Karakteristik Ukuran Tubuh Kerbau Rawa di Kecamatan Cibadak dan Sajira Kabupaten Lebak Provinsi Banten

(1)

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA

DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA

KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN

SKRIPSI SAROJI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(2)

i

RINGKASAN

SAROJI. D14104016. 2008. Karakteristik Ukuran Tubuh Kerbau Rawa Di Kecamatan Cibadak dan Sajira Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si.

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik ukuran tubuh kerbau yang ada di Kecamatan Cibadak dan Sajira Kabupaten Lebak, Provinsi Banten yang dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai Februari 2008. Ternak yang digunakan sebanyak 150 ekor ternak kerbau, yang terdiri dari 78 ekor; 11 ekor kerbau jantan dan 67 ekor kerbau betina yang berasal dari Kecamatan Cibadak dan 72 ekor; 24 ekor kerbau jantan dan 48 ekor kerbau betina yang berasal dari Kecamatan Sajira. Karakteristik yang diamati adalah sifat kuantitatif meliputi sejumlah ukuran-ukuran tubuh yang dianalisis dengan menggunakan uji t. Peubah yang diamati terdiri dari panjang badan, tinggi pundak, dalam dada, lingkar dada, lebar dada, tinggi pinggul dan lebar pinggul. Selanjutnya data yang di standarkan pada umur 2 tahun dilakukan uji T2-Hotteling dan analisis komponen utama.

Hasil uji t menunjukan bahwa, ukuran-ukuran tubuh kerbau rawa antar daerah tidak berbeda. Berdasarkan analisis komponen utama, Penciri ukuran tubuh kerbau jantan maupun betina di Kecamatan Cibadak dan Sajira adalah lingkar dada. Penciri bentuk kerbau jantan di Kecamatan Cibadak adalah lebar pinggul (X7), sedangkan di Sajira adalah panjang badan. Penciri bentuk kerbau betina di Kecamatan Cibadak yaitu lingkar dada, sedangkan di Kecamatan Sajira yaitu tinggi pundak. Ukuran tubuh tersebut dijadikan sebagai penciri ukuran atau penciri bentuk karena memiliki nilai eigen tertinggi dibandingkan nilai eigen ukuran tubuh yang lain pada persamaan ukuran maupun persamaan bentuk, sehingga mempunyai kontribusi yang besar terhadap persamaan ukuran dan bentuk, serta korelasi antara ukuran tubuh yang dijadikan penciri dengan skor ukuran maupun skor bentuk diperoleh cukup tinggi.

Pada ternak jantan, perbedaan skor ukuran antara ternak di Cibadak dan Sajira sangat kecil, namun pada skor bentuk perbedaannya sangat besar, yaitu skor bentuk Kecamatan Sajira lebih tinggi daripada Cibadak. Pada ternak betina, ukuran tubuh di Kecamatan Cibadak dan Sajira bisa dibedakan berdasarkan ukuran tubuh dan bentuk tubuh, yaitu ternak di Kecamatan Sajira lebih besar daripada ternak di Kecamatan Cibadak, baik ukuran maupun bentuk. Namun, perbedaan ukuran maupun bentuk tubuh tidak begitu besar. Perbedaan skor ukuran kemungkinan lebih dipengaruhi kondisi pakan dan manjemen yang berbeda antara Kecamatan Cibadak dan Sajira serta tekanan inbreeding yang lebih tinggi di Kecamatan Cibadak yang menyebabkan penurunan penampilan ternak, sedangkan perbedaan bentuk lebih di pengaruhi oleh genetik atau keturunan. Perbedaan karakteristik bentuk tubuh yang tidak begitu besar pada ternak betina mungkin dikarenakan dua kelompok ternak tersebut merupakan jenis kerbau rawa dengan genetik yang sama.


(3)

ii

ABSTRACT

Body Measurement Characteristic of Swamp Buffalo in Cibadak and Sajira Districts, Lebak Banten Province

Saroji., Jakaria. and C. Sumantri.

Buffalo is one an Indonesian local animals which has not been utilized optimally. Buffalo is important as source of draught power, meat, milk, and manure. The aim of this experiment was to collect information about body size and shape score of swamp buffalo between Cibadak and Sajira districs, Banten province during 3 months from Desember 2007 until Februari 2008. This research used 150 swamp buffaloes, consisting on 78 swamp buffaloes from Cibadak district and 72 swamp buffaloes from Sajira district. Parameters observed were body length, shoulder height, chest depth, round chest, chest width, hip height, and hip width. The datas were analyzed by using t test and primary data were standardized to age of two years old, than analized using T2-Hotteling and principal component of analysis. Based on t test, the result indicated that body size of buffalo between Cibadak and Sajira did not differences (p>0,05). The result of T2-Hotteling was the body measurement of swamp buffalo between both places was different very significant, and the result of principal component analysis was size of buffalo characteristic in Cibadak and Sajira are round chest. Shape of male buffalo characteristic Cibadak is hip width, while Sajira is body length. Shape characteristic of female buffalo in Cibadak is chest round, while Sajira is shoulder height.


(4)

iii

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA

DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA

KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN

SAROJI D14104016

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Intitut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKUTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(5)

iv

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA

DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA

KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN

Oleh SAROJI D14104016

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian lisan pada tanggal 5 November 2008

Pembimbing Utama

Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si. NIP. 132 050 623

Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc NIP. 131 624 187

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, M. Sc. Agr. NIP. 131 955 531


(6)

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 3 Desember 1982, anak ketiga dari 5 bersaudara kandung pasangan Bapak Ayub (alm) dan Ibu Muniroh. Lulus pada tahun 1998 dari sekolah dasar Madrasah Ibtidaiyah (MI) Manarul Huda Jakarta dan melanjutkan studi di SLTP Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Cempaka Putih Jakarta pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2001. Pada tahun 2004, tamat dari Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 86 Jakarta dan diterima di Fakultas Peternakan Institut pertanian Bogor (IPB) melalui jalur undangan seleksi mahasiswa IPB (USMI).

Selama duduk di bangku sekolah penulis aktif di kegiatan kesiswaan diantaranya sebagai anggota OSIS SMAN 86 Jakarta, dan menjabat sebagai ketua Departemen Syiar Badan Kerohanian Islam SMAN 86 Jakarta pada tahun 2001-2004. Aktif di kegiatan kemahasiswaan sebagai ketua departemen syiar badan kerohanian islam mahasiswa FAMM al’anam Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.


(7)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis mendapat kemudahan dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini, shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Saw, keluarga, sahabat dan seluruh umat yang meneladaninya.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul “ Karakteristik Ukuran Tubuh Kerbau Rawa di kecamatan Cibadak dan Sajira, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten” di bawah bimbingan Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si. dan Dr. Ir Cece Sumantri, M.Agr.Sc. Penelitian dilaksanakan di peternakan kerbau Bukit Satwa Neglasari di kecamatan Cibadak dan peternakan kerbau milik masyarakat kecamatan Sajira, kabupaten Lebak provinsi Banten. Penelitian ini membahas mengenai ukuran-ukuran tubuh kerbau rawa di kedua tempat tersebut, meliputi ukuran dan bentuk tubuh.

Penulis mengharapkan skripsi ini bermanfaat bagi penulis maupun para pembaca. Penulis menyadari betul bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bogor, Desember 2008


(8)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN... i

ABSTRACT... ii

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Klasifikasi dan Penyebaran Ternak Kerbau... 3

Aspek Produksi dan Reproduksi Ternak Kerbau... 4

Pengaruh Lingkungan ... 6

Keragaman Fenotifik ... 8

Analisis Komponen Utama ... 8

METODE ... 10

Lokasi dan Waktu ... 10

Materi... 10

Ternak... 10

Alat ... 11

Rancangan... 11

Analisis Data... 11

Uji t ... 11

T2-Hotteling ... 11

Analisis Komponen Utama ... 13

Diagram Kerumunan... 13

Korelasi Ukuran dan Bentuk dengan Variabel yang Diamati 13 Prosedur ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

Kondisi Umum Daerah Penelitian ... 16

Letak dan Iklim ... 16

Populasi dan Jenis Ternak di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten 16 Manajemen Pemeliharaan... 17


(9)

viii

Sajira... 19

Karakteristik Ukuran-ukuran Tubuh Ternak Kerbau... 19

Ukuran Tubuh Ternak Kerbau Berdasarkan Kelompok Umur . 19 Ukuran dan Bentuk Tubuh Kerbau Jantan ... 22

Ukuran dan Bentuk Tubuh Kerbau Betina ... 23

KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

Kesimpulan ... 27

Saran ... 27

UCAPAN TERIMAKASIH ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29


(10)

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Populasi Kerbau Berdasarkan Kecamatan Tahun 2004-2007... 7 2. Jumlah dan Sebaran Kerbau Menurut Asal Ternak, Umur dan

Jenis Kelamin ... 10 3. Kriteria Penentuan Umur Kerbau Berdasarkan Pergantian Gigi Seri ... 14 4. Agroekosistem, Luas, dan Populasi Kerbau di kedua wilayah Penelitian 18 5. Rataan Ukuran-ukuran Tubuh Kerbau Jantan di Kecamatan Cibadak

dan Sajira Berdasarkan Kelompok Umur... 20

6. Rataan Ukuran-ukuran Tubuh Kerbau Betina di Kecamatan Cibadak

dan Sajira Berdasarkan Kelompok Umur ... 21 7. Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh Pada Ternak Jantan ... 22 8. Korelasi antara Ukuran atau Bentuk dengan Peubah yang Diamati

Pada Ternak Jantan... 23 9. Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Ternak Betina ... 24 10. Korelasi antara Ukuran atau Bentuk dengan Peubah yang Diamati

pada Ternak Betina... 25


(11)

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA

DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA

KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN

SKRIPSI SAROJI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(12)

i

RINGKASAN

SAROJI. D14104016. 2008. Karakteristik Ukuran Tubuh Kerbau Rawa Di Kecamatan Cibadak dan Sajira Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si.

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik ukuran tubuh kerbau yang ada di Kecamatan Cibadak dan Sajira Kabupaten Lebak, Provinsi Banten yang dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai Februari 2008. Ternak yang digunakan sebanyak 150 ekor ternak kerbau, yang terdiri dari 78 ekor; 11 ekor kerbau jantan dan 67 ekor kerbau betina yang berasal dari Kecamatan Cibadak dan 72 ekor; 24 ekor kerbau jantan dan 48 ekor kerbau betina yang berasal dari Kecamatan Sajira. Karakteristik yang diamati adalah sifat kuantitatif meliputi sejumlah ukuran-ukuran tubuh yang dianalisis dengan menggunakan uji t. Peubah yang diamati terdiri dari panjang badan, tinggi pundak, dalam dada, lingkar dada, lebar dada, tinggi pinggul dan lebar pinggul. Selanjutnya data yang di standarkan pada umur 2 tahun dilakukan uji T2-Hotteling dan analisis komponen utama.

Hasil uji t menunjukan bahwa, ukuran-ukuran tubuh kerbau rawa antar daerah tidak berbeda. Berdasarkan analisis komponen utama, Penciri ukuran tubuh kerbau jantan maupun betina di Kecamatan Cibadak dan Sajira adalah lingkar dada. Penciri bentuk kerbau jantan di Kecamatan Cibadak adalah lebar pinggul (X7), sedangkan di Sajira adalah panjang badan. Penciri bentuk kerbau betina di Kecamatan Cibadak yaitu lingkar dada, sedangkan di Kecamatan Sajira yaitu tinggi pundak. Ukuran tubuh tersebut dijadikan sebagai penciri ukuran atau penciri bentuk karena memiliki nilai eigen tertinggi dibandingkan nilai eigen ukuran tubuh yang lain pada persamaan ukuran maupun persamaan bentuk, sehingga mempunyai kontribusi yang besar terhadap persamaan ukuran dan bentuk, serta korelasi antara ukuran tubuh yang dijadikan penciri dengan skor ukuran maupun skor bentuk diperoleh cukup tinggi.

Pada ternak jantan, perbedaan skor ukuran antara ternak di Cibadak dan Sajira sangat kecil, namun pada skor bentuk perbedaannya sangat besar, yaitu skor bentuk Kecamatan Sajira lebih tinggi daripada Cibadak. Pada ternak betina, ukuran tubuh di Kecamatan Cibadak dan Sajira bisa dibedakan berdasarkan ukuran tubuh dan bentuk tubuh, yaitu ternak di Kecamatan Sajira lebih besar daripada ternak di Kecamatan Cibadak, baik ukuran maupun bentuk. Namun, perbedaan ukuran maupun bentuk tubuh tidak begitu besar. Perbedaan skor ukuran kemungkinan lebih dipengaruhi kondisi pakan dan manjemen yang berbeda antara Kecamatan Cibadak dan Sajira serta tekanan inbreeding yang lebih tinggi di Kecamatan Cibadak yang menyebabkan penurunan penampilan ternak, sedangkan perbedaan bentuk lebih di pengaruhi oleh genetik atau keturunan. Perbedaan karakteristik bentuk tubuh yang tidak begitu besar pada ternak betina mungkin dikarenakan dua kelompok ternak tersebut merupakan jenis kerbau rawa dengan genetik yang sama.


(13)

ii

ABSTRACT

Body Measurement Characteristic of Swamp Buffalo in Cibadak and Sajira Districts, Lebak Banten Province

Saroji., Jakaria. and C. Sumantri.

Buffalo is one an Indonesian local animals which has not been utilized optimally. Buffalo is important as source of draught power, meat, milk, and manure. The aim of this experiment was to collect information about body size and shape score of swamp buffalo between Cibadak and Sajira districs, Banten province during 3 months from Desember 2007 until Februari 2008. This research used 150 swamp buffaloes, consisting on 78 swamp buffaloes from Cibadak district and 72 swamp buffaloes from Sajira district. Parameters observed were body length, shoulder height, chest depth, round chest, chest width, hip height, and hip width. The datas were analyzed by using t test and primary data were standardized to age of two years old, than analized using T2-Hotteling and principal component of analysis. Based on t test, the result indicated that body size of buffalo between Cibadak and Sajira did not differences (p>0,05). The result of T2-Hotteling was the body measurement of swamp buffalo between both places was different very significant, and the result of principal component analysis was size of buffalo characteristic in Cibadak and Sajira are round chest. Shape of male buffalo characteristic Cibadak is hip width, while Sajira is body length. Shape characteristic of female buffalo in Cibadak is chest round, while Sajira is shoulder height.


(14)

iii

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA

DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA

KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN

SAROJI D14104016

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Intitut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKUTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(15)

iv

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA

DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA

KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN

Oleh SAROJI D14104016

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian lisan pada tanggal 5 November 2008

Pembimbing Utama

Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si. NIP. 132 050 623

Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc NIP. 131 624 187

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, M. Sc. Agr. NIP. 131 955 531


(16)

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 3 Desember 1982, anak ketiga dari 5 bersaudara kandung pasangan Bapak Ayub (alm) dan Ibu Muniroh. Lulus pada tahun 1998 dari sekolah dasar Madrasah Ibtidaiyah (MI) Manarul Huda Jakarta dan melanjutkan studi di SLTP Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Cempaka Putih Jakarta pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2001. Pada tahun 2004, tamat dari Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 86 Jakarta dan diterima di Fakultas Peternakan Institut pertanian Bogor (IPB) melalui jalur undangan seleksi mahasiswa IPB (USMI).

Selama duduk di bangku sekolah penulis aktif di kegiatan kesiswaan diantaranya sebagai anggota OSIS SMAN 86 Jakarta, dan menjabat sebagai ketua Departemen Syiar Badan Kerohanian Islam SMAN 86 Jakarta pada tahun 2001-2004. Aktif di kegiatan kemahasiswaan sebagai ketua departemen syiar badan kerohanian islam mahasiswa FAMM al’anam Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.


(17)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis mendapat kemudahan dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini, shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Saw, keluarga, sahabat dan seluruh umat yang meneladaninya.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul “ Karakteristik Ukuran Tubuh Kerbau Rawa di kecamatan Cibadak dan Sajira, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten” di bawah bimbingan Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si. dan Dr. Ir Cece Sumantri, M.Agr.Sc. Penelitian dilaksanakan di peternakan kerbau Bukit Satwa Neglasari di kecamatan Cibadak dan peternakan kerbau milik masyarakat kecamatan Sajira, kabupaten Lebak provinsi Banten. Penelitian ini membahas mengenai ukuran-ukuran tubuh kerbau rawa di kedua tempat tersebut, meliputi ukuran dan bentuk tubuh.

Penulis mengharapkan skripsi ini bermanfaat bagi penulis maupun para pembaca. Penulis menyadari betul bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bogor, Desember 2008


(18)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN... i

ABSTRACT... ii

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Klasifikasi dan Penyebaran Ternak Kerbau... 3

Aspek Produksi dan Reproduksi Ternak Kerbau... 4

Pengaruh Lingkungan ... 6

Keragaman Fenotifik ... 8

Analisis Komponen Utama ... 8

METODE ... 10

Lokasi dan Waktu ... 10

Materi... 10

Ternak... 10

Alat ... 11

Rancangan... 11

Analisis Data... 11

Uji t ... 11

T2-Hotteling ... 11

Analisis Komponen Utama ... 13

Diagram Kerumunan... 13

Korelasi Ukuran dan Bentuk dengan Variabel yang Diamati 13 Prosedur ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

Kondisi Umum Daerah Penelitian ... 16

Letak dan Iklim ... 16

Populasi dan Jenis Ternak di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten 16 Manajemen Pemeliharaan... 17


(19)

viii

Sajira... 19

Karakteristik Ukuran-ukuran Tubuh Ternak Kerbau... 19

Ukuran Tubuh Ternak Kerbau Berdasarkan Kelompok Umur . 19 Ukuran dan Bentuk Tubuh Kerbau Jantan ... 22

Ukuran dan Bentuk Tubuh Kerbau Betina ... 23

KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

Kesimpulan ... 27

Saran ... 27

UCAPAN TERIMAKASIH ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29


(20)

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Populasi Kerbau Berdasarkan Kecamatan Tahun 2004-2007... 7 2. Jumlah dan Sebaran Kerbau Menurut Asal Ternak, Umur dan

Jenis Kelamin ... 10 3. Kriteria Penentuan Umur Kerbau Berdasarkan Pergantian Gigi Seri ... 14 4. Agroekosistem, Luas, dan Populasi Kerbau di kedua wilayah Penelitian 18 5. Rataan Ukuran-ukuran Tubuh Kerbau Jantan di Kecamatan Cibadak

dan Sajira Berdasarkan Kelompok Umur... 20

6. Rataan Ukuran-ukuran Tubuh Kerbau Betina di Kecamatan Cibadak

dan Sajira Berdasarkan Kelompok Umur ... 21 7. Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh Pada Ternak Jantan ... 22 8. Korelasi antara Ukuran atau Bentuk dengan Peubah yang Diamati

Pada Ternak Jantan... 23 9. Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Ternak Betina ... 24 10. Korelasi antara Ukuran atau Bentuk dengan Peubah yang Diamati

pada Ternak Betina... 25


(21)

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Cara Pengukuran Ukuran-ukuran Tubuh ... 15

2. Keadaan dan Bentuk Kandang Kerbau ... 18

3. Diagram Kerumunan Ukuran-ukuran Tubuh Ternak Jantan... 23

4. Diagram Kerumunan Ternak Betina ... 25


(22)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Komponen Utama yang Diturunkan dari Matriks Kovarian

pada Kerbau Jantan di Kecamatan Cibadak ... 32 2. Komponen Utama yang Diturunkan dari Matriks Kovarian

pada Kerbau Jantan di Kecamatan Sajira ... 33 3. Komponen Utama yang Diturunkan dari Matriks Kovarian

pada Kerbau Betina di Kecamatan Cibadak... 34 4. Komponen Utama yang Diturunkan dari Matriks Kovarian

pada Kerbau Betina di Kecamatan Sajira... 35 5. Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh Kerbau Jantan Kecamatan Cibadak .. 36 6. Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh Kerbau Jantan Kecamatan Sajira ... 36 7. Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh Kerbau Betina Kecamatan Cibadak .. 37 8. Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh Kerbau Betina Kecamatan Sajira ... 38 9. Hasil Wawancara kepada Para Peternak di Kecamatan Cibadak

dan Sajira... 39 10. Tata Laksana Perkandangan Ternak Kerbau di Kecamatan

Cibadak dan Sajira ... 39 11. Populasi dan Jenis Ternak di Kabupaten Lebak Tahun 1998-2002... 40 12. Populasi dan Jenis Ternak di Kabupaten Lebak Tahun 2003-2007... 40 13. Dinamika Perkembangan Ternak di Kabupaten Lebak Tahun 2006.... 41 14. Perkembangan Ekonomi di Kabupaten Lebak... 42 15. Jumlah Penduduk Diatas 10 Tahun yang Bekerja pada Tiap

Sektor pada Tahun 2006 ... 42 16. Komposisi Produksi Daging dari Setiap Jenis Ternak... 43 17. Jumlah Ternak Pemerintah yang Disebarkan dari Tahun 2004 sampai

Tahun 2007 ... 44 18. Hasil Uji T2-Hotteling pada Ternak Jantan... 45 19. Hasil Uji T2-Hotteling pada Ternak Betina………... 47


(23)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kerbau (Bubalus bubalis) adalah salah satu ternak ruminansia besar yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang umumnya terdapat atau dapat ditemukan di daerah persawahan (rawa-rawa) dan sungai. Kerbau telah lama berkembang di Indonesia dengan pola pemeliharaan umumnya dilakukan secara ekstensif. Kerbau mengalami proses seleksi alami yang menyebabkan dihasilkan tipe kerbau yang spesifik lokasi. Kerbau merupakan sumber genetik khas dalam perbaikan mutu genetik ternak lokal, sehingga kerbau lokal merupakan plasma nutfah yang dapat dikembangkan untuk perbaikan mutu genetik kerbau di Indonesia.

Kerbau mempunyai keistimewaan tersendiri dibandingkan sapi, karena mampu hidup dalam kawasan yang relatif sulit terutama bila pakan yang tersedia berkualitas sangat rendah. Pada kondisi pakan yang tersedia relatif kurang baik, setidaknya pertumbuhan kerbau dapat menyamai atau justru lebih baik dibandingkan sapi, dan masih dapat berkembang biak dengan baik (Subandriyo et al., 2006). Kerbau dapat berkembang dengan baik dalam rentang kondisi agroekosistem yang sangat luas dari daerah dengan kondisi yang sangat basah sampai dengan kondisi yang kering. Melihat adaptasi kerbau tersebut pengembangan dan penyebaran kerbau dapat dilakukan di banyak daerah di Indonesia dengan memperhatikan jenis kerbau dan daya adaptasi.

Indonesia merupakan negara yang luas dan memiliki penduduk dengan jumlah yang cukup banyak sehingga kebutuhan bahan pangan semakin meningkat. Kerbau merupakan hewan yang memiliki potensi untuk diternakkan sebagai penghasil susu dan daging. Pemanfaatan ternak kerbau masih belum maksimal, walaupun sudah ada upaya di beberapa daerah di Indonesia untuk memaksimalkan pemanfaatannya. Untuk saat ini kerbau lebih dimanfaatkan sebagai sumber protein hewani berupa daging dan sebagai hewan pekerja membajak sawah.

Ternak kerbau yang ada di Indonesia sebagian besar merupakan rumpun kerbau lumpur atau rawa (swamp buffalo) sebanyak 95%, sedangkan sisanya 5% termasuk rumpun kerbau sungai (river buffalo) yang banyak dipelihara di Sumatera Utara. Keduanya dapat dibedakan dengan membandingkan antara lain dari ukuran-ukuran/morfometrik dan morfologi tubuhnya yang termasuk sifat kuantitatif serta


(24)

2

sifat kualitatifnya. Jumlah populasi kerbau di Indonesia mengalami penurunan pada tahun 2002, Populasi kerbau mencapai 2.403.033 ekor menjadi 2.128.491 pada tahun 2005, menurun 11,42% (Ditjen Peternakan, 2006)

Provinsi Banten merupakan daerah potensial untuk pengembangan ternak kerbau karena wilayahnya dekat dengan lahan pertanian, dan bertani masih mendominasi mata pencarian masyarakatnya, perkebunan dan beternak kerbau sudah menjadi budaya masyarakatnya secara turun-temurun. Kerbau di daerah ini dimanfaatkan untuk tenaga kerja, upacara adat, dan penyedia daging. Populasi kerbau di Banten mencapai 163.564 ekor pada tahun 2002 dan 135.040 ekor pada tahun 2005, menurun 17,44% (Ditjen Peternakan, 2006).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan gambaran karakteristik ukuran-ukuran tubuh kerbau rawa dan potensinya yang berkenaan dengan ternak kerbau di Kecamatan Cibadak dan Sajira, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yaitu untuk menentukan kebijakan lebih lanjut pada program pemuliaan ternak kerbau rawa, khususnya di Provinsi Banten.


(25)

3

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Penyebaran Ternak Kerbau

Sudono (1999) menyatakan kerbau adalah hewan ruminansia dari famili

bovidae yang berkaki empat dan memiliki empat puting susu. Kerbau adalah hewan bertulang besar, agak kompak (masif) dengan badan tergantung rendah pada kaki-kaki yang kuat dengan kuku-kuku besar. Kerbau masuk ke dalam Kerajaan:

Animalia, Filum: Chordata, Kelas: Mammalia, Ordo: Ungulata, Famili: Bovidae, Subfamili: Bovinae, Genus: Bubalis. Terdapat dua spesies kerbau yaitu kerbau liar atau African Buffalo (Syncerus) dan kerbau hasil domestikasi yaitu Asian Buffalo

(Bubalus). Kerbau Asia terdiri dari dua subspecies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik (Bubalus bubalis). Kerbau domestik terdiri dari dua tipe yaitu kerbau rawa (swamp buffalo) dan kerbau sungai (river buffalo) (Bhattacharya, 1993). Kerbau rawa merupakan kerbau tipe pedaging sedangkan kerbau sungai adalah kerbau tipe perah (Sudono, 1999).

Di Indonesia kerbau rawa banyak dijumpai di daerah Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jawa Barat, Banten, NTB, dan NTT (Ditjen Peternakan, 2006). Sebagian besar kerbau rawa banyak dijumpai di Cina dan Asia Tenggara (Chantalakhana dan Skunmum, 2002). Kerbau sungai (river buffalo) adalah kerbau yang biasa berkubang pada sungai yang berair jernih. Kerbau sungai umumnya berwarna hitam pekat, di Indonesia banyak dijumpai di Sumatra Utara dan sebagian Jawa Tengah. Kerbau sungai (river buffalo) didapatkan di tanah-tanah kering terutama di India, misalnya Murrah, Surti, Nili/Ravi, Mehsana, Nagpuri, Jafarabadi dan lain-lain. Kerbau sungai terdapat juga di Mesir dan Eropa. Kerbau tipe sungai disebut juga kerbau tipe perah, karena berproduksi susu tinggi bila dibandingkan dengan tipe rawa (Sudono, 1999).

Bhattacharya (1993) Menyatakan semua kerbau domestik diduga berevolusi dari Bubalus arnee, kerbau liar dari India yang masih bisa dijumpai pada hutan-hutan di daerah Assam. Kerbau didomestikasi 4.500 tahun yang lalu di India. dan kerbau rawa didomestikasi sekitar 1.000 tahun yang lalu di Cina. Pergerakan kerbau ke negeri-negeri lain diperkirakan berasal dari kedua sumber ini. Pergerakan kerbau ke negeri mesir terjadi pada tahun 800. Impor kerbau ke negara-negera lain di Asia Tenggara, Asia barat, Eropa, Australia, dan ke Amerika Selatan dilakukan secara


(26)

4

perlahan-lahan dan bertahap. Usaha pemasukan ternak kerbau ke beberapa negara tidak berhasil. Pemasukan kerbau ke negara Afrika Selatan melalui gurun sahara tidak begitu berhasil. Distribusi kerbau nampaknya di daerah-daerah dimana peternakannya tidak berkembang dengan baik dan diorganisasi secara buruk. Kerbau dipelihara dalam jumlah kecil oleh petani miskin. Kerbau dipelihara di daerah ini karena peternak menemukan bahwa untuk di daerah pertanian yang demikian tidak ada ternak domestik yang bisa bertahan hidup dengan baik seperti kerbau dan berguna secara ekonomis.

Kerbau rawa yang telah didomestikasi dimasukkan ke Australia selama pertengahan pertama abad ke-19, tetapi disebabkan oleh kekurangan pengelolaan, sejumlah besar dari kerbau-kerbau impor tersebut menjadi liar, dan dewasa ini terdapat lebih dari 200.000 kerbau liar berkeliaran di Australia bagian utara. Juga di Kalimantan, dimana kerbau rawa kemungkinan dimasukkan antara abad ke-12 dan abad ke-15, sejumlah besar kerbau, meskipun ada yang memilikinya, sekarang berada dalam keadaan semi-liar. Keadaan demikian juga terdapat dalam jumlah besar di Sumatra bagian tenggara.

India mempunyai jumlah kerbau yang terbesar, lebih dari setengah populasi kerbau dunia diikuti oleh Cina, Pakistan,Thailand, Filipina, Nepal, Indonesia, Vietnam, Mesir, Birma, Turki, Srilanka, Irak, dan Iran. Konsentrasi terbesar dari kerbau rawa dijumpai pada negara-negara Asia penghasil padi. Di India dan Pakistan hanya terdapat kerbau tipe sungai. Berdasarkan Penelitian Hidayat (2007) kerbau rawa dijumpai di negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Vietnam, Laos, Kamboja, Thailand dan Filipina. Kerbau tipe sungai berkembang di Eropa, Mesir, Bulgaria, Italia, Afganistan, Pakistan dan India.

Aspek Produksi dan Reproduksi Ternak Kerbau

Berdasarkan bobot secara umum, kerbau domestik memiliki bobot badan sekitar 250-550 kg. Namun secara spesifik setiap daerah memilki bobot badan yang berbeda. Di Thailand bobot badan berkisar 450-550 kg, di Cina 250 kg , Burma 300 kg, Laos 500-600 kg, Sedang di Indonesia bobot badan kerbau berkisar antar 300-400 kg (Sastroamidjojo, 1991). Menurut Bhattacharya (1993) Kerbau rawa yang besar dari Thailand bisa mempunyai berat lebih dari 900 kg dan kerbau sungai yang kecil dari Kalimantan mempunyai berat 370 kg. Bobot badan kerbau murrah jantan


(27)

5

dewasa 450-800 kg dan yang betina 350-700 kg. Tinggi pundak kerbau jantan dewasa 142 cm dan betinanya 133 cm. Kerbau Murrah termasuk kerbau yang paling efisien dalam menghasilkan susu yaitu sebayak 1400-2000 kg per laktasi dalam 9-10 bulan (Sudono, 1999). Kerbau adalah ternak polyestrus dengan tanda-tanda berahi terlihat kurang jelas atau silent heat. Berahi ternak kerbau lebih lama yaitu 12-36 jam dibanding sapi yaitu 12-17 jam. Kerbau jantan dan betina dewasa kelamin pada umur 2,5- 3,0 tahun (Yurleni, 2000). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bhikane dan Kawitkar (2004) di Vietnam, siklus reproduksi kerbau yaitu umur pubertas berkisar 36-42 bulan, siklus birahi 21 hari, lama birahi antara 12-24 jam, waktu ovulasi 10-24 jam setelah akhir birahi, lama kebuntingan 310 hari, selang beranak 12-14 bulan dan musim kawin bulan September Februari (sesuai dengan musim tanam). Estrus lebih banyak terjadi pada malam hari.

Berdasarkan data Dinas Peternakan Kabupaten Lebak (2008) populasi kerbau di Kabupaten Lebak meningkat dari tahun ke tahun dan pada akhir 2007 daging kerbau mensubtitusi daging ternak sebesar 10,81%, persentase terbesar setelah daging ayam sebagai pensuplai daging utama di Kabupaten Lebak. Ternak kerbau secara kultural diminati oleh sebagian besar masyarakat di semua wilayah Kecamatan. Dari aspek ekosistem kerbau nampaknya berkembang lebih baik pada wilayah persawahan. Terdapat dua sentra populasi kerbau yaitu: wilayah selatan yang meliputi Cibeber, Bayah, Cihara, Panggarangan, Malingping, dan Cijaku dengan populasi sebanyak 15.583 ekor atau 28,80% dari total populasi 54.091 ekor pada tahun 2007. Wilayah tengah yang meliputi Sajira, Maja, Cipanas, Muncang dengan populasi sebanyak 13.184 ekor atau 24,37% dari total populasi.

Berdasarkan kepadatan ternak, Kecamatan Warunggunung dan Cibadak merupakan wilayah dengan tingkat kepadatan ternak kerbau yang tertinggi masing-masing 0,74 ekor dan 0,73 ekor per hektar. Sementara pada wilayah sentra populasi hanya memilki kepadatan 0,11 ekor/ha (Kecamatan Cibeber) sampai 0,59 ekor/ha (Kecamatan Rangkasbitung). Sajira merupakan Kecamatan dengan populasi kerbau tinggi, dengan kepadatan yang relatif sedang yaitu 0,03 ekor/ha. Ternak kerbau di Kabupaten Lebak terbanyak pertama di temukan di Kecamatan Cijaku yaitu 4.591 ekor, Kecamatan Sajira berada pada urutan ketiga yaitu 3.580 ekor dan Kecamatan Cibadak berada pada urutan keenam dengan populasi 2.609 ekor pada tahun 2007.


(28)

6

Semua kecamatan di Kabupaten Lebak memiliki populasi ternak kerbau, sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

Salah satu yang menjadi permasalahan peternakan kerbau adalah langkanya pejantan sebagai pemacek, sehingga kerbau betina banyak yang dikawinkan dengan pejantan muda yang masih terdapat hubungan kerabat, seperti yang dinyatakan Triwulaningsih et al. (2004) bahwa permasalahan yang dihadapi di daerah Banten adalah kelangkaan ternak jantan sebagai pemacek, sehingga diperkirakan tekanan

inbreeding sudah tinggi, hal ini dapat dilihat dari populasi ternak dengan warna kulit albino cukup tinggi dan beberapa ekor bertanduk menggantung (defect).

Albino adalah kelainan genetik Albino timbul dari perpaduan gen resesif. Gen albino menyebabkan tubuh tidak dapat membuat pigmen melanin. Sebagian besar bentuk albino adalah hasil dari kelainan biologi dari gen-gen resesif yang diturunkan dari orang tua, walaupun dalam kasus-kasus yang jarang dapat diturunkan dari induk saja. Karena penderita albino tidak mempunyai pigmen melanin (berfungsi melindungi kulit dari radiasi ultraviolet yang datang dari matahari), mereka menderita karena sengatan sinar matahari, yang bukan merupakan masalah bagi orang biasa. Beberapa permasalahan yang dialami gen albino yaitu sensitivitas yang tinggi terhadap sinar matahari yang menyebabkan kanker pada kulit, kelainan pada penglihatan seperti rabun jauh atau rabun dekat (Bakar, 2007).

Pengaruh Lingkungan

Lingkungan yang optimum akan memberikan suasana yang kondusif bagi ternak untuk berproduksi. Suhu lingkungan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dari suhu optimum mengakibatkan ternak stress. Hal ini dapat menurunkan produktivitas ternak kerbau. Suhu 15-25 0C dan kelembaban 60-70 % adalah zona optimum bagi ternak kerbau untuk hidup dan berkembang biak (Yurleni, 2000). Joseph (1996) dalam penelitiannya menyatakan bahwa zona nyaman untuk hidup kerbau adalah 15,5-21 0C dengan curah hujan 500-2000 mm/tahun. Ketinggian tempat berpengaruh secara tidak langsung, yaitu terhadap ketersediaan pakan hijauan dari segi kualitas maupun kuantitas dan pengaruhnya secara langsung yaitu melalui suhu. Suhu lingkungan yang optimal memberi suasana kondusif bagi ternak yang hidup.


(29)

7

Tabel 1.Populasi Kerbau Berdasarkan Kecamatan Tahun 2004-2007 Tahun

No Kecamatan

2004 2005 2006 2007 --- ekor --- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Rangkasbitung Kalang Anyar Cibadak Warunggunung Cikulur Maja Curugbitung Cimarga Muncang Sobang Sajira Cipanas Lebak Gedong Leuwidamar Bojongmanik Cirinten Cileles Gunungkencana Banjarsari Malingping Wanasalam Cijaku Cigemblong Panggarangan Cihara Bayah Cilograng Cibeber 3.050 -1.502 1.293 1.804 4.760 0 2.701 2.828 1.955 3.471 3.068 -1.218 3.507 -1.144 544 806 1.436 686 6.302 -5.362 -1.161 0 2.475 2.997 -1.740 1.837 3.014 3.910 2.904 1.330 529 2.130 3.462 3.097 -1.287 3.658 -1.191 501 806 673 691 6.181 -5.521 -1.287 799 2.483 3.280 - 2.740 1.837 3.034 3.910 2.904 1.330 1.229 2.170 3.462 3.117 - 1.063 3.525 - 1.591 549 806 673 691 6.181 - 5.521 - 1.094 799 1.951 1.743 1.040 2.609 1.940 2.688 3.515 2.604 1.330 2.388 1.778 3.580 3.701 1.341 391 2.387 1.945 2.151 571 806 673 755 4.591 1.396 2.419 1.305 1.704 891 1.849

Total 51.073 52.028 53.457 54.091

Sumber: Dinas Peternakan Kabupaten Lebak, 2008

Keterangan: Tanda (–), wilayah tersebut menjadi bagian wilayah lebak tahun 2007.

Kerbau mempunyai keistimewaan tersendiri dibandingkan sapi, karena mampu hidup dalam kawasan yang relatif sulit terutama bila pakan yang tersedia berkualitas sangat rendah. Pada kondisi pakan yang tersedia relatif kurang baik, setidaknya pertumbuhan kerbau dapat menyamai atau justru lebih baik dibandingkan sapi, dan masih dapat berkembang biak dengan baik (Subandriyo et al., 2006).


(30)

8

Keragaman Fenotifik

Keragaman fenotipik dari individu ternak ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan. Sifat kuantitatif lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan sifat kualitatif lebih banyak dipengaruhi oleh faktor keturunan. Faktor lingkungan tersebut dapat berupa lingkungan internal seperti umur dan jenis kelamin, dan lingkungan eksternal seperti lokasi kerbau berkembang yang berkaitan dengan kondisi pakan, klimat setempat, dan kemungkinan perkawinan silang dalam (inbreeding) (Salamena, 2006). Keragaman fenotipik sifat kuantitatif yang dimiliki setiap individu dikontrol oleh banyak pasangan gen yang bersifat aditif dan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Noor, 2004).

Penanda fenotipik merupakan penanda yang telah banyak digunakan baik dalam program genetika dasar maupun dalam program praktis pemuliaan, karena penanda ini paling mudah untuk diamati dan dibedakan (Sarbaini, 2004). Lebih lanjut dikemukakan bahwa penanda fenotipik merupakan penciri yang ditentukan atas dasar ciri-ciri fenotip yang dapat diamati atau dilihat secara langsung, seperti; ukuran-ukuran permukaan tubuh, bobot badan, warna dan pola warna bulu tubuh, bentuk dan perkembangan tanduk dan sebagainya (Hidayat, 2007).

Analisis Komponen Utama

Analisis Komponen Utama (AKU) bertujuan untuk menerangkan struktur ragam-peragam melalui kombinasi linear dari peubah-peubah. AKU berfungsi untuk mereduksi data dan menginterpretasikannya. AKU menghasilkan sejumlah komponen utama sebanyak peubah yang dianalisis, tetapi sering kali sebagian kecil dari komponen utama yang dihasilkan telah mampu menerangkan sebagian besar keragaman data (Gaspersz, 1992).

Menurut Hayashi et al. (1982), komponen utama dibentuk melalui dua cara. Cara pertama, komponen utama dibentuk dari matriks kovarian variabel-variabel dan cara yang kedua komponen utama dibentuk dari matriks korelasi variabel-variabel. Komponen utama yang dibentuk dari matriks kovarian lebih efektif untuk menjelaskan deferensiasi antar-kelompok ternak dan mampu menerangkan keragaman data yang lebih banyak dibanding komponen utama yang dibentuk dari matriks korelasi. Pada aplikasi morfometrik biasanya hanya digunakan dua buah komponen utama dari beberapa komponen utama yang dihasilkan. Kedua komponen


(31)

9

utama tersebut digunakan karena telah mampu menerangkan sebagian besar keragaman data. Komponen utama pertama, yaitu komponen utama yang mempunyai keragaman total tertinggi yang mewakili vektor ukuran, dan komponen utama kedua, yaitu komponen utama yang memiliki keragaman total terbesar setelah komponen utama pertama yang mewakili vektor bentuk (Hayashi et al., 1982). Menurut Gaspersz (1992), komponen utama pertama dan komponen utama kedua mempunyai korelasi yang tinggi dengan peubah-peubah yang dianalisis. Everitt dan Dunn (1998) menerangkan bahwa pada pengukuran morfologi hewan, hasil AKU lebih ditekankan pada komponen utama kedua sebagai indikasi bentuk tubuh, daripada komponen utama pertama yang mengindikasikan ukuran tubuh.


(32)

10

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai dengan Februari 2008. Pengumpulan sampel kerbau dilakukan di Kecamatan Cibadak dan Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

Materi Ternak

Ternak yang digunakan adalah kerbau rawa (swamp buffalo). Jumlah ternak yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 150 ekor. Adapun komposisi ternak yang digunakan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah dan Sebaran Kerbau Menurut Asal Ternak, Umur dan Jenis Kelamin

Kecamatan Umur

(tahun)

Jenis

Kelamin Cibadak Sajira Jumlah

--- (ekor) --- 0-1 1-2 2-3 3-4 4-5 >5 Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina 4 8 2 2 3 9 1 6 1 14 - 28 11 11 2 4 4 5 3 2 3 12 1 14 15 19 4 6 7 14 4 8 4 26 1 42


(33)

11 Alat

Alat yang digunakan untuk mengukur ukuran-ukuran tubuh kerbau adalah kaliper, pita ukur, tongkat ukur, alat tulis, tabel data digunakan untuk mencatat data saat pengukuran dan komputer.

Rancangan Analisis Data

Untuk mendapatkan rataan dan simpangan baku menggunakan rumus Wolpole (1995), yaitu:

n X X n i i

= = 1 1 ) ( 1 2 − − =

n X X Sb n n i Uji -t

Perbedaan rataan ukuran tubuh antar daerah dianalisis menggunakan uji t dari rumus Wolpole (1995) dengan rumus sebagai berikut:

t =

) 1 ( ) ( ) 1 ( ) ( 2 2 2 2 2 1 1 2 1 1 2 1 − − + − − −

n n X X n n X X X X J J keterangan:

t = nilai t hitung

X1 = rataan sampel pada kelompok pertama, X2 = rataan sampel pada kelompok kedua,

XJ1 = nilai pengamatan ke-J pada kelompok pertama XJ2 = nilai pengamatan ke-J pada kelompok kedua n1 = Jumlah sampel pada kelompok pertama, dan n2 = Jumlah sampel pada kelompok kedua.

T2-Hotelling

Vektor nilai rata-rata dari kedua kelompok ternak domba yang diamati, yang meliputi panjang badan, tinggi pundak, dalam dada, lingkar dada, lebar dada, tinggi piggul, dan lebar pinggul; diuji untuk mengetahui apakah ditemukan perbedaan


(34)

12

diantara kedua kelompok ternak. Pengujian tersebut dilakukan dengan merumuskan hipotesis sebagai berikut:

Ho : U1 = U2 artinya vektor nilai rata-rata dari kelompok ternak pertama sama dengan kelompok ternak kedua.

H1 : U1≠ U2 artinya kedua vektor nilai rata-rata itu berbeda

Gaspersz (1992) menyatakan bahwa pengujian terhadap hipotesis di atas dilakukan dengan menggunakan uji statistik T2-Hotelling. T2-Hotelling dirumuskan sebagai berikut:

( 1 2) 1( 1 2)

2 1

2 1

2 X X S X X

n n

n n

TG

+ = − Selanjutnya 2 2 1 2 1 ) 2 ( 1 T p n n p n n F − + − − + =

Akan berdistribusi F dengan derajat bebas V1 = p dan V2 = n1 + n2 - p – 1

Keterangan: 2

T = nilai statistik T2-Hotelling

F = nilai hitung untuk T2-Hotelling 1

n = jumlah data pengamatan pada kelompok ternak pertama 2

n = jumlah data pengamatan pada kelompok ternak kedua 1

X = vektor nilai rata-rata variabel acak pada kelompok ternak pertama

2

X = vektor nilai rata-rata variabel acak pada kelompok ternak kedua 1

G

S = invers matriks peragam gabungan (invers dari matriks SG) P = Banyaknya variabel ukur

Dua kelompok dinyatakan sama bila T2 ≤ 1 2

2 1

2

1 ; ,

1 ) 2 ( v v F p n n p n n α − − + − + dan

dinyatakan beda bila T2 ≥ ; , .

1 ) 2 ( 2 1 2 1 2

1 F v v

p n n p n n α − − + − +

Bila uji T2-Hotelling

menunjukan hasil nyata (P<0,05), maka pengolahan data pada setiap kelompok ternak dilanjutkan dengan Analisis Komponen Utama (AKU).


(35)

13

Analisis Komponen Utama

Perbedaan ukuran dan bentuk tubuh yang diamati dianalisis berdasarkan Analisis Komponen Utama (AKU). Persamaan ukuran dan bentuk diturunkan dari matriks kovarian. Model matematika yang digunakan untuk analisis ini (Gaspersz, 1992) sebagai berikut:

Yj = a1jX1 + a2jX2 + a3j X3 + ……+a7jX

Keterngan:

Yj = Komponen utama ke-j ( j = 1, 2; 1 = ukuran, 2 = bentuk ) X1,2,3… = Peubah ke 1,2,3….7

a1j,2j,3j,.. = Vektor eigen variable ke-I (1,2,3,….7) dan Komponen utama ke j Pengolahan data dibantu dengan menggunakan perangkat lunak statistika yaitu Minitab versi 14

Diagram Kerumunan. Diagram ukuran dan bentuk diperoleh berdasarkan skor komponen utama pertama dan kedua. Sumbu X disetarakan dengan ukuran berdasarkan skor komponen pertama; Sumbu Y disetarakan dengan bentuk berdasarkan skor komponen kedua.

Korelasi Ukuran dan Bentuk dengan Variabel yang Diamati. Hubungan keeratan (korelasi) antara Yj (1 = ukuran, 2 = bentuk) dan panjang badan (X1), tinggi pundak (X2), dalam dada (X3), lingkar dada (X4), lebar dada (X5), tinggi pinggul (X6), lebar pinggul(X7), di hitung menggunakan rumus Gaspersz (1992) sebagai berikut :

S

i ij J

I

aij

λ

= Γ

Keterangan:

rij = Koefisien korelasi variabel ke-i dan komponen ke-j

aij = Vektor eigen variabel ke-i (1,2,3...7) dengan komponen ke-j (1,2)

λij = Nilai eigen (akar ciri) komponen utama ke-j Si = Simpangan baku variabel ke-i (1,2,3…7)


(36)

14

Vektor dan nilai eigen yang digunakan untuk perhitungan korelasi tersebut berasal dari Analisis Komponen Utama (AKU) yang diturunkan dari matriks kovarian. Sebelum melakukan pengujian dengan Analisis komponen utama dilakukan koreksi data berdasarkan umur untuk menyeragamkan pengaruh umur, sehingga perbandingan ukuran dan bentuk tubuh hanya berdasarkan jenis kelamin kerbau antar daerah. Persamaan koreksi umur yang disarankan adalah :

X Umur 2 tahun

Xi-terkoreksi = x X Pengamatan ke-i X Pengamatan

Berdasarkan rumus tersebut, koreksi umur dilakukan pada umur 2 tahun, baik pada kerbau jantan maupun kerbau betina. Umur kerbau 1 tahun maupun umur 3, 4 dan lebih dari 5 tahun dikoreksi kedalam umur 2 tahun.

Prosedur

Data jumlah populasi kerbau diperoleh melalui sensus oleh Dinas Kabupaten Lebak dan ukuran tubuh ternak kerbau didapat dari pengukuran langsung di Kecamatan Cibadak dan Kecamatan Sajira.

Kerbau yang digunakan untuk analisis morfometrik ukuran-ukuran tubuh adalah sebanyak 78 ekor untuk Kecamatan Cibadak dan 72 ekor untuk Kecamatan Sajira yang dikelompokkan ke dalam lima kelompok umur dan dua jenis kelamin. Penentuan umur kerbau berdasarkan informasi dari peternak dan berdasarkan pergantian gigi seri dengan memperhatikan kriteria seperti yang dinyatakan oleh Lestari (1986) seperti yang terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria Penentuan Umur Kerbau Berdasarkan Pergantian Gigi Seri Gigi seri Umur (tahun)

Belum ada gigi tetap ( I0 ) Sepasang gigi tetap ( I1 ) Dua pasang gigi tetap ( I2 ) Tiga pasang gigi tetap ( I3 ) Empat pasang gigi tetap ( I4 )

1 2 3 4 >5


(37)

15

Bagian-bagian tubuh kerbau yang diukur adalah tinggi pundak, tinggi pinggul, lebar pinggul, panjang badan, lingkar dada, dalam dada, lebar dada. Cara pengukuran ukuran-ukuran tubuh (Gambar 1).

1. Tinggi pundak (cm), jarak tertinggi pundak melalui belakang scapula tegak lurus ke tanah diukur dengan menggunakan tongkat ukur.

2. Tinggi pinggul (cm), jarak tertinggi pinggul secara tegak lurus ke tanah, diukur dengan menggunakan tongkat ukur.

3. Lebar pinggul (cm), jarak lebar antara kedua sendi pinggul, diukur dengan menggunakan pita ukur.

4. Panjang badan (cm), jarak garis lurus dari tepi tulang Processus spinosus sampai dengan tonjolan tulang lapis (Os ischium), diukur menggunakan tongkat ukur. 5. Lingkar dada (cm), diukur melingkar tepat dibelakang scapula, dengan

menggunakan pita ukur.

6. Dalam dada (cm), jarak antara titik tertinggi pundak dan tulang dada, diukur dengan menggunakan tongkat ukur.

7. Lebar dada (cm), jarak antara penonjolan sendi bahu (Os scapula) kiri dan kanan, diukur dengan menggunakan kaliper.

Sumber: Kampas, 2008


(38)

16

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Daerah Penelitian Letak dan Iklim

Kabupaten Lebak dengan luas 304.472 ha (BPS Kabupaten Lebak, 2007) merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Banten yang memiliki peranan penting. Secara Administrasi, Kabupaten Lebak sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tanggerang, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Pandeglang, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Sukabumi, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia. Kondisi Topografi Kabupaten Lebak bervariasi antara dataran sampai pegunungan dengan ketinggian 0-200 m di atas permukaan laut (mdpl) di wilayah pantai selatan, ketinggian 201-500 mdpl di wilayah Lebak tengah, ketinggian 501-1000 mdpl lebih di wilayah Lebak timur dengan puncaknya Gunung Sanggabuana dan Gunung Halimun. Kabupaten Lebak berikim tropis dengan keadaan suhu rata-rata dataran rendah mencapai 27,90C dan di dataran tinggi 250C dengan kisaran suhu udara antara 24,5-29,90C. Rata-rata curah hujan dalam kurun waktu 13 tahun terakhir 3.089 mm/tahun (Dinas Peternakan Kabupaten Lebak, 2008). Perekonomian Kabupaten Lebak di dominasi oleh beberapa sektor mulai dari persentase terbanyak yaitu Pertanian dan Peternakan 38,39%, Perdagangan, Hotel, dan Restoran 22,71%, jasa-jasa 10,82%, sisanya adalah Industri Pengolahan, angkutan dan komunikasi, Bank dan Lembaga keuangan, Bangunan/Konstruksi, Pertambangan dan Penggalian, Listrik, Gas dan Air Minum (Lampiran 14).

Populasi dan Jenis Ternak di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten

Jenis ternak yang dipelihara yaitu kerbau, sapi, domba, kambing, ayam buras, ayam ras, dan itik. Tahun 1998 sampai tahun 2003 populasi kerbau di Kabupaten Lebak mengalami penurunan. Tahun 2004 populasi ternak kerbau meningkat dan pada tahun 2007 populasinya sebanyak 54.091 ekor. Untuk ternak besar populasi ternak kerbau jauh lebih banyak dibandingkan sapi yang hanya mencapai 4.062 ekor pada tahun 2007 (Lampiran 11), dan pada tahun 2004-2007 kontribusi daging kerbau terbesar setelah daging ayam ras dan ayam buras (Lampiran 16). Tahun 2006 tingkat kelahiran ternak kerbau masih lebih tinggi jika dibandingkan kematian dan pemotongan (Lampiran 13). Tahun 2004 sampai tahun 2007 sumbangan pemerintah kepada masyarakat untuk ternak kerbau adalah yang paling sedikit yaitu 21 ekor


(39)

17

diantara ternak-ternak seperti sapi potong 1.408 ekor, kambing 290 ekor, domba 240 ekor (Lampiran 17).

Kecamatan Cibadak dan Sajira adalah dua Kecamatan dari 28 Kecamatan yang ada di Kabupaten Lebak dengan luas masing-masing 4.134 ha dan 11.098 ha. 85% wilayah Cibadak berupa dataran rendah dan sisanya adalah pegunungan, seluas 2.389 ha lahan Cibadak diusahakan untuk lahan pertanian dan wilayah Sajira 87,69% berupa dataran rendah dan sisanya adalah pegunungan, seluas 7.775 ha lahan di Sajira diusahakan untuk pertanian.

Kecamatan Cibadak merupakan Kecamatan dengan kategori populasi kerbau rendah dengan kepadatan yang cukup tinggi yaitu 0,79 ekor/ha. Populasi kerbau di Kecamatan Cibadak sebanyak 2.609 ekor pada tahun 2007. Pada akhir tahun 2007 Sajira merupakan kecamatan di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten dengan populasi ternak kerbau cukup tinggi yaitu 3.580 ekor dengan kepadatan sedang 0,03 ekor/ha dan peranan ternak kerbau lebih dominan dibandingkan di Kecamatan Cibadak. Sentra populasi ternak kerbau tersebut lebih terkait dengan ketersediaan lahan dan perkembangan kerbau sangat ditentukan oleh keberadaan lahan yang dapat dipergunakan sebagai lokasi penggembalaan bersama seperti sawah, lapangan bola, saluran irigasi dan tepi jalan. Pola penggembalaan bersama merupakan pola umum yang berlaku dimana pada pola tersebut peternak disamping tercukupinya pakan hijauan juga mengharapkan adanya aktivitas perkawinan dari pejantan milik peternak lain. Dalam setiap kelompok penggembalaan umumnya hanya terdapat beberapa pejantan dengan perbandingan jantan dan betina 1:8-12 ekor. Ketersediaan lahan penggembalaan di Kecamatan Sajira lebih luas dibandingkan Kecamatan Cibadak. (Dinas Peternakan Kabupaten Lebak, 2008). Hal tersebut terkait dengan perkembangan pembangunan wilayah di Kecamatan Cibadak lebih tinggi daripada Kecamatan Sajira, kondisi ini mendorong beralihnya lahan pertanian dan padang rumput untuk penggembalaan dan pakan kerbau, menjadi bangunan lain di Kecamatan Cibadak. Keadaan wilayah Cibadak dan Sajira dapat dilihat pada Tabel 4.

Manajemen Pemeliharaan Cibadak

Sistem pemeliharaan kerbau umumnya ekstensif, namun terdapat beberapa sistem pemeliharaannya semi intensif seperti peternak kerbau yang ada di lokasi


(40)

18

penelitian. Kelompok peternak kerbau Bukit Satwa Neglasari mengembalakan kerbaunya jam tujuh pagi untuk merumput, kemudian dikandangkan pada jam sepuluh sampai jam dua siang dan dilepas kembali sampai jam lima sore. Pada malam hari, kerbau berada di kandang. Jerami padi dan sisa hasil perkebunan sering diberikan untuk pakan pelengkap. Beberapa peternak mengintegrasikan hasil sawah dan perkebunan untuk ternaknya dan pemanfaatan kotoran kerbau untuk pertanian. Kerbau dipelihara sebagai tabungan dan untuk membajak (Gambar 2).

Tabel 4. Agroekosistem, Luas dan Populasi Kerbau di Kedua Wilayah Penelitian

Kecamatan Kadaan wilayah

Cibadak Sajira

Ketinggian (m dpl) 220 165

Curah hujan (mm/tahun) 1911,4 1992

Temperatur rata-rata 0C 27,18 27

Luas wilayah (ha) 4.134 11.098

Populasi kerbau (ekor) 2.609 3.580

Sumber: Bappeda dan Dinas Peternakan Kabupaten Lebak, 2008

a

b

a b

Gambar 2. Keadaan dan Bentuk Kandang Kerbau Bukit Satwa Neglasari, Kecamatan Cibadak (a) Peternakan Berkelompok, (b) Kandang Koloni.

Kelangkaan ternak jantan di lokasi ini menjadi salah satu permasalahan dan juga diperkirakan adanya tekanan inbreeding cukup tinggi (Hidayat, 2007). Berdasarkan Penelitian Santosa (2007) persentase ternak kerbau albino di Kecamatan


(41)

19

Cibadak lebih tinggi yaitu 57,14% dari Kecamatan Sajira yaitu 14,29%. Yang juga menjadi permasalahan peternak kerbau secara umum yaitu menyempitnya lahan penggembalaan akibat beralihnya lahan pertanian menjadi industri dan pemukiman. Kepadatan ternak yang relatif tinggi dengan pakan yang tidak mencukupi. Bahkan, peternak banyak yang menggembalakan kerbaunya di tengah kota. Selain itu letak Kecamatan Cibadak dekat dengan kota Rangkasbitung yang memang padat

pemukiman dan industri (Dinas Peternakan Kabupaten Lebak, 2008). Sajira

Sajira termasuk Kecamatan dengan populasi kerbau yang tinggi dengan kepadatan ternak yang relatif sedang. Sistem pemeliharaan di Sajira umumnya ekstensif, kerbau dilepas untuk memakan rumput pada jam sembilan dan di kandangkan kembali pada jam enam sore. Lahan penggembalaan yang masih luas dan letak dekat dengan Kecamatan Cipanas yang masih banyak lahan pertanian merupakan sumber pakan yang cukup bagi kerbau. Berdasarkan pengamatan, wilayah Sajira merupakan wilayah dengan sumber pakan ternak yang masih bervariasi sehingga kebutuhan nutrisi ternak kerbau tercukupi (Dinas Peternakan Kabupaten Lebak, 2008). Pakan yang biasa diberikan adalah rumput lapang, hasil hutan, jerami sering diberikan saat musim panen. Kerbau dipelihara untuk dijual, membajak saat musim tanam. Salah satu masalah bagi peternak kerbau di daerah ini adalah mekanisasi pertanian dan traktornisasi, sehingga mengancam penggunaan ternak kerbau dalam pengolahan lahan-lahan pertanian. Peranan ternak kerbau di Kecamatan Sajira sangat dominan dibandingkan di Kecamatan Cibadak.

Karakteristik Ukuran-ukuran Tubuh Ternak Kerbau Ukuran Tubuh Ternak Kerbau Berdasarkan Kelompok Umur

Rataan dan Simpangan baku ukuran-ukuran tubuh kerbau jantan (Tabel 5) dan betina (Tabel 6) yang dikelompokan berdasarkan lokasi dan umur. Hasil uji t rataan ukuran tubuh kerbau umur < 1 tahun antara kerbau di Kecamatan Cibadak dan Sajira tidak berbeda nyata. Begitu juga pada kerbau umur 1-2 tahun dan > 2 tahun tidak menunjukan adanya perbedaan yang signifikan (p>0,05).


(42)

20

Tabel 5. Rataan Ukuran-ukuran Tubuh Kerbau Jantan di Kecamatan Cibadak dan Sajira Berdasarkan Kelompok Umur

Lokasi

Kecamatan Cibadak Kecamatan Sajira Ukuran

Tubuh

(<1 tahun 1-2 tahun >2 tahun) (<1 tahun 1-2 tahun > 2 tahun) --- cm --- Panjang

badan

64,80 ± 19,20

n=4

94,00 ± 12,70 n=2 118,80 ± 5,67 n=5 72,70 ± 12,00 n=11 85,50 ± 16,30 n=2 118,09 ± 8,68 n=11 Tinggi pundak 78,00 ± 16,30 n=4 99,50 ± 9,19 n=2 111,20 ± 5,40 n=5 84,09 ± 7,80 n=11 91,50 ± 17,70 n=2 115,82 ± 5,12 n=11 Dalam dada 34,00 ± 11,60 n=4 52,50 ± 6,36 n=2 60,20 ± 5,93 n=5 41,45 ± 4,78 n=11 47,50 ± 9,19 n=2 61,73 ± 3,80 n=11 Lingkar dada 93,30 ± 29,20 n=4 139,00 ± 17,00 n=2 155,80 ± 11,60 n=5 107,40 ± 14,50 n=11 123,50 ± 30.00 n=2 159,00 ± 6,45 n=11 Lebar dada 22,00 ± 9,56 n=4 29,00 ± 1,41 n=2 33,40 ± 1,67 n=5 25,64 ± 3,64 n=11 28,00 ± 4,24 n=2 35,45 ± 1,69 N=11 Tinggi pinggul 80,30 ± 17,00 n=4 100,00 ± 9,90 n=2 111,00 ± 3,74 n=5 85,00 ± 7,66 n=11 92,50 ± 19,10 n=2 115,18 ± 5,36 n=11 Lebar pinggul 22,00 ± 8,16 n=4 31,00 ± 12,70 n=2 39,40 ± 3,85 n=5 25,09 ± 3,21 n=11 31,00 ± 9,90 n=2 43,55 ± 3,93 n=11

Ternak jantan (Tabel 5) di Kecamatan Cibadak memiliki ukuran-ukuran tubuh yang lebih kecil daripada ternak betinanya (Tabel 6), hal tersebut terjadi kemungkinan karena seleksi negatif, yaitu dilakukannya pemotongan ternak kerbau yang berukuran besar terutama pada jantan. Berbeda dengan Ternak Kerbau di Kecamatan Sajira, ukuran tubuh ternak Jantan di Kecamatan Sajira masih relatif lebih besar dari ternak betinanya, walaupun pada beberapa ukuran tubuh kerbau di Kecamatan Sajira pada betina lebih besar. Dari tabel ukuran tubuh tersebut (tabel 5 dan 6) dapat di simpulkan bahwa seleksi negatif lebih dominan di Kecamatan Cibadak daripada di Kecamatan Sajira.


(43)

21

Tabel 6. Rataan Ukuran-Ukuran Tubuh Kerbau Betina di Kecamatan Cibadak dan Sajira Berdasarkan Kelompok Umur

Lokasi

Kecamatan Cibadak Kecamatan Sajira Ukuran

Tubuh

(<1 tahun 1-2 tahun >2 tahun) (<1 tahun 1-2 tahun > 2 tahun) --- cm --- Panjang

badan

74,00 ± 10,30

n=8

116,00 ± 17,00 n=2 122,30 ± 11,10 n=57 73,90 ± 15,40 n=11 91,00 ± 7,79 n=4 123,50 ± 10,00 n=33 Tinggi pundak 81,00 ± 10,90 n=8 107,50 ± 6,36 n=2 115,09 ± 7,13 n=57 83,10 ± 10,10 n=11 100,75 ± 8,42 n=4 118,30 ± 10,50 n=33 Dalam dada 39,63 ± 7,29 n=8 57,50 ± 6,36 n=2 64,40 ± 5,55 n=57 40,00 ± 5,14 n=11 50,50 ± 4,80 n=4 65,64 ± 3,83 n=33 Lingkar dada 109,00 ± 18,10 n=8 144,50 ± 6,36 n=2 170,30 ± 14,20 n=57 104,40 ± 17,20 n=11 130,00 ± 12.80 n=4 169,10 ± 14,80 n=33 Lebar dada 23,25 ± 4,62 n=8 32,00 ± 0,00 n=2 38,00 ± 10,50 n=57 23,64 ± 5,55 n=11 29,75 ± 2,99 n=4 36,70 ± 3,24 N=33 Tinggi pinggul 83,40 ± 10,30 n=8 111,00 ± 2,83 n=2 114,00 ± 6,80 n=57 84,80 ± 10,40 n=11 101,25 ± 8,46 n=4 116,52 ± 5,18 n=33 Lebar pinggul 24,63 ± 4,84 n=8 39,50 ± 2,12 n=2 45,98 ± 5,47 n=57 23,00 ± 7,78 n=11 33,00 ± 2,94 n=4 46,94 ± 4,52 n=33

T2-Hotteling digunakan untuk mengetahui adanya kesamaan dan perbedaan ukuran-ukuran tubuh diantara dua kelompok ternak. Gaspersz (1992) menyatakan bahwa T2-Hotteling dapat membandingkan ukuran sifat-sifat dua populasi secara bersamaan atau sekaligus.

Hasil uji T2-Hotteling menunjukan adanya perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) ukuran tubuh kerbau rawa antara Kecamatan Cibadak dan Kecamatan Sajira, baik pada jantan maupun betina, Sehingga diperoleh bahwa dua kelompok ternak yaitu Kecamatan Cibadak dan Kecamatan Sajira dapat dijadikan sebagai perlakuan dalam penelitian ini.


(44)

22

Ukuran dan Bentuk Tubuh Kerbau Jantan

Berdasarkan Analisis Komponen Utama (AKU) diperoleh bahwa penciri ukuran pada ternak kerbau yang diamati pada Kecamatan Cibadak maupun di Kecamatan Sajira adalah lingkar dada, dengan vektor eigen tertinggi pada persamaan ukuran. Nilai vektor eigen masing-masing adalah 0,66 dan 0,64 (Tabel 7). Lingkar dada pada penelitian ini dapat dijadikan sebagai penciri dalam menentukan ukuran tubuh pada ternak yang diamati, karena lingkar dada mempunyai kontribusi yang besar terhadap persamaan ukuran tubuh. Korelasi antara lingkar dada dan ukuran tubuh cukup tinggi dan bernilai positif pada Kecamatan Cibadak dan Sajira sama-sama sebesar 0,99 (Tabel 8). Hal tersebut berarti semakin besar lingkar dada ternak kerbau maka skor ukuran tubuhnya juga semakin besar dan sebaliknya (Gambar 3). Berdasarkan Gambar 3, skor ukuran tubuh kerbau antara Kecamatan Cibadak dan Kecamatan Sajira relatif sama. Pada kedua populasi tersebut, ukuran lingkar dada memiliki nilai yang sama.

Penciri bentuk kerbau jantan di Kecamatan Cibadak adalah lebar pinggul dengan vektor eigen 0,91 (Tabel 7) dan korelasi antara lebar pinggul dan bentuk tubuh tertinggi bernilai positif, yaitu 0,38 (Tabel 8). Sedang penciri bentuk di Sajira adalah panjang badan dengan vektor eigen -0,81 (Tabel 7) dan korelasi antara panjang badan dan bentuk tubuh tertinggi bernilai negatif, yaitu -0,29 (Tabel 8). Hal tersebut berarti semakin panjang badan ternak kerbau maka skor bentuk tubuh jadi semakin kecil dan sebaliknya. Tampak bahwa skor bentuk kerbau di Kecamatan Sajira lebih mengarah ke atas (Gambar 3).

Tabel 7. Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Ternak Jantan

Kecamatan Persamaan KT (%) λ

Cibadak

Ukuran tubuh: 0,49X1+0,32X2+0,27X3+0,66X4 +0,14X5+0,31X6+0,19X7

Bentuk tubuh: -0,02X1 +0,07X2-0,20X3-0,28X4 -0,05X5+0,21X6+0,91X7

98,5 0,0

2516,7 18,6

Sajira

Ukuran tubuh: 0,53X1+0,33X2+0,20X3+0,64X4 +0,12X5+0,32X6+0,20X7

Bentuk tubuh: 0,81X1+0,23X2+0,07X3+0,26X4 -0,06X5+0,40X6+0,23X7

92,6 3,7

713,30 28,64 Keterangan: X1=panjang badan, X2= tinggi pundak , X3= dalam dada, X4= lingkar dada, X5= lebar


(45)

23

Pada gambar 3 terlihat skor komponen bentuk ternak di kedua kecamatan sangat terpisah jika dibandingkan kerumunan pada ternak betina.

Gambar 3: Diagram kerumunan ukuran-ukuran tubuh dan bentuk tubuh ternak jantan

Keterangan: (o) Kecamatan Cibadak, (+) Kecamatan Sajira

Tabel 8. Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Tubuh dengan Peubah yang Diamati pada Ternak Jantan

Lokasi

Cibadak Sajira Peubah

Ukuran tubuh Bentuk tubuh Ukuran tubuh Bentuk tubuh panjang badan

tinggi pundak dalam dada lingkar dada lebar dada tinggi pinggul lebar pinggul

0,99 0,99 0,99 0,99 0,91 0,99 0,92

-0,00 0,01 -0,07 -0,04 -0,03 0,06 0,38

0,95 0,97 0,92 0,99 0,90 0,94 0,91

-0,29 0,13 0,06 0,08 -0,08

0,24 0,21

Ukuran dan Bentuk Tubuh Kerbau Betina

Berdasarkan Analisis Komponen Utama (AKU) diperoleh bahwa penciri ukuran pada Kecamatan Cibadak maupun di Kecamatan Sajira adalah lingkar dada.


(46)

24

Nilai vektor eigen lingkar dada yang terdapat pada populasi ternak di Kecamatan Cibadak dan Sajira masing-masing adalah 0,55 dan 0,69 (Tabel 9), dengan korelasi antara lingkar dada dan ukuran tubuh pada Kecamatan Cibadak dan Sajira masing-masing 0,90 dan 0,94 (Tabel 10). Lingkar dada dijadikan penciri ukuran karena memiliki kontribusi terbesar terhadap persamaan ukuran serta korelasi yang cukup tinggi. Lingkar dada pada penelitian ini dapat dijadikan sebagai penciri dalam menentukan ukuran tubuh ternak kerbau betina pada masing-masing Kecamatan. Gambar 4, memperlihatkan bahwa skor ukuran tubuh kerbau di Kecamatan Sajira lebih besar. Populasi ternak kebau di kecamatan Sajira memiliki lingkar dada relatif lebih tinggi daripada Sajira. Pengerumunan data kelompok ternak kerbau di Kecamatan Sajira terkonsentrasi ke sebelah kanan, hal tersebut menunjukkan bahwa kelompok ternak tersebut memiliki skor ukuran relatif lebih tinggi.

Penciri bentuk kerbau betina di Kecamatan Cibadak yaitu lingkar dada dengan vektor eigen tertinggi pada persamaan bentuk, yaitu 0,73 (Tabel 9). korelasi antara lingkar dada dan bentuk tubuh tertinggi bernilai positif, yaitu 0,42 (Tabel 10). Penciri bentuk kerbau di Kecamatan Sajira yaitu tinggi pundak, dengan vektor eigen

0,76 (Tabel 9). korelasi antara tinggi pundak tertinggi bernilai positif, yaitu 0,69 (Tabel 10). Skor ukuran dan skor bentuk di Kecamatan Cibadak tidak jauh berbeda dengan Kecamatan Sajira (Gambar 4).

Tabel 9. Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh Pada Ternak Betina

Kecamatan Persamaan KT (%) λ

Cibadak

Ukuran tubuh: 0,54X1+0,37X2+0,25X3+0,55X4 +0,13X5+0,37X6+0,20X7

Bentuk tubuh: -0,62X1-0,08X2+0,07X3+0,73X4 -0,26X5-0,09X6+0,05X7

77,1

9,7

417,72

52,36

Sajira

Ukuran tubuh: 0,44X1+0,29X2+0,22X3+0,69X4 +0,14X5+0,33X6+0,27X7

Bentuk tubuh: 0,20X1+0,76X2+0,04X3

-0,59X4+0,07X5+0,13X6+0,10X7

79,9

11,9

678,97

100,77 Keterangan: X1=panjang badan, X2= tinggi pundak , X3= dalam dada, X4= lingkar dada, X5= lebar


(47)

25

Gambar 4. Diagram kerumunan ukuran tubuh dan bentuk tubuh ternak betina Keterangan: (o) Kecamatan Cibadak, (+) Kecamatan Sajira

Tabel 10. Korelasi antara Ukuran atau Bentuk dengan Peubah Yang Diamati Pada Ternak Betina

Lokasi

Cibadak Sajira Peubah

Ukuran tubuh Bentuk tubuh Ukuran tubuh Bentuk tubuh panjang badan

tinggi pundak dalam dada lingkar dada lebar dada tinggi pinggul lebar pinggul

0,91 0,93 0,93 0,90 0,40 0,92 0,87

-0,36 -0,07 0,09 0,42 -0,28 -0,08 0,08

0,89 0,68 0,92 0,94 0,81 0,95 0,92

0,15 0,69 0,06 -0,31

0,15 0,15 0,13

Skor ukuran tubuh pada ternak jantan antara Kecamatan Cibadak dan Sajira relatif sama. Hal tersebut terjadi berdasarkan hasil uji t juga tidak ada perbedaan pada jantan maupun betina meskipun berdasarkan penciri ukuran antara Kecamatan Cibadak dan Kecamatan Sajira berbeda. Namun sebagian skor ukuran kerbau betina Kecamatan Sajira sedikit lebih besar. Perbedaan skor ukuran tersebut kemungkinan terjadi karena beberapa faktor lingkungan diantaranya adalah ketersediaan sumber pakan bagi ternak kerbau di kedua daerah tersebut berbeda. Faktor lain yang


(48)

26

mungkin membedakan skor ukuran pada ternak yaitu tingkat kepadatan ternak di kedua wilayah tersebut berbeda yang berpengaruh pada ketercukupan pakan, Kepadatan ternak yang tinggi di Kecamatan Cibadak mengakibatkan lahan penggembalaan semakin sempit. Berbeda dengan Kecamatan sajira dengan kepadatan yang relatif lebih rendah. Selain itu beralihnya lahan penggembalaan menjadi industri, pemukiman, dan bangunan lain, akan berpengaruh tidak langsung terhadap peningkatan suhu lingkungan dan berpengaruh secara langsung yaitu terbatasnya ketersediaan sumber pakan bagi ternak kerbau.

Kecukupan pakan bagi ternak di Kecamatan Sajira karena lahan penggembalaan yang masih luas, serta kepadatan ternak yang tidak terlalu tinggi. Sebaliknya, di Kecamatan Cibadak dengan kepadatan ternak yang lebih tinggi dan beralihnya lahan penggembalaan menjadi industri, perumahan dan bangunan lain berpengaruh terhadap penurunan produktivitas ternak kerbau di Kecamatan Cibadak (Dinas Peternakan Kabupaten Lebak, 2008). Berdasarkan Penelitian Santosa (2007) persentase ternak kerbau albino di Kecamatan Cibadak lebih tinggi yaitu 57,14% dari Kecamatan Sajira yaitu 14,29%, hal tersebut mungkin bisa mempengaruhi produktivitas. Seperti yang dinyatakan Triwulaningsih et al. (2004) bahwa permasalahan yang dihadapi di daerah Banten adalah kelangkaan ternak jantan sebagai pemacek, sehingga diperkirakan tekanan inbreeding sudah tinggi, hal ini dapat dilihat dari populasi ternak dengan warna kulit albino cukup tinggi dan beberapa ekor bertanduk menggantung (defect).

Skor bentuk ternak jantan di Kecamatan Sajira jauh lebih besar daripada Cibadak. Pada ternak betina, skor bentuk tubuh Kecamatan Cibadak dan sebagian mirip satu sama lain dan sebagian bentuk tubuh Ternak Kecamatan Sajira lebih besar dibandingkan Cibadak. Pada ternak jantan skor bentuk sangat berbeda antar wilayah, sedang ternak betina skor bentuk hampir menyatu. Perbedaan skor bentuk tubuh yang tidak begitu besar pada ternak betina dikarenakan dua kelompok ternak tersebut merupakan jenis kerbau rawa dengan genetik yang relatif sama.


(49)

27

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Ukuran-ukuran tubuh antara kerbau yang ada di Kecamatan Cibadak dan Kecamatan Sajira tidak berbeda. Hasil analisis komponen utama (AKU) diperoleh bahwa, penciri ukuran ternak kerbau rawa jantan dan betina pada dua Kecamatan tersebut adalah lingkar dada, penciri bentuk ternak jantan di Cibadak adalah lebar pinggul, sedangkan penciri bentuk di Sajira adalah panjang badan, pada ternak betina sebagai penciri bentuk pada Kecamatan Cibadak adalah lingkar dada dan di Sajira adalah tinggi pundak.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah pengukuran sampel yang lebih besar untuk mengetahui perbedaan atau kesamaan ukuran dan bentuk tubuh kerbau rawa pada wilayah yang sama. Selain itu perlu pengamatan terhadap produktivitasnya di dua kecamatan tersebut dan kecamatan-kecamatan lain di Provinsi Banten.


(50)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam tidak lupa penulis sampaikan bagi Nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga serta sahabatnya hingga akhir jaman.

Penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada Ayub (Bapak, alm), Muniroh (ibu), Sutinah (nenek), Nazarudin (Paman), Rohmani (kakak), Saparudin (kakak), Irfan (adik), Syahril (adik) yang selalu memberikan motivasi selama ini. kepada Ir Rukmiasih, MS sebagai pembimbing akademik, yang telah membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu selama ini, Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada Prof. Dr. Ir Sri Supraptini Mansjoer yang memberikan perhatiannya selama ini serta telah menyediakan fasilitas tempat tinggal, kepada Dr. Jakaria S.Pt., M.Si. dan Dr Ir Cece Sumantri, M.Agr.Sc., selaku dosen pembimbing selama penulisan skripsi ini, serta kepada penguji sidang tugas akhir yaitu Ir. Didid Diapari, MS dan Ir Darwati, M.Si.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan pula kepada Adi Rahman, S.Pt., Insan, Alex, Auma Irama, sahabat dan rekan-rekan TPT, (THT). Terakhir penulis ucapkan terimakasih kepada seluruh civitas akademika Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bogor, Desember 2008


(51)

DAFTARPUSTAKA

Bakar, O. A. 2007. Kawin Antar Keluarga Bangkitkan Gen Resesif. http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2008/5/11/kel1.html

Badan Pengembangan Daerah Kabupaten Lebak. 2008. Kabupaten Lebak dalam Angka. Lebak.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Lebak. 2007. Laporan Tahunan. Lebak.

Bhattacharya. 1993. An Introduction to Animal Husbandry in The Tropic. Dalam: Williamson, W.G.A dan W.J.A Payne (Editor). Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Bhikane, A.U. dan S.B. Kawitkar. 2004. Handbook for veterinary clinicans, 178 Buffalo Bulletin. 23 (1):4-9.

Chantalakhana, C. dan P. Skunmum. 2002. Suitainable Smallholder Animal System in The Tropics. Kasetsart University Press, Bangkok.

Dinas Peternakan Kabupaten Lebak. 2008. Kabupaten Lebak dalam angka. Lebak. Direktorat Jendral Peternakan. Departemen Pertanian. 2006. Basis data statistik.

http://www.deptan.com. [28-03-07].

Everitt, B.S., dan G. Dunn. 1998. Applied Multivariate Data Analysis. John Wiley & Sons Inc., New York.

Falconer, D. S. dan T. F. C. Mackay. 1996. Quantitative Genetics. Fourth Ed. Longman Group Ltd., England.

Gazpersz, V. 1992. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Jilid 2. Tarsito, Bandung.

Hasinah, H. dan E. Handiwirawan. 2006. Keragaman genetik ternak kerbau di Indonesia. Dalam: Subandriyo. 2006. Prosiding Lokakarya Nasional. Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Hayashi, Y., J. Otsuka, T. Nishida dan H. Martojo.1982. Multivariate craniometrics of Wild Banteng, Bos Banteng, and five types of native cattle in Eastern Asia. Dalam: The Origin and Phylogeny of Indonesian Livestock Investigation in The Cattle, Fowl and Their Form. III. 19-30.

Hidayat, U. 2007. Karakteristik fenotifik kerbau Banten dan Sumatra Utara. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Joseph, G. 1996. Status asam basa dan metabolisme mineral pada ternak kerbau lumpur yang diberi pakan jerami padi dan konsentrat dengan penambahan natrium. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kampas, R. 2008. Keragaman fenotipik morfometrik tubuh dan pendugaan jarak genetik kerbau rawa di kabupaten Tapanuli Selatan provinsi Sumatra Utara. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.


(52)

30

Lestari, C. M. S. 1986. Korelasi antara umur dengan ukuran-ukuran tubuh kerbau di pegunungan dan di dataran rendah daerah Jawa Tengah. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Noor, R. R. 2004. Genetika Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.

Salamena, J. F. 2006. Karakteristik fenotipik domba Kisar di kabupaten Maluku Tenggara Barat provinsi Maluku sebagai langkah awal konservasi dan pengembangannya. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Santosa, U. 2007. Studi ukuran tubuh kerbau di beberapa wilayah di kabupaten Lebak Provinsi Banten. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sarbaini, 2004. Kajian keragaman karakter eksternal dan DNA mikrosatelit Sapi Pesisir di Sumatera Barat. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sastroamidjojo, M.S. 1991. Ternak Potong dan Kerja. CV Yasa Guna, Jakarta.

Subandriyo, 2006. Usaha ternak kerbau mendukung program kecukupan daging sapi. Prosiding Lokakarya Nasional. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Sudono, A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Triwulaningsih, E. Subandriyo, dan P. Situmorang. 2004. Data base kerbau di Indonesia. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Ternak, Bogor.

Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statisika. Edisi ke-3. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Yurleni. 2000. Produktivitas dan peluang pengembangan ternak kerbau di provinsi Jambi. Tesis. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.


(53)

31


(54)

32

Lampiran 1. Komponen Utama yang Diturunkan dari Matriks Kovarian pada Kerbau Jantan di Kecamatan Cibadak Komponen Utama

Ukuran-ukuran Tubuh

1 2 3 4 5 6 7

PB TP DD Lingk.D Le.D Tiggi piggl Le.Pggul 0,490 0,316 0,268 0,662 0,143 0,308 0,187 -0,019 0,074 -0,205 -0,279 -0,054 0,205 0,911 -0,161 0,142 -0,208 -0,166 0,871 0,326 -0,134 0,334 -0,633 -0,257 0,239 0,348 -0,452 0,196 0,206 -0,437 0,731 -0,392 0,122 0,249 0,035 -0,281 0,365 0,470 0,017 0,285 -0,654 0,240 0,708 0,386 -0,143 -0,495 0,012 -0,252 -0,143

Nilai Eigen 2516,7 18,6 12,8 5,7 1,1 0,1 0,0

Keragaman Total (%) 98,5 0,7 0,5 0,2 0,0 0,0 0,0


(55)

33

Lampiran 2. Komponen Utama yang Diturunkan dari Matriks Kovarian pada Kerbau Jantan di Kecamatan Sajira Komponen Utama

Ukuran-ukuran Tubuh

1 2 3 4 5 6 7

PB TP DD Lingk.D Le.D Tiggi piggl Le.Pggu 0,526 0,331 0,203 0,643 0,124 0,324 0,199 -0,811 0,227 0,071 0,261 -0,055 0,404 0,227 0,196 0,429 -0,281 -0,627 0,092 0,504 0,207 -0,042 -0,025 -0,680 0,291 0,216 0,225 -0,595 0,125 -0,497 -0,465 0,145 -0,458 0,169 0512 -0,080 -0,281 -0,120 0,011 0,842 -0,111 0,423 -0,061 0,573 -0,426 0,139 -0,093 -0,622 0,266 Nilai Eigen

Keragaman Total (%) Keragaman Kumulatif (%)

713,30 92,6 92,6 28,64 3,7 96,3 15,19 2,0 98,2 7,60 1,0 99,2 3,06 0,4 99,6 1,91 0,2 99,9 0,99 0,1 100


(56)

34

Lampiran 3. Komponen Utama yang Diturunkan dari Matriks Kovarian pada Kerbau Betina di Kecamatan Cibadak Komponen Utama

Ukuran-ukuran Tubuh

1 2 3 4 5 6 7

PB 0,544 -0,618 0,266 0,476 -0,093 -0,016 0,128

TP 0,373 -0,078 0,048 -0,535 -0,279 -0,602 -0,354

DD 0,252 0,070 0,034 -9,6E-05 -0,031 0,606 -0,750

Lingk.D 0.555 0,727 -0,111 0,284 -0,156 -0,060 0,207

Le.D 0,131 -0,263 -0,954 0,041 -0,023 0,018 -0,009

Tiggi piggl 0,368 -0,085 0,046 -0,634 0,177 0,447 0,471

Le.Pggul 0,203 0,049 -0,009 0,056 0,925 -0,258 -0,175

Nilai Eigen 417,72 52,36 38,50 19,71 5,58 4,39 3,71

Keragaman Total (%) 77,1 9,7 7,1 3,6 1,0 0,8 0,7


(57)

35

Lampiran 4. Komponen Utama yang Diturunkan dari Matriks Kovarian pada Kerbau Betina di Kecamatan Sajira Komponen Utama

Ukuran-ukuran Tubuh

1 2 3 4 5 6 7

PB 0,444 0,202 -0,831 0,216 -0,154 -0,018 -0,004

TP 0,293 0,764 0,394 0,181 0,015 -0,377 -0,018

DD 0,218 0,039 0,116 0,288 0,413 0,556 -0,612

Lingk.D 0,686 -0,585 0,269 0,123 -0,029 -0,314 0,010

Le.D 0,141 0,069 0,024 -0,626 -0,493 -0,017 -0,583

Tiggi piggl 0,329 0,132 0,227 -0,109 -0,344 0,671 0,493

Le.Pggul 0,266 0,098 -0,126 -0.647 0,666 -0,020 0,203

Nilai Eigen 678,97 100,77 46,18 9,27 6,27 5,00 3,68

Keragaman Total (%) 79,9 11,9 5,4 1,1 0,7 0,6 0,4


(58)

36

Lampiran 5. Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh Kerbau Jantan Kecamatan Cibadak

No Skor Ukuran Skor Bentuk No Skor Ukuran Skor Bentuk

1 178,935 7,0726 7 263,708 6,8504

2 158,731 7,13 8 251,893 7,9017

3 261,749 9,7634 9 243,786 3,9699

4 290,16 8,105 10 253,129 6,2407

5 286,78 5,5382 11 253,129 6,2407

6 342,419 10,9112

Lampiran 6. Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh Kerbau Jantan Kecamatan Sajira

No Skor Ukuran Skor Bentuk No Skor Ukuran Skor Bentuk

1 285,170 10,6173 13 336,230 34,6802

2 204,975 29,3201 14 255,655 33,4844

3 206,088 34,0911 15 269,383 30,4255

4 268,662 27,1941 16 262,419 25,9573

5 244,173 35,0640 17 256,565 25,0334

6 243,647 26,9556 18 257,890 25,4975

7 238,297 27,8549 19 258,458 28,3448

8 280,826 34,7503 20 266,669 32,3332

9 305,677 30,6258 21 260,480 26,2926

10 266,514 33,8920 22 258,581 30,6709

11 266,513 281669 23 263,957 29,2119


(59)

37

Lampiran 7. Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh Kerbau Betina Kecamatan Cibadak

No Skor Ukuran Skor Bentuk No Skor Ukuran Skor Bentuk

1 190,831 13,254 35 239,027 15,0071

2 227,283 32,6874 36 250,555 8,0331

3 237,631 10,7178 37 253,234 22,8321

4 240,376 19,9484 38 258,643 26,694

5 178,243 14,1925 39 240,348 14,7401

6 267,688 22,3324 40 256,401 20,9693

7 221,286 10,9633 41 254,249 16,9829

8 269,082 38,3728 42 248,392 21,3704

9 337,661 6,3911 43 249,263 24,208

10 303,971 18,3885 44 246,282 23,3681

11 258,519 16,8653 45 244,672 17,9229

12 254,589 13,5254 46 260,269 17,7054

13 255,745 17,7425 47 254,838 10,4676

14 266,88 14,081 48 236,367 13,8109

15 236,42 17,7403 49 243,62 13,9322

16 225,749 25,0251 50 257,788 14,121

17 243,924 8,3931 51 243,509 17,8411

18 266,772 32,0963 52 249,862 19,1763

19 218,049 23,0544 53 237,717 33,3628

20 267,412 18,5201 54 245,035 23,1548

21 218,322 18,4606 55 242,19 20,6013

22 246,085 1,0841 56 237,687 12,1012

23 245,919 32,3333 57 237,815 9,0255

24 251,037 20,5748 58 254,186 11,2462

25 255,654 21,3759 59 248,47 18,0885

26 246,758 18,9802 60 243,564 19,2137

27 246,688 31,4834 61 246,217 27,3301

28 245,854 12,4345 62 239,609 27,9081

29 239,531 24,7429 63 245,246 8,5786

30 257,066 28,5837 64 233,226 24,9118

31 254,444 16,6639 65 254,905 17,5364

32 244,208 16,075 66 263,501 19,6418

33 253,283 17,8866 67 252,461 19,7181


(1)

Lampiran 16. Komposisi Produksi Daging dari Setiap Jenis Ternak di Kabupaten Lebak Provinsi Banten

Tahun

No

Komoditi

2004 2005 2006 2007

%

---1

Daging Sapi 1,80 1,60 1,63 1,64

2

daging Kerbau 9,70 8,80 10,18 10,81

3

gaging Kambing 2,10 2,00 1,94 1,99

4

daging Domba 1,50 1,40 1,49 1,50

5

Daging Ayam Buras

37,80 34,70 23,56 23,20

6

Daging Ayam Ras Pedaging

46,90 53,50 56,56 56,18

7

Daging Itik 0,10 0,09 0,11 0,12

8

Daging Ayam Ras Petelur afkir

- 4,61 4,52 4,54


(2)

Lampiran 17. Jumlah Ternak Pemerintah yang Disebarkan dari Tahun 2004 sampai Tahun 2007

Tahun / Sumber Dana

2004 2005 2006 2007

No

Jenis Ternak

APBN APBD APBN APBD APBN APBD APBN APBD

Jumlah

--- ekor

---1

Sapi Potong - 1000 - 200 96 9 103 - 1.408

2

Kerbau - - - 21 21

3

Kambing - - - 90 200 290

4

Domba - - - - 50 - - 190 240


(3)

Lampiran 18. Hasil Uji T2-Hotteling Pada Ternak Jantan

ANOVA: PB, TP, DD, Lingk.D, Le.D, Tiggi piggl, Le.Pggul versus LOKASI

Factor Type Levels Values LOKASI fixed 2 1, 2 1. Analysis of Variance for PB

Source DF SS MS F P LOKASI 1 0.5 0.5 0.00 0.970 Error 33 11042.3 334.6

Total 34 11042.8

S = 18.2925 R-Sq = 0.00% R-Sq(adj) = 0.00% 2. Analysis of Variance for TP

Source DF SS MS F P LOKASI 1 131.0 131.0 0.97 0.332 Error 33 4457.4 135.1

Total 34 4588.3

S = 11.6220 R-Sq = 2.85% R-Sq(adj) = 0.00% 3. Analysis of Variance for DD

Source DF SS MS F P LOKASI 1 136.24 136.24 1.70 0.201 Error 33 2642.44 80.07

Total 34 2778.68

S = 8.94840 R-Sq = 4.90% R-Sq(adj) = 2.02% 4. Analysis of Variance for Lingk.D

Source DF SS MS F P LOKASI 1 88.1 88.1 0.16 0.691 Error 33 18023.4 546.2

Total 34 18111.4

S = 23.3701 R-Sq = 0.49% R-Sq(adj) = 0.00% 5. Analysis of Variance for Le.D

Source DF SS MS F P LOKASI 1 50.34 50.34 1.79 0.190 Error 33 929.45 28.17


(4)

Total 34 979.78

S = 5.30707 R-Sq = 5.14% R-Sq(adj) = 2.26% 6. Analysis of Variance for Tiggi piggl

Source DF SS MS F P LOKASI 1 125.8 125.8 0.95 0.336 Error 33 4349.6 131.8

Total 34 4475.3

S = 11.4807 R-Sq = 2.81% R-Sq(adj) = 0.00% 7. Analysis of Variance for Le.Pggul

Source DF SS MS F P LOKASI 1 228.17 228.17 4.11 0.051 Error 33 1831.68 55.51

Total 34 2059.86

S = 7.45021 R-Sq = 11.08% R-Sq(adj) = 8.38%

MANOVA for LOKASI

s = 1 m = 2.5 n = 12.5

Test DF

Criterion Statistic F Num Denom P Wilks' 0.45880 4.550 7 27 0.002 Lawley-Hotelling 1.17959 4.550 7 27 0.002 Pillai's 0.54120 4.550 7 27 0.002 Roy's 1.17959


(5)

Lampiran 19. Hasil Uji T2-Hotteling Pada Ternak Betina

ANOVA: PB, TP, DD, Lingk.D, Le.D, Tiggi piggl, Le.Pggul versus LOKASI

Factor Type Levels Values LOKASI fixed 2 1, 2 1. Analysis of Variance for PB

Source DF SS MS F P LOKASI 1 229.8 229.8 1.44 0.232 Error 113 17980.8 159.1

Total 114 18210.6

S = 12.6144 R-Sq = 1.26% R-Sq(adj) = 0.39% 2. Analysis of Variance for TP

Source DF SS MS F P LOKASI 1 427.78 427.78 4.70 0.032 Error 113 10295.68 91.11

Total 114 10723.46

S = 9.54527 R-Sq = 3.99% R-Sq(adj) = 3.14% 3. Analysis of Variance for DD

Source DF SS MS F P LOKASI 1 1467.7 1467.7 43.78 0.000 Error 113 3787.8 33.5

Total 114 5255.5

S = 5.78969 R-Sq = 27.93% R-Sq(adj) = 27.29% 4. Analysis of Variance for Lingk.D

Source DF SS MS F P LOKASI 1 3748.6 3748.6 15.52 0.000 Error 113 27295.5 241.6

Total 114 31044.1

S = 15.5420 R-Sq = 12.08% R-Sq(adj) = 11.30% 5. Analysis of Variance for Le.D


(6)

LOKASI 1 26.74 26.74 0.76 0.386 Error 113 3990.44 35.31

Total 114 4017.18

S = 5.94253 R-Sq = 0.67% R-Sq(adj) = 0.00% 6. Analysis of Variance for Tiggi piggl

Source DF SS MS F P LOKASI 1 668.40 668.40 9.17 0.003 Error 113 8235.51 72.88

Total 114 8903.91

S = 8.53701 R-Sq = 7.51% R-Sq(adj) = 6.69% 7. Analysis of Variance for Le.Pggul

Source DF SS MS F P LOKASI 1 255.43 255.43 6.97 0.009 Error 113 4140.24 36.64

Total 114 4395.67

S = 6.05304 R-Sq = 5.81% R-Sq(adj) = 4.98%

MANOVA for LOKASI

s = 1 m = 2.5 n = 52.5

Test DF

Criterion Statistic F Num Denom P Wilks' 0.39594 23.320 7 107 0.000 Lawley-Hotelling 1.52561 23.320 7 107 0.000 Pillai's 0.60406 23.320 7 107 0.000 Roy's 1.52561