Analisis Gender terhadap Keberhasilan Program Diklat FPTP Pusbindiklat LIPI

ANALISIS GENDER TERHADAP KEBERHASILAN
PROGRAM DIKLAT FPTP PUSBINDIKLAT LIPI

RESTY NUR OCTAVIANA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Gender
terhadap Keberhasilan Program Diklat FPTP Pusbindiklat LIPI adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

Resty Nur Octaviana
NIM I34090039

iv

ABSTRAK
RESTY NUR OCTAVIANA. Analisis Gender terhadap Keberhasilan Program
Diklat FPTP Pusbindiklat LIPI. Dibimbing oleh AIDA VITAYALA SJAFRI
HUBEIS.
Tujuan dari penelitian ini, yaitu: 1) Menganalisis karakteristik individu
masing-masing peserta laki-laki dan perempuan (usia, status pernikahan, lama
kerja, tingkat pendapatan, dan tingkat pendidikan) yang mengikuti program Diklat

FPTP LIPI; 2) Menganalisis hubungan karakteristik individu peserta laki-laki dan
perempuan terhadap tingkat kesetaraan gender (tingkat akses dan tingkat kontrol)
pada program Diklat FPTP LIPI; 3) Menganalisis hubungan tingkat kesetaraan
gender (tingkat akses dan tingkat kontrol) laki-laki dan perempuan peserta
program Diklat terhadap keberhasilan program Diklat FPTP LIPI. Alat analisis
gender yang digunakan dalam penelitian ini adalah akses (peluang mengikuti
Diklat dan perolehan fasilitas) dan kontrol (kuasa untuk membuat keputusan
terhadap segala kebijakan selama Diklat). Keberhasilan program ini, yaitu
tercapainya tujuan Diklat FPTP yang dirasakan oleh peserta laki-laki dan
perempuan melalui terpenuhinya kebutuhan praktis gender dan kebutuhan
strategis gender. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa program Diklat FPTP
telah berhasil dilaksanakan, dengan terpenuhinya kebutuhan praktis gender dan
kebutuhan strategis gender peserta laki-laki dan perempuan. Namun, program ini
belum sepenuhnya berkesetaraan gender, karena masih terdapat kesenjangan
dalam perolehan akses pada peserta perempuan dibandingkan laki-laki.
Kata kunci: keberhasilan, analisis gender, kebutuhan praktis gender, kebutuhan
strategis gender.

ABSTRACT
RESTY NUR OCTAVIANA. Gender Analysis of The Success of The First Level

of Functional Training of Researchers Pusbindiklat LIPI. Supervised by AIDA
VITAYALA SJAFRI HUBEIS.
The purpose of this study: 1) to analyze the individual characteristics of
each participant of men and women; 2) to analyze the relationship between
individual characteristics of men and women participants of The Level of Gender
Equality at Training Program FPTP LIPI; 3) to analyze the relationship between
The Level of Equality Gender men and women participants of the training
program success rate FPTP LIPI. This study uses quantitative and qualitative
methods. Gender analysis tools used in this study is the access (acquisition
opportunities following training facilities) and control (power to make edecisions
on all policy during training). The results of this study indicate that the FPTP
training program has been successfully implemented, with the fulfillment of the
practical gender needs and strategic gender needs of men participants and women.
However, this program has not been fully gender equality, because there are still
gaps ingaining access to the women participants than men.
Keywords: success, gender analysis, gender practical needs, strategic gender
needs.

v


ANALISIS GENDER TERHADAP KEBERHASILAN
PROGRAM DIKLAT FPTP PUSBINDIKLAT LIPI

RESTY NUR OCTAVIANA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

vi

Judul Skripsi : Analisis Gender terhadap Keberhasilan Program Diklat FPTP
Pusbindiklat LIPI

: Resty Nur Octaviana
Nama
: 134090039
NIM

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Aida Vitayala S. Hubeis
Pembimbing

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS
Ketua Departemen

Taogga\ Lulus:

2 3 t,LlG 2013

vii

Judul Skripsi : Analisis Gender terhadap Keberhasilan Program Diklat FPTP

Pusbindiklat LIPI
Nama
: Resty Nur Octaviana
NIM
: I34090039

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Aida Vitayala S. Hubeis
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

viii


PRAKATA
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT. yang telah mencurahkan
Rahmat dan Hidayah-Nya yang tak ternilai sehingga Penulis dapat menyelesaikan
Skripsi berjudul “Analisis Gender terhadap Keberhasilan Program Diklat FPTP
Pusbindiklat LIPI”. Penulisan skripsi ini disusun dalam rangka untuk memenuhi
syarat memeroleh gelar sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat di
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Aida
Vitayala Sjafri Hubeis selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu
dan pikiran dalam memberikan saran dan masukkan selama proses penulisan
hingga tahap penyelesaikan skripsi ini. Serta seluruh dosen pengajar bidang studi
Gender yang telah membantu memberikan masukan pada Penulis terhadap skripsi
ini. Ibunda Nina Kurniasih dan Ayahanda Ismail selaku orang tua tercinta serta
Rizky Zulfikar selaku kakak yang telah memberikan doa dan dukungan kepada
Penulis. Didik Tryascipta yang selalu memberikan dukungan penuh terhadap
Penulis, memberikan motivasi, kritik, dan saran untuk kebaikan Penulis
kedepannya. Teman-teman Penulis yaitu Selvi Anggraini, Nindya Ayu Wradsari,
Intan Endawaty, Wahyuni Latifah Sari, Relita Resa, Siti Chairunnisa, Sri
Wahyuni, Adi Pamungkas, M. Rangga Husein, Jajang Somantri dan teman-teman

lainnya yang tidak bisa Penulis cantumkan satu-persatu yang selalu memberikan
semangat dan dukungan dalam proses penulisan laporan ini. Tidak lupa juga
Penulis mengucapkan terimakasih kepada teman-teman sesama keluarga besar
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkatan 45, 46, dan 47 yang
memberikan segala bentuk semangat yang positif serta masukan bagi Penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

Resty Nur Octaviana

ix

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Diklat
Definisi Gender
Keadilan dan Kesetaraan Gender
Pembagian Kerja (Peran) Gender
Gender dalam Pembangunan
Isu Ketimpangan Gender dalam Pekerjaan
Analisis Gender dalam Program Diklat
Pusat Pembinaan Diklat (Pusbindiklat) Peneliti LIPI
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Definisi Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pemilihan Informan dan Responden

Teknik Pengolahan dan Analisis Data
GAMBARAN UMUM PROFIL ORGANISASI
Visi dan Misi Organisasi
Struktur Organisasi Pusbindiklat LIPI
Program dan Fasilitas
Program Jangka Panjang
Program Tahunan
Sarana dan Prasarana
Syarat Keikutsertaan Peserta Diklat FPTP
Materi Utama Diklat
KARAKTERISTIK PESERTA DIKLAT FPTP
Umur
Status Pernikahan
Lama Bekerja
Tingkat Pendapatan
Tingkat Pendidikan

1
1
3

4
4
7
7
8
9
10
11
13
14
16
17
19
19
23
23
23
24
24
27
28
29
30
30
30
30
31
31
33
33
34
35
36
37

x

ANALISIS GENDER TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM DIKLAT
FPTP
Akses Peserta terhadap Sumberdaya Diklat FPTP
Kontrol Peserta terhadap Sumberdaya Diklat FPTP
ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN
KESETARAAN GENDER TERHADAP SUMBERDAYA DIKLAT FPTP
Hubungan Umur dengan Akses terhadap Sumberdaya Diklat FPTP
Hubungan Umur dengan Kontrol terhadap Sumberdaya Diklat FPTP
Hubungan Status Pernikahan dengan Akses terhadap Sumberdaya Diklat
FPTP
Hubungan Status Pernikahan dengan Kontrol terhadap Sumberdaya Diklat
FPTP
Hubungan Lama Bekerja dengan Akses terhadap Sumberdaya Diklat FPTP
Hubungan Lama Bekerja dengan Kontrol terhadap Sumberdaya Diklat
FPTP
Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Akses terhadap Sumberdaya Diklat
FPTP
Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Kontrol terhadap Sumberdaya
Diklat FPTP
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Akses terhadap Sumberdaya Diklat
FPTP
Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Kontrol terhadap Sumberdaya
Diklat FPTP
KEBERHASILAN PROGRAM DIKLAT FUNGSIONJAL PENELITI
TINGKAT PERTAMA
Pemenuhan Kebutuhan Praktis Peserta terhadap Sumberdaya Diklat FPTP
Pemenuhan Kebutuhan Strtegis Peserta terhadap Sumberdaya Diklat FPTP
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

39
39
42
45
46
47
47
49
49
51
51
53
53
54
57
57
58
61
61
62
63
67
79

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5

Tabel 6
Tabel 7
Tabel 8

Tabel 9

Tabel 10

Tabel 11
Tabel 12
Tabel 13
Tabel 14
Tabel 15
Tabel 16

Tabel 17

Perbedaan Seks dan Gender
Perbedaan laki-laki dan perempuan dari aspek sifat,
fungsi, ruang lingkup, dan tanggungjawab
Klasifikasi Peran Gender
Definisi operasional penelitian analisis gender terhadap
keberhasilan program diklat FPTP Pusbindiklat LIPI
Jumlah dan persentase sebaran responden peserta Diklat
FPTP periode tahun 2012 menurut golongan umur dan
jenis kelamin
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut status
pernikahan dan jenis kelamin peserta Diklat FPTP, 2013
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut lama
bekerja dan jenis kelamin peserta Diklat FPTP, 2013
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut
tingkat pendapatan dan jenis kelamin peserta Diklat
FPTP, 2013
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut
tingkat pendidikan dan jenis kelamin peserta Diklat
FPTP, 2013
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut akses
terhadap sumberdaya Diklat FPTP dan jenis kelamin,
2013
Rangkuman nilai koefisien korelasi dan signifikansi
karakteristik individu dengan tingkat akses, 2013
Rangkuman nilai koefisien korelasi dan signifikansi
karakteristik individu dengan tingkat kontrol, 2013
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut
kontrol terhadap Diklat FPTP dan jenis kelamin, 2013
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut umur
dan akses terhadap sumberdaya Diklat FPTP, 2013
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut umur
dan kontrol terhadap sumberdaya Diklat FPTP, 2013
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut status
pernikahan dan akses terhadap sumberdaya Diklat FPTP,
2013
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut status
pernikahan dan kontrol terhadap sumberdaya Diklat
FPTP, 2013

8
8
11
19

33
34
35

36

37

39
42
45
45
46
47

48

49

xii

Tabel 18

Tabel 19

Tabel 20

Tabel 21

Tabel 22

Tabel 23

Tabel 24

Tabel 25

Jumlah dan persentase sebaran responden menurut lama
bekerja dan akses terhadap sumberdaya Diklat FPTP,
2013
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut lama
bekerja dan kontrol terhadap sumberdaya Diklat FPTP,
2013
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut
tingkat pendapatan dan akses terhadap sumberdaya
Diklat FPTP, 2013
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut
tingkat pendapatan dan kontrol terhadap sumberdaya
Diklat FPTP, 2013
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut
tingkat pendidikan dan akses terhadap sumberdaya Diklat
FPTP, 2013
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut
tingkat pendidikan dan kontrol terhadap sumberdaya
Diklat FPTP, 2013
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut
kebutuhan praktis yang dirasakan terhadap Diklat FPTP
dan jenis kelamin, 2013
Jumlah dan persentase sebaran responden menurut
kebutuhan strategis yang dirasakan terhadap Diklat FPTP
dan jenis kelamin, 2013

50

51

52

53

54

55

57

58

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1
Gambar 2

Kerangka Pemikiran Analisis Gender Terhadap
Keberhasilan Program Diklat FPTP
Struktur Organisasi Pusbindiklat Peneliti LIPI

18
29

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 3
Lampiran 4

Peta Pusbindiklat LIPI Kompleks Science Center
Cibinong
Hasil Uji Korelasi dan Signifikansi Peserta Perempuan
Hasil Uji Korelasi dan Signifikansi Peserta Laki-laki
Kerangka Sampling dan Sampel Penelitian Peserta
Perempuan
Kerangka Sampling dan Sampel Penelitian Peserta
Laki-laki
Daftar Jadwal Penelitian Tahun 2012

67
68
71
75
77
79

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan bangsa yang memiliki wilayah yang cukup besar dan
berbentuk kepulauan. Hal ini akan berbanding lurus dengan jumlah penduduk
yang menempati berbagai daerah di Indonesia. Harapan agar tercapainya kesatuan
dan persatuan bangsa tetap terjaga, maka para pendiri negara berusaha untuk
membuat peraturan dan kebijakan yang mengatur kehidupan rakyatnya. Fakta
bahwa komposisi rakyat Indonesia terdiri dari jenis kelamin laki-laki dan
perempuan, maka para pendiri negara pun membuat suatu kebijakan yang dapat
mendukung hak dan kewajiban masing-masing sebagai warga negara dengan
tidak mendiskriminasikan salah satu pihak. Sesuai yang tercantum pada
penyusunan UUD 1945, tidak ada satu kata pun yang mengandung unsur
diskriminatif terhadap pihak perempuan ataupun laki-laki. Menurut Kantor
Menteri Negara Peranan Wanita (1998) pada GBHN 1993 pun disebutkan bahwa
perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki dalam
pembangunan. Selain itu, para pengambil keputusan juga telah mengesahkan
konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dalam UU
No. 7 Tahun 1984. Laki-laki dan perempuan mempunyai persamaan kedudukan,
hak, kewajiban, dan kesempatan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat,
dan bernegara maupun dalam kegiatan pembangunan di segala bidang (Kantor
Menteri Negara Peranan Wanita 1998). Kaitannya dengan kedudukan, baik lakilaki maupun perempuan mempunyai kedudukan yang sama, yaitu sebagai subjek
pembangunan. Laki-laki dan perempuan mempunyai peranan yang sama dalam
merencanakan, melaksanakan, memantau, dan menikmati hasil pembangunan.
Hal-hal tersebut merupakan suatu kondisi ideal yang diharapkan oleh
seluruh warga negara, baik laki-laki ataupun perempuan. Akan tetapi, pada
kenyataannya yang terjadi adalah masih banyak praktik diskriminasi terhadap
kaum perempuan di beberapa bidang. Kondisi ini dikarenakan adanya kontruksi
sosial yang terjadi di masyarakat, termasuk nilai-nilai budaya yang masih
dominan. Menurut Omara (2004), budaya patriarki merupakan budaya yang
dibentuk masyarakat hingga menciptakan status dan peranan perempuan berada
pada sektor domestik, sedangkan laki-laki berada pada sektor publik. Perempuan
hanya dianggap sebagai pencari nafkah tambahan (secondnary bradwinner),
sedangkan laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah utama (primary
bradwinner). Adanya budaya patriarki ini, mengakibatkan posisi perempuan
menjadi lebih rendah daripada laki-laki, sehingga akses kaum perempuan terhadap
sumberdaya ekonomi, politik, sosial, budaya menjadi terbatas. Kesenjangan
gender juga dapat terlihat dari jenis usaha yang ditekuni antara laki-laki dan
perempuan. Perempuan lebih banyak terlibat di bidang usaha informal, sedangkan
laki-laki mendominasi usaha di bidang formal. Alasan lebih banyaknya
perempuan yang bekerja di bidang informal terkait dengan karakteristik usaha
informal yang dapat dimulai dan berhenti kapan saja, tidak memerlukan keahlian
tertentu, dan dapat dikombinasikan dengan tugas domestik mereka. Masalahmasalah kesenjangan yang terjadi antara laki-laki dengan perempuan dalam
bidang pembangunan ini dapat diatasi dengan cara membuat suatu perencanaan

2

yang strategis, mulai dari pembuatan kerangka kebijakan pemerintah yang
berkompeten dengan sensitivitas gender sampai dengan membentuk sistem yang
mampu mengakomodasi gender sebagai isu penting dalam formulasi,
implementasi, dan evaluasi kebijakan. Hal-hal demikian dibutuhkan agar
perempuan dan laki-laki mendapatkan porsi yang sama dalam pembangunan.
Warga negara yang memiliki akses terhadap pembangunan maksudnya
yaitu masyarakat yang turut berpartisipasi dalam segala bentuk kegiatan
pembangunan, termasuk salah satunya yaitu dalam hal pekerjaan. Warga negara
yang bekerja baik pada sektor formal maupun informal dapat membantu
perkembangan negara dari segi ekonomi. Selain itu, dengan bekerja juga dapat
membantu memperbaiki taraf hidup tiap anggota masyarakat. Bidang pekerjaan
pada sektor formal mempunyai kontribusi yang besar terhadap perekonomian
Indonesia. Perihal struktur pendapatan dan peranan sektor formal, khususnya
sektor non pertanian lebih dominan dalam kontribusinya terhadap pendapatan
rumah tangga. Salah satu bidang kerja yang bergerak di sektor formal, yaitu
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) merupakan lembaga pemerintah non kementrian yang
dikoordinasikan oleh Kementrian Negara Riset dan Teknologi. LIPI berwenang
dalam hal memberikan rekomendasi kepada pemerintah Republik Indonesia
tentang penetapan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selayaknya
suatu lembaga pada umumnya tentu memiliki kebijakan, aturan, ataupun program
yang memiliki ciri khas masing-masing yang menyangkut pengembangan
sumberdaya tenaga kerjanya. Tanpa kinerja yang baik dari tenaga kerja dalam
suatu lembaga, maka lembaga tersebut tidak akan berjalan dan berkembang sesuai
dengan yang diharapkan. Sumberdaya manusia memiliki faktor kendali yang
dapat menentukan keberlangsungan sebuah perusahaan (Engel 2001 dalam
Mursidi 2009). Oleh karena itu, faktor sumberdaya manusia dalam hal kualitasnya
dapat menentukan kualitas suatu bidang kerja yang selanjutnya akan berpengaruh
juga pada masing-masing individu.
Tenaga kerja, baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan
memiliki potensi yang sama dalam mengembangkan dan melaksanakan tugasnya
sebagai pegawai/karyawan. Kewajiban bagi suatu bidang kerja tertentu apabila
menginginkan kualitas dan produktivitas pegawai/karyawannya yang lebih
optimal. Maka dari itu, LIPI memberikan fasilitas berupa Diklat bagi karyawan
untuk meningkatkan kapasitas kinerja mereka sesuai dengan bidangnya masingmasing. Program Diklat yang diselenggarakan oleh LIPI salah satunya, yaitu
Diklat Fungsional Peneliti Tingkat Pertama (FPTP). Program kegiatan ini
dilaksanakan oleh unit kerja eselon II berdasarkan keputusan Kepala LIPI No
3212/M/2004 yang mengambangkan fungsi LIPI sebagai Pembina Peneliti
Nasional dan bertanggung jawab terhadap standar mutu Diklat penelitinya. Baik
standar mutu Diklat Fungsional Peneliti, Diklat Teknis Pendukung, maupun
standar mutu terhadap pembinaan jabatan peneliti beserta pelayanannya. Peran
Diklat sangat besar untuk membekali karyawan agar lebih kreatif dalam mencapai
tujuan lembaga secara efektif dan efisien. Menurut Hubeis (2010) karyawan yang
kreatif dan inovatif merupakan investasi yang sangat menguntungkan sekaligus
sebagai modal dasar yang harus diperhitungkan. Peningkatan produktivitas tenaga
kerja karyawan ini merupakan sebagai salah satu tolak ukur kemajuan
pembangunan ekonomi yang dicirikan oleh peningkatan proporsi penduduk yang

3

bekerja sebagai pekerja profesional dan kepemimpinan, pejabat, pelaksana, dan
ketatausahaan. Peningkatan ini diharapkan berkesetaraan gender antara laki-laki
dan perempuan. Tetapi fakta yang terjadi di lapangan dari tahun ke tahun tetap
menunjukkan
bahwa
pekerjaan
yang
membutuhkan
keterampilan,
profesionalisme, dan kepemimpinan masih didominasi oleh laki-laki, sedangkan
perempuan hanya sebagai tenaga usaha jasa.
Melihat dari berbagai isu yang sedang berkembang di masyarakat, isu
gender dalam pemberian fasilitas kerja terhadap pekerja laki-laki dan perempuan
menjadi sorotan yang penting untuk diangkat. Terjadinya kesenjangan gender
pada pekerjaan pun dapat terlihat cukup jelas, dimana biasanya jenis usaha formal
lebih didominasi oleh laki-laki sedangkan jenis usaha informal lebih didominasi
oleh perempuan. Meskipun misalnya perempuan bekerja di pada suatu jenis usaha
milik keluarga, hal tersebut masih dianggap sebagai perpanjangan dari tugas
domestik saja. Kesenjangan gender pada pekerjaan ini masih terlihat pada
beberapa program suatu bidang kerja. Belum setara gender, berarti belum
tercapainya keadilan dalam hal akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat yang
diterima oleh tenaga kerja laki-laki dan perempuan, dimana sebagian besar pihak
perempuan sering berada pada posisi yang tidak lebih diuntungkan daripada lakilaki. Bahkan kemungkinan realitas yang terjadi misalnya yaitu, ketika suatu
lembaga telah membuat kebijakan dan memberikan fasilitas yang sama kepada
laki-laki dan perempuan, namun pada penerimaannya perempuan masih kurang
merasakan manfaat dari kebijakan dan fasilitas tersebut dibandingkan dengan lakilaki. Hal ini dapat disebabkan karena masih resistennya ideologi gender pada
perempuan yang menganggap bahwa perempuan tidak dapat lebih berkembang
dari laki-laki. Maka dari itu, perlu ditinjau kembali praktik-praktik diskriminasi
apa saja yang masih terjadi pada suatu bidang kerjater hadap fasilitas yang
diberikan kepada penerima program yang diduga masih terdapat perbedaan antara
laki-laki dan perempuan atau hal-hal apa saja yang menyebabkan terjadinya
kesenjangan gender pada laki-laki dan perempuan agar dapat diperbaiki sehingga
masing-masing pihak mendapatkan keadilan yang sama rata.
Masalah Penelitian
Gender merupakan konsep yang menjelaskan perbedaan antara laki-laki
dan perempuan berdasarkan pada peran yang dihasilkan dari adanya konstruksi
sosial masyarakat. Gender bukan merupakan perbedaan antara laki-laki dan
perempuan secara biologis. Oleh karena masih banyaknya kesalahpahaman
persepsi mengenai gender ini, maka tidak jarang dijumpai isu gender pada
berbagai bidang kehidupan masyarakat. Budaya patriarki menjadi mendominasi,
dimana perempuan dianggap sebagai kaum yang lemah dan hanya dapat
beraktivitas pada ruang lingkup yang lebih sempit daripada laki-laki. Pada proses
pembangunan suatu bangsa, khususnya negara Indonesia tidak membatasi dan
memberikan kesempatan yang sama, baik laki-laki maupun perempuan untuk
turut serta berkontribusi melaksanakan pembangunan bangsa. Salah satu cara
untuk berkontribusi dalam proses pembangunan, yaitu dengan mengikutsertakan
diri menjadi tenaga kerja pada suatu sarana kerja. Melalui bekerja, masyarakat
dapat mengurangi beban negara dengan meminimalkan jumlah pengangguran.
Agar produktivitas suatu sarana kerja, seperti misalnya suatu lembaga dapat

4

menjadi lebih optimal, maka lembaga tersebut berupaya untuk memberikan
fasilitas kepada pekerja, salah satunya yaitu fasilitas peningkatan mutu dan
kapasitas tenaga kerja melalui program pendidikan dan pelatihan.
Namun, tidak jarang dijumpai isu gender pada bidang pekerjaan. Praktik
diskriminasi masih cukup terasa pada pemberian fasilitas-fasilitas kerja yang
sebagian besar dirasakan oleh kaum perempuan. Selain itu diduga masih
melekatnya ideologi gender pada laki-laki ataupun perempuan yang menyebabkan
adanya ketimpangan gender meskipun suatu lembaga telah memberikan
kesempatan atau peluang yang sama pada pekerja laki-laki maupun perempuan
baik dari segi akses, kontrol, manfaat, dan partisipasi terhadap kebijakan atau
fasilitas suatu program yang diberikan. Program pelatihan dan pendidikan yang
dapat menunjang kapasitas kinerja karyawan untuk menghasilkan kualitas dan
produktivitas kinerja yang lebih tinggi pun menjadi salah satu kegiatan yang
berpeluang terjadinya kesenjangan gender. Maka dari itu, rumusan permasalahan
penelitian ini adalah:
1) Bagaimana karakteristik individu peserta laki-laki dan perempuan (umur,
status pernikahan, lama kerja, tingkat pendapatan, dan tingkat pendidikan)
yang mengikuti program Diklat FPTP LIPI?
2) Bagaimana hubungan karakteristik individu peserta laki-laki dan perempuan
terhadap tingkat kesetaraan gender (tingkat akses dan tingkat kontrol) pada
program Diklat FPTP LIPI?
3) Bagaimana hubungan tingkat kesetaraan gender (tingkat akses dan tingkat
kontrol) pada peserta baik laki-laki dan perempuan terhadap keberhasilan
program Diklat FPTP LIPI?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1) Menganalisis karakteristik individu masing-masing peserta laki-laki dan
perempuan (umur, status pernikahan, lama kerja, tingkat pendapatan, dan
tingkat pendidikan) yang mengikuti program Diklat FPTP LIPI.
2) Menganalisis hubungan karakteristik individu peserta laki-laki dan
perempuan terhadap tingkat kesetaraan gender (tingkat akses dan tingkat
kontrol) pada program Diklat FPTP LIPI.
3) Menganalisis hubungan tingkat kesetaraan gender (tingkat akses dan tingkat
kontrol) laki-laki dan perempuan peserta program Diklat terhadap
keberhasilan program Diklat FPTP LIPI.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan dimanfaatkan oleh berbagai
pihak, diantaranya yaitu:
1) Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
memberikan pengalaman mengenai kegiatan pengembangan kapasitas kinerja
melalui program Diklat yang dianalisis menggunakan teknik analisis gender.
2) Bagi Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan (Pusbindiklat) LIPI
merupakan salah satu unit kerja eselon II LIPI yang membina peneliti
nasional dan bertanggung jawab terhadap standar mutu Diklat penelitinya.

5

Unit kerja LIPI ini memberikan fasilitas terhadap peneliti tingkat pertama.
Maka dari itu, untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas kinerja
karyawan menjadi lebih optimal Pusbindiklat LIPI memberikan fasilitas
berupa program Diklat untuk peneliti, baik laki-laki maupun perempuan
sebagai calon ilmuwan sekaligus Pejabat Fungsional Peneliti di lingkungan
instansi pemerintah. Melalui penelitian ini, diharapkan pihak yang
menyelenggarakan program Diklat dapat memberikan fasilitas yang adil dan
setara berdasarkan kebutuhan praktis gender dan kebutuhan strategis gender
peserta laki-laki dan perempuan.
3) Bagi masyarakat umum, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dan informasi mengenai program Diklat yang dapat
memengaruhi kapasistas serta kualitas karyawan dalam bekerja, serta
mengetahui isu gender yang terdapat dalam segala bidang kehidupan
masyarakat khsusnya pada program Diklat.
4) Para akademisi, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
referensi bagi peneliti lainnya terkait dengan analisis gender pada
penyelenggaraan program untuk karyawan pada suatu lembaga.

6

7

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian ini, disajikan tinjauan literatur yang berkaitan dengan
beberapa konsep yang dibahas dan digunakan dalam penelitian ini. Tinjauan
literatur tersebut diantaranya yaitu konsep pelatihan dan pendidikan, definisi
gender, teori analisis gender, keadilan dan kesetaraan gender, peran (pembagian
kerja) gender, serta analisis gender pada program pelatihan dan pendidikan.
Diklat
Menurut Nurhalis (2007), pendidikan adalah usaha-usaha untuk membina
kepribadian dan mengambangkan kemampuan manusia yang berlangsung seumur
hidup dengan menggunakan metode teori. Sedangkan pelatihan adalah bagian dari
pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk meningkatkan dan memeroleh
keterampilan dalam waktu yang relatif singkat dengan menggunakan metode
praktek. Pendidikan pengembangan kemampuan dan jati diri peserta didik sebagai
kepribadian yang utuh melalui program pengajaran yang diarahkan melalui
kurikulum program studi. Pendidikan mempunyai tugas mempersiapkan
sumberdaya manusia untuk pembangunan. Pelatihan merupakan suatu pendidikan
jangka pendek bagi karyawan operasional untuk memeroleh keterampilan teknis
operasional secara sistematis.
Setiap karyawan tentu memiliki keinginan untuk dapat mengembangkan
karirnya. Maka dari itu, dibutuhkan sikap mental dari masing-masing individu
karyawan untuk berusaha mencari peluang atau kesempatan untuk terus
memperbaiki mutu kerja. Menurut Simanjuntak (2001) dalam Nurhalis (2007)
meyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat memengaruhi produktivitas kerja
adalah: pendidikan, keterampilan, kedisiplinan, motivasi, sikap dan etika kerja,
gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, jaminan sosial, teknologi, manajemen,
sasaran produksi, dan kesempatan berprestasi.
Menurut Zibans (1997) dalam Mursidi (2009) secara umum tujuan
pelaksanaan pelatihan dan pendidikan adalah memperbaiki efektivitas dan
efesiensi kerja karyawan dalam melaksanakan dan mencapai sasaran programprogram kerja yang telah ditetapkan. Semakin baik program pendidikan dan
pelatihan yang dilakukan oleh pengelola organisasi/perusahaan, maka akan
semakin terampil karyawannya dalam menyelesaikan pekerjaan. Maksud dari
pernyataan tersebut yaitu, kualitas suatu perusahaan baik bersifat profit maupun
nonprofit sangat bergantung pada sumberdaya manusianya. Maka dari itu,
berbagai upaya dilakukan oleh perusahaan untuk mencapai kualitas yang lebih
baik, seperti melalui diadakannya kegiatan Diklat untuk karyawan sesuai dengan
kebutuhan dan bidangnya masing-masing. Pendidikan dan pelatihan yang
disesuaikan dengan kebutuhan, cenderung dilakukan berdasarkan jenis kelamin
perempuan dan laki-laki, yaitu kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis.
Sedangkan pelatihan dan pendidikan yang disesuaikan dengan bidang pekerjaan,
cenderung dilakukan berdasarkan kepentingan-kepentingan yang terkait dengan
bidang atau bagian kerja dari masing-masing karyawan.

8

Definisi Gender
Menurut Hubeis (2010), gender adalah konstruksi sosial yang mengacu
pada perbedaan sifat perempuan dan laki-laki yang tidak didasarkan pada
perbedaan biologis tetapi pada nilai-nilai sosial budaya yang menentukan peranan
perempuan dan lelaki dalam kehidupan perseorangan (pribadi) dan dalam tiap
bidang masyarakat yang menghasilkan peran gender. Dengan kata lain gender
adalah konsep yang merujuk pada suatu sistem peranan dan hubungan antara lakilaki dan perempuan yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, namun
ditentukan oleh lingkungan sosial, budaya, politik, dan ekonomi. Sedangkan seks
menurut BKKBN (2007) adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara
biologis. Seks melekat pada fisik sebagai alat reproduksi. Oleh karena itu, seks
merupakan kodrat atau ketentuan Tuhan sehingga bersifat permanen dan
universal.
Bentukan sosial antara laki-laki dan perempuan antara lain: perempuan
dikenal sebagai makhluk yang lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan,
sedangkan laki-laki dianggap sebagai makhluk yang kuat, rasional, jantan, dan
perkasa. Perbedaan peran dan fungsi gender pada laki-laki maupun perempuan
tidak ditentukan biologis atau kodrati, melainkan dibedakan berdasarkan peran,
fungsi, dan kedudukan masing-masing pada berbagai bidang kehidupan. Berikut
perbedaan yang jelas antara konsep gender dengan seks menurut BKKBN (2007):







Tabel 1 Perbedaan seks dan gender
Gender
Bisa berubah
Dapat dipertukarkan
Tergantung musim
Tergantung budaya masing-masing
Bukan kodrat (buatan masyarakat)







Seks/ Jenis kelamin
Tidak bisa berubah
Tidak dapat dipertukarkan
Berlaku sepanjang masa
Berlaku dimana saja
Kodrat (ciptaan tuhan): perempuan
menstruasi,
hamil,
menyusui,
melahirkan

Menurut BKKBN (2007) laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan
yang dapat dilihat dari aspek sifat, fungsi, ruang lingkup, dan tanggung jawab
seperti yang dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 2






Perbedaan laki-laki dan perempuan dari
lingkup, dan tanggungjawab
Aspek
Laki-laki
Sifat
 Maskulin

Fungsi
 Produksi

Ruang lingkup
 Publik

Tanggung jawab (peran) Pencari nafkah utama 

aspek sifat, fungsi, ruang
Perempuan
Feminin
Reproduksi
Domestik
Pencari nafkah tambahan

9

Keadilan dan Kesetaraan Gender
Setiap aspek kehidupan bermasyarakat yang masih didominasi oleh
budaya patriarki, akan menimbulkan kesenjangan peran antara laki-laki dengan
perempuan. Pemberian hak dan tanggung jawab dari masing-masing sebagai
makhluk sosial pihak masih cukup banyak dijumpai bentuk ketidakadilan dan
ketidaksetaraan, khususnya pada kaum perempuan. Keadilan gender (gender
equity) adalah proses untuk berlaku adil pada perempuan (Hubeis 2010). Instruksi
presiden dalam pedoman PUG dalam Pembangunan Nasional mendefinisikan
kesetaraan gender sebagai kesamaan kondisi bagi perempuan dan laki-laki untuk
memeroleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan
dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial, budaya pertahanan dan
keamanan, serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Keadilan gender
adalah suatu proses untuk menjadi lebih adil terhadap perempuan dan laki-laki.
Konsep Kesetaraan Gender dalam pelaksanaan peraturan kerja perusahaan berarti
kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memeroleh kesempatan
serta hak-haknya sebagai pekerja, agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik
dan meningkatkan produktivitas kerja serta kesamaan dalam menikmati hasilnya
(Hubeis 2010). Wujud Kesetaraan dan Keadilan Gender (Reilly 2005) adalah:
1) Akses, yaitu kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki pada
sumberdaya pembangunan
2) Partisipasi, yaitu perempuan dan laki-laki memilih hak dan kepentingan untuk
terlibat dalam setiap proses pengambilan keputusan
3) Kontrol, yaitu perempuan dan laki-laki memiliki kekuasaan yang sama pada
sumberdaya pembangunan
4) Manfaat, yaitu pembangunan harus mempunyai manfaat yang sama bagi
perempuan dan laki-laki
Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya
diskriminasi antara laki-laki dan perempuan, dengan demikian keduanya
memeroleh akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta
memeroleh manfaat yang setara dan adil dalam pembangunan. Memiliki akses
dan partisispasi berarti laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kepentingan
untuk terlibat dalam setiap proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
kepentingannya. Memiliki kontrol berarti memiliki kewenangan penuh untuk
mengambil keputusan atas penggunaan dari hasil pembangunan dan sumberdaya,
sehingga laki-laki dan perempuan memeroleh manfaat yang sama dari
pembangunan. Manfaat yang diterima atau dirasakan oleh kaum laki-laki dan
perempuan dalam perspektif gender adalah terpenuhinya kebutuhan praktis dan
kebutuhan strategis.
Menurut BKKBN (2007), kebutuhan praktis adalah kebutuhan yang
berhubungan untuk memenuhi kebutuhan praktis agar seseorang dapat
menjalankan fungsi sesuai dengan peran gender masing-masing. Kebutuhan
praktis gender juga merupakan respon untuk lebih mendekatkan pada kebutuhan
yang lebih spesifik. Sedangkan kebutuhan strategis berkaitan dengan pembagian
kerja, kekuasaan, dan kontrol, serta peningkatan posisi perempuan yang
memerlukan waktu lama untuk mewujudkannya. Kebutuhan strategis gender juga
memersoalkan peran subordinat perempuan dan akibatnya terhadap ketidakadilan

10

atau diskriminasi gender. Adapun bentuk-bentuk ketidakadilan gender menurut
Simatauw et al. (2001), yaitu:
1) Marjinalisasi (peminggiran) ekonomi
Lemahnya kesempatan perempuan meliputi akses dan kontrol perempuan
terhadap sumber-sumber ekonomi, seperti tanah, kredit, dan pasar. Perempuan
dipinggirkan dalam berbagai kegiatan yang lebih memerlukan laki-laki.
2) Subordinasi (penomorduaan)
Keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin lebih baik, lebih penting, atau lebih
diutamakan dibandingkan jenis kelamin yang lain. Terdapat batasan-batasan
yang berasal dari kultural, agama, atau kebijakan terhadap perempuan dalam
melakukan sesuatu. Perempuan cenderung tidak memiliki peluang untuk
mengambil keputusan bahkan yang menyangkut dengan dirinya sendiri.
Perempuan diharuskan tunduk terhadap keputusan yang dibuat oleh laki-laki.
Laki-laki sebagai pencari nafkah utama dan perempuan hanya sebagai pencari
nafkah tambahan.
3) Beban kerja berlebih (over burden)
Adanya pembagian peran meliputi produktif, reproduktif, memelihara
masyarakat, dan politik masyarakat. Perempuan biasanya hanya memiliki tiga
peran yaitu produktif, reproduktif, dan memelihara masyarakat. Sedangkan
peran laki-laki hanya dominan pada peran produktif dan politik masyarakat.
4) Cap negatif (Stereotype)
Pelabelan negatif pada salah satu jenis kelamin, dan umumnya perempuan.
Perempuan digambarkan sebagai sosok yang emosional, tidak rasional, lemah,
dan lainnya. Padahal laki-laki juga dapat berperilaku seperti demikian.
Pelabelan negatif dapat melahirkan ketidakadilan yang merugikan dan
berdampak buruk bagi salah satu pihak.
5) Kekerasan (Violence)
Kekerasan terhadap kaum perempuan, baik berupa kekerasan fisik, ataupun
psikologis. Kekerasan terjadi akibat dari adanya konstruksi sosial yang sering
dibudayakan di dalam masyarakat.
Peran (pembagian kerja) Gender
Identitas gender adalah definisi sesorang tentang dirinya, khususnya
tentang dirinya sebagai perempuan atau laki-laki yang merupakan interaksi
kompleks antara kondisi biologisnya sebagai perempuan dan berbagai
karakteristik perilakunya yang ia kembangkan sebagai hasil proses sosialisasinya
(Sadli dan Padmonodewo 1995). Peran merupakan suatu status yang dijalankan
oleh seorang individu yang berada pada suatu kelompok atau situasi sosial
tertentu. Maksud dari peran gender menurut Hubeis (2010):
“Peran gender menampilkan kesepakatan pandangan dalam
masyarakat dan budaya tertentu perihal ketepatan dan kelaziman
bertindak untuk seks tertentu (jenis kelamin tertentu) dan masyarakat
tertentu.”

11

Secara universal peran gender antara laki-laki dan perempuan
diklasifikasikan ke dalam tiga peran pokok, yaitu peran reproduktif (domestik),
peran produktif (publik) dan peran sosial (masyarakat), Hubeis (2010):
1) Peran Reproduktif (domestik)
Merupakan peran yang dilakukan seseorang untuk melakukan kegiatan yang
terkait dengan pemeliharaan sumberdaya insani (SDI) dan tugas
kerumahtanggaan. Tidak jarang kegiatan reproduktif ini tidak dianggap sebagai
suatu pekerjaan yang konkret dan tidak diperhitungkan sebagai pekerjaan
produktif yang menghasilkan pendapatan.
2) Peran Produktif
Merupakan peran yang menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan
jasa perihal kebedaan tanggung jawab antara laki-laki dengan perempuan.
Misalnya laki-laki identik melakukan pekerjaan yang berat dengan
menggunakan bantuan mesin, sedangkan perempuan melakukan pekerjaan
yang ringan.
3) Peran Masyarakat (sosial)
Peran masyarakat terkait dengan kegiatan jasa partisipasi politik. Kegiatan jasa
masyarakat banyak yang bersifat relawan dan biasanya dilakukan oleh
perempuan. Sedangkan kegiatan politik di masyarakat terkait dengan status dan
kekuasaan seseorang, sehingga pada umumnya dilakukan oleh lakilaki.Terdapat klasifikasi tiga peran gender (Hubeis 2010):
Tabel 3 Klasifikasi peran gender
Gender
Reproduktif
Perempuan Peran utama:
1)
Istri, ibu, ibu
rumah
tangga
(keluarga)
2)

Produktif
Acap
diasumsikan
1)
tidak meiliki peran
produktif
Pembantu
(turut)
mencari
nafkah
2)
keluarga
Laki-laki
Bapak
kepala Peran utama:
1.
rumah tangga
Mencari
nafkah
2.
keluarga
3.
4.
Sumber: Hubeis 2010

Sosial
Manajeman, jasa,
penyuluhan terkait
pada aspek peran
reproduktif
Pekerja
tidak
dibayar (informal)
Kepemimpinan
Politik
Ketahanan/ militer
Pekerja dibayar

Gender dalam Pembangunan
Pembangunan merupakan suatu upaya terencana untuk meningkatkan
mutu kehidupan serta kesejahteraan penduduk. Adanya proses pembangunan yang
terjadi, mengakibatkan tekanan terhadap kaum perempuan untuk turut
berkontribusi, termasuk menggeser peranan perempuan dari yang semula di
lingkungan reproduktif ke lingkungan produktif. Namun, masalah pergeseran
peran perempuan ini tidak luput dari masalah bagaimana menjamin perempuan
untuk mendapatkan keuntungan dari proses pembangunan yang sama dengan
keuntungan yang diterima oleh kaum laki-laki (Bemmelem 1995). Kesenjangan
gender dalam pembangunan terlihat dari adanya perbedaan akses antara laki-laki
dan perempuan terhadap sumberdaya. Rendahnya akses perempuan dibandingkan

12

dengan laki-laki menyebabkan produktivitas perempuan cenderung lebih rendah
daripada laki-laki.
Menurut Mosse (1996) beberapa unsur penting dari suatu proses
pembangunan, misalnya:
1) penanggulangan kemiskinan;
2) keterlibatan semua orang secara adil dalam perekonomian;
3) perbaikan kualitas hidup perempuan dan laki-laki berkenaan dengan akses
tehadap barang dan jasa yang esensial, bersama-sama dengan informasi yang
diperlukannya untuk membuat pilihan;
4) penciptaan berbagai macam basis produktif untuk memenuhi kebutuhan
penduduk dan memungkinkan keadaan perekonomian negara berubah dalam
perekonomian internasional;
5) pembentukan kembali pembagian kerja seksual;
6) penciptaan pranata politik yang melindungi dan memungkinkan pelaksanaan
hak asasi warganegara dan sosial (termasuk hak-hak perempuan), dan
menyediakan kondisi-kondisi bagi akses terhadap hak-hak ini dalam cara yang
memungkinkan konflik sosial dipecahkan secara damai; dan
7) pengahargaan terhadap nilai kultural dan aspirasi berbagai kelompok sosial.
Disamping isu-isu ketimpangan gender dalam pembangunan yang terjadi
saat ini, terutama dalam hal pekerjaan, pemerintah pun melakukan upaya dengan
menetapkan peraturan tentang ketenagakerjaan khusus untuk perempuan, salah
satunya yaitu pemerintah telah meratifikasi Covention of Elimination All Forms of
Discrimination Againts Women (CEDAW) menjadi undang-undang No.7/1984
tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan untuk
melindungi perempuan dari berbagai praktik diskriminasi. Pada bagian III Pasal
11 mengenai ketenagakerjaan Ayat 1 mengemukakan tentang hal yang penting
untuk diperhatikan, yaitu untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan di
lapangan pekerjaan guna menjamin hak-hak yang sama atas dasar persamaan
antara laki-laki dan perempuan, dalam hal:
1) Hak untuk bekerja sebagai hak asasi manusia;
2) Hak atas kesempatan kerja yang sama termasuk dalam hal seleksi;
3) Hak memilih profesi dan pekerjaan, mendapat promosi, jaminan pekerjaan,
semua tunjangan, serta fasilitas kerja, pelatihan kejuruan, dan pelatihan ulang;
4) Hak menerima upah yang sama termasuk tunjangan, termasuk persamaan
perlakuan dalam hal penilaian kualitas kerja;
5) Hak atas jaminan sosial, khususnya dalam pensiun, pengangguran, sakit, cacat,
lanjut usia, serta lain-lain, ketidakmampuan untuk bekerja, hak atas masa cuti
yang dibayar; dan
6) Hak atas perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, termasuk usaha
perlindungan terhadap fungsi melanjutkan keturunan.
Peraturan mengenai masa cuti diatur dalam pasal 104 yang berisi mengenai:
1) Pekerja perempuan tidak boleh diwajibkan bekerja pada hari pertama dan
kedua waktu haid;
2) Pekerja perempuan yang masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya
untuk menyusukan bayinya pada jam kerja;

13

3) Pekerja perempuan harus diberi istirahat selama satu bulan sebelum saatnya
menurut perhitungan dokter/ bidan melahirkan anak dan dua bulan sesudah
melahirkan;
4) Pekerja perempuan mengalami gugur kandungan diberi istirahat selama satu
setangah bulan; dan
5) Waktu istirahat sebelum saat pekerja perempuan menurut perhitungan dokter/
bidan melahirkan anak, dapat diperpanjang sampai selama-lamanya tiga bulan,
jika dalam suatu keterangan dokter dinyatakan bahwa dalam hal itu perlu untuk
menjaga kesehatannya.
Isu Ketimpangan Gender dalam Pekerjaan
Praktek manajemen sumberdaya manusia mengalami isu sensitif
berkenaan dengan keanekaragaman pekerja. Isu ini tampak pada perbedaan
individu yang berperan sebagai pekerja, seperti suku, ras, agama, dan jenis
kelamin termasuk di dalamnya adalah peran perempuan yang dapat dikaitkan
dengan isu gender dalam management development. MSDM merupakan
instrumen utama organisasi dalam menggunakan (utilisasi) aset terpenting, yakni
manusia secara efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Melalui kebijakan MSDM, organisasi mampu menyusun program
yang semakin beragam dengan melahirkan serangkaian kegiatan alternatif yang
mengedepankan empati organisasi terhadap kualitas kehidupan kerja (quality of
life). Pegawai tidak hanya mendapat jaminan kesehatan yang diukur semata dari
nilai material berupa gaji yang memadai, namun juga mendapat perlindungan
immaterial berupa keselamatan, keadilan, dan kenyamanan dalam bekerja (Irianto
2007).
Adanya budaya patriarkhi yang masih dominan mengakibatkan terciptanya
pelabelan terhadap kaum perempuan. Anggapan yang menilai bahwa perempuan
pada dasarnya memiliki sifat yang cenderung lemah, lembut, memelihara dan
rajin berakibat bahwa perempuan sangatlah cocok mengerjakan pekerjaan
domestik atau pekerjaan rumah tangga. Apabila perempuan memiliki pekerjaan di
luar pekerjaan rumah tangga, maka ia memikul beban kerja ganda. Bias gender
mengakibatkan beban kerja tersebut seringkali diperkuat dan disebabkan oleh
adanya pandangan atau keyakinan di masyarakat bahwa pekerjaan yang dianggap
masyarakat sebagai jenis “pekerjaan perempuan” seperti semua pekerjaan
domestik, dianggap dan dinilai lebih rendah dibandingkan dengan jenis pekerjaan
yang dianggap sebagai “pekerjaan laki-laki” serta dikategorikan sebagai “bukan
produktif” sehingga tidak diperhitungkan dalam statistik ekonomi negara (Fakih
1999).
Praktik diskriminasi pada berbagai aspek kehidupan sosial masih
seringkali dijumpai, baik terjadi dalam lingkup yang sempit seperti keluarga
hingga lingkup yang lebih luas, yaitu lingkungan masyarakat. Pada lingkungan
masyarakat luas, diskriminasi gender dapat dijumpai dalam kehidupan bekerja.
Berdasarkan teori, hampir seluruh bidang pekerjaan menyatakan bahwa tidak ada
aturan yang jelas mengenai perbedaan gender. Masyarakat, baik laki-laki maupun
perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam upaya meningkatkan
taraf hidup mereka melalui bekerja. Akan tetapi, pada pelaksanaannya di
lapangan, selama budaya patriarki masih mendominasi pola pikir masyarakat,

14

teori mengenai kesetaraan gender yang telah dimasukkan dalam perencanaan
pembangunan tidak akan sesuai dengan kejadian yang sesungguhnya. Budaya
patriarki menggambarkan dominasi laki-laki atas perempuan dan anak di dalam
keluarga dan berlanjut pada dominasi laki-laki dalam semua lingkup
kemasyarakatan lainnya. Pelanggaran di berbagai bentuk ketidakadilan pada
kehidupan sosial cenderung lebih merugikan kaum perempuan daripada laki-laki.
Akibatnya posisi perempuan tersubordinasi sekaligus terlemahkan.
Faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan atau ketidakadilan gender
adalah akibat gender yang telah dikonstruksi secara sosial dan budaya. Menurut
Fakih (1999), ketimpangan atau ketidakadilan gender termanifestasikan ke dalam
beberapa bentuk, salah satunya yaitu marginalisasi. Praktik marginalisasi berarti
peminggiran terhadap kaum perempuan, yang meliputi empat dimensi (Scott
1996):
1) Marginalisation as exclusion from productive employment (sebagai proses
pengucilan), bahwa perempuan dikucilkan dari jenis kerja upahan tertentu;
2) Marginalisation as concentration on the margins of the labor market (sebagai
proses pergeseran perempuan ke pinggiran dari pasar tenaga kerja), dimana
posisi perempuan dalam sektor publik terpinggirkan pada jenis-jenis
pekerjaan yang berupah rendah, kondisi kerja buruk, dan tidak memiliki
kestabilan kerja;
3) Marginalisation as feminisation or segregation (sebagai proses feminisasi
atau segregasi). Feminisasi adalah penggunaan tenaga kerja perempuan untuk
sektor produktif tertentu. Segregasi adalah pemisahan kegiatan-kegiatan
tertentu berdasarkan jenis kelamin; dan
4) Marginalisation as economic inequality (sebagai proses ketimpangan
ekonomi yang makin meningkat) yaitu pelebaran ketimpangan ekonomi
antara laki-laki dan perempuan yang diindikasikan oleh perbedaan upah serta
ketidaksamaan akses keuntungan dan fasilitas kerja, termasuk akses terhadap
program-program pelatihan untuk pengembangan karir.
Analisis Gender Pada Program Diklat
Perbedaan gender yang masih sering terjadi dewasa ini, disebabkan oleh
adanya perbedaan peran antara kaum laki-laki dan perempuan. Maka dari itu,
analisis gender digunakan untuk menggugat struktur ketidakadilan yang
ditimbulkan oleh peran gender atau perbedaan gender tersebut. Teknik analisis
gender merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengamati keragaman
masyarakat yang berimplikasi dengan pembangunan. Teknik analisis gender
difokuskan pada kegiatan sumberdaya yang dimiliki laki-laki maupun perempuan,
melihat perbedaan diantara keduanya dan melihat bagaimana keduanya dapat
saling mengisi satu sama lain. Melalui teknik analisis gender dapat diungkap
bagaimana perbedaan gender menentukan hak, tanggung jawab, dan peluang
masyarakat dalam mengelola sumberdaya (Salamah 2006). Menurut Handayani
dan Sugiarti (2008) teknik analisis gender digunakan sebagai alat untuk
mengetahui secara tepat, lengkap, dan menyeluruh tentang kedudukan pria dan
wanita dalam masyarakat serta peranan mereka masing-masing dalam
pembangunan. Adapun berbagai macam teknik analisis untuk mengungkapkan
hubungan sosial laki-laki dan perempuan, menurut Sugiarti dan Handayani(2008):

15

1)
2)
3)
4)
5)
6)

Teknik Analisis Harvard
Moser
Longwe
Munro
CVA (Capacities and Vulnerabilities Analysis)
Analisis Longframe

Dari berbagai macam teknik analisis gender, untuk mengidentifikasi suatu
program pelatihan dan pendidikan yang sesuai adalah dengan menggunakan
kerangka Harvard dan Moser.
1) Model Harvard digunakan untuk melihat suatu profil gender dari suatu
kelompok sosial dan peran gender dalam proyek pembangunan. Model
Harvard juga dapat digunakan untuk menganalisis situasi sebelum membuat
perencanaan program pembangunan. Model Harvard didasarkan pada
pendekatan efisiensi WID (Woman in Development) yang merupakan
kerangka analisis gender paling awal. Komponen dasar dari model Harvard
yaitu:
a. Pembagian kerja: produktif, reproduktif, dan sosial budaya;
b. Akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat yang diterima; dan
c. Faktor-faktor yang memengaruhi peranan di dalam masyarakat.
Faktor-faktor yang memengaruhi aktivitas, akses, dan kontrol perempuan
atas proyek pembangunan adalah, kondisi ekonomi secara umum (misalnya
kemiskinan, inflasi, distribusi pe