Analisis Biaya Produksi Air Minum Dalam Kemasan dan Minuman Madu di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

ANALISIS BIAYA PRODUKSI AIR MINUM DALAM
KEMASAN DAN MINUMAN MADU DI PERUM PERHUTANI
UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN

DESRINA DEWI RESPATI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Biaya
Produksi Air Minum Dalam Kemasan dan Minuman Madu di Perum Perhutani
Unit III Jawa Barat dan Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Desrina Dewi Respati
NIM E24090071

ABSTRAK
DESRINA DEWI RESPATI. Biaya Produksi Air Minum Dalam Kemasan dan
Minuman Madu di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Dibimbing
oleh E. G. TOGU MANURUNG.
Harga pokok AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) sangat dipengaruhi
oleh biaya produksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis biaya
produksi AMDK dan minuman madu, harga pokok, Break Even Point (BEP) atau
titik impas dan Return on Investment (ROI). Besarnya biaya produksi terdiri dari
biaya tetap dan biaya variabel dimana biaya bahan baku diperoleh dari nilai
ekonomi air. Berdasarkan analisis, biaya produksi sebelum adanya nilai ekonomi
air adalah Rp6 579 944 952. Nilai ekonomi air yang didapatkan adalah
Rp692/liter, dengan demikian biaya produksi setelah adanya nilai ekonomi air
adalah Rp10 500 370 484. Tingginya biaya produksi menyebabkan harga pokok
yang diperoleh juga tinggi, sekitar Rp23 928 sampai dengan Rp53 275. Nilai BEP

menunjukkan Perhutani mendapatkan keuntungan dari minuman madu tetapi
harus menghentikan produksi AMDK atau menaikkan harga jualnya. Nilai ROI
tidak dapat diperoleh karena Perhutani tidak mendapatkan keuntungan.
Berdasarkan hasil analisis, perusahaan mengalami kerugian dan untuk
mendapatkan keuntungan, biaya produksi harus ditekan.
Kata kunci: Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), harga pokok, minuman madu,
Return on Investment, titik impas

ABSTRACT
DESRINA DEWI RESPATI. Cost Analysis of Bottled Drinking Water and Honey
Water at Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Supervised by E. G.
TOGU MANURUNG.
The main price of bottled drinking water and honey water is strongly
influenced by the production cost. The objective of this research is to analyze the
production cost of bottled drinking water and honey water, its main price, Break
Even Point (BEP) and Return on Investment (ROI). The value of production cost
includes fixed cost and variable cost which the raw material cost is obtained from
Water Economic Valuation (WEV). Based on analysis, production cost before
WEV is Rp6 579 944 952. The Water Economic Valuation that obtained is
Rp692/litre so that the production cost after WEV is Rp10 500 370 484. The high

production cost makes the main price is also high, around Rp23 928 to Rp53 275.
Value of BEP shows Perhutani earn profit from honey water but should stop the
production of bottled drinking water or makes its price higher. Value of ROI can’t
be obtained because there is no net profit that produced by Perhutani. Based on
the result of this analysis, the company is loss and to earn profit, the cost
production should be pressed.
Key word: Bottled drinking water,Break Even Point, honey water, main price,
Return on Investment

ANALISIS BIAYA PRODUKSI AIR MINUM DALAM
KEMASAN DAN MINUMAN MADU DI PERUM PERHUTANI
UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN

DESRINA DEWI RESPATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan


DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi:Analisis Biaya Produksi Air Minum Dalam Kemasan dan Minuman
Madu di Perum Perhutani Unit TIl Jawa Barat dan Banten
: Deslina Dewi Respati
Nama
: E24090071
NIM

Disetujui oleh,
Dosen Pembimbing

Dr. Jr. E. G. Togu Manurung, MS
NIP. 19621107 198703 1001


Tanggal Lulus:

1 9 Ote 2013

Judul Skripsi :Analisis Biaya Produksi Air Minum Dalam Kemasan dan Minuman
Madu di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten
Nama
: Desrina Dewi Respati
NIM
: E24090071

Disetujui oleh,
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. E. G. Togu Manurung, MS
NIP. 19621107 198703 1 001

Diketahui oleh,
Ketua Departemen Hasil Hutan


Prof. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc
NIP. 19660212 199103 1 002

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini ialah
Ekonomi Industri Hasil Hutan, dengan judul Analisis Biaya Produksi Air Minum
Dalam Kemasan dan Minuman Madu di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan
Banten.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir E G Togu Manurung,
MS. selaku pembimbing, serta Bapak Ir Bintang CH. Simangunsong, PhD yang
telah banyak memberi masukan dan saran. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada orang tua serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan
dan kasih sayangnya Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
Bapak Wahyudin, SE, M Ak., Bapak Iwan Gurmana, S Hut, Bapak Hendro
Arwinto, Bapak Henhen Suhendar, Bapak Mohamad Ridwan, Bapak Sapta, Teh
Iin dan seluruh karyawan PAMDK Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan

Banten serta warga Kampung Curug, Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan
Madang yang telah banyak membantu selama pengumpulan data.
Terima kasih kepada Alfin, Jessica, Riska Yuni, Tia, Dhita dan seluruh
teman THH angkatan 46 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Linda, Furi, Novia dan Kharisma yang selalu
memberikan saran dan dukungan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2013
Desrina Dewi Respati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2


TINJAUAN PUSTAKA

2

Air Minum dalam Kemasan (AMDK)

2

Minuman Madu

3

Analisis Biaya Produksi Air Minum Dalam Kemasan

3

Analisis Break Even Point (BEP)

4


Analisis Harga Pokok

4

Analisis Profitabilitas (ROI)

5

METODE

5

Waktu dan Lokasi Penelitian

5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

5


Metode Analisis Data

5

KONDISI UMUM PERUSAHAAN

8

Sejarah Perusahaan

8

Lokasi Perusahaan

9

Tenaga Kerja, Sistem Kerja dan Sistem Pengupahan

9

Jenis dan Sumber Bahan Baku

10

Proses Produksi

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

12

Biaya Produksi AMDK dan Midu

12

Analisis Break Even Point

15

Analisis Harga Pokok

16

Analisis Profitabilitas (ROI)

17

SIMPULAN DAN SARAN

18

Simpulan

18

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Komponen penyusun biaya produksi AMDK
Jumlah produksi PAMDK Perhutani tahun 2012
Biaya tetap produksi AMDK di PAMDK Perhutani
Biaya tetap produksi minuman madu dan total biaya tetap di PAMDK
Perhutani
5 Biaya variabel produksi AMDK di PAMDK Perhutani
6 Biaya variabel produksi minuman madu dan total biaya variabel di
PAMDK Perhutani
7 Nilai ekonomi air berdasarkan harga-harga pasaran
8 Biaya produksi AMDK dan minuman madu di PAMDK Perhutani
9 Break Even Point untuk seluruh komoditi AMDK dan minuman madu
di PAMDK Perhutani
10 Harga-harga Seluruh Komoditi AMDK dan Midu di PAMDK
Perhutani

6
12
12
13
14
14
14
15
16
17

DAFTAR GAMBAR
1 PAMDK Perum Perhutani
2 Bak penampung di sumber
3 Proses pengemasan minuman madu

9
10
11

DAFTAR LAMPIRAN
1 Jumlah hasil produksi dan hasil penjualan AMDK dan minuman madu
per unit di PAMDK Perhutani tahun 2012
2 Jumlah hasil produksi dan hasil penjualan AMDK dan minuman madu
per liter di PAMDK Perhutani tahun 2012
3 Perhitungan penyusutan (depresiasi) dan bunga modal
4 Total biaya produksi per komoditi AMDK dan minuman madu di
PAMDK Perhutani tahun 2012
5 Perhitungan nilai ekonomi air
6 Perhitungan total biaya produksi per komoditi AMDK dan minuman
madu di PAMDK Perhutani tahun 2012 dengan biaya bahan baku
(nilai ekonomi air)
7 Perhitungan break even point per komoditi per harga jual
8 Perhitungan harga pokok

21
21
22
23
24

25
26
28

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan memiliki banyak potensi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia
untuk keberlangsungan hidup. Namun, kebanyakan orang hanya mengetahui hasil
hutan adalah kayu. Sebenarnya masih banyak hasil hutan bukan kayu yang dapat
dimanfaatkan manusia seperti madu, bambu, getah-getahan dan rotan yang
merupakan segelintir hasil hutan bukan kayu. Kini, air yang mengalir dari
pegunungan pun dimanfaatkan potensinya sebagai hasil hutan bukan kayu. Air ini
diolah dengan sistem multifiltrasi menjadi air minum dalam kemasan yang
kemudian dijual kepada masyarakat.
Semakin sulitnya penyediaan air layak konsumsi serta modernisasi yang
menuntut kepraktisan kebutuhan hidup menyebabkan pergesaran kebiasaan dan
perilaku manusia (Rahayu 2008). Oleh karena itu masyarakat kini telah beralih
dari mengonsumsi air minum biasa yang dimasak menjadi air minum dalam
kemasan (AMDK). Hal inilah yang membuat berkembangnya industri air minum
dalam kemasan yang ternyata menjadi salah satu sumber investasi yang
menjanjikan yang diperkuat dengan pernyataan Ketua Umum Asosiasi Perusahaan
Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin), Hendro Baroena yang menyatakan
konsumsi AMDK tahun 2013 bisa meningkat 10% dibanding tahun 2012 yang
konsumsinya sebesar 19.8 miliar liter, sehingga diperkirakan konsumsi tahun ini
sebesar 21.78 miliar liter (Herdiyan 2012).
Perum Perhutani sebagai salah satu BUMN di bidang kehutanan menangkap
hal ini dan sejak tahun 2006 mulai mengoptimalkan potensi sumber daya hayati
dengan memanfaatkan sumber air alamiah yang terdapat di areal kelolaan dengan
memproduksi AMDK. Produksi AMDK yang diberi merk Air Perhutani ini
berlangsung di bawah KBM Agroforestry dan Usaha Lain Perum Perhutani Unit
III Jawa Barat dan Banten. Jumlah produksi Air Perhutani berkisar 12 juta
liter/tahun dengan pemasaran dalam negeri sebesar 80% dan ekspor ke Jepang
sebesar 20%. Ekspor ini merupakan ekspor perdana Perhutani untuk produk bukan
kayu yakni Air Minum Dalam Kemasan (Perhutani 2011).
Saat ini ada sekitar 500 perusahaan AMDK yang beroperasi di Indonesia.
Dari sekian banyak pemain di industri ini, hanya sekitar 10 perusahaan yang
menguasai 60 persen pangsa pasar AMDK, seperti misalnya Aqua, Club, Pure
Life, Ades, PrimA, Cleo, dan Vit (Herdiyan 2012). Dengan kualitas yang dimiliki
Air Perhutani, tentu saja ada peluang bagi Perhutani untuk dapat bersaing dengan
perusahaan-perusahaan yang menguasai pasar AMDK tersebut.
Selain AMDK, minuman kesehatan pun merebak di kalangan masyarakat.
Selain dapat melepas dahaga, minuman kesehatan ini pun dapat memberikan
manfaat yang berguna bagi tubuh, salah satunya adalah minuman madu. Perhutani
pun kini memproduksi minuman madu yang dikemas layaknya AMDK sebagai
salah satu pengembangan produk hasil hutan non-kayu. Namun menurut Rahayu
(2012), produk minuman madu Perhutani ini masih sulit bersaing dengan air
minum dalam kemasan lainnya. Hal ini dikarenakan harganya yang mahal
dibanding berbagai minuman dengan berbagai macam rasa dan manfaat. Untuk
satu cup minuman madu harga yang dipatok adalah Rp2 500. Kondisi harga yang

2
cukup tinggi ini menyulitkan minuman madu untuk bersaing dengan produk
minuman dalam kemasan dari perusahaan lain. Hal ini tercermin dari data target
penjualan yang belum tercapai. Data sampai dengan Oktober 2011 melaporkan
penjualan minuman madu Wanajava baru tercapai Rp480 juta dari target sebesar
Rp1 milyar.
Untuk itu, diperlukan suatu pengaturan dan pengawasan yang baik dalam
kegiatan produksinya, yaitu perencanaan produksi, pengawasan pembiayaan,
penilaian efisiensi, penekanan biaya produksi dan penentuan harga jual yang tepat.
Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan analisis biaya produksi yang
merupakan komponen penting dalam setiap pengambilan keputusan perusahaan
sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Oleh karena itu, penelitian tentang
analisis biaya produksi AMDK dan minuman madu Perum Perhutani ini
diharapkan dapat membantu dalam pengelolaan produksi AMDK dan tingkat
keuntungan yang didapat perusahaan.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah diuraikan diatas maka penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Menghitung biaya produksi AMDK dan minuman madu Perum Perhutani
Bogor.
2. Menghitung nilai break even point (BEP) dan nilai return on investment
(ROI).
3. Menentukan harga pokok AMDK dan minuman madu Perum Perhutani.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada perusahaan
tentang komponen biaya produksi untuk kepentingan pengelolaan dan
pengendalian biaya, serta memberikan informasi kepada mahasiswa dan
masyarakat tentang proses pembuatan AMDK dan minuman madu serta
komponen biaya produksinya.

TINJAUAN PUSTAKA
Air Minum Dalam Kemasan (AMDK)
Kebutuhan akan air bersih merupakan suatu kebutuhan yang mendasar bagi
seluruh masyarakat. Seiring dengan semakin tingginya tingkat kesadaran
masyarakat terhadap pola konsumsi air yang bermutu, sehat dan berkualitas maka
masyarakat juga memerlukan hadirnya sebuah produk air minum yang berkualitas,
sehat dan terjangkau. Kebutuhan akan hadirnya air minum dalam kemasan pun
juga didorong oleh banyaknya kegiatan atau event yang dilaksanakan dalam
lingkungan masyarakat hingga instansi kerja, baik pemerintah hingga swasta
(Juniar 2010). Salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan
adanya air minum yang sehat dan berkualitas dengan harga yang terjangkau
tersebut adalah hadirnya sebuah produk air minum dalam kemasan. Produk air

3
minum dalam kemasan ini juga menjadi salah satu pilihan alternatif air minum
karena sifatnya yang praktis untuk digunakan.
Air minum adalah semua air baik yang masih bersifat alami maupun yang
telah mengalami proses tertentu, misalnya desalinasi pada air laut dan memenuhi
standar air minum yang telah ditetapkan. Standar air minum dibedakan menjadi
air minum biasa, air mineral (mineral water), air mineral alami dan air minum
dalam kemasan. Menurut Standar Industri Indonesia (SII) 2040-90, AMDK
didefinisikan sebagai air yang telah diproses, dikemas dan aman untuk diminum
langsung (Juniar 2010).
Bisnis AMDK sangat menjanjikan karena kebutuhan akan air minum terus
meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk. Menurut Munandar et al.
(2003), berdasarkan data Biro Pusat Statistik pada tahun 1994 konsumsi AMDK
masyarakat seluruh Indonesia sebanyak 1.4 miliar liter, konsumsi ini terus
meningkat sampai 2.38 miliar liter pada tahun 1998, 2.75 miliar liter pada tahun
1999 dan 3.64 miliar liter pada tahun 2000. Untuk tahun 2005-2010, kebutuhan
air minum kemasan diperkirakan mencapai 10-12.5 miliar liter (Perhutani 2011)
dan pada tahun 2012 konsumsi AMDK masyarakat seluruh Indonesia adalah 19.8
miliar liter. Pada tahun 2013 ini diperkirakan konsumsi AMDK adalah sebesar
21.78 miliar liter, meningkat 10% dari tahun sebelumnya (Herdiyan 2012).
Minuman Madu
Madu merupakan zat alami yang dihasilkan lebah dengan bahan baku nektar
dan sumber energi serta bahan yang diubah menjadi lemak dan glikogen (Rahayu
2012). Madu memiliki banyak khasiat antara lain dapat menyembuhkan
kekurangan darah, menguatkan jantung dan ginjal, menyembuhkan pecah-pecah
pada kaki serta dapat digunakan untuk menjaga kesehatan (Adrian 2005). Oleh
karena itu Perhutani kini memproduksi minuman madu sebagai healthy drink
yang praktis diminum dimana dan kapan saja.
Menurut Rahayu (2012), konsumsi madu di negara industri seperti Jerman,
Jepang, Perancis, Inggris dan lain-lain rata-rata mencapai jumlah 1000-1600 g per
kapita per tahun. Di negara-negara berkembang konsumsi madu diperkirakan
sekitar 70 g per kapita per tahun. Oleh karena itu, perkembangan berbagai produk
industri makanan dan minuman pun terutama yang berguna untuk menjaga
kesehatan, semakin meluas dan meningkat.
Analisis Biaya Produksi Air Minum Dalam Kemasan
Biaya produksi digolongkan dalam biaya tetap (fixed cost) dan biaya
variabel (variabel cost). Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap (konstan) dan
tidak tergantung volume produksi, sedangkan biaya tidak tetap (biaya variabel)
adalah biaya yang berubah sesuai dengan besarnya produksi. Biaya tetap terdiri
dari elemen-elemen biaya : upah, penyusutan, overhead tetap dan sebagainya,
sedangkan biaya variabel diklasifikasikan menjadi biaya bahan baku, upah
langsung, bahan bakar, bahan penolong, bahan pengepakan. Overhead variabel
terdiri dari bahan perlengkapan, pemeliharaan instalasi, pemeliharaan bangunan
dan sebagainya (Fakultas Pertanian UNS 1996).

4
Penghitungan biaya produksi dimaksudkan untuk mengetahui seberapa
besar biaya produksi atau kegiatan usaha yang telah dilakukan (historis) dan
seberapa perkiraan biaya produksi untuk kegiatan yang akan datang (prediksi).
Analisis biaya produksi bermanfaat dalam penentuan besarnya harga pokok,
pengendalian biaya, dan pengambilan keputusan dalam proses produksi (Nugroho
2002).
Berdasarkan hasil penelitian Marsalina et al. (2013) mengenai analisis
penentuan harga pokok AMDK pada PDAM Tirta Mahakam Kutai Kartanegara
pada bulan Desember 2011 biaya yang dikeluarkan paling besar adalah biaya
variabel yakni mencapai Rp23 681 804. Sedangkan total biaya tetap yang
dikeluarkan perhusahaan untuk memproduksi AMDK adalah Rp32 749 262. Dari
data tersebut dapat disimpulkan bahwa biaya variabel yang dikeluarkan dalam
memproduksi AMDK lebih besar dibanding biaya tetap yakni sebesar 72% dari
total biaya produksi.
Nilai Ekonomi Air
Bahan baku yang digunakan adalah air yang merupakan salah satu hasil
hutan bukan kayu yang saat ini masih merupakan barang publik, belum
merupakan barang ekonomi. Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang
Sumberdaya Air Pasal 45 Ayat 2 dan 3 menyebutkan pengusahaan sumberdaya air
dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah,
perseorangan, badan usaha atau kerjasama antar badan usaha berdasarkan izin
pengusahaan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah, maka dimungkinkan
adanya perubahan air sebagai barang publik menjadi barang ekonomi (Purwanto
et.al 2006).
Perubahan air dari barang publik menjadi barang ekonomi dapat
menimbulkan konflik antar sektor ataupun antar kelompok masyarakat. Potensi
konflik tersebut dapat dikurangi dengan negosiasi antar stake holder dengan
memakai ukuran-ukuran tertentu. Perhitungan kajian nilai ekonomi air terhadap
Perusahaan AMDK ini dilakukan sebagai instrumen negosiasi tersebut selain juga
sebagai pemenuhan terhadap UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air
Pasal 45 Ayat 1 yang disebutkan bahwa pengusahaan sumberdaya air
diselenggarakan dengan memperhatikan fungsi sosial dan kelestarian lingkungan
hidup.
Analisis Break Even Point (BEP)
Break even point (BEP) atau titik impas merupakan suatu tingkat produksi
minimum dimana penghasilan total sama dengan pembiayaan total. Dengan
dilakukan analisis ini, perusahaan dapat mengetahui volume penjualan minimum
yang tidak mengakibatkan perusahaan mengalami kerugian walaupun belum
memperoleh laba (Nugroho 2002).
Analisis Harga Pokok
Harga pokok adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk produksi suatu
barang atau jasa selama periode yang bersangkutan. Analisis harga pokok
dilakukan untuk menentukan harga pokok perusahaan dalam menentukan tingkat

5
keuntungan yang ingin dicapai. Setiap perusahaan memiliki nilai harga pokok
yang berbeda satu dengan yang lainnya (Kuswadi 2005).
Analisis Profitabilitas (ROI)
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba
dari hasil penjualannya, baik dari seluruh kemampuan dan sumberdaya yang ada.
Kemampuan perusahaan memperoleh laba ini umumnya dinyatakan dalam ROI
(Return on Investment). Nilai ROI diperoleh dengan membagi laba bersih yang
dihasilkan oleh perusahaan dengan seluruh aset atau modal yang dimiliki
perusahaan. Semakin besar nilai ROI, maka semakin besar pula laba bersih yang
diperoleh perusahaan (Kuswadi 2005).

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Oktober 2013 di Kampung
Curug, Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor,
tempat KBM Industri Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten
memproduksi Air Perhutani dan Minuman Madu.
Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data primer dikumpulkan dengan cara pengukuran langsung dan
wawancara di lapangan, sementara data sekunder dikumpulkan dengan pencatatan
data yang tersedia di perusahaan atau pengutipan dari laporan dan literatur yang
berkaitan.
Metode Analisis Data
Analisis yang dilakukan adalah analisis biaya produksi, analisis nilai
ekonomi air, analisis break even point, analisis harga pokok dan analisis
profitabilitas (ROI).
Analisis Biaya Produksi
Analisis biaya produksi AMDK dilakukan untuk mengetahui struktur biaya
yang diperlukan dan besarnya keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan.
Biaya produksi terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap. Komponen-komponen
biaya dalam memproduksi AMDK dapat dilihat dalam Tabel 1.

6
Tabel 1 Komponen penyusun biaya produksi AMDK
Jenis data
Komponen
1. Biaya tetap
Penyusutan dan bunga modal untuk mesin dan
peralatan produksi
Gaji karyawan tetap
Overhead tetap (administrasi perkantoran)
Pemeliharaan dan perbaikan
Pemasaran (promosi)
Pajak
2. Biaya variabel
Biaya bahan baku
Biaya bahan penolong
Upah karyawan harian
Biaya Tetap
Biaya tetap yang dimaksud meliputi biaya penyusutan dan bunga
modal untuk mesin dan peralatan produksi, gaji karyawan tetap, overhead
tetap (administrasi perkantoran), biaya pemeliharaan inventaris
(maintenance), transportasi, pemasaran (promosi) dan pajak.
Biaya penyusutan dan bunga modal dilakukan terhadap komponen
modal tetap, yaitu mesin dan peralatan produksi. Setelah itu dihitung
dengan metode garis lurus seperti pada persamaan (1), sedangkan bunga
modal dihitung dengan menggunakan persamaan (2).
�� =

��−��
��

.................................................... (1)

Dimana :
D j = depresiasi dari investasi ke-j (Rp/tahun);
P j = harga beli dari investasi ke-j (Rp);
R j = nilai sisa (rongsokan) dari investasi ke-j (rp);
N j = masa pakai ekonomis dari investasi ke-j (tahun);
j = 1,2,3…,n ; jenis mesin dan peralatan yang digunakan dalam
proses produksi
�� =

{(��−��)(��+1)+��}
2 ��

� � %…………………. (2)

Dimana :
M j = bunga modal dari investasi ke-j (Rp/tahun);
P j = harga beli dari investasi ke-j (Rp);
R j = nilai sisa (rongsokan) dari investasi ke-j (Rp);
N j = masa pakai ekonomis dari investasi ke-j (tahun);
�%= tingkat bunga per tahun (% per tahun)
j = 1,2,3…,n ; jenis mesin dan peralatan yang digunakan dalam
proses produksi
Gaji karyawan tetap untuk setiap yang diproduksi didapatkan
dengan persaman:
�� =

��


………………………………… (3)

7
Dimana :
Bg = biaya gaji per tahun (Rp)
Gt = gaji yang dikeluarkan setiap tahun (Rp/tahun)
Q = rata-rata produksi air minum dalam kemasan per tahun (liter/tahun)
Biaya overhead tetap (administrasi perkantoran), biaya listrik, biaya
pemeliharaan dan perbaikan. Biaya-biaya ini diperoleh dari hasil
penelusuran literatur/laporan-laporan atau hasil wawancara dengan
pembimbing lapangan/perusahaan.
Biaya Variabel
Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku, bahan penolong, biaya
upah karyawan harian. Biaya bahan baku dihitung dengan nilai ekonomi air,
biaya bahan penolong dihitung dengan menggunakan persamaan (4), biaya
upah atau gaji karyawan harian dihitung dengan menggunakan persamaan
(5)
� ��

�2 = ∑ �=1



…………………...………………..(4)

Dimana :
B 2 = biaya bahan penolong (Rp/unit)
G d = rata-rata biaya bahan penolong ke-d (Rp/bulan)
Q = rata-rata produksi (liter/bulan)
d = 1,2,3……,n ; jenis bahan penolong yang digunakan dalam pembuatan
AMDK
��� =

��


……………………………………….(5)

Dimana :
Vcl= biaya upah langsung (Rp/liter)
UL= upah langsung (Rp/hari)
P = produktivitas pekerja (liter/hari)
Nilai Ekonomi Air
Nilai ekonomi air PAMDK digunakan biaya dan penerimaan perusahaan
selama lima tahun terakhir. Perolehan nilai ekonomi air ini dapat digunakan untuk
keperluan biaya sosial yang salah satunya adalah biaya pembelian air baku.
Perhitungan nilai ekonomi air dilakukan dengan menggunakan persamaan (6).
��� = �� − �� − ���…………………..……(6)
Dimana :
WEv = nilai Ekonomi Air (Water Economic Valuation)
Bi
= penerimaan tahun ke-i (Benefit)
Ci
= biaya tahun ke-i (Cost)
Npi
= keuntungan normal (Normal profit, 20% x cost)

8
Analisis Break Even Point
Analisis break even point dilakukan untuk melihat produksi minimum yang
harus dihasilkan sehingga pendapatan yang diperoleh sama dengan biaya yang
dikeluarkan (Nugroho 2002). Perhitungan break even point dilakukan dengan
menggunakan persamaan (7).
���� =



�−�

…………………………………………. (7)

Dimana :
N BEP = tingkat produksi AMDKdan Midu pada titik impas (liter/tahun)
F = biaya tetap per satuan unit waktu (Rp/tahun)
C = biaya variabel per satuan unit (Rp/liter)
H = harga per satuan unit (Rp/liter)

Analisis Harga Pokok
Analisis harga pokok dilakukan untuk mengetahui perbandingan biaya
produksi terhadap kegiatan usaha yang telah dilakukan sebagai patokan dalam
menentukan harga jual. Harga pokok dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan (8).
�� =

(1+�%)� �


……………..……..(8)

Dimana :
HP = harga pokok AMDKdan Midu (Rp/liter)
P = keuntungan yang diinginkan perusahaan (%)
T
= total biaya produksi (Rp)
Q = jumlah produksi yang dihasilkan (liter)
Analisis Profitabilitas (ROI)
Analisis profitabilitas dilakukan untuk melihat kemampuan perusahaan
dalam memperoleh keuntungan. Kemampuan perusahaan dalam memperoleh
keuntungan dapat dilihat dari nilai ROI yang dihasilkan dengan menggunakan
persamaan (9).
��
��� = �� � 100%………………………….(9)
Dimana :
ROI = kemampuan perusahaan memperoleh laba (%)
NI = laba bersih yang dihasilkan perusahaan (Rp/tahun)
AV = semua aset/modal yang dimiliki perusahaan (Rp/tahun)

KONDISI UMUM PERUSAHAAN
Sejarah Perusahaan
Air Perhutani dan Minuman Madu merupakan produk yang dihasilkan dari
Pabrik Air Minum Dalam Kemasan (PAMDK) milik Perum Perhutani khususnya
Unit III di bawah naungan KBM Agroforestry dan Usaha Lain. Mulai beroperasi

9
pada tanggal 1 Desember 2006 dengan menggunakan merek dagang Aqua Sylva.
Jenis produk yang dihasilkan antara lain produk berupa cup 240 ml, botol 300 ml,
botol 600 ml, botol 1.500 ml serta galon 19 liter.
Pada tahun 2008, merek dagang Aqua Sylva diganti menjadi Air Perhutani
dan pada tahun 2013 berubah menjadi Tirta Forest. Namun pergantian Air
Perhutani menjadi Tirta Forest dilakukan secara perlahan agar konsumen tetap
setia menggunakan produk AMDK dari Perhutani.
Minuman madu Perhutani awalnya diproduksi di Pusat Perlebahan Nasional
(Pusbahnas), Parung. Sulitnya suplai dan pemrosesan air di Pusbahnas membuat
pengolahan minuman madu dipindahkan ke pabrik AMDK di Babakan Madang
pada tahun 2010.
Lokasi Perusahaan
PAMDK milik Perum Perhutani berlokasi di Kampung Curug, Desa Bojong
Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor.

Gambar 1 PAMDK Perum Perhutani
Tenaga Kerja, Sistem Kerja dan Sistem Pengupahan
Tenaga kerja pada PAMDK Perhutani ini terbagi ke dalam tiga kelompok
yaitu bagian kantor, bagian pabrik dan bagian armada pemasaran. Sistem
pembagian tenaga kerja pada perusahaan ini dapat dibedakan menjadi tiga
golongan, yaitu tenaga kerja tetap Perhutani, tenaga kerja harian Perhutani dan
tenaga kerja harian pabrik. Waktu kerja didasarkan pada shift kerja. Tenaga kerja
bagian kantor adalah shift netral dengan jam kerja 07.30-16.30 WIB. Tenaga kerja
bagian pabrik dibagi ke dalam tiga shift (shift 1, 2 dan 3) dengan jam kerja 07.0015.00, 15.00-23.00 dan 23.00-07.00.
Sistem pengupahan pada perusahaan ini terdiri dari tiga cara yaitu gaji tetap,
upah harian Perhutani dan upah harian pabrik. Upah harian Perhutani disesuaikan
dengan Upah Minimum Regional Kabupaten Bogor yang sebesar Rp2 020 000.
Upah harian pabrik disesuaikan dengan jumlah hari masuk kerja dan lama kerja
karyawan serta pendidikannya.

10
Jenis dan Sumber Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan AMDK dan minuman madu
di PAMDK Perum Perhutani ini adalah air yang berasal dari sumber mata air di
kawasan hutan kelolaan Perum Perhutani. Lokasi sumber mata air itu sendiri
masuk ke dalam kawasan RKPH Babakan Madang dengan jarak sekitar 5 km dari
pabrik. Debit air yang digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan AMDK ini
adalah sebesar 1.4 liter/detik. Air yang bersumber dari mata air alami tersebut
dialirkan melalui pipa dari bak penampung yang berada di sumber hingga ke bak
penampung yang ada di pabrik.
Minuman madu selain berbahan baku air juga berbahan baku madu. Madu
yang digunakan oleh perusahaan ini berasal dari Pusbahnas Perhutani.
Proses Produksi
Proses Produksi Air Minum Dalam Kemasan
Berikut tahapan-tahapan proses produksi AMDK secara rinci di PAMDK
Perum Perhutani:
1. Penampungan
Air dari sumber mata air ditampung di dalam empat bak penampung
yang terletak di lokasi sumber. Air yang terdapat di dalam empat bak
penampung itu dialirkan ke dalam dua bak penampung yang berada di
pabrik melalui pipa. Air yang akan masuk ke dalam bak penampung
melewati saringan awal berupa batu, pasir dan ijuk.

Gambar 2 Bak penampung di sumber
2. Penyaringan
Air yang akan diproses harus melewati tujuh tahap penyaringan.
Pertama melalui sand filter untuk menghilangkan kontaminasi fisik,
kedua melalui carbon filter untuk menghilangkan kontaminasi kimia
dan selanjutnya melalui catridge filter yang terdiri dari 5 ukuran
saringan untuk menghilangkan kontaminasi sisa. Penyaringan di
catridge filter dimulai dari ukuran yang paling besar hingga ke ukuran
paling kecil, yakni 5µ, 3µ, 1µ, 0.45µ dan 0.22µ.
3. Penampungan Produk Setengah Jadi
Air yang telah melewati tujuh tahap penyaringan kemudian ditampung
pada tangki penampungan produk setengah jadi.

11
4. Sterilisasi (Ozonisasi)
Proses sterilisasi ini dilakukan dalam mixing tank dengan
menginjeksikan ozon ± 0.6 ppm. Air yang terdapat dalam tangki
penampung produk setengah jadi ini dialirkan ke mixing tank untuk
sterilisasi dengan maksud mengurangi kontaminasi mikrobiologi.
5. Penampungan Produk Jadi
Produk setengah jadi yang telah disterilisasi ditampung ke dalam
penampungan produk jadi.
6. Pengemasan
Proses pengemasan terdiri dari proses filling dan packing. Pada proses
filling, air produk diberi sinar ultraviolet untuk memastikan kontaminasi
mikrobiologi sudah terminimalisasi pada tingkat yang diterima.
Proses Produksi Minuman Madu
1. Pemanasan Air
Air dalam tangki produk jadi dipanaskan hingga mendidih.
2. Pencampuran
Proses pencampuran dilakukan dengan mencampurkan madu, gula,
asam sitrat, natrium benzoate dan bleaching earth ke dalam air yang
sudah mendidih.
3. Pengendapan
Hasil campuran tersebut kemudian diendapkan selama dua hari untuk
mengendapkan zat-zat yang tidak terlarut saat pencampuran.
4. Penyaringan
Setelah dua hari diendapkan, dilakukan penyaringan untuk memastikan
bahwa tidak ada lagi zat-zat yang tidak terlarut yang terbawa.
5. Pemanasan II
Tahap pemanasan ke-2 dilakukan setelah proses penyaringan.
Pemanasan dilakukan selama 1.5 jam dengan suhu 70oC agar tidak
terjadi fermentasi pada air madu.
6. Pengemasan
Proses pengemasan terdiri dari proses filling dan packing. Pada proses
filling, air madu produk diberi sinar ultraviolet untuk memastikan
kontaminasi mikrobiologi sudah terminimalisasi pada tingkat yang
diterima.

Gambar 3 Proses pengemasan minuman madu

12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Biaya Produksi AMDK dan Minuman Madu
Biaya produksi digolongkan dalam biaya tetap (fixed cost) dan biaya
variabel (variabel cost). Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap (konstan) dan
tidak tergantung volume produksi, sedangkan biaya tidak tetap (biaya variabel)
adalah biaya yang berubah sesuai dengan besarnya produksi. Jumlah produksi
yang dihasilkan PAMDK Perhutani pada tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah produksi PAMDK Perhutani tahun 2012
Komoditi
Cup

Botol

Botol

Botol

Galon

Midu

Midu

240 ml

300 ml

600 ml

1500 ml

19 liter

220 ml

200 ml

48 cup

24 botol

24 botol

12 botol

24 cup

24 botol

TOTAL

Q (unit)

151 356

29 223

36 141

3 288

158 945

33 845

805

413 603

Q (liter)

1 743 621

210 406

520 430

59 184

3 019 955

178 702

3 864

5 736 162

Sumber: PAMDK Perhutani 2012

Biaya tetap yang dikeluarkan Perhutani sebesar Rp2 903 695 137 yang
terdiri dari biaya penyusutan, bunga modal, pemasaran, administrasi, gaji tetap,
pemeliharaan dan pajak dimana rincian biaya dapat dilihat pada Tabel 3 untuk
AMDK dan Tabel 4 untuk minuman madu dan biaya total per komoditi. Biaya
pemasaran termasuk biaya tetap karena hanya terdiri dari biaya promosi yang
tidak dipengaruhi dengan volume produksi. Biaya pengangkutan dan transportasi
ditanggung oleh konsumen.
Tabel 3 Biaya tetap produksi AMDK di PAMDK Perhutani
Komoditi
Biaya Produksi

Cup

Botol

Botol

Botol

Galon

240 ml

300 ml

600 ml

1500 ml

19 liter

Rupiah
Biaya Tetap
Biaya Penyusutan

338 800 945

40 883 742

101 124 141

11 499 973

586 803 903

91 561 872

11 048 942

27 329 073

3 107 899

158 585 343

110 234 556

13 302 210

32 902 431

3 741 709

190 926 467

21 985 594

2 653 043

6 562 185

746 260

38 079 092

Administrasi

185 691 221

22 407 706

55 424 477

6 302 946

321 617 560

Pemeliharaan

131 354 460

15 850 788

39 206 228

4 458 585

227 506 183

3 007 480

362 918

897 662

102 083

5 208 961

882 636 128

106 509 349

263 446 196

29 959 456

1 528 727 509

Bunga Modal
Gaji karyawan Tetap
Pemasaran

Pajak
Total

Sumber: PAMDK Perhutani 2012

13
Komponen biaya tetap yang paling besar adalah biaya penyusutan yakni
sebesar Rp1 114 586 889 dan pada biaya bunga modal, suku bunga bank yang
digunakan adalah sebesar 10.20%, menggunakan suku bunga Bank BNI tahun
2012 yang merupakan Bank BUMN yang digunakan Perhutani dalam kegiatan
perbankannya.
Tabel 4 Biaya tetap produksi minuman madu dan total biaya tetap di PAMDK
Perhutani
Komoditi
Biaya Produksi

Midu

Midu

220 ml

200 ml

TOTAL

Rupiah
Biaya Tetap
Biaya Penyusutan

34 723 375

750 809

1 114 586 889

9 384 086

202 908

301 220 123

Gaji karyawan Tetap

11 297 831

244 288

362 649492

Pemasaran (promosi)

2 253 282

48 722

72 328 178

Administrasi

19 031 310

411 506

610 886 727

Pemeliharaan

13 462 389

291 092

432 129 725

308 234

6 665

9 894 003

90 460 508

1 955 990

2 903 695 137

Bunga Modal

Pajak
Total

Sumber: PAMDK Perhutani 2012

Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku, biaya penolong dan biaya upah
langsung. Bahan baku yang digunakan dalam produksi AMDK dan minuman
madu adalah air yang berasal dari sumber mata air di kawasan hutan lindung
kelolaan Perum Perhutani. Nilai ekonomi hutan lindung yang bersifat intangible
belum banyak dilakukan perhitungan sehingga nilai jasa hutan lindung sering
dihargai kecil. Akibatnya, penghargaan atau pengelolaan hutan lindung kurang
optimal. Salah satu produk hutan lindung adalah air yang pada saat ini sebagian
besar masih merupakan barang publik walaupun di beberapa tempat telah menjadi
barang ekonomi seperti yang dimanfaatkan untuk air mineral. Berdasarkan UU
No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Pasal 45 ayat 1, 2 dan 3 serta untuk
menghindari konflik antar sektor maupun antar kelompok masyarakat, dilakukan
perhitungan nilai ekonomi air sebagai bentuk negosiasi. Nilai air untuk
perusahaan AMDK dapat diperoleh dengan mengurangi jumlah penerimaan
(benefit) tahun tersebut dengan biaya (cost) dan keuntungan normal (Purwanto et
al 2006), karena itu tetap dilakukan perhitungan total biaya terlebih dahulu. Biaya
variabel yang dikeluarkan PAMDK Perhutani adalah Rp3 676 249 815 dengan
rincian hanya biaya bahan penolong dan biaya upah langsung yang dapat dilihat
pada Tabel 5 untuk AMDK dan Tabel 6 untuk minuman madu serta biaya total
per komoditi.

14
Tabel 5 Biaya variabel produksi AMDK di PAMDK Perhutani
Komoditi
Biaya Produksi

Cup

Botol

Botol

Botol

Galon

240 ml

300 ml

600 ml

1500 ml

19 liter

Biaya Variabel

Rupiah

Bahan Penolong

1 283 752 605

472 096 027

567 398 979

39 511 951

304 732 511

Upah Langsung

154 378 681

18 629 164

46 078 418

5 240 100

267 384 179

1 438 131 286

490 725 191

613 477397

44 752 051

572 116 690

Total

Sumber: PAMDK Perhutani 2012

Tabel 6 Biaya variabel produksi minuman madu dan total biaya variabel di
PAMDK Perhutani
Komoditi
Biaya Produksi

Midu

Midu

220 ml

TOTAL

200 ml

Biaya Variabel

Rupiah

Bahan Penolong

469 582 775

31 300 191

3 168 375 040

Upah Langsung

15 822 119

342 115

507 874 775

485 404 894

31 642 306

3 676 249 815

Total

Sumber: PAMDK Perhutani 2012

Jumlah biaya yang dikeluarkan PAMDK Perhutani adalah Rp6 579 944 952
sementara jumlah penerimaan hanya sebesar Rp5 050 197 473. Jumlah
penerimaan yang lebih kecil dibanding jumlah biaya yang dikeluarkan perusahaan
menyebabkan angka dalam perhitungan nilai ekonomi air yang dihasilkan negatif,
sehingga nilai ekonomi air diperoleh dengan pendekatan lain namun dengan
metode yang sama. Jumlah penerimaan diperoleh dari harga-harga produk lain
yang terdapat di pasaran yang dapat dilihat pada Tabel 7, kemudian dikurangi
dengan jumlah biaya sebesar Rp6 579 944 952 dan jumlah keuntungan normal
20% yaitu Rp1 315 988 990.
Tabel 7 Nilai ekonomi air berdasarkan harga-harga pasaran
Aqua

Vit

Giant

Nestle

Prima

Club

2 Tang

Perhutani

Rupiah
Harga (600ml)

1 500

1 300

1 000

1 600

1100

1 000

1 400

Harga/liter

2 500

2 167

1 667

2 667

1 833

1 667

2 333

1 401

Nilai air/liter

1 073

740

240

1 240

407

240

907

(26)

Rata-rata

692

Sumber: Giant Botani Square

Harga yang diambil adalah harga jual pada komoditi botol 600 ml yang
kemudian dikonversi menjadi harga per liter. Hasil yang didapatkan selanjutnya
dirata-ratakan kecuali dengan harga jual Perhutani karena nilainya negatif. Besar
nilai ekonomi air yang didapatkan adalah Rp692/liter yang kemudian akan

15
digunakan untuk perhitungan biaya bahan baku, yaitu mengalikannya dengan
jumlah produksi tahun 2012.
Dengan demikian, biaya produksi yang dikeluarkan menjadi bertambah
dengan adanya nilai ekonomi air ini. Biaya variabelnya menjadi Rp 7 623 127 332
dikarenakan adanya biaya bahan baku sebesar Rp3 946 877 517 sehingga total
biaya produksi AMDK dan minuman madu pun menjadi sangat besar yaitu Rp10
526 822 469 seperti yang terlihat pada Tabel 8. Sementara untuk biaya produksi
per komoditi setelah adanya nilai ekonomi air ini dapat dilihat pada Lampiran 12.
Dari hasil yang diperoleh, dapat dilihat biaya bahan baku merupakan komponen
biaya variabel terbesar yang dikeluarkan.
Tabel 8 Biaya produksi AMDK dan minuman madu di PAMDK Perhutani
Biaya Produksi

TOTAL

Biaya Tetap
Biaya Penyusutan

1 114 586 889

Bunga Modal

301 220 123

Gaji karyawan Tetap

362 649 492

Pemasaran

72 328 178

Administrasi

610 886 727

Pemeliharaan

432 129 725

Pajak

9 894 003
Total

2 903 695 137

Biaya Variabel
Bahan Baku

3 946 877 517

Bahan Penolong

3 168 375 040

Upah Langsung

507 874 775

Total

7 623 127 332

Biaya Total

10 526 822 469

Sumber: PAMDK Pehutani 2012 (diolah)

Analisis Break Even Point
Analisis break even point (BEP) dilakukan untuk mengetahui jumlah
minimum yang harus diproduksi oleh perusahaan agar pendapatan yang diperoleh
sama dengan biaya yang dikeluarkan atau tidak mengalami kerugian tetapi juga
tidak memperoleh keuntungan (Nugroho 2002).
BEP atau titik impas menggambarkan jumlah hasil produksi sama dengan
jumlah biaya produksi, sehingga perusahaan berada pada kondisi tidak untung dan
tidak rugi. Berdasarkan Tabel 9, seluruh komoditi AMDK memperoleh angka
BEP yang negatif sedangkan pada minuman madu, angka yang diperoleh positif
dan telah melampaui BEP untuk seluruh komoditi dan harga jual.

16
Tabel 9 Break Even Point untuk seluruh komoditi AMDK dan minuman madu di
PAMDK Perhutani
Komoditi
Break Even

Cup

Botol

Botol

Botol

Galon

Midu

Point (BEP)

240 ml

300 ml

600 ml

1500 ml

19 liter

220 ml

Midu
200
ml

Liter
(95 952)

(29 561)

(34 683)

(8 237)

(135 354)

6 183

95

Agen

(107 656)

(34 324)

(37 127)

(9 549)

(164 481)

5 788

91

Eceran

(147 138)

(66 441)

(47 078)

(16 306)

(209 579)

5 281

87

HJD sebelum PPn

(134 346)

(256 897)

(35 597)

(7 879)

(161 193)

6 546

119

Hasil Produksi

151,356

29,223

36,141

3,288

158,945

33,845

805

Hasil Penjualan

153,075

28,921

34,899

2,796

158,441

34,991

832

Distributor

Sumber: PAMDK Perhutani 2012
Keterangan : 1) BEP= Biaya tetap / (Harga-Biaya Variabel)
2) Harga Jual Dasar sebelum PPn

Angka BEP yang negatif menunjukkan bahwa harga output lebih rendah
dibanding biaya variabel produk sehingga menempatkan komoditi cup berada
pada kondisi di bawah shut-down point. Kondisi shut-down point adalah kondisi
dimana harga output sama dengan biaya variabel rata-rata (AVC). Pada kondisi
ini apabila perusahaan tetap berproduksi dan dapat menjual semua output yang
dihasilkan, maka perusahaan tersebut akan rugi sebesar biaya tetapnya. Kerugian
sebesar biaya tetap itu juga dialami oleh perusahaan tersebut apabila ia tidak
berproduksi. Apabila harga output lebih kecil daripada biaya variable rata-rata
(AVC), maka perusahaan tersebut lebih baik menutup usahanya, atau dalam kasus
perusahaan ini adalah menghentikan produksi komoditi AMDK.
Laba akan diperoleh jika produksi dan penjualannya melampaui titik impas.
Apabila penjualan masih berada di bawah titik impas, berarti perusahaan
menderita rugi (Kuswadi 2005). Berdasarkan Tabel 9, hasil produksi dan
penjualan minuman madu telah melampaui BEP sehingga dapat dikatakan
perusahaan hanya mengalami keuntungan pada komoditi minuman madu.
Meskipun begitu, jumlah produksi AMDK yang jauh lebih besar banyak
menyebabkan perusahaan tetap merugi.
Analisis Harga Pokok
Analisis harga pokok dilakukan untuk melihat perbandingan semua biaya
yang dikeluarkan untuk produksi terhadap harga jual yang telah ditetapkan
perusahaan. Penentuan harga pokok mutlak untuk dilakukan, agar diperoleh harga
jual yang tepat, sehingga perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang
diharapkan (Kuswadi 2005).

17
Tabel 10 Harga-harga Seluruh Komoditi AMDK dan Midu di PAMDK Perhutani
Komoditi
Harga

Cup

Botol

Botol

Botol

Galon

Midu

Midu

240 ml

300 ml

600 ml

1500 ml

19 liter

220 ml

200 ml

48 cup

24 botol

24 botol

12 botol

24 cup

24 botol

Distributor

8 000

18 000

19 000

22 000

5 000

32 500

63 000

Agen

9 000

18 500

19 500

22 500

7000

33 500

64 000

Eceran

11 200

20 000

21 000

23 800

9 000

35 000

65 000

HPP PHT

12 136

16 771

18 879

22 044

8 702

17 327

26 028

HJD (tanpa PPn)

10 909

21 364

19 545

22 273

7 273

31 818

59 091

HP

27 973

30 508

41 083

42 224

31 649

23 928

53 275

Sumber: PAMDK Perhutani 2012
Keterangan : 1)Harga Pokok Produksi Perhutani= Biaya Produksi/Jumlah Produksi
2)Harga Jual Dasar sebelum PPn
3)Harga Pokok = {(1+P%) x total biaya}/jumlah produksi

Perhitungan harga pokok dilakukan dengan menjumlahkan total biaya produksi
yang dikeluarkan dan jumlah keuntungan yang diinginkan perusahaan yang
kemudian dibagi dengan jumlah produksi. Jumlah keuntungan yang diinginkan
perusahaan diperoleh dari persen keuntungan yang diinginkan perusahaan, yakni
sebesar 20% dikalikan dengan total biaya produksi. Berdasarkan penelitian
diketahui bahwa besarnya harga pokok untuk produk cup 240 ml yaitu Rp27
907/unit, botol 300 ml yaitu Rp30 466/unit, botol 600 ml yaitu Rp41 000/unit,
botol 1500 ml yaitu Rp42 122/unit, galon 19 liter yaitu Rp31 541/unit, minuman
madu cup 220 ml yaitu Rp23 928/unit dan Rp53 276/unit untuk minuman madu
botol 200 ml (Tabel 10) .
Harga pokok yang didapat jauh lebih besar dibanding harga-harga
Perhutani dikarenakan Perhutani tidak memasukkan nilai ekonomi air ke dalam
perhitungan. Pada perhitungan Perhutani, untuk menentukan harga mula-mula
menentukan harga pokok produksinya baru kemudian menentukan HJD.
Penentuan HJD umumnya dengan cara menjumlahkan HPP dan profit margin
yang kemudian ditambah PPn sebesar 10%, namun angka HJD yang keluar dari
PAMDK Perhutani ini juga ditentukan oleh kebijakan perusahaan. Kebijakan
perusahaan tersebut dapat terlihat pada tabel bahwa HJD untuk cup 240 ml dan
galon 19 liter lebih kecil dibanding dengan HPP.
Berdasarkan tabel, terdapat tiga harga jual yang berbeda yakni distributor,
agen dan eceran. Ketiga jenis harga tersebut diberlakukan dengan ketentuan syarat
yang berlaku terhadap konsumen. Harga distributor dan agen yang lebih rendah
daripada HJD merupakan salah satu sarana pendongkrak pasar, sedangkan harga
eceran yang lebih rendah daripada HJD seperti pada botol 300 ml, merupakan
kebijakan dari perusahaan.
Analisis Profitabilitas (ROI)
Kemampuan perusahaan memperoleh laba ini umumnya dinyatakan dalam
ROI (Return on Investment). Pengertian Return on Investment adalah rasio yang

18
menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan
(Kuswadi 2005). Kerugian yang dialami menunjukkan bahwa perusahaan tidak
mendapatkan hasil berupa net profit yang digunakan sebagai pembanding atas
jumlah aktiva. Sehingga dengan kata lain dapat dikatakan nilai ROI-nya tidak ada.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Biaya produksi AMDK dan minuman madu awalnya adalah Rp6 579
944 952 yang terdiri dari dari biaya tetap sebesar Rp2 903 695 137 dan
biaya variabel tanpa biaya bahan baku sebesar Rp3 676 249 815. Biaya
bahan baku diperoleh dari perhitungan nilai ekonomi air dengan
pendekatan harga pasar yaitu sebesar Rp 692/liter. Hal tersebut
menyebabkan biaya variabel menjadi Rp7 623 127 332 karena adanya
tambahan biaya bahan baku sebesar Rp3 946 877 517, sehingga total
biaya produksi AMDK dan midu adalah sebesar Rp10 526 822 469.
2. Nilai Break Even Point (BEP) yang diperoleh menunjukkan perusahaan
merugi. Angka yang dihasilkan untuk seluruh komoditi AMDK adalah
negatif yang menunjukkan komoditi tersebut pada kondisi shut-down
point. Pada midu, hasil produksi dan hasil penjualan berada di atas nilai
BEP sehingga dapat dikatakan komoditi midu lebih menghasilkan
keuntungan. Akan tetapi karena jumlah produksi AMDK yang jauh
lebih banyak dibandingkan dengan minuman madu menyebabkan
perusahaan tetap mengalami kerugian.
3. Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa besarnya harga pokok untuk
produk cup 240 ml yaitu Rp27 973/unit, botol 300 ml yaitu Rp30
508/unit, botol 600 ml yaitu Rp41 083/unit, botol 1500 ml yaitu Rp42
224/unit, galon 19 liter yaitu Rp31 649/unit, minuman madu cup 220 ml
yaitu Rp23 928/unit dan Rp53 275/unit untuk minuman madu botol 200
ml. Harga yang jauh lebih besar dibandingkan dengan harga-harga
Perhutani dikarenakan Perhutani tidak mengenakan nilai ekonomi air
dalam perhitungannya.
4. Kerugian yang dialami menunjukkan bahwa perusahaan tidak
mendapatkan hasil berupa net profit yang digunakan sebagai
pembanding atas jumlah aktiva. Hal tersebut menyebabkan nilai ROI
tidak ada.
Saran
1. Perusahaan dapat lebih meningkatkan hasil produksi karena hasil
produksi masih 48% dari kapasitas produksi yang sebesar 12 juta liter
per tahun.
2. Perbaikan alat-alat dan pelatihan sumber daya manusia perlu dilakukan
untuk menghasilkan efektivitas dan efisiensi dalam berproduksi agar
biaya yang dikeluarkan tidak begitu besar sehingga perusahaan dapat
memperoleh keuntungan.

19
3. Dalam perhitungan biaya produksi perusahaan harus memasukkan Nilai
ekonomi air sebagai biaya bahan baku. Hal tersebut telah tercantum
dalam Perundang-undangan bahwa air yang dimanfaatkan secara
komersil bukan lagi menjadi barang publik melainkan sudah menjadi
barang ekonomi. Selain itu nilai ekonomi air ini juga berfungsi sebagai
alat negosiasi untuk menghindari konflik antar sektor dan dengan
masyarakat setempat.
4. Biaya variabel yang lebih besar dibanding harga output menyebabkan
angka BEP negatif pada produksi AMDK. Berdasarkan teori, lebih baik
produksi AMDK dihentikan dan hanya memproduksi Minuman Madu
karena perusahaan akan terus merugi.
5. Jika perusahaan tidak mau menghentikan produksi AMDK, perusahaan
dapat menekan biaya produksi dan menaikkan harga output. Harga
output disarankan selain melalui perhitungan juga dilakukan melalui
survey pasar.
6. Pemasaran harus lebih digencarkan agar produk AMDK dan minuman
madu PAMDK Perhutani dapat lebih dikenal masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Fakultas Pertanian Universtas Sebelas Maret. 1996. Kajian Teknis Ekonomis
Pengolahan Gondorukem Dalam Rangka Peningkatan Nilai Tambah Studi
Kasus Di PGT Panggaran dan PGT Cimanggu. Kerjasama Badan Penelitian
dan Pengembangan Departemen Kehutanan Republik Indonesia dan Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Herdiyan. 2012. 2013, Konsumsi air minum kemasan capai 21,78 milyar liter.
[Internet]
[diunduh
2013
Mei
9].
Tersedia
pada:
http://www.beritasatu.com/bisnis/81670-2013-konsumsi-air-minumkemasan-capai-21-78-miliar-liter.html
Juniar A. 2010. Studi kelayakan pendirian pabrik air minum dalam kemasan
PDAM Kabupaten Hulu Sungai Utara ditinjau dari aspek keuangan. Jurnal
Manajemen dan Akuntansi. 11(1)
Kuswadi.2005. Meningkatkan Laba Melalui Pendekatan Akuntansi Keuangan dan
Akuntansi Biaya. Jakarta (ID): PT. Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia.
Marsalina I, Nurita A, dan Raden P U. 2013. Analisis penentuan harga pokok
produksi dalam menetapkan harga jual air minum dalam kemasan pada PDAM
Tirta Mahakam Kutai Kartanegara. Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas
Mulawarman Samarinda.
Munandar J, Faqih U, Meivita A. 2003. Analisis faktor yang mempengaruhi
preferensi konsumsi produk air minum dalam kemasan