Karakteristik Produksi dan Potensi Pengembangan Kerbau Rawa pada Daerah Basah dan Kering di Kabupaten Bima

KARAKTERISITK PRODUKSI DAN POTENSI PENGEMBANGAN
KERBAU RAWA PADA DAERAH BASAH DAN
KERING DI KABUPATEN BIMA

SEPTIADI YULISMAR

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Produksi
dan Potensi Pengembangan Kerbau Rawa pada Daerah Basah dan Kering di
Kabupaten Bima adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Septiadi Yulismar
NIM D14080029

ABSTRAK
SEPTIADI YULISMAR. Karakteristik Produksi dan Potensi Pengembangan
Kerbau Rawa pada Daerah Basah dan Kering di Kabupaten Bima. Dibimbing oleh
RUDY PRIYANTO dan ASNATH MARIA FUAH.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dan potensi
produksi ternak kerbau rawa di daerah basah dan daerah kering di Kabupaten Bima.
Penelitian ini menggunakan metode survey dan pengamatan langsung ke lokasi
penelitian. Data yang terkumpul baik data primer maupun sekunder dianalisa
secara deskriptif. Ternak kerbau di Kecamatan Belo digembalakan secara semi
intensif, sedangkan kerbau di Kecamatan Wera digembalakan secara ekstensif.
Ternak kerbau di dua kecamatan tersebut memiliki rasio kelamin, umur kawin
pertama, umur beranak pertama, persentase kelahiran, calf crop, tingkat kematian
anak, masa kawin kembali setelah melahirkan, dan selang beranak yaitu 1:3, 3.4
tahun, 4.2 tahun, 91.1%, 76.2%, 12%, 2.4 bulan, 15.9 bulan di Kecamatan Belo

dan 1:3, 3.3 tahun, 4.1 tahun, 84.2%, 70.3%, 17.1%, 2.3 bulan, 14.4 bulan di
Kecamatan Wera. Ternak kerbau di Kecamatan Belo memiliki BCS 2 (35%), BCS
3 (60%), dan BCS 4 (5%), sedangkan di Kecamatan Wera BCS 2 (45%), BCS 3
(50%) dan BCS 4 (5%). Performans ternak kerbau di Kecamatan Belo lebih baik
dibandingkan Wera, namun potensi lahan dan ketersediaan pakan untuk
pengembangan kerbau di Wera masih cukup besar dibandingkan dengan Belo.
Kata kunci : daerah basah, daerah kering, kerbau rawa, performans.

ABSTRACT
SEPTIADI YULISMAR. Production Characteristics and Potential Development of
Swamp Buffalo in Wet and Dry Areas in Bima regency. Supervised by RUDY
PRIYANTO and ASNATH MARIA FUAH.
The purpose of this research was to study the characteristics and potential
production of swamp buffalo in wet and dry areas of Bima regency. The study used
survey and direct observation methods on the targeted areas. The primary and
secondary data were collected and analyzed descriptively. The buffaloes in Belo
district were semi-intensively reared, whereas those in Wera district were
extensively reared. The buffalo in Belo district had sex ratio, age of first mating,
age of first parturition, calving rate, calf crop, calf mortality, periode of first mating
after calving, and calving interval were 1:3, 3.4 years, 4.2 years, 91.1%, 76.2%,

12%, 2.4 months, 15.9 months respectively. Meanwhile, the reproductive
characteristics in Wera district were 1:3, 3.3 years, 4.1 years, 84.2%, 70.3%, 17.1%,
2.3 months 14.4 months respectively. The buffaloes in Belo had BCS 2 (35%),
BCS 3 (60%), and BCS 4 (5%), whereas in Wera have BCS 2 (45%), BCS 3 (50%)
and BCS 4 (5%). In general, the buffaloes In Belo had better performance
compared to that in Wera district. However, the potential land and feed resources
for development of buffalo in Wera district still high compared with Belo district.
Key words: dry area, performance, swamp buffalo, wet area.

KARAKTERISITK PRODUKSI DAN POTENSI PENGEMBANGAN
KERBAU RAWA PADA DAERAH BASAH DAN
KERING DI KABUPATEN BIMA

SEPTIADI YULISMAR
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan


DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Karakteristik Produksi dan Potensi Pengembangan Kerbau Rawa
pada Daerah Basah dan Kering di Kabupaten Bima
Nama
: Septiadi Yulismar
: D14080029
NIM

Disetujui oleh

Dr Ir Rudy Priyanto

Pembimbing I

Tanggal Lulus:


2 1 AUG 2013

Dr Ir Asn 45
70
75
Pendidikan formal
- SD
85
81.82
- SMP
15
18.18
Pekerjaan
- Petani dan peternak
85
90.91
- Petani, peternak dan pedagang
15
9.09

Pengalaman beternak kerbau
- 0-10 tahun
0
0
- 11-20 tahun
15
22.73
- > 20 tahun
85
77.27
Tujuan pemeliharaan kerbau
- Tabungan dan ternak Kerja
100
100
Kepemilikan ternak kerbau
- 1-10 ekor
15
11.36
- 11-20 ekor
70

81.82
- > 20 ekor
15
6.82
Peternak kerbau di Kecamatan Belo dan Wera sudah berusia lanjut, yaitu
70% ke atas berumur lebih dari 45 tahun. Meskipun demikian, umur peternak
tersebut masih dalam kisaran umur produktif, sesuai dengan laporan Lita (2009)
yaitu antara 20-55 tahun.
Sebagian besar peternak di Kecamatan Belo dan Wera memiliki
pendidikan yang rendah yaitu tingkat Sekolah Dasar. Tingkat pendidikan
tergolong rendah, tetapi petani ternak sudah memelihara ternak sejak turun
temurun, sehingga terbiasa dengan sistem pemeliharaan tradisional. Pendidikan
merupakan salah satu unsur penting yang dapat merubah sikap dan perilaku,
meningkatnya dan berkembangnya pola pikir, wawasan serta lebih memudahkan
seseorang menyerap informasi yang sifatnya membawa pembaharuan dan kemajuan
(Kusumah 2008).

7

Alasan peternak memelihara ternak kerbau adalah untuk memenuhi

kebutuhan ekonomi dan sebagai tenaga kerja pertanian. Beternak kerbau
merupakan pekerjaan sambilan, karena mata pencaharian utama adalah bercocok
tanam. Walaupun beternak bukan merupakan prioritas utama, namun lebih dari
70% peternak di Belo dan Wera memiliki pengalaman beternak lebih dari 20
tahun. Hal ini menunjukkan bahwa, ternak kerbau sudah menjadi bagian dari
aktivitas usaha pertanian dan sumber pendapatan tambahan peternak. Beternak
kerbau merupakan usaha yang dilakukan secara turun temurun dan diwariskan ke
generasi berikutnya. Dari aspek sosial budaya beternak kerbau akan berlangsung
secara terus menerus selama ternak kerbau masih dipelihara oleh keluarga
peternak.
Jumlah ternak kerbau yang dipelihara oleh peternak responden di
Kecamatan Belo adalah sebanyak 298 ekor dengan rataan kepemilikan 15 ekor per
peternak. Sebanyak 70% peternak memiliki kerbau dalam skala usaha 11-20 ekor.
Lebih banyak kerbau betina yang dipertahankan untuk tujuan reproduksi
sedangkan kerbau jantan dijual pada umur 4-5 tahun untuk dipotong. Kerbau
betina dijual pada umur afkir yaitu lebih dari 10 tahun. Sementara, kerbau yang
dipelihara oleh 44 orang peternak responden di Wera sebanyak 631 ekor dengan
rataan kepemilikan 14 ekor per peternak. Skala usaha kepemilikan ternak kerbau
di Wera berada dalam kisaran yang sama seperti di Belo yaitu 11-20 ekor namun
dengan persentase yang lebih tinggi yaitu 81.82%. Kerbau jantan di Wera dijual

pada umur 4 tahun untuk dipotong dan betina dijual setelah afkir yaitu lebih dari
10 tahun.
Status kepemilikan ternak kerbau di Kecamatan Belo dan Wera merupakan
ternak kerbau milik sendiri. Beberapa orang peternak responden di Belo dan Wera
menjual betina produktif karena permintaan dari peternak lain maupun tengkulak,
namun betina produktif tidak dijual untuk dipotong melainkan dipelihara kembali
oleh pembeli. Peternak di Belo (45%) dan Wera (34%) mendapatkan bibit atau
bakalan dari hasil warisan, sedangkan 55% peternak di Belo dan 66% peternak di
Wera memperoleh bakalan dengan cara membeli dari peternak lain. Hal ini
menunjukkan bahwa budaya peternak mewariskan ternak kerbau kepada
keturunan di Kecamatan Belo masih lebih sering dilakukan dibandingkan Wera.

Tatalaksana Budidaya Ternak Kerbau
Pemeliharaan Ternak
Perubahan iklim dari musim kering ke musim hujan atau sebaliknya
mempengaruhi perbedaan sistem pemeliharaan ternak kerbau di Kecamatan Belo
dan Wera. Saat musim hujan, ternak kerbau di Kecamatan Belo digembalakan di
areal persawahan. Pada saat musim kering kerbau juga digembalakan namun
dipulangkan sore hari untuk dikandangkan. Sementara itu, sistem pemeliharaan
ternak kerbau di Kecamatan Wera pada saat musim hujan dilepas sepanjang hari

di areal pegunungan dan bukit yang banyak tersedia rumput alam. Saat musim
kering juga hampir sama yaitu tetap digembalakan di pegunungan dan bukit tanpa
dikandangkan kecuali apabila ditemukan ternak kerbau yang sakit atau bunting,
maka kerbau tersebut dikandangan dan diberi pakan tambahan berupa rumput dan
jerami. Bila dilihat dari sistem pemeliharaan di Wera, maka konsumsi pakan

8

ternak akan sangat bergantung pada ketersediaan pakan di padang penggembalaan.
Hal ini mengakibatkan produktivitas ternak kerbau berfluktuasi tergantung musim.
Penggembalaan ternak kerbau saat musim kemarau di Kecamatan Belo
dan Wera dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.

Gambar 2 Penggembalaan kerbau di Belo

Gambar 3 Penggembalaan kerbau di Wera

Kandang yang digunakan oleh peternak di Kecamatan Belo dan Wera
yaitu bangunan kandang yang sangat sederhana (Gambar 4). Umumnya kandang
tidak memiliki atap, lantai beralaskan tanah dan tiang-tiangnya dibuat dari kayu

dan bambu. Jenis kandang yang digunakan adalah kandang koloni. Jauhnya lokasi
penggembalaan di Wera merupakan alasan utama ternak kerbau jarang
dikandangkan saat musim kering walaupun sesekali tetap di kontrol. Berbeda
dengan di Kecamatan Wera, kerbau di Belo dikandangkan malam hari pada saat

9

musim kering karena lokasi penggembalaan yang dekat dengan kandang dan
rumah peternak, sehingga memudahkan peternak mengontrol kerbau mereka.

Gambar 4 Kandang yang terletak di samping rumah peternak

Penanganan Kesehatan
Umumnya jenis penyakit dan gangguan kesehatan ternak kerbau di
Kecamatan Belo yang paling sering terjadi adalah diare, bloat, ngorok, cacingan
dan gatal-gatal. Jenis penyakit yang sering terjadi di Kecamatan Wera adalah
diare, bloat dan cacingan. Ternak kerbau di Wera pernah ada yang terjangkit
Anthrax, penyakit ini ditemukan pada kerbau milik 3 orang peternak responden.
Peternak di Belo segera memanggil petugas kesehatan untuk mengobati penyakit
ternak kerbau mereka dan dilakukan penanganan secara cepat karena jarak yang
dekat dengan poskeswan, sehingga memudahkan peternak melakukan
penanganan. Sebagian peternak di Wera melakukan pengobatan tradisional
terhadap ternak kerbau seperti pengobatan luka lecet dengan menggunakan
kunyit.
Sebagian besar peternak di Wera tidak mengetahui kondisi kesehatan
ternak kerbau mereka, karena kontrol terhadap kerbau di tempat penggembalaan
tidak setiap saat dilakukan. Setelah diketahui bahwa kerbau terjangkit penyakit
baru dilaporkan kepada petugas kesehatan hewan dan penanganan terhadap
penyakit tidak sesegera mungkin dilakukan karena akses yang jauh ke poskeswan.
Petugas Dinas Peternakan melakukan vaksinasi Anthrax secara periodik (6 bulan
sekali) untuk mencegah terjangkitnya penyakit tersebut di Belo dan Wera.
Jenis dan Sistem Pemberian Pakan
Sebanyak 32.46% areal di Kecamatan Belo merupakan areal persawahan
dan 3.26% merupakan padang rumput. Ternak kerbau di Kecamatan Belo
umumnya mengkonsumsi rumput lapang, jerami padi, jerami kacang dan jerami
kedelai. Saat musim hujan, hijauan rumput lapang dan limbah pertanian tersedia
di areal persawahan tanpa harus dicarikan oleh peternak. Pada saat musim
kemarau, peternak yang mencarikan rumput alam, karena pakan yang tersedia di

10

tempat penggembalaan sangat terbatas. Sebanyak 70% responden di Kecamatan
Belo menyatakan bahwa ketersediaan air cukup untuk ternak kerbau mereka,
sisanya sebanyak 30% menyatakan kurang khususnya pada saat musim kering.
Sebanyak 10.74% areal di Wera merupakan padang rumput yang terletak di
sekitar pegunungan dan bukit, ternak kerbau di Wera umumnya mengkonsumsi
rumput lapang yang tersedia di lokasi tersebut. Dengan areal persawahan yang
hanya sedikit yaitu 3.67%, saat musim hujan kerbau mengkonsumsi jerami padi,
jerami jagung, dan jerami kacang dalam jumlah yang terbatas. Sebanyak 61%
responden di Wera menyatakan bahwa ketersediaan air kurang untuk ternak
kerbau khususnya saat musim kering dan sebanyak 39% menyatakan cukup.
Pakan yang tersedia di Kecamatan Belo lebih banyak dan lebih bervariasi
jika dibandingkan dengan Wera. Banyaknya areal persawahan di Belo
berpengaruh terhadap ketersediaan pakan khususnya jerami, sedangkan kerbau di
wera sangat bergantung pada ketersediaan rumput alam. Menurut Suhubdy (2007),
perkembangan populasi dan laju tumbuh kembang ternak kerbau sangatlah
ditentukan oleh ketersediaan dan terpenuhinya sumber pakan serta air minum
yang berkualitas sepanjang tahun.

Produktivitas Ternak Kerbau
Reproduksi Ternak Kerbau
Perbandingan jantan dan betina di Belo dan Wera adalah 1:3, hal ini
menunjukkan bahwa jumlah ternak jantan relatif banyak, sehingga perkawinan
secara alami dapat terjadi kapan saja, bahkan dapat mengakibatkan persaingan
antar pejantan untuk mengawini betina. Kondisi ini juga dapat mengakibatkan
ternak terluka saat terjadi perkelahian antar sesama pejantan. Nisbah jantan :
betina sebesar 1:3 dinilai terlalu tinggi, sementara menurut data dari Deptan
(2008) perbandingan jantan dan betina yang baik sebesar 1:8.
Rata-rata umur kawin pertama ternak kerbau di Kecamatan Belo adalah
3.4 tahun, hampir sama dengan ternak yang dipelihara di Wera yakni sekitar 3.3
tahun. Umur kawin tersebut tergolong tua, diakibatkan oleh nutrisi pakan yang
kurang lengkap dan kerbau betina digunakan untuk membajak sawah sehingga
kemampuan reproduksinya menurun. Konsekuensi dari umur kawin tua adalah
umur beranak pertama yang lama yaitu 4.2 tahun di Kecamatan Belo dan 4.1
tahun di Wera. Rata-rata masa kawin kembali kerbau betina di Kecamatan Belo
setelah melahirkan yaitu 2.4 bulan, hasil ini hampir sama dengan ternak kerbau di
Wera yaitu 2.3 bulan dengan selang beranak masing-masing 15.9 dan 14.4 bulan.
Karakteristik reproduksi ternak kerbau di Kecamatan Belo dan Wera dapat dilihat
pada Tabel 2.

11

Tabel 2 Karakteristik reproduksi ternak kerbau di Kecamatan Belo dan Wera
Sifat Reproduksi
Rasio Jantan : Betina
Umur kawin pertama (tahun)
Umur beranak pertama (tahun)
Persentase kelahiran (%)
Calf crop (%)
Tingkat kematian anak (%)
Masa kawin kembali setelah melahirkan (bulan)
Selang beranak (bulan)

Hasil
Belo
1:3
3.4
4.2
91.1
76.2
12
2.4
15.9

Wera
1:3
3.3
4.1
84.2
70.3
17.1
2.3
14.4

Persentase jumlah anak yang hidup saat lepas sapih atau calf crop di
Kecamatan Belo yaitu sebesar 76.2%, sedangkan di Wera sebesar 70.3%. Calf
crop yang lebih tinggi di Kecamatan Belo dipengaruhi oleh persentase kelahiran
yang tinggi dan tingkat kematian anak kerbau yang rendah yaitu masing-masing
91.1% dan 12%, sedangkan di Kecamatan Wera yaitu 84.2% dan 17.1%.
Persentase kelahiran yang tinggi di Belo dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu; keberhasilan perkawinan antara jantan dan betina, kuantitas dan kualitas
pakan, tersedianya pejantan unggul dan akibat campur tangan peternak dalam
proses kelahiran ternak kerbau. Kelahiran ternak kerbau di Wera banyak terjadi di
lokasi penggembalaan, sehingga jarang ada campur tangan peternak dalam proses
kelahiran tersebut. Tingginya tingkat kematian anak kerbau di Wera diakibatkan
oleh penyakit dan kesalahan penanganan saat dan setelah lahir.
Body Condition Score (BCS)
Hasil evaluasi body condition score menunjukkan bahwa ternak kerbau di
Kecamatan Belo memiliki kondisi tubuh yang lebih baik dibanding Kecamatan
Wera. Ternak kerbau di Kecamatan Belo memiliki BCS 2 (35%), BCS 3 (60%),
dan BCS 4 (5%), sedangkan di Kecamatan Wera BCS 2 (45%), BCS 3 (50%) dan
BCS 4 (5%).
Performans produksi ternak kerbau di Kecamatan Belo secara umum lebih
baik dibandingkan di Wera. Beberapa alasan yang mendasari perbedaan tersebut
diantaranya meliputi:
a. Kecamatan Belo merupakan wilayah pertanian padi dan hortikultura yang
dapat menyediakan limbah seperti jerami padi, jerami kacang, jerami kedelai
dan rerumputan sementara di Wera merupakan wilayah perbukitan dengan
vegetasi utama rerumputan dan beberapa limbah pertanian.
b. Ketersediaaan air di Kecamatan Belo lebih terjamin, sedangkan di Wera
kurang.
c. Penanganan ternak di Belo lebih terkontrol yaitu pada saat penanganan
kesehatan, induk bunting dan beranak, sedangkan penanganan kerbau di Wera
di lepas secara liar dan jarang di kontrol oleh peternak.

12

Berikut adalah gambar ternak kerbau anak, muda dan dewasa di
Kecamatan (a) Belo dan (b) Wera.
(a)

(b)

Gambar 5 Kerbau anak di Kecamatan (a) Belo BCS 3 dan (b) Wera BCS 2

(a)

(b)

Gambar 6 Kerbau muda di Kecamatan (a) Belo BCS 3 dan (b) Wera BCS 2

(a)

(b)

Gambar 7 Kerbau dewasa di Kecamatan (a) Belo BCS 3 dan (b) Wera BCS 3

13

Potensi Pengembangan Ternak Kerbau
Populasi ternak ruminansia (POPRIL), potensi maksimum sumberdaya
lahan (PMSL) dan kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia berdasarkan
sumberdaya lahan (KPPTRSL) di dua lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel
3.
Tabel 3 POPRIL, PMSL dan KPPTRSL di Kecamatan Belo dan Wera
Kecamatan

Uraian
POPRIL (ST)
PMSL (ST)
KPPTRSL (ST)

Belo
8 776.15
3 057.18
-5 718.97

Wera
13 480.33
16 354.10
2 873.77

Populasi ternak ruminansia dan potensi sumberdaya lahan di Kecamatan
Wera lebih tinggi dibandingkan dengan Kecamatan Belo. Hal ini disebabkan
ketersediaan padang rumput yang luas di Kecamatan Wera yaitu 4 997 Ha
(10.74%), sehingga cukup potensial untuk penggembalaan ternak ruminansia.
Dilihat dari daya tampung ternak ruminansia yang masih cukup tinggi, kapasitas
peningkatan populasi ternak kerbau di Kecamatan Wera masih dapat ditingkatkan
lagi. Sementara itu, populasi ternak ruminansia di Kecamatan Belo sudah
melebihi daya tampung. Hal tersebut perlu dicarikan alternatif solusi misalnya
konservasi lahan, budidaya rumput, legum dan intensifikasi penggunaan lahan
untuk tanaman pakan ternak. Minimnya daya tampung lahan untuk ternak
ruminansia di Kecamatan Belo karena sempitnya areal padang rumput yang hanya
seluas 146 Ha (3.26%).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Produktivitas ternak kerbau di Kecamatan Belo lebih baik dibandingkan
Wera berdasarkan hasil evaluasi terhadap karakteristik reproduksi dan kondisi
tubuh. Hal tersebut berkaitan dengan ketersediaan pakan dan air yang cukup, serta
manajemen pemeliharaan yang lebih baik. Namun, daya tampung ternak
ruminansia di Kecamatan Belo sudah tidak mencukupi sehingga upaya
peningkatan populasi perlu mempertimbangkan faktor ketersediaan lahan dan
pakan. Untuk Kecamatan Wera, peningkatan populasi dapat dilakukan dengan
cara memanfaatkan sumberdaya lahan secara optimal.

Saran
Perlu dilakukan upaya pelestarian ternak kerbau di dua kecamatan dengan
mempertimbangkan ketersediaan lahan dan pakan yang cukup.

14

DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bima. 2011. Bima Dalam Angka. Bima
(ID): Badan Pusat Statistik Kabupaten Bima.
[BPTP-NTB] Balai Pengkajian Teknologi Peternakan Nusa Tenggara Barat. 2010.
Petunjuk Praktis Pengukuran Ternak Sapi Potong. Kementrian Pertanian.
Mataram (ID): Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2008. Road Map Perbibitan Ternak. Direktorat
Jendral Peternakan. Jakarta (ID): Direktorat Perbibitan.
[DJPKH] Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Statistik
Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kementrian Pertanian RI, Jakarta (ID):
Karya Cemerlang
[Dirjenak] Direktorat Jendral Peternakan. 1985. Peta Potensi Wilayah
Penyebaran dan Pengembangan Peternakan Ruminansia Sapi dan Kerbau
Potong. Bogor (ID): Kerjasama antara Ditjen. Peternakan dengan Fakultas
Peternakan IPB.
Kusumah M. 2008. Analisis tingkat kepuasan peternak plasma terhadap pola
kemitraan Tunas Mekar Farm di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Lita M. 2009. Produktivitas kerbau rawa di Kecamatan Muara Muntai, Kabupaten
Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Schmidt F H Ferguson, J H A. 1951. Rainfall Types Based on Wet and Dry Period
Ratios for Indonesia with Western New Guinee.Verhandelingen No. 42. P.T.
Djulif. Bogor (ID).
Suhubdy. 2007. Strategi Penyediaan Pakan Untuk Pengembangan Usaha Ternak
Kerbau. Pusat Kajian Sistem Produksi Ternak Gembala dan Padang
Penggembalaan Kawasan Tropis. Universitas Mataram, Mataram (ID).
Wartazoa 17 (1): 1-11.

15

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 21 September 1989 di Bima.
Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara
pasangan Bapak Ir. Edy Sukardi dan Ibu Asni. Pendidikan
dasar penulis diselesaikan pada tahun 2002 di SDN 6 Raba.
Pendidikan Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 2005
di SMPN 1 Kota Bima dan pendidikan Menengah Atas
diselesaikan pada tahun 2008 di SMAN 1 Kota Bima. Tahun
2008 penulis mendapatkan kesempatan untuk menimba ilmu
di Institut Pertanian Bogor dan diterima sebagai mahasiswa
pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI) Institut
Pertanian Bogor.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif di berbagai organisasi
kemahasiswaan antara lain menjadi ketua FKMBB (Forum Komunikasi
Mahasiswa Bima Bogor) serta sebagai ketua umum HMI (Himpunan Mahasiswa
Islam) komisariat Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penulis
juga pernah meraih beasiswa dari PT. Newmont Nusa Tenggara.