BENTUK BANGUNAN MONUMEN BAJRA SANDHI

1. BENTUK BANGUNAN MONUMEN BAJRA SANDHI

Museum ini menjadi simbol masyarakat Bali untuk menghormati para pahlawan serta merupakan lambang persemaian pelestarian jiwa perjuangan rakyat Bali dari generasi ke generasi dan dari zaman ke zaman, serta lambang semangat untuk mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari 17 anak tangga yang ada di pintu utama, 8 buah tiang agung di dalam gedung monumen, dan monumen yang menjulang setinggi 45 meter. Letak monumen tersebut sangat strategis sebab berada persis di depan Kantor Gubernur Bali, atau tepatnya di Lapangan Niti Mandala Renon Denpasar. Luas bangunan monumen itu adalah 4.900 m2 70 m x 70 m dan luas tanah 138.830 m2 . Monumen ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian, baik secara horizontal maupun vertikal, yaitu: Secara horizontal Secara horizontal adalah susunan bangunannya berbentuk segi empat bujur sangkar, simetris dan mengacu pada konsep Tri Mandala, yaitu: 1. Sebagai Utama Mandala adalah pelatarangedung yang paling di tengah 2. Sebagai Madya Mandala adalah pelataran yang mengitari Utama Mandala 3. Sebagai Nista Mandala adalah pelataran yang paling luar yang mengitari Madya Mandala Bangunan gedung monumen pada Utama Mandala tersusun menjadi 3 lantai yaitu: 1. Utamaning Utama Mandala adalah lantai 3 yang berposisi paling atas berfungsi sebagai ruang ketenangan, tempat hening-hening menikmati suasana kejauhan di sekeliling monumen 2. Madyaning Utama Mandala adalah lantai 2 berfungsi sebagai tempat diaroma yang berjumlah 33 unit. Lantai 2 ini sebagai tempat pajangan miniatur perjuangan rakyat Bali dari masa ke masa. Di bagian luar sekeliling ruangan ini terdapat serambi atau teras terbuka untuk menikmati suasana sekeliling 3. Nistaning Utama Mandala adalah lantai dasar gedung monumen, yang terdapat ruang informasi, ruang perpustakaan, ruang pameran, ruang pertemuan, ruang administrasi, gedung dan toilet. Di tengah-tengah ruangan terdapat telaga yang diberi nama sebagai Puser Tasik, delapan tiang agung dan juga tangga naik berbentuk tapak dara. Secara vertikal Secara vertikal, terbagi menjadi tiga bagian yaitu mengacu pada konsep Tri Angga. Konsep Tri Angga adalah: 1. Utama atau kepala, yaitu tidak berisi apapun atau kosong yang merupakan simbul keabadian. 2. Madya atau badan yaitu terdapat pajangan diorama 3. Nista atau kaki, yaitu terdapat taman-taman Selain Tri Angga dan Tri Mandala terdapat juga nilai filosofis, yaitu pemutaran Gunung Mandara Giri oleh para dewa dan raksasa yang bekerja sama guna memperoleh Tirta Amertha. Bangunan utama yang tinggi merupakan lingga dan dasar bangunannya adalah yoni. Lingga Yoni merupakan simbol dari pertemuan pria purusa dengan wanita pradana, yaitu pertemuan antara kekuatan positif dan kekuatan negatif yang menurut kepercayaan purba merupakan pertemuan antara langit dengan bumi dipandang sebagai lambang kesuburan. Lingga menurut bentuknya terbagi dalam empat bagian yaitu bagian puncak yang berbentuk bulat yang disebut Siwaghaga, merupakan simbol linggih dewa Siwa. Bagian tengah yang berbentuk segi delapan disebut Wisnubhaga yang merupakan simbol linggih dewa Wisnu. Bagian bawah lingga yang berbentuk segi empat disebut Brahmabhaga adalah simbol linggih dewa Brahma. Pada bagian bawah paling dasar di mana lingga tersebut berdiri tegak, umumnya berbentuk segi empat yang memiliki mulut sebagai saluran air suci disebut yoni. Dengan demikian lingga merupakan linggih dewa Siwa dalam manifestasinya sebagai sumber kesuburan. Berdasarkan mitologi, lingga sebagaimana diceritakan di dalam Kerawasrama dan Lingga Purana menceritakan bahwa dewa Brahma dan dewa Wisnu mengaku masing-masing yang paling sakti. Dewa Brahma mengatakan beliau yang menciptakan dunia ini beserta isinya. Dewa Wisnu tidak mau kalah dan mengatakan bukan dewa Brahma melainkan beliau yang menciptakan dunia ini. Pada saat pertengkaran sedang memuncak muncullah Lingga di hadapan mereka berdua sehingga mereka menjadi tertegun karena ujung dan pangkal Lingga tidak terlihat. Kemudian keduanya sepakat untuk mencari ujung dan pangkalnya. Dewa Brahma sepakat mencari ujung Lingga dan berubah wujud menjadi seekor angsa yang kemudian terbang ke angkasa. Sedangkan dewa Wisnu 7 sepakat mencari pangkal Lingga dengan berubah wujud menjadi seekor babi dan masuk ke dalam bumi. Dewa Wisnu tidak berhasil menemukan pangkal Lingga namun beliau beruntung bertemu seorang gadis yaitu dewi Basundari. Dewi yang cantik ini menyebabkan dewa Wisnu menjadi tertarik dan lupa bahwa dirinya masih berwujud babi. Dari pertemuan antara dewa Wisnu yang masih berwujud babi dengan dewi Basundari, maka lahirlah seorang putra yang bernama Bhoma. Akhirnya dewa Brahma maupun dewa Wisnu sama-sama tidak berhasil melaksanakan kesepakatan masing-masing. Mereka berdua memberi hormat kepada Lingga tersebut yang tidak lain adalah dewa Siwa. Kemudian dewa Siwa bersabda kepada dewa Brahma dan dewa Wisnu dengan mengatakan bahwa bukan dewa Brahma dan juga bukan dewa Wisnu yang tersakti dan yang menciptakan dunia ini tetapi Aku dewa Siwa Dewa Brahma, kau kulahirkan dari pinggang kananku dan kau dewa Wisnu, kau kulahirkan dari pinggang kiriku. Kita dalam wujud yang berbeda-beda tetapi sebenarnya adalah satu. Dalam konsep filsafat Pemutaran Gunung Mandara Giri di lautan susu, dari bentuk bangunan monumen dapat diuraikan antara lain bangunan utama yang kelihatan sebagai bajra atau genta merupakan simbol dari Gunung Mandara Giri. Kolam yang mengelilingi bangunan utama sebagai wujud dari lautan susu atau ksirarnawa dan bentuk yang seperti guci yang terdapat di ujung monumen merupakan simbol dari akumba sebagai tempat tirtha amertha. Sedangkan bedawangnala atau akupa merupakan dasar dari Mandara Giri dan naga basuki yang melilit bedawangnala yang kedua-duanya terlihat di Kuri Agung. Dari konsep Tri Mandala secara vertikal dapat dikatakan bahwa areal monumennya adalah utamaning mandala, areal segi delapannya adalah madyaning mandala dan pada areal segi empatnya adalah nistaning mandala Di lantai dua bangunan, terdapat tangga melingkar untuk menuju lantai tiga dan terasa sedikit pusing saat menaikinya. Di lantai tiga bangunan monumen, terdapat ruangan yang cukup luas dan dikelilingi oleh jendela kaca. Dari bangunan di lantai tiga ini, anda dapat melihat 360 derajat pemandangan kota Denpasar dan sekitarnya. Tentunya anda tidak akan melihat bangunan pencakar langit di kota Denpasar, karena adanya Perda peraturan daerah larangan membangun lebih tinggi dari 30 meter

2. KEADAAN MONUMEN BAJRA SANDHI