59
BAB III METODE PENELITIAN
Penelitian ini berdasarkan filosofi fenomenologis. Paradigma tersebut membawa penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif . Berkaitan dengan
metode penelitian dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut.
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilakukan di daerah-daerah destinasi wisata internasional di Bali yaitu di Bali bagian Selatan dan Timur seperti Sanur kota Denpasar, Kuta
kabupaten Badung, Ubud kabupaten Gianyar, di Bali barat dan utara yaitu di Tanah Lot kabupaten Tabanan dan Lovina kabupaten Buleleng. Pemilihan lokasi
tersebut karena daerah tersebut adalah destinasi wisata internasional yang mana terjadi kontak bahasa yang tinggi antara wisatawan dan masyarakat lokal sebagai pengguna
bahasa ibu.
3.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian
Jenis data dalam penelitian ini adalah data lisan. Data primer penelitian ini yaitu kata-kata, kalimat-kalimat, atau wacana yang dituturkan antar generasi muda
Bali dalam ranah keluarga, kekariban, pendidikan dan religi. Generasi muda Bali juga menjadi responden penelitian ini. Generasi muda dimaksud adalah anak-anak usia
sekolah. Jumlah responden pada tahun pertama sejumlah 75 orang yang berasal dari ketiga lokasi masing-masing 25 orang. Data yang diambil dari responden berupa data
lisan berupa teks pada kehidupan sosial generasi muda Bali. Data sekunder penelitian ini adalah a hasil survei sosiolinguistik dan b informasi mengenai situasi kebahasaan,
kebudayaan dan tradisi masyarakat Bali.
3.3 Instrumen Penelitian
Untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian diperlukan beberapa instrumen, yang terdiri dari instrumen utama dan instrumen tambahan. Uraian masing-
masing instrument itu sebagai berikut.
60 1
Instrumen utama Instrumen utama penelitian ini adalah peneliti sendiri
human instrument.
Moleong 1998:19 menyatakan bahwa pencari tahu alamiah dalam pengumpulan data lebih banyak tergantung pada diri sendirinya sebagai alat pengumpul data. Hal tersebut
juga disebabkan penelitian ini bersifat etnografis yang bercirikan
observation participation.
2 Instrumen tambahan
Untuk menjaga validitas dan relibilitas data dan supaya penelitian berjalan
pada jalur yang sesuai dengan tujuan, sebagai bahan triangulasi digunakan beberapa alat pengumpul data dan sebagai instrumen tambahan digunakan kuesioner survei
linguistik. Daftar pertanyaan disusun dengan membuat pertanyaan yang khusus, kongkret, dan sesuai dengan konteks. Pertanyaan juga diupayakan dapat mengungkapkan bukti,
bukan simpulan Showalter,1991:26. Daftar pertanyaan diadopsi dari berbagai sumber seperti Mahsun 2005: 296-321, Dhanawaty 2002: 476-486, Showalter 1991:13-26,
dan Nursaid dkk 2000. Sumber-sumber pertanyaan tersebut dimodifikasi dan disesuaikan dengan kepentingan penelitian ini.
Secara umum rancangan metode penelitian adalah sebagaimana bagan berikut.
61 PENELITIAN
SEBELUMNYA PENELITIAN SAAT INI
-Mode -Publi
Data : tulis dan lisan Lokasi : Kuta, Ubud, Sanur,
Tanah Lot, Lovina Pengumpulan data :
observasi lapangan Analisis Data
pola pemakaian bahasa generasi muda di Bali 20
sikap bahasa generasi muda Bali60. Model Pemertahan Bahasa Bali 100
Kajian terbatas pada pilihan bahasa .
Kajian generasi muda di luar Bali
dan pedesaan . Kajian generasi muda
Bali di daerah Wisata
Kajian pada pilihan, sikap bahasa dan faktor sosiolinguistik
METODE INDIKATOR
Luaran : Model
Pemertahan Publikasi
Buku BAGAN ALIR PENELITIAN
62
BAB IV . HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berlokasi di bagian barat Kepulauan Indonesia dan diapit oleh Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Dengan luas
wilayah 5,633 km2, Bali memiliki 3.891.428 jiwa penduduk pada tahun 2010. Bali kini lebih dikenal dengan salah satu daerah tujuan wisata yang terkenal di Indonesia dan
juga dimata dunia, sehingga tidak heran jika setiap tahunnya Bali selalu mendapat kunjungan wisatawan dari berbagai negara di dunia. Penelitian ini berlokasi di Bali,
mengingat tingginya kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali. Terdapat 3 lokasi yang menjadi wilayah penelitian di Bali yang tersebar di Ubud, Sanur, dan Kuta.
1. Ubud
Sebagai pusat pariwisata di Kabupaten Gianyar, Ubud menawarkan panorama persawahan yang sangat mengagumkan dan menyegarkan mata. Ubud dengan luas
wilayah 7,8 Km
2
ini juga kaya akan kesenian dan budayanya. Terbukti dengan beberapa nama besar pelukis, penari, dan budayawan yang lahir dan besar di Bali.
Ubud berada diantara desa Peliatan sebelah timur dan Desa Sayan sebelah Barat. Di bagian Selatan, Ubud berbatasan dengan Desa Mas, dan Kecamatan
Tegalalang di bagian utara. Sampai tahun 2008, tercatat sebanyak 11.180 penduduk tinggal di Ubud yang didominasi oleh etnik Bali beragama Hindu. Dari segi
kebahasaanpun, daerah Ubud masih didominasi oleh Bahasa Bali, meski masih terdapat minoritas warga yang berbahasa Jawa dan bahasa Indonesia.
Mata pencaharian penduduk Ubud bervariasi mulai dari sektor pertanian, perkebunan, perdagangan, pariwisata, hingga karyawan swasta dan pegawai negeri.
Dari segi pendidikan, Ubud cukup terdepan dalam pendidikan. Terbukti dengan
63 lulusan dari sekolah menengah atas dan perguruan tinggi yang cukup banyak setiap
tahunnya. Ubud saat ini memiliki 2 buah SLTA, 2 buah SLTP, 5 buah SD, 1 buah lembaga kursus, dan 1 buah lembaga pendidikan anak usia dini.
Ubud yang kini berusia 31 tahun telah menjadi daerah kunjungan wisata yang modern dengan akomodasi yang sangat lengkap, mulai dari hotel, villa, restoran, kafe,
galeri, museum, pasar seni, dan banyak tempat hiburan lainnya. Sejarah singkat Desa Ubud sendiri dimulai dari perjalanan sejarah Guru suci
Mpu Markandya dari Gunung Raung Jawa ke Bali, dalam proses penyebaran Agama Hindu beliau tiba disebuah lereng atau bukit kecil yang memanjang ke arah utara dan
selatan. Bukit ini diapit oleh dua buah sungai yang berliku yang mirip seperti dua ekor naga. Sungai yang berada disebelah barat bernama Sungai Wos Barat, sedangkan yang
berada disebelah timur bernama Sungai Wos Timur. Mpu Markendya mendirikan sebuah pemukiman disebut ―Sarwa Ada‖ yang terletak disekitar desa Taro.
Kedua Sungai Wos Barat dan Wos Timur bertemu menjadi satu di sebuah lokasi yang disebut dengan Campuhan. Di Campuhan inilah Mpu Markendya
mengadakan tempat pertapaan dan beliau mulai merambas hutan untuk membuat pemukiman dan membagikan tanah pertanian bagi pengikutnya. Dengan demikian
sempurnalah Yoga Sang Resi, yang ditandai dengan dimulainya kehidupan masyarakat di Desa ini dengan dianugrahinya tanah untuk pertanian sebagai sumber kehidupan.
Sebutan Wos untuk kedua sungai yang telah bercampur ini melekat menjadi nama desapemukiman pada jaman itu. Sedangkan nama sungai ini sesuai dengan
maknanya. Sesuai dengan isi lontar
Markandya Purana, Wos
ngaran ―
Usadi
‖, Usadi ngaran ―
Usada
‖, dan Usada ngaran ―
Ubad
‖. Dari kata ubad ini ditranskripsikan
menjadi UBUD
Objek penelitian ini adalah anggota
Sekehe Teruna
di Kelurahan Ubud. Terdapat dua kelompok
Sekehe Teruna
yang menjadi sample untuk penelitian ini; STT Swadharma Sambahan Ubud, dan STT Putra Maha Dipta Padang Tegal Ubud. Kedua
STT ini aktif dalam berbagai kegiatan yang tidak hanya bernuansa adat dan budaya, tetapi juga di bidang pengembangan wawasan, kreatifitas, dan kebersamaan.
64 Ubud yang kini sarat dengan sentuhan-sentuhan dari dunia luar terutama yang
berasal dari sektor pariwisata membuat kontak bahasa antara bahasa asing yang masuk ke Bali dan Bahasa Bali sendiri semakin tinggi. Hal ini sungguh sangat
mengkhawatirkan mengingat generasi muda saat ini sangat rentan akan pengaruh- pengaruh dari luar sehingga ditakutkan akan membuat generasi muda terpengaruh oleh
bahasa asing yang masuk ke Ubud dan melupakan bahasa ibu mereka, Bahasa Bali.
2. Sanur
Desa Sanur Kauh dengan asset pariwisata pantai, setiap harinya sangat ramai dikunjungi oleh wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara. Desa dengan
luas 386,0 ham2 ini terdiri dari 12.055 jiwa penduduk. Sanur Kauh yang dulu bagian dari Desa Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar ini kemudian
mengalami pemekaran menjadi Desa Sanur Kauh pada tahun 1982. Desa yang berbatasan dengan Desa Sanur Kaja di sebelah utara, Kelurahan Sanur di sebelah
Timur, Samudra Indonesia di sebelah selatan, dan Desa Sidakarya di sebelah Barat ini masih didominasi oleh etnik Bali beragama Hindu 85,76 yang berbahasa Bali
disusul beberapa suku minoritas seperti Suku Jawa 12,30, Cina 0,45, Asia 0,26, Afrika 0.03, Australia 0,42, dan Eropa 0,67. Sebanyak 85,81
penduduk di Sanur Kauh beragama Hindu, disusul oleh agama Islam sebanyak 11,28 , dan agama Protestan, Katolik, dan Budha masing 1,84, 0,84 dan 0,20.
Sanur yang kini telah berkembang menjadi objek wisata modern dengan banyak hotel, villa, restoran, kafe, galeri, dan tempat-tempat hiburan menyuguhkan
suasana liburan yang sangat diidamkan wisatawan. Maka dari itu, mata pencaharian penduduk di Desa Sanur tidak terlepas dari industry pariwisata. Sebanyak 50,43
warga bekerja sebagai karyawan pengusaha swasta yang bergerak di bidang pariwisata. Sedangkan sisanya bervariasi mulai dari nelayan, petani, pengusaha kecil dan
menengah, PNS, Pedagang, Arsitek, dll.
65 Generasi muda yang menjadi objek penelitian di desa Sanur Kauh ini berada di
bawah naungan
Sekehe Teruna
Banjar Dangin Peken. Pemuda-pemuda ini aktif dalam menjalankan berbagai program dibidang seni budaya dan kreatifitas. Sehingga aksi-
aksi pelestarian budaya Bali masih sangat kental terasa di Desa Sanur Kauh. Menjamurnya akomodasi-akomodasi dan juga bisnis-bisnis dalam sektor
pariwisata di Sanur membuat Sanur menjadi sentra wisatawan asing di daerah Denpasar. Dengan demikian kontak bahasa antara wisatawan-wisatawan tersebut
dengan masyarakat lokal cenderung tinggi. Hal ini dikhawatirkan akan mengakibatkan terjadinya pergesekan antara bahasa ibu; Bahasa Bali, dan Bahasa asing yang masuk ke
Sanur; Bahasa Inggris.
3. Kuta
Kelurahan Kuta yang terletak di Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung ini memiliki
Pantai yang berpasir putih halus, tanpa karang, menjadikan lokasi ini sangat ideal didatangi turis. Daerah wisata seluas
17.52 Km
2
ini selalu didatangi banyak turis terutama turis Manca Negara yang mencari sinar matahari, berjemur sambil berenang
dan berselancar.
Desa yang berbatasan dengan Kecamatan Kuta Utara di sebelah Utara, Kota Denpasar di sebelah Timur, Kecamatan Kuta Selatan di sebelah Selatan, dan Samudra
Indonesia di sebelah Barat ini memiliki
12.055 jiwa penduduk hingga akhir 2010 lalu, yang terdiri atas 51,07 laki-laki dan 48,84 perempuan. Mayoritas penduduk di
Kuta masih didominasi oleh etnik Bali beragama Hindu 63,35 yang berbahasa Bali, disusul oleh etnik Jawa beragama Islam 14,59, Budha 7,6, Protestan 7,5,
dan Katolik 7. Di Kelurahan Kuta sendiri terdapat 14
Sekehe Teruna
yang tersebar di 12 lingkungan atau 13 banjar suka duka. Adapun organisasi ST di Kelurahan Kuta yakni:
ST Surya Kencana,ST Kerthyadnya,ST Yuwana Giri, ST Sanggraha Yasa,ST Teruna Wana Daya Parwatha, ST Eka Putra, ST Sadharna Dharma, ST Eka Karma, ST
Mandala Kerti, ST Surya Dharma, ST Jeladi Putra, ST Yuwana Sari, ST Wira Aditya, ST Andika Jagaditha.
Kegiatan yang paling menonjol dibidang pengembangan budaya dan kreatifitas adalah lomba ogoh-ogoh antar desa yang dilaksanakan setiap hari raya
66 Nyepi. Semua komponen ST terlibat di dalamnya untuk berpartisipasi memeriahkan
hari raya nyepi. Selain itu, semua ST di Kuta secara aktif dan
mandiri mengembangkan kreatifitasnya dalam menggelar aneka kegiatan guna memperingati momen-momen tertentu.
Kini, Kuta pun semakin berkembang menjadi sentra pariwisata di Kabupaten Badung. Sehingga mata pencaharian penduduk Kuta yang sebelumnya sebagian besar
menjadi nelayan, kini beralih ke sektor pariwisata karena kunjungan wisawatan baik domestic maupun international tiap tahunnya semakin bertambah. Dengan tingkat
kunjungan wisatawan yang tinggi memaksa penduduk Kuta untuk menguasai banyak bahasa asing guna menjual produk yang mereka tawarkan.
4. LOVINA
5. TANAH LOT
5.2 Pilihan bahasa