PENGARUH BENZILADENIN DAN ASAM INDOL ASETAT PADA PERBANYAKAN TANAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) var. KASERSART IN VITRO

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Energi merupakan salah satu hal yang sangat penting di dunia. Saat ini sumber energi utama umat manusia diperoleh dari bahan bakar fosil. Masalahnya

sekarang, bahan bakar fosil merupakan sumberdaya yang tak terbarukan dan suatu saat pasti habis. Untuk itu, banyak negara mulai mengembangkan alternatif

sumber energi baru yang terbarukan dan ramah lingkungan, yaitu dengan menggunakan tanaman sebagai energy source.

Sumber bioetanol dapat diperoleh dari tanaman singkong, ubi jalar, tebu, jagung, sagu, aren, kelapa dan padi. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) merupakan sumber bioetanol yang cukup potensial dikembangkan di Indonesia. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) adalah tanaman daerah tropik yang dapat tumbuh di berbagai kondisi tanah, bahkan pada tanah yang tidak subur sekalipun (Priadi dan Sudarmonowati, 2004).

Produksi ubi kayu di Indonesia berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2005-2009 rata-rata mencapai 20.608.650 ton per tahun, rata-rata produktivitas 17,03 ton per hektar (ha) per tahun, Sedangkan data produksi ubi kayu di Provinsi Lampung (BPS) tahun 2005-2009 rata-rata mencapai 6.461.512 9(31% dari produksi Indonesia per tahun) rata-rata produktivitas 21,48 ton per ha.


(2)

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa pertanaman ubi kayu di Indonesia memiliki produktivitas yang rendah. Padahal data dari Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan umbi-umbian (Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan umbi-umbian, 2011) melaporkan bahwa produktivitas ubi kayu dapat

mencapai 30-40 ton/ha.

Masalahnya adalah varietas unggul yang baru dirilis oleh pemerintah maupun perusahaan swasta tidak dapat diperoleh dalam jumlah banyak. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah bibit yang dapat disebar atau didistribusikan dalam waktu relatif singkat, karena dari satu tanaman ubi kayu hanya diperoleh sekitar 10 stek saja setelah tanaman berumur 10 bulan atau lebih (BIP,1995). Sedangkan stek yang diperlukan untuk penanaman ubi kayu secara monokultur satu hektarnya saja sekitar 14.000 stek. Saat ini para petani menggunakan bibit dari pertanaman musim sebelumnya dan hanya 10% saja yang menggunakan varietas unggul baru (VUB). Teknik kultur jaringan merupakan salah satu alternatif untuk perbanyakan secara vegetatif dengan cepat.

Kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuhkan dan mengembangkan bagian tanaman yang berupa sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. Penggunaan teknik kultur jaringan umumnya dilakukan untuk

perbanyakan tunas dilanjutkan dengan pengakaran dan aklimatisasi.

Perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan dapat menghasilkan bibit yang bermutu, seragam, dan dalam jumlah besar dalam waktu yang lebih cepat serta tidak tergantung musim. Menurut Daisy dan Wijayani (1994), kultur jaringan


(3)

merupakan alat untuk mendapatkan tanaman in vitro yang selanjutnya digunakan dalam rekayasa genetika.

Keberhasilan perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu zat pengaatur tumbuh (ZPT) dan genotipe tanaman. Menurut Khrisnamoorthy (1981), zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik bukan nutrisi yang dalam konsentrasi rendah (<1 mM) dapat mendorong,

menghambat atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan untuk perbanyakan tanaman secara kultur jaringan adalah sitokinin dan auksin (Hartmann et al., 2002). Menurut Yusnita (2003), regenerasi tunas dan akar in vitro dikontrol oleh ZPT sitokinin dan auksin. Sitokinin dapat mempengaruhi pembelahan sel pada jaringan yang ditumbuhkan pada media tumbuh buatan. Menurut Vardja dan Vardja (2001), kemampuan tunas untuk multiplikasi sangat ditentukan oleh jenis media yang digunakan dan konsentrasi BA yang terdapat pada media tersebut.

Menurut Yusnita (2003) jenis sitokinin yang paling sering digunakan untuk perbanyakan/induksi tunas adalah benziladenin (BA). BA memiliki efektifitas yang cukup tinggi untuk perbanyakan tunas, mudah didapat dan harganya relatif murah. Adapun kinetin (6-furfury amino purine) juga tergolong zat pengatur tumbuh dalam kelompok sitokinin yang mempunyai efektivitas perbanyakan tunas lebih rendah dari BA. BA dan kinetin adalah kelompok sitokinin yang berfungsi untuk pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis.


(4)

Sitokinin juga merangsang sintesis protein dan mengaktifkan enzim (George et al., 2008)

Pemberian sitokinin ke dalam media kultur untuk multiplikasi tunas biasa dilakukan secara tunggal, atau dikombinasikan dengan auksin pada konsentrasi rendah. Sedangkan untuk merangsang pembentukan akar pada tunas jenis auksin yang digunakan untuk pengakaran in vitro adalah indol acetic acid (IAA)

(Yusnita, 2006). Peran IAA bagi tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan tanaman,khususnya tinggi batang. Untuk itu perlu pengujian pengaruh beberapa konsentrasi BA yang dikombinasikan dengan beberapa konsentrasi IAA pada pertumbuhan dan perbanyakan ubi kayu.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah terdapat pengaruh BA dalam merangsang perbanyakan tunas ubi kayu secara in vitro serta berapa taraf konsentrasi terbaik?

2. Apakah terdapat pengaruh IAA dalam memacu perbanyakan tunas ubi kayu secara in vitro.

3. Apakah terdapat interaksi BA dengan IAA dalam memacu perbanyakan tunas ubi kayu secara in vitro.

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, disusun tujuan penelitian sebagai berikut : 1. Mengetahui pengaruh pemberian BA dalam merangsang perbanyakan


(5)

2. Mengetahui pengaruh penambahan IAA pada perbanyakan tunas ubi kayu secara in vitro..

3. Mengetahui pengaruh interaksi BA dengan IAA dalam memacu perbanyakan tunas ubi kayu secara in vitro..

1.3 Landasan Teori dan Kerangka Pemikiran

Pembudidayaan ubi kayu melalui teknik in vitro dengan memberikan peluang untuk melakukan perbanyakan secara massal. Keberhasilan perbanyakan secara in vitro ini akan bermanfaat untuk menunjang kegiatan penelitian perbaikan

tanaman. Selain itu juga bermanfaat bagi penyediaan bibit tanaman untuk para petani ubi kayu dan pengusaha perbanyakan tanaman. Beberapa sifat umbi ubi kayu yang tidak menguntungkan adalah kandungan nutrisi yang rendah

dibandingkan dengan umbi akar atau batang lainnya, kandungan sianida yang beracun, dan umur penyimpanan umbi yang sebentar menyebabkan ubi kayu sulit berkembang. Selain secara alami penyerbukan silang ubi kayu sangat sulit, maka perbaikan sifat menggunakan metode konvensional akan sangat membutuhkan waktu lama (Sudarmonowati, 2002).

Adanya hama dan penyakit, seperti virus ubi kayu yang sering disebut Cassava Mosaic virus (CMV), merupakan ancaman yang dapat menurunkan tingkat produksi ubi kayu. Meskipun masalah ini belum menjadi masalah serius di Indonesia tetapi perlu diwaspadai oleh petani ubi kayu. Selain itu teknologi konvensional belum mampu menghasilkan bibit singkong yang banyak dalam


(6)

wsaktu relatif singkat. Dengan kulktur jaringan yang merupakan alat perbanyakan bibit dan menghasilkan varietas unggul maka semua masalah di atas dapat

teratasi.

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dikendalikan oleh substansi kimia yang berkonsentrasi sangat rendah yang disebut dengan substansi pertumbuhan

tanaman, hormon pertumbuhan atau zat pengatur pertumbuhan tanaman (Gardner et al., 1991).

Perbanyakan ubi kayu secara in vitro telah banyak diteliti. Penelitian Sanjaya (2011) menggunakan beberapa konsentrasi nitrogen dan BA pada perbanyakan ubi kayu dan menghasilkan kombinasi nitrogen 2 kali formulasi MS dan 1 mg/l adalah konsentrasi terbaik untuk pertumbuhan tanaman ubi kayu secara in vitro pada kultur awal dan nitrogen 1 kali formulasi MS dengan penambahan 1 mg/l BA merupakn kombinasi terbaik pada subkultur. Penelitian Susanto (2011) menghasilkan kombinasi 2 kali nitrogen + 30 g/l sukrosa pada tahap inisiasi memberikan pengaruh terbaik, sedangkan 1 kali nitrogen + 30 g/l sukrosa pada tahap subkultur memberikan pengaruh terbaik pada perbanyakan dan

pertumbuhan tunas ubi kayu in vitro.

ZPT menentukan arah perkembangan tanaman ; peranan ZPT dari golongan sitokinin merangsang pembentukan dan multiplikasi tunas, sedangkan dari

golongan auksin pada umumnya mendorong pembentukan akar. Contoh ZPT dari golongan sitokinin untuk mendorong perbanyakan tunas adalah benzyladenin (BA), isopentil adenine (2-iP), thidiazuron (TDZ), dan kinetin. Sedangkan contoh


(7)

ZPT dari golongan auksin untuk merangsang pengakaran pada tunas adalah indoleacetic acid (IAA), naphtaleneacetic acid (NAA), indolebutyric acid (IBA), dan 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) (Yusnita,2006)

Pemberian sitokinin ke dalam media kultur untuk multiplikasi tunas biasa dilakukan secara tunggal, atau dikombinasikan dengan jenis sitokinin yang lain, atau dikombinasikan dengan auksin pada konsentrasi rendah. Adapun beberapa jenis auksin yang ada yaitu IAA, IBA, NAA, dan 2,4 – D (Salisbury dan Ross, 1995). Pemberian auksin dapat memperbaiki morfogenesis tunas. Auksin juga digunakan dalam pengulturan untuk merangsang pembentukan akar pada tunas (Yusnita, 2003). Hal ini ditunjukkan pada penelitian yang telah dilakukan Thomas et al. (1977) yang dikutip oleh Yustiawan (2007), penggunaan auksin seperti 0,2 µM NAA dengan 5µM sampai 10µM BA pada eksplan tunas apikal tanaman Cupressaceae yang menghasilkan proliferasi tunas aksilar yang tumbuh dengan baik.

Tunas aksilar berasal dari mata tunas aksilar yang sudah ada pada eksplan yang dikulturkan. Pengulturan dalam media yang ditambah dengan sitokinin bertujuan untuk merangsang pecah dan tumbuhnya mata tunas samping dan mencegah dominasi tunas apikal. Perbanyakan tunas aksilar telah dilakukan pada kultur jaringan pisang cavendish (Musa parasidiaca Linn.), vanili (Vanilla planifolia), dan stroberi (Fragaria) (Yusnita, 2003).


(8)

Menurut Sanjaya (2011) pada tanaman ubi kayu varietas Kasersart, penambahan BA 0,5 mg/l memberikan hasil terbaik dibandingkan dengan penambahan BA 1 mg/l. Menurut Syahid et. al. (1998) pada tanaman kumis kucing (Orthisipon aristatus), penambahan BA 0,3 m g/l ke dalam media Murashige dan Skoog (MS) menghasilkan jumlah tunas lebih banyak (4,3 tunas) dibandingkan dengan BA 0,1 dan 0,5 mg/l. Begitu juga dengan tanaman selasih, penggunaan BA 0,3 mg/l menghasilkan jumlah tunas terbanyak (4,7 tunas) dibandingkan dengan BA 0,1 dan 0,5 mg/l (Syahid dan Hadipoentyanti, 1998).

1.4 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut :

1. Pemberian BA dapat merangsang perbanyakan ubi kayu serta peningkatan konsentrasi BA sampai pada taraf terbaik (0,4 mg/l) menyebabkan

perbanyakan ubi kayu.

2. Pemberian IAA dapat memacu perbanyakan ubi kayu.

3. Terdapat interaksi pemberian BA dan IAA dalam memacu perbanyakan ubi kayu.


(9)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Tanaman Ubi Kayu

Ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, di antaranya adalah ketela pohon, singkong, ubi jenderal, ubi Inggris, telo puhung, kasape, bodin, telo jenderal (Jawa), sampeu, huwi jenderal (Sunda), kasbek (Ambon), dan ubi Perancis (Padang).

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut.

Kingdom : Plantae (tumbuh – tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua) Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae Genus : Manihot

Spesies : Manihot esculenta Crantz sin. M. utilissima Pohl

Suku jarak-jarakan (Euphorbiaceae) mempunyai kerabat dekat cukup banyak, di antaranya adalah karet (Hevea brasiliensis Muell) dan jarak (Ricinus communis).


(10)

Batang tanaman ubi kayu berkayu, beruas-ruas, dan panjang yang ketinggiannya dapat mencapai 3 meter atau lebih. Warna batang bervariasi tergantung kulit luar tetapi batang yang masih muda pada umumnya berwarna hijau dan setelah tua berubah menjadi keputih-putihan,kelabu, hijau kelabu, atau cokelat kelabu. Empulur batang berwarna putih,lunak dan strukturnya empuk seperti gabus. Daun ubi kayu mempunyai susunan berurat menjari dengan canggap 5-9 helai. Daun ubi kayu biasanya mengandung racun asam sianida atau asam biru, terutama daun yang masih muda (pucuk).

Ubi yang terbentuk merupakan akar yang berubah bentuk dan fungsinya sebagai tempat penyimpanan makanan cadangan. Bentuk ubi biasanya bulat memanjang, daging ubi mengandung zat pati, berwarna putih gelap atau kuning gelap dan tiap tanaman dapat menghasilkan 5-10 stek ubi kayu (Rukmana, 1997).

2.2 Syarat Tumbuh

Tanaman ubi kayu tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai dataran tinggi yaitu antara 10 m – 1.500 m dpl. Daerah yang paling ideal (baik) untuk mendapatkan produksi yang optimum adalah daerah dataran rendah yang

berketinggian antara 10 m – 700 m dpl. Tanaman ubi kayu membutuhkan kondisi iklim yang ideal adalah daerah yang bersuhu minimum 100C, kelembaban udara (RH) 60%-65% dengan curah hujan 700 mm – 1.500 mm/tahun, tempatnya terbuka dan mendapat penyinaran matahari 10 jam/hari.

Hampir semua jenis tanah pertanian cocok ditanami ubi kayu karena tanaman ini toleran terhadap berbagai jenis dan tipe tanah. Jenis tanah yang paling ideal adalah


(11)

jenis aluvial,latosol, padsolik merah kuning, mediteran, grumosol, dan andosol (Rukmana, 1997).

2.3 Perbanyakan Tanaman Ubi Kayu In Vitro

Menurut Yusnita (2003), kultur jaringan tanaman merupakan suatu teknik menumbuhkembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan, atau organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. Kendala dalam memperbanyak tanaman singkong adalah sulit untuk mendapatkan tanaman yang unggul dalam jumlah banyak. Pengembangan menggunakan stek membutuhkan waktu yang cukup lama. Salah satu cara yang cepat sekaligus mempertahankan sifat unggul induk adalah menggunakan metode kultur jaringan.

2.4 Media Kultur Jaringan

Formulasi media yang biasa digunakan untuk pengulturan dalam menumbuhkan dan perbanyakan ubi kayu adalah media Murashige dan Skoog (1962) yang komponennya terdiri dari hara makro, mikro, Ca, Fe, vitamin, mioinositol, gula, zat pengatur tumbuh, dan bahan pemadat media seperti agar-agar (Yusnita, 2003). Menurut Gamborg dan Phillips (1995) media Murashige dan Skoog (MS)

merupakan media yang biasa digunakan dalam kultur jaringan dan untuk regenerasi hampir seluruh jenis tanaman. Kelebihan dari media MS adalah kandungan nitrat, kalium, dan ammonium yang lebih tinggi.

Menurut Pierik (1987), agar-agar yang digunakan dalam pembuatan media berfungsi untuk menyangga eksplan dan penyumbang komponen organik dan


(12)

anorganik dalam media kultur. Jenis agar-agar yang sering digunakan dalam penelitian kultur jaringan adalah Difco-bacto agar, Difco-purified agar, Taiyo agar (TC agar). Agar-agar untuk kue yang tersedia di pasar dari berbagai merek juga dapat digunakan dengan penggunaan konsentrasi agar dalam media yang berbeda-beda sesuai dengan jenis agarnya.

Tingkat keasaman (pH) merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan media kultur jaringan. Kisaran pH untuk media yaitu 5-6,5 dan yang optimum yaitu 6. Tingkat keasaman yang kurang dari 4,5 atau lebih dari 7 pada umumnya akan menghentikan pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara in vitro (Pierik, 1987). Dalam menyerap unsur hara dan zat pengatur tumbuh dari media oleh eksplan dan kemampuan agar dalam membentuk gel juga dipengaruhi oleh pH media yang digunakan (George, 2008).

2.5 Zat Pengatur Tumbuh

Menurut Salisbury dan Ross (1995), hormon tumbuhan adalah senyawa organik yang disintesis di salah satu bagian tumbuhan dan dapat ditranslokasikan ke bagian lain, dan pada konsentrasi yang rendah mampu menimbulkan suatu respons fisiologis.

Zat pengatur tumbuh dapat dikelompokkan menjadi lima yaitu auksin, giberelin, sitokinin, asam absisat, dan etilen. Zat-zat pengatur tumbuh tersebut dapat mengawali reaksi-reaksi biokimia di dalam tanaman. Sebagai akibat perubahan komposisi kimia terjadi pembentukan organ-organ tanaman seperti akar, tunas, daun, bunga, dan lian-lain. Zat pengatur tumbuh tidak bekerja sendiri di dalam


(13)

proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman, tetapi berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan lainnya misalnya temperatur dan cahaya (Wattimena, 1988).

Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa dengan hanya menggunakan auksin, yang mula-mula dianggap sebagai hormon pertumbuhan hanya terjadi

pemanjangan sel. Pertumbuhan kalus yang cepat karena pembelahan dan pemanjangan sel terjadi dengan adanya auksin ditambah dengan senyawa yang memacu pembelahan sel (sitokinensis) misalnya coconut water (air kelapa), ekstrak khamir, kinetin ataupun basa purin adenine yaitu 6-aminopurin.

IAA adalah auksin endogen yang terbentuk dari tryptophan yang merupakan suatu senyawa dengan inti indole. Di dalam proses biosintesis, tryptophan berubah menjadi IAA dengan membentuk indole pyruvic acid dan indole-3-acetaldehyde. IAA dapat juga terbentuk dari tryptamine yang selanjutnya menjadi indole-3-acetaldehyde acid (IAA) (Abidin, 1990)

Auksin mempunyai peran yang sangat besar dalam aspek pertumbuhan dan perkembangan yaitu perakaran, dominansi apikal, fototropi, geotropi, dan elongasi. Dua wujud pengaruh utama dari auksin pada proses pemanjangan sel yaitu kenaikan plastisitas dinding sel dan berperan secara langsung atau tidak langsung pada penambahan selulosa yang diendapkan pada dinding sel (Wattimena, 1988).

Menurut Heddy (1986), auksin akan memperkuat rangsangan atau hambatan terhadap pertumbuhan bergantung pada konsentrasinya di dalam jaringan.


(14)

Konsentrasi yang relatif tinggi biasanya memperkuat hambatan terhadap fase pertumbuhan. Oleh karena itu, pemakaian auksin sintetik dengan konsentrasi yang relatif tinggi juga dapat mengakibatkan pertumbuhan yang tidak normal.

Skoog, Strong, dan Miller (1965) yang dikutip oleh Wilkins (1992) menyatakan bahwa sitokinin adalah bahan kimia yang dapat meningkatkan sitokinesis (pembelahan sel) di dalam sel-sel berbagai sumber tanaman. Sitokinin pertama kali ditemukan dalam kultur jaringan tembakau di laboratories of Skoog and Strong University of Wisconsin. Material yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah batang tembakau yang ditumbuhkan pada media buatan.

Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dari golongan sitokinin seperti benziladenine (BA) merupakan salah satu ZPT yang banyak digunakan dalam kultur in vitro karena untuk memacu pembentukan tunas dengan daya aktifitas yang kuat mendorong proses pembelahan sel (George, 2008). Menurut Gunawan (1992), sitokinin mempunyai peran fisiologis antara lain, mendorong pembentukan tunas adventif, mendorong pembungaan, menghambat pembentukan akar, memperlambat penuaan, dan mendorong pembukaan stomata.

Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa pembentukan tunas baru terjadi karena dipacu oleh adanya rasio antara sitokinin dan auksin yang tinggi. Dia menduga bahwa dominansi pada ujung mengakibatkan pertumbuhan tunas lateral dihambat sehingga sumber sitokinin yang berasal dari luar akan merangsang pertumbuhan tunas lateral.


(15)

Peningkatan kadar sitokinin akan mendorong pembelahan sel pada bagian tunas dan akan mengubahnya menjadi meristem yang aktif. Bila jaringan meristematik (sel-sel yang aktif membelah) terjadi, auksin dibutuhkan untuk mempertahankan laju metabolisme yang tinggi dan diperlukan untuk pemanjangan sel.

2.6 Eksplan

Eksplan adalah bahan tanaman yang dikulturkan. Dalam perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, eksplan merupakan faktor penting penentu keberhasilan. Selain itu genotipe, umur ontogenik, umur fisiologis, dan ukuran eksplan yang digunakan merupakan hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih eksplan.

Pemilihan bagian tanaman sebagai eksplan tergantung pada (1) jenis kultur yang diinisiasikan, (2) tujuan kultur, (3) spesies tanaman yang digunakan (George, 1996). Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai eksplan adalah biji atau bagian-bagian biji seperti aksis embrio atau kotiledon, tunas pucuk, potongan batang satu buku (nodal explant), potongan akar, potongan daun, potongan umbi batang, umbi akar, empulur batang, umbi lapis dengan sebagian batang, dan bagian bunga. Ukuran eksplan juga berpengaruh terhadap keberhasilan kultur jaringan. Eksplan yang berukuran besar beresiko kontaminasi lebih tinggi dibandingkan dengan yang berukuran kecil, tetapi kemampuan hidupnya lebih besar dan tumbunya lebih cepat. Sebaliknya, eksplan berukuran kecil (meristem atau tunas pucuk) kemungkinan terkontaminasinya jauh lebih kecil tetapi pertumbuhannya lebih lambat (Yusnita, 2003).


(16)

Salah satu metode pembiakan in vitro adalah dengan mendorong munculnya tunas samping (axillary branching) dari eksplan ujung tunas atau stek saru buku,

kemudian membentuk tunas-tunas majemuk, seperti pada kultur pisang, vanili, nenas, dan stroberi. Metode ini sering digunakan karena relatif sederhana, aberasi genetik sangat kecil, dan tanaman yang dihasilkan tumbuh dengan baik karena terjadinya rejuvenasi (Yusnita, 2003).

2.7 Kondisi Lingkugan Kultur

Lingkungan kultur adalah kondisi fisik tempat suatu kultur ditumbuhkan. Cahaya, temperatur, dan kelembaban merupakan kondisi yang perlu diperhatikan dalam lingkugan in vitro (George, 2008).

Menurut Yusnita (2003), kualitas cahaya akan mempengaruhi arah diferensiasi jaringan dan dibutuhkan untuk mengatur proses morfogenetik tertentu. Dalam pencahayaan untuk tahap inisiasi dan multiplikasi tunas digunakan lampu fluorescent (TL). Intensitas cahaya yang optimum digunakan pada kultur tahap inisiasi kultur adalah 0-1000 lux, tahap multiplikasi sebesar 1000-10.000 lux, tahap pengakaran sebesar 10.000-30.000 lux, dan tahap aklimatisasi sebesar 30.000 lux.

Kesehatan tanaman yang dikulturkan juga dipengaruhi oleh suhu. Suhu yang umum digunakan untuk pengultural berbagai jenis tanaman 26±20C. Apabila suhu yang digunakan terlalu rendah (kurang dari 200C) dapat menghambat

pertumbuhan karena proses fisiologis yang berkaitan dengan kerja enzim yang terganggu atau enzim yang tidak aktif dan suhu yang terlalu tinggi (lebih dari


(17)

320C) akan membuat tanaman merana karena protein dan enzim yang ada di dalam tanaman akan terurai atau terhidrolisis (Yusnita, 2003). Selain itu, kenaikan suhu yang lebih dari 320C juga dapat mengaktifkan spora jamur dan bakteri untuk berkembang biak di dalam ruang kultur sehingga kontaminasi eksplan menjadi tinggi.

2.8 Pembiakan In Vitro Ubi Kayu

Eksplan yang biasa digunakan untuk pembiakan singkong secara in vitro adalah mata tunas. Kultur mata tunas merupakan salah satu cara dalam perbanyakan secara in vitro dengan menggunakan mata tunas aksilar sebagai eksplan. Menurut Armini et al. (1992) teknik kultur mata tunas ini digunakan apabila ada pengaruh apikal dominan pada kultur pucuk sehingga pucuk aksilar menjadi dorman. Terdapat dua cara yang dapat digunakan dalam kultur mata tunas ini, yaitu:

1. Buku yang mengandung satu mata tunas aksilar ditempatkan horizontal di atas media padat.

2. Pucuk yang mengandung mata tunas lateral semuanya dikulturkan horizontal di atas media tanpa dipotong-potong (in vitro layering).

Multiplikasi tunas atau penggandaan tunas adalah perbanyakan eksplan yang berasal dari inisiasi kultur mata tunas ataupun kultur kalus dimana eksplan dapat ditanam pada media yang sama tanpa melalui pemindahan ke media baru. Tahap multiplikasi ini juga merupakan tahap pembentukan tunas adventif dan tunas


(18)

aksilar yang tumbuh dari mata tunas adventif secara bersama-sama (Armini et al, 1992).

Subkultur adalah pemindahan kultur ke media yang baru, baik yang sama maupun berbeda komposisi kimianya. Subkultur merupakan kebutuhan untuk

memperbanyak tanaman dan mempertahankan kultur (George dan Sherrington, 1984). Sub kultur diperlukan bila unsur hara dan hormon dalam media telah berkurang atau habis untuk merubah pola pertumbuhan dan

perkembangan kultur dan bila kultur telah memenuhi wadah atau botol (Pierik, 1987).

Media yang digunakan yaitu media MS. Untuk pola regenerasi terjadi secara langsung. Hartman et al. (1983) menyatakan bahwa induksi tunas adventif, termasuk inisiasi perkembangan tunas adventif dari eksplan maupun dari kalus sebagai akibat adanya pelukaan dan perlakuan zat pengatur tumbuh.


(19)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaannya dimulai dari bulan Mei hingga bulan September 2011.

3.2 Alat dan Bahan

.Bahan tanam yang digunakan sebagai sumber eksplan adalah tunas pucuk 3 buku dari ubi kayu varietas Kasersart berumur ± 1 bulan setelah tanam. Formulasi media prekondisi yang digunakan adalah formulasi MS tanpa ZPT (Murashige dan Skoog, 1962). Pada media perlakuan formulasi yang digunakan adalah formulasi MS (Murashige dan Skoog, 1962), yang dimodifikasi dengan

menambahkan tiga taraf BA (Benziladenine) yaitu 0,2 ; 0,4 ; 0,8 mg/l serta dua taraf IAA (indol acetic acid) yaitu 0 ; 1 mg/l. Bahan lain yang diperlukan antara lain, akuades, alkohol, agar, gula pasir, KOH 1N atau HCl 1N.

Alat yang digunakan berupa alat-alat laboratorium dan alat-alat tanam seperti : laminar air flow cabinet (LAFC), autoklaf, timbangan analitik, labu Erlemeyer, gelas ukur, gelas piala, petridish, pipet, pengaduk, pH meter, magnetic stirrer,


(20)

pinset, scalpel, gunting, Bunsen burner, handsprayer, kompor, panci, korek api, air conditioner (AC), rak kultur, botol media, kertas tisu, plastik transparan, karet gelang, label, penggaris, dan pensil.

3.3 Metode Penelitian

Perlakuan disusun secara faktorial (3x2) dalam rancangan teracak lengkap. Faktor pertama adalah pemberian benziladenine (BA) dengan konsentrasi 0,2 ; 0,4 ; dan 0,8 mg/l. Faktor kedua adalah pemberian 0 ; 1 mg/l indol acetic acid (IAA). Setiap perlakuan diulang tiga kali dan setiap satuan percobaan sedikitnya 3 botol kultur yang masing-masing berisi dua eksplan. Data pada masing-masing

perlakuan dihitung nilai tengahnya dan dianalisis ragam dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) taraf nyata 5%.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber Eksplan

Eksplan yang digunakan adalah bagian tunas tanaman singkong yang berasal dari tanaman ubi kayu berumur 4 minggu yang sudah ditanam dalam polibag.

Tanaman induk ini ditanam di depan Laboratorium Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bibit tanaman singkong yang digunakan adalah varietas Kasersart (produksi tinggi dengan kadar patinya tinggi). Polybag yang digunakan berukuran sebanyak 100 polybag. Tanaman induk dipelihara dengan penyiraman dua kali sehari.


(21)

3.4.2 Sterilisasi Alat

Dilakukan sterilisasi botol-botol kultur dan peralatan menanam seperti pinset, cawan petri, dan scalpel menggunakan autoklaf selama 30 menit pada suhu 1210C dengan tekanan 1,2 kg/cm2.

3.4.3 Pembuatan Media Kultur

Media prekondisi yang digunakan yaitu media Murashige dan Skoog (1962). Zat pemadat yang digunakan adalah agar merek Swallow Globe sebanyak 7 g/l dan gula ditambahkan 30 g/l. Media dibuat dengan pH 5,8 menggunakan pH meter, apabila pH media kurang dari 5,8 maka perlu ditambah beberapa tetes 1N KOH atau 1N HCl. Media perlakuan yang digunakan adalah formulasi MS dengan tiga taraf konsentrasi benziladenine yaitu 0,2 (B1) ; 0,4 (B2); dan 0,8 mg/l (B3) yang dikombinasikan dengan dua taraf indol acetic acid yaitu 0 mg/l (I0), dan 1 mg/l (I1).

Medium dimasak untuk melarutkan pemadat media dan dimasukkan ke dalam wadah kultur ukuran 250 ml sebanyak 20 ml dan ditutup dengan plastik transparan yang diikat dengan karet, kemudian diotoklaf dengan tekanan 1,2 kgf/cm2 pada suhu 1210C selama 7 menit.

3.4.4 Sterilisasi Eksplan

Bahan yang digunakan sebagai eksplan adalah bagian tunas aksilar tiga buku diambil dari stek yang ditanam dan bertunas umur 4 minggu. Selanjutnya tahap pertama yaitu eksplan disterilisasi luar dengan cara dicuci pada air mengalir


(22)

selama 1 menit. Lalu eksplan dimasukkan ke dalam botol yang sudah berisi air sabun secukupnya lalu ditutup kemudian direndam dan dikocok selama ± 3 menit.

Setelah itu, eksplan dibilas menggunakan air mengalir. Pembilasan diulang sampai tiga kali. Eksplan yang sudah bersih lalu dipindahkan ke botol yang sudah disterilisasi kemudian ditutup rapat dan diletakkan ke dalam laminar air flow cabinet. Tahap kedua yaitu eksplan disterilisasi di dalam laminar dengan

merendam kocok dalam larutan Bayclin 20% (bahan aktif sodium hipoklorit 5%) selama ± 5 menit diulang 2 kali. Setelah itu, dibilas dengan aquades steril

sebanyak tiga kali. Eksplan siap ditanam dalam media prekondisi (Murashige dan Skoog).

3.4.5 Penanaman Eksplan

Eksplan berupa tunas tiga buku dikultur terlebih dahulu pada media prekondisi selama 7 hari. Eksplan yang telah steril selanjutnya dipotong menjadi satu buku kemudian disubkultur ke media perlakuan. Satu botol media perlakuan berisi dua eksplan.

3.4.6 Pemeliharaan Kultur

Pemeliharaan kultur singkong dilakukan dengan meletakkan kultur di rak-rak kultur dalam ruang kultur yang dikondisikan dengan suhu 240±20C menggunakan pencahayaan dengan lampu fluorescent (TL) berintensitas 1.000 – 2.000 lux secara terus menerus. Periode penyinaran diatur 16 jam terang dan 8 jam gelap.


(23)

3.5 Pengamatan

Pengamatan pertama dilakukan pada umur empat minggu setelah tanam (tahap inisiasi) dan pengamatan kedua dilakukan empat minggu setelah subkultur. Variabel yang diamati adalah

1. Panjang tunas

Panjang tunas aksilar diukur dari pangkal tunas di atas permukaan eksplan sampai titik tumbuh.

2. Jumlah buku

Jumlah buku tunas aksilar dihitung berdasarkan jumlah buku yang terdapat pada tunas.

3. Jumlah daun segar

Jumlah daun dihitung berdasarkan banyaknya daun yang terdapat pada tunas aksilar yang masih hijau dan dalam keadaan segar.

4. Pengamatan visual

Pengamatan visual dilakukan pada umur 4 MST di luar botol pada tahap inisiasi maupun subkultur dan dibuktikan dengan foto.


(24)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Penambahan BA 0,4 mg/l memberikan jumlah buku terbanyak yaitu 9,22 buku/eksplan yang tidak berbeda dengan BA 0,4 mg/l + IAA 1 mg/l dan BA 0,8 mg/l + IAA 1 mg/l yang secara berturut-turut menghasilkan 8,83 buku dan 8,17 buku/eksplan.

2. Penambahan IAA 1 mg/l memberikan panjang tunas tertinggi sebesar 3,06 cm dan berbeda dengan tanpa IAA yaitu 2,23 cm.

3. Penambahan 0,2 – 0,4 mg/l BA yang dikombinasikan dengan 1 mg/l IAA menghasilkan jumlah buku yang sama, sedangkan bila 0,8 mg/l BA dikombinasikan dengan 1 mg/l IAA menghasilkan peningkatan jumlah buku yang signifikan.

5.2Saran

Penulis menyarankan agar saat melakukan penelitian kultur jaringan pada tahap subkultur ubi kayu sebaiknya dilakukan pengamatan pada umur lebih dari 4 MST.


(25)

PENGARUH BENZILADENINE DAN INDOL ASAM ASETAT PADA PERBANYAKAN TANAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) var.

KASERSART IN VITRO

Oleh

MARYO GUNAWAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(26)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Penampakan kultur ubi kayu pada berbagai konsentrasi

BA dan IAA pada tahap kultur umur 4 MST ... 31 2. Penampakan kultur ubi kayu pada berbagai konsentrasi


(27)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Landasan Teori dan Kerangka Pemikiran ... 5

1.4 Hipotesis ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Botani Tanaman Ubi Kayu ... 9

2.2 Syarat Tumbuh Ubi Kayu ... 10

2.3 Perbanyakan Tanaman Ubi Kayu In Vitro ... 11

2.4 Media Kultur Jaringan ... 11

2.5 Zat Pengatur Tumbuh ... 12

2.6 Eksplan ... 15

2.7 Kondisi Lingkugan Kultur ... 16

2.8 Pembiakan In Vitro Ubi Kayu ... 17

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

3.2 Alat dan Bahan ... 19

3.3 Metode Penelitian ... 20


(28)

3.4.3 Pembuatan Media Kultur ... 21

3.4.4 Sterilisasi Eksplan ... 21

3.4.5 Penanaman Eksplan ... 22

3.4.6 Pemeliharaan Kultur ... 22

3.4.7 Pengamatan ... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 24

4.2 Tahap Kultur ... 24

4.3 Tahap Subkultur ... 27

4.4 Pembahasan ... 33

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 37

5.2 Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38


(29)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1990. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. CV. Rajawali. Jakarta. 85 hlm.

Armini, N. M., G. A. Wattimena, L. W. Gunawan. 1992. PerbanyakanTanaman: Bioteknologi Tanaman. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman. PAU Bioteknologi IPB, Bogor : 309 hal.

Balai Informasi Pertanian Irian Jaya. 1995. Budidaya ubi kayu. Lembar Informasi Pertanian, BIP Irian Jaya. http://pustaka-deptan.go.id

Badan Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2011.

Perbanyakan stek ubi kayu dengan stek mini dan populasi tinggi. Diakses tanggal 4 September 2011.

http:/balitkabi.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&task= blogsection&id=4&Itemid=269.

Badan Pusat Statistik. 2011. Statistika Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta. www.bps.go.id. Diakses 20 Agustus 2011.

Daisy, P., dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Kanisius. Yogyakarta.

Damayanti . 2004. Pengaruh Benziladenine terhadap tanaman Dianthus caryophillus Secara In Vitro. Universitas Lampung. Bandar Lampung Davies, P. J. 2004. Plant Hormones: Biosyntesis, Signal Transduction, Action!.

Kluwer Academic Publisher. London.

D’Agostino., I.B., dan K.J.J. 1993. Molecular mechanisms of cytokinin action.

Department of Biological Sciences, Laboratory for Molecular Biology. University of Illinois USA; Current Opinion in Plant Biology 1999, 2: 359–364

Fauzi, R.A. 2010. Induksi Multiplikasi Tunas Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz) Var. Adira 2 Secara In Vitro. Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(30)

Gamborg, O. L., G. C. Phillips. 1995. Media Preparation and Handling, p 21-33. In Gamborg and Phillips (Eds.). Springer-Verlag. Berlin

Gardner, F.P., R.B. Pearce, dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Diterjemahkan oleh Herawati Susilo. U.I. Press. Jakarta. 421 hlm.

George, E.F. dan P. D. Sherrington. 1984. Plant propagation by tissue culture. Handbook and Directory of Comercial Laboratories. Exegetics Ltd.,Everslay. Basingtoke. England. 709 p.

George, E.F. 1996. Plant Propagation by Tissue Culture in Practice. Second Edition. Exegenetics Limited. England. Pp. 943.

George, E.F., M.A.Hall and G.J. De Klerk. 2008. Plant Propagation By Tissue Culture 3rd Edition Vol 1. Springer. Netherlands. 175 pp.

Gunawan, L.W. 1992. Bioteknologi Tanaman. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman. PAU Bioteknologi IPB, Bogor : 309 hal.

Hartmann, H.T. dan D. E. Kester. 1983. Plant propagation, principles, and practice. p. 523-280. In Englewood Cliffs (Ed.). Prentice-Hall inc, New Jersey.

Hartmann, H.T., D.E. Kester, F.T. Davies, and R.L. Geneve. 2002. Plant Propagation: Principles and Practices. Sixth Edition.Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.P. 647.

Heddy, S. 1986. Hormon Tumbuhan. CV Rajawali. Jakarta. 97 hlm. Hendaryono, Daisy . 1994. Teknik Kultur Jaringan : Pengenalan dan

Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif-Modern. Kanisius : Yogyakarta

Khrisnamoorthy, H.N. 1981. Plant growth substances. Including application in agriculture. New Delhi. Tata Mc. Graw-hill. Publishing Company Le, B.V., Anh, B.L., Soytong, K., Danh, N.D. dan Anh Hong, L.T. 2007. Plant

regeneration of cassava (Manihot esculenta Crantz) plants. Journal of Agricultural Technology 3(1) : 121 - 127

Murashige, T. dan F. Skoog. 1962. A Revised medium for Rapid Growth and Bioassays with Tobacco Tissue Culture. Physiol Plant. 15:473-497. Rukmana, R. 1997. Budidaya dan Pascapanen Ubi kayu.Kanisius. Jakarta.

82 hlm.

Pierik, R.L.M. 1987. In Vitro Culture of Higher Plant. Martinus Publisher. Dordecht. Boston.


(31)

Priadi, D dan Sudarmonowati, E. 2004.Pengaruh Komposisi Media danUkuran Eksplan Terhadap Pembentukan Kalus Embriogenik Terhadap Beberapa Varietas Lokal Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz).Diakses Tanggal 20 Agustus 2011.

Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan III. Diterjemahkan oleh Dr. Diah R. Diah R. Lukman dan Ir. Sumaryono, M.Sc dari buku plant physiology. Penerbit ITB. Bandung. 315 hlm.

Sanjaya, P. 2011. Pengaruh Beberapa Konsentrasi Nitrogen Dan Benziladenin (BA) Pada Perbanyakan Dan Pertumbuhan Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz) Secara In Vitro. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Santoso, U, dan Nursandi, F. 2004. Kultur Jaringan Tanaman.UMM Pres. Univ. Muhammadiyah Malang

Susanto, D. 2011. Pengaruh Beberapa Konsentrasi Nitrogen Dan Sukrosa Terhadap Pertumbuhan Dan Perbanyakan Tunas Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz) In Vitro. Universitas Lampung. Bandar Lampung Syahid, S.F., Natalini, N.K., Deliah,S. 1998. Pengaruh Komposisi Media

Terhadap Pertumbuhan Kalus Dan Kadar Tannin Dari Daun Jati Belanda (Guazuma Ulmifolia Lamk) Secara In Vitro. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor

Vardja, R. and T. Vardja. 2001. The effect of cytokinin type and concentration and the number subcultures on the multiplication rate of some decorative plants. Sci.Biol. Ecol. 50, 1, 22-32.

Wattimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor Bekerjasama dengan Lembaga Sumber Daya Informasi. IPB. Bogor. 145 hlm.

Wilkins, M.B. 1992. Fisiologi Tanaman. Diterjemahkan oleh Sutejo, M.M. dan A.G. kartasapoetra. Bumi Aksara. Jakarta. 454 hlm.

Yusnita. 2003. Kultur Jaringan: Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Disunting oleh Tetty. Agromedia Pustaka. Depok. 104 hlm.

Yusnita. 2006. Teknologi Budidaya Pisang: Penyediaan Bibit Bermutu melalui Kultur Jaringan. Apresiasi Sistim Jaminan Mutu Pisang. Bandar

Lampung.

Yustiawan, B. B. 2007. Studi Teknologi Induksi Kalus dan Suspensi Sel Temu Putih ( curcuma zedoaria (berg.) roscoe) pada Biakan In Vitro. Penerbit ITB. Bandung.


(32)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kota Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, pada tanggal 20 Januari 1988. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Ibu Sabariah dan Bapak Drs. Mukhtar M.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 18 Bengkulu pada tahun 2000. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Bengkulu dan lulus pada tahun 2003. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di SMA YP UNILA Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan tinggi program 1 tahun di LP3i Bengkulu dan pada tahun 2008 terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Agroteknologi Universitas Lampung.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah ditunjuk sebagai mahasiswa penyuluh lapangan oleh Lembaga Pengabdian Masyarakat Universitas Lampung (LPM- UNILA) untuk membantu pelaksanaan program “Pemanfaatan kotoran sapi sebagai bahan baku biogas dan pemanfaatan limbah biogas sebagai pupuk organik“ di Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2011. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Pesawaran Indah, Padang Cermin, Kab Pesawaran, Lampung. Sedangkan Praktek Umum (PU) di Lampung Jamur yaitu budidaya jamur tiram putih (Pleuretus Ostreatus) skala rumah tangga.


(33)

SANWACANA

Syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada pemilik alam semesta, Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelitian dan

penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2011 sampai dengan bulanSeptember 2011. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menjadi Sarjana Pertanian dan penulis mengangkat topik mengenai pengaruh BA dan IAA pada perbanyakan ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) var. kasersart secara in vitro.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih belum sempurna sehingga saran dan masukan yang bersifat membangun dibutuhkan oleh penulis. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas keterlibatan dan bantuan yang diberikan dalam penelitian dan penyusunan skripsi kepada :

1. Bapak Ir. Ardian, M.Agr., selaku pembimbing utama penelitian dan penyusunan skripsi sekaligus pembimbing akademik yang dengan sabar memberikan bimbingan dari mulai menjadi mahasiswa hingga selesai, memberikan masukan baik materil maupun non-materil, dan saran kepada penulis.


(34)

kepribadian dan meluangkan waktunya kepada penulis setiap saat.

3. Bapak Dr. Ir. Yusnita, M.Sc., selaku penguji skripsi yang telah memberikan saran yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi, memberikan motivasi setiap saat dan membantu penulis menjadi lebih berwawasan luas.

4. Bapak Dr. Ir. Wan Abas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakulltas Pertanian Universitas Lampung.

5. Hayane Warganegara, S.P, Mbak Eka, dan Kak Ronald yang sabar membantu penulis dalam melakukan penelitian.

6. Keluarga penulis: Papa, Mama, Mardi Irawan (adik), Aulia (kakak), Chaca (keponakan) dan Kiki (keponakan) yang selalu menjadi motivasi penulis. 7. Untuk Tisa Wulandari yang selalu mendukung dan membantu penulis dalam

senang ataupun duka selama penelitian dan penyusunan skripsi.

8. Untuk teman-teman satu perjuangan di Universitas Lampung yang telah membantu penelitian penulis: Pras, Kresna, Exel, Agil, Marta, Lindi, Elida, Maylinda, Resmia, Reni, Yesi dan teman-teman Program Studi

Agroteknologi lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis berdoa semoga semua bantuan, bimbingan, dan dukungan yang diberikan kepada penulis mendapatkan imbalan dari Allah SWT.

Bandar lampung, November 2012 Penulis


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1990. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. CV. Rajawali. Jakarta. 85 hlm.

Armini, N. M., G. A. Wattimena, L. W. Gunawan. 1992. PerbanyakanTanaman:

Bioteknologi Tanaman. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman. PAU

Bioteknologi IPB, Bogor : 309 hal.

Balai Informasi Pertanian Irian Jaya. 1995. Budidaya ubi kayu. Lembar Informasi Pertanian, BIP Irian Jaya. http://pustaka-deptan.go.id

Badan Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2011.

Perbanyakan stek ubi kayu dengan stek mini dan populasi tinggi. Diakses

tanggal 4 September 2011.

http:/balitkabi.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&task= blogsection&id=4&Itemid=269.

Badan Pusat Statistik. 2011. Statistika Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta. www.bps.go.id. Diakses 20 Agustus 2011.

Daisy, P., dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Kanisius. Yogyakarta.

Damayanti . 2004. Pengaruh Benziladenine terhadap tanaman Dianthus

caryophillus Secara In Vitro. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Davies, P. J. 2004. Plant Hormones: Biosyntesis, Signal Transduction, Action!. Kluwer Academic Publisher. London.

D’Agostino., I.B., dan K.J.J. 1993. Molecular mechanisms of cytokinin action.

Department of Biological Sciences, Laboratory for Molecular Biology.

University of Illinois USA; Current Opinion in Plant Biology 1999, 2: 359–364

Fauzi, R.A. 2010. Induksi Multiplikasi Tunas Ubi Kayu (Manihot esculenta


(2)

Gamborg, O. L., G. C. Phillips. 1995. Media Preparation and Handling, p 21-33. In Gamborg and Phillips (Eds.). Springer-Verlag. Berlin

Gardner, F.P., R.B. Pearce, dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman

Budidaya. Diterjemahkan oleh Herawati Susilo. U.I. Press. Jakarta. 421

hlm.

George, E.F. dan P. D. Sherrington. 1984. Plant propagation by tissue culture. Handbook and Directory of Comercial Laboratories. Exegetics

Ltd.,Everslay. Basingtoke. England. 709 p.

George, E.F. 1996. Plant Propagation by Tissue Culture in Practice. Second Edition. Exegenetics Limited. England. Pp. 943.

George, E.F., M.A.Hall and G.J. De Klerk. 2008. Plant Propagation By Tissue

Culture 3rd Edition Vol 1. Springer. Netherlands. 175 pp.

Gunawan, L.W. 1992. Bioteknologi Tanaman. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman. PAU Bioteknologi IPB, Bogor : 309 hal.

Hartmann, H.T. dan D. E. Kester. 1983. Plant propagation, principles,

and practice. p. 523-280. In Englewood Cliffs (Ed.). Prentice-Hall inc,

New Jersey.

Hartmann, H.T., D.E. Kester, F.T. Davies, and R.L. Geneve. 2002. Plant

Propagation: Principles and Practices. Sixth Edition.Prentice-Hall,

Englewood Cliffs, New Jersey.P. 647.

Heddy, S. 1986. Hormon Tumbuhan. CV Rajawali. Jakarta. 97 hlm. Hendaryono, Daisy . 1994. Teknik Kultur Jaringan : Pengenalan dan

Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif-Modern. Kanisius :

Yogyakarta

Khrisnamoorthy, H.N. 1981. Plant growth substances. Including application in agriculture. New Delhi. Tata Mc. Graw-hill. Publishing Company Le, B.V., Anh, B.L., Soytong, K., Danh, N.D. dan Anh Hong, L.T. 2007. Plant

regeneration of cassava (Manihot esculenta Crantz) plants. Journal of

Agricultural Technology 3(1) : 121 - 127

Murashige, T. dan F. Skoog. 1962. A Revised medium for Rapid Growth and

Bioassays with Tobacco Tissue Culture. Physiol Plant. 15:473-497.

Rukmana, R. 1997. Budidaya dan Pascapanen Ubi kayu.Kanisius. Jakarta. 82 hlm.

Pierik, R.L.M. 1987. In Vitro Culture of Higher Plant. Martinus Publisher. Dordecht. Boston.


(3)

Priadi, D dan Sudarmonowati, E. 2004.Pengaruh Komposisi Media danUkuran Eksplan Terhadap Pembentukan Kalus Embriogenik Terhadap Beberapa

Varietas Lokal Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz).Diakses Tanggal 20

Agustus 2011.

Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan III. Diterjemahkan oleh Dr. Diah R. Diah R. Lukman dan Ir. Sumaryono, M.Sc dari buku plant physiology. Penerbit ITB. Bandung. 315 hlm.

Sanjaya, P. 2011. Pengaruh Beberapa Konsentrasi Nitrogen Dan Benziladenin (BA) Pada Perbanyakan Dan Pertumbuhan Ubi Kayu (Manihot esculenta

Crantz) Secara In Vitro. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Santoso, U, dan Nursandi, F. 2004. Kultur Jaringan Tanaman.UMM Pres. Univ. Muhammadiyah Malang

Susanto, D. 2011. Pengaruh Beberapa Konsentrasi Nitrogen Dan Sukrosa Terhadap Pertumbuhan Dan Perbanyakan Tunas Ubi Kayu (Manihot

esculenta Crantz) In Vitro. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Syahid, S.F., Natalini, N.K., Deliah,S. 1998. Pengaruh Komposisi Media

Terhadap Pertumbuhan Kalus Dan Kadar Tannin Dari Daun Jati Belanda

(Guazuma Ulmifolia Lamk) Secara In Vitro. Balai Penelitian Tanaman

Obat dan Aromatik. Bogor

Vardja, R. and T. Vardja. 2001. The effect of cytokinin type and concentration and the number subcultures on the multiplication rate of some decorative

plants. Sci.Biol. Ecol. 50, 1, 22-32.

Wattimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor Bekerjasama dengan Lembaga Sumber Daya Informasi. IPB. Bogor. 145 hlm.

Wilkins, M.B. 1992. Fisiologi Tanaman. Diterjemahkan oleh Sutejo, M.M. dan A.G. kartasapoetra. Bumi Aksara. Jakarta. 454 hlm.

Yusnita. 2003. Kultur Jaringan: Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Disunting oleh Tetty. Agromedia Pustaka. Depok. 104 hlm.

Yusnita. 2006. Teknologi Budidaya Pisang: Penyediaan Bibit Bermutu melalui

Kultur Jaringan. Apresiasi Sistim Jaminan Mutu Pisang. Bandar

Lampung.

Yustiawan, B. B. 2007. Studi Teknologi Induksi Kalus dan Suspensi Sel Temu

Putih ( curcuma zedoaria (berg.) roscoe) pada Biakan In Vitro. Penerbit


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kota Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, pada tanggal 20 Januari 1988. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Ibu Sabariah dan Bapak Drs. Mukhtar M.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 18 Bengkulu pada tahun 2000. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Bengkulu dan lulus pada tahun 2003. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di SMA YP UNILA Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan tinggi program 1 tahun di LP3i Bengkulu dan pada tahun 2008 terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Agroteknologi Universitas Lampung.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah ditunjuk sebagai mahasiswa penyuluh lapangan oleh Lembaga Pengabdian Masyarakat Universitas Lampung (LPM- UNILA) untuk membantu pelaksanaan program “Pemanfaatan kotoran sapi sebagai bahan baku biogas dan pemanfaatan limbah biogas sebagai pupuk

organik“ di Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2011. Penulis melaksanakan

Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Pesawaran Indah, Padang Cermin, Kab Pesawaran, Lampung. Sedangkan Praktek Umum (PU) di Lampung Jamur yaitu budidaya jamur tiram putih (Pleuretus Ostreatus) skala rumah tangga.


(5)

SANWACANA

Syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada pemilik alam semesta, Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelitian dan

penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2011 sampai dengan bulanSeptember 2011. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menjadi Sarjana Pertanian dan penulis mengangkat topik mengenai pengaruh BA dan IAA pada perbanyakan ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) var. kasersart secara in vitro.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih belum sempurna sehingga saran dan masukan yang bersifat membangun dibutuhkan oleh penulis. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas keterlibatan dan bantuan yang diberikan dalam penelitian dan penyusunan skripsi kepada :

1. Bapak Ir. Ardian, M.Agr., selaku pembimbing utama penelitian dan penyusunan skripsi sekaligus pembimbing akademik yang dengan sabar memberikan bimbingan dari mulai menjadi mahasiswa hingga selesai, memberikan masukan baik materil maupun non-materil, dan saran kepada penulis.


(6)

2. Sri Ramadiana, S.P., M.Si., selaku pembimbing kedua yang dengan tekun memberikan motivasi, saran baik mengenai skripsi maupun masalah kepribadian dan meluangkan waktunya kepada penulis setiap saat.

3. Bapak Dr. Ir. Yusnita, M.Sc., selaku penguji skripsi yang telah memberikan saran yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi, memberikan motivasi setiap saat dan membantu penulis menjadi lebih berwawasan luas.

4. Bapak Dr. Ir. Wan Abas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakulltas Pertanian Universitas Lampung.

5. Hayane Warganegara, S.P, Mbak Eka, dan Kak Ronald yang sabar membantu penulis dalam melakukan penelitian.

6. Keluarga penulis: Papa, Mama, Mardi Irawan (adik), Aulia (kakak), Chaca (keponakan) dan Kiki (keponakan) yang selalu menjadi motivasi penulis. 7. Untuk Tisa Wulandari yang selalu mendukung dan membantu penulis dalam

senang ataupun duka selama penelitian dan penyusunan skripsi.

8. Untuk teman-teman satu perjuangan di Universitas Lampung yang telah membantu penelitian penulis: Pras, Kresna, Exel, Agil, Marta, Lindi, Elida, Maylinda, Resmia, Reni, Yesi dan teman-teman Program Studi

Agroteknologi lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis berdoa semoga semua bantuan, bimbingan, dan dukungan yang diberikan kepada penulis mendapatkan imbalan dari Allah SWT.

Bandar lampung, November 2012 Penulis