti membuat perangko dengan tema jalan–jalan di kota Bandung yang masyarakatnya sering melewati jalanan tersebut. Selain itu juga perangko dapat menjadi alat untuk mempromosikan pariwisata kota Bandung. Juga menambah hasana perangko agar semakin beragam dan agar perangko tidak berkurang dan terus ditinggalkan. Dan harapan Bandung tidak saja menjadi kota wisata tapi Bandung kota yang lekat akan sejarahnya.


(29)

23 BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL III.1 Strategi Perancangan

III.1.1 Pendekatan Komunikasi

Strategi perancangan yang akan dibuat untuk memecahakan masalah tentang pengembangan media perangko jalan bersejarah di kota Bandung agar terlihat menarik, yang bertujuan untuk melestarikan nilai sejarah perangko yang saat ini mulai ditinggalkan karena perkembangan jaman. Seperti yang sudah direncanakan sebelumnya perancangan yang dilakukan bertujuan untuk melestarikan dan menginformasikan pada masyarakat luas, maka dari itu masyarakat disini yang akan dijadikan target audien dimana media yang dirancang bertujuan untuk keberadaan perangko di masyarakat.

III.1.1 Pendekatan verbal

Bentuk materi yang akan disampaikan pada media informasi ini adalah muatan tentang sejarah yang terkandung dalam perangko, agar dapat dipahami yang dikemas secara menarik dan menyenangkan dengan menambahkan unsur ilustrasi yang dibuat semenarik mungkin.

Dengan bahasa Indonesia baku dan mudah dimengerti, dengan maksud menyampaikan muatan pesan yang terkandung dalam perangko, agar target audien dapat mengerti dan memahami maksudnya.

III.1.1.1 Pendekatan Visual

Dengan penggambaran ilustrasi dengan gaya art deco agar terkesan vintage atau jaman dahulu dan dengan menggunakan warna pastel untuk menambah kesan yang soft pada ilustrasi art


(30)

24 deco dan diharapkan agar mendapat ketertarikan bagi kolektor perangko atau masyarakat luas. Dan bertujuan agar target audien memahami makna dari isi pesan yang disampaikan. Sesuai dengan target yang akan dituju yaitu para kolektor perangko.

III.1.2 Target Audien

Untuk merancang media informasi berupa perangko, dengan memperlihatkan bagaimana perangko yang menarik pada kolektor atau filatelis. Maka perlu diberikan dengan beberapa segmentasi, yaitu :

1. Demografis

 Jenis Kelamin : Pria dan Wanita

 Pendidikan : Pelajar,mahasiswa,

pekerja, umum.

 Status social ekonomi : Semua lapisan Masyarakat

 Target market : Semua lapisan

masyarakat

 Target audien : Filatelis (kolektor perangko)

2. Geografis

Di seluruh kota besar di Indonesia dan Mancanegara, untuk target penyebaran pertama dilakukan di kota Bandung karena tema dari perangko tersebut adalah jalanan bersejarah di kota Bandung.

3. Psikografis

 Gaya hidup : Sosial, aktif

 Kepribadian : Peduli, bebas

 Manfaat : Bertujuan untuk melestarikan keberadaan perangko terhadap

masyarakat dengan cara yang menarik.


(31)

25 Tujuan yang ingin dicapai pada perancangan ini adalah bersifat inovatif, memberi muatan pesan yang terkandung dalam perangko, agar jelas dan mudah dimengerti oleh target audien serta dibantu dengan penggunaan media pendukung agar target audien dapat mengtahui informasi yang terkandung.

Komunikatif, pesan yang disampaikan kepada target audien memberikan kesan dan pemahaman makna yang sama dengan makna pesan yang ingin disampaikan komunikator. Serta persuasive, pesan yang disampaikan bersifat untuk mengajak target audien untuk mengikuti maksud dari media informasi ini. Dan juga edukatif, pesan yang disampaikan dapat menambah keilmuan dan memberi pembelajaran pada komunikan tentang muatan pesan yang terkandung dalam perangko jalan bersejarah di kota Bandung.

III.1.3 Strategi Media

1. Media Utama

Media utama yang digunakan dalam penyampaian informasi tentang jalan bersejarah di kota Bandung yaitu dengan menggunakan perangko, selain menarik untuk dilihat prangko pun dapat menjadi bahan koleksi, karena perangko dapat menginformasikan berbagai kejadian, tidak hanya sejarah tetapi seperti keindahan, event olahraga dan sebagainya dan di terapkan pada perangko.

2. Media Pendukung

Media pendukung dapat membantu dalam meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakan benda pos kembali. Media pendukung yang digunakan adalah buku prangko (booklet), carik kenangan (souvenir sheet), poster dan flyer. Sedangkan media informasi yang akan di kemas satu paket


(32)

26 dalam perangko adalah poster dan buku tentang sejarah jalan kota Bandung dengan media penunjang ini memungkinkan kolektor dan masyarakat untuk menggunakan atau menjaga perangko agar tidak hilang.

III.1.4 Strategi Distribusi

Strategi distribusi untuk media informasi ini akan dilakukan dengan cara bertahap, yaitu di tampilkan pada pameran-pameran filateli dan disebar dikalangan para kolektor perangko dan. Dan setelah itu lalu diproduksi secara masal di setiap kantor pos di Indonesia.

III.1.5 Strategi Kreatif

Dalam melakukan sebuah perancangan tentunya dituntut untuk melahirkan sebuah ide cemerlang agar hasil yang didapat menjadi efektif dan efisien serta ketersampaiannya informasi secara tepat terhadap target audien. Tema yang gunakan dalam perancangan media perangko ini adalah menyampaikan tentang sejarah jalan bersejarah dengan dibuat secara menarik yang bertujuan untuk keberadaan perangko yang ada tidak semakin tersisihkan oleh media elektronik. Dengan ilustrasi yang menarik itulah menjadi hal yang menjadi penarik perhatian target audien untuk mengikuti informasi yang disampakan, informasi yang disampaikan kepada target audien

Bahwa perangko tidak saja digunakan sebagai ongkos pengiriman surat tetapi dalam perangko memiliki sisi lain yang menarik untuk diketahui yaitu sebagai koleksi yang memberi pengetahuan lebih dan juga banyak mengandung nilai sejarah bagi para yang mengkoleksi perangko–perangko tersebut.


(33)

27 III.2 Konsep Visual

III.2.1 Format Desain

Desain perancangnan perangko dengan tema jalan – jalan yang memiliki nilai sejarah di kota Bandung dan ilustrasi perangko tersebut berbentuk vektor. Biasanya kertas Perangko yang digunakan dengan kertas cetak salut satu muka berperakat, kertas cetak salut memiliki serat kuning kehijauan dibawah sinar UV dan dengan tanda air. Pada media dasar bentuk perangko yang digunakan berupa segi empat yang disetiap sisinya terdapat lekukan – lekukan.

Gambar III.1 Elemen bentuk dasar perangko

III.2.2 Tata Letak atau Layout

Tata letak atau layout yang digunakan pada perangko yaitu dengan menyesuiakan bentuk dasar perangko tersebut. Dengan penambahan tipografi seperti tahun, harga dan seri perangko untuk mewakili dari informasi agar menambah menarik dari perangko tersebut.


(34)

28 Gambar III.2 Referensi Layout Perangko

Sumber : http://www.bfdc.co.uk/2013/london_underground/resources/stamps/6540 (diakses pada tanggal 17 Juni 2014)

III.2.3 Tipografi

Tipografi yang digunakan pada perancangan perangko yang di pakai ini berjenis sans serif atau tidak berkaki, sehingg agar huruf tersebut memberi kesan yang elegan. Huruf yang digunakan yaitu Cassannet Bold dan ukuran huruf tersebut di sesuaikan dengan kebutuhan layout.


(35)

29 III.2.4 Ilustrasi

Ilustrasi berguna untuk menjelaskan isi dari media informasi tersebut. Ilustrasi juga sebagai pesan yang mewakili tulisan. Sebagai gambaran dari illustrasi yang diusung dalam perangko ini adalah seagai berikut.

Gambar III.3 Referensi ilustrasi perangko

Sumber : www.behance.net/gallery/10287675/New-York-illustrations (diakses pada tanggal 8 Juni 2014)


(36)

(37)

31 III.2.5 Warna

Warna yang akan diterapkan dalam media informasi berupa perangko ini adalah dengan menggunakan nuansa warna-warna vintage yang terlihat soft agar dengan tema yang diangkat terlihat menyatu. Penggunaan warna dalam perancangan perangko bertujuan agar perangko itu berbeda dan menarik untuk dilihat.


(38)

32 BAB IV

TEKNIS PRODUKSI MEDIA IV.1 Media Utama

IV.1.1 Perangko

Gambar IV.1 Perangko dengan tema jalan bersejarah di kota Bandung Sumber: Dokumentasi Pribadi

Spesifikasi :

1. Fungsi : Sebagai tanda pelunasan porto dan biaya pos dan giro.

2. Ukuran : 28 × 23 mm

3. Bahan : Kertas perangko

4. Teknik produksi : Separasi full color

5. Penempatan : Pada kop surat, kartu maksimum, buku prangko, carik kenangan, karnet, sampul hari peringatan, karnet.


(39)

33 IV.2 Media Pendukung

IV.2.1 Kartu Pos

Gambar IV.2 Kartu Pos Sumber: Dokumentasi Pribadi Spesifikasi :

1. Fungsi : kartu pos digunakan untuk menyampaikan pesan.

2. Ukuran : 142 × 100 mm

3. Bahan : Art paper


(40)

34 IV.2.2 Booklet

Gambar IV.3 Booklet Sumber: Dokumentasi Pribadi Spesifikasi :

1. Fungsi : Sebagai penyimpan perangko dan

keterangan sejarah dari jalan tersebut.

2. Ukuran : 148 x 210 mm

3. Bahan : Art Paper


(41)

35 IV.2.3 Poster

Gambar IV.4 Poster Sumber: Dokumentasi Pribadi Spesifikasi :

1. Fungsi : Untuk menarik perhatian para kolektor perangko atau pun masyarakat luas.

2. Ukuran : 297 x 420 mm

3. Bahan : Art Paper


(42)

36 IV.2.4 Flyer

Gambar IV.5 Flyer Sumber: Dokumentasi Pribadi Spesifikasi :

1. Fungsi :Sebagai alat promosi untuk memperkenalkan

perangko seri jalan bersejarah masyarakat luas.

2. Ukuran : 148 x 210 mm

3. Bahan : Art Paper


(43)

(44)

(1)

33

IV.2 Media Pendukung

IV.2.1 Kartu Pos

Gambar IV.2 Kartu Pos Sumber: Dokumentasi Pribadi Spesifikasi :

1. Fungsi : kartu pos digunakan untuk menyampaikan pesan.

2. Ukuran : 142 × 100 mm

3. Bahan : Art paper


(2)

34

IV.2.2 Booklet

Gambar IV.3 Booklet Sumber: Dokumentasi Pribadi Spesifikasi :

1. Fungsi : Sebagai penyimpan perangko dan keterangan sejarah dari jalan tersebut.

2. Ukuran : 148 x 210 mm

3. Bahan : Art Paper


(3)

35

IV.2.3 Poster

Gambar IV.4 Poster Sumber: Dokumentasi Pribadi Spesifikasi :

1. Fungsi : Untuk menarik perhatian para kolektor perangko atau pun masyarakat luas.

2. Ukuran : 297 x 420 mm

3. Bahan : Art Paper


(4)

36

IV.2.4 Flyer

Gambar IV.5 Flyer Sumber: Dokumentasi Pribadi Spesifikasi :

1. Fungsi :Sebagai alat promosi untuk memperkenalkan perangko seri jalan bersejarah masyarakat luas.

2. Ukuran : 148 x 210 mm

3. Bahan : Art Paper


(5)

(6)