Dampak Keterbukaan Perdagangan Terhadap Kinerja Manufaktur Di Indonesia

DAMPAK KETERBUKAAN PERDAGANGAN TERHADAP
KINERJA MANUFAKTUR DI INDONESIA

WAHYU DYAH NOVITASARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul dampak keterbukaan
perdagangan terhadap kinerja manufaktur di Indonesia adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor,


Januari 2017

Wahyu Dyah Novitasari
NIM. H151137184

RINGKASAN
Wahyu Dyah Novitasari. Dampak Keterbukaan Perdagangan Terhadap Kinerja
Manufaktur di Indonesia. Dibimbing oleh SRI HARTOYO dan LUKYTAWATI
ANGGRAENI.
Keterbukaan dalam perdagangan mendorong adanya liberalisasi yang
mempercepat proses modernisasi suatu negara sehingga identik dengan
industrialisasi. Indonesia yang menganut small open liberalization dalam
perdagangannya telah membawa perubahan terhadap perekonomian yang semula
identik dengan sektor pertanian kemudian beralih menjadi industri. Sektor industri
manufaktur merupakan komponen utama penggerak dalam pembangunan
perekonomian nasional dan berkontribusi sebesar 20-30 persen dalam pembentukan
PDB Indonesia selama dua puluh tahun terakhir. Peningkatan pertumbuhan
ekonomi dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu produktivitas dan
sumberdaya. Tujuan dari penelitian ini adalah membangun analisis empiris

mengenai dampak keterbukaan perdagangan internasional terhadap kinerja sektor
manufaktur. Ukuran kinerja manufaktur yang digunakan adalah kinerja
produktivitas yaitu dengan pendekatan nilai tambah manufaktur dan kinerja
perdagangan dengan pendekatan daya saing.
Estimasi mengenai dampak keterbukaan perdagangan terhadap kinerja
manufaktur menggunakan data sekunder runtun waktu dari tahun 1988-2015
dengan variabel jumlah tenaga kerja, pembentukan modal, export openness, import
openness dan dummy krisis sebagai variabel independen kemudian nilai tambah
manufaktur sebagai variabel independen. Tahap estimasi yang dilakukan melalui
tiga tahap, dimana pada tahap pertama yaitu adanya uji stasioneritas, tahap kedua
uji kointegrasi dan langkah ketiga estimasi error correction model (ECM).
Hasil analisis menunjukan variabel jumlah tenaga kerja, modal dan export
openness dalam jangka panjang ataupun jangka pendek, baik secara parsial maupun
simultan signifikan berpengaruh positif terhadap nilai tambah manufaktur. Nilai
koefisien error correction term (ECT) sebesar -0.1299 yang menunjukkan
kecepatan error correction untuk mengoreksi perilaku tiap variabel dalam jangka
pendek menuju keseimbangan jangka panjang cukup lambat yaitu sebesar 12.99
persen.
Peningkatan kinerja produktivitas manufaktur dapat dilakukan dengan
menambahkan faktor input produksi yaitu jumlah tenaga kerja dan modal. Dengan

bertambahnya input produksi diharapkan akan meningkatkan output produksi
sehingga meningkatkan nilai tambah manufaktur. Peningkatan kinerja perdagangan
manufaktur dapat dilakukan dengan meningkatkan daya saing produk. Langkah
untuk meningkatkan daya saing produk adalah dengan memberikan nilai tambah
bagi komoditas yang akan diekspor serta melakukan diversifikasi terhadap produk
ekspor manufaktur.

Kata kunci: Nilai tambah manufaktur, Export openness, Import openness,
Kointegrasi, Error Correction Model,

SUMMARY
Wahyu Dyah Novitasari. The Impact of Trade Openness on Manufacturing
Performance in Indonesia. Supervised by SRI HARTOYO and LUKYTAWATI
ANGGARENI.
Openness in trade contribute to the liberalization that expedite the
modernization a country that synonymous with industrialization .Indonesia are
small open liberalization in its trade has brought amendments to the economy was
synonymous with the agricultural sector later turned into an industry sector.
Manufacturing sector is a major component locomotion in national economic
development and contributing to 20-30 percent in the formation of economics

growth been twenty years .Improve economic growth can be done by two
approaches the productivity and resources. The purpose of this research is to build
empirical analysis on The impact of openness trade on performance the
manufacturing sector . Performance indicators manufacturing used is a productivity
namely by approach manufacturing value added and performance trade with
approach competitiveness.
Estimation on the impact of openness trade on the performance of
manufacturing use secondary data timeseries from year 1988-2015 with variable
the amount of labor, capital formation, export openness, import openness and
dummy the crisis as the independent variable then manufacturing value added as
the independent variable. The estimate made it through three stages, where in the
first phase namely the test stasioneritas, the second phase test cointegration and the
last step is to apply estimation error correction model ( ECM).
The analysis showed variable the amount of labor, capital and export
openness in the long term or short term, both directly and significant partial
simultaneous influential positive on manufacturing value added. The error
correction term ( ECT) of -0.1299 showing speed error correction to correct every
variable behavior in the short term to balance the long term moderately slow about
12.99 percent.
Increasing the manufacturing productivity can be done by adding the

production input the sum labor and capital. The rising production input is expected
to boost output production raising manufacturing value added. Increasing the
manufacturing trade can be done by improving competitiveness products. Measures
to improve competitiveness of the product is by adding additional value for
commodities to be exported and diversify in the manufacturing exports.

Keywords: Manufacturing value added, Export openness, Impor openness,
Cointegration, Error Correction Model

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DAMPAK KETERBUKAAN PERDAGANGAN TERHADAP
KINERJA MANUFAKTUR DI INDONESIA


WAHYU DYAH NOVITASARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Tanti Novianti, SP MSi

Judul Tesis
Nama
NIM


: Dampak Keterbukaan Perdagangan Terhadap Kinerja
Manufaktur di Indonesia
: Wahyu Dyah Novitasari
: H151137184

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS
Ketua

Dr Lukytawati Anggraeni, SP MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr Lukytawati Anggraeni, SP MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 24 Oktober 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Penelitian
dengan tema perdagangan internasional yang dilaksanakan sejak bulan Januari
2015 ini berjudul “Analisis Keterbukaan Perdagangan dan Pertumbuhan
Manufaktur di Indonesia”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu terselesaikannya penelitian ini. Apresiasi dan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya penulis sampaikan secara khusus kepada:
1.

Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr
Lukytawati Anggraeni, SP MSi selaku anggota komisi pembimbing yang
telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan selama proses
penelitian ini.
2.
Dr Tanti Novianti SP MSi sebagai penguji utama dan dosen penguji dari
komisi akademik yang telah memberikan masukan untuk kesempurnaan
tesis ini.
3.
Dr Lukytawati Anggraeni, SP MSi selaku Ketua Program Studi beserta
jajaran selaku pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi SPs IPB dan semua
dosen yang telah mengajar penulis.
4.
Biro Organisasi dan Kepegawaian (Roganpeg) Kementerian Perdagangan
Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu
Ekonomi di Sekolah Pascasarjana (SPs IPB).
5.
Rekan-rekan di Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian
Perdagangan Republik Indonesia yang telah memberikan dukungan bagi

penulis untuk menyelesaikan penyusunan tesis ini.
6.
Teman-teman kuliah kelas khusus IPB-Kemendag batch 1 dan 2 maupun
kelas reguler atas segala bantuannya selama penulis menyelesaikan
pendidikan di IPB.
7.
Orang tua dan keluarga besar penulis yang senantiasa mendoakan,
mendukung dan kesabarannya sehingga penulis mampu menyelesaikan
pendidikan ini. Kepada sahabat-sahabat tercinta atas segala semangat dan
kasih sayang dalam suka duka menemani perjalanan penyelesaian kuliah
ini.
Besar harapan penulis bahwa tesis ini dapat memberikan kontribusi
dalam proses pembangunan dan bermanfaat untuk pengembangan penelitian
di masa mendatang
Bogor, Januari 2017
Wahyu Dyah Novitasari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
2. TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teoritis
Tinjauan Empiris
Alur Pemikiran
Hipotesis Penelitian
3. METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis
Spesifikasi Model
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Kinerja Perdagangan Indonesia
Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Indonesia
Dampak Keterbukaan Perdagangan dan Input terhadap Nilai Tambah
Manufaktur
Pengaruh Faktor Guncangan dan Random Shock Modal, Jumlah Tenaga
Kerja dan Keterbukaan Perdagangan terhadap Nilai tambah
Pengaruh Variabilitas yang Mempengaruhi Nilai Tambah dalam Model.
5. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

1
1
4
6
6
7
8
8
15
18
19
20
20
20
22
29
29
34
35
41
43
45
45
45
47
51
58

DAFTAR TABEL
Klasifikasi industri manufaktur menurut ISIC dua digit
8
Jenis dan sumber data
20
Perkembangan perdagangan manufaktur Indonesia tahun 1996 -2014 30
Sepuluh komoditas unggulan sektor manufaktur Indonesia tahun
2010-2015
31
5. Sepuluh komoditas impor manufaktur Indonesia tahun 2010-2015
33
6. Perkembangan input manufaktur dan perdagangan Tahun 1996-2015 34
7. Uji stasioner Phillip-Perron
36
8. Uji stasioner ECT
37
9. Model jangka panjang hubungan nilai tambah manufaktur dengan
input
38
10. Model jangka pendek hubungan nilai tambah manufaktur dengan
input
38

1.
2.
3.
4.

DAFTAR GAMBAR
1. Kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB di Indonesia tahun 1990-

2015
2. Pangsa perdagangan sektor manufaktur Indonesia tahun 1980-2015
3. Keterbukaan perdagangan, nilai tambah manufaktur, pertumbuhan

GDP di Indonesia tahun 1980-2015
4. Kerangka pemikiran
5. Respon nilai tambah manufaktur terhadap guncangan jumlah tenaga
6. Hasil FEVD faktor yang mempengaruhi nilai tambah manufaktur

2
3
5
19
43
44

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Industri-industri pada Sektor Manufaktur Berdasarkan Kategori
Uji stasioner Phillip-Perron
Uji Kointegrasi
Model ECM jangka panjang
Model ECM jangka pendek
Model FEVD

52
53
54
55
56
57

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi dari setiap negara di
dunia, salah satunya ditunjukkan dengan semakin hilangnya hambatan dalam
melakukan perdagangan berupa tarif maupun non-tarif dan semakin lancarnya
mobilitas modal antarnegara. Secara teori keterbukaan ekonomi menjanjikan
tantangan dan peluang yaitu dengan semakin terbukanya perdagangan antar satu
negara dengan negara lainnya dapat memberikan peluang meningkatnya akses
pasar produk dalam negeri di pasar internasional sekaligus juga tantangan terhadap
daya saing industri dalam negeri terhadap produk luar negeri (Abbas et al., 2016).
Menurut Global Competitiveness Index (2016), semakin tinggi indeks market size
suatu negara maka semakin meningkat market accessnya. Jika dilihat dari domestic
market size, Indonesia menduduki peringkat 15 pada tahun 2014-2015 sedangkan
dari foreign market size menduduki peringkat 23 pada periode yang sama. Namun
demikian manfaat yang diterima oleh setiap negara dari keterbukaan ekonomi tidak
menunjukkan pola dan besaran yang sama. Bagi sebagian negara berkembang,
keterbukaan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi akan tetapi akan
berdampak postif bagi negara maju yang telah mengoptimalkan keterbukaannya
pada perdagangan.
Salah satu tanda keterbukaan perdagangan adalah adanya liberalisasi
perdagangan yang diantaranya berupa penghapusan dukungan domestik, subsidi
ekspor dan pembukaan akses pasar yang seluas-luasnya. Secara teoritis,
perdagangan bebas dapat memberikan keuntungan secara ekonomi karena
meningkatnya akses pasar dan surplus ekonomi secara keseluruhan. Perdagangan
bebas juga memberikan sejumlah manfaat, seperti terpenuhinya bahan baku
penolong dan barang modal; peningkatan investasi dalam industri; mendorong
peningkatan kapasitas (capacity building) untuk peningkatan daya saing industri
domestik, dan peningkatan daya beli masyarakat. Namun, perdagangan bebas tidak
dapat memberikan manfaat yang besar jika daya saing industri dalam negeri jauh
lebih rendah dibandingkan dengan industri luar negeri.
Perdagangan bebas semakin mempecepat proses modernisasi yang membuat
suatu negara tidak dapat lepas dari industrialisasi. Kondisi tersebut membawa
perubahan terhadap perekonomian Indonesia yang semula identik dengan sektor
pertanian beralih menjadi sektor industri. Sektor industri manufaktur merupakan
komponen utama penggerak dalam pembangunan perekonomian nasional dan
menyumbang hampir mencapai 25 persen dalam pembentukan PDB Indonesia
selama dua puluh tahun terakhir. Selain besarnya pangsa industri manufaktur
terhadap PDB, penyerapan tenaga kerja pada industri manufaktur mencapai 21.00
persen dari total tenaga kerja (WDI 2016) pada tahun 2014 sehingga kinerja sektor
industri manufaktur mempunyai dampak nyata baik terhadap ekspor, penyerapan
tenaga kerja maupun ekonomi secara keseluruhan.
Implementasi kesepakatan perdagangan bebas membawa konsekuensi
terhadap daya saing produk Indonesia, baik daya saing di pasar internasional
maupun daya saing di pasar domestik. Sektor industri manufaktur memiliki sifat
sangat dinamis karena linkages dengan sektor lain sangat besar dan luas.
Pertumbuhannya dapat mendorong dan menarik pertumbuhan sektor lainnya karena

2
sektor industri memerlukan input dari sektor lain dan outputnya banyak dipakai
oleh sektor lain.
Selama lebih dari sepuluh tahun kontribusi sektor industri manufaktur berada
disekitar 20-30 persen terhadap PDB. Pada gambar 1 sekitar tahun 2000-2002
terjadi peningkatan kontribusi manufaktur dimana periode tersebut adalah
pemulihan kondisi perekonomian setelah krisis Asia 1998 sedangkan tahun 2010
mulai terjadi penurunan kontribusi manufaktur yang mencapai 20 persen. Selama 5
tahun terakhir penurunan kontribusi manufaktur bisa disebabkan oleh banyak faktor
diantaranya segi produksi, investasi, perdagangan maupun keadaan makroekonomi.

Sumber : Bank Indonesia, 2016 (diolah)
Gambar 1 Kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB di Indonesia tahun 19902016
Salah satu komponen pertumbuhan sektor manufaktur adalah sektor
perdagangan. Ekspor manufaktur akan mendorong terjadinya persaingan dan
spesialisasi dalam hal produksi; skala ekonomi; alokasi sumber daya yang lebih
baik dan peningkatan nilai tambah. Sementara itu peranan impor dari sisi konsumsi,
impor dapat mendorong kompetisi antara barang dari luar negeri dan barang dalam
negeri. Selanjutnya, impor akan mendorong percepatan alih teknologi yang dapat
meningkatkan nilai tambah sektor manufaktur, khususnya jika yang diimpor adalah
mesin dan barang modal. Oleh karena itu, pertumbuhan sektor manufaktur suatu
negara tergantung pada sifat dari barang yang diimpor.
Gambar 2 menunjukan pangsa ekspor dan impor manufaktur dari total
perdagangan (total ekspor dan impor). Selama periode 1980-2000, ekspor Indonesia
didominasi oleh migas dan barang tambang sedangkan impor Indonesia didominasi
oleh mesin-mesin dan peralatan listrik/mekanik. Pada periode yang sama terdapat
beberapa unggulan ekspor non migas Indonesia yaitu kayu dan barang dari kayu;
tekstil dan produk tekstil; kopi; sawit. Sedangkan beberapa produk impor saat itu
adalah mesin-mesin dan peralatan listrik/mekanik; bahan kimia; besi dan baja; dan
alat transportasi (WDI 2016). Selanjutnya pada Gambar 2 juga menunjukan
peningkatan pangsa ekspor manufaktur salah satunya tidak terlepas dari pergeseran
ekspor migas dalam total ekspor nasional. Penurunan peran sektor migas
memberikan peluang peningkatan daya saing sektor industri.

3
Pada periode 1998 hingga 2000, peningkatan pangsa ekspor manufaktur
cukup tinggi hingga lebih dari 50 persen dari total ekspor Indonesia dimana saat itu
pemulihan perekonomian akibat Asia Financial Crisis. Krisis yang melanda Asia
saat itu membuat nilai tukar rupiah terdepresiasi dan dimanfaatkan untuk
meningkatkan ekspor Indonesia. Seiring dengan pemulihan kondisi perekonomian
Asia, kinerja ekspor manufaktur Indonesia mulai mengalami penurunan pada
periode 2002 hingga periode selanjutnya. Hal yang sama juga terjadi pada kinerja
impor manufaktur, dimana mencapai penurunan hingga 50 persen. Pengaruh impor
manufaktur ternyata lebih besar dalam pertumbuhan perekonomian karena pangsa
impor manufaktur lebih besar dibandingkan dengan pangsa ekspornya.
90.00
80.00

Persen (%)

70.00
60.00
2007; 52.62

50.00
1997; 42.34

40.00

2011; 34.19

30.00
20.00

10.00
0.00

Pangsa Ekspor Manufaktur

Pangsa Impor Manufaktur

Sumber : BPS, 2016 (diolah)
Gambar 2 Pangsa perdagangan sektor manufaktur Indonesia tahun 1980-2015
Kinerja perdagangan industri manufaktur oleh dua faktor, yaitu faktor internal
dan eksternal. Faktor internal dipengaruhi oleh iklim usaha yang belum kondusif,
penguasaan teknologi yang masih lemah, dan kualitas serta jumlah sumber daya
belum memadai. Hal ini terlihat dari nilai indeks ease of doing business di Indonesia
yang masih tergolong besar yaitu peringkat 91 pada tahun 2016 (World Bank 2016)
sedangkan faktor eksternal dari persaingan di pasar internasional yang menawarkan
produk sejenis yang lebih murah dan krisis ekonomi yang melanda sebagai negara
di dunia barat. Dalam teori liberalisasi menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat
efisiensi suatu negara dapat meningkatkan keterbukaan perdagangan, yang berarti
bahwa meningkatnya spesialisasi dan pembagian kerja akan meningkatkan
produktivitas dan kemampuan ekspor serta kinerja ekonomi. Nilai efisiensi dalam
hal ini meliputi labor market efficiency dan goods market efficiency. Menurut
Global Competitiveness Index (2016), Indonesia menduduki peringkat 110 dalam
labor market efficiency pada tahun 2014-2015 sedangkan peringkat 48 dalam goods
market efficiency pada tahun yang sama.
Pengaruh krisis ekonomi memberikan dampak pada kinerja perdagangan
sektor manufaktur Indonesia. Gambar 2 menunjukan penurunan pangsa ekspor
manufaktur salah satu dari akibat krisis ekonomi yang melanda luar negeri seperti
Asia Financial Crisis (AFC) tahun 1998, Subprime mortgage tahun 2008, dan krisis
Yunani tahun 2010. Permasalahan yang dihadapi oleh industri manufaktur saat ini

4
adalah kecenderungan penurunan daya saing di pasar internasional. Penyebabnya
antara lain adalah meningkatnya biaya energi dan ekonomi biaya tinggi; masih
lemahnya keterkaitan antar industri hulu dan hilir maupun antara industri besar
dengan industri kecil menengah, adanya keterbatasan berproduksi barang setengah
jadi dan komponen didalam negeri, keterbatasan industri berteknologi tinggi, dan
ketergantungan ekspor pada beberapa komoditi tertentu. Sementara itu, tingkat
kapasitas produksi manufaktur masih belum optimal dan ditambah dengan masih
tingginya impor bahan baku.
Perumusan Masalah
Keterbukaan dalam perdagangan internasional (trade openness) mendorong
adanya liberalisasi, sebagai konsekuensinya yaitu tantangan dan peluang. Semakin
terbukanya perdagangan antar satu negara dengan negara lainnya dapat
memberikan peluang meningkatnya akses pasar produk dalam negeri di pasar
internasional sekaligus juga tantangan terhadap daya saing industri dalam negeri
terhadap produk luar negeri. Tingginya ekspor suatu negara menunjukan bahwa
negara tersebut mempunyai comparative advantage (daya saing) dari komoditi
yang diekspornya serta mempunyai efisiensi dan produktivitas yang baik. Peranan
perdagangan terhadap pertumbuhan tergantung dari perekonomian suatu negara
mampu merubah struktur industri dan merubah pergerakan acuan perdagangannya
(terms of trade). Saat ini negara berkembang berada pada posisi yang inferior jika
dibandingkan dengan negara maju sehingga keuntungan yang diperoleh dari terms
of trade untuk sebagian besar komoditas banyak dinikmati oleh negara-negara maju
sesuai dengan penelitian Pilinkiene (2016).
Salah satu peran perdagangan terhadap sektor produksi di dalam negeri yaitu
menciptakan spesialisasi produksi sehingga memiliki keunggulan komparatif yang
dapat meningkatkan nilai dan volume perdagangan. Kenaikan output produksi
dapat menggerakkan kegiatan perekonomian dalam negeri yaitu dengan
meningkatkan penggunaan input-input produksi (tenaga kerja, investasi dan bahan
baku penolong). Peningkatan penggunaan input produksi, berarti akan
meningkatkan pendapatan faktor-faktor produksi
Peningkatan pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan dua pendekatan
yaitu produktivitas dan sumberdaya. Peningkatan produktivitas terjadi jika dengan
menggunakan kuantitas sumber daya yang sama dapat diperoleh produk yang lebih
besar. Sedangkan peningkatan kemampuan sumber daya tercermin dari ada
tidaknya sumber daya yang idle (menganggur). Sumber daya yang menganggur
dapat dipandang sebagai pemborosan dan tidak efisien sistem pasar yang ada.
Pertumbuhan ekonomi yang didasarkan pada pertumbuhan produktivitas, yaitu
produktivitas total yang seimbang antara pertumbuhan modal dan sumber daya
manusia (human capital/ knowledge) sehingga akan menghindarkan dari
pertumbuhan ekonomi yang semu.
Hubungan antara keterbukaan perdagangan, output dan pertumbuhan
manufaktur serta pertumbuhan ekonomi memberikan hasil yang berbeda. Beberapa
penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara keterbukaan
perdagangan terhadap output dan pertumbuhan manufaktur diantaranya Hwang
(1998), Edwards (1998) dan Jonsson dan Subramanian (2001), Yanikkaya (2003),
Chansomphou dan Ichihashi (2011) sedangkan yang lain menyimpulkan hubungan

5
negatif (Harrison, 1996; Rodriguez dan Rodrik, 2001) Tabi (2011), Hye dan Lau
(2012). Perbedaan hasil yang ada menunjukan bahwa tiap negara tidak serta merta
mengalami peningkatan produktivitas hanya dengan berperan aktif dalam
perdagangan akan tetapi karena memiliki kondisi yang berbeda baik dalam
perekonomian maupun kualitas sumber dayanya. Beberapa negara yang memiliki
pondasi ekonomi yang kuat dan stabil secara ekonomi (negara maju) memperoleh
manfaat lebih banyak terhadap keterbukaan perdagangan yang ditandai dengan
peningkatan pertumbuhan ekonomi maupun sektor industri. Hal ini berkebalikan
dengan beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa sebagian negara berkembang
mendapatkan efek negatif dari keterbukaan karena kurang mampu mengoptimalkan
keterbukaan tersebut. Perbedaan itu menunjukan bahwa didalam perdagangan tidak
hanya terdapat aliran barang dan jasa dari pasar internasional, namun juga
membuka kemungkinan terjadinya transfer teknologi.
30.00

100.00
90.00

1998; 89.74

25.00

80.00

20.00

70.00

Persen (%)

15.00

60.00
10.00
50.00
5.00
40.00

-5.00

1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015

0.00

30.00
20.00

-10.00

10.00
1998; -11.44

-15.00
Pertumbuhan GDP

Pertumbuhan Manufaktur

0.00
Keterbukaan Perdagangan

Sumber : World Bank, 2016 (diolah)
Gambar 3 Keterbukaan perdagangan, nilai tambah manufaktur, pertumbuhan
GDP di Indonesia tahun 1980-2015
Gambar 3 menunjukan pertumbuhan sektor manufaktur memiliki selisih yang
kecil dengan pertumbuhan PDB, sedangkan persentase keterbukaan perdagangan
memiliki pola yang berbalikan dengan pertumbuhan. Pada saat persentase
keterbukaan perdagangan meningkat, pertumbuhan sektor manufaktur dan
pertumbuhan PDB justru mengalami penurunan. Hal ini berkebalikan dengan
paham yang telah disebutkan diatas yaitu keterbukaan perdagangan memiliki
potensi meningkatan pertumbuhan produktivitas. Semakin tinggi persentase
keterbukaan perdagangan di Indonesia maka pertumbuhan manufaktur semakin
menurun, hal ini sesuai dengan Gambar 3 yang menunjukan selisih antara
pertumbuhan manufaktur dengan pertumbuhan ekonomi sangat tipis selama 10
tahun terakhir. Secara empiris keterbukaan perdagangan memberikan efek
berkebalikan pada pertumbuhan sektor manufaktur maupun pertumbuhan ekonomi
akan tetapi berdasarkan teori dan beberapa studi literatur menunjukan hasil yang
berkebalikan.
Tujuan dari penelitian ini adalah membangun analisis empiris mengenai
dampak keterbukaan perdagangan internasional terhadap kinerja sektor manufaktur.

6
Penggunaan kinerja manufaktur mengandung dua maksud yaitu kinerja
produktivitas dengan pendekatan nilai tambah manufaktur dan kinerja perdagangan
dengan pendekatan daya saing. Konsep nilai tambah yaitu besarnya output produksi
dikurangi besarnya nilai input (biaya antara) sedangkan konsep daya saing adalah
suatu keunggulan pembeda dari yang lain terdiri dari comparative advantage
(faktor keunggulan komparatif) dan competitive advantage (faktor keunggulan
kompetitif). Selain itu tujuan penelitian ini adalah melihat pengaruh krisis ekonomi
dan guncangan suatu variabel tertentu terhadap variabel yang lain.
Ide dari penelitian ini diperoleh melalui pemahaman bahwa keterbukaan
perdagangan dalam perekonomian memiliki potensi melahirkan pertumbuhan
produktivitas. Menurut Dasgupta dan Singh (2006) berdasarkan Kaldor’s first law,
semakin besar selisih antara pertumbuhan sektor manufaktur dengan pertumbuhan
PDB maka pertumbuhan PDB akan semakin cepat. Hal ini mengimplikasikan
bahwa seharusnya pertumbuhan sektor manufaktur melebihi pertumbuhan PDB.
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang sudah dijelaskan, peneliti
melakukan pengujian empiris terhadap kasus di Indonesia dengan menggunakan
sektor manufaktur sebagai tinjauan utamanya, sehingga timbul pertanyaanpertanyaan penelitian yaitu:
1. Bagaimana kinerja sektor manufaktur Indonesia.
2. Bagaimana pengaruh keterbukaan perdagangan, penggunaan input produksi
(modal tetap dan jumlah tenaga kerja) dan krisis ekonomi terhadap nilai tambah
manufaktur.
3. Bagaimana pengaruh faktor guncangan dan random shock terhadap nilai
tambah manufaktur, modal tetap dan jumlah tenaga kerja.
4. Seberapa besar variabilitas yang mempengaruhi nilai tambah dalam model.
Tujuan Penelitian
Hasil elaborasi data empiris dan latar belakang permasalahan kemudian
merujuk pada tujuan penelitian yaitu
1.
Menganalisa kinerja sektor manufaktur Indonesia
2.
Menganalisa pengaruh keterbukaan, penggunaan input produksi (modal tetap
dan jumlah tenaga kerja) dan krisis ekonomi terhadap nilai tambah
manufaktur.
3.
Menganalisa pengaruh faktor guncangan dan random shock terhadap nilai
tambah manufaktur, modal tetap dan jumlah tenaga kerja dalam model.
4.
Menganalisa besarnya variabilitas yang mempengaruhi nilai tambah dalam
model.
Manfaat Penelitian
1.

2.

Manfaat dari penulisan penelitian ini selain untuk mengaplikasi teori adalah:
Sumber informasi ilmiah dan salah satu referensi bagi pemerintah dalam
perumusanan kebijakan, maupun program dalam rangka meningkatkan kinerja
industri terutama sektor manufaktur yang dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi bagi pemerintah Indonesia.
Sumber informasi ilmiah yang dapat memperluas pengetahuan pembaca, serta
dapat dijadikan acuan bagi penelitian selanjutnya

7
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup data yang digunakan dalam penelitian meliputi seluruh
komoditi berdasarkan pengelompokan pada ISIC (International Standard
Industrial Classification for All Economic Activities) revisi 3 atau dalam artian
menggunakan data agregat manufaktur. Lingkup daya saing untuk memberikan
deskripsi tujuan penelitian yang pertama menggunakan harmonized system (HS) 2.
Data series waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
nasional dan internasional series tahunan yang dibatasi dalam kurun waktu mulai
dari tahun 1988 sampai dengan 2015. Terkait dengan data, penelitian ini
menggunakan data nilai tambah manufaktur yang berasal dari World Bank
Indicator secara agregat dengan tahun dasar 2010.
Sementara itu, untuk metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi analisis deskriptif guna menganalisis kondisi dan perkembangan industri
manufaktur di Indonesia serta dengan analisis kuantitatif, yaitu analisis daya saing
seperti Revealed Comparatif Advantage (RCA) dan Indek Spesialisasi Perdagangan
(ISP) dan model error correction (ECM). Analisis daya saing digunakan untuk
menjawab tujuan penelitian yang pertama yaitu untuk menganalisis kinerja
perdagangan industri manufaktur berdasarkan tingkat daya saing. Sedangkan
metode ECM digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yang kedua hingga
keempat yaitu melihat dampak keterbukaan perdagangan terhadap nilai tambah
manufaktur di Indonesia.
Keterbatasan penelitian ini meliputi asumsi yang digunakan baik dalam
pemilihan konsep dan model. Konsep kinerja industri manufaktur menggunakan
dua pendekatan yaitu kinerja produktivitas dan perdagangan. Kinerja produktivitas
manufaktur yaitu nilai tambah manufaktur sebagai parameter pada pendekatan
agregate supply (AS) yang diturunkan dari fungsi produksi agregatif neo klasik,
dimana produksi ditentukan oleh tenaga kerja dan kapital. Sedangkan dari sisi
agregate demand menggunakan keterbukaan perdagangan yang diperoleh dari
export openness dan import openness.
Asumsi pemilihan dan pembentukan model dalam penelitian ini dilandasi
oleh konsep fungsi produksi sebagaimana halnya yang dilakukan oleh banyak
peneliti diantaranya Yousif 1999; Doraisami 2001; Medina dan Smith 2001;
Awokuse 2002; Silverstors dan Herzer 2005. Variabel dependen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah nilai tambah manufaktur sedangkan variabel
penjelasnya (independen) adalah tenaga kerja, kapital, keterbukaan perdagangan
dan dummy krisis ekonomi. Peneliti tidak memasukan variabel teknologi karena
keterbatasan data teknologi pada lembaga penyedia data di Indonesia. Kedua,
variabel yang digunakan dalam penelitian ini sangat bersifat agregatif, sehingga
menyebabkan hasil yang diperoleh menjadi kurang operasional, karena masih
bersifat sangat makro, kurang membahas ke bagian sektoral yang lebih
menggambarkan persoalan mikro. Dengan demikian hasil penelitian pada penulisan
ini belum tentu searah dengan kebijakan pada kondisi mikro maupun sektoral.

8

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teoritis
Pada bab ini, akan dijelaskan beberapa pustaka yang mendukung penelitian
antara lain: konsep industri manufaktur, keterbukaan perdagangan, dan konsep daya
saing serta beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan pada penelitian ini.
Pada bagian terakhir bab ini juga akan dijelaskan kerangka konseptual dari
penelitian.
Industri Manufaktur
Industri manufaktur diklasifikasikan menurut produksi utama yang dihasilkan
dalam satu tahun berdasarkan International Standard of Industrial Classification
(ISIC) 2, 3, dan 5 digit yang disusun oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun
1983 (revisi ke-2). Klasifikasi tersebut selanjutnya disesuaikan dengan keadaan di
Indonesia dan dinamakan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI)
dengan kode 3 adalah sektor industri manufaktur (BPS, 2006).
Tabel 1 Klasifikasi industri manufaktur menurut ISIC dua digit
Kode ISIC Kelompok Industri
31
Sektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau
32
Sektor Industri Tekstil, Pakaian Jadi, dan Kulit
33
Sektor Industri Kayu dan Barang-Barang dari Kayu, Termasuk
Perabot Rumah Tangga
34
Sektor Industri Kertas dan Barang-Barang dari Kertas, Percetakan,
dan Penerbitan
35
Sektor Industri Kimia dan Barang-Barang dari Bahan Kimia,
Minyak Bumi, Batu Bara, Karet, dan Plastik
36
Sektor Industri Bahan Galian Bukan Logam, Kecuali Minyak
Bumi dan Batu Bara
37
Sektor Industri Logam Dasar
38
Sektor Industri Barang dari logam, Mesin, dan Peralatannya
39
Sektor Industri Pengolahan Lainnya
Sektor industri manufaktur yaitu sektor yang mencakup semua perusahaan
atau usaha di bidang industri yang melakukan kegiatan mengubah barang dasar
menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya
menjadi barang yang lebih tinggi nilainya. Termasuk dalam sektor ini adalah
perusahaan yang melakukan kegiatan jasa industri dan pekerjaan perakitan
(assembling) dari suatu industri (BPS, 2003). Dalam penelitian ini menggunakan
data agregat sektor industri manufaktur dengan standart klasifikasi ISIC 2 digit
tahun 2000. Dalam standar klasifikasi ISIC 2 digit, sektor industri manufaktur
diklasifikasikan dalam sembilan subsektor.
Proses industrialiasi di Indonesia telah berjalan sejak tahun 1960 baru terjadi
pada tahapan transformasi dari pertanian ke industri dan belum dapat menopang
dan menciptakan struktur ekonomi yang kuat, terutama dalam mengakomodasi
transisi infrastruktur dan tenaga kerja. Industrialisasi di Indonesia tidak terlepas dari
tahapan liberalisasi yang dilakukan di sektor perdagangan, keuangan, dan pasar

9
modal serta tahapan kebijakan pemerintah dalam melindungi infant industry
domestik. Dampak kebijakan pemerintah dan keterbukaan terhadap perdagangan
dan penanaman modal internasional, selain membuat peranan industri semakin
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, juga menciptakan masalah yang bersifat
struktural, misalnya ketergantungan tinggi pada teknologi impor dan utang luar
negeri. Sensitivitas sektor industri terhadap gejolak nilai tukar terjadi terutama pada
sejumlah perusahaan yang berorientasi pasar domestik tetapi memiliki kandungan
bahan baku impor yang tinggi. Beberapa komoditi nonmigas utama, seperti industri
kertas dan barang cetakan; industri logam dasar, besi dan baja; serta industri alat
angkutan, mesin dan peralatannya, memiliki kandungan bahan baku (BB) impor
yang cukup signifikan dengan orientasi pasar lebih banyak ditujukan untuk
domestic.
Fungsi Faktor Produksi
Teori pertumbuhan neo-klasik dikembangkan oleh Robert Solow dan Trevor
Swan pada tahun 1950-an. Menurut Solow-Swan, pertumbuhan ekonomi
tergantung pada ketersediaan faktor produksi seperti tenaga kerja dan akumulasi
modal, serta kemajuan teknologi. Pandangan teori ini disandarkan pada asumsi
yang mendasari analisis ekonomi klasik, yaitu perekonomian berada pada tingkat
pengerjaan penuh (full employment) dan tingkat pemanfaatan penuh (full
utilization) dari faktor-faktor produksinya. Rasio modal-output (capital-output
ratio) dapat berubah-ubah sesuai dengan output yang ingin dihasilkan. Jika lebih
banyak modal yang digunakan maka tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit,
dan sebaliknya. Fleksibilitas ini menggambarkan suatu perekonomian yang
memiliki kebebasan dalam menentukan kombinasi antara modal (capital, K) dan
tenaga kerja (labour, L) yang akan digunakan dalam kegiatan produksi.
Teori pertumbuhan neo-klasik dapat disajikan ke dalam bentuk fungsi
produksi Cobb-Douglass, yaitu output merupakan fungsi dari tenaga kerja dan
modal. Sementara itu, tingkat kemajuan teknologi merupakan variabel eksogen.
Asumsi yang digunakan adalah skala pengembalian yang konstan (constant return
to scale, CRTS), substitusi antara modal dan tenaga kerja bersifat sempurna, serta
adanya produktivitas marginal yang semakin menurun (diminishing marginal
produktivity) dari tiap-tiap inputnya. Menurut Romer (1996), pengukuran pada
sumber-sumber pertumbuhan ekonomi dilakukan oleh Neo-Klasik dengan
menggunakan pendekatan fungsi produksi agregatif yaitu =
, . Fungsi
tersebut menunjukkan bahwa produksi nasional (Y) ditentukan oleh kapital (K),
tenaga kerja (L), dan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhinya.
Pertumbuhan Ekonomi dengan Faktor Produksi
Secara teori, pertumbuhan ekonomi yang hanya didorong oleh akumulasi
investasi bukanlah merupakan pertumbuhan ekonomi yang sehat terutama jika
modal diperoleh dengan pinjaman luar negeri dan digunakan tidak efisien.
Demikian pula jika pertumbuhan output hanya didorong oleh pemakaian tenaga
kerja yang lebih banyak berarti tingkat kehidupan pekerja tidak berubah, karena
tingkat upah dan gaji tidak meningkat. Jika pertumbuhan output diakibatkan hanya
karena pertumbuhan input (modal dan tenaga kerja) berarti produktivitas tidak
meningkat. Pertumbuhan output yang sama dengan pertumbuhan kapital dan tenaga
kerja, berarti tidak terdapat sisa output yang bebas dan bisa dibagikan untuk

10
peningkatan pendapatan tenaga kerja dan atau peningkatan return to capital. Berarti
pendapatan per tenaga kerja tidak bisa meningkat, sehingga tidak ada peningkatan
kesejahteraan tenaga kerja, walaupun kesejahteraan penduduk secara keseluruhan
bisa meningkat karena lebih banyak tenaga kerja yang bisa diserap oleh pasar kerja.
Pertumbuhan ekonomi yang dikarenakan pertumbuhan input (input driven)
akan mempengaruhi perekonomian secara labil, terlebih jika investasi berasal dari
modal atau pinjaman luar negeri. Jika terjadi krisis kepercayaan (tidak ada investasi
atau pinjaman dari luar negeri), maka pertumbuhan ekonomi bisa negatif, seperti
yang terjadi pada tahun 1998 di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang disebabkan
oleh pertambahan kapital dan tenaga kerja masih bermanfaat, yaitu (1) untuk
meningkatkan pendapatan per kapita, karena semakin banyak penduduk yang bisa
bekerja dan mendapatkan pendapatan, maka peningkatan pendapatan akan dapat
meningkatkan tabungan atau investasi. (2) pangsa investasi tidak diklaim semua
pada satu tahun, tetapi hanya sebagian saja, sisanya merupakan additional return
yang bebas dan sebagian dapat diinvestasikan kembali.
Selama kondisi perekonomian normal, reinvestasi bisa berjalan dan ekonomi
tumbuh, tetapi jika terjadi krisis maka sebagian besar re-investasi dan investasi baru
tidak bisa terjadi, dan ekonomi kemudian merosot. Karena itu, pertumbuhan
ekonomi yang sehat adalah jika disertai dengan dengan kenaikan produktivitas,
yang merupakan sisa pertumbuhan output setelah dikurangi dengan kontribusi dari
pertumbuhan modal dan tenaga kerja. Sisa output ini bisa digunakan untuk
meningkatkan gaji karyawan serta peningkatan return to capital atau reinvestasi.
Dengan demikian, walaupun investasi atau pinjaman dari luar negeri berkurang,
masih ada sifat output yang bisa digunakan untuk investasi. Sisa output inilah yang
bisa menjamin secara akumulatif berlanjutnya pertumbuhan ekonomi.
Liberalisasi Perdagangan dan Keterbukaan Perdagangan
Liberalisasi perdagangan adalah pengurangan hambatan perdagangan
internasional menuju rezim perdagangan yang lebih terbuka. Hambatan
perdagangan yang dikurangi dapat berupa tarif maupun nontarif. Menurut
Jayanthakumaran (2004), liberalisasi perdagangan merujuk pada kebijakan promosi
ekspor dan peningkatan produktivitas dengan mengeksploitasi keunggulan
komparatif yang dimiliki. Hal ini pada akhirnya membuat suatu negara mampu
menghadapi kompetisi global dan membentuk skala ekonomis pada industri
domestik. Liberalisasi perdagangan dapat meningkatkan efisiensi industri,
mengurangi faktor produksi yang tidak tergunakan, mengurangi profit monopoli,
dan mengoptimalkan alokasi sumber daya.
Ukuran yang sering digunakan untuk mengukur tingkat keterbukaan
perdagangan sebuah negara adalah tarif yang diterapkan. Akan tetapi, perhitungan
tarif dan pengukuran dampaknya tidak semudah perhitungan teoretis dan analisis
grafis. Oleh karena itu, para peneliti cenderung menggunakan ukuran yang bersifat
tidak langsung, seperti; derajat keterbukaan (degree of openness) dan rasio
penetrasi impor. Keterbukaan perdagangan merupakan indikator untuk
memperlihatkan seberapa besar tingkat ekspor impor suatu negara. Keterbukaan
perdagangan dapat dijelaskan dengan penjumlahan nilai ekspor dan impor. Diantara
pengukuran keterbukaan perdagangan salah satunya dapat diekspresikan dengan
rasio ekspor ditambah dengan impor dibandingkan terhadap GDP dimana secara
konseptual karena hanya melihat dari sisi intensitas kegiatan perdagangan,

11
sementara secara definisi keterbukaan ialah menghilangkan atau mengurangi
kebijakan yang menghambat terjadinya perdagangan internasional.
Intensitas perdagangan internasional tidak hanya disebabkan oleh kebijakan
perdagangan tapi juga oleh jarak antar mitra dagang, biaya transportasi, permintaan
dunia dan ukuran sebuah negara. Indikator pertama, salah satu indeks
ketergantungan perdagangan, adalah yang paling banyak digunakan, yaitu indeks
keterbukaan, dimana indeks tersebut mengukur rasio perdagangan internasional
dengan nilai total output bersih (GDP). Nilai indeks tinggi sering diartikan sebagai
menunjukkan perekonomian yang lebih terbuka meskipun indeks ini bias oleh
faktor-faktor lain, termasuk ukuran ekonomi.
Dua indikator berikutnya adalah variasi pada indikator ketergantungan
perdagangan yang mungkin lebih berguna dalam memahami kerentanan
perekonomian terhadap beberapa jenis guncangan eksternal (misalnya, pergerakan
nilai tukar). Indeks penetrasi impor mengukur proporsi permintaan domestik yang
dipenuhi oleh impor atau disebut dengan indeks ketergantungan impor dan indeks
swasembada agregat. Selanjutnya adalah indeks kecenderungan ekspor, yang
mengukur pangsa ekspor dalam PDB. Terakhir adalah kecenderungan marjinal
untuk mengimpor merupakan indeks perkiraan untuk variabel makroekonomi yang
umum digunakan. Indeks ini menginformasikan berapa banyak kenaikan impor
seiring peningkatan GDP.
Hubungan Perdagangan Internasional dengan Pertumbuhan Produktivitas
Menurut teori yang dikemukakan oleh Heckscher-Ohlin (H-O), yang
merupakan teori perdagangan internasional modern, mengemukakan kelemahan
teori klasik keunggulan komparatif dalam menjelaskan mengenai penyebab
perbedaan produktivitas yaitu dikarenakan adanya jumlah atau proporsi faktor
produksi yang dimiliki (endowment factors) oleh masing-masing negara, sehingga
menyebabkan terjadinya perbedaan harga barang yang dihasilkan. Negara-negara
yang memiliki faktor produksi relatif banyak atau murah dalam memproduksinya
akan melakukan spesialisasi produksi untuk kemudian mengekspor barangnya.
Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara
tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka atau mahal dalam
memproduksinya. Menurut Apridar (2012) efek perdagangan internasional
terhadap pertumbuhan berpengaruh pada berbagai sektor diantaranya efek terhadap
produksi (spesialisasi produksi, kenaikan produktivitas) dan efek terhadap neraca
perdagangan.
Peranan perdagangan luar negeri terhadap pembangunan ekonomi dapat
dijelaskan melalui suatu pemahaman bahwa ekspor dapat dijadikan mesin bagi
pertumbuhan ekonomi. Alasan yang mendasari adalah: (1) ekspor dapat
menyebabkan penggunaan sepenuhnya sumber-sumber domestik sesuai dengan
keunggulan komparatif (comparative advantage), (2) ekspor dapat memperluas
pasar baik di dalam negeri maupun di luar negeri, (3) ekspor merupakan sarana
untuk mengadopsi idea atau pengetahuan dan teknologi baru (4) ekspor mendorong
mengalirnya modal dari negara-negara maju ke negara-negara sedang berkembang,
(5) ekspor merupakan salah satu cara efektif untuk menghilangkan perilaku
monopoli, dan (6) ekspor dapat menghasilkan devisa. Peningkatan ekspor
membuka peluang bagi perolehan devisa yang sangat dibutuhkan untuk mengimpor
barang-barang konsumsi, bahan baku dan penolong serta barang-barang kapital.

12
Dunn dan Mutti (2000) menjelaskan bahwa, sumber daya sebuah negara
dapat mengalami pertumbuhan misalnya angkatan kerja meningkat karena
pertumbuhan penduduk, atau kapital stok fisik bertumbuh melalui net investasi.
Pertumbuhan faktor ini menyebabkan kurva kemungkinan produksi bergeser ke
kanan yang berarti kapasitas negara untuk berproduksi sedang naik. Pertumbuhan
yang terjadi ini kemudian akan berinteraksi dengan kondisi permintaan dalam
negeri dan luar negeri menentukan efek akhir pada output, termasuk kegiatan
perdagangan yaitu ekspor dan impor, dan term of trade. Bilamana semua faktor
produksi negara bertumbuh pada tingkat yang sama dan semua industri mengalami
constant return to scale dan teknologi tidak mengalami perubahan, maka
pertumbuhan kapasitas ini menyebabkan kurva kemungkinan produksi bergeser ke
kanan dalam proporsi yang sama dan disebut sebagai pertumbuhan yang netral. Jika
pada kondisi ini, term of trade negara tidak mengalami perubahan dan elastisitas
income of demand untuk kedua barang sama dengan satu maka sebuah negara akan
terus memproduksi kedua komoditi yang diperdagangkan dalam proporsi yang
sama sehingga baik impor dan ekspor negara tersebut akan meningkat sebanding
dengan kenaikan output atau pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan perspektif penawaran, perluasan ekspor dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi melalui kenaikan dalam total factor productivity (TFP),
karena perluasan ekspor dapat meningkatkan spesialisasi sektor-sektor yang
memiliki keunggulan komparatif, dan menyebabkan realokasi sumberdaya dari
sektor tertentu ke sektor ekspor yang lebih produktif dan menjadi efisien.
Pertumbuhan ekspor dapat meningkatkan produktivitas melalui skala ekonomi
yang lebih besar (Helpman and Krugman, 1985).
Hubungan Keterbukaan Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Produk Domestik Bruto (GDP) menyatakan pendapatan total dan
pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa. GDP sering dianggap
sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian. Teori pertumbuhan endogen
(endogenous growth theory) merupakan teori pertumbuhan yang menolak asumsi
model Solow tentang perubahan teknologi yang berasal dari luar (eksogen). Model
pertumbuhan endogen dikemukankan oleh Romer, dapat ditulis sebagai berikut:
Y=A Kα L1-α
(1)
Asumsi dasar dari teori pertumbuhan endogen adalah bahwa pengetahuan baru akan
menciptakan kemajuan teknologi dan produksi ekonomi yang meningkat sedikit
demi sedikit melalui upaya menciptakan mesin dan pabrik yang lebih efisien dalam
kegiatan investasi. Penambahan human capital adalah salah satu cara untuk
mempertahankan proses pertumbuhan.
Teori pertumbuhan menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara
keterbukaan perdagangan dengan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
Pada model perdagangan internasional, keterbukaan perdagangan pada kondisi
autarki meningkatkan nilai dari total produksi dalam perekonomian. Oleh karena
itu, keterbukaan meningkatkan efisiensi alokasi ekonomi. Pada model Ricardian,
dengan perdagangan yang semakin terbuka, negara yang berspesialisasi pada
produksi barang akan mempunyai keuntungan produktivitas tenaga kerja
dibandingkan dengan negara lain yang tidak mempunyai spesialisasi, karena negara
tersebut memproduksi barang lebih mudah, namun sulit bagi negara lain. Pada
model Heckser Ohlin, negara mengekspor barang yang menggunakan faktor

13
“abundant” secara lebih intensif. Semakin terbukanya perekonomian menyebabkan
pergeseran sumber daya ke arah sektor yang memanfaatkan faktor yang berlimpah,
dengan demikian nilai total produksi meningkat (Deluna dan Chelly, 2014)
Hubungan Nilai Tambah dengan Kapital
Menurut Pitelis dan Antonakis (2003), peningkatan produktivitas sektor
manufaktur apabila diasumsikan ceterisparibus akan menyebabkan penurunan
biaya relatif dalam memproduksi barang, sehingga harga barang manufaktur
semakin murah. Hal ini menyebabkan proporsi nilai tambah sektor manufaktur
menurun, dengan asumsi demand terhadap barang manufaktur dan jasa bersifat
inelastis. Implikasinya adalah pengurangan aktivitas sektor manufaktur dengan cara
melakukan outsourcing atau dikontrakkan untuk sebagian proses produksinya
berakibat pada turunnya proporsi nilai tambah sektor manufaktur. Hal ini tidak
memberikan pengaruh terhadap kondisi perekonomian. Fenomena ini adalah
deindustrialisasi yang memberikan dampak positif bagi sektor manufaktur karena
produktivitasnya yang tinggi.
Menurut pandangan neoklasik Solow (1956), pertumbuhan didukung oleh
akumulasi modal dengan “diminishing rate” dalam jangka panjang. Sebagai
konsekuensinya, negara akan mencapai “steady-state” dalam jangka panjang, yaitu
stagnasi pertumbuhan ekonomi. Salah satu implikasi dari model pertumbuhan ini
adalah bahwa negara-negara terbelakang dengan ekonomi terbuka akhirnya dapat
mengejar ketertinggalannya dari negara-negara maju sebab modal mengalir dari
negara maju ke negara terbelakang sehingga dapat menawarkan keuntungan yang
lebih tinggi atas investasi, yang mengakibatkan konvergensi ekonomi (Todaro dan
Smith, 2006).
Hubungan Nilai Tambah dengan Tenaga Kerja
Pengaruh keterbukaan ekonomi terhadap produktivitas dibahas oleh Kim, et
al (2007). Teori export-led growth menyatakan bahwa ekspor meningkatkan
pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan produktivitas. Secara tidak langsung
transfer teknologi terjadi melalui kegiatan ekspor dan mengadopsinya pada proses
produksi agar dapat menghasilkan produk yang berdaya saing di pasar internasional.
Peningkatan produksi karena meningkatnya ekspor berdampak pada menurunnya
biaya produksi per unit selain itu ekspor juga menghasilkan uang dalam mata uang
asing yang dapat digunakan untuk mengimpor barang modal dan input anta