Hikayat Ali Kawin: Suntingan Teks dan Nilai-nilai Religi dalam Teks serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah

HIKAYAT ALI KAWIN: SUNTINGAN TEKS DAN NILAI-NILAI
RELIGI DALAM TEKS SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP
PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu
Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
(S.Pd.)

Oleh
Anis Rozanah
1112013000063

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017

ABSTRAK


ANIS ROZANAH, 1112013000063, “Hikayat Ali Kawin: Suntingan Teks dan
Nilai-nilai Religi dalam Teks serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran
Sastra di Sekolah”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Muhammad Nida’ Fadlan,
M.Hum. Desember 2016.
Naskah kuno merupakan salah satu peninggalan kebudayaan Indonesia. Naskah
menjadi bukti bersejarah dalam pencatatan berbagai kehidupan yang telah dilalui
oleh orang zaman dahulu, baik dari segi kebudayaan, sejarah, sastra dan segi
lainnya. Memahami teks yang terkandung dalam naskah kuno memerlukan
keahlian dalam memahami aksara. Memahami aksara memerlukan adanya disiplin
ilmu, salah satunya menggunakan ilmu filologi.
Data penelitian yang dipakai berupa ungkapan dan narasi dalam Hikayat Ali
Kawin yang kental dengan nilai religi. Adapun pendekatan penelitian yang
digunakan dalam menganalis data adalah pendekatan filologi dengan metode
naskah tunggal. Sumber data yang digunakan dalam penelitian adalah Hikayat Ali
Kawin naskah koleksi dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan
nomor panggil ML 58.
Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bahwa nilai religi dalam Hikayat Ali
Kawin berupa dimensi aqidah, syariat, dan akhlak. Aqidah yang ditemukan

berupa iman kepada Allah, malaikat, Al-Quran, Nabi Muhammad, surga dan
neraka, dan takdir. Adapun syariat di dalam teks berupa kegiatan ibadah, seperti
sholat, dzikir, dan berdoa. Terakhir dari segi akhlak adalah amanah, kasih sayang,
tolong menolong, malu dan berlaku sederhana. Implikasi dalam pembelajaran
sastra di sekolah mengenai nilai religi dapat direpresentasikan pada tingkat SMA
dengan standar kompetensi membaca melalui materi memahami berbagai hikayat.

Kata kunci: filologi, Hikayat Ali Kawin, suntingan teks, dan nilai religi.

ABSTRACT
ANIS ROZANAH, 1112013000063, “Hikayat Ali Kawin: Edits Text and
Religious Values in the text as well as the implication for Learning Literature
in School”. Education Department of Indonesian Language and Literature,
Faculty of Science and Teaching of MT, State Islamic University Syarif
Hidayatullah Jakarta. Supervisor: Muhammad Nida' Fadlan, M.Hum.
December 2016
Ancient manuscript is one of the cultural heritage of Indonesia. Manuscript into
the historical evidence in recording a variety of life that has been passed by the
ancients, both in terms of culture, history, literature and other aspects.
Understanding the text contained in ancient manuscripts require expertise in

understanding the script. Understanding script requires their disciplines, one of
which uses the science of philology.
The research data used in the form of expression and narrative in Hikayat Ali
Kawin is thick with religious values. The wide approach used in the study
analyzes the ambassador is philological approach with single script method. The
data used in the study is Hikayat Ali Kawin manuscript collection of the National
Library of Republic of Indonesia with the call number ML 58.
Based on research, it can be concluded that the value of religion in the form of
dimensional Hikayat Ali Kawin are aqidah, shari’at, and akhlaq. Aqidah found
such faith in God, angels, the Koran, the Prophet Muhammad, heaven and hell,
and destiny. The Shari'at in text form of worship, such as prayer, dhikr, and
praying. Finally in terms of morals is a trust, compassion, helpfulness, shame and
modest. Implications in teaching literature at school on religious values can be
represented at the high school level by the standards of competence to read
through the material to understand the tale.
Keywords: philology, Hikayat Ali Kawin, text editing, and religious values

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat, karunia, pertolongan dan
kasih sayang-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Hikayat Ali Kawin: Suntingan Teks dan Nilai-nilai Religi dalam Teks serta
Implikasinya dalam Pembelajaran Sastra di Sekolah”. Selawat serta salam semoga
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya ke
jalan hidayah dan keberkahan, yakni yang telah diridhai Allah SWT.
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar
sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Dalam penyelesaian skripsi ini tentu saja
penulis tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, baik secara
langsung maupun tidak langsung, maka dalam kesempatan ini penulis sampaikan
terima kasih yang tidak terhingga kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., selaku Dekan FITK UIN Jakarta yang
telah mempermudah dan melancarkan dalam penyelesaian skripsi ini;
2. Dr. Makyun Subuki, M.Hum., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia yang telah memberikan ilmu dan bimbingan yang sangat berharga
bagi penulis selama ini;
3. Muhamad Nida’ Fadlan, M.Hum., dosen pembimbing skripsi yang sangat
membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas kerelaan dan
kesabaran meluangkan waktunya untuk mengoreksi, memberikan masukan,
dan meyakinkan bahwa penulis mampu menyelesaikan skripsi ini;
4. Rosida Erowati, M.Hum., dosen penasihat akademik yang telah memberikan

motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;
5. Seluruh Dosen FITK dan PBSI yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang
telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, selama penulis menjadi
mahasiswa di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia;

i

6. Ungkapan teristimewa kepada kedua orang tua penulis yang telah merawat,
membesarkan, dan mendukung penulis dalam menggapai cita-cita. Tanpa
dukungan keduanya, penulis tidak bisa apa-apa.
7. Seluruh saudara kandung penulis, Kak Aunur, Abang Rosyid, Kak Ana, yang
selalu memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.
Adik Faizah dan Tazki yang sudah memberikan hiburan di kala penulis
kesulitan dalam mengerjakan skripsi ini;
8. Seluruh Ustadz dan Ustadzah Pondok Pesantren Al-Itqon dan Pesantren Luhur
Sabilussalam yang telah membimbing penulis.
9. Seluruh mahasiswa PBSI angkatan 2012, terima kasih atas pengalaman
berharga yang penulis dapatkan selama ini. Terima kasih secara khusus
penulis sampaikan kepada Haiza Hazrina, Sa’adah Abadiyyah, Aufalina
Husna, Siti Sarah Ismiani, Hasna Puspita Sari, Bernika Liana, dan Titih

Sundari yang telah mendukung, mengingatkan, memberi kritik dan saran, dan
menyemangati penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini;
10. Teman-teman penulis, Siti Syarifah Awaliah, Izzati Sayyidah, Syarifah
Alawiyah, Fitri Vebiyanti, Syfa Alawiyah, Ai Inayah, Samih Puspawati, Bang
Ahmad Haitami, dan Miftahul Huda yang sudah membantu dan memberikan
semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi.
11. Serta kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan skripsi ini
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam skripsi ini terdapat kekurangan dan masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik dan saran yang
membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama
dalam kajian filologi tentang nilai religi dalam hikayat.
Jakarta, 29 Desember 2016

Penulis

ii

DAFTAR ISI


LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR ....................................................................................

i

DAFTAR ISI ...................................................................................................

iii

DAFTAR TABEL ...........................................................................................

v

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................

vi


BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................

1

B. Identifikasi Masalah .................................................................

5

C. Pembatasan Masalah ................................................................

6

D. Perumusan Masalah ..................................................................

6


E. Tujuan Penelitian .................................................................. ...

6

F. Manfaat Penelitian .................................................................. .

7

G. Metode Penelitian .................................................................. ..

7

BAB II LANDASAN TEORI
A. Hakikat Filologi............................................................................. ....

11

B.

Hikayat................................................................ ..............................


14

C.

Unsur Intrinsik ..................................................................................

16

D. Nilai-nilai Religi................................................................................

20

E.

Hakikat Pembelajaran Sastra .............................................................

22

F.


Penelitian yang Relevan ...........................................................

23

BAB III HIKAYAT ALI KAWIN: NASKAH DAN TEKS
A. Inventarisasi Naskah .........................................................................

iii

25

B.

Deskripsi Naskah...............................................................................

26

C.

Pedoman Transliterasi .......................................................................

27

D. Pedoman Suntingan dan Terjemahan Teks .......................................

32

Suntingan dan Terjemahan Hikayat Ali Kawin .................................

35

E.

BAB IV ANALISIS TEKS HIKAYAT ALI KAWIN
A.

Sinopsis Hikayat Ali Kawin ..............................................................

50

B.

Unsur Instrinsik Hikayat Ali Kawin ..................................................

52

C.

Nilai-nilai Religi dalam Hikayat Ali Kawin ......................................

67

D. Implikasi dalam Pembelajaran Sastra di Sekolah .............................

77

BAB V PENUTUP
A. Simpulan..................................................................................................

79

B. Saran ........................................................................................................

80

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................

81

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Penoman transliterasi bahasa Arab ..................................................

21

Tabel 3.2 Huruf vokal bahasa Arab ................................................................

22

Table 3.3 Vokal panjang bahasa Arab .............................................................

23

Tabel 3.4 Huruf Melayu ...................................................................................

25

Table 3.5 Suntingan dan Terjemahan Hikayat Ali Kawin ................................

28

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I

: Lembar Uji Referensi

Lampiran II

: RPP

Lampiran III

: Naskah Hikayat Ali Kawin

vi

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Naskah kuno merupakan salah satu peninggalan kebudayaan Indonesia.
Naskah menjadi bukti bersejarah dalam pencatatan berbagai kehidupan yang
telah dilalui oleh orang zaman dahulu. Peninggalan-peninggalan masa lampau
memberikan banyak pengetahuan dan informasi mengenai kehidupan nenek
moyang. Berbagai peninggalan nenek moyang telah banyak ditemukan,
seperti candi-candi, prasasti-prasasti, dan naskah-naskah yang dapat dipelajari
dari warisan budaya. Dari sanalah dapat diketahui pengetahuan tentang
kebudayaan dan peadaban berabad-abad lamanya. Peninggalan-peninggalan
tersebut dapat memberikan warna bagi kearifan lokal Nusantara.
Naskah sebagai salah satu benda warisan budaya Nusantara memiliki
kelebihan dibanding peninggalan lain. Banyaknya informasi yang diberikan,
menempatkan naskah menjadi salah satu catatan sejarah bagi kebudayaan
masa lampau. Melalui naskah, dapat diketahui berbagai macam ilmu yang
telah ada pada zaman dahulu. Beraneka ragam persoalan yang dibahas dalam
naskah seperti sastra, bahasa, pendidikan, sejarah, persoalan keagamaan dan
sebagainya

dapat

dimanfaatkan

sebagai

sumber

pengetahuan

untuk

memperkaya atau mengembangkan peradaban saat ini.
Naskah merupakan benda yang mudah lapuk, hal tersebut disebabkan oleh
cuaca, cara perawatan yang kurang baik, ataupun serangga. Dalam naskah
koleksi pribadi masih adanya anggapan bahwa naskah merupakan benda yang
dikeramatkan, sehingga penempatan naskah yang dipusakakan tersebut tidak
terjamah. Naskah yang dikeramatkan biasanya disimpan di lemari atau tempat
penyimpanan yang dikhususkan. Namun, dalam segi perawatannya tidak
diperhatikan. Kegiatan membacanya pun hanya orang tertentu atau
keturunannya saja, bahkan ada di beberapa tempat, naskah digunakan pada
saat-saat tertentu saja.

1

2

Pada dasarnya dalam suatu naskah terdapat informasi berupa isi
pembahasan dari naskah itu sendiri. Isi naskah berupa teks. Teks dalam suatu
naskah tidak hanya membahas satu persoalan. Naskah bisa terdiri dari
beberapa teks. Teks-teks tersebut tentunya berisi informasi dan pengetahuan.
Agar memahami informasi dan pengetahuan dalam teks, pembaca harus
menguasai isi kandungannya. Memahami isi kandungannya harus didukung
dengan ilmu yang memadai sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam
teks. Selain itu, pembaca harus memiliki kemampuan membaca aksara pada
zaman dahulu.
Memahami teks yang terkandung dalam naskah memerlukan keahlian.
Keahlian dari segi aksara berikut ejaan, bahasa, dan budaya. Naskah
mengandung perbedaan waktu dan budaya karena jarak yang jauh dengan
masa sekarang, maka pembaca perlu menguasai keahlian yang telah
disebutkan. Keahlian mengenai aksara berikut ejaannya wajib diperlukan
untuk membantu membacanya. Segi keahlian bahasa juga diperlukan karena
dalam memahami teks perlu menguasai tatabahasa yang ada, sehingga makna
dalam teks tersampaikan. Terakhir, tanpa mengetahui konteks budaya pada
masa penulisannya atau kisah yang diceritakannya, seseorang akan dianggap
belum memahami maksud penulisan naskah tersebut.
Munculnya aksara merupakan suatu penemuan luar biasa dalam
peradaban manusia. Melalui aksara manusia dapat menyimpan gagasan,
norma, sistem nilai, dan berbagai macam perangkat budaya dalam waktu yang
tidak terbatas sebagai “catatan bersama” untuk dijadikan sebagai acuan, titik
tolak, ataupun “bahan ajar” dari satu generasi ke generasi berikutnya. Aksara
dapat menjadi sarana komunikasi yang melintasi ruang dan waktu. 1 Aksara
sebagai catatan bersama dan sarana komunikasi generasi masa lalu
memerlukan adanya disiplin ilmu dalam meneliti teks. Oleh karena itu
diperlukan sebuah pendekatan dalam menelaah teks.

1

Karsono H. Saputra, dkk, Naskah-Naskah Pesisiran, (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI,
2010), h. 4

3

Filologi sebagai ilmu tentang pengetahuan, juga menjadi sebuah
pendekatan dalam menyunting teks. Tujuan dari menyunting teks itu sendiri
yaitu memahami kebudayaan suatu bangsa melalui karya sastra, baik lisan
maupum tulisan dan menemukan teks yang dipandang paling dekat dengan
teks aslinya. Oleh karena itu, filologi dianggap sebagai pendekatan yang pas
dalam menelaah teks.
Sastra Melayu pengaruh Islam bersumber dari Al-Quran, hadis, fikih,
tasawuf, usuluddin, peristiwa, dan tokoh sejarah Islam. Berdasarkan sumber
tersebut lahirlah berbagai karya sastra dengan maksud menggunakan dan
menyebarkan ajaran, serta kepercayaan agama Islam. Banyak sekali hikayat
yang mengisahkan kehidupan para nabi, kerabatnya, dan sahabatnya. 2 Bahkan
persoalan dalam hikayat membahas mengenai nilai kehidupan, baik nilai
budaya, nilai pendidikan, nilai sosial, nilai moral, nilai religi, norma, hukum,
dan lain sebagainya.
Naskah Melayu merupakan salah satu karya sastra yang mengambil
bagian penting dalam khazanah kesusastraaan di Indonesia. Tradisi penulisan
sastra Melayu biasanya kental dengan keislaman. Salah satu karya sastra
Melayu yang mengandung nilai-nilai keislaman

adalah hikayat. Hikayat

tumbuh dalam masyarakat seiring dengan masuknya agama Islam ke
Nusantara. Masuknya agama Islam membawa dampak dalam kandungan atau
isi pemasalahan yang dibahas dalam hikayat.
Hamid menyebutkan kesusastraan Melayu

yang bercorak

Islam

khususnya dalam bentuk hikayat mempunyai pertalian yang erat dengan
kesuasastraan Islam yang muncul di negeri Arab sejak zaman permulaan
Islam. Hikayat adalah satu istilah yang berasal dari bahasa Arab. Hikayat
berkembang pada zaman jahiliyah mengisahkan cerita yang bercorak
dongengan dan legenda yang mengagungkan tokoh pahlawan suku Arab.3
Tokoh pahlawan Arab biasanya diceritakan tentang kehidupan tokoh Islam,
2

Edwar Djamaris, dkk, Sastra Melayu Lintas Daerah, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional, 2008), h. 316
3
Ismail Hamid, Kesusastraan Indonesia Lama Bercorak Islam, (Jakarta: Pustaka al-husna,
1989), h. 8

4

sahabat, kerabat, dan nabi-nabi mengenai kegagahan, kesabaran, ketaatan, dan
lain sebagainya.
Salah satu hikayat yang mengisahkan tokoh Islam adalah Hikayat Ali
Kawin. Hikayat ini mengandung kisah kehidupan kerabat dan sahabat nabi. Di
dalam hikayat tersebut banyak terdapat nilai-nilai religi yang dapat dipelajari
dan diaplikasikan dalam kehidupan. Naskah Hikayat Ali Kawin merupakan
salah satu koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Pengarang dari
hikayat ini tidak diketahui dan berasal dari mana. Hikayat ini kental dengan
nuansa keislaman, bercerita tentang sahabat nabi dan ditulis menggunakan
aksara Jawi.
Penggunaan aksara Jawi dalam hikayat ini, tentunya merupakan sebuah
keunikan tersendiri sebagai warisan karya sastra. Penggunaan aksara ini harus
dilestarikan. Pelestarian warisan sastra ini tidak hanya dengan menyimpan
naskah dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, dikaji dan dipelajari apa yang
tertulis di dalamnya. Banyaknya naskah yang berada di perpustakaan, jika
dibiarkan saja hanya akan tertumpuk dan tidak memiliki fungsinya. Hal ini
disebabkan karena saat ini, tidak banyak orang yang dapat membaca aksara
Jawi. Padahal di dalam naskah Hikayat Ali Kawin yang ditulis dengan aksara
Jawi banyak nilai kehidupan yang dapat dipelajari. Salah satunya adalah nilai
religi sebagai posisi yang tidak dapat terlepaskan dari kehidupan manusia.
Hikayat yang masuk sebagai karya sastra lama saat ini masih jarang
diminati oleh siswa. Selain karena rentan waktu yang begitu lama, banyak
siswa yang tidak mengerti aksara yang digunakan pada saat itu. Oleh karena
itu, penelitian ini penting guna membantu para siswa memahami teks. Hikayat
memiliki pesan yang sarat akan nilai-nilai. Hikayat dapat dijadikan media
untuk mentransformasikan nilai-nilai, khususnya nilai religi. Hikayat dapat
dijadikan bahan pembelajaran sastra di sekolah. Pembelajaran nilai religi perlu
dibangun guna meningkatkan kualitas hidup di masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan nilai baca naskah kuno,
karena telah dilakukannya transliterasi, sehingga mempermudah kalangan
manapun untuk membaca naskah kuno. Selain itu, penelitian ini juga

5

diharapkan menjadi sumber pembelajaran sastra lama di sekolah. Jurang yang
telah tumbuh antara sastra lama dan manusia modern akan bertambah besar
bila tidak ada pemeliharaan yang terarah dalam bentuk pelajaran sekolah dan
pengadaan buku mengenai sastra itu sendiri. Keterasingan ini telah
menyebabkan orang enggan mempelajarinya, yang mengakibatkan karyakarya sastra lama tidak dipelihara dan akhirnya punah. 4
Penulis tertarik untuk menganalisis lebih lanjut bagaimana gambaran nilai
religi yang terdapat dalam naskah kuno. Bagaimana tokoh dalam cerita
digambarkan dan perjalanan spiritual dalam cerita serta implikasinya dalam
pembelajaran s astra. Selain itu, penulis juga berusaha menggali lebih dalam
nilai religi yang terkandung dalam naskah, sebagai upaya melestarikan
warisan budaya agar para generasi masa kini tertarik untuk membacanya.
Oleh karena itu, penulis mengangkat judul dalam penelitian ini: Hikayat Ali
Kawin: Suntingan Teks dan Nilai-nilai Religi dalam Teks serta
Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan penjabaran di atas, maka ditemukan beberapa identifikasi
dalam penelitian ini:
1. Naskah kuno merupakan peninggalan kebudayaan Indonesia. Naskah kuno
saat ini masih banyak yang belum diteliti padahal bertumpuk jumlahnya di
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Ketidakmahiran pembaca saat
ini terhadap aksara lama menjadikan naskah kuno jarang diminati oleh
masyarakat umum.
2. Di dalam naskah kuno terdapat berbagi pengetahuan yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pembelajaran dan pengembangan untuk masa
kini. Nilai religi dirasa tepat untuk dikaji dalam penelitian ini, karena
sesuai dengan naskah yang telah dipilih. Namun, butuh keahlian khusus
untuk membaca dan mengkaji naskah kuno. Maka filologi dipilih sebagai
metode yang tepat untuk menganalisis teks dalam naskah.
4

Achadiati Ikram, Filologia Nusantara, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1997), h. 32.

6

3. Dari sekian banyaknya naskah yang berada di Perpustakaaan Nasional
Republik Indonesia, Hikayat Ali Kawin merupakan naskah yang belum
disunting oleh peneliti sebelumnya.Oleh karena itu, naskah ini akan
disunting dan dialihaksarakan (transliterasi) untuk memudahkan kalangan
luas dalam membaca naskah ini.
4. Sebagai pedoman hidup, nilai-nilai religi perlu ditanamkan dalam diri
siapapun. Sekolah menjadi salah satu lembaga pendidikan yang turut
ambil serta dalam penanaman nilai-nilai religi. Pembelajaran sastra lama
dapat menjadi jalan dalam melestarikan nilai-nilai religi. Hal ini dapat
dilakukan salah satunya dengan cara mempelajari hikayat-hikayat serta
mengambil dan mengaplikasikan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka pembatasan masalah
dapat difokuskan pada suntingan teks, analisis nilai-nilai religi yang terdapat
dalam Hikayat Ali Kawin dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di
sekolah.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Bagaimana suntingan teks Hikayat Ali Kawin agar dapat dimanfaatkan
oleh kalangan pembaca yang lebih luas?
2. Bagaimana nilai-nilai religi yang terkandung dalam Hikayat Ali Kawin?
3. Bagaimana implikasi nilai-nilai religi Hikayat Ali Kawin terhadap
pembelajaran sastra di sekolah?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

7

1. Menyajikan suntingan teks Hikayat Ali Kawin agar dapat dimanfaatkan
oleh kalangan pembaca yang lebih luas.
2. Menjelaskan nilai-nilai religi yang terdapat dalam Hikayat Ali Kawin
3. Menjelaskan implikasi nilai-nilai religi Hikayat Ali Kawin terhadap
pembelajaran sastra di sekolah.

F. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini pembaca diharapkan mendapat manfaat dari
analisis isi Hikayat Ali Kawin dari segi nilai-nilai religi serta implikasinya
terhadap pembelajaran sastra yaitu, Melalui telaah isi naskah Hikayat Ali
Kawin secara teoritis dapat menambah keragaman penelitian pernaskahan,
khususnya di jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta maupun penelitian pada umumnya. Penelitian ini juga
diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan informasi bagi disiplin imu
lainnya.
Manfaat praktis yang dapat diambil dari penelitian ini pembaca tidak
hanya diperuntukan orang ahli dalam bidang pernaskahan, akan tetapi
pembaca yang belum mengerti aksara Jawi bisa membacanya. Pembaca
dengan mudah memahami nilai-nilai religi dari kisah Hikayat Ali Kawin yang
telah disunting.

G. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan disiplin ilmu filologi sebagai metode yang
terkait dengan naskah Hikayat Ali Kawin. Metode filologi berarti pengetahuan
tentang cara, teknik, atau instrumen yang dilakukan dalam penelitian filologi. 5
Ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan ketika menggunakan metode
filologi dalam sebuah penelitian. Berikut ini tahapan-tahapannya:
Tahap pertama: Penentuan teks yang akan dikaji sesuai dengan minat dari
peneliti. Penentuan teks bergantung pada latar belakang dan bidang keilmuan
5

Nabilah Lubis, Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi, (Jakarta: Yayasan Media Alo
2007), h. 72.

8

peneliti. Selain itu dalam menentukan teks yang dikaji, termasuk juga memilih
bahasa yang digunakan dalam teks, karena akan sangat berpengaruh dalam
mengkajinya. Menguasai bahasa naskah akan sangat memudahkan penelitian,
seperti naskah yang dipilih oleh peneliti. 6 Peneliti memilih naskah ini karena
menguasai bahasa yang digunakan yaitu bahasa Melayu, terutama aksara Jawi.
Tahap kedua: Inventarisasi naskah. Maksudnya sebagai upaya secermatcermatnya dan semaksimal mungkin untuk menelusuri dan mencatat
keberadaan naskah yang memuat salinan dari teks yang akan dikaji.
Inventarisasi naskah dapat dilakukan dengan menelusuri naskah yang telah
dipilih melalui katalog baik yang dicetak maupun secara online, artikel-artikel,
karya tulis, dan buku-buku yang membahas naskah terkait. 7
Tahap ketiga: Deskripsi naskah yakni melakukan identifikasi, baik
terhadap kondisi fisik naskah, isi teks maupun identitas pengarang atau
peyalin dengan tujuan menghasilkan deskripsi naskah secara utuh. Adapun
aspek yang perlu dideskripsikan meliputi: kode dan nomor naskah, judul
naskah, kondisi fisik, tanggal penyusunan, tempat, nama pengarang/penyalin,
cap kertas, garis tebal, garis tipis, bahan naskah, jenis kertas, penomoran
halaman, jenis tulisan, warna tulisan, jumlah baris tiap halaman, panjang dan
lebar halaman, dan lain sebagainya. 8
Tahap keempat: suntingan teks atau dengan kata lain menyiapkan edisi
teks yang bisa dibaca dan dipahami oleh khalayak luas. 9 Naskah Hikayat Ali
Kawin merupakan naskah yang berada di Perpustakaan Nasional RI yang
bernomor panggil ML 58. Berdasarkan pencarian dari berbagai sumber,
ditemukan variasi naskah dengan judul Hikayat Fatimah. Hikayat Fatimah
berada di Perpustakaan Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia.
Mengingat jarak dan waktu yang terbatas, penulis memutuskan hanya meneliti

6

Oman Fathurahman, Filologi Indonesia Teori dan Metode, (Jakarta: Kencana Prenadamedia
Grup, 2015), hal. 69
7
Ibid,h. 74
8
Ibid, h. 77
9
Ibid, h. 88

9

naskah yang berada di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Naskah
Hikayat Ali Kawin tidak tertera pengarangnya.
Penulis memilih menggunakan metode naskah tunggal dengan edisi kritis
dalam penelitian ini. Edisi kritis adalah model suntingan yang dihasilkan oleh
penyunting yang menginginkan terbentuknya sebuah teks dengan kualitas
bacan terbaik (best readings). 10 Dalam hal ini penyunting tidak bisa begitu
saja melakukan penyuntingan seadanya, melainkan melakukan berbagai hal.
Bisa saja dengan memperbaiki, mengurangi, menambahkan, bahkan
mengganti kata selama tidak jauh dengan makna aslinya. Kegiatan ini boleh
saja dilakukan bila terdapat unsur yang tidak sinkron dan menyimpang dari
kaidah-kaidah yang diyakini kebenarannya oleh penyunting.
Robson mengungkapkan edisi kritis dari suatu naskah lebih banyak
membantu pembaca. Pembaca dibantu mengatasi berbagai kesulitan yang
bersifat tekstual atau yang berkenaan dengan interpretasi dan terbebas dari
kesulitas mengerti isi naskah. Kritis berarti bahwa penyunting itu
mengidentifikasi sendiri bagian dalam teks yang mungkin terdapat masalah
dan menawarkan jalan keluar. Maka penyunting memiliki alternatif apabila
merasa ada kesalahan dalam teks, ia dapat memberi tanda yang mengacu pada
“aparat kritis”. Dari sinilah penyunting dapat menyarankan bacaan yang lebih
baik. 11
Tahap kelima: terjemahan teks. Pada tahap ini teks yang sudah disunting,
dapat diterjemahkan sesuai dengan kebutuhan bahasa. Tujuan dilakukan
penerjemahan teks, agar memudahkan pembaca dalam memahami maksud
teks. menerjemahkan disini tidak dapat dilakukan dengan sembarangan.
Diperlukan penerjemahan yang baik sesuai isi teks. Terjemahan yang baik
ialah terjemahan yang mampu melukiskan apa yang ingin dikatakan oleh teks
yang

diterjemahkan

ke

dalam

kalimat

yang

indah

dan

mampu

mengekspresikan subtansi teks sebagaimana bahasa aslinya. 12 Penelitian ini
10

Ibid, h. 91
S.O. Robson, Penerjemah: Kentjanawati Gunawan, Prinsip-Prinsip Filologi Indonesia,
(Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1994), h. 25
12
Lubis, Op., Cit, h. 83
11

10

melakukan terjemahan teks. Sebab, tidak semua orang dapat menguasai
bahasa Melayu.
Tahap keenam: analisis isi. Pada tahap akhir penelitian filologi ini,
penulis melakukan penafsiraan dan telaah atas isi. Telaah yang dilakukan
meliputi nilai-nilai religi dalam naskah Hikayat Ali Kawin dan bagaimana
implikasinya terhadap pembelajaran sastra di sekolah.

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Hakikat Filologi
Filologi berasal dari bahasa Yunani philologia yang berupa gabungan
katadari philos yang berarti ‘teman’ dan logos yang berarti ‘pembicaraan’,
‘kata’, atau ‘ilmu’. Secara harfiah kata filologi berarti ‘cinta kata-kata’.
Philologia dalam perkembangannya berarti ‘senang berbicara’, yang
seterusnya berkembang menjadi ‘senang kepada ilmu’’ senang kepada tulisantulisan’, dan kemudian ‘senang kepada tulisan-tulisan yang bernilai tinggi’.1
Lubis menjelaskan istilah filologi adalah pengetahuan tentang sastra-sastra
dalam arti luas mencakup bidang bahasa, sastra dan kebudayaan. 2
Filologi sebagai istilah mempunyai beberapa arti di antaranya, filologi
pernah diartikan sebagai ilmu sejarah kebudayaan dengan mengumpulkan
naskah lama dan mengungkap khazanah warisan nenek moyang. Filologi juga
pernah diartikan sebagai ilmu sastra karena yang dikaji karya sastra. Saat ini
filologi ada yang mengartikan sebagai ilmu bantu sastra karena filologi
menyiapkan teks-teks sastra, khususnya sastra klasik agar siap dikaji. Filologi
ada juga yang mengartikan sebagai studi bahasa atau linguistik. 3
Senada dengan definisi sebelumnya, filologi merupakan suatu disiplin
studi tentang teks yang tersimpan dalam peninggalan tulisan masa lampau.
Studi teks ini didasari oleh adanya informasi tentang hasil budaya manusia
pasa masa lampau yang tersimpan di dalamnya. 4 Filologi menurut Kushartanti
adalah salah satu cabang ilmu linguistik tertua yang mengkhususkan diri pada
comparative historical linguistics, yaitu bidang penelitian kekerabatan bahasa
(language relationships) dan perubahan bahasa (language change) dengan
cara membandingkan berbagai bahasa. Selain itu, filologi juga mengkaji

1

Kun Zahrun Istanti, Sudibyo, dan Rachmat Sholeh, Filologi, (Jakarta: Universitas Terbuka,
2011), h. 1.2
2
Lubis, Op., Cit, h. 16
3
Siti Baroroh Baried, dkk, Pengantar Teori Filologi, (Yogyakarta: Badan Penelitian dan
Publikasi dan Fakultas Universitas Gajah Mada, 1994), h. 27-28
4
Istanti, dkk, Op., Cit, h. 1.5

11

12

transkipsi, terjemahan, pelacakan naskah babon, dan memaknai informasi
yang terdapat dalam naskah-naskah kuno. 5
Filologi menurut pandangan penulis berdasarkan beberapa pengertian di
atas adalah suatu disiplin ilmu yang menelaah tentang teks dalam naskah
kuno. Penelaahan teks meliputi suntingan naskah, terjemahan, dan analisis
terhadap isi teks. Selain itu, penelaahan teks dapat mengetahui kebudayaan
masa lalu melalui latar belakang yang ada dalam teks meliputi, adat-istiadat,
bahasa, agama, pengobatan, hukum, pendidikan, dan lainnya.
Filologi mempunyai sasaran kerja yang berupa naskah dan objek kajian
filologi berupa teks. 6 Penelitian filologi bertumpu pada kajian naskah dan teks
klasik. Naskah-naskah peninggalan dalam bentuk tulisan tangan disebut
dengan handschrift atau manuscript yang disingkat MS untuk naskah tunggal
dan MSS untuk naskah jamak. 7
1. Naskah
Naskah merupakan benda yang maujud secara inderawi: dapat dilihat,
disentuh, diraba, dan dipegang. Dalam pengertian filologi, suatu disiplin
yang mempelajari warisan kuno berupa naskah berikut teks yang
dikandungnya, naskah mencakup alat tulis (bahan beserta penjilidannya),
aksara beserta sistem ejaannya, tinta, rubrikasi, dan ejaannya. 8 Baried
mengungkapkan

bahwa

naskah

merupakan

tulisan

tangan

yang

menyimpan berbagai pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa
masa lampau. 9
Naskah merupakan salah satu sumber primer paling autentik yang
dapat mendekatkan jarak antara masa lalu dan masa kini. Naskah
menjanjikan sebuah “Jalan Pintas” istimewa untuk mengetahui khazanah
intelektual dan sejarah sosial kehidupan masyarakat. 10 Dalam naskah

5

Kushartanti, dkk, Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2007), h. 232
6
Baried, Op.. Cit,h. 6
7
Lubis, Op., Cit,, h. 24
8
Saputra, Op., Cit, h. 10
9
Baried, Op., Cit, h. 55
10
Fathurahman, Op., Cit, h. 27

13

tersimpan sejumlah informasi masa lampau yang memperlihatkan buah
pikiran, perasaan, kepercayaan, adat kebiasaan dan nilai-nilai yang berlaku
pada masyarakat masa lampau. 11 Oleh karena itu, naskah dalam hal ini
merupakan tulisan tangan yang berwujud ada dan dapat dilihat oleh mata
sebagai ekspresi pemikiran, perasaan, dan kepercayaan yang terjadi pada
masa lampau.
2. Teks
Teks berasal dari kata text yang berarti tenunan. Teks dalam filologi
diartikan sebagai tenunan kata-kata, yakni serangkaian kata-kata yang
berinteraksi membentuk satu kesatuan makna yang utuh. Kata sebenarnya
menunjuk pada sesuatu yang abstrak. Sebab teks terdiri dari kata-kata
maka teks juga merupakan sesuatu yang abstrak. 12
Baried menjelaskan teks merupakan kandungan atau muatan naskah,
sesuatu yang abstrak, yang hanya dapat dibayangkan saja. Pertama, teks
terdiri atas isi, yaitu ide-ide atau amanat yang hendak disampaikan
pengarang kepada pembaca. Kedua,terdiri atas bentuk, yaitu cerita dalam
teks yang dapat dibaca dan dipelajari menurut berbagai pendekatan,
misalnya melalui alur, perwatakan, gaya bahasa, dan sebagainya. 13
Adanya suntingan teks dalam penelitian filologi memiliki tujuan. Tujuan
umum dalam filologi yaitu, pertama, memahami sejauh mana perkembangan
suatu bangsa melalui sastranya, balik lisan maupun tulisan. Kedua, memahami
makna dan fungsi teks bagi masyarakat penerima. Ketiga, mengungkapkan
nilai-nilai budaya lama sebagai alternatif pengembangan kebudayaan. 14
Hasil sastra dari kebudayaan bangsanya berupa penyajian melalui bahasa
yang berisi informasi masa lampau seperti bahasa, sastra, sejarah, adatistiadat, kepercayaan, religi dan sebagainya. Dalam pengembangan budaya,
naskah kuno terkandung berbagai hal yang masih relevan dengan saat ini.

11

Baried, Op., Cit, h. 6
Bani Sudardi, Dasar-Dasar Teori Filologi, (Surakarta: Badan Penerbit Sastra Indonesia,
2001), h. 4-5
13
Baried, Op., Cit, h. 57
14
Ibid, h. 7
12

14

Konsep yang masih relevan di antaranya nilai patriotisme terhadap Negara,
persatuan, moral, dan religi. Naskah kuno dapat ditemukan bermacam
pengetahuan seperti, pengobatan, sejarah, kecantikan, ilmu perbintangan, dan
sebagainya, sehingga, dapat menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya
Negeri. 15
Tugas filolog dalam menyunting sebuah teks memiliki tiga tujuan
khusus. 16 Tujuan khusus tersebut adalah pertama, menyunting sebuah teks
yang dipandang dekat dengan teks asalnya. Melalui serangkaian penelitian,
filologi berusaha menyajikan teks yang mendekati naskah aslinya. Kedua,
mengungkapkan sejarah terjadinya teks dan sejarah perkembangannya. Setiap
teks tentunya memiliki latar belakang dalam proses pembuatannya. Ketiga,
mengungkapkan persepsi pembaca pada setiap kurun/zaman penerimaannya.
Bisa saja ketika penyalinan teks berubah dari naskah aslinya, baik dikurangi,
ditambahkan, dan disesuaikan dengan keadaan penyalinan naskah. Sebab,
setiap masa penulisan teks memiliki pandangan yang berbeda. Bisa saja
awalnya naskah tersebut diterima, tetapi pada masa berikutnya tidak dapat
diterima tergantung persepsi pembaca pada waktu dibacanya naskah.

B. Hikayat
Hikayat berasal dari bahasa arab yang berarti

cerita panjang penuh

dengan khayalan. Hikayat berarti juga cerita, riwayat, kisah, (cerita roman
jenis prosa). 17 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia hikayat adalah karya
sastra Melayu lama berbentuk prosa yang berisi cerita, undang-undang, dan
silsilah bersifat rekaan, keagamaan, historis, biografis, atau gabungan sifatsifat dibaca untuk pelipur lara, pembangkit semangat juang, atau sekadar
untuk meramaikan pesta, misalnya Hikayat Hang Tuah dan Hikayat Seribu
Satu Malam 18.
15

Sudardi, Op., Cit, h. 8
Sudardi, Op., Cit, h. 8-9
17
Widjojoko dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, (Bandung: UPI Press,
2006), h. 37
18
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat, (Jakarta:
Pusat Bahasa, 2008), h. 498
16

15

Sembodo juga menjelaskan bahwa hikayat adalah kisah para dewa,
pangeran atau putri kerajaan, dan raja-raja yang memilki kekuatan gaib.
Hikayat juga sering menceritakan kepahlawanan tokoh yang ada di dalamnya.
Contoh hikayat antara lain, Hikayat Hang Tuah, Hikayat si Pahit Lidah, dan
Hikayat Ratu Balqis. Hikayat berasal dari India dan Arab. 19 Hikayat terkadang
menceritakan tokoh sejarah. Oleh karena itu, hikayat juga menceritakan
tentang tokoh kenabian dan para sahabatnya, bahkan sejarah. Hikayat
memiliki ciri-ciri dalam isi penceritaannya.
Ada dua jenis sastra yang telah menentukan wujud sastra Melayu zaman
peralihan awal Islam. Satu di antaranya ialah ‘bentuk genre’ hikayat, yang
mempunyai prototype di dalam sastra Melayu tetapi ‘bentuk genre’ ini baru
menemukan corak definitifnya dan memperoleh penamaan yang baru pada
zaman awal Islam (akhir abad ke-14). Adapun ciri-ciri genre ini sebagai
berikut:
1. Menggunakan aksara Arab dalam tradisi penulisan;
2. Kepengaranagannya yang anonym;
3. Bersifat khayal, baik sedikit maupun banyak;
4. Memperbolehkan penyalin menyalin tanpa berpegang teguh pada sumber
yang disalin, mempunyai keleluasaan mengubah, menyesuaikan, dan
memperhias naskah-naskah sumber. 20
Berbeda dengan ciri di atas, terdapat ciri-ciri pokok struktur hikayat yang
universal. Pertama, adanya pokok pusat yang dikelilingi oleh tokoh-tokoh
sampingan yang keseluruhannya mewakili sejumlah kelompok tertentu.
Kedua, tokoh pusat dalam segala situasi selalu menonjol dalam hal kebaikan
dan keunggulan. Ketiga, perlawanan terus menerus antara dua pihak, yaitu
pihak baik yang hendak memantapkan kembali keserasian hukum alam
semesta dengan pihak terancam oleh pihak jahat. Terakhir,perlawanan antara
kebaikan dengan kejahatan yang tiada henti-hentinya. 21
19

Edy Sembodo, Contekan Pintar Sastra Indonesia, (Jakarta: Mizan Publika, 2010), h. 11
V.I Braginsky, Yang Indah, Berfaedah, dan Kamal: Sejarah Sastra Melayu dalam Abad 714, (Jakarta: INIS, 1998), h. 93
21
Widjojoko, Op., Cit, h. 37
20

16

Brakel dalam Braginsky menambahkan gaya hikayat Melayu sampai pada
batas tertentu seakan-akan mencontoh semacam model umum sastra naratif
Arab-Parsi, yang bersifat prosa dengan cirinya:
1. Frase-frase diawali kata penghubung ‘maka’ (sama dengan wa dalam
bahasa Arab)
2. Kecendrungan pada inversi dalam urutan kata (urutan predikat-subyek
sebagai ganti urutan biasa: subyek-predikat)
3. Penggunaan kata-kata khusus sebagai alat untuk menekan irama.
Biasanya dalam sastra Parsi kata ‘hikayat’ berarti sejenis anekdot yang
berbentuk cerita pendek. 22

C. Unsur Intrinsik
1. Tema
Tema merupakan gagasan sentral atau sesuatu yang hendak
diperjuangkan dalam fiksi. Tema sering ide atau gagasan yang menduduki
tempat utama dalam pikiran pengarang dan sekaligus menduduki tempat
utama dalam cerita. 23 Tema adalah ide atau gagasan yang mendasari suatu
cerita. Dalam menemukan tema suatu cerita dapat dipahami melalui media
pemapar tema, menyimpulkan makna yang terkandung, menghubungkan
tujuan pengarangnya. 24
2. Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan,
sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastwan
menampilkan tokoh disebut penokohan. 25 Tang mengungkapkan bahwa
tokoh adalah individu rekaan yang bereaksi atau mengalamiberbagai
bentuk perististiwa dalam cerita, bai peristiwa fisik maupun peristiwa yang

22

Braginsky, Loc., Cit,
Widjojoko, Op., Cit, h. 46
24
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), h. 161
25
Ibid, h. 142
23

17

bersifat batiniah. 26 Penokohan menyediakan atau menyiapkan alasan bagi
tindakan tertentu serta cara menggambarkan watak atau sifat-sifat tokoh. 27
Dilihat dari perkembangan kepribadian tokoh, tokoh dapat dibedakan
menjadi tokoh dinamis dan tokoh statis. Tokoh dinamis adalah tokoh yang
kepribadiannya selalu berkembang. Contohnya tokoh yang semula jujur,
karena terpengruh oleh temannya yang serakah akhirnya menjadi tokoh
yang tidak jujur. Lain halnya dengan tokoh statis. Tokoh statis adalah
tokoh yang mempunya kepribadian tetap. 28
Tokoh dilihat dari segi peranan dan tingkat pentingnya tokoh dalam
sebuah cerita terbagi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh
utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam cerita yang
bersangkutan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian,
sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit memegang peranan
dalam cerita. Keberadaan tokoh utama sangat menentukan perkembangan
alur secara keseluruhan. 29
Tokoh utama dalam sebuah cerita bisa saja lebih dari seorang, walau
kadar keutamaannya tidak selalu sama. Keutamaan tokoh ditentukan oleh
dominasi, banyak penceritaan, dan pengaruhnya terhadap perkembangan
alur secara keseluruhan. 30 Begitu juga dengan tokoh tambahan. Dalam
sebuah cerita, tokoh tambahan ada yang mendominasi sebuah cerita. Oleh
karena itu, pembedaan antara tokoh utama dan tambahan tidak dapat
dilakukan secara eksak. Kadar keutamaan tokoh bertingkat, tokoh utama
yang utama, utama tambahan, tokoh tambahan yang utama, dan tambahan
yang benar-benar tambahan. 31

26

Muhammad Rapi Tang, Mozaik Dasar Teori Sastra, (Makassar: Badan Penerbit Universitas
Negeri Makassar, 2008), h. 66
27
Widjojoko, Op., Cit, h. 47
28
Siswanto, Op., Cit, h. 143
29
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
2012), h. 177
30
Ibid,
31
Ibid, h. 178

18

3. Alur
Alur adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun
secara logis. 32 Secara umum dibedakan dua alur, alur tradisional dan alur
konvensional. Alur yang menderetkan rangkaian peristiwa mulai dari
pengenalan, mulai bergerak, menuju puncak, di puncak, dan akhirnya
penyelesaian disebut alur tradisional. Alur yang tidak terikat dengan
deretan peristiwa disebut alur konvensional. Seluruh urutan peristiwa bisa
saja dimulai dari klimaks disambung dengan peristiwa lain yang berbeda
dengan alur tradisional. 33
Secara teoritis alur dapat diurutkan ke dalam tahap-tahap tertentu
secara kronologis. Tahapan-tahapan alur, yaitu:
a. Tahap pengenalan, yaitu tahap pelukisan situasi latar dan tokoh-tokoh
cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian
informasi awal, dan berfungsi untuk melandasi cerita yang dikisahkan
pada tahap berikutnya.
b. Tahap peristiwa, yaitu kejadian yang menyulut terjadinya konflik.
c.

Tahap konflik. Konflik yang muncul semakin berkembang. Peristiwaperistiwa yang dramatis semakin mencekam dan menegangkan.
Konflik-konflik yang terjadi, baik internal maupun eksternal, masalah,
dan mengarah ke klimaks.

d. Tahap klimaks. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh utama
yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama.
e. Tahap penyelesaian. Konflik yang telah mencapai klimaks diberi
penyelesaian. Konflik-konflik yang terjadi diberi jalan keluar dan
cerita diakhiri. 34
4. Latar
Latar adalah tempat umum, waktu kesejarahan, dan kebiasaan
masyarakat dalam bagian-bagian tempat. 35 Berbagai peristiwa yang
32

Widjojoko, Op., Cit, h. 46
Atmazaki, Ilmu Sastra: Teoati dan Terapan, (Padang: Angkasa Raya, 1990), h. 60
34
Nurgiyantoro, Op., Cit, h. 149-150
35
Siswanto, Loc., Cit.
33

19

berlangsung dalam sebuah cerita, selalu terjadi dalam suatu rentan waktu
dan pada tempat tertentu. Keterkaitan mutlak antara suatu peristiwa
dengan waktu dan dan tempat tertentu merupakan sebuah gejala alamiah. 36
Tidak semua jenis cerita ada dalam suatu karangan. Bisa saja dalam
seuah karangan terdapat latar cerita yang menonjol baik dari segi waktu,
tempat, atau bahkan latar sosial. Penggambaran latar pun beragam, ada
yang terperinci ada pula yang tidak. Ada latar yang digambarkan persis
seperti

kenyataan,

namun

tidak

menutup

kemungkinan

dengan

menggabungkan kenyataan dengan khayalan. Latar terkadang dibentuk
dari imajinasi pengarang. 37
5. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah strategi, teknik, siasat yang secara sengaja
dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan atau cerita. 38 Ada empat
perwujudan fokus sudut pandang, yaitu:
a. Tokoh utama menyampaikan kisah diri. Kisahan oleh tokoh utama
degan sorotan pada tokoh utama pula
b. Tokoh bawahan menyampaikan kisah tentang tokoh utama, jadi
kisahan oleh tokoh bawahan dengan sorotan pada tokoh utama.
c. Pengarang pengamat (observer-author) menyampaikan kisah, terutama
pada tokoh utama.
d. Pegarang serba tahu (omniscient-author) menyampaikan kisah dari
segala sudut, sorotan utama pada tokoh utama. 39
6. Gaya Bahasa
Gaya adalah cara pengarang menyampaikan gagasannya dengan
menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu
menggambarkan makna dan suasana serta menyentuh emosi pembaca.
Terdapat tiga hal yang berkaitan mengenai gaya bahasa. Pertama,
penggunakaan media berupa kata dan kalimat. Kedua, hubungan gaya
36

Tang, Op., Cit, h. 68
Siswanto, Op., Cit, h. 150
38
Nurgiyantoro, Op., Cit, h. 248
39
Tang, Op., Cit, h. 72
37

20

dengan makna keindahaan. Ketiga, seluk-beluk ekspresi pengarang
berhubungan erat dengan masalah kepengarangan, maupun konteks sosial
yang melatarbelakanginya. 40
Penggunaan gaya bahasa befungsi untuk menciptakan suasana
persuasif serta merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan
hubungan dan interaksi sesama tokoh. Bahasa dapat menimbulkan suasana
yang tepat guna dari berbagai adegan. Bahasa dapat pula menandai
karakter seorang tokoh. 41 Dengan demikian, bahasa dapat mencerminkan
berbagai karakter dan suasana dalam adegan melalui kosakata atau struktur
kalimat yang digunakan.
7. Amanat
Menemukan tema suatu cerita, dapat menemukan nilai-nilai didaktis
yang berhubungan dengan masalah manusia dan kemanusiaan serta hidup
dan kehidupan. nilai-nilai yang ada dalam suatu cerita bisa dilihat dari
sudut pandang pembaca atau pengarang. Dari sudut pandang pengarang,
nilai ini biasa disebut amanat. Amanat adalah gagasan yang mendasari
karya sastra, pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. 42
Tang mangungkapkan bahwa amanat adalah pesan atau nilai moral yang
terdapat secara implisit di dalam karya seni. 43

D. Nilai-nilai Religi
Nilai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat-sifat (hal-hal)
yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. 44 Nilai adalah sesuatu yang
penting, berguna, atau bermanfaat bagi manusia. Kriteria untuk mengukur
sikap di masyarakat di antaranya budaya, moral, agama, dan politik. 45 Sebagai
hamba Tuhan, manusia memiliki kewajiban untuk memahami, menghayati,
40
41

Siswanto, Op., Cit, h. 158-159
E. Kosasih, Dasar-dasar Keteramplan Bersastra, (Bandung: CV. Yrama Widya, 2012), h.

72
42

Siswanto, Op., Cit, h. 162
Tang, Op., Cit, h. 69
44
Tim Penyusun, Op., Cit, h. 963
45
Kosasih, Op., Cit, h. 46

43

21

mengamalkan, dan melestarikan nilai yang diyakini. Upaya itu harus ditopang
oleh dua komitmen terhadap hubungan vertikal (hubungan kepada Tuhan) dan
komitmen terhadap hubungan horizontal (hubungan kepada masyarakat). 46
Pada awalnya segala sastra adalah religi, Istilah religi membawa konotasi
pada makna agama. Religi dan agama memang erat berkaitan, berdampingan
bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan. Akan tetapi sebenarnya keduanya
mengarah pada makna yang berbeda. Religi bersifat mengatasi lebih luas dari
agama yang tampak formal dan resmi. 47
Kata religi berarti ikatan atau pengikatan diri. 48 Religi merupakan
kepercayaan kepada Tuhan, kepercayaan akan adanya kekuatan adi-kodrati di
atas manusia. Mangunwijaya mengungkapkan bahwa kata religi melihat
aspek yang dalam lubuk hati, du Coeur dalam arti Pascal, yakni cita rasa yang
mencakup totalitas (termasuk rasio dan rasa manusiawi) kedalaman si pribadi
manusia. 49 Bagi manusia bereligi ada sesuatu yang dihayatinya keramat, suci,
kudus, adi-kodrati. 50
Karya sastra yang secara langsung memberi petunjuk tentang cara hidup
yang diajarkan oleh Islam, ada sejumlah besar karya yang secara tak langsung
mengajarkan nilai-nilai yang dihargai dalam Islam. Khususnya pada masa
awal penduduk pribumi yang masih dekat dengan agama lama, namun ingin
mengikuti kehidupan agama baru yang mereka terima, amat memerlukan
tokoh-tokoh ideal yang dapat diteladani seperti para pahlawan Islam dalam
cerita. Dengan demikian religi itulah yang memenuhi harapan mereka. 51
Hikayat mendominasi sastra lama sebagai karya sastra bernuansa Islam.
Tema masuknya agama Islam dengan berbagai motif mistik selalu mendapat
tempat. Terdapat motif mimpi bertemu dengan raja Nusantara dan
mengislamkan. Selain itu motif pembawa agama Islam oleh habib atas
46

Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada
Group, 2006), h. 135
47
Nurgiyantoro, Op., Cit, h. 326-327
48
Subijantoro Atmosuwito, Perihal Sastra dan Religiusitas dalam Sastra, (Bandung: Sinar
Baru, 1989), h. 123
49
Y.B. Mangunwijaya, Sastra dan Religiositas, (Yogyakarta: Kanisius, 1988