Kandungan Mineral dan Vitamin B12 Kerang Simping (Amusium pleuronectes) Segar dan Rebus

KANDUNGAN MINERAL DAN VITAMIN B12
KERANG SIMPING (Amusium pleuronectes)
SEGAR DAN REBUS

ZAIKANUR

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kandungan Mineral
dan Vitamin B 12 Kerang Simping (Amusium pleuronectes) Segar dan Rebus
adalah benar karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2013
Zaikanur
C34090056

ABSTRAK
ZAIKANUR. C34090056. Kandungan mineral dan vitamin B 12 kerang simping
(Amusium pleuronectes) Segar dan Rebus. Dibimbing oleh NURJANAH dan
AGOES MARDIONO JACOEB.
Komposisi kimia, mineral, dan vitamin B 12 diteliti pada daging kerang simping
segar dan rebus. Komposisi kimia diketahui dengan analisis proksimat, kadar
mineral ditentukan dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer), dan
vitamin B 12 ditentukan dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatografi).
Komposisi kimia dan mineral daging kerang simping segar mengalami penurunan
setelah perebusan. Air rebusan yang diteliti mengandung beberapa mineral.
Kandungan mineral makro tertinggi pada daging kerang ssimping adalah kalium
sebesar 21.075 ppm dan yang terkecil adalah magnesium sebesar 3.600 ppm,
sedangkan mineral mikro terbesar adalah besi sebesar 966 ppm. Kandungan
vitamin B 12 daging kerang simping segar lebih kecil dari 0,23 ppm.
Kata kunci : Kerang simping, mineral, proksimat, rebus, segar, vitamin B 12


ABSTRACT
ZAIKANUR. C34090056. Minerals and Vitamin B 12 contents of Fresh and
Boiled Asian moon scallop (Amusium pleuronectes). Supervised by NURJANAH
and AGOES MARDIONO JACOEB
Chemical composition, mineral and vitamin B 12 contents were investigated in
fresh and boiled asian moon scallop (A. pleuronectes) meat. Chemical
composition were determined by proximat analysis, mineral content were
determined by AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer), and vitamin B 12 was
determined by HPLC (High Performance Liquid Chromatografi). Chemical
composition and mineral of fresh asian moon scallop meat decreased after boiling
process. The boiling precised water is proved which have mineral. The higher
macro mineral content in the meat of asian moon scallop is kalium at 21,075 ppm
and the smallest is magnesium at 3,600 ppm, while the largest micro mineral are
iron at 966 ppm. Vitamin B 12 content of fresh asian moon scallop meat is less
than 0.23 ppm.
Keywords: A. pleuronectes, Boiled, Fresh, Mineral, Proximate, Vitamin B 12

KANDUNGAN MINERAL DAN VITAMIN B12
KERANG SIMPING (Amusium pleuronectes)
SEGAR DAN REBUS


ZAIKANUR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul
Nama
Nrp
Program Studi


: Kandungan Mineral dan Vitamin B 12 Kerang Simping
(Amusium pleuronectes) Segar dan Rebus
: Zaikanur
: C34090056
: Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr. Ir. Nurjanah, M.S.
Pembimbing I

Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol.
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Ruddy Suwandi MS.,Mphil
Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Tanggal lulus :


PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi hasil
penelitian ini berjudul Perubahan Kandungan Mineral dan Vitamin B 12
Kerang Simping (Amusium pleuronectes) Segar dan Rebus. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis
selama penyusunan skripsi ini, terutama kepada:
1 Dr. Ir. Nurjanah, MS dan Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi
2 Dr. Sugeng Heri Suseno S.Pi, M.Si selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini
3 Dr.Ir.Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan.
4 Bapak Moch Zaenudin sebagai ayah luar biasa yang senantiasa membantu
dalam segala aspek penelitian ini hingga pembuatan skripsi, serta doa yang
sangat berlimpah untuk kesuksesan penulis.
5 Ibu Salkah sebagai ibunda tercinta yang selalu memberikan dukungan, kasih
sayang, dan doa tanpa batas serta keluarga besar bekasi yang juga

memberikan dukungan kepada penulis.
6 Kakak tersayang Mohammad Saldin Wibowo yang selalu memberi perhatian
dan semangat
7 Keluarga besar di Tegal, khususnya bulik Nur Janah yang membantu
menopang biaya penelitian dan nenek tercinta (Sholihatun) yang selalu
mencurahkan doa dan kasih sayang.
8 Teman-teman seperjuangan (untuk Affan, Rohmad, Acil, Amel, Detty,
Christy, Etha, Ovin, dan Ana) selama penelitian.
9 Teman-teman THP 46 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, yang telah memberikan bantuan dan dukungan moril dalam
penyusunan laporan skripsi ini
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
kekurangannya. Kritik dan saran yang membangun dalam rangka menghasilkan
hasil yang terbaik sangat diharapkan. Semoga tulisan ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Juli 2013

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vi
PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
Latar Belakang ................................................................................................... 1
Perumusan masalah ............................................................................................ 1
Tujuan penelitian ................................................................................................ 2
Manfaat penelitian .............................................................................................. 2
Ruang lingkup penelitian ................................................................................... 2
METODE ............................................................................................................... 2
Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................................. 2
Bahan dan Alat ................................................................................................... 2
Prosedur Penelitian ............................................................................................. 3
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 5
Karakteristik Bahan Baku ................................................................................. 5
Rendemen Kerang Simping................................................................................ 7
Komposisi Kimia Kerang Simping .................................................................... 8
Komposisi Mineral .......................................................................................... 10
Vitamin B 12 ..................................................................................................... 15

KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 15
Kesimpulan ...................................................................................................... 15
Saran ................................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 16
LAMPIRAN ......................................................................................................... 19
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. 21

DAFTAR TABEL
Morfometrik kerang simping ................................................................................. 6
Persentase rendemen kerang simping .................................................................... 7
Penyusutan rendemen ............................................................................................ 8
Hasil analisis proksimat ......................................................................................... 8
Kandungan mineral makro dan mikro ................................................................. 11

DAFTAR GAMBAR
Amusium pleuronectes ........................................................................................... 5

DAFTAR LAMPIRAN
Diagram alir ......................................................................................................... 19
Preparasi Kerang Simping ................................................................................... 20


1

PENDAHULUAN
Perairan Indonesia memiliki potensi pemanfaatan sumberdaya yang besar.
Salah satu sumberdaya potensial yaitu hewan pelecypoda laut. Pelecypoda laut
merupakan salah satu komoditi perikanan yang cukup komersil. Hewan
pelecypoda dapat dimanfaatkan baik cangkang, daging, maupun jeroannya.
Kerang termasuk hewan pelecypoda yang mempunyai potensi besar dan nilai
ekonomis yang tinggi, namun belum banyak dimanfaatkan secara optimal. Kerang
dapat juga berkontribusi untuk pemenuhan gizi masyarakat. Liem dan Sriyanto
(2011) menyatakan bahwa kerang mengandung beberapa zat gizi penting sebagai
sumber protein hewani, sumber lemak yang aman, sumber vitamin larut lemak
dan air, serta sumber zat gizi mineral (besi, seng, selenium, tembaga, kalsium,
kalium, fosfor, magnesium, natrium dan lain-lain).
Salah satu jenis pelecypoda yang potensi pemanfaatannya belum optimal
adalah kerang simping (Amusium pleuronectes). Kerang simping memiliki potensi
sebagai bahan pangan untuk pangan fungsional maupun suplemen. Kerang
simping merupakan nama lokal dari Amusium pleuronectes di Indonesia dan
memiliki nama internasional yaitu Asian Moon Scallop. Kerang simping dapat

ditemukan di perairan laut dangkal. Di Indonesia kerang Simping tersebar secara
luas antara lain di Kenjeran (Jawa Timur), Pasuruan (Jawa Timur), Demak (Jawa
Tengah), Kupang (NTT) dan Tangerang (Banten) (Alamiah 2007). Produksi
kerang simping di Indonesia yang tercatat pada tahun 2011 yaitu 877 ton (KKP
2011). Pemanfaatan optimal kerang simping hanya di beberapa daerah tertentu
saja yang keberadaannya berlimpah, sementara di daerah lain hanya sebagai hasil
tangkapan samping.
Informasi mengenai kandungan gizi kerang simping masih sangat terbatas di
Indonesia. Informasi yang diperlukan dari kerang simping yaitu kandungan
gizinya terutama mineral dan vitamin B 12 pada kerang simping segar dan setelah
melalui proses pemasakan dengan perebusan. Proses perebusan merupakan
pengolahan kerang yang umum dilakukan oleh masyarakat. Oleh karena itu,
selayaknya dilakukan kajian tentang kandungan gizi, mineral dan vitamin B 12
kerang simping segar dan setelah pemasakan yaitu perebusan.

Perumusan Masalah
Terbatasnya informasi mengenai kandungan gizi kerang simping menjadi
salah satu penyebab pemanfaatan kerang simping belum optimal oleh masyarakat
Indonesia. Informasi kandungan gizi biasanya digunakan sebagai pertimbangan
dalam mengolah suatu bahan pangan, sehingga produk yang dihasilkan memiliki

nilai tambah dari segi kesehatan. Beberapa penelitian tentang kerang simping
yang sudah dilakukan di Indonesia yaitu distribusi kerang simping, biomassa
populasi kerang simping, potensi reproduksi dan kepadatan kerang simping.
Penelitian mengenai kerang simping di luar negeri yaitu analisis logam berat pada
kerang simping di perairan pantai Thailand. Analisis kandungan mineral dan
vitamin B 12 pada kerang simping belum pernah dilakukan, sehingga penelitian ini
menjadi penting dilakukan untuk mengetahui potensi kandungan mineral dan
vitamin B 12 yang terdapat dalam kerang simping.

2

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan rendemen, komposisi kimia
(kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat), kadar mineral dan vitamin B 12
yang terkandung dalam daging kerang simping (Amusium pleuronectes) segar dan
setelah perebusan.

Manfaat Penelitian
Informasi kandungan gizi ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
meningkatkan konsumsi daging kerang simping, mengetahui potensi
pengembangan yang tepat dalam pemanfaatannya, dan memberikan referensi
sumber mineral, vitamin B 12 untuk memenuhi kebutuhan nutrisi masyarakat, baik
dikonsumsi secara langsung dalam makanan, maupun dalam bentuk suplemen.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian adalah pengambilan dan preparasi contoh,
perebusan, analisis komposisi kimia, mineral, dan vitamin B 12 daging kerang
simping segar dan rebus.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga April 2013.
Penelitian bertempat di Laboratorium Karakteristik dan Penanganan Hasil
Perairan untuk preparasi sampel, uji proksimat dilakukan di Laboratorium
Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis mineral
dilakukan di Laboratorium Pengujian Nutrisi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium
Pengujian, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Analisis vitamin B 12 dilakukan di
Laboratorium pangan M-BRIO, Pulo Armin, Bogor.

Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging kerang
simping yang diperoleh dari Eretan Kulon, Indramayu. Bahan-bahan yang
digunakan untuk analisis proksimat adalah akuades, tablet selenium, H 2 SO 4 ,
NaOH, HCl, asam borat (H 3 BO 3 ), kertas saring, dan pelarut lemak heksana.
Bahan yang digunakan untuk analisis mineral adalah kapas, kertas saring
Whatman, 10 mL HNO 3 pekat, 0,8 mL H 2 SO 4 pekat, HClO 4 , air bebas ion, dan

3

HCl. Analisis vitamin menggunakan bahan-bahan yaitu standar vitamin B 12 ,
Larutan metanol grade HPLC, dan Aquabides.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi termometer, dandang,
kompor, pisau, timbangan digital, dan aluminium foil; analisis proksimat
menggunakan alat timbangan analitik, cawan porselen, gegep, oven, desikator
(analisis kadar air); tabung reaksi, gelas erlenmeyer, tabung kjeldahl, tabung
soxhlet, pemanas (analisis kadar lemak); tabung kjeldahl, destilator, buret (analisis
kadar protein); tanur dan desikator (analisis kadar abu). Pengujian mineral
dilakukan menggunakan alat AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) merk
Shimadzu tipe AA 7000, spektrofotometer UV-200-RS, hot plate, erlenmeyer,
labu takar 100 mL, dan glass wool. Analisis vitamin B 12 menggunakan metode
Kuantitatif ROCHE, menggunakan neraca analitik, labu takar 25 mL, gelas ukur
100 mL, transonik, sudip, pipet tetes, keras saring whatman, labu semprot,
injektor 20 µL, penyaring milipore 0,45 µm, dan HPLC Pump-K 1001.

Prosedur penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan meliputi pengambilan
sampel kerang simping di Indramayu,
preparasi sampel, perhitungan
morfometrik, perhitungan rendemen (daging, jeroan, cangkang), perebusan kerang
simping (A. pleuronectes) dan perhitungan penyusutan rendemen. Analisis yang
dilakukan yaitu analisis proksimat kerang simping (kadar air, protein, lemak, abu,
dan karbohidrat), analisis kadar mineral, dan analisis kadar vitamin B 12
(kobalamin).
Pengambilan dan preparasi kerang simping
Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel berupa kerang simping
(A. pleuronectes) dari Eretan Kulon, Indramayu. Sampel kerang simping yang
sudah diperoleh dibawa ke laboratorium menggunakan coolbox dengan diberi es
agar terjaga kesegarannya selama proses transportasi. Setelah sampel tiba di
laboratorium, sampel kerang dibersihkan atau dicuci dengan air mengalir untuk
menghilangkan benda asing yang menempel. Selanjutnya dilakukan perhitungan
morfometrik yang meliputi ukuran panjang, lebar, dan tinggi, serta perhitungan
rendemen dengan mengukur berat rata-rata dari setiap jenis sampel secara acak,
meliputi berat total, berat cangkang, daging, dan jeroan, kemudian dihitung
rendemennya dengan rumus:
Rendemen (%) = (Bobot contoh (g)/ Bobot total (g) x 100%
)
Preparasi kerang simping dilakukan dengan memisahkan daging dari bagian
lainnya untuk kemudian dianalisis kimia yaitu analisis proksimat, mineral, dan
vitamin B 12 .
Proses Perebusan
Kerang simping direbus selama 15 menit pada suhu 100ºC dengan
menggunakan dandang. Sebelumnya air dididihkan terlebih dahulu hingga
suhunya mencapai 100ºC, lalu kerang simping dimasukkan selama 15 menit

4

(direbus). Kemudian kerang simping diangkat, ditiriskan dan ditimbang, lalu
kerang yang sudah direbus diuji proksimat, mineral, dan vitamin B 12 . Air rebusan
yang dihasilkan juga diuji kandungan mineralnya.
Analisis proksimat (SNI 01-2891-1992)
Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk
menghitung komposisi kimia suatu bahan. Analisis proksimat yang dilakukan
terhadap daging kerang simping segar dan setelah direbus meliputi uji kadar air,
kadar abu dengan metode termogravimetri, kadar lemak menggunakan metode
sokhlet, kadar protein menggunakan metode kjeldahl dan perhitungan kadar
karbohidrat dengan cara by difference.
Analisis Mineral
a. Pengujian Ca, K, Na, Mg, Fe, Zn, Cu, Se
Prinsip penetapan mineral yaitu mendekstruksi dan melarutkan mineral
yang ada dalam sampel ke dalam pelarut, berupa asam encer kemudian ditentukan
jenis dan kuantitas mineral dalam sampel tersebut. Sampel yang akan diuji
dilakukan dengan metode pelarutan ke dalam asam encer.
Sebanyak 10 gram sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambah
5mL HNO 3 3N. Campuran didiamkan selama satu jam pada suhu ruang di ruang
asam, kemudian dipanaskan dengan hot plate selama 4-6 jam dengan suhu 80ºC.
Pemanasan dihentikan, sampel ditutup dan dibiarkan selama semalam, kemudian
ditambah H 2 SO 4 sebanyak 0,8 mL dan dipanaskan kembali selama satu jam,
kemudian ditambah 2-3 tetes larutan campuran HCl dan HNO 3 dengan
perbandingan 2:1. Pemanasan dilanjutkan hingga campuran berubah warna dari
cokelat ke kuning muda. Setelah campuran berwarna kuning muda, pemanasan
diteruskan selama 10-15 menit, kemudian didinginkan dan ditambah 2 mL air
bebas ion dan 0,6 mL HCl (p). Setelah campuran dingin, dipanaskan kembali
hingga sampel larut. Jika terdapat endapan dalam larutan, disaring dengan glass
wool. Larutan sampel kemudian diencerkan menjadi 100 mL dalam labu takar.
Sejumlah larutan stok standar dari masing-masing mineral diencerkan
menggunakan air bebas ion sampai konsentrasinya berada dalam kisaran kerja
logam yang diinginkan dan ditambahkan 0,05 mL Cl 3 La.7H 2 O dan 5 mL air
bebas ion. Kemudian larutan diinjeksikan ke dalam Atomic Absorbtion
Spektrophotometer (AAS).
Larutan standar, blanko dan contoh dialirkan ke dalam Atomic Absorption
Spectrophotometer (AAS) merk Shimadzu tipe AA 7000 flame emission.
Kemudian diukur absorbansinya atau tinggi puncak dari standar blanko dan
contoh pada panjang gelombang dan parameter yang sesuai untuk masing-masing
mineral dengan spektrofotometer. Merk lampu katoda yang digunakan dalam
analisis mineral adalah Hammamatsu.
b. Pengujian fosfor
Sebanyak 10 g ammonium molibdat 10% ditambah dengan 60 mL air bebas
ion. Selanjutnya ditambahkan 28 mL H 2 SO 4 dan dilarutkan dengan akuades
hingga 100 mL (larutan A). Tahap selanjutnya adalah membuat larutan B,
sebanyak 10 mL larutan A ditambah dengan 60 mL air bebas ion dan 5 g
FeSO 4 .7H 2 O, kemudian dilarutkan dengan air bebas ion hingga 100 mL. Sampel

5

hasil pengabuan basah dimasukkan ke dalam tabung kuvet kemudian ditambah
dengan 2 mL larutan B. Intensitas warna diukur dengan menggunakan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm.
Analisis Vitamin B 12
Analisis vitamin B 12 diawali dengan pembuatan eluen. Persiapan eluen
yaitu sebanyak 1 g hexane sulfonic acid, ditambah 350 mL metanol dan 10 mL
asam asetat glasial. Lalu dihimpitkan dengan aquabides dalam labu takar 1 liter,
dan dikocok hingga homogen. Larutan disaring menggunakan penyaring milipore
0,45 µm, lalu degas selama ± 15 menit menggunakan transonik untuk
memperkecil ukuran partikel, dan larutan fase gerak siap dipakai untuk HPLC.
Persiapan larutan standar (vitamin B 12 100 µg/mL) yaitu sebanyak 0,01 g standar
cobalamin ke dalam labu takar 100 mL, kemudian dihimpitkan dengan aquabides,
dan kocok sampai homogen. Larutan standar diambil menggunakan siring, lalu
pasang siring dengan disk filter 0,45 µm. Larutan filtrat pun siap diinjeksikan
pada HPLC. Langkah berikutnya persiapan larutan contoh yaitu sampel dicacah
dan ditumbuk hingga halus, sebanyak 1,5 g sampel dimasukkan ke dalam labu
takar 50 mL. Sampel kemudian dilarutkan dengan aquabides dalam labu takar 50
mL, lalu disentrifuse selama 10 menit. Kemudian sampel disaring menggunakan
kertas saring whatman. Larutan contoh siap diinjeksikan pada High Performance
Liquid Chromatografi (HPLC) Pump-K 1001 merek Knauer Wellchrom, dengan
kondisi sebagai berikut :
Kolom
: Eurospher C18
Kecepatan aliran
: 1,0 mL/menit
Program
: Isokratik
Detektor
: UV visible
Panjang gelombang : 265 nm
Volume injektor
: 20 µL

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bahan Baku
Kerang simping yang diteliti memiliki morfologi yaitu cangkangnya bundar,
pipih, dan tipis. Kedua cangkang halus dan tidak sama baik warna maupun
bentuknya. Sebuah cangkang berwarna cokelat dan lebih cembung dari cangkang
yang satu lagi yang berwarna putih. Daerah dekat engsel cangkang terdapat
bagian yang melebar, membentuk sayap. Morfologi kerang simping dapat dilihat
pada Gambar 1.

Gambar 1 Amusium pleuronectes

6

Karakteristik fisik kerang simping diamati dengan memisahkan cangkang,
daging, dan jeroan. Tekstur dan warna merupakan parameter yang diamati.
Cangkang kerang simping memiliki tektur keras, tipis, dan berwarna cokelat pada
bagian atas, putih pada bagian bawah. Daging kerang simping memiliki
spesifikasi daging berwarna putih cerah dan tekstur kenyal. Sedangkan jeroan
berwarna cokelat, hitam, dan orange bercampur putih (gonad) serta bertekstur
lunak. Bagian dari kerang simping yang diteliti kandungan gizinya yaitu daging
segar dan rebus. Setelah proses perebusan, daging kerang simping memiliki
karakteristik fisik daging berwarna putih kekuningan dan tekstur lebih kompak.
Sampel lain yang juga digunakan adalah air sisa rebusan kerang simping. Air
rebusan digunakan untuk uji kandungan mineral. Beberapa sampel yang
digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2.
Bahan baku kerang simping yang digunakan dalam penelitian memiliki
mutu kesegaran sesuai dengan SNI 3230.2:2010 tentang persyaratan bahan baku
scallop (A. pleuronectes) yaitu bahan baku bersih, bebas dari setiap bau yang
menandakan pembusukan, dan secara organolepik bahan baku scallop hidup
memiliki karakteristik bau yang segar spesifik jenis. Kerang simping yang diteliti
perlu diketahui ukuran dan bobotnya karena mempengaruhi besarnya rendemen
dan kuantitas zat yang terkandung didalamnya. Data hasil pengukuran
morfometrik dan bobot kerang simping menggunakan 30 sampel yang diambil
secara acak dan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Morfometrik kerang simping (Amusium pleuronectes)

Kerang bulu dan kerang salju digunakan sebagai pembanding hasil karena
berasal dari habitat yang sama dengan kerang simping, keong macan sebagai
pembanding dari kelas gastropoda, dan kijing sebagai pembanding karena
mewakili bivalvia perairan tawar. Hasil pengukuran terhadap parameter panjang
kerang simping memiliki nilai rata-rata 7,7 cm, lebih kecil dari kerang salju dan
kijing yaitu 10,58 cm dan 8,23 cm, serta lebih besar dari kerang bulu dan keong
macan yaitu 4,00 cm dan 4,16 cm. Lebar rata-rata kerang simping menunjukkan
nilai yang tertinggi sebesar 7,5 cm. Ukuran panjang dan lebar kerang simping
tidak jauh berbeda. Tinggi kerang simping menunjukkan nilai yang terkecil
diantara pembanding lainnya, yaitu 1,4 cm. Tinggi yang kecil mengindikasikan
bahwa kerang simping memiliki bentuk yang tipis. Bobot rata-rata kerang simping
sebesar 30,5 gram, lebih besar dibandingkan bobot kerang bulu, keong macan,
dan kijing yang hanya sebesar 18,93 gram, 16,6 gram, dan 18,70 gram. Bobot
yang tinggi akan menghasilkan rendemen yang tinggi pula.
Tiap spesies memiliki ukuran dan bobot yang berbeda-beda. Kerang
simping, kerang salju, dan kerang bulu memiliki habitat yang sama, namun
memiliki keragaman bentuk, ukuran, serta bobot. Perbedaan ukuran dan bobot
kerang dipengaruhi oleh pertumbuhan. Menurut Rahayu et al. (2009), kecepatan

7

pertumbuhan kerang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, lingkungan,
pakan, iklim, fisiologis, dan genetik. Faktor-faktor ini bekerja secara simultan
dalam mengontrol kecepatan tumbuh yang saling berinteraksi sehingga proses
pertumbuhan dapat berjalan dengan baik. Pengaruh faktor lingkungan terhadap
pertumbuhan dapat berupa trigger terhadap proses-proses metabolisme yang
terdapat di dalam tubuh maupun penghematan pembelanjaan energi untuk proses
metabolisme.

Rendemen Kerang Simping
Rendemen kerang simping yang dihitung yaitu rendemen daging, jeroan,
dan cangkang. Data persentase rendemen kerang simping dari 30 sampel disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Persentase rendemen kerang simping

Hasil pengukuran rendemen kerang simping menunjukkan bahwa rendemen
terbesar terdapat pada bagian cangkang yaitu 41,15%. Hal ini karena bagian
cangkang pada kerang simping menutupi tubuh kerang simping, sehingga disebut
daging dalam cangkang. Rendemen cangkang kerang simping termasuk yang
terkecil dibandingkan dengan beberapa moluska pada Tabel 2. Bagian tubuh
moluska yang memiliki rendemen tertinggi adalah cangkang, sehingga
pemanfaatan cangkang moluska menjadi sangat penting agar tidak hanya menjadi
limbah perikanan. Nadjib (2008) menyatakan cangkang kerang mengandung
kalsium karbonat, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai filler dan pengeras pada
pembuatan lem kaca. Hidayanti (2013) menyatakan bahwa cangkang kerang dapat
digunakan sebagai bahan baku pembuatan membran desalinasi karena
mengandung silika. Pemanfaatan lainnya yaitu penelitian Permana (2006) yang
menggunakan tepung cangkang kerang hijau dalam pembuatan kerupuk.
Pemanfaatan lain dari cangkang kerang yaitu dapat dijadikan sebagai hiasan dan
barang seni.
Nilai rendemen daging kerang simping berdasarkan hasil pengukuran yaitu
35,89%. Rendemen daging kerang simping memiliki nilai rendemen daging
paling tinggi dibandingkan dengan kerang bulu, kerang salju, keong ipong-ipong,
dan kijing yang berturut-turut sebesar 15,32, 15,48, 28,35, dan 20,71. Rendemen
daging yang tinggi mengindikasikan bahwa kerang simping sangat potensial
sebagai bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi masyarakat. Rendemen
jeroan kerang simping sebesar 23,04%, tergolong cukup tinggi jika dibandingkan
kerang bulu dan keong ipong-ipong yang hanya sebesar 5,28% dan 9,67%.
Rendemen jeroan tertinggi yaitu kijing sebesar 27,36%. Nurjanah et al. (2010)
menyatakan bahwa kijing merupakan hewan yang bersifat filter feeder sehingga

8

banyak partikel makanan ataupun partikel lain yang mengendap di dalam tubuh
kijing, terutama di saluran pencernaan dan bagian jeroan yang lainnya. Rendemen
hasil perikanan berbeda-beda tergantung dari ukuran, berat dan jenisnya.
Kerang simping setelah perebusan mengalami perubahan jumlah rendemen.
Rendemen kerang simping setelah proses perebusan adalah 68,18%. Persentase
penyusutan rendemen kerang simping dan beberapa produk perikanan akibat
pengolahan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Persentase penyusutan rendemen

Persentase penyusutan rendemen kerang simping akibat perebusan sebesar
31,82%. Proses perebusan mengakibatkan penyusutan rendemen yang cukup
tinggi seperti pada udang ronggeng dan remis yaitu 32,90% dan 46,40%.
Penyusutan rendemen kerang simping terjadi karena proses perebusan
menyebabkan kandungan air bebas yang terdapat pada daging, jeroan dan
cangkang keluar sehingga terjadi pengurangan berat setelah perebusan. Thamrin
dan Prayitno (2008) menyatakan perebusan mengakibatkan pengkerutan lapisan
permukaan daging. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa persentase
penyusutan rendemen akibat pengukusan pada remis kukus dan kijing kukus
sebesar 29,73% dan 37,80%. Mulyaningtyas (2011) menyatakan bahwa metode
pengolahan baik pengukusan maupun perebusan menyebabkan terjadi
pengurangan kadar air pada daging, serta komponen gizi lainnya yakni protein,
lemak, mineral dan vitamin, sehingga terjadi penurunan nilai rendemen.
Perbedaan persentase penyusutan rendemen produk diatas disebabkan oleh jenis
pengolahan, waktu dan suhu yang digunakan, dan karakteristik biota.

Komposisi Kimia Kerang Simping (A. pleuronectes)
Hasil analisis proksimat daging kerang simping disajikan dalam Tabel 4 dan
contoh perhitungan analisis proksimat daging kerang simping dapat dilihat pada
Lampiran 6.
Tabel 4. Hasil analisis proksimat daging kerang simping

9

Data analisis proksimat pada Tabel 4 menunjukkan bahwa daging kerang
simping segar memiliki nilai kadar air, abu, lemak dan protein lebih tinggi
dibandingkan daging kerang simping rebus. Penentuan berat basis kering
dimaksudkan untuk mengetahui besar perubahan sesungguhnya yang terjadi pada
daging kerang simping segar dan setelah perebusan dengan mengabaikan kadar
airnya.
Kadar Air
Kandungan air kerang simping cukup tinggi mengakibatkan kerang
simping rentan terhadap serangan mikroba. Kadar air daging kerang simping
segar sebesar 81,21% lebih tinggi dibandingkan kadar air daging kerang simping
setelah perebusan yaitu 74,46%. Jacoeb et al. (2008) menyatakan bahwa
perebusan pada suhu 100ºC mengakibatkan protein akan terkoagulasi dan air dari
dalam daging akan keluar, hal ini yang menyebabkan kadar air kerang simping
berkurang setelah perebusan. Hasil analisis kadar air sesuai dengan penelitian
Nurjanah et al. (2005), Salamah et al.(2011), dan Jacoeb et al.(2008) menyatakan
bahwa perebusan menyebabkan berkurangnya kadar air pada kerang darah, remis,
dan udang ronggeng. Kadar air hasil perikanan tergolong tinggi, sehingga hasil
perikanan bersifat highly perishable food atau mudah busuk dan rentan terhadap
serangan mikroba.
Kadar Abu
Kadar abu daging kerang simping segar sebesar 5,27% menjadi 4,27%
setelah perebusan. Nilai kadar abu kerang simping berkurang setelah mengalami
proses perebusan. Hasil ini didukung oleh penelitian Nurjanah et al. (2005),
Salamah et al. (2012), dan Jacoeb et al. (2008) yaitu pada kerang darah, remis,
dan udang ronggeng terjadi penurunan kadar abu setelah perebusan. Penurunan
yang terjadi disebabkan oleh terlarutnya sejumlah mineral ke dalam air perebusan
selama proses perebusan berlangsung. Mulyaningtyas (2011) menyatakan bahwa
pengolahan menyebabkan penurunan kadar abu dengan persentase pengukusan
sebesar 28,99 % dan perebusan sebesar 28,64 %. Perbedaan tersebut tergantung
oleh beberapa faktor menurut Mardiana (2011) yaitu cara pengolahan, suhu
pengolahan dan luas permukaan produk. Kadar abu tiap organisme berbeda karena
masing-masing organisme memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam
meregulasi dan mengabsorbsi mineral berdasarkan cara makan suatu organisme,
sehingga hal ini akan memberikan pengaruh pada nilai kadar abu dalam masingmasing bahan akan berbeda. Menurut DA-PhilRice (2001) dalam Purwaningsih
(2012), kadar abu dapat dipengaruhi oleh habitat dan lingkungan. Setiap
lingkungan perairan dapat menyediakan asupan mineral yang berbeda-beda bagi
organisme akuatik yang hidup di dalamnya.
Kadar Lemak
Hasil analisis kadar lemak daging kerang simping segar yaitu 1,06%,
menjadi 1,01% setelah perebusan. Nilai kadar lemak yang berkurang setelah
perebusan disebabkan oleh pengolahan suhu tinggi yang dapat merusak asam
lemak essensial omega 3 dan omega 6. Menurut Jacoeb et al.(2008), pengaruh
pemanasan selama proses perebusan akan memecah komponen-komponen lemak
menjadi produk volatil seperti aldehid, keton, alkohol, asam, dan hidrokarbon

10

yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan flavor. Produk volatil ini akan
larut ke dalam air perebusan sehingga menurunkan jumlah kadar lemak yang ada
di dalam daging. Hasil penelitian Salamah et al. (2012) menunjukkan penurunan
kadar lemak akibat perebusan pada remis segar sebesar 4,99% menjadi 2,83% dan
penelitian Jacoeb et al.(2008) pada udang ronggeng segar sebesar 6,57% menjadi
3,20% setelah perebusan. Hasil penelitian kadar lemak pada daging kerang
simping memiliki kadar lemak yang lebih kecil dibandingkan literatur yang
digunakan. Menurut Purwaningsih (2012), perbedaan kadar lemak tiap spesies
dapat dipengaruhi oleh tingkat kematangan gonad dan umur suatu spesies, spesies
yang sudah matang gonad akan mengalami peningkatan kadar lemak dalam
tubuhnya.
Kadar Protein
Hasil pengujian menunjukkan penurunan kadar protein daging kerang
simping segar sebesar 74,35% menjadi 74,23% setelah perebusan. Hasil ini
didukung oleh penelitian Nurjanah et al. (2011) bahwa perebusan menyebabkan
penurunan kadar protein pada kerang darah segar sebesar 76,00% menjadi
67,20%, Salamah et al. (2012) pada remis segar sebesar 67,34% menjadi 42,27%
setelah perebusan, dan penelitian Jacoeb et al. (2008) pada udang ronggeng segar
sebesar 87,90% menjadi 86,33% setelah perebusan. Penurunan disebabkan
perebusan kerang simping menggunakan suhu tinggi sekitar 100ºC. Kebanyakan
protein pangan terdenaturasi jika dipanaskan pada suhu yang moderat (60-90ºC)
selama satu jam atau kurang sehingga dapat menurunkan kandungan protein
(Winarno 2008). Aisyah (2011) menyatakan waktu dan suhu pengolahan
berpengaruh terhadap hilangnya sebagian kecil protein bersama-sama dengan air
yang keluar dari daging ikan.
Kadar Karbohidrat
Analisis kadar karbohidrat daging kerang simping dihitung secara by
different. Penurunan kadar abu, lemak dan protein daging kerang simping rebus
akan berpengaruh pada kadar karbohidrat, yaitu menyebabkan peningkatan kadar
karbohidrat. Kadar karbohidrat daging kerang simping segar dan rebus berturutturut yaitu 19,27% (bk) dan 20,47% (bk). Karbohidrat dalam seafood tidak
mengandung serat, kebanyakan dalam bentuk glikogen dan dalam jumlah sedikit
berupa glukosa, fruktosa, sukrosa, serta dalam beberapa jenis monosakarida dan
disakarida (Okuzumi dan Fujii 2000).

Komposisi Mineral
Mineral yang diteliti pada penelitian ini yaitu mineral makro dan mikro.
Daging kerang simping segar hasil penelitian memiliki kandungan mineral kalium
yang tertinggi, diduga ion kalium dalam sel mampu menggantikan fungsi dari
natrium, sehingga memiliki kandungan kalium yang relatif lebih besar
dibandingkan dengan natrium (Bredbenner et al. 2009). Kandungan mineral
daging kerang simping segar dan setelah perebusan, serta air rebusan disajikan
dalam Tabel 5. Data mineral daging kerang simping disajikan dalam basis kering,
sedangkan data mineral pada air rebusan disajikan dalam basis basah.

11

12

Kalsium (Ca)
Hasil analisis kandungan kalsium menunjukkan penurunan kadar kalsium
daging kerang simping segar 6.195 ppm menjadi 5.917 ppm setelah perebusan
dengan persentase penurunan 4,49%. Hal ini didukung oleh penelitian Salamah et
al. (2012) bahwa proses perebusan dapat menyebabkan penurunan kadar kalsium
secara signifikan pada remis segar sebesar 21.838,1 ppm menjadi 14.423,4 ppm
dan Septiani (2011) pada keong ipong-ipong terjadi penurunan kadar kalsium
sebesar 23.177,1 ppm menjadi 7.910,8 ppm. Penurunan kadar kalsium disebabkan
pemasakan suhu tinggi yang menyebabkan molekul air keluar dan mineral ikut
terlarut bersama dengan air. Mineral yang hilang kemungkinan terdapat pada air
rebusan. Air rebusan sisa perebusan kerang simping yang dianalisis memiliki
kadar kalsium sebesar 274 ppm, oleh karena itu untuk pemanfaatan kalsium pada
kerang simping secara optimal sebaiknya air rebusan digunakan sebagai kaldu.
Hasil kandungan kalsium yang berbeda ditunjukkan oleh hasil penelitian
Nurjanah et al. (2005) pada kerang darah yang mengalami kenaikan setelah
perebusan yaitu 2.725 ppm menjadi 3.849 ppm. Unsur kalsium pada kerang darah
diduga terikat kuat dalam jaringan daging. Kalsium berperan penting dalam
pembentukan tulang dan gigi yang kuat, melawan kanker usus, menurunkan
resiko batu ginjal, dan menurunkan resiko obesitas. Kebutuhan kalsium bagi
tubuh orang dewasa yaitu 1.000-1.200 miligram per hari (Blake 2011).
Kalium (K)
Kandungan mineral makro terbesar pada daging kerang simping segar dan
rebus yaitu mineral kalium sebesar 11.969 ppm dan 11.565 ppm. Hasil analisis
kandungan kalium pada daging kerang simping segar mengalami penurunan
setelah perebusan dengan persentase penurunan yang cukup besar yaitu 44,71%.
Penurunan kandungan mineral disebabkan pemasakan dengan merendam dalam
air panas atau perebusan dapat melarutkan mineral, sehingga kandungan kalium
pada daging kerang simping setelah perebusan mengalami penurunan. Penelitian
Salamah et al. (2012) menunjukkan bahwa proses perebusan menyebabkan
terjadinya penurunan kadar kalium pada remis segar sebesar 4.650,1 ppm menjadi
sebesar 1.832,7 ppm, dan Septiani (2011) pada keong ipong-ipong terjadi
penurunan kadar kalium sebesar 7.376,0 ppm menjadi 5.161,1 ppm setelah
perebusan. Kadar kalium pada kerang simping tergolong tinggi dibandingkan
pada remis dan keong ipong-ipong. Perbedaan kadar kalium dipengaruhi oleh
habitat, spesies dan suhu. Air rebusan yang dianalisis memiliki kandungan kalium
yang cukup besar yaitu 807 ppm, hal ini disebabkan kalium bersifat sangat mudah
larut dalam air dan teroksidasi, sehingga pada air rebusan mengandung kalium.
Magnesium (Mg)
Hasil analisis kandungan magnesium pada daging kerang simping segar
mengalami penurunan setelah perebusan yaitu 3.600 ppm menjadi 2.589 ppm.
Persentase penurunan magnesium setelah perebusan yaitu 28,08%. Pambudi
(2011) menyatakan bahwa pemasakan suhu tinggi dapat menurunkan dan merusak
zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan, sehingga menyebabkan molekul air
keluar dan mineral ikut terlarut bersama dengan air. Salamah et al. (2012)
menyatakan bahwa perebusan menyebabkan terjadinya penurunan magnesium
pada remis segar sebesar 2.514,9 ppm menjadi sebesar 1.188,1 ppm, dan

13

Septiani (2011) pada keong ipong-ipong terjadi penurunan kadar magnesium
sebesar 5.427,4 ppm menjadi 4.483,5 ppm setelah perebusan.
Kandungan magnesium pada kerang simping lebih besar dari remis dan
lebih kecil dari keong ipong-ipong. Kadar magnesium pada kerang simping
tergolong tinggi, karena produk perikanan umumnya mengandung magnesium
sebesar 200-500 ppm (Okuzumi dan fujii 2000). Hasil analisis kandungan
magnesium pada air rebusan yaitu 99 ppm. Perebusan menggunakan kerang
simping utuh dengan cangkang, daging, dan jeroan, sehingga diduga mineral yang
terdapat dalam air rebusan berasal dari magnesium dalam cangkang, daging dan
jeroan kerang simping yang larut ke dalam air rebusan. Nadjib (2008) menyatakan
bahwa kandungan terbesar kulit kerang berupa kalsium karbonat, magnesium
karbonat, kalsium fosfat, dan sebagian kecil materi anorganik lain. Penyimpanan
magnesium yaitu dalam jaringan daging dan penyerapan magnesium melalui
jeroan (Bredbenner et al. 2009).
Natrium (Na)
Hasil analisis kandungan natrium menunjukkan penurunan kadar natrium
daging kerang simping segar 11.969 ppm menjadi 11.565 ppm setelah perebusan,
dengan persentase penurunan sebesar 3,38%. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Salamah et al. (2012) yang menyatakan bahwa perebusan menyebabkan
terjadinya penurunan kadar natrium pada daging remis segar sebesar 5.212,0
menjadi 2.726,4 setelah perebusan. Menurut Adam (2011) diacu dalam Aisyah
(2012), Natrium dapat melebur pada suhu 97,5ºC, sehingga kehilangan natrium
selama pemasakan tidak dapat dihindari. Air rebusan yang dianalisis memiliki
kadar natrium sebesar 822 ppm. Natrium bersifat sangat mudah larut dalam air
dan teroksidasi, ditambah perebusan dapat melarutkan banyak natrium ke dalam
air karena bahan pangan langsung bersentuhan dengan air.
Fosfor (P)
Kandungan fosfor daging kerang simping segar mengalami penurunan
setelah perebusan yaitu 8.526 ppm menjadi 5.617 ppm. Persentase kehilangan
kadar fosfor setelah perebusan yaitu 34,12%. Penurunan kadar fosfor diduga
karena selama perebusan daging kerang simping bersentuhan langsung dengan air
sehingga menyebabkan berkurangnya kadar fosfor dalam daging. Salamah et al.
(2012) menyatakan bahwa proses perebusan menyebabkan terjadinya penurunan
kadar fosfor pada remis segar sebesar 10.984,4 ppm menjadi sebesar 5.663,1 ppm,
dan Septiani (2011) pada keong ipong-ipong terjadi penurunan kadar fosfor
sebesar 12.731,0 ppm menjadi 6.086,4 ppm setelah perebusan. Air rebusan yang
dianalisis memiliki nilai kandungan fosfor sebesar 201 ppm. Perebusan diduga
menyebabkan larutnya fosfor dalam daging ke dalam air. Purwaningsih et al.
(2011) menyatakan bahwa selama perebusan sebagian mineral akan terbawa
bersama uap air yang keluar dari daging selama proses perebusan karena
pecahnya partikel-partikel mineral yang terikat pada air akibat pemanasan.
Besi (Fe)
Hasil analisis kandungan mineral besi menunjukkan penurunan kadar besi
daging kerang simping segar 966 ppm menjadi 21 ppm setelah perebusan.
Persentase penurunan kadar besi pada daging kerang simping akibat perebusan

14

sangat besar yaitu 97,83%. Nurjanah et al. (2005) menyatakan bahwa proses
perebusan menyebabkan menurunnya kadar besi secara drastis pada daging
kerang darah segar sebesar 93,63 ppm menjadi 52,38 ppm setelah perebusan.
Penurunan kadar besi disebabkan besi yang terdapat pada jaringan mudah terlepas
dari struktur kompleks dengan protein dan larut dalam air, sehingga untuk
mengoptimumkan pemanfaatan zat besi dari makanan hasil laut sebaiknya air
rebusannya juga dimanfaatkan sebagai kaldu. Air rebusan yang dianalisis pada
penelitian ini memiliki nilai kandungan besi sebesar 0,43 ppm. Proses pemasakan
dengan perendaman dalam air diduga menyebabkan larutnya besi ke dalam air.
Seng (Zn)
Hasil analisis kadar seng dalam daging kerang simping segar mengalami
penurunan yaitu 87 ppm menjadi 69 ppm setelah perebusan. Persentase penurunan
kadar seng pada daging kerang simping akibat perebusan yaitu 20,69%. Penelitian
Nurjanah et al. (2005) menunjukkan bahwa proses perebusan menyebabkan
berkurangnya kadar seng dalam daging kerang darah segar sebesar 54,27 ppm
menjadi 37,86 ppm setelah perebusan, dan penelitian Septiani (2011) mengenai
penurunan kadar seng pada keong ipong-ipong sebesar 93,7 ppm menjadi 52,9
ppm setelah perebusan, serta penelitian Salamah et al. (2012) yang menunjukkan
kadar seng yang tinggi sebesar 355 ppm mengalami penurunan setelah perebusan
menjadi 190,5 ppm. Nurjanah et al. (2005) menyatakan bahwa penurunan kadar
seng pada daging rebus disebabkan oleh terdegradasinya komponen
metallothionine yang mengakibatkan mineral seng akan terlarut pada air rebusan.
Air rebusan hasil penelitian ini yaitu mengandung seng sebesar 1,49 ppm,
sehingga untuk pemanfaatan yang optimal sebaiknya air rebusan juga digunakan
sebagai kaldu.
Tembaga (Cu)
Hasil analisis menunjukkan penurunan kadar tembaga dalam daging kerang
simping segar yaitu 1,12 ppm menjadi 0,63 ppm setelah perebusan, dengan
persentase penurunan tembaga setelah perebusan sebesar 43,75%. Penelitian
Nurjanah et al. (2005) menunjukkan bahwa proses perebusan menyebabkan
penurunan kadar tembaga pada kerang darah segar sebesar 12,37 ppm menjadi
10,23 ppm setelah perebusan. Pengurangan kadar mineral dalam bahan pangan
selama proses perebusan disebabkan oleh mineral dalam bahan pangan larut
dalam air, sehingga air rebusan dapat mengandung banyak mineral seperti air
rebusan hasil penelitian ini yaitu mengandung tembaga sebesar 0,06 ppm. Kadar
tembaga daging kerang simping lebih kecil dibanding kerang darah. Perbedaan
kandungan mineral tembaga dapat disebabkan oleh keberagaman biota,
lingkungan, dan ukuran tubuh.
Selenium (Se)
Analisis kadar selenium pada daging kerang simping segar, rebus, dan air
rebusan menunjukkan hasil negatif atau tidak terdeteksi. Hasil ini sama dengan
penelitian Nurjanah et al. (2005) yaitu pada kerang darah tidak terkandung
selenium. Hal ini mengindikasikan bahwa kerang simping bukan termasuk sumber
pangan yang kaya akan selenium. Menurut Nurjanah et al. (2005), biasanya pada
bahan pangan yang mengandung kalsium cukup tinggi berhubungan terbalik

15

dengan kadar selenium. Kecukupan gizi selenium dapat dipenuhi dengan cara
mengkonsumsi makanan lain yang kaya akan selenium misalnya pada produk
perikanan lain seperti yang dilaporkan pada penelitian Nurjanah et al. (2012)
kepala sotong dan badan sotong sebesar 0,06 ppm dan 0,02 ppm.

Vitamin B 12
Hasil analisis vitamin B 12 pada daging kerang simping segar yaitu tidak
terdeteksi oleh alat HPLC dengan nilai limit deteksi sebesar 0,23 ppm. Vitamin
B 12 yang terkandung dalam daging kerang simping diduga lebih kecil dari nilai
limit deteksi alat yang digunakan untuk analisis vitamin B 12 . Hasil penelitian
Yulianti (2011) mengenai kandungan vitamin B 12 pada beberapa kerang
menunjukkan hasil lebih kecil dari 0,23 ppm yaitu kerang salju 5,04 µg/100g dan
keong macan 16,58 µg/100g. Hal ini mengindikasikan kemungkinan kadar
vitamin B 12 pada kerang simping tidak jauh berbeda dari hasil penelitian Yulianti
(2011) karena sampel yang digunakan pada penelitian Yulianti (2011) berasal dari
famili yang sama dengan kerang simping dan memiliki habitat yang hampir mirip
yaitu hidup sebagai filter feeder di daerah substrat pasir berlumpur di perairan
dangkal. Sifat makan hewan filter feeder menyebabkan kobalt yang terdapat
banyak dalam sedimen laut ikut masuk dalam saluran pencernaan biota dan
diubah menjadi vitamin B 12 dengan bantuan bakteri dalam usus yang kemudian
disimpan dalam hati. Mikroorganisme yang dapat mengubah kobalt menjadi
vitamin B 12 yaitu Aerobacter aeogenes, jamur Actynomycetes, Streptomyces, alga
biru hijau, dan bakteri tanah (Trufanov 1959).
Vitamin B 12 (kobalamin) merupakan salah satu vitamin yang banyak
terdapat pada hasil perairan laut. Vitamin B 12 secara alami diperoleh dari hasil
sintesis bakteri. Sumber utama vitamin B 12 adalah makanan hewani yang
memperolehnya dari hasil sintesis bakteri di dalam usus, disusul oleh susu, telur,
dan daging (McDowell 2000). Watanabe (2007) menyatakan bahwa sintesis
mikroorganisme di laut diketahui merupakan sumber utama vitamin B 12 , dimana
konsentrasinya kadang-kadang dapat melebihi 10 µg/100g. Mikroorganisme yang
mensintesis vitamin B 12 dapat juga mensintesis beberapa corinoid dengan basis
yang berbeda dalam ligan yang lebih rendah. Ketika corinoid diisolasi dan
dikarakterisasi pada beberapa kerang, masing-masing corinoid diiidentifikasi
sebagai vitamin B 12 .

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Komposisi kimia (kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak) daging
kerang simping segar mengalami penurunan setelah perebusan. Kandungan
mineral makro tertinggi pada daging kerang simping segar adalah kalium sebesar
21075 ppm, sedangkan mineral mikro tertinggi adalah besi sebesar 966 ppm.
Persentase penurunan mineral tertinggi yaitu mineral besi sebesar 97,83%.
Kandungan vitamin B 12 daging kerang simping lebih kecil dari 0,23 ppm.

16

Perebusan dapat menurunkan komposisi kimia, kandungan mineral makro yang
meliputi kadar kalium, magnesium, kalsium, natrium dan fosfor, serta mineral
mikro seperti kadar besi, seng, dan tembaga.
Saran
Berdasarkan penelitian ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai komposisi mineral daging kerang simping dengan perlakuan
pengolahan pangan selain perebusan, analisis kelarutan mineral, bioavailabilitas
mineral baik secara in vitro maupun in vivo, analisis vitamin B 12 menggunakan
alat HPLC dengan nilai limit deteksi lebih kecil dari 0,23 ppm atau LC-MS, serta
dilakukan penelitian mengenai analisis kandungan logam berat berupa Hg, Pb,
Cd, dan As pada daging kerang simping.

DAFTAR PUSTAKA
Aisyah E. 2012. Perubahan kandungan mineral dan vitamin A ikan cobia
(Rachycentron canadum) akibat proses pengukusan. [Skripsi]. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Alamiah I. 2007. Pola dan alternatif strategi pemanfaatan kerang simping di
Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten. [Skripsi]. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Blake J. 2011. Nutrition and You: Core Concepts For Good Health. Boston:
benjamin cummings
Bredbenner C, Moe G, Beshgetoor D, Berning J. 2009. Wardlaw's Perspectives in
Nutrition. New York: McGraw-Hill
Hidayanti W. 2013. Pemanfaatan cangkang kerang sebagai bahan baku pembuatan
membran untuk desalinasi. [Terhubung berkala] http://digilib.its.ac.id/ITSpaper-33021130002068/23961 (29 Mei 2013)
Jacoeb A M, Hamdani M, Nurjanah. 2008. Perubahan komposisi kimia dan
vitamin daging udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea) akibat perebusan.
Buletin Teknologi Hasil Perikanan XI(2):1-13.
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan, Ditjen Perikanan Tangkap (ID).
2011. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia 2010. [internet]. [diunduh 17 Mei
2013]. Tersedia pada http//www.dkp.go.id.
Liem A, Sriyanto. 2011. Analisis kandungan gizi dari daging kerang pasir
(Anadara tuberculosa). Sains 11(2): 45 – 49
Mardiana. 2011. Karakteristik asam lemak dan kolesterol rajungan (Portunus
pelagicus) akibat proses pengukusan. [skripsi]. Departemen Teknologi Hasil
Perairan. Institut Pertanian Bogor
McDowell L R. 2000. Vitamins In Animal And Human Nutrition. Lowa state
university: Academic Press
Mulyaningtyas J. 2011. Perubahan kandungan asam lemak dan kolesterol pada
daging remis (Corbicula javanica) akibat proses pengolahan. [skripsi].
Departemen Teknologi Hasil Perairan. Instit