PENGARUH ARUS KAS BEBAS DAN SIKLUS HIDUP PERUSAHAAN TERHADAP PRAKTIK MANAJEMEN LABA (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2014-2015)

(1)

THE INFLUENCE OF FREE CASH FLOW AND CORPORATE LIFE CYCLE ON EARNINGS MANAGEMENT PRACTICES

(Study on Manufacturing Companies Listed in Bursa Efek Indonesia 2014-2015)

Oleh:

DWI SEPTI RIANIS 20130420105

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i

THE INFLUENCE OF FREE CASH FLOW AND CORPORATE LIFE CYCLE ON EARNINGS MANAGEMENT PRACTICES

(Study on Manufacturing Companies Listed in Bursa Efek Indonesia 2014-2015) SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi

Universitass Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh:

DWI SEPTI RIANIS 20130420105

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

(4)

iii

Nama : Dwi Septi Rianis

Nomor Mahasiswa : 20130420105

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “PENGARUH ARUS KAS

BEBAS DAN SIKLUS HIDUP PERUSAHAAN TERHADAP PRAKTIK MANAJEMEN LABA (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2014 – 2015)” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, 5 Desember 2015


(5)

iv

“Karena, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

(QS. Al- Insyirah : 5-6)

“Tuhan tidak menuntut kita untuk sukses, Tuhan hanya menyuruh kita berjuang tanpa henti”

(Cak Nun)

“Sampai pada titik dimana saya berusaha memudahkan urusan orang lain,

Karena saya yakin Tuhan-pun akan memudahkan urusan saya” -Penulis-


(6)

v

melangkah maju, terimakasih untuk do’a, motivasi, bimbingan, dan segala fasilitas yang selalu diberikan hingga detik ini. Tanpa bapak dan ibu, aku bukan apa – apa. alafyu.

 Mas Ikhsan Adhi Pratama dan Ikhbal Tria Setiadi, thankiss for everytime we make a laugh and fight at home. Remember we’re one!

 Abang Multan Jailani Buton, ma thru the ups and downs partner. Long way to go. Terimakasih selalu menemani dan membantu, kesana-kesini, pulang-pergi, es krim – papeda - kuah kuning – lumpia – penyemangat. Dankee.

 Engkus, Ghea, Fegusta, Sakti, Cacak – ku sayang. Temen plastik biar tipis tapi awet, terimakasih selalu menyemangati walaupun jarang menemani. Aku sayang kalian.  Nurul Hamidah –ku terimakasih untuk semua-muanya walau jarang ketemu. Micu

so badly.

 Anak- anak kelinci Dante Perawan Bugis dan Rani Kecil, terimakasih nasehat dan dorongan buat terus nyelesaiin skripsi ini. Kalian juga harus semangaaaat nak!  Teman seperjuangan Nisa 1, Nisa 2, Nisa 3, Puteri, Qyzwa, Ulfa, Dhaniar, dll.

Terimakasih segala bantuannya. Semoga kalian selalu diberi kemudahan juga guys.  Semua pihak yang telah membantu saya, maaf tidak dapat menyebutkan satu

persatu. Terimakasih do’a, bantuan, bimbingan, dan dorongan dalam penyelesaian skripsi ini.

-TERIMAKASIH-


(7)

vi

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

INTISARI ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Landasan Teori ... 7

1. Pengertian Teori Akuntansi Positif ... 7

2. Pengertian Teori Keagenan ... 8

3. Metode Akuntansi Berbasis akrual ... 12

4. Pengertian Manajemen laba ... 15

5. Pengertian Arus kas bebas ... 18

6. Pengertian Siklus Hidup Perusahaan ... 20

B. Hasil Penelitian Terdahulu dan Penurunan Hipotesis ... 21

C. Metode Penelitian ... 27

BAB III METODE PENELITIAN A. Subyek Penelitian ... 28

B. Jenis Data ... 28

C. Teknik Pengambilan Sampel ... 29

D. Teknik Pengumpulan Data ... 30

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 30

F. Uji Kualitas Data ... 38


(8)

vii

E. Pembahasan ... 49

BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN PENELITIAN ... 51

A. Simpulan ... 51

B. Keterbatasan ... 51

C. Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA


(9)

viii

Tabel 4.3 ... 45

Tabel 4.4 ... 46

Tabel 4.5 ... 46

Tabel 4.6 ... 47


(10)

(11)

This study aims to analyze the influence of free cash flow and corporate life cycle to earnings management in manufacturing company listed in Bursa Efek Indonesia. The subject in this study was manufacturing company listed in Bursa Efek Indonesia 2014 – 2015. In this study, sample of 134 companies selected using purposive sampling. Analysys tool used in this study is the Multiple Regression Analysis.

Based on the analysis that have been made the results are the free cash flow significantly positive influence earnings management practices, and corporate life cycle isn’t significantly influence earnings management practices.


(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Berdasarkan PSAK No. 1 (Revisi 2013), tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi kepada pihak eksternal perusahaan mengenai kondisi perusahaan seperti posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi pihak pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan ekonomi. Laporan keuangan dapat dikatakan bermanfaat apabila laporan keuangan memuat informasi yang relevan, reliable, dan tidak terdapat kesalahan yang material sehingga tidak menyesatkan pengguna informasi laporan keuangan dalam mengambil keputusan (Suwardjono, 2013:171). Salah satu informasi yang menjadi perhatian pengambil keputusan adalah elemen laba (Beattie et al, 1994). Hal ini dikarenakan laba merupakan elemen yang dapat merepresentasikan hasil dari kinerja manajemen dalam mengelola perusahaan secara keseluruhan, sehingga mendorong manajemen untuk menampilkan nilai laba sesuai dengan yang diharapkan oleh pengambil keputusan agar dapat memberikan timbal balik yang baik bagi perusahaan.

Kasus manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan cukup banyak terjadi pada abad ke 20 ini. Seperti kasus perusahaan besar AS yaitu Enron yang merekayasa laporan keuangan tahun 2002 dengan menaikkan nilai laba dan berujung pada kebangkrutan karena hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan. Di Indonesia, kasus manajemen laba juga dilakukan oleh PT. Kimia


(13)

Farma Tbk pada tahun 2002 dan PT. Indofarma Tbk tahun 2004 yang menaikkan nilai laba pada laporan keuangan.

Menurut Kono dan Yuyetta (2013), kinerja manajemen perusahaan yang diukur berdasarkan informasi laba dalam laporan keuangan akan mendorong manajemen untuk melakukan manipulasi atau manajemen laba. Selain itu adanya wewenang manajer perusahaan dalam memiliki kebijakan akuntansi yang digunakan dapat mendorong manajer untuk memilih metode akuntansi yang dapat memaksimalkan utilitas dan nilai perusahaan salah satunya dengan metode akuntansi berbasis akrual. Menurut Wulandari dan Widaryanti (2008), metode akuntansi yang sengaja dipilih untuk mencapai tujuan tertentu disebut sebagai manajemen laba. Motivasi manajemen dalam melakukan praktik manajemen laba berdasarkan pada hipotesis teori akuntansi positif yaitu adanya rencana bonus, perjanjian hutang, dan biaya politik (Watt dan Zimmerman, 1986) dan dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan teori keagenan (agency theory) yang menyatakan bahwa praktik manajemen laba dipengaruhi karena adanya benturan kepentingan antara agen (manajer) dan prinsipal (Pemilik, Kreditur, Pemerintah) (Salno dan Baridwan, 2000). Perbedaan kepentingan antara agen dan prinsipal ini menimbulkan masalah keagenan yang disebabkan karena adanya asimetri informasi yaitu kondisi dimana agen memiliki lebih banyak informasi mengenai kondisi perusahaan yang sebenarnya daripada prinsipal. Faktor lain yang diduga mendorong praktik manajemen laba adalah ketersediaan arus kas bebas perusahaan dan tahap siklus hidup perusahaan yang sedang dilalui.


(14)

Arus kas bebas adalah kas yang tersedia untuk didistribusikan kepada pemegang saham atau kreditur yang tidak digunakan untuk modal kerja (working capital) atau investasi pada asset tetap (Ross et al, 2000 dalam Kono dan Yuyetta, 2013). Ketersediaan arus kas bebas dalam perusahaan akan menimbulkan masalah keagenan yang mendorong agen untuk melakukan investasi pada proyek yang belum tentu memberikan nilai tambah bagi perusahaan tetapi hanya memberikan keuntungan pada pihak agen itu sendiri (overinvestment), seharusnya kas tersebut digunakan untuk pembagian deviden kepada investor. Dalam hal ini, agen akan melakukan manajemen laba dengan melaporkan nilai laba yang lebih rendah pada laporan keuangan agar prinsipal melihat bahwa arus kas bebas yang dimiliki oleh perusahaan lebih rendah daripada yang seharusnya dan indikasi adanya overinvestment tidak diketahui oleh prinsipal. Hasil riset sebelumnya menunjukkan bahwa arus kas bebas berpengaruh terhadap praktik manajemen laba antara lain penelitian Jones and Sharma (2001), Chung et al., (2005), Aini et al., (2005), Nekhili (2016), Bhundia (2012), Noor et al., (2015), Agustia (2013), Kono dan Yuyetta (2013).

Menurut Bhaird dalam Vidyastuti (2012), Siklus hidup perusahaan adalah suatu proses berkembangnya perusahaan melalui beberapa tahapan secara berurutan dalam satu garis lurus. Menurut Anthony and Ramesh (1992) dalam Hastuti (2011), terdapat 3 tahap siklus hidup perusahaa yaitu growth, mature, dan stagnant. Agar perusahaan terus berkembang, perusahaan akan berusaha untuk membuat laporan keuangan sesuai dengan keinginan pihak yang menggunakan informasi laporan


(15)

keuangan agar dapat menunjukkan bahwa kinerja perusahaan mengalami peningkatan, salah satunya adalah dengan melakukan manajemen laba. Menurut Hastuti (2011), semakin tinggi tahapan siklus hidup perusahaan maka semakin rendah praktik manajemen laba yang dilakukan. Berdasarkan hasil riset sebelumnya, menunjukkan bahwa siklus hidup perusahaan berpengaruh terhadap praktik manajemen laba antara lain penelitian Hastuti (2011), Anggraini (2012), dan Kusumawati dan Cahyati (2014).

Masih sangat sedikit penelitian mengenai dampak siklus hidup perusahaan terhadap praktik manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan. Hal ini mendorong peneliti untuk meneliti siklus hidup perusahaan dan dampaknya terhadap praktik manajemen laba. Selain itu untuk menguji pengaruh arus kas bebas terhadap praktik manajemen laba karena hasil riset sebelumnya menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Penelitian ini merupakan penelitian kompilasi yang merupakan berbagai rujukan hasil penelitian mengenai arus kas bebas, manajemen laba, dan siklus hidup perusahaan. Penelitian ini menarik karena memberikan gambaran mengenai praktik manajemen laba yang dilakukan pada setiap tahapan siklus hidup perusahaan. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Arus Kas Bebas dan Siklus Hidup Perusahaan terhadap Praktik Manajemen Laba”.


(16)

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah arus kas bebas berpengaruh positif terhadap praktik manajemen laba? 2. Apakah siklus hidup perusahaan berpengaruh negatif terhadap praktik

manajemen laba?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari permasalahan yang telah dirumuskan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menguji secara empiris pengaruh arus kas bebas terhadap praktik manajemen laba.

2. Untuk menguji secara empiris pengaruh siklus hidup perusahaan terhadap praktik manajemen laba.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi dalam berbagai aspek, antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengembangan mengenai teori arus kas bebas, siklus hidup perusahaan, dan pengaruhnya terhadap praktik


(17)

manajemen laba. dan dapat menjadi referensi bagi penelitian-penelitian dengan topik yang sama di masa akan datang.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan untuk menjadi masukan dan acuan dalam mencermati arus kas bebas yang dimiliki dan meningkatkan kredibilitas informasi laba yang dihasilkan dan dicantumkan dalam laporan keuangan, serta menjadi pertimbangan dalam memilih kebijakan akuntansi sesuai dengan tahapan siklus hidup perusahaan yang sedang dijalani. Bagi investor dapat menjadi masukan dalam mempertimbangkan keputusan ekonomi, dan bagi kreditur dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan keputusan perjanjian hutang. Bagi pembaca dan masyarakat luas diharapkan dapat menjadi informasi atau pengetahuan awal mengenai arus kas bebas, siklus hidup perusahaan dan pengaruhnya terhadap manajemen laba.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Teori Akuntansi Positif

Teori Akuntansi Positif sangat erat kaitannya dengan praktik manajemen laba, karena teori ini merupakan teori yang menjelaskan praktik manajemen laba dalam perusahaan. Teori akuntansi positif dikemukakan oleh Watts dan Zimmerman (1986) dengan tujuan untuk menguraikan dan menjelaskan bagaimana proses akuntansi dari awal hingga masa sekarang dan bagaimana informasi akuntansi disajikan agar dapat dikomunikasikan kepada pihak lain didalam perusahaan. Menurut Watt and Zimmerman (1986), dalam teori akuntansi positif terdapat 3 hipotesis yang dapat menjadi sumber acuan dalam menjelaskan dan memprediksi gejala atau peristiwa manajemen laba dalam akuntansi, yaitu:

a. Hipotesis Rencana Bonus (Bonus Plan Hypothesis)

Manajer perusahaan akan cenderung memilih metode akuntansi yang dapat memaksimalkan utilitasnya salah satunya yaitu dengan bonus yang tinggi. Cara ini dilakukan dengan menggunakan prosedur akuntansi yang dapat menampilkan laba yang tinggi dalam laporan keuangan sehingga kompensasi yang diperoleh manajer dapat lebih maksimal.


(19)

b. Hipotesis perjanjian hutang (Debt Covenant Hypothesis)

Manajer perusahaan yang mendekati pelanggaran atas kesepakatan hutang akan cenderung memilih metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba. Perusahaan yang mempunyai leverage (rasio hutang atas modal) yang tinggi akan cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat memindahkan laba tahun depan ke tahun sekarang sehingga tingkat leverage kecil dan dapat menurunkan default technic. Hal ini dilakukan karena perjanjian hutang memiliki persyaratan bagi perusahaan sebagai pihak peminjam untuk mempertahankan leverage selama masa perjanjian.

c. Hipotesis Biaya Politik (Political Cost Hypothesis)

Semakin besar ukuran perusahaan semakin besar biaya politik yang dimiliki oleh perusahaan, maka semakin besar kemungkinan manajer perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi yang menangguhkan laba tahun sekarang ke laba tahun depan. Dengan adanya biaya politik yang lebih besar maka akan membagi kemakmuran perusahaan kepada lebih banyak pihak, maka laba tahun sekarang ditransfer ke laba tahun depan agar laba tahun sekarang menjadi lebih sedikit. Hal ini dilakukan untuk menghindari biaya politik yang akan dikenakan oleh pemerintah.

2. Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan merupakan salah satu teori yang melandasi adanya praktik manajemen laba. Teori keagenan ini menjelaskan adanya konflik antara agent


(20)

selaku pihak manajemen perusahaan dan principal selaku pemegang saham atau pihak eksternal perusahaan.

Menurut Handayani (2010), teori keagenan berasumsi bahwa setiap pihak baik agent maupun principal memiliki motivasi untuk memaksimalkan kepentingan pribadinya padahal kepentingan antara kedua pihak tersebut berbeda, hal inilah yang memicu timbulnya konflik kepentingan antara agent dan principal. Pihak agent memiliki motivasi untuk melakukan kegiatan yang dapat memaksimalkan utilitasnya, memenuhi kebutuhan ekonomi dan psikologi yang dapat diperoleh melalui kegiatan pinjaman, kontrak kompensasi, dan investasi. Disisi lain, pihak principal memiliki motivasi untuk mendapatkan pengembalian yang maksimal atas investasi yang dilakukan salah satunya dalam bentuk dividen yang dibagikan oleh perusahaan dan melakukan perjanjian yang dapat menghasilkan peningkatan laba secara berkelanjutan sehingga dapat memberikan kesejahteraan bagi pihak principal.

Perbedaan kepentingan antara agent dan principal dapat menimbulkan masalah keagenan. Masalah keagenan terdapat pada setiap hubungan keagenan yang ada. Menurut Anis dan Ghazali (2003), terdapat tiga macam hubungan keagenan yang muncul sebagai dampak dari hipotesis Teori Akuntansi Positif yang dikemukakan oleh Watt and Zimmerman (1986), antara lain:

a. Hubungan Manajer dengan pemilik

Hubungan ini muncul sebagai dampak dari adanya hipotesis Rencana Bonus, dimana manajer memilih metode akuntansi yang dapat memaksimalkan gaji yang


(21)

diperoleh tetapi mengorbankan hak para pemegang saham. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan kebijakan metode akuntansi berbasis akrual pada perusahaan.

b. Hubungan manajer dengan kreditur

Hubungan manajer dengan kreditur ini muncul sebagai dampak dari adanya hipotesis Perjanjian hutang dimana pihak kreditur memberikan persyaratan kepada manajer untuk mempertahankan leverage, apabila perusahaan melanggar perjanjian hutang yang telah disepakati bersama kreditur maka perusahaan akan dikenakan pinalti. Hal ini mendorong manajer untuk melakukan manipulasi terkait leverage agar tetap dapat mempertahankan rasio hutang terhadap modal perusahaan.

c. Hubungan manajer dengan pemerintah

Hubungan ini muncul sebagai dampak adanya biaya politik yang dikenakan oleh pemerintah kepada perusahaan, semakin tinggi laba yang diperoleh perusahaan maka biaya politik yang dikenakan akan semakin tinggi. Karena itu perusahaan akan menurunkan nilai laba yang tercantum dalam laporan keuangan dengan memindahkan laba tahun sekarang ke tahun selanjutnya agar tidak dikenakan biaya politik yang terlalu tinggi. misalkan perusahaan menurunkan laba untuk menghindari pemungutan pajak yang terlalu tinggi oleh pemerintah.

Masalah Keagenan dapat meningkat apabila terdapat ketidakseimbangan informasi yang diperoleh kedua pihak yaitu agent dan principal mengenai kondisi perusahaan. Ketidakseimbangan informasi atau disebut dengan asimetri informasi inilah yang menjadi salah satu faktor timbulnya masalah dalam teori keagenan


(22)

selain dari hipotesis yang disebutkan dalam teori akuntansi positif. Menurut Brigham (1999: 35) dalam Susetyo (2006), asimetri Informasi merupakan ketidakseimbangan informasi dimana manajer memiliki informasi yang berbeda (lebih baik) mengenai kondisi perusahaan daripada yang dimiliki oleh pihak yang berkepentingan diluar perusahaan (principal). Pihak agent memiliki informasi yang lebih banyak mengenai lingkungan perusahaan, kondisi perusahaan sesungguhnya, dan kemampuan perusahaan yang lebih lengkap. Sedangkan pihak principal tidak memiliki banyak informasi seperti pihak agent, terutama informasi mengenai kondisi internal perusahaan dan kinerja manajer yang sebenarnya sehingga principal tidak dapat melakukan kontrol yang maksimal terhadap aktivitas operasional perusahaan untuk memastikan bahwa kinerja manajemen sudah sesuai dengan keinginan principal.

Menurut Scott (2000) ada dua macam asimetri informasi yaitu:

a. Adverse Selection

Yaitu kondisi dimana manajer perusahaan mempunyai lebih banyak informasi tetapi tidak berani untuk mempengaruhi keputusan stakeholder/ pemegang saham. Hal ini menyebabkan informasi yang dimiliki oleh manajer tersebut tidak disampaikan kepada stakeholder/ pemegang saham.

b. Moral Hazard

Moral Hazard merupakan tindakan yang dilakukan oleh pihak manajer perusahaan tetapi tidak diketahui oleh pemegang saham/ pemberi pinjaman.


(23)

Tindakan ini merupakan tindakan yang melanggar etika atau norma. Faktor yang mendorong terjadinya praktik manajemen laba salah satunya adalah adanya asimetri informasi melalui tindakan moral hazard yang menunjukkan bahwa praktik

manajemen laba merupakan “opportunistic behavior” yang dilakukan oleh

manajemen.

Adanya dorongan perilaku oportunistic dari pihak agent akan membuat agent untuk memanfaatkan asimetri informasi ini dengan menyembunyikan informasi yang tidak diketahui oleh principal. Menurut Apriyani (2013), adanya asimetri informasi akan mendorong manajer untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya, terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja manajer perusahaan.

3. Metode Akuntansi Berbasis Akrual

Menurut Khan & Mayes (2009), akuntansi akrual adalah metode akuntansi dimana transaksi diakui sebagai dampak dari terjadinya suatu peristiwa ekonomi, terlepas dari waktu pembayaran dan penerimaan kas dan pelunasan transaksi terkait. Dalam metode ini, pendapatan dapat diakui pada saat pendapatan diperoleh walaupun kas yang seharusnya diterima dari pendapatan tersebut belum diterima, dan beban diakui pada saat terjadinya sumber daya digunakan atau dikonsumsi. Metode ini berbeda dengan metode akuntansi berbasis kas, karena metode akuntansi berbasis kas hanya dapat mengakui pendapatan pada saat kas diterima dan mengakui pengeluaran pada saat kas dibayarkan atau dikeluarkan.


(24)

Adanya penggunaan aturan GAAP (General Accepted Accounting Principles ) di Indonesia setelah pengadopsian IFRS (International Financial Reporting Standards) semakin mendorong Indonesia untuk menggunakan metode akuntansi berbasis akrual dalam sistem akuntansi swasta maupun pemerintahan. Saat ini, di Indonesia sudah banyak perusahaan yang menerapkan metode akuntansi berbasis akrual karena lebih menguntungkan dalam pencatatannya yaitu pendapatan perusahaan menjadi lebih tinggi dari yang sebenarnya. Hal ini dikarenakan metode akuntansi berbasis akrual dapat mengakui pendapatan walaupun belum pasti diterima. Menurut Xie et al., (2001), penerapan metode akuntansi berbasis akrual dapat memberikan manajer perusahaan kesempatan yang besar untuk melakukan diskresi dalam menentukan laba yang dilaporkan pada laporan keuangan perusahaan pada setiap periode.

Menurut Justrina (2007), hubungan antara metode akuntansi berbasis akrual dan manajemen laba disebabkan oleh tiga hal. Pertama, sistem akrual merupakan produk utama dari Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU) dan manajemen laba cenderung lebih mudah terjadi pada laporan keuangan yang menggunakan metode akuntansi berbasis akrual daripada yang berbasis kas. Kedua, dengan memahami metode akuntansi berbasis akrual, dapat mengurangi masalah yang muncul dalam mengukur dampak dari berbagai pilihan metode akuntansi terhadap laba. Dampak ini terjadi akibat pihak perusahaan sengaja dalam memilih metode akuntansi tertentu agar lebih mudah dalam melakukan perekayasaan laba. Dampak tersebut dapat menyesatkan berbagai pihak yang menggunakan informasi laporan keuangan


(25)

termasuk pihak manajer perusahaan sebagai pembuat laporan keuangan itu sendiri. Ketiga, indikasi manajemen laba tidak dapat diamati dengan menggunakan sistem akuntansi berbasis akrual. Hal ini disebabkan karena perusahaan lebih memilih untuk menerapkan kebijakan akuntansi berbasis akrual yang menggunakan laba sebelum pajak. Jadi, investor dapat melihat adanya indikasi praktik manajemen laba pada perusahaan yang menggunakan metode akuntansi berbasis akrual.

Untuk mendeteksi adanya kemungkinan dilakukannya manajemen laba dalam laporan keuangan dapat menggunakan akrual. Menurut Lindrawati dan Lontoh (2004), teknik perekayasaan laba dapat dilakukan dengan mengendalikan transaksi akrual, dimana transaksi akrual ini berpengaruh terhadap pendapatan dan biaya tetapi tidak muncul atau ditampakkan pada arus kas, misalkan depresiasi dan amortisasi yang merupakan kuasa manajemen sehingga bisa diatur sesuai keinginan manajemen agar dapat mencapai tujuan akhir yang diinginkan. Terdapat dua macam pengendalian akrual yaitu non discretionary accrual dan discretionary accrual. Non discretionary accrual adalah pengakuan laba yang wajar sesuai pada prinsip atau standar yang berlaku sedangkan discretionary accrual adalah pengakuan akrual laba yang bebas tidak diatur tetapi merupakan pilihan laba yang wajar dan tunduk pada suatu standar atau prinsip yang berlaku umum. Perhitungan untuk mendeteksi adanya manajemen laba biasanya menggunakan discretionary accrual.


(26)

4. Manajemen Laba

a. Definisi Manajemen Laba

Manajemen laba merupakan upaya manajer dalam melakukan manipulasi pada laporan keuangan dengan menaikkan atau menurunkan laba sesuai dengan keinginan manajer agar mencapai tujuan tertentu.

Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan suatu perusahaan, sehingga laporan keuangan tidak dapat menggambarkan kondisi perusahaan yang sebenarnya. Selain itu manajemen laba dapat menambah bias dalam laporan keuangan sehingga mengurangi kepercayaan dari pemegang saham terhadap kualitas laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang tidak akurat dapat mengganggu proses analisis pihak eksternal perusahaan yang berkepentingan seperti investor dan kreditur dalam mengambil keputusan.

Ada dua macam definisi manajemen laba menurut Sugiri (1998), yaitu:

1) Definisi dalam arti luas

Manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan atau mengurangi laba yang dilaporkan saat ini dalam laporan keuangan atas suatu unit usaha yang merupakan tanggungjawab manajer dan tidak mengakibatkan peningkatan atau penurunan profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut.


(27)

2) Definisi dalam arti sempit

Manajemen laba hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi yang akan diterapkan pada perusahaan. Manajemen laba dalam arti sempit ini didefinisikan sebagai perilaku manajer untuk bermain dengan komponen discretionary accrual dalam menentukan besarnya laba yang akan dilaporkan dalam laporan keuangan perusahaan.

Scott (2000) menyatakan terdapat dua cara untuk memahami manajemen laba. Pertama, manajemen laba dipandang sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimalkan keuntungan pribadi yang diperoleh dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan biaya politik. Kedua, memandang manajemen laba dari perspectif efficient contracting, dimana manajemen laba memberikan manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri pihak manajer dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.

b. Motivasi manajemen laba

Terdapat beberapa motivasi yang mendorong manajer melakukan praktik manajemen laba (Scott, 2000), antara lain :

1) Bonus Purpose

Adanya asimetri informasi atas laba bersih perusahaan, dimana pihak agent memiliki lebih banyak informasi atas laba bersih sebelum dilaporkan dalam laporan keuangan, sedangkan pihak principal hanya dapat mengetahui jumlah laba bersih


(28)

perusahaan setelah membaca laporan keuangan. Maka dari itu, pihak manajer dapat melakukan tindakan oportunistik dengan mengatur laba bersih sedemikian rupa agar bonus yang didapatkan oleh manajer lebih maksimal sesuai dengan rencana kompensasi perusahaan. Hal ini termasuk dalam tindakan manajemen laba.

2) Political Motivation

Pada perusahaan besar dan industri strategis yang melibatkan kepentingan banyak orang, aspek politis tidak dapat dilepaskan dalam operasional perusahaan. Karena aturan pemerintah mengenai laporan keuangan cukup ketat sehingga perusahaan cenderung melakukan rekayasa dengan menurunkan nilai laba yang dilaporkan agar sesuai dengan keinginan publik dan aturan pemerintah.

3) Taxation Motivation

Berbagai metode akuntansi dipilih dengan tujuan agar dapat menghemat pajak pendapatan perusahaan. Motivasi menghemat pajak merupakan motivasi utama dalam melakukan praktik manajemen laba. penghematan pajak ini dilakukan dengan cara mengurangi laba bersih yang dilaporkan dalam laporan keuangan.

4) Pergantian CEO

Bagi CEO yang sudah mendekati masa pensiun akan cenderung melakukan strategi yang dapat meningkatkan bonus yang mereka dapatkan. Bagi CEO yang kurang berhasil dalam meningkatkan kinerja perusahaan, mereka akan berusaha memaksimalkan laba agar tidak diberhentikan.


(29)

5) Initial Public Offering (IPO)

Perusahaan yang akan go public belum memiliki harga pasar sehingga perlu untuk menetapkan nilai saham yang nantinya akan ditawarkan pada publik. Hal ini mendorong pihak manajer perusahaan yang akan go public untuk melakukan manajemen laba agar harga saham perusahaan meningkat.

6) Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor

Informasi harus disampaikan kepada investor agar investor dapat mengetahui kinerja perusahaan. Hal ini dilakukan dengan melaporkan laba dalam laporan keuangan sehingga investor dapat menilai bahwa perusahaan memiliki kinerja yang baik.

5. Arus Kas Bebas (Free Cash Flow)

Menurut Jensen (1986) dalam Mojtahedzadeh dan Nahavandi (2011), definisi arus kas bebas adalah aliran kas yang merupakan sisa dari pendanaan seluruh proyek yang dapat menghasilkan Net Present Value (NPV) positif dan didiskontokan pada tingkat biaya modal yang relevan. Menurut White et al., (2003), arus kas bebas adalah aliran kas diskresioner yang tersedia bagi perusahaan, yang diperoleh dari aktivitas operasi dikurangi modal kerja yang dibelanjakan oleh perusahaan untuk memenuhi kapasitas produksi perusahaan saat ini. Ross et al., (2000) dalam Kono dan Yuyetta (2013) mendefinisikan arus kas bebas sebagai kas yang dapat didistribusikan kepada pemegang saham dan kreditur dimana kas ini tidak


(30)

digunakan untuk modal kerja atau investasi pada aset tetap. Arus kas bebas dapat digunakan untuk pembelanjaan modal yang berorientasi pada pertumbuhan, membayar hutang, membagikan dividen kepada para pemegang saham, dan melakukan akuisisi. Semakin besar arus kas bebas yang dimiliki oleh suatu perusahaan dapat menunjukkan bahwa keuangan perusahaan semakin sehat karena memiliki kas yang dapat digunakan untuk pertumbuhan perusahaan, pembayaran hutang, dan membayarkan dividen.

Arus kas bebas dapat memberikan gambaran kepada investor bahwa dividen yang dibagikan oleh perusahaan tidak hanya sekedar strategi perusahaan dalam menyiasati pasar dalam meningkatkan nilai perusahaan. Bagi perusahaan yang mengeluarkan modal, arus kas bebas dapat mencerminkan dengan jelas kemampuan perusahaan di masa depan. Menurut Kono dan Yuyetta (2013), arus kas bebas dapat menimbulkan konflik kepentingan antara agent dan principal. Principal menginginkan arus kas bebas dibagikan dalam bentuk dividen agar dapat meningkatkan kesejahteraan pihak principal. Sedangkan agent menginginkan arus kas bebas digunakan untuk mengembangkan perusahaan salah satunya dengan melakukan investasi. Pihak agent akan tetap melakukan investasi sebagai upaya pengembangan perusahaan walaupun di masa depan investasi tersebut tidak memberikan nilai positif bagi perusahaan. Dengan adanya arus kas bebas ini, maka agent dapat disinyalir akan menggunakan arus kas bebas untuk melakukan investasi yang sebenarnya tidak memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Hal ini merupakan suatu inefisiensi, sehingga perusahaan hanya mendapatkan return yang


(31)

rendah atas investasi yang dilakukan.

6. Siklus Hidup Perusahaan (Corporate Life Cycle)

Siklus hidup perusahaan memiliki ciri yang sama dengan siklus hidup produk, yaitu Introduction, Growth, Mature, dan Stagnant (Anthony dan Ramesh, 1992 dalam Hastuti, 2011). Pada tahap Introduction, perusahaan dimisalkan seperti anak kecil yang sedang belajar berjalan, biasanya perusahaan pada tahap ini adalah perusahaan kecil. Sebagian besar perusahaan yang berada pada tahap ini gagal karena eksekutif belum mampu memahami kebutuhan pasar dan tidak mengetahui bagaimana memenuhi kebutuhan tersebut. Disisi lain eksekutif juga tidak memiliki bakat menjadi enterpreneur. Tetapi, jika perusahaan tersebut sukses, maka penjualan mulai meningkat. Pada tahap growth, perusahaan digambarkan seperti anak remaja yang belum dewasa. Pada tahap ini, perusahaan mengalami pertumbuhan yang cepat dan mampu memenuhi kebutuhan pasar. Pada tahap mature, perusahaan digambarkan seperti orang dewasa. Pada tahap ini perusahaan memasuki tahap dimana para manajer perusahaan mulai memiliki kemampuan dalam menjalankan profesinya. Tetapi umur perusahaan tidak panjang lagi karena mengarah pada tahap akhir dalam siklus hidup perusahaan. Tidak semua perusahaan mengarah pada kebangkrutan (tahap decline), beberapa perusahaan mampu bertahan cukup lama pada tahap ini. Pada tahap stagnant, adalah tahap bagi perusahaan yang tidak memasuki tahap kebangkrutan karena memiliki kondisi yang stabil. Pada tahap ini, perusahaan memiliki tingkat pertumbuhan penjualan yang rendah dan laba yang


(32)

diperoleh tidak banyak digunakan untuk pengembangan perusahaan.

B. Hasil Penelitian Terdahulu dan Penurunan Hipotesis

1. Arus kas bebas dan praktik manajemen laba

Arus kas bebas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi adanya praktik manajemen laba dalam kondisi perusahaan memiliki arus kas bebas yang tinggi. Menurut Kono dan Yuyetta (2013), arus kas bebas dapat menimbulkan perbedaan kepentingan antara pihak agent dan principal. Seharusnya arus kas bebas diprioritaskan untuk pertumbuhan perusahaan misalkan digunakan untuk akuisisi dan pembelanjaan modal, pembayaran hutang, dan pembayaran dividen kepada pemegang saham. Tetapi, principal menginginkan arus kas tersebut untuk dibagikan agar dapat memberikan kesejahteraan bagi principal. Sebaliknya, agent menginginkan arus kas tersebut untuk investasi pada proyek yang dapat memaksimalkan keuntungan bagi pihak agent. Karena wewenang untuk mengalokasikan arus kas bebas berada pada pihak agent, maka agent akan tetap melakukan investasi walaupun investasi tersebut tidak memberikan nilai tambah pada perusahaan (overinvestment). Tersedianya arus kas bebas dapat mendorong agent untuk merekayasa laporan keuangan agar principal tidak menuntut adanya pembagian sisa dana atau aliran kas yang dimiliki perusahaan, sehingga agent menurunkan nilai laba yang dilaporkan pada laporan keuangan. Hal ini dimaksudkan supaya laporan keuangan tidak mengindikasikan adanya arus kas bebas yang tinggi, dilihat dari pos-pos keuangan aktiva lancar, total aset, aktiva


(33)

lancar dan hutang lancar.

Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang tidak konsisten dalam menjelaskan hubungan antara arus kas bebas dan praktik manajemen laba. Antara lain penelitian Kono dan Yuyetta (2013), yang meneliti pengaruh arus kas bebas, ukuran KAP, spesialisasi industry KAP, audit tenur, dan independensi auditor terhadap manajemen laba. Dengan menggunakan metode analisis regresi berganda dalam menguji hipotesis hasil penelitian menunjukkan pengaruh negatif variabel arus kas bebas terhadap manajemen laba. Penelitian Agustia (2013) dengan menggunakan variabel independen Good Corporate Governance, arus kas bebas, dan Leverage terhadap manajemen laba menggunakan metode analisis regresi berganda dan menunjukkan hasil bahwa arus kas bebas berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Menurut Agustia (2013), perusahaan yang memiliki arus kas bebas tinggi cenderung tidak melakukan praktik manajemen laba karena sebagian investor berfokus pada arus kas bebas yang dinilai dapat menunjukkan bagaimana kemampuan perusahaan dalam membagikan deviden, sehingga tanpa perlu adanya manipulasi laba investor dapat menilai bahwa perusahaan memiliki kemampuan yang baik dilihat dari nilai arus kas bebas yang dimiliki perusahaan.

Penelitian Noor et al., (2015) meneliti mengenai motif kecurangan dan faktor kesempatan terhadap manipulasi laba dengan menggunakan variabel independen pembayaran dividen, leverage, independensi auditor, dan arus kas bebas terhadap


(34)

manajemen laba sebagai variabel independen memiliki hasil bahwa arus kas bebas berpengaruh positif positif terhadap praktik manajemen laba. Jones dan Sharma (2001) meneliti tentang hubungan arus kas bebas dan leverage sebagai variabel independen pada manajemen laba pada perusahaan era “lama” dan “baru” di Australia dan menunjukkan hasil bahwa arus kas bebas berpengaruh positif terhadap manajemen laba dengan menggunakan metode analisis regresi berganda. Penelitian Nekhili (2016) meneliti tentang pengaruh arus kas bebas terhadap manajemen laba dengan menggunakan variabel moderating kepemilikan dan Role of Governance. Variabel independen yang digunakan adalah arus kas bebas, corporate governance, independensi auditor eksternal, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional. Hasil penelitian variabel arus kas bebas terhadap manajemen laba secara langsung berpengaruh positif dengan menggunakan metode analisis Three Stage Least Square (3SLS).

Penelitian Chung et al., (2005) meneliti dengan sampel 22.576 perusahaan di Amerika dengan waktu penelitian selama 13 periode, dengan menggunakan variabel independen arus kas bebas dan pengaruhnya terhadap manajemen laba sebagai variabel dependen menunjukkan hasil bahwa arus kas bebas berpengaruh positif terhadap praktik manajemen laba.

Penelitian Aini et al., (2005) menunjukkan bahwa arus kas bebas berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba pada 155 perusahaan yang listed di Malaysian Stock Exchange. Penelitian Bhundia (2012) pada perusahaan yang listed


(35)

di Indian Stock Exchange dengan menggunakan variabel independen arus kas bebas dan variabel dependen manajemen laba menunjukkan hasil bahwa variabel arus kas bebas berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menduga bahwa tersedianya arus kas bebas pada perusahaan dapat memicu timbulnya praktik manajemen laba. Semakin tinggi arus kas bebas yang dimiliki oleh perusahaan maka manajer perusahaan akan cenderung melakukan investasi pada proyek yang dapat memaksimalkan keuntungan yang diperoleh bagi manajer tetapi tidak memberikan keuntungan bagi perusahaan (overinvestment). Manajemen laba dilakukan oleh manajer perusahaan sebagai salah satu upaya untuk dapat melakukan overinvestment agar dapat memaksimalkan keuntungan yang diperoleh. Dengan ini peneliti mengajukan hipotesis satu sebagai berikut :

H1: Arus kas bebas berpengaruh positif terhadap praktik manajemen laba

2. Siklus hidup perusahaan dan Praktik manajemen laba

Setiap perusahaan memiliki siklus hidup yang dimulai dari awal berdirinya perusahaan tersebut hingga tahun berjalan atau kondisi saat ini. Menurut Anthony dan Ramesh (1992) dalam Hastuti (2011), terdapat 3 tahapan siklus hidup perusahaan yaitu growth, mature, dan stagnant. Pada setiap tahapan siklus hidup perusahaan memiliki tingkatan yang berbeda pada praktik manajemen laba yang dilakukan. Menurut Hastuti (2011), semakin tinggi tahapan siklus hidup perusahaan maka semakin kecil tingkat manajemen laba yang dilakukan. Pada tahap growth,


(36)

perusahaan cenderung melakukan manajemen laba lebih tinggi dengan menaikkan laba pada tahun sekarang agar menunjukkan bahwa kinerja perusahaan semakin meningkat karena pada tahap ini kondisi keuangan cenderung belum stabil. Pada tahap mature, kondisi keuangan perusahaan cenderung lebih stabil dari pada kondisi saat growth sehingga praktik manajemen laba tidak sebesar ketika pada tahap growth. Pada tahap stagnant kondisi keuangan perusahaan lebih stabil sehingga tingkat manajemen laba yang dilakukan perusaahaan cenderung rendah atau perusahaan tidak perlu melakukan manajemen laba sama sekali.

Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang sama pada pengaruh siklus hidup perusahaan terhadap praktik manajemen laba antara lain penelitian Hastuti (2011), pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama periode penelitian yaitu 2000-2009. Dengan menggunakan variabel siklus hidup perusahaan sebagai variabel independen dan manajemen laba sebagai variabel dependen, hasil penelitian menunjukkan bahwa siklus hidup perusahaan berpengaruh negatif terhadap praktik manajemen laba.

Anggraini (2012) melakukan penelitian pada 84 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2009-2011 menggunakan variabel independen siklus hidup perusahaan dan ukuran perusahaan dengan metode analisis regresi berganda, menunjukkan hasil bahwa siklus hidup perusahaan dari tahap growth-mature-stagnant berpengaruh negatif signifikan terhadap praktik manajemen laba, pengukuran variabel siklus hidup perusahaan menggunakan Dividen Payout Ratio,


(37)

Sales Growth, dan umur perusahaan.

Penelitian Kusumawati dan Cahyati (2014), pada 78 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2013 menggunakan siklus hidup perusahaan dan ukuran perusahaan sebagai variabel independen dan manajemen laba sebagai variabel dependen dengan metode analisis regresi berganda, menunjukkan hasil bahwa siklus hidup perusahaan dari tahap start-up, growth, sampai mature berpengaruh negatif terhadap praktik manajemen laba, akan tetapi penurunan tingkat manajemen laba yang lebih rendah pada tahap mature dibandingkan pada tahap growth tidak dapat dibuktikan.

Dari penjelasan di atas, peneliti menduga bahwa siklus hidup perusahaan berpengaruh terhadap praktik manajemen laba. Setiap tahapan siklus hidup perusahaan, praktik manajemen laba cenderung menjadi salah satu alat yang dilakukan untuk menghindari pelaporan laba yang tidak sesuai dengan keinginan para pemegang saham. dengan memenuhi laba yang diharapkan oleh pemegang saham, perusahaan berharap mendapatkan respon positif dari pemegang saham untuk kepentingan perkembangan perusahaan seperti keputusan investasi yang akan dilakukan oleh pemegang saham. Peneliti mengajukan hipotesis kedua sebagai

berikut :

H2: Siklus hidup perusahaan berpengaruh negatif terhadap praktik manajemen laba.

Pada tahap stagnant praktik manajemen laba lebih kecil dibandingkan pada tahap mature dan growth.


(38)

C. Model Penelitian

Arus Kas Bebas

Siklus Hidup Perusahaan

Praktik Manajemen Laba

H

1:

+


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Subyek Penelitian

Populasi adalah sekelompok obyek yang akan diteliti, atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu. Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil untuk digunakan sebagai sampel penelitian (Indriantoro dan Supomo, 2002).

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Peneliti memilih sampel ini karena perusahaan yang terdaftar di BEI memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan keuangan tahunan kepada eksternal perusahaan sehingga memungkinkan data yang digunakan dapat diperoleh dalam penelitian ini. Peneliti memilih perusahaan manufaktur karena perusahaan manufaktur merupakan sektor industri paling banyak dalam daftar perusahaan yang terdaftar di BEI.

B. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung atau yang diperoleh melalui media perantara (Sekaran, 2006: 37). Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif berupa angka-angka yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan yang menjadi sampel penelitian dan diperoleh melalui situs resmi Bursa Efek Indonesia atau idx.co.id. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain data aliran kas operasi, aktiva lancar,


(40)

aktiva tetap, total aktiva, hutang lancar, penjualan, laba tahun berjalan, tahun berdirinya perusahaan, deviden payout ratio, dan piutang perusahaan.

C. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel menggunakan non probability sampel dengan purposive sampling, yaitu mengambil data yang sesuai dengan tujuan yaitu perusahaan manufaktur karena masalah pada perusahaan lebih kompleks terutama pada aspek kinerja keuangan, selain itu perusahaan manufaktur merupakan sub sector yang paling banyak sehingga lebih representative untuk diambil sebagai sampel penelitian.

Kriteria yang digunakan peneliti untuk sampel penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian yaitu 2014-2015.

b. Menerbitkan laporan keuangan tahunan secara konsisten untuk periode yang berakhir pada 31 Desember selama periode penelitian yaitu 2014-2015. c. Perusahaan memiliki data yang lengkap terkait dengan variabel-variabel

penelitian selama periode penelitian.


(41)

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah studi dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan seluruh data sekunder yang terdapat didalam laporan keuangan tahunan yang diterbitkan oleh perusahaan, seluruh informasi yang diperoleh melalui jurnal dengan topik terkait, buku dan media informasi lainnya yang digunakan untuk perhitungan dalam penelitian ini seperti informasi mengenai Dividen Payout Ratio, Sales Growth, Umur Perusahaan dan data lain yang diperlukan.

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel Independen a. Arus Kas Bebas

Arus kas bebas merupakan kas yang dimiliki oleh perusahaan yang digunakan untuk pengembalian atau didistribusikan kembali kepada para pemegang saham dan selain untuk investasi pada aktiva tetap perusahaan. Arus kas bebas dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan rumus Free Cash Flow (Ariska dan Gunawan, 2011) yaitu:

FCF = Aliran Kas Operasi – Perubahan Modal- Net Working Capital Keterangan :

FCF = Arus kas bebas yang dimiliki oleh perusahaan


(42)

Perubahan modal = ATt– ATt-1

Net Working Capital = (ALt– HLt) – (ALt-1– HLt-1)

Dengan penjelasan:

AT = Aktiva Tetap AL = Aktiva Lancar HL = Hutang Lancar

t = Tahun Berjalan

t-1 = Tahun sebelumnya

Dalam penelitian ini, arus kas bebas menggunakan model rasio dengan menggunakan total aset sebagai denominatornya. Nilai arus kas bebas yang dibagi dengan total aset pada periode laporan keuangan yang sama bertujuan agar arus kas bebas setiap perusahaan dapat dibandingkan/ comparable dengan perusahaan lain yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian (Agustia, 2013).

b. Siklus Hidup Perusahaan

Berdasarkan penelitian Anthony dan Ramesh (1992) dalam Hastuti (2011) siklus hidup perusahaan dibagi ke dalam tiga tahap yaitu growth, mature, dan stagnant. Untuk mengukur siklus hidup perusahaan, terdapat tiga indikator, yaitu

1. Dividen Payout Ratio

(

) Keterangan :


(43)

DPit = dividend payout perusahaan i pada tahun t

DPSit = dividen per lembar saham perusahaan i pada tahun t

EPSit = laba per lembar saham perusahaan i pada tahun t

2. Sales Growth (Presentase Pertumbuhan Penjualan)

Keterangan :

SGit = Sales Growth perusahaan i pada tahun t

SALESit = Penjualan bersih perusahaan i pada tahun t

SALESit-1 = Penjualan bersih perusahaan i pada tahun t-1

3. Umur Perusahaan

AGE = tahun berjalan – tahun berdirinya perusahaan Keterangan :

AGE = umur perusahaan pada tahun berjalan

Menurut Anthony dan Ramesh (1992) dalam Saraswati dan Ghofar (2008), dari hasil perhitungan di atas dapat menjelaskan indikator klasifikasi tahapan siklus hidup perusahaan sebagai berikut :


(44)

Tabel 3.1

Indikator Klasifikasi Tahapan Siklus Hidup Perusahaan

Tahapan Siklus Hidup Perusahaan

Pengukuran Siklus Hidup Dividen

Payout Ratio

Sales

Growth AGE

Growth

Rendah kuintil 1-2

(skor 5-4)

Tinggi kuintil 4-5

(skor 1-2)

Muda kuintil 1-2

(skor 5-4)

Mature

Sedang kuintil 3

(skor 3)

Sedang kuintil 3

(skor 3)

Dewasa kuintil 3 (skor 3)

Decline

Tinggi kuintil 4-5

(skor 1-2)

Rendah kuintil 1-2

(skor 5-4)

Tua kuintil 4-5

(skor 1-2) Sumber : Anthony dan Ramesh (1992) dalam Saraswati dan Ghofar (2008) Menurut Lailiyah (2009) dalam Anggraini (2012), setelah melakukan perhitungan ketiga indikator tersebut, masih ada tahapan untuk mengklasifikasikan perusahaan ke dalam tahapan siklus hidup perusahaan, yaitu:

Langkah 1 : Dalam melakukan perhitungan ketiga indikator Siklus hidup perusahaan, indikator SG (Sales Growth), dan DP (Dividen Payout Ratio) dihitung berdasarkan masing-masing average dan untuk AGE (Umur perusahaan) dihitung mulai tahun berdiri sampai tahun berjalan saat ini. Kemudian data diurutkan berdasarkan indikatornya untuk kemudian dibentuk kuintil-kuintil. Dalam membentuk kuintil yaitu bagian yang diperoleh dari indikator tertinggi dikurangi indikator terendah dibagi lima bagian. Untuk


(45)

indikator SG, DP, AGE, kuintil pertama diberi skor 1. Kuintil kedua diberi skor 2, dan seterusnya hingga kuintil kelima diberi skor 5.

Langkah 2 : Untuk indikator SG diurutkan berdasarkan kuintil tertinggi yaitu kuintil kelima dan diberikan skor siklus SK SG 1 (growth), kuintil keempat diberikan skor 2 (growth/ mature), kuintil ketiga diberikan skor 3 (mature), kuintil kedua diberikan skor 4 (mature/ stagnant), kuintil pertama diberikan skor 5 (stagnant).

Langkah 3 : Untuk indikator DP dan AGE digabungkan berdasarkan pada kuintil masing-masing indikator dan diberikan skor siklus SK ADP. Kemudian SK ADP tertinggi dikurangi dengan SK ADP terendah lalu dibagi menjadi 3 kuintil. Untuk kuintil pertama diberikan skor 2 (growth/mature), jika berada pada kuintil keempat diberikan skor 3 (mature), jika berada pada kuintil ketiga diberikan skore 4 (mature/stagnant).

Langkah 4 : Menambahkan hasil skor SK ADP dengan SK SG dan diberi nama skor gabungan (SK G). kemudian skor gabungan tertinggi dikurangi dengan skor terendah dan dibagi menjadi 5 kuintil. Apabila perusahaan berada pada kuintil pertama dan kedua maka perusahaan berada pada tahap growth, jika perusahaan berada pada kuintil ketiga dan keempat maka perusahaan berada pada tahap mature, dan jika perusahaan berada pada kuintil kelima makan perusahaan berada pada tahap stagnant.


(46)

dummy, untuk perusahaan yang berada pada tahap growth diberikan skor 0 dan perusahaan pada tahap mature/ stagnant diberikan skor 1.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain atau biasa disebut dengan variabel terikat, dan variabel ini menjadi perhatian utama oleh para peneliti (Sekaran, 2006: 116). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah manajemen laba yang dideteksi dengan menggunakan model Jones yang dimodifikasi (Dechow et al., 1995).

Penelitian ini berfokus pada discretionary accrual sebagai ukuran manajemen laba. Discretionary accrual diperoleh dengan terlebih dahulu mengukur Total

Accrual, kemudian mengukur Non Discretionary Accrual, dan terakhir mengukur

Discretionary Accrual. Konsisten dengan penelitian manajemen laba sebelumnya

menggunakan model jones yang dimodifikasi oleh Dechow, et al (1995), tahap-tahap penentuan Discretionary Accrual adalah sebagai berikut:

1) Menghitung Total Accrual dengan menggunakan pendekatan aliran kas (cash

flow approach), yaitu:

Keterangan:

= Total akrual perusahaan i pada akhir tahun t


(47)

= Aliran kas dari operasi perusahaan i pada akhir tahun t

2) Menentukan koefisien dari regresi Total Accrual.

Discretionary Accrual merupakan perbedaan antara Total Accrual (TACC) dengan akrual Non Discretionary Accrual (NDACC). Langkah awal untuk menentukan Discretionary Accrual yaitu dengan melakukan regresi pertahun secara cross- section sebagai berikut:

Keterangan:

= Total akrual perusahaan i pada akhir tahun t = Total Aset perusahaan i pada akhir tahun t-1

= Perubahan pendapatan perusahaan i pada akhir tahun t

= Property, plant and equipment perusahaan i pada akhir tahun t = Koefisien Regresi

= error term perusahaan i pada tahun t

3) Menentukan Non Discretionary Accrual

Regresi yang dilakukan di tahap (2) menghasilkan koefisien . Koefisien tersebut kemudian digunakan untuk memprediksi akrual non diskresioner secara cross-section melalui persamaan berikut:


(48)

Keterangan:

= Non Discretionary Accrual perusahaan i pada akhir tahun t = Total aset perusahaan i pada tahun t-1

= perubahan pendapatan perusahaan i pada akhir tahun t = Perubahan piutang bersih perusahaan i pada akhir tahun t = Property, plant and equipment perusahaan i pada akhir tahun t

= Koefisien Regresi

= error term perusahaan i pada tahun t

4) Menghitung Nilai Discretionary Accrual

Keterangan :

= Discretionary Accrual perusahaan i pada akhir tahun t

= Total Accrual perusahaan i pada akhir tahun t (yang

diperoleh dari rumus 1)

= Total Aset perusahaan i pada akhir tahun t


(49)

F. Uji Kualitas Data

1. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif adalah teknik analisis yang memberikan informasi mengenai data yang dimiliki tetapi tidak bertujuan untuk menguji hipotesis. Analisis ini digunakan untuk menganalisis dan menyajikan data yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan sehingga data-data yang ditampilkan tidak hanya berbentuk angka, tetapi juga memiliki penjelasan mengenai karakteristik atau keadaan data tersebut. Menurut Ghozali (2006), pengukuran yang digunakan dalam statistik deskriptif yaitu standar deviasi, nilai rata-rata (mean), jumlah sampel (n), nilai minimum, dan nilai maximum.

Angka yang terdapat pada kolom standar deviasi menunjukkan seberapa besar variasi data dari rata-rata. Nilai rata-rata (mean) menunjukkan nilai rata-rata data. Nilai minimum menunjukkan nilai terkecil dari keseluruhan data, dan nilai maximum menunjukkan nilai terbesar dari keseluruhan data.

2. Uji asumsi klasik

Persamaan regresi harus memenuhi beberapa asumsi agar dapat digunakan untuk memprediksi nilai variabel dependen, dan untuk mengetahui arah dan besarnya pengaruh dari variabel independen terhadap variabel independen. Asumsi yang yang dipenuhi antara lain :


(50)

a. Uji Normalitas

Uji normalitas data merupakan langkah pertama yang dilakukan terhadap residual data untuk menguji apakah variabel atau residual telah berdistribusi normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan analisis statistik. Dasar pengambilan yang digunakan untuk analisis statistik adalah nilai yang terletak pada kolom Kolmogorov-Smirnov (K-S) yaitu pada nilai signifikansi. Apabilai nilai signifikansi K-S ≤ 0,05 atau 5% ( alpha), maka dapat dikatakan bahwa data tidak berdistribusi normal. Sebaliknya, apabila nilai signifikansi K-S ≥ 0,05 atau 5% ( alpha), maka dapat dikatakan bahwa data berdistribusi normal.

b. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan linear antar variabel independen di dalam model regresi. Apabila terdapat hubungan linear antar variabel independen maka asumsi klasik multikolinearitas tidak terpenuhi. Artinya, untuk memenuhi asumsi klasik seharusnya tidak terdapat multikolinearitas pada data. Metode pengujian dapat dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF). Kriteria pengujian yang digunakan yaitu apabila nilai VIF < 10, maka tidak terdapat multikolinearitas antar variabel independen. Sebaliknya, apabila nilai VIF pada tabel menunjukkan nilai > 10, maka data mengandung multikolinearitas.


(51)

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan carian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Agar asumsi klasik terpenuhi maka dalam model regresi seharusnya tidak ada gejala heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi adanya gejala heteroskedastisitas dapat menggunakan Uji Glejser dengan melakukan regresi absolut residual, kemudian melihat apakah variabel independen berpengaruh terhadap variabel absolut residual. Apabila variabel independen berpengaruh terhadap variabel absolut residual maka dapat dikatakan bahwa terdapat gejala heteroskedastisitas. Sebaliknya, apabila variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel absolut residual maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat gejala heteroskedastisitas pada model regresi.

d. Uji autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu periode tahun berjalan (tahun t) dengan kesalahan tahun sebelumnya (tahun t-1). Data dapat dikatakan memiliki autokorelasi apabila, terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu periode tahun berjalan dengan periode tahun sebelumnya. Menurut Ghozali (2006), autokorelasi dapat muncul karena penelitian memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya secara berurutan sepanjang waktu. Untuk menguji autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Durbin Watson (Uji DW) dengan cara:


(52)

2) Jika d terletak antara dU dan 4-dU maka tidak terdapat autokorelasi

3) Jika d terletak antara dL dan dU atau diantara 4-dU dan 4-dL maka tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti.

Nilai dU dan dL dapat diperoleh dari tabel Durbin Watson yang bergantung banyaknya penelitian dan variabel terkait yang menjelaskan.

G. Uji Hipotesis dan Analisa Data

Analisis regresi berganda digunakan untuk meneliti pengaruh lebih dari satu variabel bebas terhadap variabel terikat dengan menunjukkan arah dari hubungan antar variabel tersebut. Dalam penelitian ini analisis regresi berganda digunakan untuk menilai pengaruh arus kas bebas dan siklus hidup perusahaan terhadap manajemen laba. Maka, persamaan regresi dalam penelitian ini adalah

MLB = α + β1AKB + β2SHP + ℮

Keterangan :

MLB = Manajemen Laba AKB = Arus kas bebas

SHP = Siklus hidup perusahaan

α = konstanta (alpha)

β1, β2 = koefisien

℮ = residual/ error/ variabel pengganggu a. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t)


(53)

parsial terhadap variabel dependen yang dilakukan dengan melihat perbandingan antara koefisien regresi dengan standard error of coefficient. Kriteria pengujian yang digunakan yaitu, jika nilai probabilitas yang ditunjukkan dengan nilai signifikasi > alpha 0,05, maka dapat dikatakan bahwa variabel arus kas bebas tidak berpengaruh secara parsial terhadap variabel manajemen laba. sebaliknya, jika nilai Signifikansi < alpha 0,05, maka dapat dikatakan bahwa variabel arus kas bebas secara parsial berpengaruh terhadap variabel manajemen laba. Begitu juga dengan variabel siklus hidup perusahaan. Jika Signifikansi < alpha 0,05, maka dapat dikatakan bahwa variabel siklus hidup perusahaan tidak berpengaruh secara parsial terhadap variabel manajemen laba. Sebaliknya, jika Signifikansi < alpha 0,05, maka variabel siklus hidup perusahaan berpengaruh secara parsial terhadap variabel manajemen laba.

b. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menjelaskan variasi variabel dependen. nilai koefisien determinasi berada diantara angka nol dan satu ( 0<R<1). jika nilai Adjusted R2 mendekati angka nol maka dapat dikatakan bahwa kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas. Sebaliknya, jika nilai R mendekati satu maka dapat dikatakan bahwa variabel independen memiliki hampir seluruh informasi yang untuk menjelaskan variabel dependen.


(54)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode tahun 2014 – 2015. Berdasarkan hasil seleksi sampel maka jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 134 perusahaan. Proses pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

TABEL 4.1

Proses Pengambilan Sampel

Kriteria Jumlah

Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2014 – 2015 272

Perusahaan yang tidak menerbitkan laporan keuangan auditan per 31

Desember selama tahun 2014 - 2015 (30)

Perusahaan yang tidak menggunakan mata uang Rupiah dalam laporan

keuangan (52)

Perusahaan yang memiliki variabel tidak lengkap (26)

Perusahaan yang menjadi data outlier dalam penelitian (30)

Jumlah observasi total periode penelitian 134

Sampel perusahaan selama 1 tahun 67

B. Analisis Deskriptif

Statistik deskripsi variabel – variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


(55)

TABEL 4.2 Statistik Deskriptif Panel A

Variabel Siklus Hidup Perusahaan Frekuensi Presentase (%)

Perusahaan Growth 53 39,55

Perusahaan Mature/ Stagnant 81 60,45

Jumlah sampel 134 100

Panel B

Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviasi

AKB 134 -0,9389 3,1722 0,0626 0,3808

SHP 134 0 1 0,60 0,491

MLB 134 -0,3700 0,2640 -0,8240 -0,1242

Sumber : Hasil olah data (2016)

Tabel 4.2 Panel A menunjukkan bahwa dari 134 sampel manufaktur yang digunakan, sebanyak 53 perusahaan (39,55%) berada pada tahap growth dan 81 perusahaan (60,45%) berada pada tahap mature/ stagnant. Tabel 4.2 Panel B menunjukkan arus kas bebas (AKB) memiliki nilai minimum data sebesar -0,9389 % dan nilai maximum data sebesar 3,1722 % dengan rata-rata sebesar 0,0626 % dan standar deviasi sebesar 0,3808 %. Siklus Hidup Perusahaan (SHP) dengan standar deviasi 0,491, memiliki nilai minimum sebesar 0 yaitu perusahaan yang berada pada tahap growth, dan nilai maximum 1 yaitu perusahaan yang berada pada tahap mature/ stagnant, dan untuk variabel SHP tidak memiliki nilai rata- rata karena menggunakan variabel dummy.


(56)

Variabel manajemen Laba (MLB) memiliki nilai minimum sebesar -0,3700 dan maximum sebesar 0,2640, dengan rata- rata -0,8240 dan standar deviasi -0,1242.

C. Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas

Hasil uji normalitas menggunakan metode uji One-Sample Test Kolmogorov-Smirnov (KS) dengan hasil sebagai berikut :

TABEL 4.3 Hasil Uji Normalitas

Z Asymp-sig Keterangan

One Sample KS 1,067 0,205 Data berdistribusi normal

Sumber: Hasil olah data (2016)

Nilai Asymp-sig (2-tailed) yang diperoleh pada tabel 4.3 sebesar 0,205 > 0,05, dengan demikian dapat dikatakan bahwa data berdistribusi normal

2. Uji Multikolinearitas

Ringkasan hasil uji multikolinearitas menggunakan metode Variance Inflation Factor (VIF) adalah sebagai berikut :


(57)

TABEL 4.4

Ringkasan Hasil Uji Multikolinearitas

Variabel Bebas Collinearity Statistics Kesimpulan Tolerance VIF

AKB 0,990 1,010 Non multikolinearitas

SHP 0,990 1,010 Non multikolinearitas

Sumber: Hasil olah data (2016)

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,1. Nilai variance inflation factor (VIF) pada masing-masing variabel bebas kurang dari 10. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa data dalam model regresi tidak mengandung multikoliniearitas.

3. Uji Autokorelasi

Hasil Uji autokorelasi menggunakan uji Durbin Watson Statistics adalah sebagai berikut :

TABEL 4.5 Hasil Uji Autokorelasi

DW dU 4-dU Keterangan

Durbin-Watson 2,009 1,7482 2,218 Tidak mengandung Autokorelasi


(58)

Tabel 4.5 menunjukkan nilai Durbin Watson Test yang diperoleh sebesar 2,009 berada diantara daerah Du < DW < 4-dU. Artinya data dalam model regresi tidak mengandung autokorelasi.

4. Uji Heteroskedastisitas

Ringkasan hasil uji heteroskedastisitas menggunakan Uji Glejser adalah sebagai berikut :

TABEL 4.6

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Variabel terikat Variabel bebas Sig.t Keterangan

ABS_RES AKB 0,855 Non heteroskedastisitas

SHP 0,615 Non heteroskedastisitas

Sumber: Hasil olah data (2016)

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa semua variabel bebas memiliki nilai siginfikansi > 0,05. maka dapat disimpulkan bahwa data dalam model regresi tidak menunjukkan

adanya heteroskedastisitas atau dapat disimpulkan bahwa asumsi

non-heteroskedastisitas terpenuhi.

D. Uji hipotesis

Pengujian hipotesis menggunakan alat regresi linier berganda untuk mengetahui pengarus arus kas bebas (AKB) dan siklus hidup perusahaan (SHP) terhadap


(59)

manajemen laba (MLB). Ringkasan hasil perhitungan regresi berganda adalah sebagai berikut :

TABEL 4.7

Ringkasan Hasil Uji Regresi

Variabel Unstandardized Coefficient B

t-value Prob (t-stat) Keterangan

Konstanta -0,079 -4,703 0,000

AKB 0,064 2,261 0,025 Signifikan

SHP -0,012 -0,533 0,595 Tidak Signifikan

Sumber: Hasil olah data (2016)

Hasil uji regresi pada tabel 4.7 diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :

MLB = -0,079 + 0,064 AKB – 0,012 SHP + e

Uji Signifikansi nilai t (t-test)

1. Pengujian hipotesis pertama (H1)

Variabel arus kas bebas (AKB) memiliki koefisien regresi sebesar 0,064 (positif) dengan p – value (sig) sebesar 0,025 < alpha 0,05, sehingga dapat disimpulkan arus kas bebas berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba. Dengan demikian, Hipotesis pertama (H1) diterima.


(60)

2. Pengujian hipotesis kedua (H2)

Variabel siklus hidup perusahaan (SHP) memiliki koefisien regresi sebesar -0,012 (negatif) dengan p – value (sig) sebesar 0,595 > alpha 0,05, sehingga dapat disimpulkan siklus hidup perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap terhadap manajemen laba. Dengan demikian, Hipotesis kedua (H2) ditolak.

Koefisien Determinasi ( R2)

Nilai adjusted R Square sebesar 0,155 dapat diartikan bahwa variabel manajemen laba dapat dijelaskan oleh variabel arus kas bebas dan siklus hidup perusahaan sebesar 15,5%, sedangkan sisanya 84,5% dijelaskan oleh variabel lain diluar model penelitian ini.

E. Pembahasan

Hasil pengujian hipotesis pertama dalam penelitian ini menunjukkan bahwa arus kas bebas berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba. Dengan adanya dana arus kas bebas yang dimiliki oleh perusahaan, maka akan meningkatkan kemungkinan bagi pihak agent untuk melakukan manajemen laba. Karena dana arus kas bebas dapat diturunkan oleh perusahaan dengan cara menurunkan nilai laba pada laporan keuangan. Pihak principal yang tidak mengetahui adanya manipulasi dalam laba perusahaan dan pos keuangan terkait arus kas bebas maka tidak akan menuntut


(61)

adanya pembagian dari adanya dana arus kas bebas tersebut untuk kesejahteraan mereka, sehingga pihak agent dapat menggunakan dana arus kas bebas tersebut untuk investasi perusahaan yang belum tentu menguntungkan bagi perusahaan tetapi hanya memberikan keuntungan bagi pihak agent. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian Noor et al., (2005), Bhundia (2012), Nekhili (2016), Chung et al., (2005), dan Aini et al., (2005).

Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa siklus hidup perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Tahapan siklus hidup yang dimiliki oleh perusahaan tidak menjadi dasar dilakukannya manajemen laba dalam perusahaan. perusahaan yang berada pada tahap stagnant belum tentu tidak melakukan manajemen laba seperti yang dilakukan pada tahap growth ataupun mature. Hal ini dikarenakan kondisi dan kompetisi yang dialami oleh perusahaan berbeda – beda sehingga tindakan manajemen laba bukan hal yang harus dilakukan jika dinilai dari aspek siklus hidup perusahaan. Sesuai dengan indikator penilaian siklus hidup perusahaan, tingkat deviden yang dibayarkan, umur perusahaan, dan tingkat penjualan yang tinggi ataupun rendah tidak menjadi dasar bagi perusahaan untuk melakukan manajemen laba. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Hastuti (2011), Anggraini (2012), Kusumawati dan Cahyati (2014) yang menunjukkan hasil negatif signifikan pada pengaruh siklus hidup perusahaan terhadap praktik manajemen laba.


(62)

BAB V

SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN A. Simpulan

Berdasarkan pada hasil analisis bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Arus kas bebas berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba

2. Siklus hidup perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba

B. Keterbatasan

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini hanya meneliti mengenai pengaruh arus kas bebas dan siklus hidup perusahaan terhadap praktik manajemen laba, sehingga nilai koefisien determinasi yang diperoleh masih sangat rendah yaitu sebesar 15,5%

2. Periode penelitian hanya dilakukan selama 2 tahun (2014 – 2015) sehingga tingkat generalisasi dari hasil penelitian ini masih rendah dan belum mampu memberikan gambaran mengenai perilaku manajemen laba dalam jangka panjang.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan penelitian diatas, maka peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut :

1. Untuk penelitian yang akan datang diharapkan dapat menggunakan variabel yang lebih lengkap dan bervariasi, dengan menambahkan variabel bebas struktur


(63)

dewan komisaris, kompensasi bonus, ukuran perusahaan, arus kas operasi, dan sebagainya

2. Untuk penelitian yang akan datang, dapat menggunakan periode penelitian yang lebih lama agar lebih representatif dalam menjelaskan perilaku manajemen laba


(64)

Keuangan,Volume 15, Nomor 1, Mei 2013, Hlm 27- 42.

Anggraini, Anggi Ratna, 2012, “Pengaruh Siklus Hidup dan Ukuran Perusahaan

Terhadap Manajemen Laba”, Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas

Brawijaya: Malang.

Anis, Chariri dan Imam Ghozali, 2003, Teori Akuntansi, Badan Penerbit UNDIP: Semarang.

Apriyani, Lydia, 2013, “Pengaruh Asimetri Informasi dan Ukuran Perusahaan

Terhadap Praktik Manajemen Laba”, Artikel Ilmiah Mahasiswa, Fakultas

Ekonomi Universitas Jember: Jember.

Arieska, Metha dan Barbara Gunawan, 2011, “Pengaruh Aliran Kas Bebas dan Keputusan Pendanaan Terhadap Nilai Pemegang Saham dengan Set Kesempatan Investasi dan Dividen Sebagai Variabel Moderasi”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Volume 13 Nomor 1, Mei 2011, Hlm 13-23.

Beattie, Vivien, et.al, 1994, Extraordinary Item and Income Smoothing: A

Positive Accounting Approach”, Journal of Bussiness Finance and

Accounting, Vol. 21 Nomor 6, September 1994, Hlm 791-811.

Bhundia, Amalendu, 2012, “A Comparative Study Between Free Cash Flow and

Earnings Management”, Business Intelligence Journal, Volume 15 Nomor 1.

Januari 2012, Hlm 123-129.

Chung, R., Firth M., dan Kim J.B, 2005, “Earnings Management: Surplus Free

Cash Flow and External Monitoring”, Journal of Business Research, Volume


(65)

Handayani, Sri, 2010, “Indikasi Manajemen Laba Sebelum dan Sesudah Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Badan Tahun 2008”, Thesis, Universitas Diponegoro: Semarang.

Hastuti, Sri, 2011, “Titik Kritis Manajemen Laba pada perubahan Tahap Life Cycle Perusahaan: Analisis Manajemen Laba Rill Dibandingkan dengan

Manajemen Laba Akrual”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia,

Volume 8, Nomor 2, Desember 2011, Hlm 107-122.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), 2013, Pernyataan Standar Akuntansi No.1 Revisi 2013, Penyajian Laporan Keuangan.

Indriantoro, Nur., dan Bambang Supomo., 2002, Metodologi Penelitian Bisnis, Edisi pertama, Penerbit BPFE: Yogyakarta.

Jensen, 1986, “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Dividen, Pertumbuhan Perusahaan, Free Cash Flow Dan Profitabilitas

Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan”, Jurnal Bisnis dan Akuntansi,

Volume 11, Nomor 3, Desember 2009, Hlm 189-207.

Jones, Stewart., dan Rohit Sharma, 2001, “The Impact of Free Cash Flow, Financial Leverage and Accounting Regulation on Earnings Management in

Australia‟s „Old‟ and „New‟ Economies”, Managerial Finance, Volume 27

Nomor 12. 2001, Hlm 18-39.

Justrina, Susan, 2002, “Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Net Income, Leverage, Tingkat Pengungkapan, dan Kepemilikan Manajerial Terhadap

Praktik Manajemen Laba pada Perusahaan yang erdaftar di BEJ”, Skripsi

Akuntansi, Universitas Riau: Riau.

Khan, Abdul., dan Stephen Mayes., 2009, “Transition to Accrual Accounting”, http:// http://blog- pfm.imf.org/files/fad-technical-manual-2.pdf, diakses pada 30 Mei 2016.


(1)

terhadap terhadap manajemen laba. Dengan demikian, Hipotesis kedua (H2) ditolak. Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa siklus hidup perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Tahapan siklus hidup yang dimiliki oleh perusahaan tidak menjadi dasar dilakukannya manajemen laba dalam perusahaan. perusahaan yang berada pada tahap stagnant

belum tentu tidak melakukan manajemen laba seperti yang dilakukan pada tahap

growth ataupun mature. Hal ini dikarenakan kondisi dan kompetisi yang dialami oleh perusahaan berbeda – beda sehingga tindakan manajemen laba bukan hal yang harus dilakukan jika dinilai dari aspek siklus hidup perusahaan. Sesuai dengan indikator penilaian siklus hidup perusahaan, tingkat deviden yang dibayarkan, umur perusahaan, dan tingkat penjualan yang tinggi ataupun rendah tidak menjadi dasar bagi perusahaan untuk melakukan manajemen laba. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Hastuti (2011), Anggraini (2012), Kusumawati dan Cahyati (2014) yang menunjukkan hasil negatif signifikan pada pengaruh siklus hidup perusahaan terhadap praktik manajemen laba.

TABEL 4.6

Nilai Koefisien adjusted R2

Model R R Square

Adjusted R

Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson

1 ,417(a) ,174 ,155 ,1142821 2,009

a Predictors: (Constant), SHP, FCF b Dependent Variable: MLB


(2)

manajemen laba dapat dijelaskan oleh variabel arus kas bebas dan siklus hidup perusahaan sebesar 15,5%, sedangkan sisanya 84,5% dijelaskan oleh variabel lain diluar model penelitian ini.

TABEL 4.7

Ringkasan Hasil Uji Regresi

Variabel Unstandardized Coefficient B

t-value Prob (t-stat) Keterangan Konstanta -0,079 -4,703 0,000

AKB 0,064 2,261 0,025 Signifikan

SHP -0,012 -0,533 0,595 Tidak Signifikan Sumber: Hasil olah data (2016)

Hasil uji regresi pada tabel 4.7 diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :

MLB = -0,079 + 0,064 AKB – 0,012 SHP + e

V. KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan pada hasil analisis bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Arus kas bebas berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba 2. Siklus hidup perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen

laba

B. Keterbatasan


(3)

1. Penelitian ini hanya meneliti mengenai pengaruh arus kas bebas dan siklus hidup perusahaan terhadap praktik manajemen laba, sehingga nilai koefisien determinasi yang diperoleh masih sangat rendah yaitu sebesar 15,5%

2. Periode penelitian hanya dilakukan selama 2 tahun (2014 – 2015) sehingga tingkat generalisasi dari hasil penelitian ini masih rendah dan belum mampu memberikan gambaran mengenai perilaku manajemen laba dalam jangka panjang.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan penelitian diatas, maka peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut :

1. Untuk penelitian yang akan datang diharapkan dapat menggunakan variabel yang lebih lengkap dan bervariasi, dengan menambahkan variabel bebas struktur dewan komisaris, kompensasi bonus, ukuran perusahaan, arus kas operasi, dan sebagainya

2. Untuk penelitian yang akan datang, dapat menggunakan periode penelitian yang lebih lama agar lebih representatif dalam menjelaskan perilaku manajemen laba.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Agustia, Dian, 2013, “Pengaruh Faktor Good Corporate Governance, Free Cash Flow, dan Leverage Terhadap Manajemen Laba”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan,Volume 15, Nomor 1, Mei 2013, Hlm 27- 42.

Anggraini, Anggi Ratna, 2012, “Pengaruh Siklus Hidup dan Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Laba”, Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya: Malang.

Anis, Chariri dan Imam Ghozali, 2003, Teori Akuntansi, Badan Penerbit UNDIP: Semarang.

Arieska, Metha dan Barbara Gunawan, 2011, “Pengaruh Aliran Kas Bebas dan Keputusan Pendanaan Terhadap Nilai Pemegang Saham dengan Set Kesempatan Investasi dan Dividen Sebagai Variabel Moderasi”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Volume 13 Nomor 1, Mei 2011, Hlm 13-23.

Beattie, Vivien, et.al, 1994, Extraordinary Item and Income Smoothing: A Positive Accounting Approach”, Journal of Bussiness Finance and Accounting, Vol. 21 Nomor 6, September 1994, Hlm 791-811.

Bhundia, Amalendu, 2012, “A Comparative Study Between Free Cash Flow and Earnings Management”, Business Intelligence Journal, Volume 15 Nomor 1. Januari 2012, Hlm 123-129.

Chung, R., Firth M., dan Kim J.B, 2005, “Earnings Management: Surplus Free Cash Flow and External Monitoring”, Journal of Business Research, Volume 58 Nomor 6. 2005, Hlm 766-776.

Dechow, Patricia M., Richard G. Sloan, Amy P. Sweeney., 2000, “Earnings Management”, The Accounting Review, Volume 70, Nomor 2, April 1995, Hlm 193-225.


(5)

Handayani, Sri, 2010, “Indikasi Manajemen Laba Sebelum dan Sesudah Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Badan Tahun 2008”, Thesis, Universitas Diponegoro: Semarang.

Hastuti, Sri, 2011, “Titik Kritis Manajemen Laba pada perubahan Tahap Life Cycle Perusahaan: Analisis Manajemen Laba Rill Dibandingkan dengan Manajemen Laba Akrual”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Volume 8, Nomor 2, Desember 2011, Hlm 107-122.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), 2013, Pernyataan Standar Akuntansi No.1 Revisi 2013, Penyajian Laporan Keuangan.

Jones, Stewart., dan Rohit Sharma, 2001, “The Impact of Free Cash Flow, Financial Leverage and Accounting Regulation on Earnings Management in Australia‟s „Old‟ and „New‟ Economies”, Managerial Finance, Volume 27 Nomor 12. 2001, Hlm 18-39.

Khan, Abdul., dan Stephen Mayes., 2009, “Transition to Accrual Accounting”, http:// http://blog- pfm.imf.org/files/fad-technical-manual-2.pdf, diakses pada 30 Mei 2016.

Kono, Fransiska Dian Permatasari., dan Etna Nur Afri Yuyetta, 2013, “Pengaruh Arus Kas bebas, Ukuran KAP, Spesialisasi Industri KAP, Audit Tenur dan Independensi Auditor terhadap Manajemen Laba”, Diponegoro Journal of Accounting, Volume 2, Nomor 3, 2013, Hlm 1-9.

Kusumawati, Endang., dan Ari Dewi Cahyati, 2014, “Pengaruh Siklus Hidup dan Ukuran Perusahaan terhadap Earnings Management”, El-Muhasaba. Volume 5, Nomor 1, Januari 2014, Hlm 53- 74.

Nekhili, Mehdi, 2016, “Free Cash Flow and Earnings Management: The Moderating Role of Governance and Ownership”, The Journal of Applied Bussiness Research,

Volume 32 Nomor 1. Februari 2016, Hlm 255-268.

Noor, Nurul Fitri Mohd., Zuraidah Mohd Sanusia., Lee Teck Heang., Takiah Mohd Iskandar., dan Yusarina Mat Isa, 2015, “Fraud Motives and Opportunities Factors


(6)

on Earnings Manipulations”, Procedia Economics and Finance, Volume 28, 2015, Hlm 126-135.

Salno, H.M., dan Baridwan, 2000, “Analisis Perataan Penghasilan (Income Smoothing): Faktor-faktor yang mempengaruhi dan Kaitannya dengan Kinerja Saham Perusahaan Publik di Indonesia”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Volume 3, Nomor 1, 2000, Hlm 17-34.

Susetyo, Arief, 2006, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur yang Go Publik di BEJ Periode 2000-2003”, Skripsi Akuntansi, Universitas Islam Indonesia: Jakarta.

Suwardjono, 2013, Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan, Edisi Ketiga, cetakan keenam, BPFE Yogyakarta : Yogayakarta.

Vidyastuti, Deshinta., 2012, “Pengaruh Siklus Hidup Perusahaan terhadap aktivitas akuisisi”, Thesis, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta.

Watts, Ross L., dan Jerold L Zimmerman, 1986, Positive Accounting Theory, Prentice Hall International Editions: New Jersey.

Wulandari, Ndaruningputri., dan Widaryanti, 2008, “Pengaruh Asymetri Informasi, Manajemen Laba dan Indikator Mekanisme Corporate Governance Terhadap Kinerja Perusahaan Publik di Indonesia”, Fokus Ekonomi, Volume 3, Nomor 1, Juni 2008, Hlm 1-23.

Xie, Bao, Wallace N. Davidson., dan Peter J. Dadalt., 2001., “Earnings Management and Corporate Governance: The Role of Board and The Audit Committee”, Working Paper, Southen Illinois University: Carbodale.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Komponen Arus Kas, Laba Akuntansi, dan Ukuran Perusahaan terhadap Return Saham pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

15 198 120

Pengaruh Informasi Laba, Arus Kas, dan Size Perusahaan terhadap Return Saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI

4 98 107

Pengaruh Komponen Laporan Laba Rugi dan Komponen Arus Kas Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2009-2011

4 67 109

PENGARUH ARUS KAS dan LABA AKUNTANSI TERHADAP EXPECTED RETURN SAHAM (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI)

0 17 17

PENGARUH SURPLUS ARUS KAS BEBAS, LEVERAGE, DAN PROFITABILITAS TERHADAP PRAKTIK MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2008

0 5 75

PENDAHULUAN KEMAMPUAN INFORMASI LABA DAN ARUS KAS PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN PERATAAN LABA DALAM MEMPREDIKSI LABA DAN ARUS KAS DI MASA YANG AKAN DATANG (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI).

0 4 9

KEMAMPUAN LABA DAN ARUS KAS DALAM MEMPREDIKSI ARUS KAS MASA DEPAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI).

0 1 9

ABSTRAK PENGARUH INFORMASI LABA, ARUS KAS, DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI

0 0 11

Pengaruh Kualitas Auditor dan Ukuran Perusahaan terhadap Praktik Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2013-2015

0 0 15

PENGARUH LABA AKUNTANSI, ARUS KAS OPERASIONAL, LIKUIDITAS, DAN DIVIDEN KAS TAHUN SEBELUMNYA TERHADAP DIVIDEN KAS (Studi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI Tahun 2013-2015)

0 1 18