MANAGEMENT OF NATIONAL STANDARD SCHOOL (STUDY AT SMKN 1 KOTABUMI-LAMPUNG)

(1)

ABSTRACT

MANAGEMENT OF NATIONAL STANDARD SCHOOL (STUDY AT SMKN 1 KOTABUMI-LAMPUNG)

By JUNAIDI

The aim of this research was describing and analyzing the national standard school management in SMKN 1 Kotabumi in an effort to achieve the goal of national standard. This researched focused on management of national standard school which has sub-focused : 1) Curriculum management, 2) Teaching process management, 3) Assessment management, 4) Human resources management, 5) Infrastructure management, 6) Implementation of school based management, 7) Financing management.

The method which was used in this research was a phenomenological qualitative method. The data collecting techniques were through observation, documentation and interviews. The data sources were principal, school committee, supervisor, vice principals, chief of administration, administration staff, teachers and students.

The results of research were: 1) School Based Curriculum (KTSP) was composed without following the guideline which was provided by the government, 2) Teaching and learning process were conducted by using conventional ways (teacher centre), 3) Remedial was conducted without following the guideline, 4) There was small chance for administration staff to develop their competency, and the scholarship which was provided for the teachers by the government was very limited, 5) Lack of maintenances for the infrastructure and teaching media was very limited. The inventory was bad, it caused a problem for the school, 6) The implementation of School Based Management was not success, 7) There were no transparency in using and reporting the budget.

Key words: School Management, National Standard School, School Based

Management


(2)

ABSTRAK

MANAJEMEN SEKOLAH STANDAR NASIONAL (STUDI KASUS PADA SMKN 1 KOTABUMI-LAMPUNG)

Oleh JUNAIDI

Penelitian ini mendeskripsikan dan menganalisis manajemen sekolah standar nasional di SMKN 1 Kotabumi dalam upaya mencapai tujuan sekolah standar nasional. Fokus penelitian adalah manajemen sekolah standar nasional dengan subfokus : 1) Manajemen kurikulum 2) Manajemen proses pembelajaran 3) Manajemen penilaian 4) Manajemen pendidik dan tenaga kependidikan 5) Manajemen sarana dan prasarana 6) Pelaksanaan MBS 7) Manajemen pembiayaan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologis dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara, dokumentasi dan obeservasi. Sumber data terdiri dari Pengawas Sekolah, Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Komite Sekolah, Guru, Kepala Tata Usaha, Staff tata usaha, dan siswa.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa : 1) Penyusunan KTSP belum mengikuti panduan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, 2) Proses pembelajaran di dalam kelas masih bersifat konvensional, belum tercipta proses pembelajaran yang aktif kreatif dan menyenangkan, 3) Remidial diberikan kepada siswa belum sesuai dengan panduan yang telah ditetapkan 4) Tenaga Kependidikan kurang memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kemampuan , dan program peningkatan mutu yang disiapkan untuk pendidik masih sangat terbatas, 5) Prasarana yang dimiliki telah memenuhi standar sarana prasarana, hanya perlu peningkatan dalam pemeliharaan. Sarana pendidikan sangat terbatas, khususnya untuk media, dan inventarisasi sarana tidak lengkap menyebabkan sering terjadinya kehilangan, 6) Pengelolaan sekolah diharapkan mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah, dan hal ini belum berhasil di implementasikan dengan baik, 7) Pemanfaatan anggaran dan pelaporan belum dilakukan secara transparan.

Kata Kunci :Manajemen Sekolah, Sekolah Standar Nasional, Manajemen Berbasis Sekolah.


(3)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan berkualitas merupakan suatu hal yang sangat diharapkan oleh seluruh pemangku kepentingan pendidikan. Namun dalam kenyataanya, untuk menghasilkan pendidikan yang berkualitas tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Khususnya untuk Indonesia, banyak penelitian yang telah dilakukan oleh berbagai lembaga penelitian mengenai kualitas pendidikan di Indonesia Hasilnya, hampir semua hasil penelitian menyatakan bahwa kualitas/mutu pendidikan di Indonesia di setiap tingkat masih sangat memprihatinkan, apabila dibandingkan dengan mutu pendidikan di negara-negara lain.

Hasil survei Trends in International Mathematics and Sciences Study (TIMSS) pada tahun 2003 dibawah payung International Association for Evaluation of Education Achievement (IEA) menempatkan Indonesia pada posisi ke 34 untuk bidang matematika dan pada posisi ke 36 untuk bidang sains dari 45 negara yang disurvei (Rivai, 2008:49). Selain itu, pada tahun 2007 dilakukan penelitian oleh lembaga yang sama, Indonesia berada di posisi 35 dari 48 negara yang diteliti. Survey United Nation Development Program (UNDP) tahun 2007 Indonesia berada diperingkat 109 dari 174 negara.

Menyikapi tentang rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia, para pembuat kebijakan dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mulai mencoba membuat kebijakan-kebijakan yang diharapkan dapat mengangkat kualitas


(4)

pendidikan di Indonesia. Salah satu bentuk upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu dengan membuat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan membuat Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). SNP adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini dilakukan dengan dasar pemikiran memperoleh pendidikan yang bermutu merupakan salah satu hak warga negara Indonesia

Harapan dari pengambil kebijakan, agar seluruh satuan pendidikan di wilayah NKRI memiliki standar yang sama, seperti yang tertuang di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang SNP bukanlah satu hal yang salah, dan bahkan orang-orang yang terlibat dalam dunia pendidikan harus mengapresiasi kebijakan tersebut, Dari peraturan pemerintah tersebut, paling tidak dapat terlihat ada niat baik dari pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kualitas pendidikan di negara Indonesia, yang menjadi permasalahan saat ini adalah kesiapan dari sekolah-sekolah untuk merespon kebijakan tersebut.

Saat ini satuan pendidikan yang berada di wilayah NKRI dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu: sekolah formal standar atau sekolah potensial (calon SSN), Sekolah Standar Nasional (SSN), Sekolah Kategori Mandiri (SKM), dan Sekolah Berstandar Internasional (SBI). Masyarakat memberikan penilaian yang tidak baik berkenaan dengan sekolah RSBI dan sekolah SBI, baik dalam hal kualitas maupun dalam hal cara pengambil kebijakan di sekolah masing-masing. Para pembuat kebijakan di sekolah selalu mengedepankan predikat RSBI atau SBI yang sudah diperoleh, seperti yang dimuat di harian Kompas 6 Juni 2012, menyatakan mahalnya biaya yang harus dibayar oleh orang tua untuk mendaftar ke sekolah RSBI


(5)

atau SBI. Adanya suara-suara tersebut membuktikan ada kesenjangan antara harapan dan kenyataan di lapangan dan ini memerlukan penanganan secara tuntas, berdasarkan kondisi di atas di atas Mahkamah Konstitusi membuat kepeutusan bahwa sekolah RSBI dan SBI dibubarkan, seperti artikel yang terdapat dalam harian Kompas, Mahkamah Konstitusi memutuskan RSBI tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Keberadaan RSBI telah mengabaikan tanggung jawab negara untuk menyediakan pendidikan berkualitas bagi semua negara (Kompas, 3 Januari 2013).

Bagaimanakah pengambil kebijakan memutuskan bahwa satu sekolah mendapat predikat calon SSN, SSN dan SKM perlu dikaji lebih dalam. Apakah sekolah yang telah mendapat predikat SSN telah sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan para pembuat kebijakan.

Di Provinsi Lampung, pada tahun 2010 terdapat sepuluh Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang telah mendapat berpredikat RSBI dari 184 SMK negeri dan swasta yang ada di provinsi Lampung. SMKN 1 Kotabumi adalah salah satu SMK yang mendapatkan predikat RSBI. Proses pemerolehan predikat RSBI mengikuti persyaratan yang ditetapkan oleh Depdiknas pada waktu itu. Dimana salah satu persyaratan dari RSBI adalah sekolah tersebut telah memiliki kategori SSN. Dengan kata lain seluruh RSBI adalah SSN (Depdiknas, 2010: 8). Pemerolehan predikat SSN merupakan suatu kebanggan tersendiri bagi seluruh warga SMKN 1 Kotabumi (pendidik, tenaga pendidik, peserta didik) bahkan bagi kabupaten Lampung Utara. SSN membawa harapan akan adanya perbaikan kualitas tamatan.

Keberhasilan SMKN 1 Kotabumi untuk memperoleh predikat SSN adalah keberhasilan sekolah ini yang kedua kalinya dalam upaya pencitraan sekolah


(6)

khususnya dan pencitraan kabupaten Lampung Utara umumnya. Sebelumnya SMKN 1 Kotabumi telah memperoleh sertifikat International Organization for Standarization (ISO) 9001:2000, pada tanggal 15 Desember 2005. yang lebih membanggakan lagi SMKN 1 Kotabumi adalah Sekolah yang pertama memperoleh ISO 9001-2000 di provinsi Lampung. Berdasarkan kedua keberhasilan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada SMK Negeri 1 Kotabumi.

Dari kedua keberhasilan di atas ( SSN dan ISO), sangat memungkinkan bagi SMKN 1 Kotabumi untuk melakukan percepatan dalam meningkatkan kualitas tamatan. Sejalan dengan predikat SSN, bagi sekolah berimplikasi banyak bantuan yang diperoleh.

Diperolehnya predikat SSN, SMKN 1 Kotabumi memperoleh bantuan dari pemerintah daerah dan pusat dalam upaya peningkatan kualitas, berupa peningkatkan sarana dan prasarana sekolah, seperti penambahan ruang-ruang kelas baru, penambahan alat praktik komputer, pengadaan media pembelajaran, pengadaan buku, sampai dengan pemberian dana yang dapat digunakan untuk mengirimkan guru-guru untuk mengikuti pelatihan. Sebelum SMKN 1 Kotabumi memperoleh predikat SSN, sekolah ini telah menjadi sekolah favorit bagi calon peserta didik yang ingin melanjutkan pendidikan ke SMK bidang bisnis manajemen, dikarenakan sekolah ini berada di pusat kota, disamping bangunan fisik sekolah yang sudah tertata dengan baik, hal ini disebabkan SMKN 1 Kotabumi adalah salah satu sekolah yang dibangun dengan bantuan dana dari Asian Development Bank (ADB) pada tahun 1993, sehingga telah memiliki perencanaan yang matang.

Peneliti menemukan pemerolehan predikat SSN dan ISO 9001-2008, ternyata tidak memiliki dampak yang positif dengan prestasi yang diperoleh oleh peserta


(7)

didik, yang bila dibandingkan dengan prestasi yang diperoleh oleh peserta didik dari sekolah standar. Kondisi ini merupakan salah satu alasan mengapa peneliti tertarik untuk melakukan penelitian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam table berikut. Tabel 1. Perolehan nilai rata-rata ujian nasional SMK Sub Rayon 04.26 Tahun Pelajaran 2011-2012

No SEKOLAH NILAI RATA-RATA UJIAN NASIONAL B. INDO B. INGGRIS MAT

1 SMKN 1 KOTABUMI 8,16 7,19 7,43

2 SMK SWASTA 8,36 8,01 7,03

3 SMK SWASTA 8,03 7,88 7,00

4 SMK NEGERI 7,08 7,24 6,52

5 SMK NEGERI 7,92 7,52 7,85

Dari data di atas terlihat bahwa, untuk tiga mata pelajaran ujian nasional (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Matematika), prestasi rata-rata peserta didik dari SMKN 1 Kotabumi adalah 8,16; 7,19; dan 7,43, lebih rendah dibandingkan prestasi rata-rata siswa SMK Swasta 1 adalah 8,36; 8,01; dan 7,03. Prestasi rata-rata SMK Swasta 2 adalah 8,03; 7,88; dan 7,00. Prestasi rata-rata SMK Negeri A adalah 7,08; 7,24 dan 6,52. Prestasi rata-rata SMKN B adalah 7,92; 7,52 dan 7,85.

Dari data di atas, terlihat juga bahwa perbedaan hasil yang diperoleh oleh peserta didik yang berasal dari SMKN 1 Kotabumi, apabila dibandingkan dengan hasil peserta didik dari sekolah standar tidak begitu signifikan, pada mata pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, prestasi rata-rata siswa SMK swasta (8,36; 8,01) lebih baik dibandingkan dengan prestasi rata-rata siswa SMKN 1 Kotabumi (8,16; 7,19), dan untuk mata pelajaran Matematika, prestasi rata-rata SMK Negeri


(8)

B ( 7,85) lebih baik dibandingkan dengan prestasi rata-rata siswa SMKN 1 Kotabumi (7,43). Data ini memberikan gambaran bahwa prestasi peserta didik SMKN 1 Kotabumi pada ketiga mata pelajaran yang diuji secara nasional, tidak begitu berbeda dibandingkan dengan prestasi peserta didik dari sekolah standar. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dipandang perlu untuk diadakan penelitian tentang manajemen sekolah standar nasional di SMKN 1 Kotabumi , melalui pendekatan penelitian kualitatif.

1.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka fokus penelitian ini adalah manajemen sekolah standar nasional di SMKN 1 Kotabumi.

Fokus di atas dirinci menjadi tujuh sub fokus, yaitu: 1.2.1 Manajemen kurikulum di SMKN 1 Kotabumi.

1.2.2 Manajemen proses pembelajaran di SMKN 1 Kotabumi. 1.2.3 Manajemen penilaian di SMKN 1 Kotabumi.

1.2.4 Manajemen pendidik dan tenaga kependidikan di SMKN 1 Kotabumi. 1.2.5 Manajemen sarana prasarana di SMKN 1 Kotabumi.

1.2.6 Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SMKN 1 Kotabumi. 1.2.7 Manajemen pembiayaan di SMKN 1 Kotabumi.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian dalam makalah ini adalah:

1.3.1 Bagaimanakah manajemen kurikulum di SMKN 1 Kotabumi? 1.3.2 Bagaimanakah manajemen proses pembelajaran di SMKN 1 Kotabumi?


(9)

1.3.3 Bagaimanakah manajemen penilaian di SMKN 1 Kotabumi? 1.3.4 Bagaimanakah manajemen pendidik dan tenaga kependidikan di SMKN 1 Kotabumi?

1.3.5 Bagaimanakah manajemen sarana prasarana di SMKN 1 Kotabumi? 1.3.6 Bagaimanakah pelaksanaan MBS di SMKN 1 Kotabumi?

1.3.7 Bagaimanakah manajemen pembiayaan di SMKN 1 Kotabumi?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah mendiskripsikan dan menganalisis tentang : Tujuan penelitian adalah mendiskripsikan dan menganalisis tentang : 1.4.1 Pelaksanaan manajemen kurikulum di SMKN 1 Kotabumi.

1.4.2 Pelaksanaan manajemen proses pembelajaran di SMKN 1 Kotabumi. 1.4.3 Pelaksanaan manajemen penilaian di SMKN 1 Kotabumi.

1.4.4 Pelaksanaan mnajemen pendidik dan tenaga kependidikan di SMKN 1 Kotabumi.

1.4.5 Pelaksanaan manajemen sarana dan prasarana di SMKN 1 otabumi. 1.4.6 Pelaksanaan MBS di SMKN 1 Kotabumi.

1.4.7 Pelaksanaan manajemen pembiayaan di SMKN 1 Kotabumi.

1.5 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara: 1.5.1 Manfaat Teoritis

1.5.1.1 Hasil penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pendidikan, Khususnya manajemen sekolah standar nasional. Alasannya karena


(10)

penelitian ini mengkaji tentang manajemen sekolah standar nasional.

1.5.2 Manfaat Praktis

1.5.2.1 Bagi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung Utara sebagai masukan mengenai manajemen sekolah standar nasional (SSN), dan dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan.

1.5.2.2 Bagi sekolah, memberikan informasi tentang kondisi riil manajemen sekolah standar nasional pada SMKN 1 Kotabumi, dan dapat dijadikan pertimbangan untuk perbaikan sekolah.

1.5.2.3 Bagi komite sekolah, memberikan informasi mengenai apa dan bagaimana pelaksanaan manajemen sekolah standar nasional, sehingga dapat mendorong tumbuhnya partisipasi masyarakat terhadap pendidikan.

1.5.2.4 Bagi peneliti, menambah dan mengembangkan wawasan pengetahuan tentang manajemen SSN. Selain itu, penelitian ilmiah ini sebagai salah satu

syarat untuk menyelesaikan tugas akhi pada program pascasarjana, magister manajemen pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Lampung.

1.6 Definisi Istilah

1.6.1 Manajemen adalah proses kerja sama melalui orang-orang atau kelompok orang untuk mencapai tujuan organisasi diterapkan pada semua bentuk dan jenis organisasi.

1.6.2 Manajemen pendidikan adalah proses untuk mengoordinasikan berbagai sumber daya pendidikan, seperti guru, sarana dan prasarana pendidikan


(11)

seperti perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan.

1.6.3 Manajemen sekolah adalah bagaimana substansi-substansi pendidikan di suatu sekolah dapat berjalan tertib, lancar dan benar-benar terintegrasi dalam suatu system kerja sama untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

1.6.4 Sekolah Standar Nasional (SSN) adalah sekolah yang sudah memenuhi standar nasional pendidikan (kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari delapan standar yaitu: standar isi, standar kompetensi lulusan, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, standar penilaian).

1.6.5 Manajemen Kurikulum adalah sebagai usaha bersama untuk mencapaitujuan pengajaran yang dikelola secara kooperatif, komprehensif, sistemik, dan sistematika.

1.6.6 Manajemen Proses Pembelajaran adalah serangkaian kegiatan diawali dengan perencananaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan sesudah proses pembelajaran.

1.6.7 Manajemen Penilaian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pendidik yang berguna untuk memantau proses dan kemajuan peserta didik dalam mengikuti pembelajaran.

1.6.8 Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengoptimalkan keberadaan pendidik dan tenaga kependidikan.


(12)

1.6.9 Manajemen Sarana Prasarana adalah serangkain kegiatan untuk mengoptimalkan manfaat sarana dan prasarana yang ada di sekolah.

1.6.10 Manajemen Berbasi sekolah adalah model manajemen yang memberikan otonomi atau kemandirian yang lebih besar kepada sekolah.

1.6.11 Manajemen Pembiayaan adalah serangkaian kegiatan yang mengoptimalakan pemerolehan dan pemanfaatan dana pada suatu sekolah.

1.6.12 Mutu pendidikan adalah terpenuhinya harapan dan keinginan pelanggan (peserta didik, orang tua peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, masyarakat, pemerintah)

1.6.13 SMKN 1 Kotabumi adalah salah satu sekolah menengah kejuruan negeri di Kotabumi, bidang bisnis dan manajemen.


(13)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Pendidikan

Manajemen pendidikan terbentuk dari dua kata manajemen dan pendidikan. Manajemen sering diartikan sebagai ilmu, kiat, dan profesi. Dikatakan sebagai ilmu, menurut Luther Gulick (dalam Sagala, 2011: 50) karena manajemen dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistematis berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama. Dikatakan sebagai kiat menurut Foller (dalam Sagala, 2011: 51) karena manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain dalam menjalankan tugas. Sedangakan dikatakan sebagai profesi karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi manejer dan para profesionalnya dituntun oleh suatu kode etik (Sagala, 2006: 13).

Hersey dan Blanchard (dalam Sagala, 2006: 14) mendefinisikan manajemen sebagai proses kerja sama melalui orang-orang atau kelompok untuk mencapai tujuan organisasi diterapkan pada semua bentuk dan jenis organisasi.

Secara umum dikatakan bahwa manajemen merupakan proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasisan, penggerakkan dan pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan


(14)

melalui pemanfaatan sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya Terry (dalam Rochaety, 2008: 4).

Management as the process of working with and through individuals and groups and other resources (such as equipment, capital, and technology) to accomplish organizational goal (Hersey, 2008: 5). Berdasarkan uraian di atas, yang dimaksud manajemen dalam penelitian ini adalah kiat yang dimiliki oleh seorang pemimpin untuk mengimplimentasikan kebijakan manajemen sekolah SSN dengan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan dan mengawasi sumber daya yang ada sehingga menghasilkan hasil yang optimal.

Pendidikan adalah proses secara sistematis untuk mengubah tingkah laku seseorang utnuk mencapai tujuan organisasi (Rivai, 2008: 2). Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 ayat (1): Pendidkan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Berdasarkan pengertian manajemen dan pendidikan dapat disimpulkan manajemen pendidikan adalah proses pengembangan potensi diri peserta didik untuk memiliki kemampuan yang diperlukan dengan proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan dan pengawasan, sejalan dengan definisi manajemen pendidikan menurut Rivai, (2008: 58) adalah


(15)

proses untuk mengoordinasikan berbagai sumber daya pendidikan, seperti guru, sarana dan prasarana pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan. Dirjen PMPTK (2010: 117) mengemukakan dari sekian banyak pengertian manajemen pendidikan dapat ditarik benang merah bahwa: (1) manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan; (2) manajemen pendidikan memanfaatkan berbagai sumber daya; dan (3) manajemen pendidikan berupaya untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

Selanjutnya Rivai, (2008: 59) mengatakan perencanaan pendidikan dimaksudkan utnuk mempersiapkan semua komponen pendidikan agar dapat telaksana proses belajar mengajar yang baik dalam penyelenggaraan pendidikan. Pengorganisasian pendidikan ditujukan untuk menghimpun semua potensi komponen pendidikan dalam suatu organisasi yang sinergis untuk dapat menyelenggarkan pendidikan dengan sebaik-baiknya. Penggiat pendidikan merupakan pelaksanaan dari penyelenggaraan pendidikan yang telah direncanakan dan dilaksanakan oleh organisasi penyelenggara pendidikan dengan memerhatikan rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Sedangkan pengendalian pendidikan dimaksudkan untuk menjaga agar penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan sesuai yang direncanakan dan semua komponen pendidikan digerakkan secara sinergis dalam proses yang mengarah kepada pencapaian tujuan pendidikan.


(16)

2.2 Manajemen Sekolah

Manajemen Sekolah mempunyai pengertian yang hampir sama dengan manajemen pendidikan, hanya saja lingkupnya jauh lebih kecil dari pada manajemen pendidikan. Manajemen sekolah terbatas pada satu sekolah saja sedangkan manajemen pendidikan meliputi seluruh komponen sistem pendidikan. Menurut Saudagar, (2011:141) manajemen sekolah adalah bagaimana substansi-substansi pendidikan di suatu sekolah dapat berjalan dengan tertib, lancar dan benar-benar terintegrasi dalam suatu sistem kerja sama untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

Berkaitan dengan manajemen sekolah, ada tujuh komponen sekolah yang termasuk kedalam manajemen sekolah; (1) kurikulum dan program pengajaran; (2) tenaga kependidikan; (3) kesiswaan; (4) keuangan; (5) sarana dan prasarana pendidikan; (6) pengelolaan hubungan sekolah; (7) manajemen pelayanan khusus lembaga pendidikan (Saudagar, 2011: 141).

Manajemen SSN harus mampu memenuhi delapan standar yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 yaitu: (1) standar isi; (2) standar kompetensi lulusan; (3) standar proses; (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan; (5) standar sarana dan prasarana; (6) standar pengelolaan; (7) standar penilaian; (8) standar pembiayaan pendidikan. Kedelapan standar diatas menjadi bahan kajian dalam melakukan analisa tentang manajemen sekolah standar nasional SMKN 1 Kotabumi.


(17)

2.2.1 Fungsi Manajemen Sekolah.

Fungsi manajemen sekolah sebenarnya merupkan penerapan fungsi-fungsi manajemen yang diaplikasikan disekolah oleh kepala sekolah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Fungsi-fungsi itu meliputi merencanakan, mengorganisasikan, menggerakan dan mengendalikan. Sejalan dengan fungsi manajemen yang dikemukakan oleh Terry (dalam Komariah, 2009:92) adalah Planning, Organizing, Actuating and Controlling. 2.2.1.1 Merencanakan adalah membuat suatu target-target yang akan dicapai dan diraih dimasa depan oleh sekolah. Perencanaan ini bisa dalam jangka panjang, menengah, atau pendek. Dalam merencanakan perlu dikaji sumber daya dan metode, tehnik pencapaian rencana tersebut.

2.2.1.2 Mengorganisasikan adalah menentukan sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan, merancang dan mengembangkan orang-orang yang akan terlibat,

menugaskan seorang/sekelompok orang dalam suatu tanggung jawab atau tugas tertentu, mendelagasikan wewenang kepada seseorang.

2.2.1.3 Menggerakkan adalah untuk dapat menggerakkan seluruh sumber daya yang ada di sekolah, seorang pemimpin harus memiliki sifat kepemimpinan dan kecerdasan, dengan sifat kepemimpinan dan kecerdasan yang dimiliki seorang pemimpin


(18)

akan disegani, dengan emikian untuk menggerakkan sumber daya yang ada dapat dengan mudah dilakukan.

2.2.1.4 Mengontrol adalah agar orang-orang yang telah diberi tugas akan menjalankan tugasnya dengan baik dan benar (sesuai dengan aturan yang telah disepakati), perlu dilakukan pengontrolan secara berkala Agar proses pengontrolan ini memiliki acuan, maka sebelumnya telah dibuat standar kinerja.

2.3 Konsep Sekolah Standar Nasional (SSN)

Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan merupakan salah satu pilar pembangunan pendidikan yang secara simultan harus dilaksanakan dengan pilar pendidikan lainnya. Peningkatan mutu merupakan suatu keharusan yang bagi seluruh lembaga pendidikan di NKRI ini, dengan pendidikan yang bermutu akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga diharapkan dapat bersaing hingga tingkat internasional. Berbagai upaya pemerintah dalam mewujudkan pendidikan bermutu, relevan dan berdaya saing telah banyak dilakukan melalui berbagai inovasi pendidikan dan pembelajaran, perubahan kurikulum, serta ditetapkannya perangkat-perangkat yang melandasinya. Salah satu diantaranya dengan melakukan pengkategorian sekolah yang berada di wilayah NKRI. Pengkategorian sekolah tersebut sebagai berikut:


(19)

Gambar 2.1 Pengkategorian SekolahSumber : Panduan Sekolah Standar Nasional (2010: 8)

Sekolah jenis pertama adalah sekolah formal standar atau sekolah potensial calon SSN, yaitu sekolah yang relatif masih banyak kekurangan/kelemahan untuk memenuhi kriteria sekolah yang sesuai dengan SNP. Sekolah jenis kedua adalah Sekolah Standar Nasional adalah sekolah yang hampir atau sudah memenuhi standar nasional pendidikan. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (Dirjen Dikdasmen, 2008: 4). Sekolah jenis ketiga adalah sekolah formal mandiri dan atau memiliki keunggulan lokal. Sekolah kategori ini dapat dikategorikan dari pendidikan kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, IPTEK, estetika atau kelompok mata pelajaran pendidkan jasmani, olahraga dan kesehatan, Sekolah jenis keempat adalah Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), seperti yang telah dijelaskan

Sekolah formal Standar

SSN SSN

KEUNG GULAN LOKAL

S B I

SEKOLAH FRANCHI SE ASING

SEKOLAH ASING


(20)

pada bagian pendahuluan, nama SBI sudah harus dihapuskan dari seluruh satuan pendidikan yang mencantumkan predikat SBI.

Disamping keempat jenis sekolah di atas, terdapat jenis sekolah lain yang dapat diselenggarakan di Indonesia, adalah sekolah franchise asing atau sekolah yang diselenggarakanoleh perwakilan negara asing, yaitu merupakan pendidikan dasar dan menengah asing yang telah terakreditasi di negaranya. Jenis sekolah yang terakhir adalah sekolah asing; sekolah yang diselenggarakan oleh perwakilan negara asing yang peserta didiknya adalah warga negara asing.

2.4 Profil Sekolah Standar Nasional

Profil SSN mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan yang terdiri dari delapan komponen yaitu ; (1) Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), (2) standar proses, (3) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (4) standar sarana dan prasarana, (5) standar pengelolaan, (6) standar pembiayaan, (7) standar penilaian (Dirjen Dikdasmen, 2008:7). Di dalam mengimplementasikan ke tujuh profil diatas kedalam satuan pendidikan maka akan dikenal dengan istilah ; (1) manajemen kurikulum, (2) manajemen proses pembelajaran, (3) manajemen sumber daya manusia, (4) manajemen sarana dan prasarana, (5) manajemen pengelolaan, (6) manajemen pembiayaan, (7) manajemen penilaian.


(21)

2.4.1 Manajemen Kurikulum

Membicarakan kurikulum, berarti berbicara mengenai SI dan SKL, dikarenakan salah satu indikator SI dan SKL adalah satuan pendidikan memiliki dokumen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang memuat visi, misi, tujuan satuan pendidikan dan startegi yang mencerminkan upaya untuk mencapai hasil belajar peserta didik, dan didukung dengan suasana belajar dan suasana sekolah yang memadai/kondusif/menyenangkan, (Ditjen Manajemen Dikdasmen, 2008: 7). Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman menyelenggarakan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun, 2005: Bab 1 pasal 1 butir 13). Memperhatikan kedua batasan di atas dapat diketahui bahwa kurikulum merupakan panduan bagi satuan pendidikan dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya untuk mencapai tujuan. Komponen lain yang terdapat dalam KTSP adalah stuktur dan muatan KTSP, yang mencakup mata pelajaran dan alokasi waktu, muatan lokal, pengembangandiri, dan kalender pendidikan, . Demi tercapainya tujuan yang ada di dalam KTSP diperlukan manajemen kurikulum yang tepat.

Manajemen kurikulum adalah segenap proses usaha bersama untuk memperlancar pencapaian tujuan pengajaran dengan titik berat pada usaha meningkatkan kualitas interaksi pembelajran. Dirjen PMPTK, (2010: 3) mendefinisikan manajemen kurikulum adalah sebagai suatu sistem pengelolaan kurikulum yang kooperatif, komprehensif, sistemik, dan


(22)

sistematik dalam rangka mewujudkan tujuan kurikulum. Dari dua definisi diatas diperoleh gambaran bahwa manajemen kurikulum merupakan suatu usaha bersama untuk mencapai tujuan pengajaran yang dikelola secara kooperatif, komprehensif, sistemik, dan sistematika.

Fungsi manajemen harus diterapkan didalam manjemen kurikulum yaitu: proses perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakkan (actuating) dan pengkoordinasian. (coordinating). Implementasinya didalam kurikulum sebagai berikut:

2.4.1.1. Perencanaan

Perencanaan adalah proses memikirkan dan menetapkan kegiatan-kegiatan atau program-program yang akan dilakukan pada masa yang akan datang untuk mencapai tujuan tertentu (Sagala, 2006:56). Perencanaan menurut Gibson (dalam Sagala, 2006: 57) adalah kegiatan menentukan sasaran dan alat sesuai untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Perencanaan dalam hal ini pengembangan kurikulum harus mengacu pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, serta berpedoman pada panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (UU RI NO:20, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Tahun 2003). Perencanaan dalam hal ini adalah; pembuatan silabus, program tahuanan, dan program semester.

Penyusunan/pengembangan silabus harus dilakukan secara mandiri dengan melibatkan seluruh guru dari sekolah yang bersangkutan, diawali dengan melakukan analisa SKL dan SI, yang akhirnya terbentuklah silabus


(23)

satuan pendidikan, yang memuat SK, KD, indikator, materi pelajaran, kegiatan pembelajaran dan jenis penilaian. Didalam melakukan analisa SKL harus mengacu pada Permen No 23 Tahun 2006 Tentang StandarKompetensi Lulusan, sedangkan untuk melakukan analisa tentang SI harus mengacu pada Permen No 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi.

2.4.1.2 Pengorganisasian

Pengorganisasian menurut Gibson (dalam Sagala, 2006: 59) meliputi semua kegiatan manajerial yang dilakukan untuk mewujudkan kegiatan yang direncanakan menjadi struktur tugas, wewenang, dan menentukan siapa yang akan melaksanakan tugas. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pengorganisasian dalam kurikulum adalah pembagian tugas mengajar, penyususnan jadwal pelajaran, penyusunan jadwal kegiatan perbaikan dan pengayaan, jadwal kegiatan ekstrakurikuler, jadwal pengajaran guru. Guru harus mampu mengimplementasikan apa yang telah direncanakan. Salah satu bentuk implementasi perencanaan adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru bersama siswa untuk mencapai tujuan kurikulum yang telah ditetapkan.

2.4.1.3 Penggerakan

Menggerakkan menurut Terry (dalam Sagala, 2006: 60) berarti merangsang kelompok melaksanakan tugas-tugas dengan antusias dan kemauan yang baik. Tugas menggerakkan dilakukan oleh pemimpin. Davis


(24)

(dalam Sagala, 2011: 65) mengatakan, menggerakkan adalah kemampuan membujuk orang-orang mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dengan penuh semangat, supervisi adalah salah satu upaya yang bisa dilakukan. Setelah dilakukan perencanaan, dan diorganisir dengan baik, untuk hasil yang maksimal, guru-guru harus diberikan motivasi sehingga mereka dengan ikhlas menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2.4.1.4 Pengkoordinasian

Pengkoordinasian mengandung makna menjaga agar tugas-tugas yang telah dibagi, tidak dikerjakan menurut kehendak yang mengerjakan saja, tetapi menurut aturan sehingga menyumbang pencapaian tujuan (Sagala, 2006: 62). Dengan cara demikian semua yang sudah direncanakan dapat tercapai dengan cara yang benar dan waktu yang tepat.

2.4.2 Manajemen Proses Pembelajaran

Berkaitan dengan standar proses, sekolah diharuskan memiliki perencanaan pembelajaran, melakukan penilaian dengan berbagai cara, melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap seluruh proses pendidikan yang terjadi di sekolah untuk mendukung pencapai SKL (Ditjen Manajemen Dikdasmen, 2008: 9). Sejalan dengan Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah mencantumkan standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses


(25)

pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran. Keterangan di atas berbicara mengenai manajemen proses pembelajaran. Manajemen proses pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar yaitu: (1) manajemen sebelum proses pembelajaran. (2) manajemen selama proses pembelajaran, (3) manajemen sesudah selesai proses pembelajaran.

Manajemen sebelum proses pembelajaran meliputi: pembagian tugas mengajar, menyusun jadwal pembelajaran, menyusun program pengajaran, membuat persiapan mengajar (Suryosubroto, 2010:53). Penyiapan perangkat pembelajaran meliputi pembuatan RPP yang dikembangkan oleh setiap guru (paling luas mencakup satu kompetensi dasar yang terdiri atas satu atau beberapa indikator untuk satu kali pertemuan atau lebih, dan pengembangan bahan ajar (Ditjen Manajemen Dikdasmen, 2008: 9). RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menysun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik (Permen No 41 Tentang Standar Proses, Tahun 2007). Dari kedua uraian dapat disimpulkan manajemen sebelum proses pembelajaran adalah segala sesuatu yang harus dipersiapkan dan dimiliki pendidik sebelum pendidik berdiri di muka kelas. Perencanaan harus


(26)

dilakukan dengan seksama agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Pendidik harus mampu merencanakan proses pembelajaran sehingga target minimal seperti pengembangan akhlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa enterpreneur, jiwa patriot dan jiwa inovator dapat tercapai. Di dalam melakukan perencanaan harus mempertimbangakan kondisi satuan pendidkan (sumber daya yang ada), juga kondisi peserta didik. Manajemen selama proses pembelajaran meliputi: mengisi daftar kemajuan kelas, mengelola organisasi kelas, menyelenggarakan evaluasi belajar (Suryosubroto, 2010: 53). Proses pembelajaran adalah pelaksanaan tatap muka dengan peserta yang dilakukan secra interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi dan mendorong prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan minat dan bakat peserta didik (Ditjen Manajemen Dikdasmen, 2008: 9). Satu hal yang harus diperhatikan didalam melakukan proses pembelajaran adalah pengimplementasian dari segala sesuatu yang telah direncanakan sebelumnya, dengan kata lain pengimplementasian RPP.

Manajemen sesudah proses pembelajaran meliputi: menyusun laporan

hasil pendidikan, remidial teaching (Suryosubroto, 2010: 53). Pendidik harus mampu mengimplementasikan manajemen proses

pembelajaran dengan tepat. Untuk mengimplementasikan apa yang telah direncanakan, berdasarkan target indikator minimal, guru harus mampu menerapkan pembelajaran berbasis TIK.


(27)

2.4.3 Manajemen Penilaian

Pendidikan merupakan suatu investasi yang sangat berharga. Oleh karena itu hampir seluruh orang tua berkeinginan untuk menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah yang bermutu. Mutu dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan ( Sallis, 2011: 56).

Pendidikan yang berrmutu biasanya dimulai dari input yang bermutu, input disini adalah pendidik, peserta didik, kurikulum, fasilitas. Untuk suatu sekolah negeri, biasanya seorang pemimpin tidak dapat melakukan seleksi untuk kualitas pendidik, dikarenakan semuanya sudah disiapkan. Untuk mencapai kualitas pendidik bermutu yang dapat hanyalah dengan melakukan pelatihan atau bimbingan kepada pendidik yang telah tersedia. Peserta didik bisa dilakukan seleksi, dalam artian kita akan mencoba mencari yang terbaik diantara pendaftar yang ada, namun terkadang kegiatan seleksi ini belum dapat dioptimalkan dikarenakan budaya di suatu sekolah yang tidak mendukung. Sementara untuk fasilitas, ada upaya yang bisa dilakukan melalui kerja sama dengan masyarakat, namun baru hanya memenuhi standar minimal kebutuhan.

Proses pendidikan yang bermutu adalah proses pembelajaran yang bermutu. sehingga akan menghasilkan output yang bermutu. Pendidk adalah orang yang memegang peranan penting dalam proses pembelajaran, oleh karena itu membahas tentang pembelajaran bermutu berarti kita


(28)

membicarakan pendidik yang memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi akademik, kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian yang bermutu. Dari input yang bermutu, memperoleh proses yang bermutu, akan menghasilkan output yang bermutu. Output yang bermutu adalah lulusan yang memiliki kompetensi yang disyaratkan. Kompetensi yang disyaratkan dapat di katakan prestasi peserta didik.

Prestasi peserta didik diukur melalui proses penilaian (Dirjen PMPTK , 2010: 427) mengemukakan penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 pasal 63 bahwa penilaian hasil belajar dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan oleh pemerintah. Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. SSN harus melaksanakan penilaian pendidikan melalui proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Dari kutipan diatas dapat dikatakan bahwa penilaian merupakan suatu subsistem yang sangat menentukan. Hasil penilaian dapat memberikan gambaran tentang kinerja satuan pendidikan, pendidk dan kompetensi peserta didik.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian adalah: (1) penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi; (2) penilaian


(29)

menggunakan acuan kriteria; (3) sistem yang dilaksanakan adalah sistem penilaian berkelanjutan; (4) hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut; (5) sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yan ditempuh dalam proses pembelajaran (Dirjen PMPTK, 2010: 428)

Aspek dan indikator berkaitan dengan standar penilaian pendidikan bagi SSN adalah adanya perangkat penilaian berupa kisi-kisi, bank soal, lembar jawaban, format penilaian dan laporan hasil belajar, menyusun rancangan jadwal pelaksanaan penilaian, remidial dan pengayaan, menganalisis hasil belajar peserta didik, adanya upaya kerjasma dengan lembaga pendidikan lain untuk penerbitan sertifikat kelulusan.

Penilaian dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan dan pemerintah. Penilaian dari pendidik berguna untuk memantau proses, kemajuan peserta didik dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan semester dan ulangan kenaikan kelas, Penilaian oleh satuan pendidikan bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran, untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Penilaian belajar oleh pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional untuk mata pelajaran tertentu dan dilakukan secara nasional.

Hasil penilaian peserta didik minimal mencapai batas KKM, rata-rata nilai UN tiga tahun terakhir minimum 7,00 dan presentase kelulusan UN > 90% untuk tiga tahun terakhir.


(30)

2.4.4 Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Pendidik dan tenaga kependidikan adalah orang-orang yang sangat memegang peranan penting di dalam dunia pendidikan. Pendidik mempunyai tanggung jawab bukan hanya mentransfer ilmu tetapi yang lebih penting lagi dalam membentuk karakter peserta didik. Peran ini tidak dapat tergantikan oleh alat secanggih apapun. Begitu pula halnya dengan tenaga kependidikan ( kepala sekolah, pengawas, tenaga laboran, tenaga perpustakaan) mereka memiliki tugas yang tidak kalah pentingnya dengan pendidk. Permendiknas Nomor 12, 13, 16, Tentang Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan Tahun 2007 menjadi acuan mengenai manajemen pendidik dan tenaga kependidikan. Permen Nomor 12 Tentang Pengawas, Nomor 13 Tentang Kepala Sekolah, Nomor 16 Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

Kepala sekolah selaku pengambil kebijakan sangat menentukan kualitas sekolah. Kondisi di atas sejalan dengan pengertian dari manajemen pendidikan adalah aktivitas yang harus dilakukan mulai dari tenaga pendidik dan kependidikan itu masuk kedalam organisasi pendidikan sampai akhirnya berhenti melalui proses perencanaan SDM, perekrutan, seleksi, penempatan, pemberian kompensasi, penghargaan, pendidikan dan latihan/pengembangan dan pemberhentian (Herawan, 2010:231).

Keberhasilan pelaksanaan pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia sekolah. Tenaga pendidik secara kualitas harus memenuhi kualifikasi akademik, sertifikasi profesi dan


(31)

kesesuaian pendidikan dengan mata pelajaran yang diajarkan. Sedangkan secara kuantitas harus memenuhi ketentuan rasio guru dan peserta didik (Ditjen Manajemen Dikdasmen, 2008:10).

Ada empat prinsip dasar yang harus dipegang oleh kepala sekolah dalam menerapkan manajemen personalia: (1) Sumber Daya Manusia (SDM) adalah komponen paling berharga; (2) SDM akan berperan secara optimal jika dikelola dengan baik; (3) kultur dan suasana organisasi sekolah, manajemen personalia di sekolah pada prinsipnya mengupayakan (guru, staf administrasi, siswa, orang tua siswa; (4) dapat bekerja sama dan saling mendukung untuk mencapai tujuan sekoah (Depdikbud, 1998:67).

Aspek dan indikator SSN berkaitan dengan standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah; (1) kualifikasi akademik tenaga pendidik (D-IV) atau sarjana (S1); (2) kesesuain latar belakang pendidikan dengan mata pelajaran yang diajarkan; (3) bersertifikasi profesi guru; (4) tersedia konselor; (5) rasio guru dan murid sesuai ketentuan; (6) peningkatan kemampuan guru dalam mengembangkan bahan ajar; (7) tenaga kependidika: kepala sekolah, tenaga administrasi, pustakawan, tenaga laboraturium, tenaga kebersihan dengan kualifikasi dan jumlah terpenuhi; (8) kepala sekolah dibantu minimal tiga wakil kepala sekolah untuk bidang akademik, sarana prasarana, dan kesiswaan.

Kegiatan perencanaan dalam kaitannya dengan sumber daya manusia, pihak sekolah hanya mempunyai kewenangan untuk mendata berapa jumlah kekurangan tenaga pendidik dan pendidik di sekolah tersebut, yang


(32)

kemudian diteruskan kepada dinas pendidikan setempat, dengan kata lain, sekolah tidak mempunyai kewenangan untuk menseleksi dan mengangkat pendidik dan tenaga kependidikan (PNS). Untuk mengatasi kekurangan dalam hal kuantitas, pihak sekolah dapat mengangkat tenaga honorer. Untuk mengatasi kekurangan dalam hal kualitas, kepala sekolah dapat melakuka sesuatu yang dapat meningkatkan kualitas. Walaupun demikian, sekolah tetap harus memiliki perencanaan kedepan tentang jumlah pendidik dan tenaga pendidik serta kualitas yang dibutuhkan.

Pengorganisasian sumber daya manusia, dapat dilakukan dengan cara melakukan pembagian tugas kepada seluruh pendidik dan tenaga pendidik yang ada disekolah tersebut, selanjutnya diberikan rincian tanggung jawab dari tugas yang telah diberikan kepada pendidik dan tenaga pendidik.

Penggerakan pendidik dan tenaga pendidik dapat dilakukan dengan berbagai cara, ini sangat tergantung pada kepiawaian pemimpin yang ada disekolah tersebut, semuanya tidak terlepas dari ilmu, kiat dan kharisma yang dimiliki pemimpin.

Pengontrolan dapat dilakukan secara berkala. Pengontrolan dilakukan dengan maksud agar tidak terjadi kesalahan dari pendidik dan tenaga pendidik dalam menjalankan tugasnya.

2.4.5 Manajemen Sarana dan Prasarana

Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar


(33)

mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan media pengajaran. Prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah (Saudagar, 2011:56). Standar minimal yang harus dimiliki oleh satuan pendidikan adalah lahan, ruang kelas, ruang pimpinan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboraturium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan (Depdiknas, 2010:34). Selain harus memnuhi standar diatas, lahan harus memenuhi kriteria kesehatan dan keselamatan, kemiringan, pencemaran air dan udara, kebisingan, peruntukkan lokasi, dan status tanah. Bangunan gedung memenuhi rasio minimum luas lantai, tata bangunan, keselamatan, kesehatan, fasilitas penyandang cacat, kenyamanan, keamanan.

Berdasarkan Permendiknas Nomor 40 tahun 2008 Tentang Standar Sarana Prasarana, SSN harus memiliki; (1) ruang kelas (maksimum 32 siswa) , (2) ruang perpustakaan, (3) laboraturium komputer, (4) laboraturium bahasa, (5) laboraturium kejuruan (akuntasni, sekertaris, dsb), (6) ruang pimpinan, (7) ruang guru, (8) ruang tatausaha. (9) tempat beribadah, (10) ruang konseling, (11) ruang UKS, (12) ruang organisasi kesiswaan, (13) jamban, (14) gudang, (15) ruang sirkulasi, (16) ruang bermain/berolahraga.

Upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi sarana dan prasarana di atas adalah dengan , proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan dan pengkontrolan sarana prasarana pendidikan dengan benar dalam satu sekolah. Apabila semua proses diatas sudah berjalan dengan baik, maka akan


(34)

tercipta sekolah dengan fasilitas yang memenuhi kebutuhan dan sebanding dengan jumlah peserta didik, sekolah yang rapih dan bersih sehingga menciptakan kondisi yang menyenangkan baik bagi seluruh warga sekolah.

2.4.6 Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Pengelolaan pendidikan adalah pengaturan kewenangan dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional oleh pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/ kota, penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional (Depdiknas, 2010). Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas (Depdiknas, 2010: 38). Sejalan dengan Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan mencantumkan, kepala sekolah melibatkan guru, komite sekolah dalam pengambilan keputusan penting sekolah/madrasah.

2.4.6.1 Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah

Manajemen Berbasis Sekolah diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi atau kemandirian yang lebih besar kepada sekolah (Sagala, 2006: 133). Manajemen Berbasis Sekolah diartikan sebagai wujud reformasi pendidikan, yang menginginkan adanya perubahan dari kondisi


(35)

yang kurang baik menuju kondisi yang lebih baik dengan memberikan kewenangan kepala sekolah untuk memberdayakan dirinya (Yani, 2011: 17). Dari kedua pengertian diatas dipahami bahwa Manajemen Berbasis Sekolah adalah suatu manajemen yang memberikan peluang bagi sekolah untuk mengembangkan diri seoptimal mungkin dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahan yang ada disekolah, sehingga dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2.4.6.2 International Organization for Standarization (ISO)

ISO 9001 adalah salah satu tipe standar ISO yang diciptakan untuk mengendalikan kualitas suatu produk, sejak dari rancangan produk hingga pada pengetesan produk. Shoki dkk, (2004:34) mengatakan bahwa ISO 9001 dapat diintegrasikan dengan TQM untuk pengembangan sistem mutu secara menyeluruh yang mana pengembangan mutu dapat dicapai dengan mendasarkan pengujian proses-proses organisasi yang berkaitan dengan definisi proses, pengembangan proses, dan desain proses.

ISO 9001:2008 merupakan perkembangan dari ISO 9001:2000. Djatmiko dan Jumaedy, (2011:7-9) mengatakan bahwa ISO 9001:2008 memiliki beberapa prinsip dan kunci sukses agar penerapan sistem manajemen mutu berjalan efektif. Kedelapan prinsip tersebut adalah : (1) Berfokus pada pelanggan (2) Kepemimpinan (3) Keterlibatan karyawan/ semua orang dalam organisasi (4) Pendekatan proses (5) Pendekatan sistem pada manajemen (6) Peningkatan yang berkesinambungan (7) Pendekatan


(36)

faktual untuk pengambilan keputusan (8) Hubungan pelanggan yang bermanfaat bagi kedua pihak

Kemampuan telusur suatu keluaran lulusan dan pelayanan Manfaat penerapan SMM ISO menurut Djatmiko dan Jumaedi, (2011:3-4) adalah (1) Meningkatkan daya saing keluaran/lulusan yang dihasilkan sehubungan dengan era global yang tidak mengenal batas wilayah, (2) merupakan jaminan kualitas output dan proses yang konsisten, (3) meningkatkan produktivitas, efisiensi, efektifitas, operasional, dan mengurangi biaya yang ditimbulkan karena layanan yang buruk/ cacat atau layanan bermutu rendah, (4) sistem kerja menjadi standar kerja yang terdokumentasikan, (5) meningkatkan motivasi, moral dan kinerja karyawan karena adnya kejelasan tugas dan wewenang, (6) sebagai alat analisis pesaing (7) meningkatkan hubungan saling menguntungkan dengan pengguna lulusan (8) meningkatkan komunikasi internal, (9) nilai kompetisi dan image positif institusi, (10) peningkatan terhadap pengendalian manjemen resiko, dengan konsistensi secara terus menerus.

2.4.7 Manajemen Pembiayaan

Pembiayaan pendidikan adalah perencanaan masa depan pengembangan sumber daya manusia Indonesia (Sihombing, 2003:193). Di Indonesia pembiayaan pendidikan telah diataur dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (4), UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab XIII pasal 46, PP No. 19


(37)

Tahun 2005 Bab IX pasal (62), dan PP No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan.

Berdasarkan UUD 1945 pasal 31 ayat (4): Negara memproritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab XIII tentang pendanaan pendidikan, bagian ke satu tanggung jawab pendanaan pendidikan, pasal 46 disebutkan: (1) pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat; (2) pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) UUD 1945’ (3) ketentuan mengenai tanggung jawab pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Pembiayaan pendidikan dapat bersumber dari pemerintah, masyarakat, orang tua atau peserta didik sendiri (Sihombing, 2003:194). Implementsi dari UUD 1945, UU Sisdiknas thun 2003 maka pemerintah menerbitkan PP No. 19 Tahun 2005, bab IX tentang standar pembiayaan, disebutkan pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangu peralataan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap, Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Biaya operasional meliputi gaji pendidik dan tenaga kependidikan, bahan atau


(38)

peralatan habis pakai, dan biaya operasi pendidikan tidak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, dan lain sebagainya (Depdiknas, 2005:47).

Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan masyarakat sesuai dengan kewenangannya berkewajiban membiayai penyelenggaraan SSN, dan SSN dapat memungut biaya pendidikan untuk dapat menutupi kekurangan biaya yang didasarkan pada RPS/RKS dan RKAS.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa pembiayaan pendidikan adalah perencanan masa depan pengembangan sumberdaya manusia Indonesia yang dana bersumber dari pemerintah, masyarakat atau orang tua peserta didik itu sendiri yang dimanfaatkan untuk biaya investasi, biaya operasi dan biaya personal.

Perencanaan dalam pembaiayaan pendidikan harus dilakukan secara cermat. Informasi mengenai dari mana sumber dana berasal dan penggunaan dana tersebut harus jelas, semua tertuang dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Peran manajemen sangat penting disini. Untuk apa anggaran digunakan dan siapa yang bertanggung jawab, ini bagian dari fungsi manajemen pengorganisasian. Agar anggaran yang tersedia dapat digunakan secara efektif dan efisien fungsi manajemen pengerakkan dan pengkontrolan harus dijalankan. Dirjen PMPTK (2010:125)


(39)

mengemukakan inti dari manajemen keuangan adalah pencapaian efisiensi dan efektivitas.

2.8 Kerangka Pikir

Sekolah merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa subsistem yang saling terkait satu sama lain. Subsistem tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar yaitu: input, proses dan output. Input dalam penelitian ini adalah kebijakan yang diimplementasikan pada manajemen sekolah, sedangkan proses terdiri dari: manajemen kurikulum, manajemen proses pembelajaran, manajemen penilaian, manajemen pendidik dan tenaga kependidikan, manajemen sarana dan prasarana, manajemen pengelolaan dan manajemen pembiayaan. Output dalam penelitian ini adalah lulusan yang memiliki kompetensi untuk bersaing dalam memperoleh pekerjaan di dalam maupun di luar negeri.

Kerangka pikir penelitian ini adalah: jika kebijakan yang efektif dan efisien diimplementasikan di dalam manajemen sekolah standar nasional dan diterjemahkan dengan tepat di dalam manajemen kurikulum, manajemen proses pembelajaran, manajemen penilaian, manajemen pendidik dan tenaga kependidikan, manajemen sarana dan prasarana, manajemen pengelolaan dan manajemen pembiayaan, dan memperoleh dukungan secara optimal dari pemerintah, masyarakat dan orang tua peserta didik maka akan menghasilkan lulusan yang berkualitas.


(40)

Gambar 2.2 Kerangka Pikir

INPUT PROSES OUTPUT

ï‚· KEBIJAKAN

ï‚· PENDIDIK

ï‚· TENAGA KEPENDIDI KAN

ï‚· MANAJEMEN PROSES PEMBELAJARAN

ï‚· MANAJEMEN PENILAIAN

ï‚· PELAKSANAAN MBS

Sekolah yang berkualitas

DUKUNGAN MASYARAKAT DUKUNGAN PEMERINTAH

ï‚· SARANA PRASARANA

ï‚· PEMBIAYAAN


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif fenomenologis dengan rancangan studi kasus. Pendekatan kualitatif dipilih karena obyek penelitian ini berupa proses atau kegiatan atau tindakan beberapa orang, yaitu tentang manajemen sekolah standar nasional, Meneliti upaya satuan pendidikan memenuhi delapan standar nasional pendidikan. Mengungkap substansi penelitian semacam ini diperlukan pengamatan secara mendalam dengan latar yang alami, dan data yang diungkap bukan berupa angka-angka tetapi berupa kata-kata, kalimat, paragraf dan dokumen. Berdasarkan karakteristik tersebut, maka penelitian ini lebih tepat disebut penelitian dengan pendekatan kualitatif seperti dikemukakan oleh Bogdan dan Biklen (dalam Sowiyah, 2005: 83). Data dikumpulkan melalui wawancara dengan informan dan pengamatan langsung dilapangan, kemudian dianalisis secara induktif.

Bogdan dan Taylor (dalam Moleong. 2010: 4) mendefinisikan metodologi penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Denzin dan Lincoln ( dalam Moleong, 2010: 5) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamaiah, metode alamiah, dan dilakukan oleh orang yang mempunyai perhatian alamiah.


(42)

Pendekatn fenomenologis dipilih karena sesuai dengan tujuan penelitian, yakni untuk memeriksa secara rinci fenomena sosial yang terjadi secara nyata dan apa adanya Dimyati (dalam Sowiyah, 2006: 86). Menurut Moleong, (2010: 17) Dalam pandangan fenomenologis peneliti berusaha untuk memahami arti pristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi terentu. Penggunaan metode fenomenologis dimaksudkan untuk dapat mendeskripsikan gejala atau fenomena yang nampak sebagaimana adanya dari obyek penelitian. Kegiatan pemenuhan standar minimal bagi SSN yang ada di dalam SNP adalah pristiwa sosial dimana kepala sekolah melakukan kegiatan dengan atau melalui orang lain untuk mencapai tujuan.

Rancangan studi kasus dipilih dengan tujuan memperoleh informasi manajemen SSN secara rinci dan menyeluruh dari fokus penelitian pada latar alami dengan karaktristik yang berkaitan dengan pertanyaan yang berbeda-beda dan untuk menemukan variabel yang ada dalam konteks nyata yang berrkaitan dengan pertanyaan bagaimana dan mengapa. Sejalan dengan pendapat Lincoln dan Guba (dalam Moleong, 2010: 8) penelitian kualitatif melakukan penelitian pada latar alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan.

Desain studi kasus dalam penelitian ini adalah desain kasus tunggal holistik. Kasus tunggal yang dimaksud adalah kasus iplementasi manajemen sekolah standar nasional di SMKN 1 Kotabumi. Adapun holistik karena implementasi manajemen SSN melibatkan kepala sekolah, pendidik, tenaga pendidik dan peserta didik, yang saling terkait satu dengan yang lain.


(43)

3.2 Kehadiran Peneliti

Pada penelitian kualitatif peneliti wajib hadir di lapangan, karena peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus sebagai pengumpul data Mile & Huberman (dalam Sowiyah, 2005: 89). Adapun keuntungan peneliti sebagai instrumen adalah subjek lebih tanggap akan kedatangannya, peneliti dapat menyesuaikan diri dengan setting penelitian, keputusan dapat diambil cepat, arah dan gaya serta topik pembicaraan dapat berubah-ubah. Demikian juga informasi dapat diperoleh melalui sikap dan cara responden/informan memberikan informasi, Bogdan & Biklen (dalam Sowiyah 2005: 89).

Peneliti kunci masuk ke setting agar dapat berhubungan dengan informan sendiri dalam penelitian ini adalah sebagai instrumen, dapat memahami kaitan kenyataan yang ada di setting serta berusaha mengatasi berbagai masalah yang terdapat di lapangan. Peneliti berusaha berinteraksi dengan subjek secara wajar dan memberi warna terhadap segala perubahan di lapangan. Oleh sebab itu peneliti harus bisa menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi di lapangan. Hubungan baik antara peneliti dengan subjek peneliti (sebelum, selama, maupun sesudah memasuki lapangan) merupakan kunci utama keberhasilan pengumpulan data. Tingkat kepercayaan yang tinggi akan membantu kelancaran proses penelitian, sehingga data yang diinginkan dapat diperoleh dengan mudah dan lengkap. Peneliti sebelum memasuki lapangan, terlebih dahulu menyiapkan secara baik, dan mengedepankan etika.. Peneliti selama di lapangan selalu berupaya bersikap ramah, berusaha membina hubungan baik dengan subjek agar subjek terbuka memberikan jawaban atas segala pertanyaan yang diajukan


(44)

peneliti, sehingga data yang dibutuhkan dapat diperoleh. Kehadiran peniliti di SMKN 1 Kotabumi sebagia berikut:

Setelah proposal tesis disetujui pembimbing, peneliti mendapat izin penelitian dari pembimbing, dilakukan penelitian yang sebenarnya. Dengan memperoleh surat izin penelitian pada tanggal 12 November 2012, Nomor 7377/UN26/3/PL/2012 yang ditujukan kepada Kepala SMKN 1 Kotabumi. Pada hari Senin, 19 November 2012, peneliti menuju SMKN 1 Kotabumi, dengan maksud untuk mengantarkan surat permohonan untuk melakukan penelitian. Peneliti berada di depan sekolah pukul 09.15, peneliti disambut dengan ramah oleh bapak petugas penjaga keamanan yang sedang berada di pos penjagaan. Peneliti menanyakan keberadaan kepala sekolah, beliau menagatakan kurang tahu dan peneliti langsung menuju kantor SMKN 1 Kotabumi. Di halaman sekolah peneliti melihat papan nama sekolah yang terbuat dari semen, dan banyak pepohonan yang membuat suasana halaman sekolah cukup sejuk pada pagi itu. Sampai di kantor, penulis ditemui dengan penerima tamu, dan sekali lagi peneliti menanyakan keberadaan kepala sekolah. Beliau menanyakan keperluan dan peneliti menjelaskan dengan singkat maksud kedatangan peneliti, dan petugas penerima tamu memberikan penjelasan bahwa pada hari ini kepala sekolah tidak datang dikarenakan ada satu kegiatan di luar. Beliau berjanji akan menginformasikan kepada peneliti apabila kepala sekolah berada di tempat. Pada tanggal 20 November 2012, kembali peneliti berkunjung ke sekolah dengan maksud yang sama seperti kemarin untuk mengantarkan surat permohonan melakukan izin penelitian. Hari ini peneliti datang lebih pagi. Tepat jam 7.00 peneliti sudah berada di lingkungan sekolah. Pagi ini peneliti tidak


(45)

bertemu dengan petugas keamanan yang peneliti temui di pos penjagaan kemarin, peneliti melihat banyak peserta didik sedang menyapu halaman sekolah. Peneliti juga melihat beberapa dewan guru yang mengatur siswa dalam membersihkan halaman sekolah. Bapak dan ibu guru tidak memperhatikan kehadiran peneliti pada saat itu. Dikarenakan kondisi yang masih sibuk, peneliti hanya berdiri di depan pos penjagaan. Pukul 7.15 peneliti mendengar bel berbunyi, namun peserta didik tetap asik membersihkan halaman dengan menyapu dan mengangkat sampah dedaunan. Bapak dan ibu guru juga sepertinya tidak menghiraukan bunyi bel sekolah sebagai pertanda proses belajar mengajar di mulai. Peneliti perhatikan setelah sepeuluh menit bel berbunyi, satu persatu peserta didik mulai meninggalkan halaman menuju keruangan kelas masing-masing. Peneliti masih tetap berdiri didepan pos penjagaan, sampai akhirnya ada seorang bapak tampa seragam mendekati dan menanyakan mengapa tidak langsung menuju kantor, peneliti tidak berkomentar, hanya mulai membuka percakapan ringan dengan beliau, kemudian peneliti langsung menuju kantor. Di ruang kantor belum ada petugas yang berada disana, sehingga peneliti menunggu di ruang tunggu yang telah disiapkan. Ruang tunggu tertata rapih, ada maket sekolah, lemari pajangan yang berisikan piala-piala yang diperoleh sekolah, gambar presiden beserta wakil, dan burung garuda. Di ruang tunggu juga diletakkan dua buah pot bunga yang cukup besar ukurannya, namun sayang bunga tersebut seperti tidak terawat. Tiga puluh menit berlalu, saat ini waktu pukul 7.45, belum ada seorang petugas tata usaha yang hadir, namun peneliti memperhatikan guru-guru mulai berdatangan. Bapak/ibu guru menyapa peneliti dan menanyakan mengapa peneliti berada diruang tunggu. Kembali peneliti menceritakan maksud dan tujuan


(46)

peneliti Bapak/ibu guru menyarankan untuk menunggu, dikarenakan mungkin tidak berapa lama lagi kepala sekolah datang. Pukul 7.50 peneliti bertemu dengan petugas penerima tamu, dan peneliti disapa dengan ramah oleh beliau, sepertinya beliau masih ingat dengan janjinya kemarin. Beliau kembali mempersilahkan peneliti untuk menunggu kepala sekolah sebentar.

Pukul 8.00 peneliti melihat sebuah mobil memasuki halaman dan langsung menuju depan kantor sekolah, ternyata beliau adalah kepala sekolah. Peneliti tetap menunggu diruang tamu samapai peneliti dipersilahkan untuk masuk menghadap kepala sekolah. Pukul 8.15 peneliti dipanggil oleh penerima tamu untuk menghadap kepala sekolah. Peneliti masuk kedalam ruangan dengan mengucapkan selamat pagi, dan dijawab dengan ramah oleh kepala sekolah. Setelah dipersilahkan untuk duduk, dengan tidak membuang waktu peneliti langsung menceritakan maksud kedatangan peneliti. Peneliti menyerahkan surat permohonan untuk melakukan penelitian, dan bapak kepala sekolah membaca surat dengan seksama. Setelah membaca surat, beliau langsung menanggapi, pada dasarnya beliau tidak berkeberatan peneliti melakukan penelitian di sekolah yang beliau pimpin, hanya saja untuk selanjutnya peneliti berurusan dengan kepala tata usaha. Peneliti mengucapkan terimakasih, dan peneliti langsung mengatakan suatu saat peneliti akan melakukan wawancara dengan bapak kepala sekolah, dan beliau menyambutnya dengan senang hati. Selanjutnya peneliti di hadapkan dengan seorang ibu, beliau adalah ketua tata usaha. Dengan singkat kepala sekolah menjelaskan segala sesuatunya kepada kepala tata usaha, dan setelah kepala tata usaha paham, kepala tata usaha mengajak peneliti menuju keruangannya.


(47)

Ruang kepala tata usaha berupa ruang terbuka yang hanya disekat dengan lemari sebagai pembatas. Dihadapan meja beliau disediakan satu buah kursi, dan tidak begitu jauh dari meja kepala tata usaha tersedia kursi tamu. Seluruh petugas tata usaha berada di ruang ini. Kepala tata usaha menanyakan lebih rinci lagi apa yang dapat beliau bantu, peneliti menjelaskan bahwa peneliti akan melakukan penelitian, dan pada saatnya peneliti akan melakukan wawancara kepada wakil kepala sekolah, guru, kepala sekolah, kepala tata usaha, tata usaha dan peserta didik, juga peneliti menjelaskan bahwa penelitipun akan melakukan pengamatan dokumen, dan observasi lingkungan. Beliau menjawab, pada dasarnya kami tidak berkeberatan, dan beliau menanyakan utnuk pertama sekali siapa yang ingin peneliti wawancarai.

Peneliti mengetahui bahwa bapak kepala sekolah belum lama bertugas di sekolah ini, jadi beliau belum begitu banyak mengetahui mengenai sekolah, oleh karena itu, orang yang pertama sekali ingin peneliti wawancarai adalah wakil kurikulum. Kepala tata usaha langsung membawa peneliti keruang wakil kurikulum. Ruangan wakil kurikulum berada satu ruangan dengan wakil kepala sekolah lainnya. Kondisi ini memudahkan peneliti untuk mewawancarai wakil-wakil kepala sekolah lainnya. Sekilas penulis memperhatikan kondisi ruangan wakil kurikulum, terkesan sederhana dan kurang tertata. Diruang ini penulis bertemu dengan wakil kurikulum, dan penulis menyampaikan maksud kedatangan peneliti. Beliau merasa senang dan siap membantu apa saja yang peneliti butuhkan, tetapi beliau mengatakan kalau bisa tidak hari ini, dikarenakan ada sesuatu yang harus dikerjakan dengan segera. Peneliti membuat janji dengan beliau untuk menemui beliau keesokan harinya.


(48)

Sesuai dengan kesepakatan yang peneliti telah buat dengan wakil kepala sekolah bidang kurikulum, peneliti telah berada di ruang beliau tepat jam 10.00 . Beliau ternyata telah menunggu, dan peneliti mulai melakukan wawancara. Untuk pertemuan pertama ini tampa terasa waktu 1 jam terlewatkan, dan selanjutnya dengan senang hati beliau menemani peneliti berkeliling sekolah.. Tampa sengaja peneliti bertemu dengan wakil kepala sekolah bidang kesiswaan, langsung saja peneliti bertanya apakah beliau memiliki waktu untuk diwawancarai, dan beliau tidak berkeberatan. Pada hari ini peneliti dapat melakukan wawancara dua orang wakil kepala sekolah, dan peneliti telah mengetahui kondisi lingkungan . Sebelum meninggalkan sekolah pada hari ini, peneliti menuju keruang kepala tata usaha, kira-kira kapan peneliti dapat melakukan wawancara dengan kepala sekolah. Setelah beliau menanyakan langsung kepada kepala sekolah, penulis mendapat waktu pada tanggal 26 November 2012.

Tanggal 26 November 2012, tepat jam 7.00 peneliti telah berada di lingkungan sekolah. Hari ini hari senin, peneliti juga ingin melakukan pengamatan langsung mengenai upacara bendera di sekolah ini. Sesampainya peneliti diruang tunggu kantor, peneliti telah disapa dengan ramah oleh bapak/ibu guru. Peneliti langsung menuju lapangan upacara dan melihat persiapan untuk melaksankan upacara. Wakil kepala sekolah bidang kesiswaan sibuk mempersiapkan segala sesuatunya. Peneliti memperhatikan peserta didik sudah memposisikan diri pada barisan masing-masing, dan upacara berjalan dengan baik.


(49)

Setelah upacara peneliti langsung menemui kepala sekolah untuk meminta waktu melakukan wawancara, dan beliau tidak berkeberatan untuk melakukan wawancara saat itu juga. Peneliti hanya menghabiskan waktu tiga puluh menit di ruang kepala sekolah, dikarenakan kepala sekolah masih tergolong baru di sekolah ini, sehingga ada hal-hal yang belum beliau kuasai. Setelah melakukan wawancara dengan kepala sekolah, peneliti menghentikan jadwal wawancara, dikarenakan pendidik dan peserta didik sedang sibuk melakukan persiapan untuk menghadapi ulangan akhir semeter ganjil. Selama jeda ini, peneliti melakukan pengamatan dan observasi dokumen.

Peneliti mulai kembali melakukan wawancara pada tanggal 14 Januari 2013. Pada hari ini peneliti mewawancarai wakil kepala sekolah bidang sarana prasarana, wakil kepala sekolah bidang hubungan kerja sama industri dan wakil sekolah manajemen mutu. Agar tidak terjadi kejenuhan didlam melakukan wawancara, peneliti hanya melakukan wawancara setiap hari senin. Pada tanggal 21 Januari 2013 peneliti melakukan wawancara kepada empat orang guru, pada tanggal 28 januari 2013, peniliti melakukan wawancara kepada kepala tata usaha dan staf tata usaha,dan pada tanggal 4 Februari 2013, peneliti melakukan wawancara kepada peserta didik. Selanjutnya apabila ada hal yang masih ingin peneliti peroleh melalui informan yang telah peneliti pilih, maka peneliti kembali ke informan tersebut.

Akhirnya pada tanggal 11 Februari 2013 kegiatan pengumpulan data selesai, dilanjutkan dengan penganalisaan dan penyusunan laporan penelitian.


(50)

3.3 Informan Penelitian

Informan adalah orang dalam-latar penelitian, yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Kegunaan informan bagi peneliti ialah membantu agar secepatnya dan tetap seteliti mungkin dapat membenamkan diri dalam konteks setempat. Menurut Moleong (2003: 7), penelitian kualitatif pada umumnya mengambil jumlah informan yang lebih kecil dibandingkan dengan bentuk penelitian lainnya. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu atau perorangan. Guna memperoleh informasi yang diharapkan, peneliti terlebih dahulu menentukan informan yang akan diminta informasinya, berdasarkan penjelasan tersebut maka informan penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Rincian Informan Penelitian

No Informan Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 Kepala Sekolah Pengawas Komite Sekolah Wakil Kepala Sekolah Guru

Kepala Tata Usaha Staff Tata Usaha Siswa 1 1 1 4 4 1 2 5

Jumlah 19

Penentuan informan dalam penelitian ini didasarkan pada kriteria: (1) subjek cukup lama dan intensif menyatu dengan medan aktivitas yang menjadi sasaran penelitian, (2) subjek masih aktif terlibat di lingkungan aktivitas yang menjadi sasaran penelitian, (3) subjek mempunyai waktu untuk diminta informasi


(51)

oleh peneliti, dan (4) subjek tidak mengemas informasi, tetapi relatif memberikan informasi yang sebenarnya.

Berdasarkan kriteria tersebut dan sesuai dengan tujuan penelitian, maka peneliti memilih informan secara purposif. Teknik purposif sampling digunakan untuk mengarahkan pengumpulan data sesuai dengan kebutuhan melalui penseleksian dan pemilihan informan yang benar-benar menguasai informasi permasalahan secara mendalam serta dapat dipercaya untuk menjadi sumber data. Purposif sampling memberikan kebebasan peneliti untuk menentukan informan yang dipilih sesuai dengan tujuan penelitian. Sampling yng dimaksud bukanlah sampling yang mewakili populasi, melainkan didasarkan pada relevansi dan kedalaman informasi.

Sumber data dokumen berfungsi sebagai indikator dari produk pelaksanaan manajemen. Dokumen mencakup semua yang terkait dengan fokus penelitian termasuk pula dalam dokumen foto, dokumen sekolah, dan buku.

Sumber data suasana, ditujukan kepada kondisi keseharian SMKN 1 Kotabumi didalam melaksankan tugas pokoknya. Data diperoleh melalui pengamatan dan peneliti berusaha mengadakan pendekatan melalui pergaulan dengan informan dengan suasana tidak formal. Jenis data yang dikaji penelitian ini dibatasi pada yang berhubungan dengan fokus penelitian.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa metode


(52)

lainnya. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui wawancara mendalam, observasi partisipan, dan studi dokumentasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Mantja (dalam Sowiyah, 2005: 95) bahwa teknik pengumpulan data interaktif terdiri dari wawancara, dan pengamatan berperran serta, sedangkan non interaktif terdiri meliputi pengamatan tidak berperan serta, analisis isi dokumen dan arsip.

3.4.1 Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam adalah suatu bentuk percakapan antara dua orang atau lebih dengan maksud tertentu, dalam hal ini antara peneliti dan informan. Melalui wawancara peneliti berupaya secara langsung tatap muka dengan informan, dimana percakapan mempunyai tujuan dalam usaha untuk memperoleh kontruksi yang terjadi sekarang tentang orang, kejadian, aktivitas organisasi, perasaan, motivasi, pengakuan dan kerisauan, Sonhaji (dalam Sowiyah, 2005: 96).

Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur. Wawancara ini digunakan untuk memperoleh data yang sebanyak-banyaknya dari informan. Wawancara tidak terstruktur dipilih agar peneliti leluasa untuk menggali informasi yang lengkap dan dalam dalam suasana santai. Semua pertanyaan dalam proses wawancara akan ditujukan kepada para informan baik primer maupun skunder yang objektif dan dapat dipercaya. Wawancara akan dilaksanakan dengan efektif dan terarah, artinya dalam kurun waktu yang sesingkat-singkatnya dapat diperoleh data yang sebanyak-banyaknya.


(53)

Peneliti melakukan wawancara kepada 19 informan, disaat melakukan wawancara peneliti merekam semua pembicaraan dengan menggunakan alat rekaman, dengan meminta izin terlebih dahulu dengan informan. Setelah selesai melakukan wawancara, peneliti dan informan mendengarkan bersama-sama hasil rekaman, dan mengecek hal-hal yang terlewatkan. Agar wawancara tidak menyimpang dari fokus dan subfokus penelitian, peneliti mempersiapkan panduan wawancara.

Informan dipilih sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki informan berkenaan dengan fokus dan sub fokus penelitian. Kepala Sekolah di karenakan baru satu tahun menjabat di SMKN 1 Kotabumi, tidak mengetahui beberapa hal yang telah dilakukan sekolah sebelum keberadaan beliau di SMKN 1 Kotanumi. Oleh karena itu beberpa aktivitas yang dilakukan sebelum keberadaan beliau, tidak ditanyakan. Setelah melakukan wawancara kepada kepala sekolah, peneliti melakukan wawancara kepada informan lain. Hanya saja untuk informan dari Dinas Pendidikan, penulis batalkan, dikarenakan situasi yang tidak memungkinkan untuk melakukan wawancara dengan pegawai Dinas Pendidikan.

3.5.2 Observasi Partisipan

Terdapat beberapa alasan mengapa pengamatan atau observasi dalam kualitatif dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya, Seperti yang dikemukakan oleh Guba dan Licoln dalam Yuniati (2010: 48) karena (a) tehnik pengamatan didasarkan atas pengalaman langsung yang ampuh untuk mengetes kebenaran, (b) tehnik pengamatan memungkinkan melihat, mengamati dan mencatat kejadian atau prilaku yang sebenarnya, (c) dalam pengamatan dimungkinkan


(54)

mencatat pristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan profesional maupun yang langsung diperoleh dari data, (d) dapat dipakai untuk mencetak kepercayaan data yang sekiranya meragukan, (e) memungkinkan peneliti mampu memahami situasi yang rumit atau prilaku yang komplek, (f) dapat menjadi alat yang bermanfaat untuk kasus-kasus tertentu dimana teknik komunikasi lain tidak memungkinkan, misalnya mengamati perilaku orang.

Pengamatan dapat diklasifikasikan atas pengamatan berperan serta dan yang tidak berperan serta. Pada pengamatan tidak berperan serta peneliti atau pengamat hanya melakukan satu fungsi yaitu mengadakan pengamatan saja. Sedangkan pengamatan berperan serta, pengamat melakukan dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai pengamat dan menjadi anggota dari kelompok yang diamati (Moleong, 2004:127).

Observasi partisipan juga digunakan untuk melengkapi dan menguji hasil wawancara yang diberikan oleh informan yang mungkin belum menyeluruh atau belum mampu menggambarakan segala macam situasi atau bahkan menyimpang, Sejalan dengan tujuan observasional adalah untuk menggambarkan setting, orang-orang yang berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas tersebut. Laporan observasi harus mencakup detil deskriptif yang mencakup untuk membolehkan seseorang mengetahui apa yang terjadi dan bagaimana hal tersebut terjadi.

Observasi peneliti lakukan dengan cara mengamati kondisi dan segala kegiatan yang ada disekolah. Untuk keadaan fisik ( lingkungan sekolah, ruang kelas, ruang guru, ruang tata usaha, ruang BK, ruang kepala sekolah, ruang OSIS, perpustakaan dan gudang, penulis melakukan pengamatan setiap ruang secara


(1)

124 Program kerja jangka panjang dan jangka menengah tidak menjadi acuan dalam pembuatan program kerja tahunan. Sehingga tidak ada kesinambungan antara program kerja tahunan dengan program kerja menengah dan progam kerja jangka panjang. Kondisi ini mengakibatkan banyak pertanyaan dari warga sekolah hendak kemana sekolah ini akan dibawa.

Faktor pendukung dalam pelaksanaan pengelolaan sekolah seperti Sistem Informasi Manajemen tidak berjalan. Hal ini disebabkan tidak adanya SDM yang mumpuni untuk menangani SIM. Tidak berjalannya SIM dengan baik terkadang menghambat pengelolaan sekolah. Apabila diperlukan satu data, memerlukan waktu yang lama untuk memenuhinya. Website sekolah pernah ada, namun saat ini website sekolah tidak berfungsi lagi. Dana merupakan salah satu alasan mengapa website sekolah tidak dapat berjalan lagi.

6.1.6 Manajemen Pembiayaan

Penggunaan dana yang tidak transparan menyebakan permasalahan dalam manajemen pembiayaan. Sering terjadi pengeluaran-pengeluaran diluar dari program kerja yang telah ditetapkan. Skala prioritas kurang diperhatikan. Perencanaan penggunaan dana tidak disusun dengan baik. Sering muncul gejolak diakibatkan dana.

Pertanggungjawaban penggunaan dana tidak diketahui oleh seluruh warga sekolah, baik pengguunaan dana dari bantuan pemerintah maupun penggunaan dana dari orangtua peserta didik. Sering muncul pertanyaan dari orang tua mupun dari


(2)

125 peserta didik berkenaan dengan penarikan dana yang dilakukan secara tiba-tiba. Kepala sekolah mempunyai aturan main sendiri dalam pemanfaat dana.

6.1.7 Manajemen Penilaian

Tidak semua hasil ulangan harian yang diberikan pendidik dibagikan kepada peserta didik, sehingga peserta didik tidak mengetahui apakah mereka telah mencapai KKM atau tidak. Informasi ini sangat diperlukan oleh peserta didik sebagai alat untuk mengintrospeksi diri mereka sendiri.

Remedial yang diberikan hanya satu kali menjelang pembqagian raport menjadi pertanyaan besar bagi peserta didik. Pada kompetensi yang mana mereka tidak memenuhi KKM. Pelaksanaan remedial terkesan seperti formalitas.

6.2 Implikasi Hasil Penelitian

Penelitan ini mengambil fokus manajemen sekolah standar nasional, yang terdiri dari tujuh sub fokus. Implikasi dari temuan ini menunjukkn bahwa delapan standar nasional pendidikan telah diketahui seluruh warga sekolah, hanya saja dalam pelaksanaan di lapangan kerap tidak sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan. Pelaksanaan yang tidak mematuhi pedoman yang telah ditetapkan menimbulkan permasalahan bagi satuan pendidikan. Konsekwensi logis berkenaan dengan kondisi ini sebagai berikut: penetapan SNN perlu ditinjaua ulang, dalam arti bagi sekolah yang telah dikategorikan ke dalam SSN, tetapi belum memenuhi SSN, dikembalikan menjadi sekolah formal standar, atau Pemerintah Daerah harus melakukan pembinaan secara intensif bagi sekolah yang telah dikategorikan ke dalam SSN, namun belum memenuhi SSN.


(3)

126 Hasil penelitian ini memberikan kontribusi teoretik dan praktik terhadap manajemen sekolah standar nasional. Adapun kontribusi yang dimaksud adalah :

(a) Dapat dijadikan pedoman dan tolak ukur dalam pelaksanaan manajemen sekolah standar nasional.

(b) Memberikan sumbangan kerangka teoritik/keilmuwan mengenai manajemen sekolah standar nasional.

(c) Menemukan kendala-kendala dalam pelaksanaan manajemen sekolah satndar nasional.

6.3 Saran

Berdasarkan simpulan hasil penelitian, disarankan hal-hal sebagai berikut:

6.3.1 Kepada Pemerintah daerah

6.3.1.1Perlu dilaksanakan sosialisasi mengenai sekolah standar nasional. 6.3.1.2Perlu dikaji ulang mekanisme penetapan sekolah standar nasional. 6.3.1.3Perlu bimbingan secara terus menurus bagi sekolah standar nasional. 6.3.1.4Perlu monitor dan evaluasi tentang capaian sekolah standar nasional.

6.3.2 Kepada SMKN 1 Kotabumi

6.3.2.1 Perlu pemahaman akan panduan pelasanaan sekolah standar nasional.

6.3.2.2 Panduan digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan di lapangan. 6.3.2.3 Melakukan monitoring dan evalusi diri secara berkala untuk mengetahui kinerja satuan pendidikan.


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

JUDUL INDONESIA: IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (Studi Kasus di SMPN 3 Kotabumi Kecamatan Kotabumi Selatan Kabupaten Lampung Utara) JUDUL INGGRIS: THE IMPLEMENTATION OF SCHOOL BASED MANAGEMENT (Case Study on SMPN 3 Kotabumi in South Kotabumi Dist

0 13 93

SCOUT EXTRACURRICULAR ACTIVITY MANAGEMENT AT INTERNATIONAL Scout Extracurricular Activity Management at International Standard School (A Site Study at State-Owned Junior High School 3 Suruh, Semarang).

0 1 12

INTRODUCTION Scout Extracurricular Activity Management at International Standard School (A Site Study at State-Owned Junior High School 3 Suruh, Semarang).

0 0 5

CITY LIBRARY MANAGEMENT BASED SCHOOL (A Site Study at Mobile Library of Magelang City) City Library Management Based School (A Site Study at Mobile Library of Magelang City).

0 2 9

INQUIRY BASED LEARNING MANAGEMENT (A SITE STUDY AT SCHOOL OF LIFE LEBAH PUTIH Inquiry Based Learning Management (A Site Study At School Of Life Lebah Putih Salatiga).

0 0 14

TRANSPARENCY AND ACCOUNTABILITY OF SCHOOL OPERATIONAL ASSISTANCE MANAGEMENT Transparency And Accountability Of School Operational Assistance Management (A Site Study at State Owned Junior High School 1 Bobotsari, Purbalingga ).

0 1 18

THE MANAGEMENT OF SCHOOL OPERATIONAL ASSISTANCE (A Site Study at Public Elementary School of Kramat 4 Magelang) The Management Of School Operational Assistance (A Site Study at Public Elementary School of Kramat 4 Magelang).

0 0 10

THE MANAGEMENT OF SCHOOL OPERATIONAL ASSISTANCE (A Site Study at Public Elementary School of Kramat 4 Magelang) The Management Of School Operational Assistance (A Site Study at Public Elementary School of Kramat 4 Magelang).

0 1 21

THE MANAGEMENT OF VOCATIONAL SCHOOL (A Site Study at SMK Pelita Bangsa Sumberlawang Sragen) The Management Of Vocational School (A Site Study at SMK Pelita Bangsa Sumberlawang Sragen).

0 0 10

THE MANAGEMENT OF VOCATIONAL SCHOOL (A Site Study at SMK Pelita Bangsa Sumberlawang Sragen ) The Management Of Vocational School (A Site Study at SMK Pelita Bangsa Sumberlawang Sragen).

0 0 20