11
mencari dana dari luar untuk membiayai investasinya. Ketiga, dengan meningkat dana dari hutang. Pendanaan dengan hutang dapat mengurangi
konflik antara manajer dan pemegang saham, selain itu hutang juga akan mengurangi arus kas yang berlebih sehingga pemborosan yang dilakukan oleh
manajemen juga menurun. Keempat, meningkatkan kepemilikan institusional sebagai pemantau manajemen.
2. Pecking Order Theory
Pada tahun 1961 Donaldson memperkenalkan teori ini dan untuk penamaan Pecking order theory dikemukakan oleh Myers dan Majluf 1984
Sadiyah, 2007. Myers dan Majluf menyatakan bahwa tidak ada target debt to equity ratio
tertentu dan tentang level sumber dana yang paling disukai oleh perusahaan. Inti pada teori ini ialah hanya ada dua jenis sumber
pendanaan, yaitu external financing dan internal financing. Perusahaan cenderung lebih mendahulukan pendanaan internal dibandingkan dengan
yang bersumber dari eksternal. Selain itu, teori ini menjelaskan bahwa perusahaan yang profitable
umumnya menggunakan hutang dalam jumlah yang sedikit. Hal ini bukanlah karena perusahaan mempunyai target debt ratio yang rendah, tetapi karena
mereka memerlukan dana eksternal yang sedikit. Sedangkan perusahaan yang kurang profitable akan cenderung menggunakan utang yang lebih besar
karena dua alasan, yaitu: 1 dana internal tidak mencukupi, dan 2 utang merupakan sumber eksternal yang lebih disukai. Oleh karena itu, teori
12
pecking order ini membuat hirarkhi sumber dana, yaitu dari internal yaitu
laba ditahan, dan eksternal berupa utang dan penerbitan saham. Darminto dan Manurung 2008 menyatakan bahwa dalam hal pemilihan pendanaan
eksternal perusahaan memilih satu pilihan yang paling diutamakan, yaitu dengan pinjaman.
3. Trade-Off Theory
Trade-off theory mengasumsikan bahwa hutang akan digunakan oleh
perusahaan sampai pada tingkat tertentu dan memanfaatkan pajak sebagai akibatnya dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan Mahardika dan
Aisjah, 2014. Selain itu, Almandana 2014 menyimpulkan Trade-off theory sebagai keterkaitan hubungan antara pajak, risiko kebangkrutan dan
pendanaan hutang yang disebabkan oleh keputusan struktur modal perusahaan. Selanjutnya Arifin dalam Sa’diyah 2007 menyebutkan bahwa
model static trade-off theory mulai berkembang. Model ini merupakan perkembangan dari teori irrelevance-nya Modigliani dan Miller. Static trade-
off theory berasumsi ketika pengurangan pajak maka hutang meningkat di satu
sisi dan agency cost biaya agensi meningkat ketika hutang meningkat pada sisi yang lain. Bila manfaat pengurangan pajak masih lebih tinggi
dibandingkan dengan perkiraan agency cost maka perusahaan masih bisa meningkatkan hutangnya, namun ketika pengurangan pajak atas tambahan
hutang tersebut sudah lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan agency
13
cost maka peningkatan hutang harus dihentikan Arifin dalam Sa’diyah,
2007. Dalam Trade-off theory dinyatakan bahwa pembiayaan investasi
dengan pengeluaran saham cenderung dilakukan oleh perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi karena harga sahamnya juga relatif
tinggi. Alasan lainnya adalah costs of financial distress yang besar cenderung ditanggung oleh perusahaan yang tingkat pertumbuhannya tinggi, karena
perusahaan rentan terhadap risiko kebangkrutan yang tinggi. Selain itu, Perusahaan besar cenderung kecil kemungkinannya untuk bangkrut
dibandingkan dengan perusahaan kecil, sehingga mereka akan lebih mudah untuk melakukan pinjaman dari bank Darminto dan Manurung, 2008.
4. Kebijakan Hutang
FASB dalam SFAC No. 6 mendefinisikan Hutang sebagai pengorbanan manfaat ekonomi masa mendatang yang mungkin timbul karena
kewajiban sekarang suatu entitas lain di masa mendatang sebagai akibat transaksi masa lalu dan dari penyelesaian hutang diharapkan ada arus yang
keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi. Hutang juga merupakan sumber pendanaan dari pihak lain yaitu kreditor,
sehingga hutang dapat dikatakan sebagai sumber pendanaan eksternal perusahaan.
Hutang diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang.