Latar Belakang Masalah Hubungan Antara Attachment to God dan Loneliness pada Remaja Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Kristen di Kota Bandung.

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Orang tua berperan sebagai figur pemberi kasih sayang dan melakukan asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan berperan serta dalam perkembangan konsep diri anak, sehingga pengalaman kedekatan dengan orang tua merupakan faktor signifikan yang akan mempengaruhi tumbuh kembang anak Hoffman, 1994. Orang tua juga menjadi sandaran bagi anak ketika anak sedang mengalami masalah, anak akan mencari orang tuanya ketika mereka sedang sakit, dalam kondisi kelelahan, maupun ketika mereka sedang berada dalam situasi yang membahayakan. Orang tua dipercaya dapat memberi rasa aman dan perlindungan, serta kasih sayang dan perhatian, oleh sebab itu orang tua memegang peran yang penting dalam pembentukan attachment dengan anak. Attachment adalah suatu relasi kelekatan yang terbentuk antara anak dan pengasuh, dalam relasi ini anak menjadikan pengasuh utama sebagai dasar yang aman ketika bereksplorasi, sebagai tempat perlindungan dan memberi rasa nyaman Bowlby, 1979 dalam Ju-Ping Chiao Yeo, 2010. Orang tua memainkan peran yang penting bagi kehidupan anak-anak mereka sebagai figur attachment utama, namun sayangnya tidak setiap anak memiliki orang tua yang lengkap. Ada anak yang sejak kecil telah kehilangan salah satu atau bahkan kedua orang tuanya karena faktor kematian, bencana alam, peperangan, maupun faktor kesulitan Universitas Kristen Maranatha ekonomi sehingga terpaksa dititipkan dalam Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak LKSA. Menurut Weiss 1982 dalam Kirkpatrick, 2005, kehilangan orangtua yang adalah figur attachment utama memiliki sejumlah implikasi penting bagi individu, salah satunya mencakup kerentanan untuk mengalami kesepian loneliness. Kesepian loneliness merupakan suatu pengalaman tidak menyenangkan yang terjadi ketika jejaring relasi sosial seseorang kurang terpenuhi dalam beberapa cara yang penting, baik secara kualitas maupun kuantitas Peplau, 1981. Kesepian berbeda dengan sepi meskipun kata dasar dari kesepian adalah sepi, karena sepi merujuk pada keadaan yang sunyi, sedangkan kesepian berarti perasaan yang sunyi KBBI, 2014. Kesepian tidak hanya muncul dalam situasi lingkungan yang sepi, karena seseorang bisa merasa kesepian di tengah suasana yang hiruk pikuk dan hingar bingar, kesepian dapat muncul di tengah keramaian dan perkumpulan orang banyak. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Rubenstein, Shaver, dan Peplau 1979 bahwa hampir semua orang pernah mengalami kesepian, namun perasaan ini muncul bukan karena kondisi atau situasi yang dialami individu melainkan dari bagaimana individu memaknakan situasi yang dialaminya. Penelitian yang dilakukan oleh Rubenstein, Shaver, dan Peplau 1979 menunjukkan bahwa loneliness paling tinggi terjadi pada usia remaja, hal tersebut disebabkan karena pada masa remaja individu akan menghadapi tugas perkembangan yakni menetapkan identitas diri yang memungkinkan timbulnya perasaan loneliness. Selain itu, kurangnya status atau pengakuan dari lingkungan Universitas Kristen Maranatha terutama dari orang dewasa, masalah penyesuaian diri, kegagalan dalam relasi lawan jenis, tekanan sosial, perasaan tidak yakin diri, maupun gagal memenuhi kebutuhan juga dapat memperkuat kemunculan loneliness pada diri remaja. Survei yang dilakukan oleh Parlee 1979 dalam Perlman Peplau, 1984 juga menunjukkan bahwa sebanyak 79 responden yang sering merasa kesepian adalah responden yang berusia di bawah 18 tahun. Kehilangan orang tua atau ketidakhadiran figur orang tua juga dialami oleh para remaja LKSA Kristen di kota Bandung. Remaja LKSA Kristen di kota Bandung dititipkan di panti dengan alasan yang beragam, ada yang karena orang tuanya tidak dapat menafkahi atau menyekolahkan sehingga terpaksa dititipkan, ada yang orang tuanya bercerai, ada pula yang orang tuanya meninggal sejak masih kecil sehingga oleh keluarga dimasukkan ke panti karena tidak ada yang merawat. Remaja LKSA Kristen di kota Bandung ada yang sejak kecil sudah dititipkan di panti, ada pula yang saat menginjak usia remaja baru masuk ke panti. Remaja yang sejak kecil sudah masuk ke panti menjalin relasi yang lebih lama dengan pengasuh, sementara remaja yang baru masuk pada saat usia remaja sudah mengenal dan ingat siapa orang tua kandungnya sehingga cukup sulit untuk menjalin relasi yang dekat dengan pengasuh. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap 10 orang remaja LKSA Kristen di kota Bandung, 40 remaja sejauh ini mengaku cukup dekat dengan para pengasuh, mereka sering bermain dan bercanda dengan pengasuh, ketika ada masalah mereka berani bercerita kepada pengasuh. Bagi para remaja tersebut para pengasuh telah memberikan perhatian dan kasih sayang yang Universitas Kristen Maranatha cukup bagi mereka sehingga mereka tidak merasa kesepian meskipun jauh dari orang tua atau tidak lagi memiliki orang tua. Sedangkan 60 remaja lainnya menyatakan bahwa mereka merasa kesepian. Alasan yang diungkapkan beragam, seperti diantaranya remaja merasa sendiri karena tidak ada orang tua yang bisa mendengarkan curahan hati mereka atau mengajak bermain pada saat liburan, ketika sakit tidak ada orang tua yang menemani di sisi mereka, ketika melihat orang lain bisa berkumpul bersama keluarga ada perasaan sedih di hati para remaja tersebut karena tidak bisa merasakan dan mengalami hal yang sama. Remaja juga mengaku cukup sulit untuk berelasi dengan pengasuh karena sering berbeda pendapat, mereka juga merasa segan dan sungkan ketika ingin meminta sesuatu atau menceritakan sesuatu karena menyadari bahwa pengasuh bukan orang tua kandung mereka. Remaja yang tidak memiliki orang tua atau kehilangan figur orang tua akan berusaha untuk menemukan figur attachment pengganti. Pada usia remaja figur attachment utama biasanya akan dialihkan kepada teman sebaya, namun pada kenyataannya teman sebaya yang lemah tidak dapat berperan seperti orang tua yang biasa melindungi, memberi rasa aman dan nyaman Weiss, 1986 dalam Kirkpatrick, 2005. Oleh sebab itu, Weiss mengungkapkan jika dalam proses pencarian figur attachment tersebut remaja terbuka terhadap ide-ide tentang agama, maka figur attachment utama akan lebih beralih kepada Tuhan daripada teman sebaya. Relasi yang terjalin antara individu dengan Tuhan oleh Kirkpatrick 2005 disebut sebagai attachment to God. Compensation Hypothesis menyatakan bahwa attachment to God merupakan relasi pengganti substitute attachment bagi Universitas Kristen Maranatha individu yang kurang memiliki ikatan dengan orang tua atau pengasuh karena Tuhan dipandang mampu mengisi kekosongan kehampaan akibat tidak adanya attachment dengan orang tua atau pengasuh Kirkpatrick, 2005. Attachment to God merujuk pada situasi ketika seseorang membentuk suatu relasi kedekatan dengan Tuhan dan menganggap Tuhan sebagai figur pemberi kasih sayang atau attachment figure Kirkpatrick, 2005. Peneliti kemudian mewawancarai empat orang pengasuh dari beberapa LKSA Kristen di kota Bandung, dari hasil perbincangan tersebut para pengasuh mengungkapkan keterbatasan mereka dalam memenuhi kebutuhan kasih sayang dan perhatian bagi para remaja di LKSA. Pengasuh berupaya agar kebutuhan remaja akan perhatian dan kasih sayang tetap dapat terpenuhi, yakni dengan mengarahkan remaja untuk membangun kedekatan dengan Tuhan dan menjadikan Tuhan sebagai figur pengganti orang tua. LKSA Kristen di kota Bandung memfasilitasi anak asuh mereka dengan berbagai kegiatan kerohanian, seperti persekutuan doa, pendalaman Alkitab, saat teduh, dan ibadah di gereja setiap hari minggu, dengan tujuan agar remaja semakin mengenal Tuhan sehingga mampu menjalin hubungan yang dekat dengan Tuhan dan tidak ragu untuk menjadikan Tuhan sebagai sandaran di kala suka maupun duka. Berbagai kegiatan kerohanian yang diberikan tersebut diharapkan dapat membantu remaja meningkatkan attachment dengan Tuhan. Remaja dengan attachment to God yang tergolong tinggi akan merasa nyaman untuk bergantung pada Tuhan, mempercayai Tuhan dan berusaha membangun komunikasi yang mendalam dengan Tuhan. Mereka juga Universitas Kristen Maranatha menunjukkan toleransi emosional yang sesuai, seperti secara efektif mengatasi dan menoleransi saat-saat ketika Tuhan seolah terasa jauh dan sedang tidak menunjukkan kasih sayang. Remaja tersebut juga tidak cemburu dengan hubungan yang Tuhan bangun dengan orang lain, mereka merasa dikasihi oleh Tuhan dan tidak terpaku atau cemas terhadap hubungannya dengan Tuhan. Di sisi lain, remaja dengan attachment to God yang rendah dapat mengarah pada dua kecenderungan yakni merasa sulit untuk bergantung pada Tuhan, dan enggan untuk terikat secara emosional dengan Tuhan, atau mereka justru merasa takut ditinggalkan oleh Tuhan dan menjadi cemburu ketika Tuhan nampaknya lebih mengasihi dan dekat dengan orang lain. Penelitian yang dilakukan Kirkpatrick Shaver 1992 dalam Kirkpatrick, 2005 menunjukkan bahwa responden dengan attachment to God yang tinggi memiliki skor yang rendah pada pengukuran mengenai kesepian loneliness, sebaliknya pada individu dengan attachment to God yang rendah menunjukkan derajat kesepian loneliness yang lebih tinggi. Peneliti selanjutnya melakukan wawancara terhadap 10 remaja yang sama di LKSA Kristen kota Bandung untuk mengetahui bagaimana taraf kedekatan yang terbentuk antara mereka dengan Tuhan. Dari perbincangan tersebut diperoleh data bahwa 70 remaja memiliki attachment to God yang cenderung tinggi, mereka meyakini bahwa Tuhan peduli pada mereka dan selalu melindungi, mereka percaya bahwa Tuhan selalu ada menolong mereka pada saat mengalami kesulitan, Tuhan menjadi teman “curhat” ketika mereka mengalami pergumulan, mereka memandang sosok Tuhan sebagai sahabat sekaligus orang tua, mereka tidak merasa iri ketika melihat orang lain juga dekat dengan Tuhan karena mereka Universitas Kristen Maranatha percaya Tuhan juga mengasihi dan dekat dengan mereka. Remaja membangun komunikasi dengan Tuhan melalui doa, pembacaan Firman Tuhan Alkitab, dan kebaktian di gereja. Bagi mereka figur Tuhan selalu dapat diandalkan dalam segala situasi dan selalu menemani mereka kapanpun dan dimanapun. Sedangkan 30 remaja lainnya memiliki attachment to God yang cenderung rendah, mereka merasa sulit untuk mengungkapkan perasaannya kepada Tuhan karena mengganggap Tuhan tidak peduli, mereka seringkali merasa ragu apakah Tuhan benar-benar menyayangi mereka atau tidak, mereka takut Tuhan akan meninggalkan mereka, mereka sering dibayang-bayangi oleh kecemasan bahwa Tuhan tidak benar-benar mengasihi mereka. Dari hasil survei awal terlihat bahwa 70 remaja LKSA Kristen di kota Bandung memiliki attachment to God yang cenderung tinggi. Sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Kirkpatrick Shaver 1992 dalam Kirkpatrick, 2005, sejatinya pada remaja yang memiliki attachment to God yang tinggi maka derajat kesepian di dalam dirinya akan berkurang karena Tuhan telah menjadi figur pengganti orang tua, namun berdasarkan survei masih terlihat bahwa 60 remaja menunjukkan penghayatan bahwa dirinya merasa kesepian. Oleh sebab itu peneliti merasa tertarik untuk menggali lebih jauh bagaimana sebenarnya keterkaitan antara rasa kesepian yang dialami para remaja LKSA Kristen di kota Bandung dengan adanya Tuhan sebagai figur pengganti attachment orang tua. Peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan yang negatif antara attachment to God dan loneliness pada remaja LKSA Kristen di kota Bandung. Universitas Kristen Maranatha

1.2 Identifikasi Masalah