TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA ANAK USIA DUA TAHUN DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN KEMAMPUAN BERBAHASA DI PAUD

(1)

Yasinta Susaeno

ii ABSTRAK

TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA ANAK USIA DUA TAHUN DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN

KEMAMPUAN BERBAHASA DI PAUD

Oleh Yasinta Susaeno

Penelitian ini membahas masalah tindak tutur direktif pada anak usia dua tahun dan implikasinya pada pembelajaran kemampuan berbahasa di PAUD. Tujuan pe-nelitian ini adalah mendeskripsikan tindak tutur direktif pada anak usia dua tahun dan implikasinya pada pembelajaran kemampuan berbahasa di PAUD.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan desain deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah seorang anak usia dua tahun yang bernama Salsabila. Data yang menjadi kajian dalam penelitian ini berupa tindak tutur direktif yang dilakukan oleh subjek penelitian.Teknik pengumpulan data yang di-gunakan dalam penelitian ini adalah teknik simak libat cakap, teknik simak bebas libat cakap dan catatan lapangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindak tutur direktif pada anak usia dua ta-hun yang meliputi meminta, memerintah, memesan, dan menasihati dilakukan dengan dua cara, yakni secara langsung dan tidak langsung. Tuturan langsung terdiri atas tindak tutur direktif langsung pada sasaran dan tindak tutur direktif


(2)

Yasinta Susaeno

iii

langsung dengan argumentasi/alasan. Tuturan tidak langsung disampaikan meng-gunakan modus bertanya, menyatakan fakta, dan melibatkan orang ketiga. Tutur-an tidak lTutur-angsung ditemukTutur-an pada tindak tutur direktif meminta dan memerintah. Hal tersebut karena subjek penelitian lebih sering berkomunikasi menggunakan tuturan meminta dan memerintah kepada mitra tuturnya. Selain modus, anak juga mendayagunakan konteks untuk mendukung supaya keinginannya dapat tercapai. Terdapat empat konteks yang didayagunakan anak pada hasil penelitian ini, yakni konteks tempat, konteks waktu, konteks peristiwa, dan konteks orang sekitar. Prinsip percakapan pun sudah mulai diterapkan anak ketika bertutur, baik prinsip kerja sama maupun prinsip kesantunan.

Berdasarkan hasil penelitian tindak tutur direktif dapat digunakan sebagai materi pembelajaran dalam substansi keterampilan mendengarkan dengan indikator perkem-bangan melaksanakan perintah sekaligus. Selain itu, tindak tutur direktif dapat diintegrasikan pada substansi keterampilan penggunaan bahasa sesuai aturan dengan indikator perkembangan minta dibacakan buku. Materi pembelajaran tersebut dapat dikaitkan dengan tindak tutur direktif meminta secara langsung.


(3)

Yasinta Susaeno

iv

TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA ANAK USIA DUA TAHUN DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN

KEMAMPUAN BERBAHASA DI PAUD

Oleh Yasinta Susaeno

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

pada

Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah JurusanPendidikanBahasa dan Seni

FakultasKeguruan dan IlmuPendidikanUniversitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(4)

Yasinta Susaeno

i

TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA ANAK USIA DUA TAHUN DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN

KEMAMPUAN BERBAHASA DI PAUD

(Skripsi)

Oleh

YASINTA SUSAENO

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(5)

Yasinta Susaeno

xiv DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

SURAT PERNYATAAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

MOTO ... viii

PERSEMBAHAN ... ix

SANWACANA ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Ruang Lingkup ... 6

II. LANDASAN TEORI ... 7

2.1 Tindak Tutur... 7

2.1.1 Pengertian Tindak Tutur ... 7

2.1.2 Jenis-jenis Tindak Tutur ... 9

2.1.2.1 Tindak Tutur Lokusi ... 9

2.1.2.2 Tindak Tutur Ilokusi ... 9

2.1.2.3 Tindak Tutur Perlokusi ... 17

2.1.3 Pendayagunaan Konteks dalam Tindak Tutur ... 18

2.2 Kelangsungan dan Ketidaklangsungan Tuturan ... 19

2.3 Prinsip-prinsip Percakapan... 23

2.3.1 Prinsip Kerja Sama ... 23

2.3.2 Prinsip Kesantunan... 26

2.4 Pemerolehan Bahasa Anak ... 30


(6)

Yasinta Susaeno

xv

III. METODE PENELITIAN ... 34

3.1 Desain Penelitian ... 34

3.2 Sumber Data ... 34

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 35

3.4 Teknik Analisis Data ... 37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1 Hasil ... 41

4.2 Pembahasan ... 42

4.2.1 Bentuk Verbal Tindak Tutur Direktif ... 42

4.2.1.1 Meminta ... 42

4.2.1.2 Memerintah ... 55

4.2.1.3 Memesan ... 66

4.2.1.4 Menasihati ... 68

4.2.1.5 Merekomendasikan ... 72

4.2.2 Pendayagunaan Konteks dalam Tindak Tutur Direktif ... 72

4.2.2.1 Konteks Tempat ... 73

4.2.2.2 Konteks Waktu ... 74

4.2.2.3 Konteks Peristiwa... 75

4.2.2.4 Konteks Orang Sekitar ... 77

4.3 Implikasi Hasil Penelitian pada Pembelajaran Bahasa di PAUD ... 78

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 83

5.1 Simpulan ... 83

5.2 Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 86


(7)

Yasinta Susaeno

ix

MOTO

Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa

dan orang-orang yang berbuat kebaikan

(QS. An-Nahl: 128)

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan

(QS. Alam Nasyrah: 6)

Orang yang mau berusaha adalah orang yang mau hidupnya sukses

di masa mendatang


(8)

Yasinta Susaeno

vi

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Nurlaksana Eko R., M.Pd. ………..

Sekretaris : Sumarti, S.Pd., M.Hum. ………..

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Wini Tarmini, M.Hum. ………..

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003


(9)

Yasinta Susaeno

vii

SURAT PERNYATAAN

Sebagai civitas akademik Universitas Lampung, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

NPM : 0813041055 nama : Yasinta Susaeno

judul skripsi : Tindak Tutur Direktif pada Anak Usia Dua Tahun dan Implikasinya pada Pembelajaran Kemampuan Berbahasa di PAUD

program studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. karya tulis ini bukan saduran/terjemahan, murni gagasan, rumusan dan pe-laksanan penelitian/implementasi saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan pembimbing akademik dan narasumber di organisasi tempat riset;

2. dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka;

3. saya menyerahkan hak milik atas karya tulis ini kepada Universitas Lampung, dan oleh karenanya Universitas Lampung berhak melakukan pengelolaan atas karya tulis ini sesuai dengan norma hukum dan etika yang berlaku; dan

4. pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Universitas Lampung.

Bandarlampung, Juni 2012 Yang membuat pernyataan,

Yasinta Susaeno NPM 0813041055


(10)

Yasinta Susaeno

x

PERSEMBAHAN

Dengan penuh syukur atas segala nikmat dan rahmat yang diberikan Allah swt., kupersembahkan karya kecilku kepada orang-orang tersayang berikut ini.

1. Ayah dan Ibuku tercinta, Suprapto dan Yanina Sari, terima kasih untuk se-mua cinta, kasih sayang, doa, dan dukungan yang telah kalian berikan pa-daku hingga sekarang.

2. Adik-adikku, Yulisa dan Salsabila, terima kasih atas doa dan senyuman yang selalu ada untukku.

3. Keluarga besarku yang senantiasa menanti keberhasilanku.

4. Almamaterku tercinta, Universitas Lampung yang telah memberi ilmu


(11)

Yasinta Susaeno

v

Judul Skripsi : TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA ANAK

USIA DUA TAHUN DAN IMPLIKASINYA

PADA PEMBELAJARAN KEMAMPUAN

BERBAHASA DI PAUD

Nama : Yasinta Susaeno

Nomor Pokok Mahasiswa : 0813041055

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan

Daerah

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. Nurlaksana Eko R., M.Pd. Sumarti, S.Pd., M.Hum. NIP 19640106 198803 1 001 NIP 19700318 199403 2 002

2. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Drs. Imam Rejana, M.Si. NIP 19840421 197803 1 004


(12)

Yasinta Susaeno

viii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, pada 11 Februari 1990. Anak pertama dari tiga bersaudara, buah kasih pasangan Ayahanda Suprapto dan Ibunda Yanina Sari. Pendidikan yang telah penulis tempuh, yakni SD Negeri 2 Langkapura pada tahun 1996–2002, SMP Negeri 14 Bandar Lampung pada tahun 2002–2005, SMA Negeri 14 Bandar Lampung pada tahun 2006−2008. Tahun 2008 penulis meng-ikuti Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

Pada tahun 2010 semester 4 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Bandung–Yogyakarta–Bali, tahun 2011 semester 6 penulis melaksanakan Ku-liah Kerja Nyata (KKN) di Kabupaten Lampung Barat, Kecamatan Sumberjaya, Desa Tugusari, serta Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Negeri 1 Sumberjaya, Lampung Barat.


(13)

Yasinta Susaeno

xi

SANWACANA

Puji syukur ke hadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat, taufik, serta hi-dayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Tindak Tutur Direktif pada Anak Usia Dua Tahun dan Im-plikasinya pada Pembelajaran Kemampuan Berbahasa di PAUD” ini adalah salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Lampung. Skripsi ini sengaja di-susun untuk mempermudah mahasiswa khususnya calon pengajar dan pembaca pada umumnya dalam memahami lebih jauh tentang tindak tutur direktif pada anak usia dua tahun.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

1. Dr. Nurlaksana Eko R., M.Pd., selaku pembimbing utama atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

2. Sumarti, S.Pd., M.Hum., selaku pembimbing kedua atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

3. Dr. Wini Tarmini, M.Hum., selaku pembahas pada seminar hasil dan Pembimbing Akademik yang senantiasa memberikan dukungan, memberikan


(14)

Yasinta Susaeno

xii

pengarahan, nasihat, bantuan, dan saran-saran dari mulai pengajuan judul, penyusunan proposal, hingga skripsi ini selesai dengan penuh kesabaran; 4. Dr. Edi Suyanto, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia yang telah membimbing penulis selama menempuh studi di Universitas Lampung;

5. Drs. Imam Rejana, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung;

6. bapak dan ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah yang telah memberi penulis ilmu yang bermanfaat;

7. Dr. M. Thoha B.S. Jaya, M.S., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, beserta stafnya;

8. Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

9. ayah dan ibu tercinta, (Suprapto dan Yanina Sari), yang selalu memberikan kasih sayang, motivasi dalam bentuk moral maupun material dan untaian doa yang tiada terputus untuk keberhasilan penulis;

10. adik-adikku (Yulisa dan Salsabila) yang aku sayangi dan selalu memberikan semangat, dan motivasi;

11. keluarga besarku yang senantiasa menantikan kelulusanku dengan memberikan dorongan, semangat, dan doa;

12. sahabat-sahabatku di Batrasia angkatan 2008 (Asih Kurniawati, Ika Puspita Apriani, Neneng Suryani, Putri Wulandari, Rima Gustianita, Yetni Halimah, Yinda Dwi Gustira, dan Yuliana Lestari) yang selama ini saling memberi motivasi, dukungan, mengingatkan ketika salah, saling mendokaan, saling


(15)

Yasinta Susaeno

xiii

menghibur disetiap kesedihan, dan saling melengkapi, semoga persahabatan kita akan kekal selamanya dan tidak terpisahkan oleh jarak dan waktu;

13. seluruh rekan-rekan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah angkatan 2008 yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu terima kasih atas kerja sama, doa serta kebersamaan yang telah teman-teman berikan;

14. seluruh kakak tingkat angkatan 2005 – 2007 yang saya hormati; dan 15. seluruh adik tingkat 2009 – 2011 yang saya sayangi.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi, sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Juni 2012 Penulis,


(16)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah alat komunikasi karena tanpa adanya bahasa maka seseorang tidak dapat berkomunikasi dengan lancar. Bahasa adalah milik manusia dan merupakan satu ciri pembeda utama umat manusia dengan makhluk hidup lainnya di dunia ini (Tarigan, 1990: 4). Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat interaksi yang hanya dimiliki manusia. Sebagai alat komunikasi, bahasa diguna-kan oleh anggota masyarakat penuturnya untuk menjalin hubungan dengan anggo-ta masyarakat yang lain yang mempunyai kesamaan bahasa.

Bahasa tidak hanya digunakan oleh orang dewasa dalam berkomunikasi, anak-anak usia dua tahun pun sudah menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi dengan orang di sekitarnya. Mereka sudah mulai berani untuk mengutarakan apa yang diinginkannya, mulai aktif dalam berbahasa, dan setiap saat selalu bertutur kepada mitra tuturnya. Ucapan anak usia dua tahun belum jelas karena fungsi alat ucapnya yang belum sempurna, tetapi pada usia ini mereka sudah berusaha bel-ajar bertutur atau berbicara dalam mengajukan sesuatu yang diinginkannya. Tutur-an yTutur-ang mereka ucapkTutur-an terkadTutur-ang hTutur-anya meniru dari tuturTutur-an orTutur-ang dewasa. Namun tuturan-tuturan tersebut disimpan di dalam ingatannya kemudian ditutur-kan pada situasi tertentu. Misalnya, pada saat mereka ingin meminta sesuatu atau


(17)

2 memerintah mitra tuturnya. Fungsi komunikasi tersebut sering dituturkan oleh anak usia dua tahun dan disebut tindak tutur direktif.

Tindak tutur direktif, yaitu ilokusi yang bertujuan menghasikan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur, (tindak ilokusi ini oleh Leech disebut dengan tindak tutur ilokusi impositif). Tindak tutur direktif sering digunakan oleh anak usia dua tahun untuk memerintah mitra tutur melakukan sesuatu. Tuturan yang dihasilkan menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur. Misalnya, sang anak meminta dibuatkan susu karena ia haus dengan menggunakan tuturan me-minta. Hal tersebut dapat terlihat pada contoh percakapan yang berhasil didapat oleh peneliti berikut ini.

(1) S : “Mamah buatin tutu, Tata aus.” (sambil merengek kepada sang

ibu). (Tutu = susu)

I : “Nanti ya, Mamah nonton TV dulu.”

S : “Ih... Mamah buatin Tatawiyah tutu.” (sambil menangis).

I : “Iya sayang Mamah buatin. Tunggu sebentar ya! Jangan

nangis lagi!”

S : “He..eh...”

Percakapan di atas terjadi pada malam hari, saat sang ibu sedang menonton tele-visi bersama sang anak. Dalam percakapan tersebut, tampak bahwa sang anak me-minta dibuatkan susu oleh ibunya sambil merengek. Awalnya sang ibu belum mengabulkan keinginan sang anak tersebut karena sedang asyik menonton tele-visi, tetapi setelah mendengar anaknya menangis barulah ia membuatkan susu. Sang anak menggunakan tindak tutur langsung pada sasaran. Hal tersebut dilaku-kannya karena meminta dibuatkan susu merupakan kebiasaan setiap hari, sehing-ga ia tidak takut untuk mengutarakan apa yang diinginkannya densehing-gan mengguna-kan tindak tutur langsung.


(18)

3 Selain menggunakan tindak tutur langsung untuk mengutarakan keinginannya ter-sebut anak usia dua tahun pun dapat menggunakan tindak tutur tidak langsung da-lam mengutarakan apa yang mereka inginkan. Misalnya, pada contoh percakapan yang berhasil didapat oleh peneliti berikut ini.

(2) S : “Aku mau apa ya?” (Sambil melihat ke arah ibunya).

I : “Mamah gak tau lah Adek mau apa.”

S : “Aku mau apa ya?” (Sambil melihat jajanan yang ada

dihadapannya).

I : “O... Tata mau jajan ya?”

S : “Iya Mamah...” (Sambil tersenyum malu).

I : “Bilang dong Tata, Mamah kan gak tau Tata mau apa. Ya

udah sekarang Tata mau jajan apa?”

S : “Minuman.” (Sambil menunjuk minuman yang ada

dihadapannya).

I : “Ya udah kita beli minuman ini ya.”

Percakapan di atas terjadi pada pagi hari, saat sang ibu sedang berbelanja di pasar bersama sang anak. Pada percakapan tersebut, tampak bahwa sang anak ingin me-minta dibelikan sesuatu yaitu minuman ketika sang ibu sedang membeli sesuatu di pasar. Namun ia tidak langsung mengutarakan apa yang diinginkannya. Justru ia menggunakan tindak tutur tidak langsung dengan modus bertanya untuk mengu-tarakan keinginannya tersebut, yakni dengan cara bertanya sambil melihat ke arah ibunya, namun sang ibu belum paham maksud dari tuturan bertanya anaknya ter-sebut. Sang anak pun memberi kode kepada sang ibu tentang maksud tuturannya tersebut dengan melihat ke arah jajanan yang ada di hadapannya itu. Hal itulah yang membuat sang ibu akhirnya mengerti maksud dari tuturan anaknya itu. Hal tersebut dilakukan sang anak karena ia sedikit ragu terhadap kemungkinan di-kabulkannya permintaan tersebut oleh ibunya.


(19)

4 Kajian tentang tindak tutur direktif sudah banyak dilakukan oleh para peneliti. Adapun para peneliti yang telah melakukan penelitian tentang tindak tutur direktif antara lain, Megaria (2009) yang meneliti tentang tindak tutur memerintah pada anak usia prasekolah dan implikasinya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di TK. Subjek penelitian ini adalah seorang anak berusia 5,7 tahun bernama Annisa Frecilia Adenina dan Patrisia (2010) yang meneliti tentang kesantunan dalam tin-dak tutur meminta pada anak-anak dan implikasinya pada pembelajaran Bahasa Indonesia di SD. Subjek penelitian ini adalah seorang anak berusia 7 tahun ber-nama Yasa Intizar Tazana.

Dari deskripsi di atas menunjukkan bahwa penelitian mengenai tindak tutur direk-tif yang telah diteliti oleh Megaria (2009) dan Patrisia (2010) terdapat perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan saat ini. Hal tersebut nampak pada peneli-tian peneliti yang meneliti keseluruhan tindak tutur direktif pada anak usia dua ta-hun yang meliputi tuturan meminta, memerintah, memesan, menasihati, dan mere-komendasikan, sedangkan penelitian Megaria (2009) lebih fokus meneliti tentang tindak tutur memerintah dan penelitian Patrisia (2010) lebih fokus meneliti ten-tang kesantunan dalam tindak tutur meminta.

Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa perlu melakukan penelitian terhadap anak usia dua tahun dengan judul “Tindak Tutur Direktif pada Anak Usia Dua


(20)

5 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana tindak tutur direktif pada anak usia dua tahun dan implikasinya pada pembelajaran kemampuan berbahasa di PAUD.

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tindak tutur direktif pada anak usia dua tahun dan implikasinya pada pembelajaran kemampuan berbahasa di PAUD.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi keilmuan dan bagi pembel-ajaran bahasa, baik secara teoretis maupun secara praktis.

a. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah kajian pragmatik, serta memberikan masukan bagi pengembangan teori tindak tutur.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengajaran bahasa. Masukan tersebut secara langsung dapat dimanfaatkan oleh guru dalam pembelajaran bahasa tentang adanya tindak tutur direktif, yakni berkaitan dengan tuturan meminta, memerintah, memesan, menasihati, dan

merekomendasikan. Bagi guru PAUD, kajian ini hendaknya dimanfaatkan

untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar kemampuan berbahasa yang dilaksanakan di PAUD, terutama berkaitan dengan penerapan


(21)

6 pendekatan komunikatif dan pendekatan kontekstual yang mengembalikan bahasa pada fungsi utamanya sebagai alat komunikasi dan menghubungkan kegiatan belajar mengajar dengan konteks kehidupan nyata anak-anak.

1.5Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Sumber data dalam penelitian ini adalah tuturan anak usia dua tahun.

2) Data penelitian ini adalah tindak tutur direktif yang meliputi meminta,


(22)

7

II. LANDASAN TEORI

2.1. Tindak Tutur

Tindak tutur merupakan analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu bahasa yang meng-kaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya. Adapun hal-hal yang akan dibahas dalam tindak tutur meliputi: pengertian tindak tutur, jenis-jenis tindak tutur, dan pendayagunaan konteks dalam tindak tutur.

2.1.1 Pengertian Tindak Tutur

Tindak tutur (speech art) merupakan unsur pragmatik yang melibatkan pembicara, pendengar atau penulis pembaca serta yang dibicarakan. Dalam penerapannya tin-dak tutur digunakan oleh beberapa disiplin ilmu. Adapun pengertian tintin-dak tutur yang dikemukakan oleh para ahli bahasa, antara lain: Austin, Searle, Chaer, dan Tarigan.

Austin (dalam Rusminto, 2010: 22) pertama kali mengemukakan istilah tindak tu-tur. Austin mengemukakan bahwa aktivitas bertutur tidak hanya terbatas pada pe-nuturan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu atas dasar tuturan itu. Pendapat Austin ini didukung oleh Searle (dalam Rusminto 2010: 22) dengan mengatakan bahwa unit terkecil komunikasi bukanlah kalimat, melainkan tindakan tertentu, se-perti membuat pernyataan, pertanyaan, perintah, dan permintaan.


(23)

8 Selanjutnya Searle (dalam Rusminto, 2010: 22) mengemukakan bahwa tindak tu-tur adalah teori yang mencoba mengkaji makna bahasa yang didasarkan pada hu-bungan tuturan dengan tindakan yang dilakukan oleh penuturnya. Kajian tersebut didasarkan pada pandangan bahwa (1) tuturan merupakan sarana untuk berkomu-nikasi dan (2) tuturan baru memiliki makna jika direalisasikan dalam tindak ko-munikasi nyata, misalnya membuat pernyataan, pertanyaan, perintah, dan permin-taan. Dengan demikian, tindakan merupakan karakteristik tuturan dalam komuni-kasi. Diasumsikan bahwa dalam merealisasikan tuturan atau wacana, seseorang berbuat sesuatu, yaitu performansi tindakan. Tuturan yang berupa performansi tin-dakan ini disebut dengan tuturan performatif, yakni tuturan yang dimaksudkan un-tuk melakukan suatu tindakan.

Chaer (2004: 16) menyatakan bahwa tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya, sedangkan Tarigan (1990: 36) menyatakan bahwa berkaitan dengan tindak tutur maka setiap ujaran atau ucapan tertentu mengandung maksud dan tujuan tertentu pula. Dengan kata lain, kedua belah pihak, yaitu penutur dan lawan tutur terlibat dalam suatu tujuan kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu. Sesuai dengan keterangan tersebut, maka instrumen pada penelitian ini mengacu pada teori tindak tutur.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur adalah teori yang mengkaji makna bahasa yang didasarkan pada hubungan tuturan dengan tindakan


(24)

9 yang dilakukan oleh penutur kepada mitra tuturnya dalam berkomunikasi. Arti-nya, tuturan baru bermakna jika direalisasikan dalam tindakan komunikasi nyata. 2.1.2 Jenis-Jenis Tindak Tutur

Berkenaan dengan tuturan, Austin (dalam Rusminto, 2010: 22–23) mengklasifika-sikan tindak tutur atas tiga klasifikasi, yaitu tindak tutur lokusi, tindak tutur iloku-si, dan tindak tutur perlokusi.

2.1.2.1 Tindak Tutur Lokusi

Tindak tutur lokusi adalah tindakan proposisi yang berada pada kategori mengata-kan sesuatu (an act saying somethings). Oleh karena itu, yang diutamamengata-kan dalam tindak lokusi adalah isi tuturan yang diungkapkan oleh penutur. Wujud tindak lo-kusi adalah tuturan-tuturan yang berisi pernyataan atau tentang sesuatu. Leech (dalam Rusminto, 2010: 23) menyatakan bahwa tindak bahasa ini lebih kurang da-pat disamakan dengan sebuah tuturan kalimat yang mengandung makna dan acuan. Perhatikan contoh tindak tutur ilokusi berikut.

(3) Andi belajar menulis. (4) Bajumu kotor sekali.

Kedua kalimat di atas diutarakan penulisnya semata-mata untuk menginformasi-kan sesuatu tanpa ada tendesi untuk melakumenginformasi-kan sesuatu, apa lagi untuk mem-pengaruhi mitra tuturnya.

2.1.2.2 Tindak Tutur Ilokusi

Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang mengandung daya untuk melakukan tindakan tertentu dalam hubungannya dengan mengatakan sesuatu (an act of doing somethings in saying somethings). Tindakan tersebut seperti janji, tawaran,


(25)

10 atau pertanyaan yang terungkap dalam tuturan. Moore (dalam Rusminto, 2010: 23) menyatakan bahwa tindak ilokusi merupakan tindak tutur yang sesungguhnya atau yang nyata yang diperformansikan oleh tuturan, seperti janji, sambutan, dan peringatan. Mengidentifikasi tindak ilokusi lebih sulit jika dibandingkan dengan tindak lokusi, sebab pengidentifikasian tindak ilokusi harus mempertimbangkan penutur dan mitra tuturnya, kapan dan di mana tuturan terjadi, serta saluran apa yang digunakan. Oleh sebab itu, tindak ilokusi merupakan bagian penting dalam memahami tindak tutur. Perhatikan contoh tindak tutur ilokusi berikut.

(5) Saya tidak pergi.

Tuturan pada data (5) Saya tidak pergi., tuturan ini terjadi pada hari minggu pada saat penutur menelpon mitra tutur dan pada saat itu sedang dalam keadaan hujan. Penutur memiliki janji kepada mitra tutur untuk pergi bersama. Tuturan ini tidak hanya sebagai sebuah pemberitahuan semata, tetapi ada maksud lain yang dike-hendaki penutur. Penutur sebenarnya ingin meminta maaf kepada mitra tutur kare-na membatalkan janji untuk pergi bersama dikarekare-nakan hujan. Informasi yang di-berikan penutur sebenarnya kurang begitu penting karena besar kemungkinan mit-ra tutur juga tidak bisa pergi karena di daemit-rah mitmit-ra tutur juga sedang hujan seperti yang terjadi di daerah si penutur.

Leech (dalam Rusminto, 2010: 23) mengklasifikasikannya berdasarkan hubungan fungsi-fungsi tindak ilokusi dengan tujuan-tujuan sosial berupa pemeliharaan peri-laku yang sopan dan terhormat menjadi empat jenis, yaitu sebagai berikut.

1) Kompetitif, seperti memerintah, meminta, menuntut, mengemis.

2) Menyenangkan, seperti menawarkan, mengajak, mengundang, menyapa,


(26)

11

3) Bekerja sama, seperti menyatakan, melapor, mengumumkan, mengajarkan.

4) Berentangan, seperti mengancam, menuduh, menyumpahi, memarahi.

Halliday (dalam Rusminto, 2009: 72) mengklasifikasikan tindak tutur ke dalam empat belas jenis, yaitu sebagai berikut.

1) Tindak tutur menyapa, mengundang, menerima, dan menjamu.

2) Tindak tutur memuji, mengucapkan selamat, menyanjung, menggoda, dan

menyombongkan.

3) Tindak tutur menginterupsi, menyela, dan memotong pembicaraan.

4) Tindak tutur memohon, meminta, dan mengharapkan.

5) Tindak tutur mengelak, membohongi, mengobati kesalahan, dan

mengganti subjek.

6) Tindak tutur mengkritik, menegur, mencerca, mengomeli, mengejek,

menghina, dan memperingatkan.

7) Tindak tutur mengeluh dan mengadu.

8) Tindak tutur menuduh dan menyangkal.

9) Tindak tutur menyetujui, menolak, dan membantah.

10)Tindak tutur meyakinkan ,mempengaruhi, dan menyugesti.

11)Tindak tutur memerintah, memesan, dan meminta atau menuntut.

12)Tindak tutur menanyakan, memeriksa, dan meneliti.

13)Tindak tutur menaruh simpati dan menyatakan bela sungkawa.


(27)

12 Sementara itu, Pateda (dalam Rusminto, 2009: 73) secara lebih sederhana meng-klasifikasikan tuturan atas lima klasifikasi, yaitu sebagai berikut.

1) Tuturan yang berisi pernyataan.

2) Tuturan yang berisi suruhan atau penolakan.

3) Tuturan yang berisi permintaan atau penolakan.

4) Tuturan yang berisi pertanyaan atau jawaban.

5) Tuturan yang berisi nasihat.

Sementara itu, Searle (dalam Rusminto, 2009: 71) membedakan tindak ilokusi menjadi lima bagian sebagai berikut.

a. Tindak Tutur Asertif

Tindak tutur asertif, yakni ilokusi di mana penutur terikat pada kebenaran pre-posisi yang diungkapkan, misalnya menyatakan, mengusulkan, membual, mengemukakan pendapat, melaporkan. Berikut ini contoh tuturan asertif jenis pemberitahuan.

(6) Bagaimana kalau liburan tahun ini kita ke Lombok.

Tuturan di atas merupakan usulan untuk memberitahukan mitra tutur bahwa penutur mengusulkan suatu tempat yang penutur ketahui, tempat tersebut me-rupakan tempat wisata yang indah.

b. Tindak Tutur Direktif

Tindak tutur direktif, yaitu ilokusi yang bertujuan menghasikan suatu efek be-rupa tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur, (tindak ilokusi ini oleh Leech disebut dengan tindak tutur ilokusi impositif), seperti memesan, memerintah,


(28)

13

meminta, merekomendasikan, dan menasihati. Berikut uraian mengenai jenis

tindak tutur direktif. 1. Meminta

Minta berarti berharap supaya diberi atau mendapat sesuatu (Poerwadarminta, 2006: 769). Jadi, tuturan meminta dikemukakan agar mitra tutur memberi se-suatu (yang dimintai). Contoh tuturan meminta sebagai berikut.

(7) Pita mau buah.

Tuturan pada data (7) Pita mau buah terjadi pada pagi hari, saat sedang menon-ton televisi di ruang keluarga. Tuturan ini dituturkan penutur (seorang anak) kepada mitra tutur (kakak). Tuturan ini termasuk tuturan meminta sesuatu ke-pada mitra tuturnya berupa sebuah permintaan agar kakaknya memberi buah kepada sang anak.

2. Memerintah

Perintah berarti perkataan yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu; se-suatu yang harus dilakukan. Memerintah berarti memberi perintah; menyuruh melakukan sesuatu (Poerwadarminta, 2006: 876). Jadi, tuturan memerintah di-kemukakan agar mitra tutur melaksanakan atau mengerjakan apa yang diingin-kan pembicara. Contoh kalimat tuturan memerintah sebagai berikut.

(8) Minum sana!

Tuturan pada data (8) Minum sana! terjadi pada pada malam hari, saat sang ka-kak sedang berbaring di tempat tidur sambil makan keripik bersama adiknya, lalu sang adik memerintah kakaknya supaya mengambilkan minum karena sang kakak kepedasan makan keripik. Tuturan ini termasuk tuturan memerintah


(29)

14 mitra tuturnya untuk melakukan sesuatu berupa sebuah tindakan agar kakaknya mengambil air minum untuk kakaknya yang kepedasan itu.

3. Memesan

Memesan berarti memberi pesan (nasihat, petunjuk, dan sebagainya) (Poerwadarminta, 2006: 883). Jadi, tuturan memesan dikemukakan untuk memberi pesan kepada orang lain. Contoh kalimat tuturan memesan sebagai berikut.

(9) Pesan Ayah, kau bangun subuh.

Tuturan pada data (9) Pesan Ayah, kau bangun subuh terjadi pada malam hari. Tuturan ini dituturkan oleh ayah yang akan pergi ke luar kota kepada anak laki-lakinya. Tututan ini bukan hanya sebuah pesan agar anaknya harus bangun su-buh, tetapi sang ayah menginginkan anaknya melakukan shalat subuh setiap hari.

4. Menasihati

Nasihat berarti ajaran atau pelajaran baik; anjuran (petunjuk, peringatan, tegur-an) yang baik. Menasihati berarti memberi nasihat (Poerwadarminta, 2006: 795). Jadi, tuturan menasihati dikemukakan untuk memberi nasihat, anjuran kepada orang lain. Contoh tuturan menasihati sebagai berikut.

(10) Kalau mau pintar harus rajin ke perpustakaan.

Tuturan pada data (10) Kalau mau pintar harus rajin ke perpustakaan terjadi

pada siang hari. Tuturan ini dituturkan seorang guru kepada para murid saat belajar di kelas. Tuturan ini berisi nasihat kepada murid kalau ingin pintar


(30)

ha-15 rus rajin ke perpustakaan. Guru menginginkan murid-murid rajin membaca dan mengisi waktu luang dengan berkunjung ke perpustakaan.

5. Merekomendasikan

Rekomendasi berarti hal minta perhatian bahwa orang yang disebut dapat di-percaya, baik (biasa dinyatakan dengan surat); penyuguhan; saran yang meng-anjurkan (membenarkan ; menguatkan). Merekomendasikan berarti memberi-kan rekomendasi; menasihatmemberi-kan; menganjurmemberi-kan (KBBI, 2008: 1158). Jadi, tu-turan merekomendasikan dikemukakan untuk memberikan rekomendasi dan memberitahukan kepada seseorang atau lebih bahwa sesuatu yang dapat diper-caya. Contoh tuturan merekomendasikan sebagai berikut.

(11) Saya sebagai ketua komisi telah merekomendasikan pembentukan Dewan Pengurus Keuangan.

Tuturan pada data (11) merupakan tuturan yang diungkapkan oleh penutur un-tuk merekomendasikan pembenun-tukan Dewan Pengurus Keuangan.

Dardjowidjojo (2008: 95) pada tindak ujaran direktif pembicara melakukan tindak ujaran dengan tujuan agar pendengar melakukan sesuatu. Wujud tindak ujaran ini dapat berupa pertanyaan seperti pada contoh (12), permintaan sangat lunak seperti pada contoh (13), sedikit menyuruh seperti pada contoh (14), atau sangat langsung dan kasar seperti pada contoh (15).

(12) Apa kamu harus merokok di sini? (13) Mbok kamu mampir kalau ke Jakarta. (14) Ayo, dong, dimakan kuenya.

(15) Pergi kamu!

Selanjutnya, seorang mitra tutur memiliki beberapa cara untuk merespon sebuah tindak tutur direktif. Bisa saja mitra tutur tersebut mengiyakan tindak tutur direktif


(31)

16 tersebut tanpa membantah, mengiyakan dengan memunculkan ujaran tertentu atau bahkan mitra tutur melakukan penolakan terhadap tindak tutur direktif yang di-ungkapkan oleh penutur.

c. Tindak Tutur Komisif

Tindak Tutur komisitif, yakni ilokusi di mana penutur terikat pada suatu dakan di masa depan, misalnya menjanjikan, menawarkan, berkaul. Contoh tin-dak tutur komisif.

(16) Adik mau dibelikan apa jika kakak sudah bekerja nanti?

Tuturan (16) Adik mau dibelikan apa jika kakak sudah bekerja nanti?, berupa

komisif penawaran. Pada tuturan di atas penutur terikat suatu tindakan di masa depan berupa penawaran akan membelikan sesuatu.

d. Tindak Tutur Ekspresif

Tindak tutur ekspresif, yakni ilokusi yang berfungsi untuk mengungkapkan si-kap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, berbela sungkawa. Ilokusi ekspresif terdapat pada contoh tuturan berikut.

(17) Saya turut belasungkawa atas meninggalnya kakekmu.

Tuturan (17) Saya turut belasungkawa atas meninggalnya kakekmu., berupa

ilokusi ekspresif yang mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap ke-adaan yang tersirat dalam ilokusi.

e. Tindak Tutur Deklaratif

Tindak tutur deklaratif, yakni ilokusi yang digunakan untuk memastikan kese-suaian antara isi proposisi dengan kenyataan, misalnya membaptis, memecat,


(32)

17 memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengangkat. Ilokusi deklaratif terdapat pada contoh tuturan berikut.

(18) Mulai besok, silakan Anda angkat kaki dari perusahaan ini.

Tuturan (18) Mulai besok, silakan Anda angkat kaki dari perusahaan ini.,

me-rupakan tindak ilokusi deklaratif, yakni ilokusi yang digunakan untuk memasti-kan kesesuaian antara isi proposisi dengan kenyataan. Tuturan ini berupa tutur-an pemecattutur-an ytutur-ang disampaiktutur-an oleh kepala perusahatutur-an kepada bawahtutur-annya. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur asertif ada-lah tuturan yang mengikat penuturnya akan kebenaran atas apa yang diujarkan. Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang mengikat penutur untuk melakukan tindakan yang disebutkan di dalam ujaran itu. Tindak tutur komisif adalah ilokusi yang penuturnya terikat janji pada suatu tindakan di masa depan. Tindak tutur eks-presif adalah tuturan yang mengungkapkan perasaan penutur. Tindak tutur dekla-ratif adalah tuturan yang dapat menyebabkan adanya situasi (status) baru.

2.1.2.3 Tindak Tutur Perlokusi

Tindak tutur perlokusi adalah efek atau dampak yang ditimbulkan oleh tuturan ter-hadap mitra tutur, sehingga mitra tutur melakukan tindakan berdasarkan isi tutur-an. Levinson (dalam Rusminto, 2010: 23) menyatakan bahwa tindakan perlokusi lebih mementingkan hasil, sebab tindak ini dikatakan berhasil jika mitra tutur melakukan sesuatu yang diinginkan oleh penutur. Perhatikan contoh berikut.

(19) Kemarin saya sangat sibuk.

Tuturan (19) Kemarin saya sangat sibuk., diutarakan seseorang yang tidak dapat


(33)

18 mengandung tindak ilokusi memohon maaf, dan tindak perlokusi (efek) harapan adalah orang yang mengundang dapat memakluminya.

2.1.3 Pendayagunaan Konteks dalam Tindak Tutur

Sebuah peristiwa tutur tidak akan pernah lepas dari konteks yang melatarinya, tu-turan akan lebih bermakna jika dilibatkan dengan konteks yang melatarinya. Grice (dalam Rusminto, 2009: 53) konteks adalah latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur yang memungkinkan mitra tutur untuk memperhitungkan tuturan dan memaknai arti tuturan dari si penutur. Se-mentara itu, Schiffrin (dalam Rusminto, 2010: 56) mendefinisikan konteks seba-gai sebuah dunia yang diisi orang-orang yang memproduksi tuturan-tuturan atau situasi tentang susunan keadaan sosial sebuah tuturan sebagai bagian konteks pengetahuan di tempat tuturan tersebut diproduksi dan diinterpretasi. Dengan de-mikian, konteks tidak saja berkenaan dengan pengetahuan, tetapi merupakan suatu rangkaian lingkungan tempat tuturan dimunculkan dan diinterpretasikan sebagai realisasi yang didasarkan pada aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat pe-makaian bahasa.

Tarigan (1990: 35) mengemukakan bahwa konteks sebagai setiap latar belakang pengetahuan yang diperkirakan dimiliki dan disetujui bersama oleh pembicara (atau penulis) dan penyimak (atau pembaca) serta yang menunjang interpretasi penyimak (atau pembaca) terhadap apa yang dimaksud pembicara (atau penulis) dengan suatu ucapan tertentu. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bah-wa konteks adalah sesuatu yang dapat mempengaruhi makna tuturan dari sese-orang yang memiliki latar belakang situasi, sosial, budaya yang sama.


(34)

19 Dalam setiap tuturan selalu terdapat unsur-unsur yang melatarbelakangi terjadinya komunikasi antara penutur dan mitra tutur. Unsur-unsur tersebut sering juga dise-but sebagai ciri-ciri konteks meliputi segala sesuatu yang berada di sekitar penutur dan mitra tutur ketika peristiwa tutur sedang berlangsung. Hymes (dalam Rusminto, 2010: 57) menyatakan bahwa unsur-unsur konteks mencakup berbagai komponen yang disebut dengan akronim SPEAKING. Akronim ini dapat diurai-kan sebagai berikut.

1) Setting, yang meliputi waktu, tempat atau kondisi fisik lain yang berada di

se-kitar tempat terjadinya peristiwa tutur.

2) Participants, yang meliputi penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam

peristi-wa tutur.

3) Ends, yaitu tujuan atau hasil yang diharapkan dapat dicapai dalam peristiwa

tu-tur yang sedang terjadi.

4) Act sequences, yaitu bentuk dan isi pesan yang ingin disampaikan.

5) Keys, yaitu cara berkenaan dengan sesuatu yang harus dikatakan oleh penutur.

6) Instrumentalities, yaitu saluran yang digunakan dan bentuk tuturan yang

dipa-kai oleh penutur dan mitra tutur.

7) Norms, yaitu norma-norma yang digunakan dalam interaksi yang sedang

ber-langsung.

8) Genres, yaitu register khusus yang dipakai dalam peristiwa tutur.

2.2 Kelangsungan dan Ketidaklangsungan Tuturan

Dengan cara yang lebih rinci, Wijana (dalam Rusminto, 2010: 44) mengklasifika-sikan kelangsungan dan ketidaklangsungan tindak tutur, yaitu sebagai berikut.


(35)

20

1) Modus Langsung

Modus langsung, yakni modus tuturan yang mencerminkan kesesuaian antara tuturan dengan tindakan yang diharapkan, misalnya tuturan deklaratif untuk menginformasikan sesuatu, tuturan interogatif untuk bertanya. Sebagai contoh dapat dilihat kalimat berikut.

(20) Yuli merawat ayahnya.

Kalimat di atas merupakan tindak tutur langsung berupa kalimat berita.

2) Modus Tidak Langsung

Modus tidak langsung, yakni modus tuturan yang mencerminkan ketidaksesu-aian antara tuturan dengan tindakan yang diharapkan dengan tujuan agar tu-turan dianggap lebih sopan, misalnya tutu-turan interogatif memerintah. Sebagai contoh dapat dilihat kalimat berikut.

(21) Di mana sepatuku?

Tuturan (21) Di mana sepatuku?, apabila diutarakan seorang kakak kepada seorang adik, tidak semata-mata berfungsi untuk menanyakan di mana sepatu kakak, tetapi juga secara tidak langsung memerintah sang adik untuk meng-ambil sepatu milik kakak.

3) Modus Literal

Modus literal, yakni modus tuturan yang mencerminkan kesesuaian makna li-teral tuturan dengan tindakan yang diharapkan. Sebagai contoh dapat dilihat kalimat berikut.


(36)

21 Kalimat (22) jika diutarakan dengan maksud untuk memuji atau mengagumi suara penyanyi yang dibicarakan, artinya ketika ia mengatakan suara penya-nyi itu bagus memang benar suara penyapenya-nyi itu bagus. Jadi, kalimat ini meru-pakan tindak tutur dengan modus literal.

4) Modus Tidak Literal

Modus tidak literal, yakni modus tuturan yang mencerminkan ketidaksamaan makna literal tuturan dengan tindakan yang diharapkan. Sebagai contoh dapat dilihat kalimat berikut.

(23) Suaramu bagus (tapi kamu tidak usah menyanyi).

Kalimat (23) penutur bermaksud mengatakan bahwa suara mitra tuturnya je-lek, yaitu dengan mengatakan “tak usah menyanyi”. Tindak tutur pada kali-mat (23) merupakan tindak tutur dengan modus tidak literal.

5) Modus Langsung Literal

Modus langsung literal, yakni modus yang mencerminkan kesamaan bentuk dan makna literal tuturan dengan tindakan yang diharapkan: tuturan deklaratif untuk memberitahukan sesuatu. Sebagai contoh dapat dilihat kalimat berikut.

(24) Ayu gadis yang cantik.

Tuturan tersebut merupakan tindak tutur dengan modus langsung literal apa-bila berturut-turut dimaksudkan untuk memberitakan bahwa orang yang dibi-carakan sangat cantik.

6) Modus Tidak Langsung Literal

Modus tidak langsung literal, yakni modus tuturan yang dituturkan dengan bentuk yang tidak sesuai dengan tindakan yang diharapkan tetapi antara


(37)

mak-22 na literal dengan tindakan yang diharapkan terdapat kesamaan. Sebagai con-toh dapat dilihat kalimat berikut.

(25) Rambutmu acak-acakan.

Kalimat di atas bukan hanya untuk menyatakan rambut yang memang acak-acakan tetapi juga untuk menyuruh untuk merapikan.

7) Modus Langsung Tidak Literal

Modus langsung tidak literal, yakni modus yang diungkapkan dengan bentuk tuturan yang sesuai dengan tindakan yang diharapkan tetapi makna literal tu-turan tidak sesuai dengan tindakan yang diharapkan. Sebagai contoh dapat di-lihat kalimat berikut.

(26) Suaramu bagus kok.

Pada kalimat tersebut penutur sebenarnya ingin mengatakan bahwa suara mit-ra tuturnya jelek.

8) Modus Tidak Langsung Tidak Literal

Modus tidak langsung tidak literal, yakni modus yang diungkapkan dengan bentuk dan makna literal yang tidak sesuai dengan tindakan yang diharapkan. Sebagai contoh dapat dilihat kalimat berikut.

(27) Kamarnya rapi sekali.

Maksud dari tuturan (27) adalah untuk menyuruh seorang anak agar membe-reskan kamar yang berantakan dan tidak rapi, seorang ibu atau orang yang le-bih tua dapat saja dengan nada tertentu mengutarakan tuturan (27).

Berbeda dengan Wijana, Djajasudarma (dalam Rusminto, 2008: 79) secara lebih sederhana mengemukakan bahwa tindak tutur diklasifikasikan ke dalam dua


(38)

klasi-23 fikasi, yaitu tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung. Tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang menunjukkan fungsinya dalam keadaan (tin-dakan) langsung dan literal (penuturan yang sesuai dengan kenyataan). Tindak tutur langsung ini dinyatakan melalui dua cara, yaitu (a) penutur yang sesuai dengan kenyataan “tuturan situasional” dan (b) penggunaan frasa verba bagai tindak ujar. Tindak tutur tidak langsung adalah tindak tutur yang dinyatakan dengan menggunakan bentuk lain dan tidak literal (penuturan yang tidak sesuai dengan kenyataan) dengan maksud untuk memperhalus, menghindari konflik, dan

mengupayakan agar komunikasi tetap menyenangkan. 2.3 Prinsip-prinsip Percakapan

Prinsip percakapan digunakan untuk mengatur supaya percakapan dapat berjalan dengan lancar. Dalam suatu percakapan seseorang dituntut untuk menguasai kai-dah-kaidah percakapan sehingga percakapan dapat berjalan dengan lancar dan baik. Adapun prinsip yang digunakan dalam percakapan adalah prinsip kerja sama dan prinsip sopan santun.

2.3.1 Prinsip Kerja Sama

Prinsip kerja sama mengatur hak dan kewajiban penutur dan mitra tutur sehingga berlangsung komunikasi yang sesuai dengan yang diharapkan, yakni antara

penu-tur dan mitra tupenu-tur. Prinsip ini berbunyi “Buatlah sumbangan percakapan Anda

sedemikian rupa sebagaimana yang diharapkan, berdasarkan tujuan dan

arah percakapan yang diikuti”. Prinsip kerja sama ini meliputi beberapa

mak-sim yang dijelaskan oleh Grice (dalam Rahardi, 2005: 53–57), yaitu sebagai berikut.


(39)

24 a. Maksim Kuantitas

Dalam maksim kuantitas ini, seorang penutur diharapkan dapat memberikan in-formasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin.

Contoh:

(28)“Lihat itu Muhammad Ali Mau bertanding lagi!”

(29)“Lihat itu Muhammad Ali yang mantan petinju kelas berat itu mau bertanding lagi”.

Tuturan (28) di atas merupakan tuturan yang sudah jelas dan sangat informatif isi-nya karena tanpa harus ditambah dengan informasi lain, tuturan itu sudah dapat dipahami maksudnya dengan baik dan jelas oleh si mitra tutur. Tuturan (29) pe-nambahan informasi tersebut malah justru menyebabkan tuturan menjadi berlebih-an dberlebih-an terlalu pberlebih-anjberlebih-ang. Tutur-berlebih-an semacam ini melberlebih-anggar prinsip kerja sama. b. Maksim Kualitas

Dengan maksim kualitas, seseorang penutur diharapkan dapat menyampaikan se-suatu yang nyata dan sesuai fakta sebenarnya di dalam bertutur. Fakta ini harus di-dukung dan didasarkan pada bukti-bukti yang jelas.

Contoh:

(30) “Silakan menyontek saja biar nanti saya mudah menilainya!” (31) “Jangan menyontek, nilai bisa E nanti!”

Tuturan (31) jelas lebih memungkinkan terjadinya kerja sama antara penutur dengan mitra tutur. Tuturan (30) dikatakan melanggar maksim kualitas karena pe-nutur mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak sesuai dengan yang harus dila-kukan oleh seseorang.


(40)

25 c. Maksim Relevansi

Dalam maksim relevansi, dinyatakan bahwa agar terjalin kerja sama yang baik an-tara penutur dan mitra tutur, masing-masing hendaknya dapat memberikan kontri-busi yang relevan tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan itu.

Contoh:

(32) Direktur : “Bawa ke sini semua berkasnya akan saya tanda

tangani!”

Sekretaris : “Maaf Bu, kasihan sekali nenek tua itu.”

Tuturan tersebut dituturkan oleh direktur kepada sekretarisnya pada saat mereka bersama-sama bekerja di sebuah ruang kerja direktur. Pada saat itu, ada juga ne-nek tua yang sudah lama menunggu. Di dalam cuplikan percakapan di atas, tam-pak dengan jelas bahwa tuturan sang sekretaris, yakni Maaf Bu, kasihan sekali nenek tua itu” tidak memiliki relevansi dengan apa yang diperintahkan sang Di-rektur, yakni “Bawa sini semua berkasnya akan saya tanda tangani!” Dengan de-mikian tuturan (32) di atas dapat dipakai sebagai salah satu bukti bahwa maksim relevansi dalam prinsip kerja sama tidak selalu harus dipenuhi dan dipatuhi dalam pertuturan sesungguhnya. Hal seperti itu dapat dilakukan khususnya, apabila tu-turan tersebut dimaksudkan untuk mengungkapkan maksud-maksud tertentu yang khusus sifatnya.

d. Maksim Pelaksanaan

Maksim pelaksanaan ini mengharuskan penutur bertutur secara langsung, jelas, dan tidak kabur.

Contoh:

(33) “Ayo cepat dibuka!”


(41)

26 Tuturan (33) yang berbunyi “Ayo, cepat dibuka!” sama sekali tidak memberikan kejelasan tentang apa yang sebenarnya diminta oleh mitra tutur. Kata dibuka da-lam tuturan di atas mengandung kadar ketaksaan dan kekaburan yang sangat ting-gi. Oleh karena itu, maknanya pun menjadi sangat kabur. Dapat dikatakan demiki-an karena kata itu dimungkinkdemiki-an untuk ditafsirkdemiki-an bermacam-macam, demikidemiki-an

pula tuturan yang disampaikan mitra tutur (34) yakni “Sebentar dulu masih

dingin.” Mengandung kadar ketaksaan cukup tinggi juga. Kata dingin pada tutur-an itu dapat benyak mendattutur-angktutur-an kemungkintutur-an persepsi penafsirtutur-an karena di

da-lam tuturan itu tidak jelas apa sebenarnya yang masih dingin itu. Tuturan-tuturan

demikian itu dapat dikatakan melanggar prinsip kerja sama karena tidak mematuhi maksim pelaksanaan dalam prinsip kerja sama.

2.3.2 Prinsip Kesantunan

Dalam kajian tindak tutur meminta seseorang harus menaati prinsip sopan santun, tujuannya agar terhindar dari kemacetan komunikasi. Hal yang dimaksud adalah ketika kita berbicara dengan seseorang dan ingin memperlihatkan kesopansantun-an kepada mitra tutur, tentu prinsip ini skesopansantun-angat dibutuhkkesopansantun-an. Prinsip sopkesopansantun-an skesopansantun-antun ju-ga menjaju-ga keseimbanju-gan sosial dan keramahan hubunju-gan dalam percakapan ter-sebut. Hanya dengan hubungan yang demikian kita dapat mengharapkan bahwa keberlangsungan percakapan akan dapat dipertahankan. Di samping itu, kehadiran prinsip sopan santun ini diperlukan untuk menjelaskan dua hal berikut.

(1) Mengapa orang sering menggunakan cara yang tidak langsung untuk


(42)

27

(2) Hubungan antara arti (dalam semantik konvensional) dengan maksud atau

ni-lai (dalama pragmatik situsional) dalam kalimat-kalimat yang bukan per-nyataan.

Karena dua hal tersebut, prinsip sopan santun tidak dianggap hanya sebagai prin-sip yang sekadar pelengkap, tetapi lebih dari itu. Prinprin-sip sopan santun merupakan prinsip percakapan yang memiliki kedudukan yang sama dengan prinsip perca-kapan yang lain (Rahardi, 2005: 60–66). Berikut maksim-maksim dalam prinsip kesantunan.

a. Maksim Kebijaksanaan

Gagasan dasar maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa pa-ra peserta pertutupa-ran hendaknya berpegang pada prinsip untuk selalu mengupa-rangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan pihak lain dalam ke-giatan bertutur. Orang bertutur yang berpegang dan melaksanakan maksim kebi-jaksanaan akan dapat dikatakan sebagai orang santun. Dengan perkataan lain, me-nurut maksim ini, kesantunan dalam bertutur dapat dilakukan apabila maksim ke-bijaksanaan dilaksanakan dengan baik.

Contoh:

(35) Tuan rumah :”Silakan makan saja dulu, nak!”

Tamu :”Wah, saya jadi tidak enak, Bu.”

Tuturan di atas dituturkan oleh seorang ibu kepada seorang anak muda yang se-dang bertamu di rumah ibu tersebut. Pada saat itu, ia harus berada di rumah ibu tersebut sampai malam karena hujan sangat deras dan tidak segera reda.

Dalam tuturan di atas sangat jelas bahwa apa yang dituturkan si tuan rumah sung-guh memaksimalkan keuntungan bagi sang tamu. Lazimnya, tuturan semacam itu dapat ditemukan dalam keluarga-keluarga pada masyarakat tutur desa.


(43)

Orang-28 orang desa biasanya sangat menghargai tamu, baik tamu yang datangnya secara kebetulan maupun tamu yang sudah direncanakan terlebih dahulu kedatangannya. b. Maksim Kedermawanan

Dengan maksim kedermawanan atau maksim kemurahan hati, para peserta pertu-turan diharapkan dapat menghormati orang lain. Penghormatan terhadap orang la-in akan terjadi apabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi dirla-inya sendiri dan memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain.

Contoh:

(36) Anak kost A : “Mari saya cucikan baju kotormu! Pakaianku tidak banyak yang kotor.”

Anak kost B : “Tidak usah, Mbak. Nanti siang saya akan mencuci juga kok.”

Tuturan ini merupakan cuplikan pembicaraan antar anak kost pada sebuah rumah kost di Yogyakarta. Anak yang satu berhubungan demikian erat dengan anak yang satunya. Dari tuturan yang disampaikan si A, dapat dilihat dengan jelas bahwa ia berusaha memaksimalkan keuntungan pihal lain dengan cara menambahkan beban bagi dirinya sendiri.

c. Maksim Penghargaan

Dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang dapat dianggap santun apa-bila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling meng-ejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak yang lain. Peserta tutur yang sering mengejek peserta tutur lain di dalam kegiatan bertutur akan dikatakan seba-gai orang yang tidak sopan.


(44)

29

(37) Dosen A : “Pak, aku tadi sudah memulai kuliah perdana untuk kelas

Business English.”

Dosen B : “Oya, tadi aku mendengar bahasa Inggrismu jelas sekali

dari sini.”

Tuturan di atas dituturkan oleh seorang dosen kepada temannya yang juga seorang dosen dalam ruang kerja dosen pada perguruan tinggi. Pemberitahuan yang disam-paikan dosen A terhadap rekannya dosen B pada contoh di atas, ditanggapi de-ngan sangat baik bahkan disertai dede-ngan pujian atau penghargaan oleh dosen A. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa di dalam pertuturan itu dosen B berpri-laku santun terhadap dosen A.

d. Maksim Kesederhanaan

Dalam maksim kesederhanaan atau maksim kerendahan hati, peserta tutur diha-rapkan dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap diri-nya sendiri.

Contoh:

(38) Sekretaris A : “Dik, nanti rapatnya dibuka dengan doa dulu, ya! Anda

yang memimpin!”

Sekretaris B : “Ya, Mbak. Tapi, saya jelek lho.”

Tuturan di atas dituturkan oleh seorang sekretaris kepada sekretaris lain yang masih junior pada saat mereka bersama-sama bekerja di ruang kerja mereka. e. Maksim Pemufakatan

Maksim pemufakatan ini seringkali disebut dengan maksim kecocokan. Di dalam maksim ini, ditekankan agar para peserta tutur dapat saling membina kecocokan atau pemufakatan di dalam kegiatan bertutur. Apabila terdapat kemufakatan atau kecocokan antara diri penutur dan mitra tutur dalam kegiatan bertutur, masing-masing dari mereka akan dapat dikatakan besikap santun.


(45)

30 Contoh:

(39) Noni : “Nanti malam kita makan bersama ya, Yun!”

Yuyun : “Boleh, saya tunggu di Rumah Kayu.”

Tuturan di atas dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada temannya yang juga mahasiswa pada saat mereka sedang berada di sebuah ruang kelas.

f. Maksim Kesimpatisan

Dalam maksim kesimpatisan, diharapkan agar para peserta tutur dapat memaksi-malkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan dengan pihak lainnya. Sikap antipati terhadap salah seorang penutur akan dianggap sebagai tindakan tidak santun.

Contoh:

(40) Ani : “Tut, nenekku meninggal dunia.”

Tuti : “Innalillahiwainnailaihi rojiun, turut berduka cita.”

Tuturan di atas dituturkan oleh seorang karyawan kepada karyawan lain yang su-dah berhubungan erat pada saat mereka berada di ruang kerja mereka.

2.4 Pemerolehan Bahasa Anak

Pemerolehan bahasa merupakan suatu permulaan yang dibangun anak sejak lahir, sang anak memanfaatkan aneka kapasitas bawaan sejak lahir yang beraneka ra-gam dalam interaksinya dengan pengalaman-pengalaman dunia fisik dan sosial. Pemerolehan bahasa mempunyai ciri, bersinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit. Kemerdekaan bahasa anak dimulai sekitar usia satu tahun, saat anak-anak menggunakan kata-kata lepas atau kata-kata terpisah dari sandi linguis-tik untuk mencapai tujuan sosial mereka (Tarigan, 1988: 4).


(46)

31 Setiap anak memiliki tingkat, susunan gaya bahasa sendiri, dan cara mereka sen-diri. Mereka mempunyai ciri atau sifat kepribadian dan menyatakan diri sang anak dalam menggunakan bahasa. Urutan perkembangan pemerolehan bahasa anak di-bagi atas tiga di-bagian, yaitu perkembangan prasekolah, perkembangan ujaran kom-binatori, dan perkembangan masa sekolah (Tarigan, 1988: 14).

Menurut Benedict (dalam Chaer, 2002: 237), menguasai perkembangan kosakata pada usia sekitar 13 bulan anak sudah menguasai secara reseptif sekitar 50 buah kata, tetapi baru sekitar usia 19 bulan anak dapat secara produktif mengeluarkan kata-kata itu. Usia antara dua setengah sampai empat setengah tahun merupakan masa pesat-pesatnya perkembangan kosakata itu. Malah menurut Clark (dalam Chaer, 2002: 237) pada usia dua sampai enam tahun anak cenderung menciptakan kata-kata baru untuk konsep-konsep tertentu.

Kebanyakan orangtua tak menyadari kalau anak mereka ternyata sudah mempel-ajari banyak kata-kata. Seringkali ketika anak mulai bicara, kemajuannya akan berlangsung sangat cepat. Tiba-tiba saja ia seperti menguasai banyak kosa kata. Dengan segera misalnya, ia dapat menunjuk dan menyebutkan benda-benda yang biasa dilihat atau dipegangnya, anggota tubuh atau menyebut nama orang-orang yang selalu dekat dengannya. Pada usia dua tahun, ia mungkin akan menggunakan kalimat yang terdiri dari dua sampai empat kata. Pada dasarnya, anak sudah mengerti ucapan Anda sebelum ia bisa bicara. Ia sudah dapat merespon permin-taan orang lain (misalnya perintah; “dorong bolanya ke sini”). Salah satu bentuk yang umum dipelajari orang dalam mengkaji kemampuan pragmatik anak adalah


(47)

32 dengan menganalisis percakapan yang dibuat oleh anak dengan orang dewasa atau anak lain.

2.5 Pembelajaran Kemampuan Berbahasa di PAUD

Keberhasilan suatu sistem pengajaran bahasa ditentukan oleh tujuan yang realistis. Artinya, sistem pengajaran tersebut dapat diterima oleh semua pihak karena sara-na dan organisasi yan baik, intensitas pengajaran yang relatif tinggi, kurikulum dan silabus yang tepat guna. Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan kegiatan pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk men-capai tujuan pendidikan. Pembelajaran yang berlangsung di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dilengkapi dengan kurikulum yang di dalamnya terdapat kom-petensi, sub komkom-petensi, substansi, dan indikator perkembangan yang akan dica-pai anak yaitu berupa pembentukan perilaku melalui pembiasaan. Muatan kuriku-lum tersebut mencakup beberapa aspek kompetensi yaitu perkembangan agama dan moral atau nilai, perkembangan berbahasa, perkembangan kognitif, fisik, seni, dan sosial emosional.

Kurikulum pada kemampuan berbahasa ialah keterampilan mendengarkan

(me-laksanakan perintah sekaligus, mengerti kata-kata yang ditujukan kepadanya, dan mulai mengerti larangan), keterampilan menggunakan bahasa sesuai aturan (menggunakan kalimat tanya dan kalimat sangkal ya atau tidak, mengajukan per-tanyaan lebih banyak, minta dibacakan buku, menyebut nama benda dan fungsi-nya), menggunakan bahasa untuk mempengaruhi orang lain (menceritakan suatu


(48)

33 kejadian sederhana, menyebut nama diri dan jenis kelaminnya, dan dapat menya-takan hak milik) (Kurikulum PAUD).

Kegiatan pembelajaran khususnya di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) memer-lukan pembelajaran yang mampu memberikan dorongan kepada peserta didik un-tuk pembenun-tukan perilaku, membangun gagasan, dan berkomunikasi dengan baik. Kegiatan pembelajaran tersebut dapat dilakukan di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Dalam hal ini, guru PAUD dituntut untuk mampu mengembangkan kemampuan anak melalui bahasa yang sederhana secara tepat, berkomunikasi se-cara efektif, dan membangkitkan minat anak untuk berbahasa Indonesia. Berkait-an dengBerkait-an indikator yBerkait-ang mengharapkBerkait-an siswa dapat meminta dibacakBerkait-an buku ce-rita, guru PAUD diharapkan dapat mengarahkan siswa PAUD untuk membuat ka-limat meminta tidak hanya kaka-limat imperatif. Bisa saja meminta diungkapkan me-lalui kalimat deklaratif atau kalimat interogatif.


(49)

34

III. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Desain deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki, dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian pada saat se-karang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Desain

deskriptif memusatkan perhatiannya pada fakta-fakta (fact finding) sebagaimana

keadaan sebenarnya (Nawawi, 1994: 73). Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik, bahwa datanya dinyatakan dalam keada-an sewajarnya atau sebagaimkeada-ana adkeada-anya (natural setting), dengan tidak dirubah dalam bentuk simbol-simbol atau bilangan (Nawawi, 1994: 174).

Pada penelitian ini data yang diperoleh tidak dituangkan dalam bentuk bilangan atau angka statistik, melainkan dalam bentuk kualitatif yang dinyatakan dalam kata-kata. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kualitatif karena mendes-kripsikan penggunaan tindak tutur direktif pada anak usia dua tahun dan implika-sinya pada pembelajaran kemampuan berbahasa di PAUD.

3.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah tuturan anak usia dua tahun yang berna-ma Salsabila, sehari-hari dipanggil dengan sebutan Salsa, lahir pada tanggal 28


(50)

35 Februari 2009 dan pada pengambilan data pertama sang anak berusia dua tahun sepuluh bulan. Sang anak merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Suprapto dan Yanina Sari. Ia berkomunikasi sehari-hari dengan anggota keluarga menggunakan bahasa Indonesia.

Data dalam penelitian ini berupa tindak tutur direktif yang dilakukan oleh subjek penelitian. Data diperoleh dari tuturan-tuturan yang dihasilkan oleh subjek peneli-tian dalam percakapan sehari-hari dengan mitra tuturnya. Mitra tutur yang dihada-pinya adalah orangtua, kakak, teman, sebaya, serta orang lain yang mungkin men-jadi sasarannya dalam bertindak tutur direktif.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pengumpulan data yang diusulkan oleh Sudaryanto (dalam Mahsun, 2005: 91), yaitu teknik simak libat cakap dan teknik simak bebas libat cakap. Teknik simak libat cakap ialah teknik yang digunakan dengan cara berpartisipasi sambil menyi-mak, berpartisipasi dalam pembicaraan, dan menyimak pembicaraan. Ini berarti peneliti juga berpartisipasi langsung di dalam percakapan yang terjadi. Teknik ini merupakan teknik pengumpulan data yang paling sering dilakukan karena peneliti merupakan kakak subjek sehingga subjek sering menjadikan peneliti sebagai mitra tutur. Dengan demikian, peneliti terlibat secara aktif dalam percakapan tersebut. Di samping ini juga digunakan teknik simak bebas libat cakap, di mana peneliti ti-dak terlibat dalam percakapan (hanya menyimak saja). Teknik ini dikombinasikan dengan teknik catatan lapangan. Catatan lapangan adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan


(51)

da-36 ta dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif. Teknik ini digunakan un-tuk mencatat tindak tutur direktif dari sang anak. Peneliti menggunakan catatan la-pangan agar data yang dikumpulkan dapat terorganisasi dengan baik.

Pelaksanaan teknik pengumpulan data ini didukung oleh alat-alat perekam, teruta-ma berupa catatan lapangan lengkap dengan konteks, jaringan para pelaku, dan aktivitas komunikasi yang melatari digunakannya kegiatan komunikasi yang dila-kukan oleh subjek penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang selengkap-lengkapnya berkenaan dengan strategi yang digunakan oleh subjek da-lam kegiatan komunikasinya. Catatan lapangan yang dimaksud dada-lam penelitian ini terdiri atas catatan deskriptif dan catatan reflektif. Catatan lapangan merupakan alat bantu yang sangat penting digunakan oleh pengamat pada saat melakukan pengamatan. Teknik ini digunakan untuk mencatat semua tuturan yang muncul dari sang anak.

Catatan deskriptif berupa catatan tentang semua tuturan yang muncul pada saat sang anak bertutur serta konteks yang melatarinya. Catatan reflektif adalah inter-pretasi atau penafsiran peneliti terhadap tuturan tersebut atau komentar peneliti se-cara ringkas terhadap fenomena-fenomena yang diamati. Penelitian dilakukan sampai peneliti memperoleh data yang cukup. Data dikumpulkan secara natural dengan beberapa tambahan untuk memancing subjek penelitian dalam memuncul-kan suatu ujaran. Ketika subjek penelitian bercakap-cakap, peneliti mencatat per-cakapan tersebut. Cara ini dilakukan terutama ketika peneliti sedang tidak terlibat di dalam percakapan tersebut atau ketika mengamati dari jarak yang tidak terlalu


(52)

37 dekat. Tidak ada jadwal khusus untuk melakukan pengumpulan data. Data diper-oleh ketika peneliti sedang berada di dekat subjek penelitian.

3.4 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut.

1) Mencatat semua data alamiah atau ujaran spontan sang anak yang muncul yang mengandung tindak tutur direktif.

2) Data yang didapat langsung dianalisis dengan menggunakan catatan

deskriptif dan catatan reflektif juga menggunakan analisis heuristik, yakni analisis konteks. Analisis heuristik digunakan apabila terdapat tuturan yang dituturkan sang anak dengan tindak tutur tidak langsung yang memiliki berbagai interpretasi makna.


(53)

38

5. Interpretasi Default

4.a. Pengujian Berhasil 4.b. Pengujian Gagal

3. Pemeriksaan 2. Hipotesis Gambar 2.1 Bagan Analisis Heuristik

1. Problem

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini berupa mengidentifikasi jenis tindak tutur ilokusi dan fungsi tindak tutur ilokusi pada percakapan dengan merumuskan hipotesis-hipotesis dan kemudian mengujinya berdasarkan data-data yang terse-dia. Bila hipotesis sesuai dengan bukti-bukti kontekstual yang tersedia, berarti pengujian berhasil, hipotesis diterima kebenarannya dan menghasilkan interpretasi baku yang menunjukkan bahwa tuturan mengandung satuan pragmatik. Jika peng-ujian gagal karena hipotesis tidak sesuai dengan bukti yang tersedia, mitra tutur perlu membuat hipotesis baru untuk diuji kembali dengan data yang tersedia. Pro-ses pengujian ini dapat berlangsung secara berulang-ulang sampai diperoleh hipo-tesis yang berterima. Berikut contoh analisis konteks.


(54)

39 Contoh:

Tuturan pada contoh di atas termasuk sebuah kalimat pemberitahuan, tetapi sete-lah diperiksa dengan menggunakan analisis heuristik dengan memasukkan data-data direktif meminta sesuatu dengan tindak tutur tidak langsung. Maksud dari tuturan tersebut, Salsa menyatakan kepada sang ibu bahwa terompet miliknya

ru-1.Permasalahan (interpretasi tuturan)

“Tu tan tala-tala Mbak Peta. Telompet Tatawiyah lusak”

2.Hipotesis

1. Salsa hanya menyatakan kepada sang ibu bahwa

terompet miliknya rusak.

2. Salsa hanya menyatakan kepada sang ibu bahwa yang

merusak terompet miliknya adalah temannya yang bernama Mega.

3. Salsa meminta sang ibu untuk membelikannya

terompet baru.

3.Pemeriksaan

1. Salsa hanya menyatakan kepada sang ibu bahwa

terompet miliknya rusak.

2. Salsa hanya menyatakan kepada sang ibu bahwa yang

merusak terompet miliknya adalah temannya yang bernama Mega.

3. Salsa meminta sang ibu untuk membelikannya

terompet baru.

4a. Pengujian 3 Berhasil

5. Interpretasi Default


(55)

40 sak dan yang merusak terompet miliknya adalah temannya yang bernama Mega. Salsa menyatakan hal tersebut dengan sebuah tindakan, yakni memegangi terom-pet miliknya yang telah rusak itu sambil menggerutu dan sang ibu melihat

tindak-an tindak-anaknya tersebut. Tuturtindak-an “Tu tan tala-tala Mbak Peta. Telompet Tatawiyah

lusak” memiliki tiga hipotesis dan kemudian ketiga hipotesis tersebut diuji berda-sarkan fakta berupa data yang ada di lapangan. Setelah diuji ternyata hipotesis 1 dan 2 pengujian gagal dan hipotesis 3 pengujian berhasil. Hal ini dikarenakan dili-hat dari konteks tuturan yang terjadi bahwa sang anak menyatakan kepada sang ibu mengenai terompetnya yang dirusak oleh temannya yang bernama Mega, na-mun, anaknya tersebut tidak terima jika terompetnya rusak dan ingin meminta dibelikan terompet yang baru. Sehingga tuturan “Tu tan tala-tala Mbak Peta. Telompet Tatawiyah lusak” dapat disimpulkan sebagai tuturan meminta agar sang ibu membelikan terompet yang baru untuk sang anak.

3) Mengidentifikasi percakapan anak yang di dalamnya terdapat tindak tutur direktif.

4) Mengklasifikasikan data tindak tutur direktif, yakni tindak tutur langsung atau tidak langsung.

5) Berdasarkan hasil identifikasi dan klasifikasi data, dilakukan kegiatan penarikan simpulan sementara.

6) Memeriksa atau mengecek kembali data yang sudah didapat.

7) Penarikan simpulan akhir.

8) Mendeskripsikan implikasi tindak tutur direktif dalam pembelajaran


(56)

83

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai tindak tutur direktif pada anak usia dua ta-hun ditemukan empat tuturan dari lima tuturan direktif yang menjadi fokus peneli-tian. Kelima tuturan tersebut adalah tuturan meminta, memerintah, memesan, me-nasihati, dan merekomendasikan. Dari kelima tuturan itu, peneliti tidak menemu-kan tuturan merekomendasikan pada anak usia dua tahun.

Tindak tutur direktif pada anak usia dua tahun tersebut dituturkan melalui dua ca-ra yakni secaca-ra langsung dan tidak langsung. Tindak tutur direktif langsung disam-paikan langsung pada sasaran dan langsung dengan argumentasi/alasan. Tindak tutur direktif tidak langsung dituturkan menggunakan modus bertanya, menyatakan fak-ta,dan melibatkan orang ketiga. Tindak tutur direktif tidak langsung hanya terdapat pada tuturan meminta dan memerintah karena subjek penelitian lebih sering berko-munikasi menggunakan tuturan tersebut kepada mitra tuturnya. Sang anak pun se-ring mendengar orang sekitarnya ketika bertutur meminta atau memerintah orang lain dengan menggunakan tindak tutur tidak langsung sehingga ia pun mengikuti tuturan tersebut.


(57)

84 Hasil penelitian menunjukkan bahwa tuturan meminta lebih banyak dituturkan oleh anak usia dua tahun, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tuturan meminta secara langsung disampaikan dengan cara langsung pada sasaran dan langsung ngan argumentasi/alasan. Tuturan meminta secara tidak langsung disampaikan de-ngan menggunakan modus bertanya, menyatakan fakta, dan melibatkan orang ketiga. Tuturan memerintah dituturkan oleh anak usia dua tahun, baik secara langsung mau-pun tidak langsung. Tuturan memerintah secara langsung disampaikan dengan cara langsung pada sasaran dan langsung dengan argumentasi/alasan. Tuturan memerintah secara tidak langsung disampaikan dengan menggunakan modus bertanya, sedangkan tuturan memesan dituturkan secara langsung dengan cara langsung pada sasaran dan tuturan menasihati dituturkan secara langsung dengan argumentasi/alasan. Selain modus, anak juga mendayagunakan konteks untuk mendukung supaya keinginan-nya dapat tercapai. Terdapat empat konteks yang didayagunakan anak pada hasil penelitian ini, yakni konteks tempat, konteks waktu, konteks peristiwa, dan konteks orang sekitar. Prinsip percakapan pun sudah mulai diterapkan anak ketika bertu-tur, baik prinsip kerja sama maupun prinsip kesantunan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis paparkan di atas maka tuturan yang telah dikaji tersebut dapat diimplikasikan pada pembelajaran kemampuan ber-bahasa di PAUD. tindak tutur direktif dapat digunakan sebagai materi pembelajar-an dalam substpembelajar-ansi keterampilpembelajar-an mendengarkpembelajar-an dengpembelajar-an indikator perkembangan melaksanakan perintah sekaligus. Pada kegiatan pembelajaran, murid diperintahkan untuk memperkenalkan dirinya di depan kelas. Dalam kegiatan inilah, guru dapat memberi contoh bagaimana tuturan yang santun ketika memerintah murid. Hal ini da-pat dikaitkan dengan tindak tutur direktif memerintah yang berkarakter atau santun.


(58)

85 Selain itu, tindak tutur direktif dapat diintegrasikan pada substansi keterampilan peng-gunaan bahasa sesuai aturan dengan indikator perkembangan minta dibacakan buku. Materi pembelajaran tersebut dapat dikaitkan dengan tindak tutur direktif meminta se-cara langsung.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disajikan pada bagian terdahulu, dapat penulis sarankan hal-hal sebagai berikut.

1) Bagi Guru PAUD

Bagi guru PAUD, kajian ini hendaknya dimanfaatkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar kemampuan berbahasa yang dilak-sanakan guru PAUD, serta sebagai pendidik hendaknya mampu memaknai bahwa tuturan yang dituturkan oleh anak usia dua tahun tidak selalu dilaku-kan dengan cara langsung. Adilaku-kan tetapi, dapat juga dilakudilaku-kan dengan menggu-nakan cara tidak langsung.

2) Bagi Peneliti

Tindak ilokusi direktif yang peneliti kaji hanya beberapa saja masih banyak direktif yang lain yang juga dapat ditindaklanjuti sebagai bahan penelitian. Selain itu bagi peneliti yang berminat di bidang kajian yang sama perlu menindaklanjuti penelitian dengan kajian semua aspek tindak ilokusi yang belum pernah diteliti, meliputi komisif, dan deklaratif.


(59)

86

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2002. Psikolingusitik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta. Dardjowidjojo, S. 2008. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa

Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Megaria. 2009. “Tindak Tutur Memerintah pada Anak Usia Prasekolah dan

Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di TK”. Skripsi Mahasiswa FKIP, Unila. Bandar Lampung: FKIP Unila.

Nawawi, Hadari dkk. 1994. Penelitian Terapan. Pontianak: Gadjah Mada University Press.

Patrisia, Winda. 2010. “Kesantunan dalam Tindak Tutur Meminta pada Anak- Anak dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD”. Skripsi Mahasiswa FKIP, Unila. Bandar Lampung: FKIP Unila.

Poerwadarminta, W.J.S. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia: Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung: Yrama Widya.

Rahardi, R. Kunjana. 2005. PRAGMATIK Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Erlangga.

Rusminto, Nurlaksana Eko. 2009. Analisis Wacana Bahasa Indonesia (Buku Ajar). Bandar Lampung: Universitas Lampung.


(60)

87 . 2010. Memahami Bahasa Anak-anak. Bandar Lampung. Universitas Lampung.

Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung: Angkasa Bandung.

. 1990. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa Bandung.

Universitas, Lampung. 2011. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung: Universitas Lampung.


(1)

sak dan yang merusak terompet miliknya adalah temannya yang bernama Mega. Salsa menyatakan hal tersebut dengan sebuah tindakan, yakni memegangi terom-pet miliknya yang telah rusak itu sambil menggerutu dan sang ibu melihat tindak-an tindak-anaknya tersebut. Tuturtindak-an “Tu ttindak-an tala-tala Mbak Peta. Telompet Tatawiyah lusak” memiliki tiga hipotesis dan kemudian ketiga hipotesis tersebut diuji berda-sarkan fakta berupa data yang ada di lapangan. Setelah diuji ternyata hipotesis 1 dan 2 pengujian gagal dan hipotesis 3 pengujian berhasil. Hal ini dikarenakan dili-hat dari konteks tuturan yang terjadi bahwa sang anak menyatakan kepada sang ibu mengenai terompetnya yang dirusak oleh temannya yang bernama Mega, na-mun, anaknya tersebut tidak terima jika terompetnya rusak dan ingin meminta dibelikan terompet yang baru. Sehingga tuturan “Tu tan tala-tala Mbak Peta. Telompet Tatawiyah lusak” dapat disimpulkan sebagai tuturan meminta agar sang ibu membelikan terompet yang baru untuk sang anak.

3) Mengidentifikasi percakapan anak yang di dalamnya terdapat tindak tutur direktif.

4) Mengklasifikasikan data tindak tutur direktif, yakni tindak tutur langsung atau tidak langsung.

5) Berdasarkan hasil identifikasi dan klasifikasi data, dilakukan kegiatan penarikan simpulan sementara.

6) Memeriksa atau mengecek kembali data yang sudah didapat. 7) Penarikan simpulan akhir.

8) Mendeskripsikan implikasi tindak tutur direktif dalam pembelajaran kemampuan berbahasa di PAUD.


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai tindak tutur direktif pada anak usia dua ta-hun ditemukan empat tuturan dari lima tuturan direktif yang menjadi fokus peneli-tian. Kelima tuturan tersebut adalah tuturan meminta, memerintah, memesan, me-nasihati, dan merekomendasikan. Dari kelima tuturan itu, peneliti tidak menemu-kan tuturan merekomendasimenemu-kan pada anak usia dua tahun.

Tindak tutur direktif pada anak usia dua tahun tersebut dituturkan melalui dua ca-ra yakni secaca-ra langsung dan tidak langsung. Tindak tutur direktif langsung disam-paikan langsung pada sasaran dan langsung dengan argumentasi/alasan. Tindak tutur direktif tidak langsung dituturkan menggunakan modus bertanya, menyatakan fak-ta,dan melibatkan orang ketiga. Tindak tutur direktif tidak langsung hanya terdapat pada tuturan meminta dan memerintah karena subjek penelitian lebih sering berko-munikasi menggunakan tuturan tersebut kepada mitra tuturnya. Sang anak pun se-ring mendengar orang sekitarnya ketika bertutur meminta atau memerintah orang lain dengan menggunakan tindak tutur tidak langsung sehingga ia pun mengikuti tuturan tersebut.


(3)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tuturan meminta lebih banyak dituturkan oleh anak usia dua tahun, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tuturan meminta secara langsung disampaikan dengan cara langsung pada sasaran dan langsung ngan argumentasi/alasan. Tuturan meminta secara tidak langsung disampaikan de-ngan menggunakan modus bertanya, menyatakan fakta, dan melibatkan orang ketiga. Tuturan memerintah dituturkan oleh anak usia dua tahun, baik secara langsung mau-pun tidak langsung. Tuturan memerintah secara langsung disampaikan dengan cara langsung pada sasaran dan langsung dengan argumentasi/alasan. Tuturan memerintah secara tidak langsung disampaikan dengan menggunakan modus bertanya, sedangkan tuturan memesan dituturkan secara langsung dengan cara langsung pada sasaran dan tuturan menasihati dituturkan secara langsung dengan argumentasi/alasan. Selain modus, anak juga mendayagunakan konteks untuk mendukung supaya keinginan-nya dapat tercapai. Terdapat empat konteks yang didayagunakan anak pada hasil penelitian ini, yakni konteks tempat, konteks waktu, konteks peristiwa, dan konteks orang sekitar. Prinsip percakapan pun sudah mulai diterapkan anak ketika bertu-tur, baik prinsip kerja sama maupun prinsip kesantunan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis paparkan di atas maka tuturan yang telah dikaji tersebut dapat diimplikasikan pada pembelajaran kemampuan ber-bahasa di PAUD. tindak tutur direktif dapat digunakan sebagai materi pembelajar-an dalam substpembelajar-ansi keterampilpembelajar-an mendengarkpembelajar-an dengpembelajar-an indikator perkembangan melaksanakan perintah sekaligus. Pada kegiatan pembelajaran, murid diperintahkan untuk memperkenalkan dirinya di depan kelas. Dalam kegiatan inilah, guru dapat memberi contoh bagaimana tuturan yang santun ketika memerintah murid. Hal ini da-pat dikaitkan dengan tindak tutur direktif memerintah yang berkarakter atau santun.


(4)

Selain itu, tindak tutur direktif dapat diintegrasikan pada substansi keterampilan peng-gunaan bahasa sesuai aturan dengan indikator perkembangan minta dibacakan buku. Materi pembelajaran tersebut dapat dikaitkan dengan tindak tutur direktif meminta se-cara langsung.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disajikan pada bagian terdahulu, dapat penulis sarankan hal-hal sebagai berikut.

1) Bagi Guru PAUD

Bagi guru PAUD, kajian ini hendaknya dimanfaatkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar kemampuan berbahasa yang dilak-sanakan guru PAUD, serta sebagai pendidik hendaknya mampu memaknai bahwa tuturan yang dituturkan oleh anak usia dua tahun tidak selalu dilaku-kan dengan cara langsung. Adilaku-kan tetapi, dapat juga dilakudilaku-kan dengan menggu-nakan cara tidak langsung.

2) Bagi Peneliti

Tindak ilokusi direktif yang peneliti kaji hanya beberapa saja masih banyak direktif yang lain yang juga dapat ditindaklanjuti sebagai bahan penelitian. Selain itu bagi peneliti yang berminat di bidang kajian yang sama perlu menindaklanjuti penelitian dengan kajian semua aspek tindak ilokusi yang belum pernah diteliti, meliputi komisif, dan deklaratif.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2002. Psikolingusitik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta. Dardjowidjojo, S. 2008. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa

Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Megaria. 2009. “Tindak Tutur Memerintah pada Anak Usia Prasekolah dan

Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di TK”. Skripsi Mahasiswa FKIP, Unila. Bandar Lampung: FKIP Unila.

Nawawi, Hadari dkk. 1994. Penelitian Terapan. Pontianak: Gadjah Mada University Press.

Patrisia, Winda. 2010. “Kesantunan dalam Tindak Tutur Meminta pada Anak- Anak dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD”. Skripsi Mahasiswa FKIP, Unila. Bandar Lampung: FKIP Unila.

Poerwadarminta, W.J.S. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia: Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung: Yrama Widya.

Rahardi, R. Kunjana. 2005. PRAGMATIK Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Erlangga.

Rusminto, Nurlaksana Eko. 2009. Analisis Wacana Bahasa Indonesia (Buku Ajar). Bandar Lampung: Universitas Lampung.


(6)

. 2010. Memahami Bahasa Anak-anak. Bandar Lampung. Universitas Lampung.

Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung: Angkasa Bandung.

. 1990. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa Bandung.

Universitas, Lampung. 2011. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung: Universitas Lampung.