Komunikasi Nonverbal Dalam Pagelaran Seni Tari Kecak di Kebudayaan Bali (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Makna Komunikasi Nonverbal Para Penari Kecak Dalam Pagelaran Seni Tari Kecak di Kawasan Wisata Denpasar Bali)

(1)

KOMUNIKASI NONVERBAL DALAM PAGELARAN

SENI TARI KECAK DI KEBUDAYAAN BALI

(Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Makna Komunikasi Nonverbal Para Penari Kecak Dalam Pagelaran Seni Tari Kecak Di Kawasan Wisata Denpasar Bali )

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata I (S1) pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

Oleh,

Niluh Ayu Anggaswari NIM. 41810055

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(2)

ix

LEMBAR PENGESAHAN i

SURAT PERNYATAAN ii

ABSTRAK iii

ABSTRACT iv

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah 1

1.2.Rumusan Masalah 9

1.2.1. Pertanyaan Makro 9

1.2.2. Pertanyaan Mikro 9

1.3.Maksud dan Tujuan Penelitian 9

1.3.1. Maksud Penelitian 9

1.3.2. Tujuan Penelitian 10


(3)

x

1.4.1 Kegunaan Teoritis 10

1.4.2 Kegunaan Praktis 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 12 2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu 12 2.1.2 Tinjauan Ilmu Komunikasi 20

2.1.2.1Definisi Ilmu Komunikasi 20

2.1.2.2 Fungsi Ilmu Komunikasi 21

2.1.2.3Konteks-konteks Ilmu Komunikasi 23

2.1.3 Tinjauan Komunikasi NonVerbal 24

2.1.3.1Definisi Komunikasi NonVerbal 24

2.1.3.2Karakteristik dan Fungsi Komunikasi NonVerbal 26 2.1.3.3Klasifikasi pesan NonVerbal 29 2.1.3.4Ekspresi Wajah 30

2.1.3.5Sentuhan 31

2.1.3.6Busana 33

2.1.3.7Konsep Waktu 35

2.1.4 Tinjauan Tentang Etnografi 36

2.1.4.1Asal Mula Etnografi 36

2.1.4.2Etnografi Modern 37

2.1.4.3Pengertian Tentang Etnografi 38

2.1.5 Tinjauan Tentang Kebudayaan 39


(4)

ix

2.2 Kerangka Pemikiran 45

2.1.6 Kerangka Teoritis 45

2.1.7 Kerangka Konseptual 49

BAB III OBJEK PENELITIAN DAN METODE PENELITIAN

3.1Objek Penelitian 53

3.1.1 Sekilas Tari Kecak Bali 53

3.1.2 Pola Tari Kecak 55

3.1.3 Cerita Tari Kecak 56

3.2Metode Penelitian 60

3.2.1 Desain Penelitian 60

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data 63

3.2.2.1 Studi Lapangan 64

3.2.2.2 Studi Pustaka 66

3.2.3 Teknik Penentuan Informan 67

3.2.3.1 Subjek Penelitian 67

3.2.3.2 Informan Penelitian 68

3.2.4 Teknik Analisa Data 69

3.2.5 Uji Keabsahan Data 71

3.2.6 Lokasi dan Waktu Penelitian 73


(5)

x

3.2.6.1 Lokasi Penelitian 73

3.2.6.2 Waktu Penelitian 73

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Profile Informan 80

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian 86

4.2.1 Makna Ekspresi Wajah Para Penari Kecak 87

4.2.2 Makna Waktu Untuk Pelaksanaan Pertunjukkan 98

4.2.3 Makna Ruang yang Tepat Untuk Melaksanakan Pertunjukkan 100

4.2.4 Makna Gerakan Para Penari Kecak 104

4.2.5 Makna Busana yang digunakan Para Penari Kecak 119

4.3 Pembahasan 125

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 137

5.2 Saran 139

5.2.1 Saran Penelitian Selanjutnya 139

5.2.2 Saran Bagi Masyarakat 140

DAFTAR PUSTAKA 142

LAMPIRAN-LAMPIRAN 144

DAFTAR RIWAYAT HIDUP 180


(6)

ix

Tabel 2.1 Rekapitulasi Penelitian Terdahulu yang Sejenis 17

Tabel 3.1 Informan Penelitian 69

Tabel 3.2 Informan Pendukung 69

Tabel 4.1 Tabel Nama Informan, Tempat dan Waktu Wawancara 75

Tabel 4.2 Tabel Nama Informan Pendukung, Tempat dan Waktu Wawancara 76

Tabel 4.3 Tahapan Observasi 77 Tabel 4.4 Tabulasi Hasil Penelitian Ekspresi Wajah 129

Tabel 4.5 Tabulasi Hasil Penelitian Ruang 131

Tabel 4.6 Tabulasi Hasil Penelitian Gerakan 132 Tabel 4.7 Tabulasi Hasil Penelitian Busana 135


(7)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Alur Pikir Penelitian 50

Gambar 3.1 Pagelaran Seni Tari Kecak 55

Gambar 3.2 Lakon Pewayangan dalam tari kecak 57

Gambar 4.1 Peneliti Dengan Bapak Kadek Yani 81

Gambar 4.2 Peneliti Dengan Bapak Wayan 82

Gambar 4.3 Bapak Made Wida ketika Melakukan Persiapan 83 Gambar 4.4 Bapak Sumadi Ketika belum menggunakan Kostum 84

Gambar 4.5 Peneliti dengan Bapak Wayan Budana 85

Gambar 4.6 Ekspresi Wajah Rama dan Shinta ketika Bahagia 90 Gambar 4.7 Ekspresi Wajah Laksamana dan Shinta ketika Cemas 93

Gambar 4.8 Ekspresi Wajah Shinta ketika Bersedih 94

Gambar 4.9 Damar Kecak 101

Gambar 4.10 Tempat Pertunjukkan tari kecak tanpa Lighting 103 Gambar 4.11 Tempat Pertunjukkan tari kecak dengan Lighting 104 Gambar 4.12 Adegan ketika Rama dan Shinta didalam hutan dengan Kijang Emas 107 Gambar 4.13 Adegan Ketika Rama Ingin Memburu Kijang Emas 109 Gambar 4.14 Adegan Ketika Shinta diculik Oleh Rahwana 111

Gambar 4.15 Adegan Ketika Shinta sedang Bersedih 112

Gambar 4.16 Adegan Ketika Rama dan Laksamana diculik Rahwana 115 Gambar 4.17 Adegan Ketika Rahwana dan Hanoman Bertempur 116 Gambar 4.18 Adegan Ketika Rama, Shinta, Laksamana Kembali Berkumpul 117 Gambar 4.19 Motif Kain Poleng untuk Busana Tari Kecak 120


(8)

(9)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Surat Persetujuan Pembimbing 144

Lampiran 2 Berita Acara Bimbingan 145

Lampiran 3 Surat Rekomendasi Pembimbing Untuk

Mengikuti Seminar Usulan Penelitian 146 Lampiran 4 Pengajuan Pendaftaran Seminar Usulan Penelitian 147

Lampiran 5 Lembar Revisi Usulan Penelitian 148

Lampiran 6 Pedoman Observasi Informan Penelitian 149

Lampiran 7 Pedoman Wawancara Informan Penelitian 151

Lampiran 8 Identitas Informan Penelitian 155

Lampiran 9 Transkrip Wawancara 1 160

Lampiran 10 Transkrip Wawancara 2 163

Lampiran 11 Transkrip Wawancara 3 166

Lampiran 12 Transkrip Wawancara 4 169

Lampiran 13 Transkrip Wawancara 5 172

Lampiran 14 Surat Rekomendasi Pembimbing Untuk

Mengikuti Sidang Sarjana 175

Lampiran 15 Pengajuan Pendaftaran Ujian

Sidang Sarjana 176

Lampiran 16 Lembar Revisi Skripsi 177

Lampiran 17 Dokumentasi 178


(10)

142

Alo liliweri, 1994. Komunikasi Verbal dan Non Verbal .Bandung : PT. Citra Aditya Bakti

Alo liliweri, 2011. Komunikasi Serba Ada Serba Makna.Jakarta : Prenada Media Group

Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Creswell, John W. 2010. Research Design, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Hikmat, Mahi M. 2011. Metode Penelitian dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra. Bandung : Graha Ilmu

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi, Edisi Revisi 2009. Jakarta : Rineka Cipta

Kuswarno, Engkus. 2008. Etnografi Komunikasi. Suatu Pengantar Dan Contoh Penelitiannya. Bandung : Widya Padjajaran

Marzali, Amri, 2006. Metode Etnografi .Yogakarta, Tiara Wacana.

Moleong Lexy J.2006. Metodelogi Penelitian Kualitatif(Edisi Revisi). Bandung :PT.Remaja Rosdakarya

Mulyana, Deddy. 2007.Pengantar Ilmu Komunikasi suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy.2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya.Bandung


(11)

143

Samovar, Larry A. 2010. Komunikasi Lintas Budaya . Salemba Humanika.

Satori, Djam’an. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta

Sugiyono.2012. Memahami Penelitian Kualitatif.Bandung : Alfabeta

Sutrisno, Mudji, Putranto, Hendar. 2005. Teori-Teori Kebudayaan . Yogyakarta: Kanisius.

Karya Ilmiah :

Andry Kurniawan. 2010. Studi Etnografi Mengenai Komunikasi Verbal dan Non Verbal Kaum Lesbian di Bandung.Bandung : UNPAD

Septian Restu Unggara. 2012. Aktivitas Komunikasi Ritual dalam Upacara Hajat Sasih Kampung Naga Tasikmalaya. Bandung : UNIKOM

Tina Kartika.2013. Pola Komunikasi Etnis Besemah (Studi Etnografi Komunikasi Pada Kelompok Etnis Di Dusun Jangkar, Kelurahan Jangkar Mas Kecamatan Dempo Utara Kotamadya Pagaralam Provinsi Sumatera Selatan). Bandung :UNPAD

Internet Searching :

http://sejarahtaribali.blogspot.com/2011/05/tari-kecak.html Kamis, 27 Juni 2013. Pukul 10.03 WIB

http://www.kidnesia.com/Kidnesia/Potret-Negeriku/Teropong-Daerah/Bali/Seni-Budaya/Tari-KecakSelasa, 2 Juli 2013 . pukul 20.07 WIB

http://www.tarikecak.com/ Selasa, 2 Juli 2013.pukul 20.10 WIB http://www.baliprov.go.id/ Selasa, 2 Juli 2013. Pukul 21.00 WIB


(12)

v Salam Sejahtera,

Puji Syukur peneliti haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa Maha Pemurah dan Penyayang, karena berkat Rahmat-Nya lah peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Komunikasi Nonverbal Dalam Pagelaran Seni Tari Kecak Di Kebudayaan Bali (Studi Etnografi Mengenai Makna Komunikasi Nonverbal Para Penari Kecak Dalam Pagelaran Seni Tari Kecak Di Kawasan Wisata Denpasar Bali)” ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Karena selama penulisan banyak sekali kendala yang tak terduga serta hambatan yang peneliti hadapi. Adapun penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi tugas akhir yang merupakan syarat sidang sarjana pada program studi ilmu komunikasi konsentrasi Humas. Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran membangun untuk hasil yang lebih baik di masa datang.

Peneliti mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda I Gede Sudirga dan Ibunda tercinta Niluh Putu Natalina, yang telah memberikan kasih sayang, semangat, dorongan serta dukungan sepenuhnya kepada penulis baik moril maupun non moril. Sehingga skripsi ini dapat diselesaikan, dan peneliti persembahkan untuk kedua orang tua yang tidak henti-hentinya mendoakan peneliti.


(13)

iiii

Dalam melaksanakan skripsi ini, peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak.

Melalui kesempatan ini juga, dengan segenap kerendahan hati, peneliti ingin menyampaikan rasa hormat, terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof.Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia Bandung yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian di lapangan.

2. Bapak Drs. Manap Solihat, M.si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi sekaligus sebagai Dosen Wali IK-2 2010 dan Pembimbing skripsi, yang telah membimbing, memotivasi dan mempermudah seluruh proses pembuatan usulan penelitian ini.

3. Ibu Melly Maulin P, S.Sos, M.Si, selaku Sekretaris Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Komputer Indonesia yang telah memberikan arahan sebelum dan sesudah peneliti melaksanakan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, Khususnya Konsentrasi Ilmu Humas, yang telah membantu peneliti dalam setiap perkuliahan sehingga dapat diterapkan dalam skripsi ini.


(14)

iii

5. Ibu Retno W., A.Md.,selaku Sekertaris Dekan FISIP dan Ibu Astri Ikawati.A.,Md selaku Sekretariat Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah membantu peneliti dalam pengurusan surat-surat usulan penelitian.

6. Untuk Bapak I Wayan Sumadi, Bapak Made Wida, Bapak Wayan Serinteg, Bapak I Wayan Budana, Bapak Kadek Yani Yudiana, SE yang telah membantu peneliti dalam meneliti di lapangan khususnya mengenai tari kecak di sanggar Uma Dwi.

7. Untuk nenekku Ni Ketut Purwati tercinta terima kasih selalu mendukung dan memberikan kasih sayang kepada peneliti.

8. Untuk yang tersayang Muchtalifan Achmad Farihan terima kasih atas kasih sayang, doa, dukungan dan kesabarannya yang telah mendampingi Peneliti selama proses pembuatan skripsi ini.

9. Untuk Sahabat-sahabatku tercinta Bagus Sukma dan Dita Ayu yang telah memberikan kasih sayang dukungan dan semangat kepada peneliti.

10.Untuk Sahabat seperjuanganku Ananda Safitri, Dewi Sartika, Yudha Adi Purnama, I Made Putra Gustiawan, M.Gusti Pangestu, Erwin Wijaya, Abdee Pradana Ugan, Anjar.F.Aditya, Zulfikar, Hilman Haryadi terimakasih atas dukungan dan motivasinya kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

11.Rekan kelas IK 2 2010 dan IK HUMAS 3 2010 terimakasih atas motivasi dan segala bantuannya.


(15)

iiii

12.Semua pihak yang telah membantu sebelum dan selama pelaksanaan skripsi yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.

Tiada kata yang bisa terungkap, peneliti hanya bisa mendoakan semoga segala bantuan, bimbingan, dorongan dan seluruh kebaikan semua pihak yang telah diberikan kepada peneliti, mendapat balasan pahala dari Tuhan Yang Maha Esa. Amien.

Kritik dan Saran sangat peneliti harapkan untuk penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga penulisan ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi pembaca.

Bandung, Juli 2014 Peneliti

Niluh Ayu Anggaswari NIM. 41810055


(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Komunikasi Non Verbal merupakan salah satu bentuk komunikasi dimana penyampaiannya bukan dengan kata-kata ataupun suara tetapi melalui gerakan-gerakan anggota tubuh yang sering dikenal dengan istilah bahasa isyarat atau body language. Selain itu juga, penggunaan komunikasi non verbal dapat melalui kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian dan potongan rambut. Menurut Edward T. Hall komunikasi non verbal merupakan “bahasa diam” (silent language) dan “dimensi tersembunyi” (hidden dimension) suatu budaya. Disebut diam dan tersembunyi, karena pesan non verbal dalam konteks komunikasi, untuk memahami dan menafsirkan seluruh makna pengalaman komunikasi.

Bentuk sebuah komunikasi non verbal bisa dilihat dalam sebuah budaya seni tari karena dalam seni tari terdapat gerakan-gerakan yang mempunyai makna, salah satu seni tari yang mempunyai banyak makna yaitu tari kecak yang berasal dari kebudayaan Bali, dimana Bali merupakan nama salah satu provinsi di Indonesia dan juga merupakan nama pulau terbesar yang menjadi bagian dari provinsi tersebut. Selain terdiri dari Pulau Bali, wilayah Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau yang lebih kecil di sekitarnya.

Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Ibukota provinsinya ialah Denpasar yang terletak di bagian selatan pulau ini. Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu.Bali juga dikenal dengan sebutan Pulau


(17)

2

Dewata dan Pulau Seribu Pura.Di dunia, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai hasil seni budayanya, khususnya untuk seni tarinya.

Seni tari Bali pada umumnya dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu wali atau seni tari pertunjukan sakral, bebali atau seni tari pertunjukan untuk upacara dan juga untuk pengunjung dan balih-balihan atau seni tari untuk hiburan pengunjung. Salah satu tarian yang sangat populer bagi para wisatawan ialah Tari Kecak dan Tari Pendet.

Tari Kecak adalah pertunjukan paling populer di Bali dan selalu penuh dengan penonton dan satu-satunya pertunjukan outdoor dengan view sunset yang menawan. Tarian ini menggambarkan kisah Ramayana saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana. Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian sanghyang yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar, melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat.

Keistimewaan Tari Kecak yaitu tidak mengandalkan alat musik untuk mengiringi tarian, melainkan paduan suara para penarinya. Tidak seperti tari bali lainnya menggunakan gamelan sebagai musik pengiring tetapi dalam pementasan tari kecak ini hanya memadukan seni dari suara - suara mulut atau teriakan - teriakan seperti "cak cak ke cak cak ke" sehingga tari ini disebut tari kecak.

Tari Kecak biasanya disebut sebagai tari "Cak" atau tari api (Fire Dance) merupakan tari pertunjukan masal atau hiburan dan cendrung sebagai sendratari yaitu seni drama dan tari karena seluruhnya menggambarkan seni peran dari


(18)

"Lakon Pewayangan" seperti Rama Sinta dan tidak secara khusus digunakan dalam ritual agama hindu seperti pemujaan, odalan dan upacara lainnya.

Dalam tarian ini, ritme bebunyian yang diucapkan oleh para penari cukup menghadirkan aura mistis bagi penonton. Apalagi setelah cerita Ramayana dalam tarian ini selesai dipentaskan, pertunjukan disambung dengan tarian Sanghyang Dedari dan Sanghyang Jaran yang para penarinya diyakini kemasukan roh halus, bentuk - bentuk "Sakral" dalam tari kecak ini biasanya ditunjukan dalam hal kerauhan atau masolah yaitu kekebalan secara gaib sehingga tidak terbakar oleh api. Pertunjukan terkahir ini semacam bonus yang dapat mengundang decak kagum para penonton. Tari Kecak adalah sebuah tari yang kaya akan cerita kepahlawanan dan juga nilai ksatria.

Para turis biasanya menyebut tari kecak dengan sebutan“The Monkey Dance” bagi kalangan wisatawan merupakan tari dalam bentuk drama relatif baru tetapi telah menjadi pertunjukkan yang sangat populardan telah menjadi pertunjukkan yang mesti ditonton baik bagi wisatawan domestik maupun luar negeri. Adegan-adegan tari kecak telah dipromosikan di beberapa poscard, buku petunjuk pariwisata dan lain-lainnya.

Tari kecak mempunyai ciri khas didalamnya. Dalam pertunjukan tari kecak ini terjadi komunikasi non verbal antara kelompok penari dengan penontonnya ketika melakukan pertunjukkan. Tari kecak ini merupakan suatu budaya yang erat kaitannya dengan studi etnografi. Etnografi merupakan kajian khusus yang membahas tentang kebudayaan atau sistem kepercayaan suatu daerah.


(19)

4

Adanya penjelasan etnografi dalam buku Metode penelitian komunikasi yang mengatakan “Etnografi pada dasarnya merupakan suatu bangunan pengetahuan yang meliputi teknik penelitian, teori etnografi , dan berbagai macam deskripsi kebudayaan.” ( Kuswarno, 2008:32 )

Metode etnografi juga dapat digunakan dalam masyarakat yang kompleks seperti kelompok-kelompok dalam masyarakat kota yang memiliki kelompok subkultur tersendiri.

Hal ini menjadi istimewa karena terdapat unsur komunikasi yang melatari dan menggerakan sebuah kebudayaan khususnya pada pertunjukan tari kecak. Mengenai hal tersebut lebih fokus dibahas dalam ranah komunikasi khususnya etnografi komunikasi.

Engkus Kuswarno dalam bukunya metode etnografi komunikasi juga mengemukakan bahwa “Etnografi komunikasi melihat perilaku dalam konteks sosiokultural, mencoba menemukan hubungan antara bahasa, komunikasi, dan konteks kebudayaan dimana peristiwa komunikasi itu berlangsung.”. Seperti halnya Gumperz yang menyatakan:

“Perlunya untuk melihat konteks sosial politik yang lebih besar dimana sebuah proses komunikasi berlangsung, karena itu akan mempengaruhi pola komunikasi yang digunakan. Pemolaan dalam kajian etnografi disebut juga sebagai hubungan antara komponen komunikasi dan peristiwa komunikasi.” (Kuswarno,2008:18)

Pola kajian etnografi ini terjadi disemua tingkat komunikasi yakni masyarakat, kelompok, dan individual. Pada tingkat masyarakat, komunikasi biasanya berpola dari segi fungsinya, kategori bicara, dan sikap dan konsepsi tentang bahasa dan speaker. Suara yang dihasilkan harus dalam urutan


(20)

bahasa-khusus tapi biasa jika mereka harus ditafsirkan sebagai pembicara bermaksud;urutan mungkin dan bentuk kata-kata dalam sebuah kalimat dibatasi oleh aturan tata bahasa, dan bahkan definisi baik wacana terbentuk ditentukan oleh budaya.

Seperti yang telah dibahas sebelumnya mengenai etnografi komunikasi, studi etnografi komunikasi merupakan salah satu dari sekian studi penelitian kualitatif, yang mengkhususkan pada penemuan berbagai pola komunikasi yang di gunakan oleh manusia dalam suatu masyarakat tutur, untuk sampai kepada pemahaman etnografi komunikasi, baik sebagai landasan teori maupun sebagai studi penelitian, sebenarnya berawal dari isu isu dasar yang melahirkannya yaitu Bahasa, Komunikasi, dan Kebudayaan, karena ketiga itulah yang tergambar dalam kajian etnografi komunikasi.

Ekspresi jiwa manusia dalam keindahan merupakan pesan budaya yang mengandung unsur-unsur sistem budaya dari suatu kelompok masyarakat dengan tujuan menginterprestasikan tentang gagasan dan pengalaman. Seni yang lahir akan memiliki keunikan dalam berbagai penyampaian pesan, baik cara maupun maknanya. Seni tercipta dari perpaduan antara sistem budaya, sistem sosial, dan kepercayaan yang diyakini dilingkungan dimana mereka berada sebagai satu kesatuan yang utuh serta hubungan realitas yang tidak terpisahkan. Namun seni bagi setiap daerah- daerah tidaklah sama, hal tersebut dipengaruhi oleh kepekaan rasa terhadap nilai estetika yang ada.

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Karena


(21)

6

budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama, politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Selain itu bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetik. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Suatu budaya menunjukkan ciri-ciri umum komunikasi nonverbalnya. Budaya itu sendiri terus berubah sejalan dengan interaksinya dengan budaya lain, perilaku nonverbal juga boleh jadi berubah, meskipun berlangsung secara lambat.

Lambang atau symbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukan sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama. Lambang adalah salah satu kategori tanda.

Makna tidak terletak pada kata-kata, tapi pada manusia kata-kata hanyalah salah satu cara mendekati makna. Makna bisa merupakan sesuatu yang nyata dari sebuah simbol, tapi makna juga bisa merupakan sesuatu yang tersembunyi. Tersembunyi disini dapat diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan rasa, emosi, dan yang bersifat subjektif. Seni di Indonesia tumbuh dan berkembang dalam lingkungan etnik yang satu dengan yang lainnya dan memiliki ciri khas masing-masing. Banyak kesenian yang tumbuh dan berkembang disetiap daerahnya, dengan segala keragaman dan keunikan yang dimiliki.


(22)

Dalam penelitian ini pertunjukan tari kecak memiliki simbol simbol tertentu yang menciptakan kebudayaan tersendiri khususnya dalam pertunjukan tari kecak di kebudayaan Bali. Manusia memahami pengalaman mereka melalui makna-makna yang ditemukan dalam simbol- simbol dari kelompok utama mereka dan bahasa merupakan bagian penting dalam kehidupan sosial. Menurut Mead dalam Deddy Mulyana, interaksi simbolik adalah kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol.

Komunikasi non verbal masuk ke dalam ranah etnografi komunikasi. Pada etnografi komunikasi, yang menjadi fokus perhatian adalah perilaku komunikasi dalam tema kebudayaan tertentu. Adapun yang dimaksud dengan perilaku komunikasi menurut ilmu komunikasi adalah tindakan atau kegiatan seseorang, kelompok atau khalayak ketika terlibat dalam proses komunikasi. (Kuswarno, 2008:35).

Rosenblatt menyatakan bahwa budaya mengajarkan kita tindakan non verbal apa yang ditunjukkan, arti dari tindakan tersebut dan latar belakang kontekstual dari tindakan tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa komunikasi nonverbal memeainkan peranan penting dalam interaksi komunikasi antara orang-orang dari budaya yang berbeda.

Dengan memahami perbedaan budaya dalam perilaku nonverbal, kita tidak hanya akan dapat memahami beberapa pesan yang dihasilkan selama interaksi, namun kita juga akan dapat mengumpulkan petunjuk mengenai tindakan dan nilai yang mendasarinya.


(23)

8

Adapun untuk memahami komunikasi non verbal tersebut menimbulkan beberapa paradigma yang muncul salah satunya paradigma yang dikemukakan oleh Lary A. Samovar dan Richard E. Porterdalam buku Deddy Mulyana dimana komunikasi meliputi tujuh unsuryaitu ekspresi wajah untuk menyampaikan keadaan emosi dari seseorang kepada orang yang mengamatinya, waktu yang tepat dalam tujuan penyampaian pesan, ruang dimana tempat atau posisi dimana proses pesan non verbal itu terjadi, gerakan yang dapat menimbulkan kesan terhadap orang lain yang melihatnya, busana yang dikenakan, bau-bauan yang dipergunakan yang tercium wangi oleh publik, Sentuhan yang dapat memiliki arti multimakna.

Tari kecak sangat menarik untuk diteliti dari sudut pandang ilmu komunikasi terutama pesan dalam hal ini makna komunikasi nonverbal dengan menggunakan studi etnografi komunikasi. Selain itu belum adanya penelitian tentang tari kecak dari sisi komunikasi yang sangat menarik untuk ditelaah, terutama dalam unsur property dan keunikan ini menjadi hal paling utama, mutlak ada dalam setiap pertunjukan tari kecak dan menjadi ciri khas dalamkesenian tersebut. Berbagai peranan didalamnya yang berbentuk komunikasi nonverbal memiliki makna yang menarik untuk diungkapkan.

Dengan sebuah makna komunikasi nonverbal, maka akan diketahui makna yang paling nyata dari suatu ekspresi wajah ataupun makna yang paling subjektif yang berhubungan langsung dengan makna sentuhan, busana dan konsep waktu mengenai makna komunikasi nonverbal pada seni tari kecak.


(24)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas yang peneliti kemukakan maka peneliti membuat rumusan masalah, sebagai berikut :

1.2.1 Pertanyaan Makro

Bagaimana Makna Komunikasi Nonverbal Dalam Pagelaran Seni Tari Kecak Di Kebudayaan Bali ?

1.2.2 Pertanyaan Mikro

1. Bagaimana Makna ekspresi wajah yang ditunjukan para penari dalam pagelaran seni tari kecak di kebudayaan Bali?

2. Bagaimana Makna waktu yang tepat untuk melaksanakan pagelaran seni tari kecak di kebudayaan Bali?

3. Bagaimana Makna ruang yang tepat untuk melaksanakan pagelaran seni tari kecak di kebudayaan Bali?

4. Bagaimana Makna gerakan para penari dalampagelaran seni tari kecak di kebudayaan Bali?

5. Bagaimana Makna busana yang dikenakan dalam pagelaran seni tari kecak di kebudayaan Bali?

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimana Makna Komunikasi Nonverbal Dalam Pagelaran Seni Tari Kecak Di Kebudayaan Bali.


(25)

10

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian tentang Makna Komunikasi Nonverbal Dalam Pagelaran Seni Tari Kecak Di Kebudayaan Bali diadakan dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui Makna ekspresi wajah yang ditunjukan para penari dalam pagelaran seni tari kecak di kebudayaan Bali

2. Untuk mengetahui Makna waktu yang tepat untuk melaksanakan pagelaran seni tari kecak di kebudayaan Bali

3. Untuk mengetahui Makna ruang yang tepat untuk melaksanakan pagelaran seni tari kecak di kebudayaan Bali

4. Untuk mengetahui Makna gerakan para penari dalampagelaran seni tari kecak di kebudayaan Bali

5. Untuk mengetahui Makna busana yang dikenakan dalam pagelaran seni tari kecak di kebudayaan Bali

1.4Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan ilmu pengetahuan secara teoritis bagi penelitian selanjutnya sehingga mampu menunjang pengembangan Ilmu Komunikasi secara umum dan khususnya komunikasi non verbal dan diharapkan dapat memperkarya apresiasi kita terhadap seni dan memberikan kontribusi atau masukan dalam seni di Indonesia, terutama seni pertunjukan dan seni tradisional.


(26)

1.4.2 Kegunaan Praktis

a. Kegunaan Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dihrapkan dapat memberikan kontribusi dan menambah pengetahuan tentang ilmu komunikasi secara umum dan menambah wawasan tentang makna komunikasi nonverbal yang berkaitan dengan etnografi komunikasi secara khusus.

b. Kegunaan Bagi Akademik

Penelitian ini diharapkan berguna bagi mahasiswa UNIKOM secara umum, mahasiswa Ilmu komunikasi secara khusus, sebagai literatur terutama untuk peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian pada kegiatan yang sama yaitu makna komunikasi nonverbal dalam pagelaran seni tari kecak di kebudayaan Bali.

c. Kegunaan Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bemanfaat bagi masyarakat yang ingin mencari informasi dan menambah pengetahuan tentang kebudayaan yang ada khususnya yang berkaitan dengan seni tari kecak serta dapat dijadikan nya suatu kebanggaan bagi bangsa yang banyak memiliki ragam budaya.


(27)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dalam penyusunan usulan penelitian ini berisi definisi atau tinjauan yang berkaitan dengan komunikasi secara umum, dan pendekatan pendekatan yang digunakan dalam penelitian.

2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Tinjauan Penelitian terdahulu adalah referensi referensi yang berkaitan dengan informasi penelitian. Penelitian terdahulu ini berupa hasil penelitian yang sudah dilakukan, penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai bahan acuan, antara lain :

1. Penelitian dengan judul : “Studi Etnografi Mengenai Komunikasi Verbal

dan Non Verbal Kaum Lesbian di Bandung”. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui bagaimana kaum lesbian berkomunikasi secara verbal vokal. Untuk mengetahui bagaimana kaum lesbian berkomunikasi secara verbal non vokal. Untuk mengetahui bagaimana kaum lesbian berkomunikasi secara non verbal vokal. Untuk mengetahui bagaimana kaum lesbian berkomunikasi secara non verbal non vokal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Komunikasi verbal vokal pada kaum lesbian di Bandung bisa dibilang mempunyai ciri khas tersendiri. Komunikasi verbal


(28)

non-vokal pada kaum lesbian di Bandung digunakan untuk mengukuhkan eksistensi mereka sebagai seorang lesbian. (Andry Kurniawan, NIM : 210110060238/Ilmu Komunikasi UNPAD : 2010)

2. Penelitian dengan judul : “Aktivitas Komunikasi Ritual dalam Upacara

Hajat Sasih Kampung Naga Tasikmalaya”. Penelitian ini dimaksudkan

untuk menguraikan secara mendalam tentang Aktivitas Komunikasi Ritual dalam Upacara Hajat Sasih Kampung Naga Tasikmalaya. Untuk menjabarkannya, maka fokus masalah tersebut peneliti dibagi ke dalam beberapa sub-sub masalah mikro yaitu situasi komunikatif, peristiwa komunikatif, dan tindakan komunikatif dalam upacara Hajat Sasih Kampung Naga Tasikmalaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif tradisi etnografi komunikasi dengan teori subtantif yang diangkat yaitu interaksi simbolik dan pemusatan simbolis. Subjek penelitian adalah masyarakat Kampung Naga yang mengikuti upacara Hajat Sasih sebanyak 5 (lima) orang, terdiri dari 3 (tiga) informan dan 2 (dua) informan kunci yang diperoleh melalui teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi partisipan, catatan lapangan, studi kepustakaan, dokumentasi dan internet searching. Teknik uji keabsahan data dengan cara peningkatan ketekunan pengamatan, triangulasi, kecukupan referensi dan pengecekan anggota. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa, Situasi Komunikatif yang terdapat dalam upacara Hajat Sasih ini bersifat sakral, tempat pelaksanaannya yaitu Sungai Ciwulan, Bumi Ageung serta Hutan yang


(29)

14

dikeramatkan. Peristiwa Komunikatif dalam upacara Hajat Sasih yaitu perayaan dalam bentuk ritual khusus yang dilaksanakan satu tahun enam kali berdasarkan hari-hari besar Islam yang bermula dari kebiasaan nenek moyang mereka untuk menghormati leluhurnya, sedangkan Tindakan Komunikatif yang terdapat dalam upacara Hajat Sasih yaitu berbentuk perintah, pernyataan, permohonan dan perilaku nonverbal. Simpulan dari penelitian ini bahwa aktivitas komunikasi ritual dalam upacara Hajat Sasih bermula dari kebiasaan nenek moyang mereka untuk menghormati leluhur Kampung Naga yang pelaksanaannya dilakukan satu tahun enam kali, namun dalam setiap rangkaiannya mempunyai makna yang sama dan aktivitas khas yang sama pula.(Septian Restu Unggara, NIM : 41808037 /Ilmu Komunikasi UNIKOM : 2012)

3. Penelitian dengan judul : “Pola Komunikasi Etnis Besemah (Studi Etnografi Komunikasi Pada Kelompok Etnis Di Dusun Jangkar, Kelurahan Jangkar Mas Kecamatan Dempo Utara Kotamadya Pagaralam

Provinsi Sumatera Selatan)” . Penelitian ini dimaksudkan untuk

mengetahui pola komunikasi etnis besemah dimana istilah Besemah mengacu kepada etnis yang menghuni wilayah di sekitar Gunung Dempo dan Pegunungan Gumai, wilayah ini kemudian dikenal dengan ucapan setempat Rena Besemah (Wilayah Besemah). Tempat penelitian ini di Dusun Jangkar Kelurahan Jangkar Mas Kecamatan Dempo Utara Kota Pagaralam. Di Dusun Jangkar bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah Bahasa Besemah. Etnis Besemah mengenal bahasa


(30)

tabu/bila diucapkan tidak sopan, salah satu bahasa tabu adalah singkuh. Seni dalam menyampaikan pesan lisan melalui guritan, petatapetiti/ peribahasa, dan anday-anday/dongeng. Budaya setempat antara lain adalah likuh (seseorang dilarang menikah pada orang yang masih ada hubungan kekerabatan), tunggu tubang (anak laki-laki pertama harus tinggal di rumah orang tuanya), bekagoan (pernikahan) dan lain-lain. Budaya dan bahasa tersebut diuraikan dengan teori etnografi komunikasi Dell Hymes. Landasan Teoretik yang digunakan adalah Interaksionisme Simbolik, Konstruksi Sosial terhadap Realita, dan Etnografi Komunikasi. Metode penelitian ini adalah kualitatif dengan paradigma interpretif. Informan sebanyak delapan belas orang. Fokus penelitian ini adalah Bagaimana pola komunikasi Etnis Besemah di Dusun Jangkar Kelurahan Jangkar Mas Kecamatan Dempo Utara Kota Pagaralam. Waktu penelitian adalah lima belas bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas komunikasi Etnis Besemah di Dusun Jangkar dibangun dari peristiwa komunikatif, situasi komunikatif dan tindak komunikatif. Komponen komunikasi yang membentuk peristiwa komunikasi Etnis Besemah terdiri dari: Genre/tipe peristiwa komunikatif misalnya salam khas Etnis Besemah adalah samlekum. Dongeng misalnya Jambu Mbak Kulak, Gadis Perawan Di sarang Penyamun, Dirut. Bentuk Pesan yang digunakan adalah pesan verbal dan pesan nonverbal. Isi pesan yang digunakan tergantung situasi atau pesan apa yang dibutuhkan. Norma ketika berinteraksi misalnya menggunakan base tutughan dan singkuh. Kebiasaan antara lain: bercocok


(31)

16

tanam, tradisi berhubungan dengan seseorang lahir/dapat untung, menikah/bekagoan, meninggal/mate, pria dewasa bertanggungjawab memenuhi kebutuhan keluarga, sedekah/hajatan bersifat insidental seperti sedekah tolak balak. Interpretasi terhadap nilai, seperti: Singkuh, likuh, ziarah kubur, base tutughan, pepatah-petiti/ungkapan tradisional, bicara dengan suara keras, pekerjaan; buruh dan pengemis, lelaki dewasa sebagai kepala keluarga. Dari hasil hubungan komponen komunikasi tersebut didapatkan pola komunikasi, antara lain: 1). Pola komunikasi keluarga inti Etnis Besemah. 2). Pola komunikasi keluarge pasat Etnis Besemah, 3). Pola perilaku komunikasi singkuh Etnis Besemah, 4). Pola perilaku komunikasi melalui pepata jeme tue. 6. Pola pesan pada Etnis Besemah, 6). Pola komunikasi sesama Etnis Besemah.(Tina Kartika,Ilmu Komunikasi UNPAD : 2013)


(32)

Tabel 2.1

Rekapitulasi Penelitian Terdahulu yang Sejenis Nama /tahun

Uraian

Andry .K Septian Restu.U Tina Kartika

2010 2012 2013

Perguruan Tinggi UNPAD UNIKOM UNPAD

Judul

Studi Etnografi Mengenai Komunikasi Verbal dan Non Verbal

Kaum Lesbian di Bandung

Aktivitas Komunikasi Ritual dalam Upacara Hajat Sasih Kampung Naga Tasikmalaya

Pola Komunikasi Etnis Besemah

Metode Etnografi Etnografi Etnografi

Hasil

Komunikasi verbal non-vokal pada kaum lesbian di Bandung digunakan untuk mengukuhkan eksistensi mereka sebagai seorang lesbian

Aktivitas komunikasi ritual dalam upacara Hajat Sasih bermula dari kebiasaan nenek moyang mereka untuk menghormati leluhur Kampung Naga yang pelaksanaannya dilakukan satu tahun enam kali, namun dalam setiap rangkaiannya mempunyai makna yang sama dan aktivitas khas yang sama pula.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas komunikasi Etnis Besemah di Dusun Jangkar dibangun dari peristiwa komunikatif, situasi komunikatif dan tindak komunikatif. Komponen komunikasi yang membentuk peristiwa komunikasi Etnis Besemah terdiri dari: Genre/tipe peristiwa komunikatif misalnya salam khas Etnis


(33)

18

Besemah adalah samlekum.

Kesimpulan

Komunikasi verbal vokal pada kaum lesbian di Bandung bisa dibilang mempunyai ciri khas tersendiri.

Aktivitas komunikasi ritual dalam upacara Hajat Sasih bermula dari kebiasaan nenek moyang mereka untuk menghormati leluhur Kampung Naga yang pelaksanaannya dilakukan satu tahun enam kali, namun dalam setiap rangkaiannya mempunyai makna yang sama dan aktivitas khas yang sama pula.

Dari hasil hubungan komponen

komunikasi tersebut didapatkan pola komunikasi, antara lain: 1). Pola

komunikasi keluarga inti Etnis Besemah. 2). Pola komunikasi keluarge pasat Etnis Besemah, 3). Pola perilaku komunikasi singkuh Etnis Besemah, 4). Pola perilaku komunikasi melalui pepata jeme tue. 6. Pola pesan pada Etnis Besemah, 6). Pola komunikasi sesama Etnis

Besemah. Saran Untuk penelitian

selanjutnya bisa lebih diperdalam lagi dan mengenai komunikasi non verbal Diharapkan dapat menjadi bahan rujukan, tanpa melupakan nilai keaslian dalam penelitian dibidang Ilmu Komunikasi Untuk memahami lagi pengetahuan mengenai etnis-etnis yang ada di Indonesia


(34)

Konsentrasi Humas, khususnya Makna Komunikasi Nonverbal dalam Kesenian Debus di Kebudayaan Banten.

Sumber : Peneliti, 2014

2.1.2 Tinjauan Ilmu Komunikasi 2.1.2.1 Definisi Ilmu Komunikasi

Suatu pemahaman popular mengenai komunikasi manusia adalah komunikasi yang mengisyaratkan penyampaian pesan searah dari seseorang (atau suatu lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap muka) ataupun melalui media, seperti surat (selembaran), surat kabar, majalah, radio, atau televisi.

Pemahaman komunikasi sebagai sebagai proses searah ini oleh Michael Burgoon disebut “definisi berorientasi sumber” (source -oriented-definition). Definisi ini mengisyaratkan komunikasi sebagai semua kegiatan yang secara sengaja dilakukan seseorang untuk menyampaikan rangsangan untuk membangkitkan repon orang lain. Dalam konteks ini, komunikasi dianggap tindakan yang disengaja (intentional act) untuk menyampaikan pesan demi memenuhi kebutuhan komunikator, seperti


(35)

20

menjelaskan sesuatu kepada orang lain atau membujuknya untuk melakukan sesuatu.

Beberapa definisi yang sesuai dengan konsep ini adalah sebagai berikut:

Bernard Berelson dan Gary A. Steiner :

“komunikasi: transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol atau kata-kata, gambar, figure, grafik, dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi.

Carl I. Hovland :

“Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah prilaku orang lain (komunikate).

Everett M. Rogers :

“komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.

Raymond S. Ross :

“Komunikasi (Internasional) adalah suatu proses menyortir, memilih, dan mengirimkan symbol-symbol sedemikian rupa sehingga membantu


(36)

pendengar membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksudkan komunikator. (Mulyana, 2007: 67)

2.1.2.2 Fungsi Ilmu Komunikasi

Berdasarkan pengamatan para pakar komunikasi mengemukakan fungsi-fungsi komunikasi yang berbeda-beda, meskipun adakalanya terdapat kesamaan dan tumpang tindih diantara berbagai pendapat tersebut. Rudolph F. Verderber mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi. Pertama, fungsi social, yakni untuk bertujuan kesenangan, untuk menunjukan ikatan dengan orang lain, membangun dan memelihara hubungan. Kedua, fungsi pengambilan keputusan, yakni memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu pada saat tertentu. Menurut Vederber, sebagian keputusan ini dibuat sendiri, dan sebagian lagi dibuat setelah berkonsultasi dengan orang lain.

Berikut empat fungsi komunikasi berdasarkan kerangka yang dikemukakan William I. Gorden. Keempat fungsi tersebut, yakni Komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi ritual dan komunikasi instrumental.

1) Komunikasi sosial

Fungsi komunikasi sebagai komunikasi social setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk berlangsung hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan, dan


(37)

22

ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang menghibur dan memupuk hubungan dengan orang lain.

2) Komunikasi Ekspresif

Erat kaitannya dengan komunikasi social adalah komunikasi ekspresif yang dapat dilakukan baik sendiri maupun secara berkelompok. Komunikasi ekspresif tidak otomatis bertujuan mempengaruhu orang lain, namun dapat dilakukan sejauh komunikasi tersebut menjadi instrument untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) kita.

3) Komunikasi Ritual

Erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah komunikasi ritual, yang biasanya dilakukan secara kolektif. Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para antropolog sebagai rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, lamaran, sungkeman, ijab Kabul, perkawinan, hingga upacara kematian. Dalam acara-acara itu orang mengucapkan kata-kata atau menampilkan perilaku-perilaku simbolik.

4) Komunikasi Instrumental

Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum: menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan


(38)

keyakinan, dan mengubah perilaku atau menggerakan tindakan, dan juga menghibur. Bila diringkas, maka kesemua tujuan tersebut dapat disebut membujuk (bersifat persuasive). Komunikasi yang berfungsi memberitahukan atau menerangkan (to inform) mengandung muatan persuasive dalam arti bahwa pembicara menginginkan pendengarnya mempercayai bahwa fakta atau informasi yang disampaikannya akurat dan layak diketahui. (Mulyana, 2007 : 4)

2.1.2.3 Konteks-konteks Ilmu Komunikasi

Komunikasi tidak berlangsung dalam ruang hampa social, melaikan dalam konteks atau situasi tertentu. Secara luas konteks disini berarti semua faktor diluar orang-orang yang berkomunikasi. Banyak pakar komunikasi mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteksnya. Sebagaimana juga definisi komunikasi, konteks komunikasi ini diuraikan secara berlainan. Selain istilah konteks (context) yang lazim, juga digunakan istilah tingkat (level), bentuk (type), situasi (situation), keadaan (setting), arena, jenis (kind), cara (mode), pertemuan (encounter), dan kategori. Menurut Verderber misalnya, konteks komunikasi terdiri dari konteks fisik, konteks social, konteks historis, konteks psikologis, dan konteks cultural. Indicator paling umum untuk mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteksnya atau tingkatnya adalah jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi. Maka, komunikasi intrapribadi, komunikasi diadik, komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok


(39)

24

(kecil), komunikasi public, komunikasi organisasi dan komunikasi massa.(Mulyana, 2007: 77)

2.1.3 Tinjauan Komunikasi NonVerbal 2.1.3.1 Definisi Komunikasi NonVerbal

Secara sederhana, pesan non verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter (dalam Mulyana), komunikasi non verbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan dari individu dan penggunaan lingkungan individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima; jadi definisi ini mencakup perilaku yang sengaja juga yang tidak sengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan; kita banyak mengirim banyak pesan non verbal tanpa menyadari pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang lain. (Mulyana, 2007 : 343)

Albert Mehrebian (1981) didalam bukunya “Silent Messages: Implicit Communication of Emotions and Attitudes” menegaskan hasil penelitiannya bahwa makna setiap pesan komunikasi dihasilkan dari fungsi-fungsi : 7% peryataan verbal, 38% bentuk vokal, dan 55% ekspresi wajah. (Sendjaja, 2004:6.1)

Adapun Pendapat lain diutarakan oleh Frank E.X. Dance dan Calr E. Learson (1976) dalam bukunya “The Functions of Human Communication: A Theoritical Approach” menawarkan satu definisi


(40)

tentang komunikasi nonverbal sebagai suatu stimulus yang pengertiannya tidak ditentukan oleh makna isi simboliknya. (Sendjaja, 2004:6.3-6.4).

Definisi lain yang diungkapkan Arni Muhammad (2002:130) menyebutkan bahwa :

“Komunikasi non verbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan dengan tidak menggunakan kata-kata, melainkan menggunakan bahasa isyarat seperti gerakan tubuh, sikap tubuh, vocal yang bukan berupa kata-kata, kontak mata, ekspresi muka, kedekatan jarak, sentuhan, dan sebagainya”. (Suranto, 2010:146)

Sebagian budaya, subkultur pun sering memiliki bahasa non verbal khas. Dalam suatu budaya boleh terdapat variasi bahasa non verbal, misalnya bahasa tubuh, bergantung pada jenis kelamin, agama, usia, pekerjaan, pendidikan, kelas social, tingkat ekonomi, lokasi geografis, dan sebagainya. Beberapa subkultur tari dan musik menunjukan kekhasan perilaku non verbal penari dan penyanyinya. Dibandingkan dengan studi komunikasi verbal, studi komunikasi non verbal sebenarnya masi relative baru. Banyak orang mengkaji pentingnya komunikasi nonverbal demi keberhasilan komunikasi, bukan hanya orang-orang ahli komunikasi saja, tetapi juga antropolog, psikolog, dan sosiolog. Simbol-simbol non verbal lebih sulit ditafsirkan daripada simbol-simbol verbal. Tidak ada satupun rumus andal yang dapat membantu menerjemahkan symbol non verbal. (Mulyana, 2007:345)


(41)

26

2.1.3.2 Karakteristik dan Fungsi Komunikasi Nonverbal

Meskipun secara teoritis komunikasi non verbal dapat dipisahkan dari komunikasi verbal, dalam kenyataannya kedua jenis komunikasi itu jalin menjalin dalam komunikasi tatap muka dalam kehidupan sehari-hari. Dalam komunikasi ujaran, rangsangan verbal dan rangsangan nonverbal itu hampir selalu berlangsung bersama-sama dalam kombinasi. Kedua jenis rangsangan itu diinterprestasi bersama-sama oleh penerima pesan. Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi diluar kata-kata terucap dan tertulis. Pada saat yang sama kita harus menyadari bahwa banyak peristiwa dan perilaku non verbal ini ditafsirkan melalui symbol-simbol verbal. Dalam pengertian ini, peristiwa dan perilaku non verbal itu tidak bersungguh-sungguh bersifat nonverbal. (Mulyana,2007:347)

Asente dan Gundykust (1989) dalam (Liliweri, 1994:97-100) mengemukakan bahwa pemaknaan pesan non verbal maupun fungsi non verbal memiliki perbedaan dalam cara dan isi kajiannya.

Pemaknaan (meanings) merujuk pada cara interpretasi suatu pesan; sedangkan fungsi (functions) merujuk pada tujuan dan hasil suatu interaksi. Setiap penjelasan terhadap makna dan fungsi komunikasi non verbal harus menggunakan sistem. Hal ini disebabkan karena pandangan terhadap perilaku non verbal melibatkan, penjelasan dari beberapa kerangka teoritis (penulis : sosiologi, antropologi, psikologi, etnologi, dan


(42)

lain – lain) seperti teori sistem, interaksionisme simbolis dan kognisi. Pemaknaan terhadap perilaku non verbal dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu : immediacy, status dan responsiveness.

Adapun yang dimaksudkan dengan pendekatan immediacy merupakan cara mengevaluasi objek non verbal secara dikotomis terhadap karakteristik komunikator baik/buruk, positif/negatif, jauh/dekat. Pendekatan yang didasarkan pada karya Mahrebian itu memandang seseorang maupun objek yang disukainya pada pilihan skala yang bergerak antara valensi positif hingga ke negatif.

Pendekatan status berusaha memahami makna non verbal sebagai ciri kekuasaan. Ciri ini dimiliki setiap orang yang dalam prakteknya selalu mengontrol apa saja yang ada di sekelilingnya.

Pendekatan terakhir adalah pendekatan responsiveness yang menjelaskan makna perilaku non verbal sebagai cara orang bereaksi terhadap sesuatu, orang lain, peristiwa yang berada di sekelilingnya Responsiveness selalu berubah dengan indeks tertentu karena manusia pun mempunyai aktivitas tertentu.

Dimensi – dimensi Mahrabian seperti diungkapkan tersebut analog dengan pemaknaan verbal daro Osgood, Suci, dan Tannenbaun dalam semantic differensial antara lain dalam evaluasi, potensi dan aktivitas.

Dimensi tersebut sangat relevan dengan komunikasi antar budaya sehingga budaya dianggap sebagai kunci untuk menjelaskan perilaku baik


(43)

28

verbal maupun non verbal. Penelitian terhadap tema ini bersandar pada pertanyaan : bagaimana budaya mempengaruhi pernyataan dan pemaknaan pesan non verbal.

Pendekatan berikut terhadap non verbal adalah pendekatan fungsional. Sama seperti pendekatan sistem maka dalam pendekatan fungsional aspek – aspek penting yang diperhatikan adalah informasi,keteraturan, pernyataan keintiman/keakraban, kontrol sosial dan sarana – sarana yang membantu tujuan komunikasi non verbal.

Dilihat dari fungsinya, perilaku nonverbal mempunyai beberapa fungsi. Paul Ekman dalam Mulyana menyebutkan lima fungsi pesan nonverbal, seperti yang dapat dituliskan dengan perilaku mata, yakni sebagai:

 Emblem. Gerakan mata tertentu merupakan simbol yang memiliki kesetaraan dengan symbol verbal. Kedipan mata dapat mengatakan, “saya tidak sungguh-sungguh.”

 Ilustrator. Pandangan kebawah dapat menunjukan depresi atau kesedihan.

 Regulator. Kontak mata berarti saluran percakapan terbuka. Memalingkan muka menandakan ketidaksediaan berkomunikasi.

 Penyesuaian. Kedipan mata yang cepat meningkat ketika orang berada dalam tekanan. Itu merupakan respon yang tidak disadariyang merupakan upaya tubuh untuk mengurangi kecemasan.


(44)

 Affect Display. Pembesaran manic mata (pupil dilation) menunjukan peningkatan emosi. Isyarat wajah lainnya menunjukan perasaan takut, terkejut, atau senang. (Mulyana,2007:349)

2.1.3.3 Klasifikasi Pesan Nonverbal

Menurut Ray L. Birdehistell, 65% dari komunikasi tatap muka adalah non verbal, sementara menurut Albert Mehrabian, 93% dari semua makna social dalam komunikasi tatap muka diperoleh dari isyarat-isyarat nonverbal. Perlaku non verbal kita terima sebagai suatu “paket” siap pakai dari lingkungan social kita, khususnya orang tua. Kita tidak pernah mempersoalkan mengapa kita harus memberi isyarat begitu untuk mengatakan suatu hal. (Mulyana,2007:351)

Kita dapat mengklasifikasikan pesan-pesan non verbal ini dengan berbagai cara. Jurgen Rueseh mengklasifikasikan isyarat nonverbal menjadi tiga bagian. Pertama, bahasa tanda (sign language) seperti acungan jempol untuk menumpang mobil secara gratis; bahasa isyarat tunarungu. Kedua, bahasa tindakan (action language) seperti semua gerakan tubuh yang tidak digunakan secara eksklusif untuk memberikan sinyal, misalnya berjalan. Ketiga, bahasa objek (object language) seperti pertunjukan benda, pakaian, dan lambang nonverbal bersifat public lainnya seperti ukuran ruangan, bendera, gambar (lukisan), music (misalnya marching band), dan sebagainya, baik sengaja ataupun tidak. (Mulyana, 2007:352)


(45)

30

2.1.3.4 Ekspresi Wajah

Bidang yang menelaah bahasa tubuh adalah kinesika (kinesisc), suatu istilah yang diciptakan seorang perintis studi bahasa nonverbal, Ray L. Birdwhistell. Setiap anggota tubuh seperti wajah (termasuk senyuman dan pandangan mata), tangan, kaki, bahkan tubuh secara keseluruhan dapat digunakan sebagai isyarat simbolik.

Para dramawan, pelatih tari bali, dan pembuat topeng dinegara kita paham benar mengenai perubahan suasana hati dan makna yang terkandung dalam ekspresi wajah. Masuk akal bila banyak orang menganggap perilaku non verbal yang paling banyak “berbicara” adalah ekspresi wajah, khususnya pandangan mata, meskipun mulut tidak berkata-kata. Okulesika (oculesisc) merujuk pada studi penggunaan kontak mata (termasuk reaksi manic mata) dalam berkomunikasi. Menurut Albert Mehrabian, andil wajah bagi pengaruh pesan adalah 55%, sementara vocal 30%, dan verbal hanya 7%. Menurut Birdwhistell, perubahan sangat sedikit saja dapat menciptakan perbedaan yang besar. Ia menemukan, misalnya, bahwa terdapat 23 cara berbeda dalam mengangkat alis yang masing-masing mempunyai makna yang berbeda-beda. (Mulyana, 2007:372)

Bisa dibuktikan sendiri bahwa ekspresi wajah, khusus nya mata, paling ekspresif. Cobalah anda saling memandang dengan orang lain, baik dengan pria ataupun wanita. Anda pasti tak akan kuat memandangnyaterus


(46)

menerus. Anda mungkin akan tersenyum atau tertawa. Kontak mata mempunyai dua fungsi dalam komunikasi antarpribadi. Pertama, fungsi pengatur, untuk memberitahu orang lain apakah anda akan melakukan hubungan dengan orang itu atau menghindar darinya. Kedua, fungsi ekspresif, memberi tahu orang lain bagaimana perasaan anda terhadapnya. Pentingnya pandangan mata sebagai pesan nonverbal terlukis dalam kalimat atau fase yang terdapat dalam banyak lagu: “sepasang mata bola”, “dari mata turun kehati”. (Mulyana, 2007:373)

Ekspresi wajah merupakan perilaku nonverbal utama yang mengekspresikan keadaan emosional seseorang. Sebagian pakar mengakui, terdapat beberapa keadaan emosional yang dikomunikasikan oleh ekspresi wajah yang tampaknya dipahami secara universal: kebahagiaan, kesedihan, ketakutan, keterkejutan, kemarahan, kejijikan, dan minat. Ekspresi-ekspresi wajah tersebut dianggap “murni”, sedangkan keadaan emosional lainnya (misalnya rasa malu, rasa berdosa, bingung, puas) dianggap “campuran”, yang umumnya telah bergantung pada interpretasi. 2.1.3.5 Sentuhan

Studi tentang sentuh menyentuh disebut haptika (haptice). Sentuhan, seperti foto, adalah perilaku nonverbal yang multi makna , dapat menggantikan seribu kata. Kenyataannya sentuhan ini bisa merupakan tamparan, pukulan, cubitan, senggolan, tepukan, belaian, pelukan, pegangan (jabat tangan), rabaan, hingga sentuhan lembut sekilas. Sentuhan


(47)

32

kategori terakhirlah yang sering diasosiasikan dengan sentuhan. Banyak riset menunjukan bahwa orang yang berstatus lebih tinggi lebih sering menyentuh orang yang berstatus lebih rendah daripada sebaliknya. Jadi sentuhan juga berarti “ kekuasaan”.

Beberapa studi menunjukan bahwa sentuhan bersifat persuasive. Misalnya, subjek yang lengannya disentuh lebih terdorong untuk menandatangani suatu petisi daripada mereka yang tidak disentuh. Sentuhan mungkin jauh lebih bermakna daripada kata-kata.

Menurut Heslin, terdapat lima kategori sentuhan, yang merupakan suatu rentang dari yang sangat impersonal hingga yang sangat personal. Kategori-kategori tersebut adalah sebagai berikut :

 Fungsional- professional. Disini sentuhan bersifat “dingin” dan berorientasi-bisnis, misalnya pelayan took membantu pelanggan memilih pakaian.

 Sosial sopan. Perilaku dalam situasi ini membangun dan memperteguh pengharapan, aturan dan praktik social yang berlaku, misalnya berjabatan tangan.

 Cinta keintiman. Kategori ini menunjukan pada sentuhan yang menyatakan keterikatan emosional atau ketertarikan, misalnya mencium pipi orang tua dengan lembut, orang yang sepenuhnya memeluk orang lain, dua orang yang bermain kaki


(48)

dibawah meja, orang Eskimo yang saling menggosokan hidung.

 Rangsangan seksual. Kategori ini berkaitan erat dengan kategori sebelumnya, hanya saja motifnya bersifat seksual. Rangsangan seksual tidak otomatis bermakna cinta atau keintiman.

Seperti makna pesan verbal, makna pesan nonverbal, termasuk sentuhan, bukan hanya tergantung pada budaya, tetapi juga pada konteks.

2.1.3.6 Busana

Nilai-nilai agama, kebiasaan, tuntutan lingkungan (tertulis atau tidak), nilai kenyamanan, dan tujuan pencitraan, semua itu mempengaruhi cara kita berdandan. Bangsa-bangsa yang mengalami empat musim yang berbeda menandai perubahan musim itu dengan perubahan cara mereka berpakaian. Setiap fase penting dalam kehidupan sering ditandai dengan pemakaian busana tertentu, seperti pakaian tradisional ketika anak lelaki disunat, toga ketika kita diwisuda, pakaian pengantin ketika kita menikah, dan kain kafan ketika kita meninggal.termasuk Pangeran Charles dan putrid Anne terdapat penjelasan bahwa :” berabad-abad para orang tua telah menunjukan status mereka melalui pakaian anak-anak mereka. Bagi para anggota kerajaan hal ini sangat penting.

Banyak subkultural atau komunitas mengenakan busana yang khas sebagai symbol keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut. Sebagian


(49)

34

orang berpandangan bahwa pilihan seseorang atas pakaian mencerminkan kepribadiannya, apakah ia orang yang konservatif, religious, modern, atau berjiwa muda. Tidak dapat pula dibantah bahwa pakaian, seperti saja rumah, mobil, perhiasan, digunakan untuk memproyeksikan citra tertentu yang diinginkan pemakainya. Pemakai busana itu mengharapkan bahwa kita mempunyai citra terhadapnya sebagaimana yang diinginkannya. Mungkin ada juga kebenaran dalam pribahasa Latin aestis uirum reddit yang berarti “pakaian menjadikan orang”. atau sebagaimana disarankan William Thourlby yang dalam bukunya You Are What You Wear: The Key To Business Succes menekankan pentingnya pakaian demi keberhasilan bisnis.

Untuk menjadi komunikator yang baik, anda sebaiknya memperhatikan aspek busana ini. Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa anda harus mengenakan pakaian yang sesuai dengan cara berpakaian komunitas budaya atau kelompok orang yang anda masuki, meskipun penampilan anda itu bertentangan dengan hati nurani atau kepercayaan agama anda. Banyak orang tampil dan berbusana karena kebiasaan saja, karena itulah cara orang tua mereka berpakaian. Mereka sering kritis terhadap cara berpakaian orang lain yang berbeda dengan cara mereka, namun mereka tidak pernah bertanya mengapa mereka sendiriberpakaian seperti yang mereka lakukan. Model busana manusia dan cara mengenakannya bergantung pada budaya masing-masing pemakainya. Kemeja dan celana yang sering kita kenakan sebenarnya


(50)

adalah budaya tradisional suku nomadis penunggang kuda di stepa Asia. (Mulyana, 2007: 395)

2.1.3.7 Konsep Waktu

Waktu menentukan hubungan antarmanusia. Pola hidup manusia dalam waktu berhubungan erat dengan persaan hati dan perasaan manusia. Kronemika (chronemics) adalah studi dan interpretasi atas waktu sebagai pesan. Bagaimana kita mempersepsi dan memperlakukan waktu secara simbolik menunjukan sebagian dari jati diri kita, siapa diri kita dan bagaimana kesadaran lingkungan kita. Bila kita menepati waktu yang kita janjikan, maka komitmen pada waktu memberikan pesan tentang diri kita.

Edward T. Hall membedakan konsep waktu menjadi dua: waktu monokronik (M) dan waktu polikronik (P). Penganut waktu polikronik memandang waktu sebagai suatu putaran yang kembali dan kembali lagi. Mereka cenderung mementingkan kegiatan-kegiatan yang terjadi dalam waktu ketimbang waktu itu sendiri, menekankan keterlibatan orang-orang dan penyelesaian transaksi ketimbang menepati jadwal waktu. Sebaliknya penganut waktu monokronik cenderung mempersepsi waktu sebagai berjalan lurus dari masa silam kemasa depan dan memperlakukannya sebagai entitas yang nyata dan bisa dipilah-pilah, dihabiskan, dibuang, dihemat, dipinjam, dibagi, hilang atau bahkan dibunuh, sehingga mereka menekankan penjadwalan dan kesegeraan waktu.


(51)

36

Konsep waktu diIndonesia, seperti kebanyakan konsep waktu budaya timur, jelas termasuk konsep waktu polikronik seperti tercermin dalam istilah “jam karet”. Kebiasaan jam karet orang Indonesia tampaknya terus dipraktikan di luar negeri selama mereka bergaul dengan sesama orang Indonesia, termasuk mereka yang sudah puluhan tahun tinggal di Australia.

Kesimpulannya orang –orang Indonesia hidup di dua dunia waktu. Mereka menerapkan norma (waktu) yang berbeda ketika berurusan dengan orang Australia. Setiap budaya mempunyai kesadaran berlainan mengenai pentingnya waktu: millennium, abad, dekade, tahun, bulan, minggu, hari, jam, menit, dan detik. (Mulyana, 2007:422)

2.1.4 Tinjauan Tentang Etnografi 2.1.4.1 Asal Mula Etnografi

Etnografi, ditinjau secara harfiah berarti tuliasan atau laporan tentang suatu suku bangsa yang ditulis oleh seorang antropolog atas hasil penelitian lapangan selama sekian bulan bahkan sekian tahun. Seperti yang sudah dikatakan dimuka, etnografi berkaitan dengan asal usul ilmu antropologi, sebagai disiplin ilmu, baru lahir pada paruh kedua abadke-20, dengan tokoh-tokoh utama seperti E.B Teylor, James Frazer, dan L.H Morgan. Usaha besar mereka adalah didalam menerapkan teori evolusi biologi terhadap bahan-bahan tulisan tentang berbagai suku didunia yang


(52)

dikumpulkan oleh para musafir, penyebaran agama Kristen, pegawai pemerintah colonial dan penjelajah alam. (Marzali, Amri, 2006)

Dengan bahasan tulisan-tulisan tersebut, mereka berusaha untuk membangun tingkat-tingkat perkembangan evolusi budaya manusia dari masa manusia mula muncul dimuka bumi sampai masa terkini. Mereka bekerja dikamar sendiri dan diperpustakaan. Semua mereka kecuali L.H. Morgan, tidak pernah terjun langsung kelapangan melihat masyarakat “primitive” yang menjadi objek karangan mereka.

Menjelang akhir abad ke-19, muncul pandangan baru dalam ilmu antropologi. Kerangka evolusi masyarakat dan budaya yang disusun oleh para ahli teori terdahulu, kini dipandang tidak realistic. Tidak didukung oleh bukti yang nyata. Dari sini kemudian muncul pemikiran baru bahwa seorang antropolog harus melihat sendiri kekelompok masyarakat yang menjadi objek kajiannya. Jika dia ingin mendapatkan teori ang lebih mantap. Inilah asal mula pemikiran tentang perlunya kajian lapangan etnografi dalam antropologi.

2.1.4.2 Etnografi Modern

Metode etnografi modern seperti yang umum dijalankan orang pada masa kini, baru muncul pada 1915-1925, dan dipelopori oleh dua ahli pelopor antropologi social inggris, A.R.Radcliffe-Brown dan Bronislaw Malinao-ski. Ciri penting yang membedakan mereka dari pada etnografer awal adalah keduanya tidak terlalu memandang penting hal ihwal yang


(53)

38

berhubungan dengan sejarah kebudayaan dab suatu kelompok masyarakat. Perhatian utama mereka adalah pada kehidupan masa kini yang sedang dijalani oleh anggota masyarakat, yaitu tentang way of life masyarakat tersebut.

Tujuan utama penelitian etnografi menurut Malinowski, adalah menangkap sudut pandang native tersebut, hubungannya dengan kehidupan, menyadari visinya dan dunianya. Sementara Radcliffe-Brown manjabarkan tujuan etnografi sebagai usaha untuk membangun “a complex network of social relations”, atau social structure” dikatakan oleh Radcliffe-Brown.

Mengkombinasi pandangan Malinowski dan Radcliffe-Brown, berarti tujuan dari sebuah penelitian etnografi adalah untuk mendeskripsikan dan membangun stuktur social dan budaya suatu masyarakat. Pada masa ini budaya didefinisikan sebagai the way of life suatu masyarakat. (Marzali, Amri:2006)

2.1.4.3 Pengertian Tentang Etnografi

Etnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan. Tujuan utama aktivitas ini adalah untuk memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli, sebagaimana dikemukakan Bronislaw Malinowski, bahwa tujuan etnografi adalah “ memahami sudut pandang penduduk asli, hubungannya dengan kehidupan, untuk mendapatkan pandangannya mengenai dunianya”. Oleh karena itu


(54)

penelitian etnografi melibatkan aktivitas belajar mengenai dunia orang yang telah belajar melihat, mendengar, berbicara, berfikir, dan bertindak dengan cara yang berbeda. Jadi etnografi tidak hanya mempelajari masyarakat, tetapi lebih dari itu, etnografi belajar dari masyarakat.

Inti dari etnografi adalah upaya untuk memperhatikan makna-makna tindakan dari kejadian yang menimpa orang yang ingin kita pahami. Beberapa makna tersebut terekspresikan secara langsung dari bahasa dan diantara makna yang diterima, banyak yang disampaikan hanya secara tidak langsung melalui kata-kata dan perbuatan. Sekalipun demikian, didalam setiap masyarakat, orang tetap menggunakan system makna yang kompleks ini untuk mengatur tingkah laku mereka, untuk memahami diri mereka sendiri dan orang lain, serta untuk memahami dunia tempat mereka hidup. System makna ini merupakan kebudayaan mereka dan etnografi selalu mengimplikasikan teori kebudayaan. (Marzali, Amri :2006)

2.1.5 Tinjauan Tentang Kebudayaan 2.1.5.1 Definisi Kebudayaan

Kebudayaan didefinisikan dengan berbagai cara. Kita akan memulainya dengan suatu definisi tipikal yang diusulkan oleh Marvin Harris, bahwa “ Konsep kebudayaan ditampakan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompok-kelompok masyarakat


(55)

40

tertentu, seperti adat (costum) dan cara hidup masyarakat. (Marzali. Amri, 2006:5)

Definisi ini, walaupun untuk beberapa tujuan sangat membantu, mengaburkan perbedaan penting antara sudut pandang orang dalam. Baik pola tingkah laku, adat, maupun pandangan hidup masyarakat, semuanya dapat didefinisikan, diinterprestasikan, dan di deskripsikan dari berbagai perspektif. Karena tujuan dari etnografi adalah “ untuk memahami sudut pandang penduduk asli” (Bronislaw Malinowski 1922:25), maka kita perlu mendefinisikan konsep kebudayaan dengan cara yang merefleksikan tujuan ini.

Dengan membatasi definisi kebudayaan sebagai pengetahuan yang dimiliki bersama kita tidak menghilangka perhatian kita pada tingkah laku, adat, objek, atau emosi. Kita sekedar mengubah dari penekanan pada berbagai fenomena menjadi penekanan pada makna berbagai fenomena. Etnografer mengamati tingkah laku, tetapi lebih dari itu dia menyelidiki makna tingkah laku itu. Etnografer melihat berbagai artefak dan objek alam, tetapi lebih dari itu, dia juga menyelidiki makna yang diberikan oleh orang-orang terhadap berbagai objek itu. Etnografer mengamati dan mencatat berbagai kondisi emosional, tetapi lebih dari itu, dia juga menyelidiki makna rasa takut, cemas, marah, dan berbagai perasaan lain.

Konsep kebudayaan ini (sebagai suatu system symbol yang mempunyai makna) banyak memiliki persamaan dengan pandangan


(56)

interaksionalisme simbolik, suatu teori yang berusaha menjelaskan tingkah laku manusia dalam kaitannya dengan makna. Interaksionisme simbolik berakar dari karya-karya ahli sosiologi seperti Cooley, Mead, dan Thomas. (Marzali, Amri. 2006:7)

2.1.5.2 Membuat Kesimpulan Budaya

Kebudayaan, sebagai pengetahuan yang dipelajari orang sebagai anggota suatu kelompok, tidak dapat diamati secara langsung. Dimana pun orang mempelajari kebudayaan mereka dengan mengamati orang lain, mendengarkan mereka, dan kemudian membuat kesimpulan. Etnografer pun melakukan proses yang sama, yaitu dengan memahami hal yang dilihat dan didengarkan untuk menyimpulkan hal-hal yang diketahui orang. perbuatan ini meliputi pemikiran atas kenyataan (hal yang kita pahami) atau atas suatu premis (hal yang kita asumsikan). Anak-anak memperoleh kebudayaan mereka dengan cara belajar dari orang-orang dewasa dan membuat kesimpulan mengenai berbagai aturan budaya untuk bertingkah laku, dengan kemahiran bahasa, proses belajar itu menjadi cepat.

Dalam melakukan kerja lapangan, etnografer membuat kesimpulan budaya dari tiga sumber : (1) dari yang dikatakan orang, (2) dari cara orang bertindak, dan (3) dari berbagai artefak yang digunakan orang . Mulanya, masing-masing kesimpulan budaya hanya merupakan suatu hipotesis mengenai hal yang diketahui orang. hipotesis ini harus di uji


(57)

42

secara berulang-ulang sampai etnografer itu merasa relative pasti bahwa orang-orang itu sama-samamemiliki system makna budaya yang khusus. Dari sumber yang dipakai untuk membuat kesimpulan itu tingkah laku, ucapan, artefak tidak satu pun merupakan hal yang sangat mudah sehinggasiapa saja dapat menggunakannya, tetapi sumber-sumber itu secara bersama-sama dapat membenntuk suatu deskripsi budaya secara tepat. ( Marzali, Amri, 2006:11)

Kadang kala, pengetahuan budaya disamapaikan secara langsungdengan bahasa sehingga kita dapat membuat kesimpulan secara mudah. Bagaimana pun, sebagian besar kebudayaan terdiri atas pengetahuan yang implisit. Kita semua mengetahui berbagai hal sehingga kita tidak dapat menceritakan atau mengungkapkan secara langsung. Kemudian, etnografer harus membuat kesimpulan mengenai hal yang diketahui orang dengan cara mendengarkan yang mereka katakana, mengamati tingkah laku mereka, dan mempelajari bernagai artefak dan manfaatnya. (Marzali, Amri, 2006:12)

2.1.6 Tinjauan Tentang Interaksi Simbolik

Menurut teoritisi interaksi simbolik yang di kutip dari buku Deddy Mulyana, yang berjudul Metodologi Penelitian Kualitatif adalah Kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol. Mereka tertarik pada cara manusia menggunakan simbol-simbol yang mempresentasikan apa yang mereka


(58)

maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya dan juga pengaruh yang ditimbulkan penafsiran atas simbol-simbol ini terhadap perilaku pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi sosial. Secara ringkas interaksi simbolik didasarkan pada premis-premis berikut:

1. Individu merespon suatu situasi simbolik. Mereka merespon lingkungan, termasuk objek fisik (benda) dan objek sosial (perilaku manusia) berdasarkan makna yang dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka. Ketika mereka mengahadapi suatu situasi, respon mereka tidak bersifat mekanis. Tidak pula ditentukan oleh faktor-faktor eksternal. Respon mereka bergantung pada bagaimana mereka mendefinisikan situasi yang dihadapi dalam interaksi sosial. Jadi individulah yang dipandang aktif untuk menentukan lingkungan mereka sendiri.

2. Makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Negosiasi itu dimungkinkan karena manusia mampu menamai segala sesuatu, bukan hanya objek fisik, tindak atau peristiwa (bahkan tanpa kehadiran objek fisik, tindak atau peristiwa itu), namun juga gagasan yang abstrak.

3. Makna yang di interpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial. Perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu dapat melakukan proses mental, yakni berkomunikasi


(59)

44

dengan dirinya sendiri. Manusia membayangkan atau merencanakan apa yang akan mereka lakukaan. (Mulyana, 2008: 71-72)

Adapun menurut Blummer dalam buku Engkus Kuswarno interkasi simbolik mengacu pada tiga premis utama, yaitu:

1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu pada mereka.

2. Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan oleh orang lain. dan,

3. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial sedang berlangsung. (Kuswarno, 2008:22).

Keunikan dan dinamika simbol dalam proses interaksi sosial menuntut manusia harus lebih kritis, peka, aktif dan kreatif dalam menginterpretasikan simbol-simbol yang muncul dalam interaksi sosial, penafsiran yang tepat atas simbol tersebut turut menentukan arah perkembangan manusia dan lingkungan, sebaliknya, penafsiran yang keliru atas simbol dapat menjadi petaka bagi hidup manusia dan lingkungannya.


(60)

2.2 Kerangka Pemikiran 2.2.1 Kerangka Teoritis

Etnografi komunikasi memandang perilaku komunikasi sebagai perilaku yang lahir dari integrasi tiga keterampilan yang dimiliki setiap individu sebagai makhluk sosial, ketiga keterampilan itu terdiri dari keterampilan bahasa, keterampilan komunikasi, dan keterampilan budaya. Bahasa hidup dalam komunikasi, bahasa tidak akan mempunyai makna jika tidak dikomunikasikan.

Dalam etnografi komunikasi terdapat unsur bahasa yang tidak bisa tepisahakan dalam kajian kebudayaan tersebut. Bahasa menjadi inti dari komunikasi sekaligus sebagai pembuka realitas bagi manusia. Kemudian dengan komunikasi, manusia membentuk masyarakat dan kebudayaannyasehingga bahasa secara tidak langsung turut membentuk kebudayaan pada manusia.

Kemampuan manusia dalam membangun tradisi budaya, menciptakan pemahaman tentang realita yang diungkapkan secara simbolik, dan mewariskannya kepada generasi penerusnya, sangat tergantung pada bahasa.

Kaitan antara bahasa, komunikasi, dan kebudayaan melahirkan hipotesis relativitas linguistik dari Edward Safir dan Benjamin Lee Wholf, yang berbunyi “Struktur bahasa atau kaidah berbicara suatu budaya akan menentukan perilaku dan pola pikir dalam budaya tersebut.” (Kuswarno, 2008:9)

Hipotesis tersebut diperkuat oleh pandangan etnografi yang menyebutkan bahwa:


(61)

46

“Bahasa menjadi unsur pertama sebuah kebudayaan, karena bahasa akan menentukan bagaimana masyarakat penggunanya mengkategorikan pengalamannya. Bahasa akan menentukan konsep dan makna yang dipahami oleh masyarakat, yang pada gilirannya akan memberikan pengertian mengenai pandangan hidup yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Dengan kata lain, makna budaya yang mendasari kehidupan masyarakat, terbentuk dari hubungan antara simbol-simbol atas bahasa.”(Kuswarno, 2008:9)

Bahasa hidup dalam komunikasi untuk menciptakan budaya, kemudian budaya itu sendiri yang pada akhirnya akan menentukan sistem komunikasi dan bentuk bahasa seperti apa yang pantas untuknya.

Pada etnografi komunikasi terdapat pemaknaan terhadap simbol-simbol yang disampaikan secara verbal maupun nonverbal, sehinggamemunculkan sebuah interaksi yang didalamnya terdapat simbol-simbol yang memiliki makna tertentu.

Pada penelitian ini terlihat ketika pertunjukan tari kecak, dimana terdapat aktivitas komunikasi non verbal, yang khas dan kompleks serta terdapat peristiwa-peristiwa khas komunikasi. Peristiwa komunikasi tersebut melibatkan tindakan komunikasi tertentu dan dalam konteks komunikasi yang tertentu, sehingga proses komunikasi disini menghasilkan peristiwa-peristiwa yang khas dan berulang.

Komunikasi nonverbal adalah proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata. karena komunikasi nonverbal lebih menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol, serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya berbicara. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter,


(62)

Pesan komunikasi non verbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima (Dedi Mulyana 2000:308)

Lary A. Samovar dan Richard E. Porter mengklafikasikan pesan pesan non verbal kedalam 2 kategori utama, yaitu:

1. Perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian, gerakan, dan postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, bau-bauan, dan parabahasa.

2. Ruang, waktu, dan diam.Salah satu jenis komunikasi yaitu pesan komunikasi non verbal disebut dengan bahasa tubuh. Komunikasi non verbal adalah penyampaian pesan tanpa kata-kata dan pesan komunikasi non verbal memberikan arti pada komunikasi verbal.

Untuk memahami komunikasi tersebut sehingga menimbulkan beberapa paradigma yang muncul salah satunya paradigma yang dikemukakan oleh Lary A. Samovar dan Richard E. Porter dimana komunikasi meliputi tujuh unsur sebagai pertanyaan yang diajukan itu, yaitu:

1. Ekspresi Wajah

Ekspresi wajah merupakan salah satu bentuk komunikasi nonverbal, dan dapat menyampaikan keadaan emosi dari seseorang kepada orang yang mengamatinya.Ekspresi wajah merupakan salah satu cara penting dalam menyampaikan pesan sosial dalam kehidupan manusia.


(63)

48

2. Waktu

Untuk proses penyampaian pesan diperlukan waktu yang tepat dalam tujuan penyampaian pesan bisa dilakukan dan diterima oleh komunikan dengan baik tanpa adanya hambatan.

3. Ruang

Untuk proses peyampaian komunikasi non verbal ruang merupakan tempat atau posisi dimana proses pesan non verbal itu terjadi.

4. Gerakan

Dalam komunikasi non verbal cara orang berjalan dan melakukan suatu tindakan dapat menimbulkan kesan terhadap orang lain yang melihatnya.

5. Busana

Dalam proses penyampaian pesan non verbal penampilan fisik menunjukan cerminan dari cara penyampaian terhadap publik. Salah satunya dapat terlihat dari busana yang dikenakan.

6. Bau-bauan

Aspek-aspek yang terjadinya proses pesan kumunikasi non verbal yang di timbulkan melalui bunga dan minyak wangi yang dipergunakan yang tercium wangi oleh publik. (wewangian, seperti,eau de toilette, eau de cologne, dan parfum) telah berabad-abad digunakan orang, juga untuk menyampaikan pesan, mirip dengan cara yang juga dilakukan hewan.


(64)

7. Sentuhan

Sentuhan dapat memiliki arti multimakna, seperti pada foto dimana terdapat pesan nonverbal yang di dalamnya terkandung banyak makna.

2.2.2 Kerangka Konseptual

Dalam kerangka konseptual ini penulis mengaplikasikan paradigma yang digunakan sebagai landasan penelitian mengenai Komunikasi Non Verbal dalam pagelaran seni tari kecak dimana kesenian ini merupakan suatu tradisi yang di dalamnya mengandung pesan-pesan non verbal.

Komponen diadaptasikan oleh penulis kegambar di bawah ini agar lebih jelas mengenai proses terjadinya pesan pesan komunikasi non verbal yang terdapat dalam pagelaran seni tari kecak di kawasan wisata Ubud Bali. yang urutannya saling berkaitan sehingga menjadikan suatu informasi yang lebih efektif dan terencana, seperti bagan dibawah ini :


(1)

keceriaan, Rahwana berwarna merah bermakna keserakahan, hanoman berwarna putih yang merpakan kera yang baik hati serta shinta yang berwarna hijau dan kuning bermakna kesetiaan.

f. Makna Komunikasi Nonverbal dalam tari kecak mempunyai tahapan dan prosesnya yang dimana tidak semua orang mengetahuinya, karena dalam tari kecak mengandung makna kesetiaan, kekompakan sebuah kelompok sehingga mencerminkan sebuah persaudaraan yang erat, hal ini dapat dilihat dari gerakan para penari yang seragam dan keselarasan gerakan para penarinya.

6. Daftar Pustaka

Buku-buku :

Alo liliweri, 1994. Komunikasi Verbal dan Non Verbal .Bandung : PT. Citra Aditya Bakti

Alo liliweri, 2011. Komunikasi Serba Ada Serba Makna.Jakarta : Prenada Media Group

Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Creswell, John W. 2010. Research Design, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan

Mixed.Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Hikmat, Mahi M. 2011. Metode Penelitian dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan

Sastra. Bandung : Graha Ilmu

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi, Edisi Revisi 2009. Jakarta : Rineka Cipta

Kuswarno, Engkus. 2008. Etnografi Komunikasi. Suatu Pengantar Dan Contoh

Penelitiannya. Bandung : Widya Padjajaran

Marzali, Amri, 2006. Metode Etnografi .Yogakarta, Tiara Wacana.

Moleong Lexy J.2006. Metodelogi Penelitian Kualitatif(Edisi Revisi). Bandung :PT.Remaja Rosdakarya

Mulyana, Deddy. 2007.Pengantar Ilmu Komunikasi suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosdakarya.


(2)

Mulyana, Deddy.2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya.Bandung

Samovar, Larry A. 2010. Komunikasi Lintas Budaya . Salemba Humanika.

Satori, Djam’an. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta

Sugiyono.2012. Memahami Penelitian Kualitatif.Bandung : Alfabeta

Sutrisno, Mudji, Putranto, Hendar. 2005. Teori-Teori Kebudayaan . Yogyakarta: Kanisius.

Karya Ilmiah :

Andry Kurniawan. 2010. Studi Etnografi Mengenai Komunikasi Verbal dan Non

Verbal Kaum Lesbian di Bandung.Bandung : UNPAD

Septian Restu Unggara. 2012. Aktivitas Komunikasi Ritual dalam Upacara Hajat

Sasih Kampung Naga Tasikmalaya. Bandung : UNIKOM

Tina Kartika.2013. Pola Komunikasi Etnis Besemah (Studi Etnografi Komunikasi Pada Kelompok Etnis Di Dusun Jangkar, Kelurahan Jangkar Mas Kecamatan Dempo

Utara Kotamadya Pagaralam Provinsi Sumatera Selatan). Bandung :UNPAD

Internet Searching :

http://sejarahtaribali.blogspot.com/2011/05/tari-kecak.html Kamis, 27 Juni 2013. Pukul 10.03 WIB

http://www.kidnesia.com/Kidnesia/Potret-Negeriku/Teropong-Daerah/Bali/Seni-Budaya/Tari-KecakSelasa, 2 Juli 2013 . pukul 20.07 WIB

http://www.tarikecak.com/ Selasa, 2 Juli 2013.pukul 20.10 WIB http://www.baliprov.go.id/ Selasa, 2 Juli 2013. Pukul 21.00 WIB


(3)

(4)

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Niluh Ayu Anggaswari

Tempat tanggal lahir : Bandung, 19 Mei 1993 Nomor Induk Mahasiswa : 41810055

Program Studi : Ilmu Komunikasi konsentrasi Humas Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah

Umur : 21 Tahun

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Hindu

Alamat : Jl. Tubagus Ismail Dalam No. 30 Nama Ayah : I Gede Sudirga

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Nama Ibu : Niluh Putu Natalina Pekerjaan : Pegawai Negeri Telepon / HP : 085624193663

Email : ayuanggaswari@yahoo.co.id Pendidikan Formal

Tahun Pendidikan Keterangan

1996-1997 TK. Harapan Bahagia Depok Berijazah

1998-2000 SD.Mekarjaya XV Depok Pindah

2001-2003 SD. Merak II Balaraja Tangerang Berijazah

2004-2006 SMPN 2 Balaraja Tangerang Berijazah

2007-2009 SMAN 1 Balaraja Tangerang Berijazah

2010-sekarang Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Sedang Proses


(6)

Tahun Uraian Keterangan

2007 Pengurus OSIS Bersertifikat

2008 Ketua Komisi 1 Kaderisasi MPK Bersertifikat

2008 Wakil Ketua KSP (Kreativitas Seni Pelajar) - 2010 Pengurus HIMA IK Divisi Kreasi dan Seni Bersertifikat

2011 Sekretaris 2 HIMA IK Bersertifikat

2012 Wakil Ketua 2 HIMA IK Berserifikat

2012 Headgrup Komunitas Peduli Sesama -

Prestasi

Tahun Uraian Keterangan

2012 Juara II Mahasiswa Berprestasi Tingkat Fakultas Bersertifikat

Pengalaman Kerja

Tahun Uraian Keterangan

2013 Surveyor Instrat Pemilihan Gubernur -

2013 Praktek Kerja Lapangan di PT.POS Indonesia Bagian Public Relations

-

Keahlian/bakat

No Uraian

1. Berenang 2. Menari

Bandung, Agustus 2014 Hormat Saya,


Dokumen yang terkait

Makna Komunikasi Nonverbal dalam Upacara Adat Gusaran Jelang Pagelaran Sisingan pada Masyarakat Desa Tambak Mekar di Kabupaten Subang (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Makna Komunikasi Nonverbal dalam Upacara Adat Gusaran)

1 59 110

Makna Komunikasi Nonverbal Dalam Kesenian Debus Di Kebudayaan Banten (Studi Etnografi Makna Komunikasi Nonverbal Dalam Kesenian Debus Di Desa Petir Kabupaten Serang Banten)

1 27 1

Perilaku Komunikasi Pelatih Dengan Murid Dalam Program Pendidikan Seni tari (Studi Deksriptif Mengenai perilaku Komunikasi Pelatih Dengan Murid Dalam program Pendidikan Seni Tari Di Sanggar Bali Githa Saraswati Jl. Dr. Otten No. 15 Bandung)

0 11 1

Komunikasi Nonverbal Dalam Pagelaran Seni Tari Kecak di Kebudayaan Bali (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Makna Komunikasi Nonverbal Para Penari Kecak Dalam Pagelaran Seni Tari Kecak di Kawasan Wisata Denpasar Bali)

0 5 1

Makna Pesan Komunikasi Nonverbal dalam Kesenian Tari Topeng Cirebon di Jawa Barat (Studi Deskriptif Makna Pesan Komunikasi Nonverbal dalam Kesenian tari Topeng Cirebon di Jawa Barat)

18 436 107

PERAN KOMUNIKASI ANTARPRIBADI DALAM MEMBANGUN KEKOMPAKAN GERAK PENARI PADA TARI SAMAN (STUDI PADA PENARI SAMAN DALAM EKSTRAKURIKULER SENI TARI SMPN 25 BANDAR LAMPUNG)

0 10 41

Komunikasi Nonverbal Tarian Serampang Dua Belas (Studi Semiotika Mengenai Komunikasi Nonverbal Dalam Tarian Serampang Dua Belas

0 23 142

Home Kecak Kreasi Rebat

0 0 11

Komunikasi Nonverbal Tarian Serampang Dua Belas (Studi Semiotika Mengenai Komunikasi Nonverbal Dalam Tarian Serampang Dua Belas

0 0 14

Komunikasi Nonverbal Tarian Serampang Dua Belas (Studi Semiotika Mengenai Komunikasi Nonverbal Dalam Tarian Serampang Dua Belas

0 0 2