Motivasi Bergabung ke ISIS

Motivasi Bergabung Ke ISIS
Gazi Saloom
Dosen F.Psi UIN Jakarta,
Menghilangnya 32 WNI, 16 orang di antaranya berhasil ditangkap aparat keamanan Turki,
diduga hendak menyeberang ke Suriah guna bergabung dengan ISIS (Islamic State of Irak and
Suriah). Bergabungnya sejumlah orang atau kelompok ke dalam jaringan ISIS bukan hanya
terjadi di Indonesia tetapi juga di negara-negara Barat termasuk Australia. Bahkan, di Inggris ada
tiga wanita usia belia juga menghilang karena diduga hendak bergabung dengan ISIS dan diduga
para wanita yang bergabung karena hendak dijadikan (menjadi) isteri para lelaki ISIS yang
menjadi pasukan tentara. Tentu saja kasus ini meresahkan semua pihak terutama pemerintah di
masing-masing negara termasuk pemerintah Indonesia. Maka, tak pelak pemerintah Indonesia
melalui Kemenlu dan kepolisian melakukan langkah-langkah nyata untuk menyelesaikan kasus
tersebut. Apa sesungguhnya yang memotivasi mereka bergabung ke dalam ISIS?
Model Pencarian Kebermaknaan
Kruglanski dkk (2014) menawarkan model teoritis yang menjelaskan kenapa seseorang
bergabung ke dalam organisasi teroris seperti ISIS dengan menekankan motivasi quest for
significance (petualangan mencari kebermaknaan sebagai motivasi kunci. Ada tiga komponen
penting model teoritis radikalisasi yang dapat menjelaskan kenapa banyak orang tertarik
bergabung ke dalam jaringan ISIS, yaitu komponen motivasi petualangan mencari
kebermaknaan, komponen ideologi dan komponen proses sosial.
Petualangan mencari kebermaknaan adalah hasrat fundamental untuk mendapatkan

materi, seseorang dan penghormatan. Para psikolog sejak lama menyadari bahwa petualangan
mencari kebermaknaan ini merupakan motivasi paling utama dan bersifat universal pada semua
bangsa. Motivasi pencarian kebermaknaan ini dapat menjelaskan kenapa seseorang atau
sekelompok orang bertindak sesuatu yang berada di luar nalar umum. Inilah yang bisa
menjelaskan kenapa banyak warga negara Indonesia atau warga negara lainnya bergabung ke
dalam ISIS yang nota bene sedang menghadapi gempuran dari pasukan militer dari berbagai
negara.
Dugaan yang bisa dibangun adalah impian meraih kesejahteraan ekonomi merupakan
variabel penting yang membuat orang bermakna secara individual. Dugaan ini semakin kuat
terbangun manakala disadari bahwa kesulitan ekonomi mulai mendera hampir sebagian besar
rakyat Indonesia akibat turunnya harga rupiah. Harga barang dan jasa semakin tinggi sementara
penghasilan konstan tanpa mengalami perubahan yang berarti sehingga kemampuan dan daya
beli masyarakat semakin turun drastis. Inilah yang membuat banyak orang semakin jauh dari
kebermaknaan diri dan pada titik ini pula dapat dikatakan bahwa ancaman kehilangan makna dan
kebermaknaan semakin mendekat dan menyergap. Kehilangan kebermaknaan ini akan
mendorong orang untuk mencari alternatif sumber kebermaknaan terutama yang menyangkut
ekonomi. Dalam konteks inilah ISIS menawarkan janji dan impian kesejahteraan secara
ekonomi, psikologis dan sosial.
Impian kesejahteraan kemudian dikemas dalam suatu ideologi untuk menegakkan negara
Islam dengan sistem khilafah. Daya tarik ideologi ini kemudian dikawinkan dengan kekuatan

pendanaan dan kekuatan militer sehingga ISIS saat ini berubah menjadi kekuatan dahsyat yang
ditakuti oleh banyak negara mungkin termasuk Amerika Serikat di satu sisi. Dan di sisi lain, ISIS

menjadi sumber pengharapan semu bagi segelintir umat Islam yang sedang mengalami
kehilangan kebermaknaan diri dan kolektif.
Hubungan antara kecenderungan bergabung ke dalam jaringan radikal dengan daya tarik
ideologi ditepis oleh Marc Sagemen (2004). Menurutnya, keputusan bergabung ke dalam
jaringan radikal dan kelompok teror lebih banyak dipengaruhi oleh jaringan sosial atau proses
sosial yang berlangsung di tengah masyarakat. Hemat penulis, pendapat ini ada benarnya karena
sesungguhnya daya tarik ideologi untuk menegakkan sistem pemerintahan berbasis khilafah
Islamiyah tidak hanya ditawarkan oleh ISIS tetapi oleh sejumlah organisasi sosial politik atau
kemasyarakat misalnya Hizbuttahrir termasuk yang berbasis di Indonesia (HTI). Namun
faktanya, kemasan ideologi tidak cukup mendorong banyak orang untuk bergabung.
Kendati demikian, penulis meyakini bahwa ideologi dan ikatan sosial sama-sama penting
karena keduanya berhubungan erat satu sama lainnya. Ideologi tentu saja sangat berguna karena
dengannya orang-orang yang terhubung dalam suatu ikatan sosial akan bisa berbagi realitas
bahkan ideologi bisa menjadi rujukan untuk menilai realitas dan mencari solusi atas realitas yang
menyebabkan hilangnya kebermaknaan secara individual dan kolektivitas. Dengan demikian,
penting untuk dinyatakan bahwa ikatan sosial merupakan variabel perantara yang
menghubungkan variabel pencarian kebermaknaan dan daya tarik ideologi untuk bergabung ke

dalam ISIS.
Ikatan sosial atau proses sosial terlihat transparan memerankan penting dalam kasus
dugaan bergabungnya 16 WNI ke ISIS jika melihat asal dan tempat tinggal mereka. Secara
kultural 16 WNI yang diduga bergabung berasal dari Surabaya dan Solo potensial memiliki
ikatan sosial dan tentu saja ideologis sehingga memungkinkan mereka menjalin kerjasama dan
berusaha bersama-sama untuk memasuki negeri Suriah sebagai basis ISIS yang menawarkan
janji manis dan pengharapan.
Solusi
Belajar dari kasus masa lalu, yaitu pengiriman anak-anak muda ke Afganistan pada tahun
1980 sampai tahun 1990-an oleh para tokoh NII dan JI seperti Ajengan, Abdullah Sungkar dan
Abu Bakar Baasyir yang melahirkan figur-figur radikal di balik aksi terorisme di Indonesia maka
pemerintah, masyarakat dan tokoh Islam perlu mengambil langkah-langkah pencegahan agar
kasus serupa tidak terulang kembali. Partisipasi sejumlah kaum muda muslim Indonesia ke
dalam pelatihan militer di kamp-kamp mujahidin di tahun 1990-an yang digerakkan oleh
ideologi yang dikawinkankan dengan solidaritas dan semangat persaudaraan Islam saat itu
menimbulkan banyak persoalan di belakang hari terutama menyangkut masalah hubungan Islam
dan negara dan atau hubungan umat Islam dan pemerintah.
Doktrin-doktrin ideologi yang ditelan dan dicerna beberapa alumni pelatihan militer
mujahidin Afganistan sangat radikal dengan indikator munculnya komitmen untuk menggunakan
cara-cara kekerasan dalam mewujudkan keinginan penegakan negara Islam berdasarkan sistem

khilafah. Saat itu di dalam tubuh Jamaah Islamiyah yang menaungi para alumni pelatihan militer
Afganistan terjadi polarisasi pendapat tentang penggunaan cara-cara kekerasan yang
didoktrinkan Osama bin Laden menjadi dua kutub yaitu kutub yang pro dan kutub yang kontra.
Akibat dari hal itu maka meledaklah bom gereja tahun 2000, bom Bali 2002 dan bom Mariot.
Oleh karena itu, segala cara harus dilakukan pemerintah guna mencegah banyaknya WNI
bergabung ke ISIS. Wallahu a’lam bishawab...

Biodata
Nama
Tempat Tanggal Lahir
Pekerjaan

Alamat Rumah
Alamat Penulis

Kontak Person
Nomor Rekening

: Gazi Saloom
: Mataram, 14 Desember 1971

: Dosen PNS di Fakultas Psikologi UIN Jakarta (Kandidat
Doktor psikologi, saat ini sedang menyelesaikan disertasi
tentang psikologi radikalisme dan terorisme di Program
Doktor Fakultas Psikologi UI Depok UI.
: Kp. Curug Rt. 05 Rw. 01 No. 21 Kelurahan Babakan
Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan
: Fakultas Psikologi UIN Jakarta (Kampus 2)
Jl. Kertamukti 5 Pisangan Ciputat Timur
Tangerang Selatan Banten
: HP. 08128480195
Email: gazi@uinjkt.ac.id
: BNI Cabang Fatmawati an. Gazi, S.Psi., M.Si
Norek : 0146113098