ANALISIS EFEKTIVITAS PENERAPAN ASAS CONTANTE JUSTITIE DALAM PELANGGARAN LALU LINTAS

(1)

ABSTRAK

ANALISIS EFEKTIVITAS PENERAPAN ASAS CONTANTE JUSTITIE DALAM PELANGGARAN LALU LINTAS

Oleh

Timoteus Kristianto Silalahi

Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai konsekuensi Negara hukum maka setiap penyelenggara negara, setiap aparatur pemerintah serta semua warga negara harus tunduk dan taat kepada aturan hukum yang berlaku.Pada era globlisasi saat ini segala sesuatu berubah dengan cepat seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satunya berasal manusia yang berlalu lintas di jalan raya. Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran lalu lintas oleh pemakai jalan salah satunya adalah di tempat-tempat tertentu diawasi oleh para polisi lalu lintas. Proses penindakan pelanggaran lalu lintas dapat digunakan asas contante justitie karena dapat diputus ditingkat kepolisian tanpa harus dibawah ke pengadilan karena pelanggaran lalu lintas merupakan tindak pidana ringan dengan begitu asas contante justitie bisa diterapkan dalam pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan. Permasalahan yang dibahas penulis dalam skripsi ini, dengan mengajukan dua permasalahan yaitu: (1) Bagaimanakah pengaturan asas contante justitie dalam proses penindakan pelanggaran lalu lintas? (2) Bagaimana keefektifitasan penerapan asas contante justitie dalam pelanggaran lalu lintas bagi pengguna lalu lintas?

Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan adalah data primer yaitu diperoleh dari perundang-undangan, data sekunder adalah data-data yang diambil dari literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan, karya-karya ilmiah dan hasil penelitian para pakar sesuai dengan obyek pembahasan penelitian, dan data tersier antara lain berupa bahan-bahan yang dapat menunjang bahan hukum primer dan sekunder.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis maka upaya yang dilakukan pihak kepolisian dalam menanggulangi pelanggaran lalu lintas sangatlah efektif bila mengunakan asas contante justitie buat pelanggar lalu lintas terlihat pada tingkat pelanggaran mengalami penurunan kasus pelanggaran lalu lintas. Asas


(2)

menyelesaikan masalah hukum dan pelanggaran lalu lintas dimana asas contante justitie yaitu asas peradilan cepat, sederhana dan biaya murah. Sehingga masalah hukum dan pelanggaran lalu lintas diselesaikan dengan cepat tanpa harus dibawa kepengadilan yang prosesnya memakan waktu lama. Selama proses asas contante justitie dilakukan secara sederhana dan biaya murah. Namun tidak tepat bagi pengguna yang tidak melakukan pelanggaran. Namun dalam melihat keseluruhan tidak efektif bila penerapannya dilakukan oleh pihak polisi lalu lintas tidak sesuai dengan proses malahan terjadi penyelewengan dalam proses pengaturan asas

contante justitie. Sehingga tercipta rasa takut dalam masyarakat terhadap polisi lalu lintas itu sendiri.

Penulis juga menyarankan agar : (1) Penerapan asas contante justitie sangatlah membantu pelanggar lalu lintas dalam menyelesaikan pekara lalu lintasnya. Dalam penerapannya terjadi penyelewengan sehingga haruslah diubah cara pembayaran tilangnya yaitu langsung kekantor kas negara contohnya yang diterapkan diluar negeri yaitu negara Thailand dan negara-negara yang maju. (2) Untuk memaksimalkan upaya yang dilakukan pihak polisi lalu lintas maka sangat diperlukan sistem penambahan sehingga makin berkurang pelanggaran lalu lintas.


(3)

ANALISIS EFEKTIVITAS PENERAPAN ASAS CONTANTE JUSTITIE DALAM PELANGGARAN LALU LINTAS

Oleh

TIMOTEUS KRISTIANTO SILALAHI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(4)

ANALISIS EFEKTIVITAS PENERAPAN ASAS CONTANTE JUSTITIE DALAM PELANGGARAN LALU LINTAS

(Skripsi)

Oleh

TIMOTEUS KRISTIANTO SILALAHI

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(5)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 5

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ... 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 6

E. Sistematika Penulisan ... 13

II.TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Efektivitas ... 15

B. Pengertian Tindak Pidana ... 16

C. Pengertian Asas Contante Justitie ... 22

D. Pengertian Lalu Lintas ... 24

E. Pengertian Pelanggaran Lalu Lintas ... 25

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 29

B. Sumber dan Jenis Data ... 30

C. Penentuan Populasi dan Sempel ... 31

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 32

E. Analisis Data ... 33

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 34

B. Pengaturan Asas Contante Justitie Dalam Proses Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas ... 35


(6)

C. Keefektivitasan Penerapan Asas Contante Justitie Dalam Pelanggaran Lalu Lintas Bagi Pengguna Lalu Lintas ... 46

V. PENUTUP

A. Kesimpulan ... 51 B. Saran ... 52


(7)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H. …………...

Sekretaris/Anggota : Rinaldy A., S.H., M.H. …….…......

Penguji Utama : Tri Andrisman, S.H., M.H. …………....

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP. 19621109 198703 1 003


(8)

Judul Skripsi : ANALISIS EFEKTIVITAS PENERAPAN ASAS CONTANTE JUSTITIE DALAM PELANGGARAN LALU LINTAS Nama Mahasiswa : Timoteus Kristianto Silalahi

Nomor Pokok Mahasiswa : 0912011257 Program Studi : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr Eddy Rifai , S.H., M.H. Rinaldy A , S.H., M.H. NIP 196109121 198603 1 003 NIP 19801118 200801 1 008

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati M., S.H., M.H. NIP 19620817 198703 2 003


(9)

MOTTO

Hidup itu unik jadi bersyukur dan berjuangan menjalanin hidup dengan kasih (Penulis)

Segala sesuatu itu mengalir terus-menerus seperti air di sungai (Herakleitos)

Ketidak sempurnaan dan kegagalanku sama banyaknya dengan berkat Tuhan yang diberikan dalam bentuk sukses

dan kemampuan, dan keduanya kupersembahkan di kakiNya (Mahatma Gandhi)


(10)

PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur kupersembahkan karya ini kepada Tuhan Yesus Kristus

Kepada Bapak dan Mama serta seluruh keluarga besar Silalahi dan Manalu yang telah memberikan kasih sayang

dan dukungan selama ini kepadaku

Kepada abangku Kintaren Henner Salomo Silalahi dan Rittar Tison Purbatala Silalahi, adikku Bangun Ganda Putra

Silalahi yang tak henti-henti memberikan semangat dan dukungan

Dan kepada seluruh teman-temanku dan keluargaku yang telah menemani perjalanan hidupku selama menuntut ilmu

dan juga yang telah mengajariku arti sebuah kehidupan


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Bakauheni pada tanggal 18 Desember 1990. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak A. Silalahi dan Ibu R. Manalu.

Penulis mengawali pendidikannya di Sekolah Dasar Bahkti Ibu dan tamat pada tahun 2003 , melanjut ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Bakauheni dan tamat pada tahun 2006, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Xaverius Pringsewu dan tamat pada tahun 2009.

Pada Tahun 2009, penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) mengambil minat bagian Hukum Pidana. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2012 di Desa Suka Jaya, Kecamatan Pagar Dewa, Kabupaten Lampung Barat, Lampung.

Selain pernah mengikuti kepanitiaan dalam pelaksanaan acara dalam maupun luar kampus, penulis juga aktif di bidang olahraga.


(12)

SANWACANA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena berkat dan kasih sayang-Nya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi dengan judul “Analisis Efektivitas Penerapan Asas Contante Justitie Dalam Pelanggaran Lalu Lintas” ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini, saya ingin mengucapkan rasa terima kasih yang tulus dan sebesar-besarnya pada semua pihak yang telah berperan dalam studi dan proses penyusunan skripsi saya ini, khususnya kepada:

1. Bapak Dr. Heriandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H., sebagai Pembimbing I saya yang telah memberikan arahan, kritik, dan saran dalam penulisan skripsi ini;

3. Bapak Rinaldy A, S.H., M.H., sebagai Pembimbing II saya yang senantiasa memberikan saran selama penulisan skripsi ini dan telah banyak memberikan pengarahan dan sumbangan pemikiran, serta kesabarannya dalam membimbing Penulisan selama penulisan skripsi ini;

4. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., sebagai Pembahas I saya yang telah memberikan arahan, kritik, dan saran dalam penulisan skripsi ini;

5. Ibu Dona Raisa, S.H., M.H., sebagai Pembahas II saya yang telah memberikan arahan, kritik, dan saran dalam penulisan skripsi ini;


(13)

6. Dosen-Dosen dan Karyawan di Fakultas Hukum Unila pada umumnya dan di Jurusan Hukum Pidana pada khususnya;

7. Kedua orang tua saya yang tercinta Bapak A. Silalahi dan Mama R. Manalu yang telah berusaha keras mengasuh dengan penuh kasih sayang, mendidik dengan sabar serta mendukung, selalu mendampingi di setiap langkahku dengan sabar dan mendoakanku selalu;

8. Kedua abang saya Kintaren Henner Salomo Silalahi dan Rittar Tison Purbatala Silalahi yang selama ini memberi semangat dan motivasi;

9. Adik saya Bangun Ganda Putra Silalahi yang memberi semangat;

10. Hasian saya Helena Verawati Manalu yang mendukung dan mendoakan saya dengan tulus;

11. Sahabat Bares: Nico Andreas Simanungkalit S.H., Daniel Marbun S.H., Verdy Firmansyah Manatap Tambunan S.H., Andi Krisno Pakpahan S.H., Dolly C Sihombing S.H., Handy Sihotang S.H., Waldi Indrawan Banjarnahor S.H., dan Elsie Viana Pangabean S.H. terimah kasih atas kecerian dan warna yang diberikan selama menuntut ilmu di Unila;

12. Semua apara dan saudara marga : Marudut Tampubolon S.H, Pantun Halomoan Sitompul S.H, Revan Tambunan S.H, Verdy Firmansyah Manatap Tambunan, S.H., David Sipangkar S.H, Aldo Constantin Silalahi S.Ab, Torang Alfontius Pardamean Sihotang S.H, dan yang lainnya terima kasih atas doa dan dukungannya;

13. Semua ito-ito saya: Kwartini Putri Haloho S.I.Kom, Netty Afrida Sihaloho S.Sos, Maria Juliana Angelia Sinurat S.H, Oktavia Feronika Sinurat S.H, Ratika Sanvebilisa Dolok Saribu S.H, Yessy Theresya Lamria Kristin


(14)

Tambunan S.H, Junita Nehemia Marcelina Tambubolon S.Abi dan yang lainnya terima kasih atas doa, dukungan dan waktunya;

14. Senior 2008, 2007, 2006 dan seterusnya: Tommy Fedrik Manurung S.H, Risna Simarmata S.H, Frenco Sitanggang S.H, Mario Napitupulu S.H, Mario Nainggolan S.H, Dewi Swanty Siumamora S.H, Vicki Baitekan S.H, Ronny Simaremare S.H, Berlian Manik S.H, Ririe Sinaga S.H, Dora Carolina Pasaribu S.H, Carlos Sitorus S.H, Richard Sagala S.H, Rudi M Pardosi S.H, Christianti Maranata Simbolon S.H, Bang Jepri Manalu S.H, Bang Jono Parulian Sitorus S.H, Kak Ivo Manulang S.H, dan Senior-senior lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas kebersamaan dan keceriaan yang telah kalian berikan kepadaku selama di Unila;

15. Kawan-kawan 2009: Elfrida Lubis S.H, Roberta Ratri S.H, Andriawan kusuma S.H, Dewa Gede Sumatri S.H, Maliki sahaga-haga S.H, Anggara Marza S.H, Ardian Jufar Agung S.H, Ardy Munteh S.H, Deni Supriyadi S.H, Julius Nanda Sionaris S.H, Liberti Sitepu S.H, Tono S.H, Rian S.H, Dima P Girsang S.H, Moses S.H, dan kawan-kawan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas kebersamaan dan keceriaan yang telah kalian berikan kepadaku selama di Unila;

16. Kawan-kawan dan adik-adik 2010: Reni Panjaitan S.H, Richard Simanungkalit S.H, Sartika Samosir S.H, Edo Sitorus S.H, Jusuf Efendi Purba S.H, Ricko Sihaloho S.H, dan kawan-kawan dan adik-adik lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas kebersamaan dan keceriaan yang telah kalian berikan kepadaku selama di Unila;


(15)

17. Adik-adik 2011: Torang Alfontius Pardamean Sihotang S.H, Ratika Sanvebilisa Dolok Saribu S.H, Yessy Theresya Lamria Kristin Tambunan S.H, Nur Sa’adah Sinambela S.H, Yonathan P.H S.H, Dopdon Sinaga S.H, Johanna Manalu S.H, Nova Selina Simbolon S.H, David Pandapotan S.H, Rifan Siregar S.H, dan adik-adik lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas kebersamaan dan keceriaan yang telah kalian berikan kepadaku selama di Unila;

18. Adik-adik 2012: Helena Verawati Manalu S.H, El Renova Siregar S.H, Innes G.G Siburian S.H, Christina Sidauruk S.H, Margareth Maharani Citra Manurung S.H, Marcella Taweru S.H, Johanes Fernando Pasaribu S.H, Rio Julio Pasaribu S.H, Ryan Nadapdap S.H, dan adik-adik lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas kebersamaan dan keceriaan yang telah kalian berikan kepadaku selama di Unila;

19. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan dukungannya dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan sehingga penulis dapat menerima kritik dan saran yang bersifat konstruktif. Penulis berharap skripsi ini, semoga dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Terima Kasih

Bandar Lampung, Mei 2012 Penulis ,


(16)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara hukum1. Sebagai konsekuensi Negara hukum maka setiap penyelenggara negara, setiap aparatur pemerintah serta semua warga negara harus tunduk dan taat kepada aturan hukum yang berlaku. Sehingga warga negara merasakan perdamaian, keamanan, kertiban, keadilan dan lain sebagainya.

Pembangunan Nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia. Untuk mencapai cita-cita pembangunan tersebut pemerintah berusaha memajukan kesejahteraan masyarakat di segala bidang, dan salah satunya yang tidak kalah pentingnya adalah pembangunan di bidang perhubungan sebagai urat nadi perekonomian dewasa ini. Hal tersebut sesuai dengan hakikat pembangunan yaitu rangkaian upaya perkembangan dan perubahan yang dilangsungkan secara sadar, sengaja berencana dan bertujuan oleh satu kelompok manusia (orang, suku, rakyat, bangsa, dan negara) menuju pada modernitas dan tarap kehidupan yang lebih tinggi2.

1

Bentuk dan Kedaulatan yang terdapat dalam Undang Undang Dasar 1945 dalam Pasal 1 ayat (3)

2


(17)

2

Pada era globlisasi saat ini segala sesuatu berubah dengan cepat seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembangunan dan perkembangan ilmu serta teknologi yang sangat pesat mengakibatkan manusia hidup lebih mudah. Disisi lain terdapat beberapa unsur tertentu yang mengakibatkan terjadinya gangguan terhadap kemudahan atau kenyamanan kehidupan manusia. Salah satunya berasal dari manusia yang berlalu lintas di jalan raya.

Mengikuti perubahan perkembangan zaman, jumlah pengguna dan pemakai lalu lintas semakin meningkat dan terus bertambah. Idealnya peningkatan ini harus diimbangi juga oleh perkembangan jalan. jumlah kendaraan yang terus meningkat tidak diimbangi dengan perluasan jaringan jalan yang proporsional. Kenyataan ini mengakibatkan banyak gangguan seperti sering terjadinya kemacetan dan pelanggaran-pelanggaran lalu lintas. Para pemakai kendaraan tidak menyadari akan pentingnya ketertiban dan keselamatan diri di jalan raya. Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan didasarkan pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan – Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025 (selanjutnya disebut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009).

Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran lalu lintas oleh pemakai jalan salah satunya adalah di tempat-tempat tertentu diawasi oleh para polisi lalu lintas. Belakangan ini sering dilakukan razia dan operasi di jalan yang diselenggarakan oleh kepolisian setempat. Penegakan


(18)

3

hukum berupa penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan diatur dalam pasal 264 sampai dengan pasal 272 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009. Penindakan pelanggaran ini dilakukan dalam bentuk pemeriksaan kendaaran bermotor di jalan yang dilakukan oleh Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.

Penegakan hukum dalam penindakan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan diperiksa menurut acara pemeriksaan cepat dan dapat dikenai pidana denda berdasarkan penetapan pengadilan. Penindakan pelangaran di jalan dilakukan dengan menerbitkan Surat Tilang3 bagi pelanggar lalu lintas dan angkutan jalan.

Proses penindakan pelanggaran dapat dilakukan asas contante justitie karena menurut Ansori Sabuan4, asas-asas yang menyakut peradilan dan asas yang menyakut perlindungan terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia (hak-hak manusia). Antara lain adalah: “asas cepat, sederhana dan biaya ringan” yang berarti peradilan yang dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkatan peradilan.

3

Tila g erupaka si gkata dari ukti Pela ggara . “urat Tila g adalah atata pe yidik mengenai pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan tertentu yang dilakukan seseorang sebagai bukti terjadinya pelanggaran. (RPP Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor Di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan).

4


(19)

4

Berkaitan dengan hal itu peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, harus dilakukan di semua acara di persidangan baik itu acara pemeriksaan biasa, acara pemeriksaan singkat ataupun acara pemeriksaan cepat. Di dalam acara pemeriksaan biasa peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan sulit untuk diwujudkan, contohnya saja seperti kasus pembunuhan, kasus pencurian dan berbagai kejahatan tindak pidana berat lainnya, yang pembuktian sulit dan memakan waktu yang lama sehingga biaya perkara dalam acara pemeriksaan biasa lumayan besar, hal ini dinilai wajar karena banyak pihak yang terkait, baik itu lembaga kepolisian, lembaga kejaksaan, advokat, ahli forensik ataupun pengadilan terdapat dimana persidangan dilangsungkan. Acara pemeriksaan cepat perkaranya tidak selalu sampai dipengadilan untuk diperiksa, ditingkat kepolisian perkaranya bisa diputus karena tindak pidana dalam acara pemeriksaan cepat termasuk jenis pelanggaran biasa, yaitu pelanggaran tindak pidana ringan menurut Andi Hamzah5.

Proses penindakan pelanggaran lalu lintas dapat digunakan asas contante justitie karena dapat diputus ditingkat kepolisian tanpa harus dibawa ke pengadilan karena pelanggaran lalu lintas merupakan tindak pidana ringan dengan begitu asas contante justitie bisa diterapkan dalam pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan.

Setiap proses ada penyimpangan yang terjadi dalam proses penindakan pelanggaran lalu lintas dengan asas contante justitie dimana penegakan

5

Hamzah, Andi. 2009. Pembaharuan Hukum Acara Pidana Indonesia. Sinar Grafika. jakarta hlm 29


(20)

5

hukum melakukan hal-hal di luar proses penindakan pelanggaran lalu lintas. Sehingga pelaku pelanggaran yang tidak mengerti menjadi korban dari penyimpangan yang dibuat oleh sebagian para penegak hukum yang tidak bertanggung jawab.

Berdasarkan uraian di atas dan bertitik tolak pada penerapan asas contante justitie dalam proses penindakan pelanggaran lalu lintas yang pada penerapannya terjadi penyimpangan. Berdasarkan pertimbangan diatas, oleh karena itu penulis tertarik mengambil judul skripsi mengenai: “Analisis Efektivitas Penerapan Asas Contante Justitie Dalam pelanggaran Lalu lintas”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan yang akan dibahas adalah :

a) Bagaimanakah pengaturan asas contante justitie dalam proses penindakan pelanggaran lalu lintas?

b) Bagaimana keefektifitasan penerapan asas contante justitie dalam pelanggaran lalu lintas bagi pengguna lalu lintas?

2. Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah mencakup ilmu hukum pidana yang membahas pengaturan dan penerapan asas contante justitie


(21)

6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok bahasan, adapun tujuan dari penelitian ini adalah: a) Untuk mengetahui bagaimana pengaturan asas contante justitie dalam

pelanggaran lalu lintas;

b) Untuk mengetahui keefektivitasan penerapan asas contante justitie

dalam pelanggaran lalu lintas. 2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

a. Secara Teoritis, yaitu berguna sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya pemahaman wawasan di bidang ilmu hukum pidana, khususnya mengenai keefektivitasan penerapan asas contante justitie dalam pelanggaran lalu lintas.

b. Kegunaan Praktis, penulisan ini diharapkan dapat berguna sebagai tambahan dan sumbangan pemikiran dalam proses pengetahuan hukum baik secara akademis serta dalam proses pelaksanaan pengaturan asas

contante justitie dalam pelanggaran lalu lintas.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka Teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk


(22)

7

mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti6.

Asas hukum adalah “aturan dasar dan prinsip-prinsip hukum yang abstrak dan pada umumnya melatarbelakangi peraturan konkret dan pelaksanaan hukum”. Dalam bahasa Inggris, kata “asas” diformatkan sebagai “principle”, sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991:52), ada tiga pengertian kata “asas”:1) hukum dasar, 2) dasar sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat, dan 3) dasar cita-cita. Peraturan konkret (seperti undang-undang) tidak boleh bertentangan dengan asas hukum, demikian pula dalam putusan hakim, pelaksanaan hukum, dan sistem hukum7.

Apabila dalam sistem hukum terjadi pertentangan, maka asas hukum akan tampil untuk mengatasi pertentangan tersebut. Misalnya, terjadi pertentangan antara satu undang-undang dengan undang-undang lainnya, maka harus kembali melihat asas hukum sebagai prinsip dasar yang mendasari suatu peraturan hukum berlaku secara universal.

Menurut van Eikema Hommes asas hukum itu tidak boleh dianggap sebagai norma-norma hukum yang konkrit, akan tetapi perlu dipandang sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku. Pembentukan hukum praktis perlu berorientasi pada asas-asas

6

Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. UI-Press. Jakarta, 1984 hlm 124

7


(23)

8

hukum tersebut. Dengan kata lain asas hukum ialah dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif.

Selanjutnya The Liang Gie berpendapat bahwa asas adalah suatu dalil umum yang dinyatakan dalam istilah umum tanpa menyarankan cara-cara khusus mengenai pelaksanaannya, yang diterapkan pada serangkaian perbuatan untuk menjadi petunjuk yang tepat bagi perbuatan itu.

Sedangkan menurut P. Scholten asas hukum adalah kecenderungan-kecenderungan yang disyaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum, merupakan sifat-sifat umum dengan segala keterbatasannya sebagai pembawaan yang umum itu, tetapi yang tidak boleh tidak harus ada.

Beberapa pengertian asas hukum dikemukakan oleh para pakar8, sebagai berikut:

1. Paton menyatakan bahwa asas hukum tidak akan pernah habis kekuatannya hanya karena telah melahirkan suatu aturan atau peraturan hukum, melainkan tetap saja ada dan akan mampu terus melahirkan aturan dan peraturan seterusnya.

2. Satjipto Rahardjo menulis bahwa asas hukum mengandung nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan etis.

3. Van Eikema Hommes menyatakan bahwa asas hukum itu tidak boleh dianggap sebagai norma-norma hukum yang konkret, akan tetapi perlu

8

Achmad Ali.1990. mengembara di belantara hukum , lembaga penerbitan universitas hasanudin hlm 117-118


(24)

9

dipandang sebagai dasar-dasar hukum, atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku. Pembentukan hukum, praktis perlu berorientasi pada asas-asas hukum tersebut. Dengan kata lain, asas hukum ialah dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif. Fungsi asas hukum, antara lain :

a) Menjaga ketaatan asas atau konsistensi,

b) Menyelesaikan konflik yang terjadi didalam sistem hukum,

c) Sebagai rekayasa sosial, baik dalam sistem hukum maupun dalam sistem peradilan.

Di dalam asas hukum senantiasa terkait dengan kaidah/norma hukum atau peraturan hukum tertulis. Asas hukum merupakan landasan dan jantung dari peraturan konkret sebagai dasar-dasar pemikiran abstrak, dan didalamnya terkandung nilai-nilai etis yang harus diwujudkan dalam peraturan tertulis. Namun, antara asas hukum dengan kaidah/norma hukum memiliki perbedaan-perbedaan sebagai berikut9:

1. Asas hukum merupakan dasar pemikiran yang umum dan abstrak, sedangkan kaidah/norma hukum merupakan aturan konkret dan riil. 2. Asas hukum adalah suatu konsep atau ide yang mengandung

nilai-nilai etis, sedangkan kaidah/norma hukum adalah penjabaran dari ide tersebut yang diharapkan juga mengandung nilai-nilai etis.

3. Asas hukum tidak mempunyai sanksi (ancaman sanksi), sedangkan kaidah/norma hukum mempunyai sanksi.

9


(25)

10

Salah satu asas yaitu asas contante justitie yaitu asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan terdapat pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Hal ini ditegaskan dalam penjelasan Pasal 4 Ayat (2), yang bunyi perumusannya sebagai berikut : Yang dimaksud dengan “sederhana” adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan acara yang efisien dan efektif, yaitu dengan menggunakan waktu yang singkat dapat diusahakan tercapainya penyelesaian perkara dengan tuntas. Yang dimaksud dengan “biaya ringan” adalah biaya perkara yang dapat terpikul oleh rakyat. Dalam penjelasan Undang-Undang tersebut tidak dirumuskan tentang pengertian “cepat”.

2. Konseptual

Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menghubungkan atau mengambarkan konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang berkaitan dengan istilah.

Agar dapat memberikan kejelasan yang mudah untuk dipahami, maka akan dijabarkan beberapa pengertian mengenai istilah yang berkaitan judul penulis skripsi ini :

a. Analisis adalah menguraikan atau menjabarkan sesuatu permasalahan b. Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum

larangan disertai dengan ancaman (sanksi) dan menurut wujudnya atau sifatnya perbuatan atau tindak pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum, perbuatan-perbuatan ini juga merugikan


(26)

11

masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlakasana tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil.

c. Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. (Pasal 1 angka 8 KUHAP).

d. Polisi secara universal mencakup fungsi dan organ yang merupakan lembaga resmi yang diberi mandat untuk memelihara ketertiban umum, perlindungan orang serta segala sesuatu yang dimilikinya dari keadaan bahaya atau gangguan umum serta tindakan-tindakan yang melanggar hukum menurut hoegeng. Dalam Undang-Undang Negara Republik nomor 2 tahun 2002 pasal 1 tentang kepolisian Republik Indonesia menyebutkan bahwa kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai perundang-undangan.

e. Polisi lalu lintas adalah unsur pelaksana yang bertugas menyelenggarakan tugas kepolisian mencakup penjagaan, pengaturan, pengawalan dan patrol, identifikasi pengemudi / kendaraan bermotor, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum dalam bidang lalu lintas, guna memelihara keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.

f. Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di siding pengadili dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 1 angka 9 KUHAP)


(27)

12

g. Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 1 angka 11 KUHAP). h. Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. (Pasal 1 angka 14 KUHAP).

i. Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan. (Pasal 1 angka 15 KUHAP).

j. Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu. (Pasal 1 angka 19 KUHAP).

k. Lalu lintas di dalam Undang-Undang No 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah kendaraan, orang, dan/atau barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung.


(28)

13

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam memahami skripsi ini secara keseluruhan, maka penulis menguraikan secara garis besar keseluruhan sitematika materi sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Bab ini memuat pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual, sistematika penulisan dan metode penelitian, tentang analisis keefektivitasan penerapan asas contante justitie dalam pelanggaran lalu lintas.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memuat telaah kepustakaan yang berupa pengertian-pengertian dan tinjauan umum tentang analisis keefektivitasan penerapan asas

contante justitie dalam pelanggaran lalu lintas. III. METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang metode yang digunakan dalam penulisan skripsi yang meliputi : pendekatan masalah, sumber dan jenis data, metode pengumpulan dan pengolahan data, serta analisis data, tentang analisis keefektivitasan penerapan asas contante justitie dalam pelanggaran lalu lintas.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi hasil penelitian dan pembahasan yang memuat tentang analisis tentang analisis keefektivitasan penerapan asas contante justitie


(29)

14

V. PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran yang mengemukakan pada analisis keefektivitasan penerapan asas contante justitie dalam pelanggaran lalu lintas.


(30)

15

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Efektivitas

Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan.

Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam organisasi, kegiatan ataupun program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan. Menurut Agung Kurniawan mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut: “Efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya”.10

Pengertian lain menurut mahmudi mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut: “Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan,

10

Agung Kurniawan, Transformasi Pelayanan Publik. (Pembaruan, Yogyakarta, 2005) halaman 109


(31)

16

semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan”.11

B. Pengertian Tindak Pidana

Menurut pendapat Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya “Asas-asas Hukum

Pidana Indonesia” menyebutkan:

“Hukum merupakan rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan dari hukum ialah mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan tata tertib dalam masyarakat”12

.

Usman Simanjuntak, dalam bukunya “Teknik Pemeliharaan dan Upaya

Hukum” mengatakan bahwa “Perbuatan pidana adalah suatu perbuatan phisik yang termasuk kedalam perbuatan pidana”13

.

Pendapat Usman Simanjuntak ini cenderung menggunakan istilah “Perbuatan Pidana” dalam mengartikan “Straff baar Feit”, karena istilah perbuatan

pidana itu lebih kongkrit yang mengarah kedalam perbuatan phisik perbuatan pidana, karena tidak semua perbuatan phisik itu perbuatan pidana, dan begitu

11

Mahmudi, Manajemen Kinerja Sektor Publik, (Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, Yogjakarta) halaman 92

12

Wirjono Prodjo Dikoro, Asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Rafika Aditama, Bandung, 2002), halaman 14

13

Usman Simanjutak, Teknik Penuntutan dan Upaya Hukum, (Bina Cipta, Jakarta, 1994), halaman 95


(32)

17

juga sebaliknya dengan suatu perbuatan phisik dapat menimbulkan beberapa perbuatan pidana.

Tindak pidana dapat dibeda-bedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu:

- Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan (misdrijven) dimuat dalam buku II dan pelanggaran (overtredingen) dimuat dalam buku III.

- Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil (formeel delicten) dan tindak pidana materiil (materieel delicten).

- Berdasarkan bentuk kesalahannya, dibedakan antara tindak pidana sengaja (doleus delicten) dan tindak pidana dengan tidak disengaja (culpose delicten).

- Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana aktif/positif dapat juga disebut tindak pidana komisi (delicta commissionis) dan tindak pidana pasif/negatif, disebut juga tindak pidana omisi (delicta omissionis).

- Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, maka dapat dibedakan antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau berlangsung lama/berlangsung terus.

- Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana khusus.


(33)

18

- dilihat dari sudut subyek hukumnya, dapat dibedakan antara tindak pidanacommunia (yang dapat dilakukan oleh siapa saja), dan tindak pidana propria(dapat dilakukan hanya oleh orang memiliki kualitas pribadi tertentu).

- Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan maka dibedakan antara tindak pidana biasa (gewone delicten) dan tindak pidana aduan (klacht delicten).

- Berdasarkan berat ringannya pidana yang diancamkan, maka dapat dibedakan antara tindak pidana bentuk pokok (eencoudige delicten), tindak pidana yang diperberat (gequalificeerde delicten) dan tindak pidana yang diperingan (gequalifeceerde delicten) dan tindak pidana yang diperingan (gepriviligieerde delicten).

- Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak pidana tidak terbatas macamnya bergantung dari kepentingan hukum yang dilindungi, seperti tindak pidana terhadap nyawa dan tubuh, terhadap harta benda, tindak pidana pemalsuan, tindak pidana terhadap nama baik, terhadap kesusilaan dan lain sebagainya.

- Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan, dibedakan antara tindak pidana tunggal (ekelovoudige delicten) dan tindak pidana berangkai (samengestelde delicten).


(34)

19

Walaupun dasar pembedaan itu terdapat titik lemah, karena tidak menjamin bahwa seluruh kejahatan dalam buku II itu semuanya itu bersifat demikian, atau seluruh pelanggaran dalam buku III mengandung sifat terlarang kerana dimuatnya dalam undang-undang. Contohnya sebagaimana yang dikemukakan Hazewinkel Suringa, Pasal 489 KUHP, Pasal 490 KUHP atau Pasal 506 KUHP yang masuk pelanggaran pada dasarnya sudah merupakan sifat tercela dan patut dipidana sebelum dimuatnya dalam undang-undang. Sebaliknya ada kejahatan misalnya Pasal 198, Pasal 344 yang dinilai menjadi serius dan mempunyai sifat terlarang setelah dimuat dalam undang-undang14.

Apa pun alasan pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran, yang pasti jenis pelanggaran itu adalah lebih ringan daripada kejahatan, hal ini dapat diketahui dari ancaman pidana pada pelanggaran tidak ada yang diancam dengan pidana penjara, tetapi berupa pidana kurungan dan denda, sedangkan kejahatan lebih didominir dengan ancaman pidana penjara.

Apa pun alasan pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran, yang pasti jenis pelanggaran itu adalah lebih ringan daripada kejahatan, hal ini dapat diketahui dari ancaman pidana pada pelanggaran tidak ada yang diancam dengan pidana penjara, tetapi berupa pidana kurungan dan denda, sedangkan kejahatan lebih didominir dengan ancaman pidana penjara.

14

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I Bagian I, (Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002), halaman 120


(35)

20

Dengan dibedakannya tindak pidana antara kejahatan dan pelanggaran secara tajam dalam KUHP, mempunyai konsekuensi berikutnya dalam hukum pidana materiil, antara lain yaitu:

1) Dalam hal percobaan, yang dapat dipidana hanyalah terhadap percobaan melakukan kejahatan saja, dan tidak pada percobaan pelanggaran.

2) Mengenai pembantuan, yang dapat dipidana hanyalah pembantuan dalam hal kejahtan, dan tidak dalam hal pelanggaran.

3) Azas personaliteit hanya berlaku pada warga negara RI yang melakukan kejahatan (bukan pelanggaran) diwilayah hukum RI yang menurut hukum pidana Negara asing tersebut adalah berupa perbuatan yang diancam pidana.

4) Dalam hal melakukan pelanggaran, pengurus atau anggota pengurus atau para komisaris hanya dipidana apabila pelanggaran itu terjadi adalah atas sepengetahuan mereka, jika tidak, maka pengurus, anggota pengurus atau komisaris itu tidak dipidana. Hal ini tidak berlaku pada kejahatan.

5) Dalam ketentuan perihal syarat pengaduan bagi penuntutan pidana terhadap tindak pidana (aduan) hanya berlaku pada jenis kejahatan saja, dan tidak pada jenis pelanggaran.

6) Dalam hal tenggang waktu daluwarsa hak negara untuk menuntut pidana dan menjalankan pidana pada pelanggaran relatif lebih pendek daripada kejahatan.


(36)

21

7) Hapusnya hak negara untuk melakukan penuntutan pidana karena telah dibayarnya secara sukarela denda maksimum sesuai yang diancamkan serta biaya-biaya yang telah dikeluarkan jika penuntutan telah dimulai, hanyalah berlaku pada pelanggaran saja.

8) Dalam hal menjatuhkan pidana perampasan barang tertentu dalam pelanggaran-pelanggaran hanya dapat dilakukan jika dalam undang-undang bagi pelanggaran tersebut ditentukan dapat dirampas.

9) Dalam ketentuan mengenai penyertaan dalam hal tindak pidana yang dilakukan dengan alat percetakan hanya berlaku pada pelanggaran. 10)Dalam hal penadahan, benda obyek penadahan haruslah oleh dari

kejahatan saja, dan bukan dari pelanggaran.

11)Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia hanya diberlakukan bagi setiap pegawai negeri yang diluar wilayah hukum Indonesia melakukan kejahatan jabatan, dan bukan pelanggaran jabatan. 12)Dalam hal perbarengan perbuatan sistem penjatuhan pidana dibedakan antara perbarengan antara kejahatan dengan kejahatan yang menggunakan sisten hisapan yang diperberat dengan perbarengan perbuatan anatara kejahatan dengan pelanggaran atau pelanggaran dengan pelanggaran yang menggunakan sistem kumulasi murni.

Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga memberikan arti bahwa inti larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan perbuatan tertentu. Perumusan tindak pidana formil tidak memperhatikan atau tidak memerlukan timbulnya suatu akibat tertentu dari perbuatan sebagai syarat penyelesaian tindak pidana, melainkan semata-mata


(37)

22

pada perbuatannya. Misalnya pada pencurian untuk selesainya pencurian digantungkan pada selesainya perbuatan mengambil.

Sebaliknya dalam rumusan tindak pidana materiil, inti larangan adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggungjawabkan dan dipidana. Tentang bagaimana wujud perbuatan yang menimbulkan akibat terlarang itu tidak penting. Misalnya pada pembunuhan inti larangan adalah pada menimbulkan kematian orang, dan bukan pada wujud menembak, membacok, atau memukul untuk selesainya tindak pidana digantungkan pada timbulnya akibat dan bukan pada selesainya wujud perbuatan.

Begitu juga untuk selesainya tindak pidana materiil tidak bergantung pada sejauh mana wujud perbuatan yang dilakukan, tetapi sepenuhnya digantungkan pada syarat timbulnya akibat terlarang tersebut. misalnya wujud membacok telah selesai dilakukan dalam hal pembunuhan, tetapi pembunuhan itu belum terjadi jika dari perbuatan itu belum atau tidak menimbulkan akibat hilangnya nyawa korban, yang terjadi hanyalah percobaan pembunuhan.

C. Pengertian Asas Contante Justitie

Ketentuan tentang Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan dalam Beberapa Undang-Undang Kehakiman. Sebagaimana diketahui bahwa ketentuan tentang asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan, khususnya di lembaga


(38)

23

peradilan. Adapun beberapa ketentuan tersebut secara berurutan adalah seperti berikut ini :

a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan dirumuskan dalam Pasal 4 Ayat (2) yaitu : ”Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.” b. Pengertian Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan. Penjelasan

tentang asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan terdapat pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Hal ini ditegaskan dalam penjelasan Pasal 4 Ayat (2), yang bunyi perumusannya sebagai berikut : Yang dimaksud dengan “sederhana” adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan acara yang efisien dan efektif, yaitu dengan menggunakan waktu yang singkat dapat diusahakan tercapainya penyelesaian perkara dengan tuntas. Yang dimaksud dengan “biaya ringan” adalah biaya perkara yang dapat terpikul oleh rakyat. Dalam penjelasan Undang-Undang tersebut tidak dirumuskan tentang pengertian “cepat”.

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, “cepat” diartikan kencang, segera, keras, dapat menempuh jarak dalam waktu singkat, cekatan, tangkas. Berdasarkan pengertian “cepat” tersebut, maka kata “peradilan cepat” diartikan dengan peradilan yang dilakukan dengan segera.


(39)

24

D. Pengertian Lalu Lintas

Adapun pengertian lalu lintas menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009, Pasal 1 ayat (2) adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan,

Sedangkan berdasarkan PUSDIKLAT POLRI tahun 1986, pengertian lalu lintas adalah gerak pindah manusia dan barang atau tanpa alat penggerak dari suatu tempat yang lain melalui jalan umum.

Kemudian yang termasuk pengertian unsur-unsur lalu lintas adalah sebagai berikut :

a. Gerak atau perpindahan, gerakan yang harus dapat menunjukan arah keteraturan sejajar atau menyilang.

b. Persyaratan-persyaratan untuk memungkinkan gerakan-gerakan atau perpindahan dapat berlangsung secara teratur, aman, lancer, dan ekonis. Yang dimaksud persyaratan ialah rambu-rambu lalu lintas jalan, keamananya, penunjuk-petunjuk jalan, petunjuk arah, jembatan-jembatan, terminal, dan sebagainya. Tujuan dari persyaratan tersebut adalah agar lalu lintas dapat berjalan dengan aman, lancer, dan ekonomis.

c. Alat-alat pengangkutan, alat-alat pengakutan disini bukan hanya digerakkan oleh mesin atau hewan, tetapi juga termasuk yang digerakkan oleh manusia. Umpamanya becak, sepeda dan kereta dorong.


(40)

25

d. Kendaraan bermotor atau tidak bermotor jelas sudah lazim bila lalu lintas di jalan akan terkait dengan pengertian adanya kendaraan. Tetapi perlu mendapat perhatian bahwa manusia pun berlalu lintas. Sering disebut lalu lintas manusia di jalan, yang dalam pemikiran terbayang manusia berjalan di atas trotoar atau jembatan penyeberangan atau di bagiaan pinggir jalur-jalur khusus untuk lalu lintas manusia.

E. Pengertian Pelanggaran Lalu Lintas

Tentang pengertian lalu lintas dalam kaitannya dengan lalu lintas jalan, Ramdlon Naning menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pelanggaran lalu lintas jalan adalah:

“Perbuatan atau tindakan seseorang yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas.”

Pelanggaran yang dimaksud diatas adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 105 Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 yang berbunyi:

Setiap orang yang menggunakan Jalan Wajib: a) Berperilaku tertib; dan/atau

b) Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang dapat menimbulkan kerusakan jalan.

Jika ketentuan tersebut diatas dilanggar maka akan dikualifikasikan sebagai suatu pelanggaran yang terlibat dalam kecelakaan.


(41)

26

Untuk memberikan penjelasan tentang pelanggaran lalu lintas yang lebih terperinci, maka perlu dijelaskan lebih dahulu mengenai pelanggaran itu sendiri. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tindak pidana dibagi atas kejahatan (misdrijve) dan pelanggaran (overtredingen). Mengenai kejahatan itu sendiri dalam KUHP diatur pada Buku II yaitu tentang Kejahatan. Sedangkan pelanggaran diatur dalam Buku III yaitu tentang Pelanggaran. Dalam hukum pidana terdapat dua pandangan mengenai criteria pembagian tindak pidana kejahatan dan pelanggaran, yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif.

Menurut pandangan yang bersifat kualitatif didefinisikan bahwa suatu perbuatan dipandang sebagai tindak pidana setelah adanya undang-undang yang mengatur sebagai tindak pidana. Sedangkan kejahatan bersifat recht delicten yang berarti suatu yang dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalam suatu undang-undang atau tidak. Menurut pandangan yang bersifat kualitatif bahwa terhadap ancaman pidana pelanggaran lebih ringan dari kejahatan.

Menurut JM Van Bemmelen dalam bukunya “Handen Leer Boek Van Het Nederlandse Strafrecht” menyatakan bahwa15:

“Perbedaan antara kedua golongan tindak pidana ini (kejahatan dan pelanggaran) tidak bersifat kualitatif, tetapi hanya kuantitatif, yaitu kejahatan pada umumnya diancam dengan hukuman yang lebih berat dari pada pelanggaran dan nampaknya ini didasarkan pada sifat lebih berat dari kejahatan”.

15


(42)

27

Apabila pernyataan tersebut diatas dihubungkan dengan kenyataan praktek yang dilakukan sehari-hari dimana pemberian sanksi terhadap pelaku kejahatan memang pada umumnya lebih berat dari pada sanksi yang diberikan kepada pelaku pelanggaran.

Untuk menguraikan pengertian pelanggaran, maka diperlukan para pendapat Sarjana Hukum. Menurut Wirjono Prodjodikoro pengertian pelanggaran adalah “overtredingen” atau pelanggaran berarti suatu perbutan yang melanggar sesuatu dan berhubungan dengan hukum, berarti tidak lain dari pada perbuatan melawan hukum. Sedangkan menurut Bambang Poernomo mengemukakan bahwa pelanggaran adalah politis-on recht dan kejahatan adalah crimineel-on recht. Politis-on recht itu merupakan perbuatan yang tidak mentaati larangan atau keharusan yang ditentukan oleh penguasa negara. Sedangkan crimineel-on recht itu merupakan perbuatan yang bertentangan dengan hukum.

Dari berbagai definisi pelanggaran tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur pelanggaran adalah sebagai berikut:

1. Adanya perbuatan yang bertentangan dengan perundang-undangan 2. Menimbulkan akibat hukum

Maka dari berbagai pengertian diatas maka dapat mengambil kesimpulan bahwa pelanggaran adalah suatu perbuatan atau tindakan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


(43)

28

Berpedoman pada pengertian tentang pelanggaran dan pengertian lalu lintas diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pelanggaran lalu lintas adalah suatu perbuatan atau tindakan yang dilakukan seseorang yang mengemudi kendaraan umum atau kendaraan bermotor juga pejalan kaki yang bertentangan dengan peaturan perundang-undangan lalu lintas yang berlaku.

Ketertiban lalu lintas adalah salah satu perwujudan disiplin nasional yang merupakan cermin budaya bangsa karena itulah setiap insan wajib turut mewujudkannya. Untuk menghindari terjadinya pelanggaran lalu lintas maka diharapkan masyarakat dapat mengetahui dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan lalu lintas yang terdapat pada jalan raya.


(44)

29

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penulisan skripsi ini peneliti dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara mengakaji kaidah-kaidah hukum pidana, peratuan perundang-undangan, serta peraturan-peraturan lainnya yang relevan dengan permasalahan dengan permasalahan yang diteliti.

Pendekatan yuridis emperis memandang hukum sebagai institusi sosial yang riil dan fungsional dalam sistem kehidupan yang mempola serta makna-makna simbolik yang dapat ditemukan dalam interaksi antara individu dalam masyarakat. Pendekatan yuridis empiris dilakukan dengan menelaah hukum dengan mengadakan penelitian di Polisi lalu lintas untuk melihat fakta-fakta yang berkaitan dengan peranan asas contante justitie dalam pelanggaran lalu lintas, bagaimanakah pengaturan asas contante justitie terhadap pelanggaran lalu lintas yang terjadi serta bagaimanakah penerapan asas contante justitie

sudah efektif atau terjadi penyimpangan dalam pelanggaran lalu.


(45)

30

B. Sumber Data dan Jenis Data

Data yang akan digunakan di dalam penelitian ini meliputi data sekunder dan data primer, yaitu :

1. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang dipergunakan dalam menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian ini melalui studi kepustakaan. Data sekunder merupakan data utama yang digunakan dalam penulisan ini. Penulis dalam penelitian ini menggunakan 3(tiga) bahan hukum sebagai berikut:

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat mengikat berupa peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini digunakan bahan hukum sebagai berikut :

1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.

2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder adalah data-data yang diambil dari literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan, karya-karya ilmiah dan hasil penelitian para pakar sesuai dengan obyek pembahasan penelitian, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 Tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor, Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor Di Jalan Dan


(46)

31

Penindakan Pelanggaran Lalu lintas Dan Angkutan Jalan, dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier antara lain berupa bahan-bahan yang dapat menunjang bahan hukum primer dan sekunder. Dalam penelitian ini digunakan bahan hukum seperti Kamus Bahasa Indonesia.

2. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian dilapangan secara langsung pada obyek penelitian yang dilakukan di Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung (Polresta) yang digunakan sebagai data penunjang bagi penulis untuk penulisan dalam penelitian ini.

C. Penentuan Populasi dan sampel

Populasi adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri dan karakteristik yang sama. Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah pihak-pihak yang berkaitan dengan Efektivitas Penerapan Asas Contante Justitie Dalam pelanggaran Lalu lintas

Sampel adalah sejumlah objek yang jumlahnya kurang dari populasi. Dalam penentuan sampel dari populasi yang akan diteliti menggunakan metode sample purposive sampling, yaitu penarikan sampel yang dilakukan dengan cara mengambil subjek yang didasarkan pada tujuan tertentu.


(47)

32

Sampel yang dijadikan responden adalah :

a. Polisi Lalu Lintas : 2 orang

b. Akedemis Fakultas Hukum Unila : 1 orang

Jumlah : 3 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara Studi kepustakaan (library research), yaitu: Studi kepustakaan yang dilakukan dengan cara untuk mendapatkan data sekunder, yaitu melakukan serangkaian kegiatan studi dokumentasi, dengan cara membaca, mencatat dan mengutip buku-buku atau literatur serta peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mempunyai hubungan dengan penganturan keefektivitas asas contante justitie dalam tindak pidana lalu lintas.

2. Prosedur Pengolahan Data

Data-data yang telah diperoleh kemudian diolah melalui kegiatan seleksi, yaitu:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali mengenai kelengkapan, kejelasan dari kebenaran data yang diperoleh serta relevansinya dengan penulisan.

b. Klasifikasi data yaitu: pengelompokan data sesuai dengan pokok bahasan sehingga memperoleh data yang benar-benar diperlukan.


(48)

33

c. Sistematisasi data, yaitu semua data yang telah masuk dikumpul dan disusun dengan urutannya.

E. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan di interpretasikan. Data yang diolah dari kepustakaan kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Menguraikan data secara deskriptif kualitatif yaitu menguraikan dan menggambarkan data ke dalam bentuk kalimat yang tersusun secara sistematis sehingga memudahkan interprestasi data dan penarikan suatu kesimpulan. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis data tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan dengan metode deduktif, yaitu suatu metode penarikan data yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat umum, untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus guna menjawab permasalahan berdasarkan penelitian dan mengajukan saran-saran.


(49)

51

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada hasil penelitian dan pembahasan, maka pada bagian penutup ini dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai hasil dari pembahasan tentang analisis efektivitas Penerapan asas contante justitie dalam pelanggaran lalu lintas.

1. Upaya yang dilakukan oleh pihak polisi lalu lintas sangat efektif dan memberi efek jera terhadap pelanggar lalu lintas yang terjadi di jalan raya. Sehingga tercipta ketertipan dalam berlalu lintas yang sangat nyaman bagi penguna lalu lintas namun dalam prakteknya berbeda dengan tujuan yang ada.

2. Proses dalam menjalankan penerapan sangatlah tidak jelas dimana setiap prosesnya terjadi tawar menawar dan terjadilah penyelewengan tugas polisi lalu lintas.

3. Asas contante justitie sangat membantu penguna atau pelanggar lalu lintas dalam menyelesaikan masalah hukum dan pelanggaran lalu lintas dimana asas contante justitie yaitu asas peradilan cepat, sederhana dan biaya murah. Sehingga masalah hukum dan pelanggaran lalu lintas diselesaikan dengan cepat tanpa harus dibawa kepengadilan yang prosesnya memakan waktu lama. Selama proses asas contante justitie dilakukan secara


(50)

52

sederhana dan biaya murah. Namun tidak tepat bagi pengguna yang tidak melakukan pelanggaran.

B.Saran

Berdasarkan kesimpulan sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka dalam kesempatan ini disarankan sebagai berikut:

1. Penerapan asas contante justitie sangatlah membantu pelanggar lalu lintas dalam menyelesaikan pelanggaran lalu lintasnya. Dalam penerapannya terjadi penyelewengan sehingga haruslah diubah cara pembayaran tilangnya yaitu langsung kekantor kas negara contohnya yang diterapkan diluar negeri yaitu negara Thailand dan negara-negara yang maju.

2. Untuk memaksimalkan upaya yang dilakukan pihak polisi lalu lintas maka sangat diperlukan sistem penambahan sehingga makin berkurang pelanggaran lalu lintas.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Achmad. 1990. Mengembara Di Belantara Hukum. Lembaga Penerbitan Universitas Hasanudin.

Arif, Nawawi Barda. 2011. Kebijakan Hukum Pidana. Bunga Rampai. PT. Fajar Interpratama Offset, Semarang

Chazawi, Adami. 2002. Pelajaran Hukum Pidana I Bagian I, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Dikoro, Wirjono Prodjo. 2002. Asas Hukum Pidana Di Indonesia. Rafika Aditama, Bandung.

Hamzah, Andi. 2006. Hukum Acara Pidana Indonesia. Sinar Grafika, Jakarta.

---2009. Pembaharuan Hukum Acara Pidana Indonesia. Sinar Grafika, Jakarta.

Kartono, Kartini. 2002. Patalogi Sosial 2 (Kenakalan Remaja). Rajawali, Jakarta. Mas, Marwan. 2004. Pengantar Ilmu Hukum. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Poernomo, Bambang. 1992. Dalam Asas-Asas Hukum Pidana. Ghalia Indonesia, Jakarta. Simanjutak, Usman. 1994. Teknik Penuntutan dan Upaya Hukum. Bina Cipta, Jakarta. Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press,

Jakarta.

Universitas Lampung, 2008. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 Tentang Uji Layak Kendaraan

Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor Di Jalan Dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.7 tahun 2009 tentang Knalpot Standar dan

Ambang Batas Gas Kebisingan.


(1)

Penindakan Pelanggaran Lalu lintas Dan Angkutan Jalan, dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier antara lain berupa bahan-bahan yang dapat menunjang bahan hukum primer dan sekunder. Dalam penelitian ini digunakan bahan hukum seperti Kamus Bahasa Indonesia.

2. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian dilapangan secara langsung pada obyek penelitian yang dilakukan di Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung (Polresta) yang digunakan sebagai data penunjang bagi penulis untuk penulisan dalam penelitian ini.

C. Penentuan Populasi dan sampel

Populasi adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri dan karakteristik yang sama. Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah pihak-pihak yang berkaitan dengan Efektivitas Penerapan Asas Contante Justitie Dalam pelanggaran Lalu lintas

Sampel adalah sejumlah objek yang jumlahnya kurang dari populasi. Dalam penentuan sampel dari populasi yang akan diteliti menggunakan metode sample purposive sampling, yaitu penarikan sampel yang dilakukan dengan cara mengambil subjek yang didasarkan pada tujuan tertentu.


(2)

Sampel yang dijadikan responden adalah :

a. Polisi Lalu Lintas : 2 orang

b. Akedemis Fakultas Hukum Unila : 1 orang Jumlah : 3 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara Studi kepustakaan (library research), yaitu: Studi kepustakaan yang dilakukan dengan cara untuk mendapatkan data sekunder, yaitu melakukan serangkaian kegiatan studi dokumentasi, dengan cara membaca, mencatat dan mengutip buku-buku atau literatur serta peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mempunyai hubungan dengan penganturan keefektivitas asas contante justitie dalam tindak pidana lalu lintas.

2. Prosedur Pengolahan Data

Data-data yang telah diperoleh kemudian diolah melalui kegiatan seleksi, yaitu:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali mengenai kelengkapan, kejelasan dari kebenaran data yang diperoleh serta relevansinya dengan penulisan.

b. Klasifikasi data yaitu: pengelompokan data sesuai dengan pokok bahasan sehingga memperoleh data yang benar-benar diperlukan.


(3)

c. Sistematisasi data, yaitu semua data yang telah masuk dikumpul dan disusun dengan urutannya.

E. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan di interpretasikan. Data yang diolah dari kepustakaan kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Menguraikan data secara deskriptif kualitatif yaitu menguraikan dan menggambarkan data ke dalam bentuk kalimat yang tersusun secara sistematis sehingga memudahkan interprestasi data dan penarikan suatu kesimpulan. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis data tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan dengan metode deduktif, yaitu suatu metode penarikan data yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat umum, untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus guna menjawab permasalahan berdasarkan penelitian dan mengajukan saran-saran.


(4)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada hasil penelitian dan pembahasan, maka pada bagian penutup ini dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai hasil dari pembahasan tentang analisis efektivitas Penerapan asas contante justitie dalam pelanggaran lalu lintas.

1. Upaya yang dilakukan oleh pihak polisi lalu lintas sangat efektif dan memberi efek jera terhadap pelanggar lalu lintas yang terjadi di jalan raya. Sehingga tercipta ketertipan dalam berlalu lintas yang sangat nyaman bagi penguna lalu lintas namun dalam prakteknya berbeda dengan tujuan yang ada.

2. Proses dalam menjalankan penerapan sangatlah tidak jelas dimana setiap prosesnya terjadi tawar menawar dan terjadilah penyelewengan tugas polisi lalu lintas.

3. Asas contante justitie sangat membantu penguna atau pelanggar lalu lintas dalam menyelesaikan masalah hukum dan pelanggaran lalu lintas dimana asas contante justitie yaitu asas peradilan cepat, sederhana dan biaya murah. Sehingga masalah hukum dan pelanggaran lalu lintas diselesaikan dengan cepat tanpa harus dibawa kepengadilan yang prosesnya memakan waktu lama. Selama proses asas contante justitie dilakukan secara


(5)

sederhana dan biaya murah. Namun tidak tepat bagi pengguna yang tidak melakukan pelanggaran.

B.Saran

Berdasarkan kesimpulan sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka dalam kesempatan ini disarankan sebagai berikut:

1. Penerapan asas contante justitie sangatlah membantu pelanggar lalu lintas dalam menyelesaikan pelanggaran lalu lintasnya. Dalam penerapannya terjadi penyelewengan sehingga haruslah diubah cara pembayaran tilangnya yaitu langsung kekantor kas negara contohnya yang diterapkan diluar negeri yaitu negara Thailand dan negara-negara yang maju.

2. Untuk memaksimalkan upaya yang dilakukan pihak polisi lalu lintas maka sangat diperlukan sistem penambahan sehingga makin berkurang pelanggaran lalu lintas.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Achmad. 1990. Mengembara Di Belantara Hukum. Lembaga Penerbitan Universitas Hasanudin.

Arif, Nawawi Barda. 2011. Kebijakan Hukum Pidana. Bunga Rampai. PT. Fajar Interpratama Offset, Semarang

Chazawi, Adami. 2002. Pelajaran Hukum Pidana I Bagian I, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Dikoro, Wirjono Prodjo. 2002. Asas Hukum Pidana Di Indonesia. Rafika Aditama, Bandung.

Hamzah, Andi. 2006. Hukum Acara Pidana Indonesia. Sinar Grafika, Jakarta.

---2009. Pembaharuan Hukum Acara Pidana Indonesia. Sinar Grafika, Jakarta.

Kartono, Kartini. 2002. Patalogi Sosial 2 (Kenakalan Remaja). Rajawali, Jakarta. Mas, Marwan. 2004. Pengantar Ilmu Hukum. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Poernomo, Bambang. 1992. Dalam Asas-Asas Hukum Pidana. Ghalia Indonesia, Jakarta. Simanjutak, Usman. 1994. Teknik Penuntutan dan Upaya Hukum. Bina Cipta, Jakarta. Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press,

Jakarta.

Universitas Lampung, 2008. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 Tentang Uji Layak Kendaraan

Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor Di Jalan Dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.7 tahun 2009 tentang Knalpot Standar dan

Ambang Batas Gas Kebisingan.