Keanekaragaman Hymenoptera Parasitoid Di Perkebunan Kelapa Sawit Ptpn VIII Cindali, Bogor

KEANEKARAGAMAN HYMENOPTERA PARASITOID
DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PTPN VIII CINDALI,
BOGOR

ICHSAN LUQMANA INDRA PUTRA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keanekaragaman
Hymenoptera Parasitoid di Perkebunan Kelapa Sawit PTPN VIII Cindali, Bogor
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mau pun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016
Ichsan Luqmana Indra Putra
NIM A351124021

RINGKASAN
ICHSAN LUQMANA INDRA PUTRA. Keanekaragaman Hymenoptera
Parasitoid di Perkebunan Kelapa Sawit PTPN VIII Cindali, Bogor. Dibimbing oleh
PUDJIANTO dan NINA MARYANA.
Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai
peran penting dalam perekonomian Indonesia. Secara umum, praktik budidaya
kelapa sawit dilakukan secara monokultur. Sistem budidaya monokultur dan
kegiatan budidaya yang dilakukan selama bertahun-tahun dapat memengaruhi
keanekargaman serangga dan vegetasi bawah yang ada. Tanaman, hama dan musuh
alami merupakan komponen pada agroekosistem yang tersedia di alam.
Keberadaannya menyediakan layanan jasa ekosistem dalam pengendalian hama
oleh musuh alami seperti parasitoid karena keanekaragaman dan efektifitasnya
yang tinggi dalam mengendalikan hama. Ketersediaan inang dan keanekaragaman
tanaman di habitat agroekosistem merupakan faktor kunci keanekaragaman dan

kelimpahan parasitoid. Penelitian ini bertujuan (1) mempelajari keanekaragaman
parasitoid di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, Bogor, (2) mempelajari
keanekaragaman parasitoid pada tanaman kelapa sawit dan vegetasi bawah, serta
(3) mempelajari dinamika populasi parasitoid penting di perkebunan kelapa sawit
PTPN VIII Cindali, Bogor.
Penelitian dilakukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, Bogor,
pada September 2014 – Juni 2015. Penelitian dilakukan pada 6 blok pertanaman
kelapa sawit. Pada setiap blok ditentukan 5 plot pengamatan yang berukuran 39.2
m x 39.2 m. Pengambilan sampel dilakukan pada 5 tanaman yang dipilih secara
acak pada masing-masing blok. Sehingga terdapat 30 tanaman yang diamati.
Pengambilan sampel parasitoid dilakukan dengan metode pengamatan langsung
dan tidak langsung. Metode pengamatan langsung dilakukan dengan mengambil
serangga herbivora yang ditemukan pada tanaman kelapa sawit. Serangga yang
ditemukan kemudian dibawa ke laboratorium untuk dipelihara dan diamati
perkembangannya. Pengamatan tidak langsung dilakukan dengan menggunakan
jaring serangga dan perangkap nampan kuning. Parasitoid yang didapatkan
diidentifikasi sampai tingkat morfospesies. Pengamatan vegetasi bawah dilakukan
pada 3 subplot berukuran 9.8 m x 9.8 m yang diambil secara diagonal. Seluruh
tanaman vegetasi bawah yang berada dalam subplot diambil dan diidentifikasi
sampai dengan tingkat spesies.

Perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, Bogor memiliki tingkat
keanekaragaman Hymenoptera parasitoid yang tinggi dengan nilai indeks ShannonWiener sebesar 3.40. Hymenoptera parasitoid yang ditemukan berjumlah 111
morfospesies, 26 famili dengan total spesimen sebanyak 6 125 individu. Spesies
yang memiliki kelimpahan individu terbanyak adalah Scelio sp. (Hymenoptera:
Scelionidae), Bracon sp. (Hymenoptera: Braconidae), Chrysocharis pentheus
(Hymenoptera: Eulophidae), Microterys nietneri (Hymenoptera: Encyrtidae), dan
Cosmoconus sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae). Morfospesies terbanyak
didapatkan dari Famili Braconidae dengan jumlah morfospesies sebanyak 14
morfospesies, sedangkan kelimpahan individu terbanyak didapatkan dari Famili
Scelionidae jumlah sebanyak dengan 394 individu. Braconidae, Scelionidae,

Encyrtidae, Eulophidae dan Scelionidae merupakan lima family serangga dengan
kelimpahan tertinggi dibandingkan famili lainnya.
Parasitoid yang berasosiasi dengan hama pemakan daun kelapa sawit yang
ditemukan di PTPN VIII Cindali adalah Spinaria spinator (Hymenoptera:
Braconidae) yang berasosiasi dengan Setora nitens (Lepidoptera: Limacodidae) dan
Amatisa sp. (Lepidoptera: Psychidae), Charops bicolor (Hymenoptera:
Ichneumonidae) yang berasosiasi dengan Setora nitens, Aphanogmus sp.
(Hymenoptera: Ceraphronidae) yang berasosiasi dengan Mahasena corbetti dan
Metisa plana (Lepidoptera: Psychidae), dan Telenomus podisi yang berasosiasi

dengan Birthosea bisura (Leppidoptera: Limacodidae). Telenomus podisi juga
ditemukan beraosiasi dengan inang yang berada pada tanaman vegetasi bawah yaitu
Lymantria sp. (Lepidoptera: Lymantriidae) pada tanaman Adiantum hispidum.
Kelimpahan parasitoid mengalami fluktuasi pada setiap bulan mengikuti fluktuasi
populasi inangnya.
Kata kunci: Braconidae, inang, Interaksi inang-parasitoid, Scelionidae, vegetasi
bawah

SUMMARY
ICHSAN LUQMANA INDRA PUTRA. Diversity of Hymenoptera
Parasitica in PTPN VIII Cindali Bogor’s Oil Palm Plantation. Supervised by
PUDJIANTO and NINA MARYANA.
Palm oil is one of plantation crops which have an important role in
Indonesia. In general, the practice of oil palm cultivation is done in monoculture.
Monoculture cropping systems and farming activities are carried out over the years
can affect the diversity of insects and the ground vegetation. Plants, pests and
natural enemies is a component of the agro-ecosystem that available in nature. Its
presence provides an ecosystem services in pest control by natural enemies such as
parasitoids due to the high of diversity and effectivity in controlling pests. The
availability of host and crop diversity in agro-ecosystem habitat is a key factor of

the diversity and parasitoid abundance. This study aims to (1) study the diversity of
parasitoids in PTPN VIII Cindali Bogor’s oil palm plantation, (2) to study the
diversity of parasitoid on oil palm trees and ground vegetation, and (3) to study the
population dynamics of important parasitoid in PTPN VIII Cindali Bogor’s oil palm
plantation.
The study was conducted in PTPN VIII Cindali Bogor’s oil palm plantation,
September 2014 - June 2015. The study was conducted on six blocks of oil palm
plantations. Each block consisted of 5 plots (39.2 m x 39.2 m). Samples were taken
at five randomly selected plants in each block. So there were 30 observed plants.
Parasitoids sampling was conducted by direct and indirect sampling methods.
Direct sampling method was carried out by taking herbivorous insects found in oil
palm plantations. Samples of insects found then taken to the laboratory to be
maintained and observed its development. Indirect sampling method was carried
out by trapping insects using insect nets and yellow pan traps. The obtained
parasitoids were identified to morphospecies level. Observations of ground
vegetation made on 3 sub-plots (9.8 m x 9.8 m) which were taken diagonally. The
entire crop of ground vegetation in the subplots were taken and identified to the
species level.
The diversity of parasitic Hymenoptera in PTPN VIII Cindali oil palm
plantation washigh with Shannon-Wiener index value of 3.40. This research found

111 morphospecies parasitic Hymenoptera belong to 26 families with 6,125
individual specimens. The most abundant parasitic Hymenoptera found in this
researc was Scelio sp. (Hymenoptera: Scelionidae), followed by Bracon sp.
(Hymenoptera: Braconidae), Chrysocharis pentheus (Hymenoptera: Eulophidae),
Microterys nietneri (Hymenoptera: Encyrtidae), and Cosmoconus sp.
(Hymenoptera: Ichneumonidae). Braconidae was the family with the most
morphospecies, i. e. 14 morphospecies.
Parasitoids associated with leaf-eating pests of oil palm found in PTPN VIII
Cindali were Spinaria spinator (Hymenoptera: Braconidae) that is associated with
Setora nitens (Lepidoptera: Limacodidae) and Amatisa sp. (Lepidoptera:
Psychidae), Chrops bicolor (Hymenoptera: Ichneumonidae) that is associated with
Setora nitens, Aphanogmus sp. (Hymenoptera: Ceraphronidae) that is associated
with Mahasena corbetti and Metisa plana (Lepidoptera: Psychidae), and Telenomus
podisi that is associated with Birthosea bisura (Leppidoptera: Limacodidae).

Telenomus podisi is also a parasitoid associated with Lymantria sp. (Lepidoptera:
Lymantriidae) in ground vegetation plants Adiantum hispidum. Population
abundance of these parasitoid was fluctuated during obsrevation following the
fluctuation of the host population.
Keyword: Braconidae, ground vegetation, host, host-parasite interaction,

Scelionidae

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

KEANEKARAGAMAN HYMENOPTERA PARASITOID
DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PTPN VIII CINDALI,
BOGOR

ICHSAN LUQMANA INDRA PUTRA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Entomologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Teguh Santoso, DEA

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SubhanahuWaTa’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak September 2014 ini adalah
Keanekaragaman Hymenoptera Parasitoid.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir
Pudjianto, MSi selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Ir Nina Maryana, MSi
selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan,
bimbingan, saran, motivasi dan masukan selama penelitian dan penulisan tesis ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak PTPN VIII, Cindali, Bogor
yang telah memberikan izin kepada peneliti sehingga dapat melaksanakan
penelitian pada perkebunan kelapa sawit tersebut. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Bapak Genta selaku kepala afdeling I kebun kelapa sawit PTPN
VIII yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian pada
afdeling I dan Bapak Supri, pegawai PTPN VIII, yang telah bersedia menemani
peneliti selama melakukan penelitian di lapangan.
Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Riviyandi Indra
dan Ibunda Any Guntarti, dan kedua adik adinda Annisa Novia Indra Putri dan
Kholif Sholehah Indra Kurniasih yang telah memberikan semangat dan motivasi
kepada penulis untuk menyelesaikan Sekolah Pascasarjana. Terima kasih kepada
Istri tercinta, Ernawati Handayani, dan kedua bapak ibu mertua, Bapak Eko Sukadji
dan Ibu Sartini, yang selalu memberikan support dan doa kepada penulis sehingga
penulis menyelesaikan masa studi. Kepada sahabat-sahabat Lapak Brotherhood dan
sahabat semasa peneliti SMA (Muhammad Zakiy Yusrizal, I Gung Komang Jagra
Kumara, Muhammad Zunaisar) penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan
dan doa yang diberikan sehingga bisa menyelesaikan masa studinya. Tidak lupa
penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman penelitian Herni Dwinta
Pebrianti yang telah membantu baik selama di lapangan maupun laboratorium.
Kepada teman-teman Pascasarjana Entomologi 2012 dan 2013 penulis juga

mengucapkan terima kasih atas kebersamaannya. Terakhir penulis mengucapkan
terima kasih kepada berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satupersatu sehingga penulis dapat menyelesaikan masa studi Pascasarjana Entomologi
di IPB, Bogor.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016
Ichsan Luqmana Indra Putra

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Hymenoptera Parasitoid

Hymenoptera Parasitoid Sebagai Agens Pengendali Hayati
Keanekaragaman Serangga
Budi Daya Kelapa sawit
Vegetasi Bawah
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Prosedur Penelitian
Penentuan Blok dan Plot Pengamatan
Pengamatan dengan Perangkap Nampan Kuning
Pengamatan dengan Jaring Serangga
Pengamatan dan Pengambilan Hama dan Parasitoid pada Kelapa Sawit
Pengamatan Hama dan Parasitoid pada Vegetasi Bawah
Identifikasi Spesimen Hymenoptera Parasitoid
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Keanekaragaman Hymenoptera Parasitoid
Kelimpahan dan Komposisi Hymenoptera Parasitoid
Famili Braconidae
Famili Ichneumonidae
Famili Scelionidae
Famili Encyrtidae
Famili Eulophidae
Parasitoid Lain dengan Kelimpahan Tinggi
Fluktuasi Populasi Hymenoptera Parasitoid Penting
Interaksi Serangga Hymenoptera Parasitoid dan Herbivora pada
Tanaman Kelapa Sawit
Interaksi Serangga Hymenoptera Parasitoid dan Herbivora pada
Vegetasi Bawah
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

iv
iv
v
1
1
2
2
3
3
4
4
6
7
9
10
12
12
12
12
12
13
13
13
14
14
15
15
16
20
20
22
23
24
25
27
32
33
36
39
39
39
40
62
85

DAFTAR TABEL
1 Nilai indeks Shannon-Wiener (H) dan indeks Simpson (D)
2
3
4

Hymenoptera parasitoid di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali
Kelimpahan jumlah morfospesies dan jumlah individu pada setiap famili
Hymenoptera parasitoid yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit
PTPN VIII Cindali
Hubungan antara Hymenoptera parasitoid dan inang pada tanaman
kelapa sawit PTPN VIII, Cindali, Bogor
Hubungan tritropik antara Hymenoptera parasitoid dan inang pada
vegetasi bawah

16

17
34
37

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Desain pengambilan sampel pada plot lahan kelapa sawit
Peta persebaran blok di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII afdeling I
Cindali
Spesies yang mendominasi Famili Braconidae
Spesies yang mendominasi Famili Ichneumonidae
Spesies yang mendominasi Famili Scelionidae
Spesies yang mendominasi Famili Encyrtidae
Spesies yang mendominasi Famili Eulophidae
Apanteles spp. yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII,
Cindali
Microplitis spp. yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN
VIII, Cindali
Platygaster spp. yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN
VIII, Cindali
Trichogramma spp. yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN
VIII, Cindali
A. optabilis yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII,
Cindali
Elasmus spp. yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII,
Cindali
T. drosophilae yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII,
Cindali
Polypeza spp. Hubungan fluktuasi antara parasitoid-inang yang
terdapat di area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali
Sclerodermus sp. yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN
VIII, Cindali
Hubungan fluktuasi antara parasitoid dan inang yang tardapat di area
perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali
Parasitoid yang berasosiasi dengan hama Setora nitens
Aphanogmus sp.
Telenomus podisi
Hubungan tritropik antara Hymenoptera parasitoid dan inang pada
vegetasi bawah

13
15
21
22
24
25
26
27
28
28
29
30
30
31
31
32
33
35
35
36
37

DAFTAR LAMPIRAN
1

2
3
4
5

Kelimpahan serangga dan Arthropoda selain Hymenoptera parasitoid di
perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali dari September 2014 - April
2015
Vegetasi bawah yang terdapat di plot penelitian di perkebunan kelapa sawit
PTPN VIII Cindali
Kelimpahan Hymenoptera parasitoid di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII
Cindali dari September 2014 - April 2015
Faktor lingkungan pada bulan September 2014 - April 2015 di perkebunan
kelapa sawit PTPN VIII Cindali
Kunci identifikasi Hymenoptera parasitoid di perkebunan kelapa sawit PTPN
VIII Cindali yang diperoleh dari September 2014 - April 2015

63
66
67
70
71

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hymenoptera merupakan salah satu ordo terbesar serangga yang sebagian
besar anggotanya berperan sebagai parasitoid. Hymenoptera parasitoid bertindak
sebagai agens terpenting dalam pengendalian hayati dan bertanggung jawab
terhadap tingkat populasi hama pada suatu ekosistem (Shaw dan Hochberg 2001),
termasuk pada perkebunan kelapa sawit. Beberapa penelitian tentang parasitoid
yang dapat memarasit hama kelapa sawit telah dilakukan oleh Syed dan Shaleh
(2003) dan Sahari (2012).
Salah satu cara dalam mempelajari pentingnya peran Hymenoptera parasitoid
dalam suatu ekosistem adalah dengan mengetahui keanekaragamannya. Pentingnya
mengetahui keanekaragaman Hymenoptera parasitoid di perkebunan kelapa sawit
salah satunya dapat digunakan sebagai informasi dalam rangka pengendalian hama
kelapa sawit secara hayati (Tscharntke et al. 1998; Harrison dan Bruna 1999).
Seperti pada pengendalian hama kumbang badak (Oryctes rhinoceros L.)
(Coleoptera: Scarabaeidae) apabila telah diketahui keanekaragaman Hymenoptera
parasitoid yang berada di perkebunan tersebut, maka dapat digunakan sebagai
musuh alami untuk mengendalikan hama tersebut (Murphy dan Briscoe 1999).
Contoh lain pentingnya mengetahui keanekaragaman Hymenoptera
parasitoid adalah, ketika terjadinya ledakan populasi ulat kantung di perkebunan
kelapa sawit dan belum diketahui Hymenoptera parasitoid yang dapat menekannya
maka populasi hama tersebut akan terus meningkat (Cheong et al. 2010). Akan
tetapi ketika telah dilakukan pendataan Hymenoptera parasitoid yang berada di
perkebunan tersebut dan Hymenoptera parasitoid yang ada digunakan untuk
menekan populasi hama ulat kantung, maka populasi hama tersebut dapat ditekan
sampai dengan di bawah ambang batas ekonomi (Sankaran dan Syed 1972; Cheong
et al. 2010).
Beberapa penelitian tentang keanekaragaman Hymenoptera parasitoid telah
dilakukan di berbagai tempat, Idris (2001) dan Hindarto (2015), melakukan
penelitian tentang keanekaragaman Hymenoptera parasitoid di pekebunan kelapa
sawit masing-masing di Malaysia dan Medan (Sumatera Utara). Hasil dari
penelitian keduanya mendapatkan 3 famili Hymenoptera parasitoid di Malaysia dan
20 famili Hymenoptera parasitoid yang mendominasi perkebunan kelapa sawit di
Medan. Keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada suatu ekosistem dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keberadaan dan jumlah inang serta
vegetasi bawah. Keberadaan dan jumlah inang di lapangan dapat memengaruhi
tinggi rendahnya kelimpahan parasitoid di lapangan (Nouhuys dan Hanski 1999).
Semakin banyak inang parasitoid di lapangan, maka populasi parasitoid tersebut
semakin terjaga kestabilannya (May et al. 1981; Hassell et al. 1990).
Selain dari inang, keanekaragaman Hymenoptera parasitoid di lapangan juga
dipengaruhi oleh vegetasi bawah. Keanekaragaman parasitoid selalu mengikuti
keanekaragaman inang yang umumnya serangga fitofag, sedangkan
keanekaragaman serangga fitofag bergantung terhadap ketersedian tanaman inang
di ekosistem (Godfray 1994). Semakin banyak vegetasi bawah yang terdapat pada

2
suatu ekosistem, maka akan semakin banyak pula serangga fitofag yang dapat
menjadi inang dari Hymenoptera parasitoid pada habitat tersebut (Siemann et al.
1998). Ekosistem perkebunan kelapa sawit yang terdapat di PTPN VIII, Cindali
merupakan perkebunan kelapa sawit berumur tua, sehingga dimungkinkan akan
terdapat banyak vegetasi bawah yang tumbuh di areal perkebunan tersebut.
Banyaknya vegetasi bawah yang terdapat di suatu area perkebunan kelapa sawit
dapat digunakan parasitoid sebagai tempat mencari tambahan nutrisi maupun inang
alternatif, seperti pada penelitian dari Gitau et al. (2011), penambahan vegetasi
bawah dapat meningkatkan tingkat parasitisasi parasitoid pada hama kelapa sawit.
Menurut Dyer (2007), dengan adanya vegetasi bawah dapat menjadi tempat
berlindung bagi parasitoid yang juga dapat memarasit hama pada tanaman kelapa
sawit. Sehingga dengan banyaknya vegetasi bawah yang berada di area perkebunan
kelapa sawit PTPN VIII, Cindali dapat dimungkinkan terdapat parasitoid yang
dapat memarasit hama pada tanaman kelapa sawit yang hidup maupun mencari
makan pada vegetasi bawah tersebut.
Beberapa penelitian tentang keanekaragaman Hymenoptera parasitoid telah
dilakukan di beberapa tempat seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Akan
tetapi di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cindali, Bogor belum pernah
dilakukan penelitian tentang keanekaragaman Hymenoptera parasitoid. Mengingat
pentingnya peranan Hymenoptera parasitoid, khususnya pada perkebunan kelapa
sawit, maka perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang keanekaragaman
Hymenoptera parasitoid pada perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali,
Kabupaten Bogor sebagai tambahan informasi tentang keberadaan Hymenoptera
parasitoid dalam pemanfaatannya sebagai agens pengendalian hayati.

Rumusan Masalah
Praktek budi daya kelapa sawit tidak terlepas dari masalah hama tanaman.
Beberapa pengendalian telah dilakukan dalam menangani masalah hama di
perkebunan kelapa sawit, salah satunya adalah dengan menggunakan agens hayati.
Salah satu agens hayati yang dapat digunakan dalam mengendalikan hama di
lapangan adalah Hymenoptera parasitoid. Parasitoid adalah spesies kunci pada
beberapa ekosistem karena dapat mengendalikan hama di lapangan termasuk di
perkebunan kelap sawit. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan adanya kajian
untuk mempelajari tentang keanekaragaman parasitoid khususnya Hymenoptera di
area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII. Kajian tersebut dilakukan mengingat
belum adanya penelitian tentang keanekaragaman Hymenoptera parasitoid di area
perkebunan kelapa sawit PTPN VIII.

Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan (1) mengetahui keanekaragaman Hymenoptera
parasitoid di area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, Kecamatan Ranca
Bungur, (2) mengetahui perbedaan ataupun kesamaan jenis antara parasitoid yang
ditemukan di tanaman kelapa sawit dan vegetasi bawah dan (3) mengetahui

3
fluktuasi parasitoid penting yang terdapat di area perkebunan kelapa sawit PTPN
VIII Cindali, Kecamatan Ranca Bungur.

Hipotesis
1. Keanekaragaman Hymenoptera parasitoid di perkebunan kelapa sawit relatif
rendah
2. Terdapat parasitoid yang ditemukan di vegetasi bawah yang dapat memarasit
hama kelapa sawit.
3. Populasi parasitoid penting di area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali
mengalami fluktuasi.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
gambaran keanekaragaman parasitoid. Hasil penelitian juga dapat digunakan
sebagai landasan untuk program pengendalian hama ulat pemakan daun kelapa
sawit secara hayati.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Hymenoptera Parasitoid
Hymenoptera merupakan salah satu ordo yang termasuk ke dalam kelas
Insecta yang memiliki jumlah spesies terbanyak dan tersebar di seluruh dunia. Ordo
ini memiliki 20 superfamili yang terdiri atas 99 famili dan lebih dari 115 ribu
spesies yang telah diidentifikasi (Goulet dan Huber 1993; La Salle 1993). Ordo
Hymenoptera dibagi menjadi dua subordo, yaitu Symphyta dan Apocrita (Hassell
dan Waage 1984; Naumann et al. 1991; Goulet dan Huber 1993). Ciri-ciri dari
subordo Symphyta adalah larva berbentuk eruciform, tungkai berkembang baik
pada bagian toraks dan abdomen. Dewasa tidak memiliki penggentingan antara ruas
pertama dengan ruas ke-dua pada abdomen, dan memiliki ovipositor yang
berbentuk seperti gergaji (Naumann et al. 1991). Subordo Apocrita memiliki ciriciri larva tanpa embelan tungkai dan tidak memiliki mata. Dewasa memiliki
penggentingan antara ruas pertama dan ruas ke-dua metasoma dengan ovipositor
berbentuk silindris dan biasanya memanjang (Goulet dan Huber 1993; Naumann et
al. 1991).
Subordo Apocrita terdapat dua golongan, yaitu aculeata beberapa dan
parasitica (Hassell dan Waage 1984; Naumann et al. 1991; Goulet dan Huber 1993).
Golongan aculeata biasanya memiliki ovipositor yang termodifikasi untuk
menyengat mangsa atau pun untuk mempertahankan diri. Golongan ini terdiri atas
Superfamili Apoidea, Chrysidoidea, dan Vespoidea. Golongan parasitika memiliki
ovipositor yang termodifikasi hanya untuk meletakkan telur. Golongan ini terdiri
atas Superfamili Ichneumonoidea, Evanioidea, Stephanoidea, Megalyroidea,
Trigonalyoidea, Cynipoidea, Proctotrupoidea, Platygastroidea, Ceraphronoidea,
Mymarommatoidea, dan Chalcidoidea (Goulet dan Huber 1993).
Ordo Hymenoptera dari subordo Apocrita yang sudah banyak digunakan
dalam pengendalian hayati sebagai parasitoid terdiri atas Sembilan superfamili.
Kesembilan superfamily tersebut terdiri atas tujuh superfamili golongan parasitica
dan dua superfamili dari golongan aculeata. Tujuh superfamili parasitica adalah
Ichneumonoidea, Evanioidea, Proctotrupoidea, Platygastroidea, Ceraphronoidea
Mymarommatoidea, dan Chalcidoidea. Dua superfamili dari aculeata adalah
Chrysidoidea dan Vespoidea (Hassell dan Waage 1984; Goulet dan Huber 1993;
Tomanovic et al. 2013).
Famili Hymenoptera parasitoid dan berperan sebagai musuh alami yang
menjadi spesies kunci dalam agroekosistem maupun perkebunan adalah dari
superfamili Ichneumonoidea yang terdiri atas Famili Braconidae dan
Ichneumonidae. Famili Braconidae biasanya memarasit larva Ordo Lepidoptera,
Coleoptera maupun Diptera (Hassell dan Waage 1984; Naumann et al. 1991;
Goulet dan Huber 1993; Tomanovic et al. 2013), sedangkan Ichneumonidae
memarasit larva ataupun pupa dari Ordo Lepidoptera dan Coleoptera (Hassell dan
Waage 1984; Goulet dan Huber 1993; Ueno 2013).
Superfamili Chalcidoidea terdiri atas Famili Eulophidae, Chalcididae,
Encyrtidae, Aphelinidae, Trichogrammatidae, Pteromalidae, Torymiade, dan
Mymaridae. Famili Eulophidae biasanya memarasit larva Ordo Lepidoptera dan
Diptera yang terdapat dalam jaringan tanaman (Yoshimoto 1965; Hassell dan

5
Waage 1984; Goulet dan Huber 1993; Fisher dan La Salle 2005; Prinsloo dan Kelly
2009). Famili Chalcididae memarasit pupa dari Ordo Lepidoptera dan Diptera
(Hassell dan Waage 1984; Goulet dan Huber 1993; Jahnke et al. 2007; Kanagarajan
dan Manickavasagam 2007). Famili Encyrtidae memarasit Superfamili Coccoidea,
telur dan larva dari Coleoptera, Diptera, Lepidoptera, Hymenoptera, Neuroptera,
Orthoptera, dan Arachnida (Hassell dan Waage 1984; Goulet dan Huber 1993;
Berry 2007; Jahnke et al. 2007; Nalini dan Manickavasagam 2011). Famili
Aphelinidae memarasit Superfamili Aleyrodoidea, Aphidoidea, Psylloidea,
Coccoidea, serta telur dari Lepidoptera, Diptera dan Orthoptera (Hassell dan Waage
1984; Goulet dan Huber 1993; Tooker dan Hanks 2000; Gonzales et al. 2008;
Myartseva et al. 2014). Famili Trichogrammatidae memarasit telur Hemiptera,
Orthoptera, Lepidoptera dan Thysanoptera (Hassell dan Waage 1984; Goulet dan
Huber 1993; Hassan 1993; Hohmann dan Lovato 2003; Herz et al. 2007; Isas et al.
2016). Famili Pteromalidae memarasit pupa Coleoptera, Diptera, Siphonaptera dan
Neuroptera (Askew 1970; Hassell dan Waage 1984; Goulet dan Huber 1993; King
1997). Famili Torymidae memarasit Cynipidae, Cecidomyiidae dan ootheca dari
Mantodea (Hassell dan Waage 1984; Goulet dan Huber 1993) walaupun terdapat
beberapa dari anggota famili ini yang menjadi herbivora (Nalepa dan Grissell 1993;
Roques dan Skrzypczynska 2003). Famili Mymaridae memarasit telur Hemiptera,
Psocoptera, Coleoptera, Orthoptera dan Diptera (Hassell dan Waage 1984; Huber
1986; Goulet dan Huber 1993).
Superfamili Platygastroidea terdiri atas 2 famili, yaitu Famili Scelioniade dan
Famili Platygastridae. Famili Scelionidae biasanya memarasit telur Orthoptera,
Lepidoptera, Diptera, Mantodea, Hemiptera, Neuroptera, Coleoptera (Goulet dan
Huber 1993; Ghahari et al. 2009; Kodjo et al. 2013), sedangkan Platygastridae
memarasit telur Coleoptera, Hemiptera, dan Diptera (Goulet dan Huber 1993;
Gnanakumar et al. 2012). Superfamili Ceraphronoidea, Famili Ceraphronidae
memarasit Cecidomyiidae, Thysanoptera, Lepidopteta, Neuroptera dan pupa dari
Famili Braconidae (Goulet dan Huber 1993; Evans et al. 2005) dan terdapat juga
anggota famili ini yang merupakan hiperparasitoid (Jaramillo dan Vega 2009).
Superfamili Evanioidea diwakili oleh Famili Evaniidae yang memarasit
ooteka Blattodea (Deyrup dan Atkinson 1993; Goulet dan Huber 1993; Jennings et
al. 2012; Klassen dan Sharanowski 2014). Superfamili Mymarommatoidea terdiri
atas satu famili, yaitu Famili Mymarommatidae memarasit telur Coleoptera atau
Hemiptera (Huber 1986; Goulet dan Huber 199; Huber et al. 2008). Superfamili
Proctotrupoidea, Famili Diapriidae memarasit pupa Diptera, Coleoptera, dan
Hemiptera (Goulet dan Huber 1993; Sivinski et al. 1998; Aguiar-Menez et al.
2003).
Selain dari golongan parasitica, beberapa anggota golongan Aculeata juga
diketahui dapat menjadi parasitoid, yaitu superfamili Chrysidoidea yang terdiri atas
Famili Bethylidae, Dryinidae, dan Chrysididae, dan superfamili Vespoidea yang
terdiri atas Famili Scoliidae dan Mutillidae (Goulet dan Huber 1993). Famili
Bethylidae biasanya menjadi parasitoid pada telur Phasmatodea, ektoparasitoid
pada Hemiptera, dan larva Coleoptera atau Lepidoptera yang terdapat di bawah
kayu atau tanah (Conlong et al. 1988; Goulet dan Huber 1993; Gomez et al. 2005;
Lord 2006; Li et al. 2015). Famili Dryinidae biasanya memarasit nimfa dari
Hemiptera (Cicadellidae, Delphacidae dan Flattidae) (Goulet dan Huber 1993;
Guglielmino 2002; Guglielmino dan Olmi 2006; Virla et al. 2010). Famili

6
Chrysididae biasanya ditemukan memarasit prapupa dari Tentheredinidae, telur
Phasmatodea, dan memarasit mangsa dari Famili Vespidae, Spheciformes, ataupun
Megachilidae (Goulet dan Huber 1993; Doronin 1996; Parn et al. 2015). Untuk
famili dari Superfamili Vespoidea, Famili Scoliidae merupakan ektoparasitoid pada
larva Coleoptera Famili Scarabaeidae atau Curculionidae (Kurczewski dan
Spofford 1986; Goulet dan Huber 1993), sedangkan Famili Mutillidae merupakan
ektoparasitoid pada larva atau pupa Diptera, Lepidoptera, Hymenoptera,
Coleoptera, dan Blattodea (Goulet dan Huber 1993; Lelej dan Schmid-Egger 2005;
Aranda dan Graciolli 2013; Amini et al. 2014).
Selain dari Subordo Apocrita, pada Subordo Symphyta juga terdapat anggota
Superfamili yang menjadi parasitoid, yaitu Orussoidea Famili Orussidae (Goulet
dan Huber 1993). Famili ini biasanya memarasit larva dari Ordo Coleoptera dan
Hymenoptera yang menjadi penggerek kayu (Rawlings 1957; Goulet dan Huber
1993; Vilhelmsen dan Smith 2002; Vilhelmsen 2003).
Sebagai salah satu ordo yang memiliki jumlah anggota yang besar dalam
serangga, Hymenoptera memiliki keanekaragaman yang tinggi. Penelitian
mengenai keanekaragaman Hymenoptera sudah banyak dilakukan misalnya
penelitian dari Kannagi et al. (2013) tentang keanekaragman Hymenoptera di
India; Anbalagan et al. (2015) tentang keanekaragaman Hymenoptera pada
pertanaman sayur di India dan Rajkumari et al. (2012) tentang keanekaragaman
Hymenoptera pada Kota Johar, India. Selain itu, penelitian tentang
keanekaragaman Hymenoptera juga telah dikhususkan pada beberapa famili atau
peran tertentu saja, seperti penelitian tentang keanekaragaman semut (Watanasit
dan Nhu-eard 2011; Abtar et al. 2013; Arifin 2014), lebah (Souza dan Campos
2008; Rasmussen 2009; Mudri-Stojnic et al. 2012), atau tentang keanekaragaman
Hymenoptera parasitoid (Noyes 1989; Yaherwandi 2009; Lachaud dan Lachaud
2012).
Hymenoptera parasitoid tersebar hampir di semua agroekosistem dan
memiliki jumlah yang berbeda antara ekosistem satu dengan yang lainnya. Hal ini
terjadi pada parasitoid yang memiliki inang yang spesifik yang memilki kisaran
inang yang sempit (Hawkins 1994), dan berbeda dengan parastoid generalis yang
akan menjadi lebih melimpah atau menjadi lebih banyak pada daerah tropis (Noyes
1989). Selain spesifikasi inang, keanekaragaman parasitoid juga disebabkan oleh
ada tidaknya vegetasi bawah, serta perbedaan dan perubahan habitat (Atmowidi
2000).

Hymenoptera Parasitoid Sebagai Agens Pengendali Hayati
Ordo Hymenoptera memiliki banyak peranan dalam ekosistem, yaitu sebagai
herbivor, detritivor, penyerbuk, bioindikator, maupun sebagai musuh alami
(Naumann et al. 1991; Borror et al. 1996; Anderson et al. 2010). Sebagai musuh
alami, Hymenoptera dapat berperan sebagai predator maupun parasitoid (Naumann
et al. 1991). Sekitar 80% spesies Hymenoptera termasuk ke dalam parasitoid
(Quicke 1997). Kurang lebih 200.000 spesies dari anggota Ordo Hymenoptera
merupakan parasitoid (Hassell dan Waage 1984).
Banyak anggota dari Hymenoptera parasitoid yang telah digunakan sebagai
agens pengendali hayati pada berbagai ekosistem (Kuris 1973; McMurtry 1992;

7
Anbalagan et al. 2015; Salim et al. 2016). Chrysocharis spp. dan Diglyphus sp.
(Hymenoptera: Eulophidae) digunakan dalam mengendalikan lalat pengorok daun
(Sha et al. 2006; Liu et al. 2008). Famili Braconidae digunakan untuk
mengendalikan berbagai hama pada tanaman pertanian (Sime et al. 2007; Daane et
al. 2008; Kumar 2012; Lv et al. 2011). Famili Ichneumonidae untuk mengendalikan
larva dan pupa dari Lepidoptera pada agroekosistem (Mason 2013; Tomanovic et
al. 2013). Kemudian terdapat juga penggunaan Famili Encyrtidae untuk
mengendalikan kutu-kutuan (Auchenorrhyncha) pada agroekosistem (Smith et al.
1988) dan Trichogrammatidae untuk mengendalikan telur serangga hama pada
agroekosistem (Surtikanti 2006).

Keanekaragaman Serangga
Keanekaragaman hayati dapat diartikan sebagai keanekaragaman makhluk
hidup di berbagai tempat yang menjadi kekayaan di dunia. Menurut Altieri dan
Nicholls (2004), keanekaragaman hayati merupakan suatu istilah yang digunakan
dalam menggambarkan keanekaragaman spesies tanaman, hewan, dan
mikroorganisme yang terdapat dalam suatu ekosistem dan saling berinteraksi satu
sama lain. Keanekaragaman hayati dalam suatu ekosistem dianggap sebagai salah
satu sumber daya yang paling penting dalam membantu proses kehidupan (Withey
2012). Salah satu komponen penyusun keanekaragaman hayati tersebut adalah
serangga.
Serangga merupakan golongan hewan yang dominan di bumi dan jumlahnya
melebihi hewan darat lainnya (Borror et al. 1996; Amir dan Kahono 2003). Jumlah
spesies serangga 11 kali lebih banyak dibandingkan dengan jumlah spesies
Arthropoda lainnya, yaitu sebanyak 59.5% dari total jumlah anggota Filum
Arthropoda (Ross et al. 1982, Minga 2010). Serangga memiliki persebaran yang
luas dan tersebar di semua daerah tropis dan subtropis, akan tetapi tidak ditemukan
di daerah kutub utara maupun selatan. Serangga pada daerah tropis biasanya
memiliki tingkat keanekaragaman yang tinggi (Odum 1971) dan hampir
mendominasi pada semua ekosistem (Stork 1988; Neher 1999; Goehring et al.
2002; Longcore 2003; Austin et al. 2004; Johnson dan Agrawal 2007; Stork 2007).
Keanekaragaman serangga dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya
kompleksitas suatu lanskap, jenis vegetasi, iklim, garis lintang dan ketinggian dari
atas permukaan laut, suhu, kelembaban udara, curah hujan dan intensitas cahaya
matahari (Tarumingkeng 2001). Selain itu, perbedaan tipe habitat juga dapat
memengaruhi keanekaragaman serangga yang ada. Sebagai contoh pada ekosistem
hutan hujan tropis akan ditemukan keanekaragaman serangga yang tinggi
dikarenakan masih banyaknya tanaman yang menjadi makanan dari serangga
tersebut (Hill dan Hill 2001; Novotny dan Miller 2014). Selain itu, tingginya
keanekaragaman serangga pada ekosistem hutan hujan tropis juga dapat
disebabkan oleh masih banyaknya terdapat kanopi yang dapat menjadi tempat
berlindung maupun beristirahat bagi serangga (Basset et al. 2004). Pada
agroekosistem atau perkebunan, keanekaragaman serangga cenderung rendah
karena tanaman yang tersedia biasanya hanya terbatas pada tanaman yang
ditanaman oleh masyarakat (Paoletti et al. 1992; Carnus et al. 2006; Jaganmohan
et al. 2013). Selain itu, dengan hanya ada jenis tanaman tertentu saja akan

8
menyebabkan tingkat kelimpahan populasi serangga herbivor pada agroekosistem
lebih tinggi (Basset 1999; Garbach et al. 2014). Akan tetapi, melimpahnya herbivor
pada agroekosistem akan menyebabkan tingginya dan beranekaragamnya musuh
alami yang menyerang serangga herbivor tersebut (Magurran 1998; Altieri 1999).
Tingkat keanekaragaman hayati dapat dinilai dengan menggunakan berbagai
cara. Salah satunya adalah dengan menggunakan Indeks. Indeks yang digunakan
dalam menilai tingkat keanekaragaman adalah Indeks Shannon-Wiener (Heip et al.
1998; Spellerberg dan Fedor 2003). Indeks Shannon-Wiener dapat digunakan
untuk menghitung estimasi populasi yang terdapat dalam suatu ekosistem
(Hutchison 1970; Heip et al. 1998; Clarke dan Warwick 2001). Indeks ShannonWiener didapatkan dengan menghitung individu dalam suatu populasi yang
diasumsikan diambil atau tersampling secara acak dalam populasi yang besar
(Nolan dan Callahan 2005; Bibi dan Ali 2013). Menurut Magurran (1998) Indeks
Shannor-Wiener didapat dengan mengetahui jumlah spesies dan jumlah individu
dalam masing-masing spesies.
Terdapat 3 kriteria keanekaragaman pada suatu ekosistem menurut Indeks
Shannon-Wiener, yaitu: apabila H < 1 berarti keanekaragaman pada ekosistem
tersebut tergolong rendah keberadaan hama dan musuh alami tidak seimbang
sehingga dapat membuat kerusakan pada tanaman. Kriteria kedua apabila 1 < H <
3 berarti keanekaragaman pada ekosistem tersebut tergolong sedang dan mengarah
kepada keadaan stabil, keberadaan hama dan musuh alami pada ekosistem tersebut
hampir seimbang. Kriteria keanekaragaman terakhir adalah H > 3 berarti
keanekaragaman pada ekosistem tersebut tergolong tinggi, keadaan pada ekosistem
tersebut antara hama dan musuh alami seimbang dan tidak diperlukan pembunuhan
hama (Michael 1995). Nilai dari Indeks Shannon-Wiener tersebut dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tipe habitat (McDonald et al. 2010;
Carvalho dan Santos 2013) dan praktek pertanian atau praktek budi daya tanaman
(Downie et al. 1999).
Belum banyak informasi mengenai keanekaragaman Hymenoptera parasitoid
pada perkebunan kelapa sawit, walaupun sudah terdapat beberapa penelitian yang
dilakukan tentang keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada perkebunan
kelapa sawit. Penelitian Idris et al. (2001) mendapatkan 3 famili Hymenoptera
parasitoid di Malaysia dan penelitian Hindarto (2015) mendapatkan 20 famili
Hymenoptera parasitoid yang mendominasi pekebunan kelapa sawit di Medan.
Penelitian dari Idris et al. (2001) menunjukkan bahwa Famili Ichneumonidae
memiliki tingkat keanekaragaman yang lebih tinggi daripada Braconidae pada
Ayer Hitam di Malaysia. Pada hutan yang telah terdapat campur tangan manusia,
Famili Braconidae memiliki tingkat keanekaragaman yang tinggi (Gould et al.
2013). Pada hutan lindung di Sierra Calderona, Spanyol, Famili Braconidae
memiliki tingkat keaneakaragaman yang tinggi (Falco-Gari et al. 2014). Perubahan
pola penggunaan lahan (land use) juga akan memengaruhi keanekaragaman
Hymenoptera parasitoid (Bennet dan Gratton 2012).

9
Budi Daya Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tumbuhan dari famili
Arecaceae yang berasal dari Nigeria. Meskipun demikian, terdapat pendapat yang
mengatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Brasil, Amerika Selatan (Agustira et
al. 2008). Kelapa sawit pertama kali didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah
Hindia Belanda pada tahun 1848 (Lubis 1992). Perkebunan kelapa sawit pertama
di Indonesia berlokasi di Pantai Timur Sumatra dan Aceh dengan luas area
perkebunan mencapai 5.123 ha (Hadi 2004).
Dalam klasifikasi tumbuhan, kelapa sawit termasuk ke dalam Divisi
Spermatophyta, Sub Divisi Angiospermae, Kelas Dicotyledone, Ordo Palmales,
Famili Arecaceae, Sub Famili Coccoideae, Genus Elaeis, Spesies Elaeis guineensis
Jacq. (Setyamidjaja 2006). Tanaman kelapa sawit tumbuh dengan baik pada
ketinggian 0 - 500 m di atas permukaan air laut dengan kelembapan 80-90%. Iklim
yang dibutuhkan adalah curah hujan yang stabil 2 000-2 500 mm/tahun, dengan
daerah yang tidak tergenang air pada musim hujan dan tidak kekeringan pada
musim kemarau. Pola curah hujan tahunan sangat memengaruhi perilaku
pembungaan dan produksi buah sawit (Pahan 2006). Kelapa sawit tumbuh pada
berbagai tanah seperti podsolik, latosol, hidromorfik kelabu, regosol, andosol,
organosol, dan aluvial. Tanaman ini tumbuh baik pada tanah yang gembur, subur,
berdrainase baik, permeabilitas sedang, dan mempunyai solum yang tebal sekitar
80 cm tanpa lapisan padas (Fauzi et al. 2006).
Lahan yang digunakan dalam perkebunan kelapa sawit, biasanya merupakan
lahan konversi hutan alami (Pahan 2006). Dikarenakan merupakan bekas dari
konservasi hutan alami, maka dapat memengaruhi kenaerakaragaman hayati yang
berada pada lahan tersebut (Fitzherbert et al. 2008; Koh dan Wilcove 2008). Selain
mengonversikan lahan dari hutan alami, budi daya kelapa sawit yang monokultur
juga dapat memengaruhi keanekaragaman hayati pada ekosistem kelapa sawit
(Fitzherbert et al. 2008). Walaupun budi daya kelapa sawit dilakukan secara
monokultur, akan tetapi pada saat tanaman muda perlu memerhatikan tanaman
penutup tanah. Tanaman yang biasanya digunakan sebagai penutup tanah adalah
tanaman kacangan yang memiliki fungsi sebagai penutup tanah sehingga menekan
pertumbuhan gulma dan mengurangi kompetisi hara (Pahan 2006). Pada umur
tanaman tua hal-hal yang perlu diperhatikan adalah adanya kompetisi dengan
tumbuhan vegetasi bawah (Pahan 2006). Contoh dari vegetasi bawah yang biaanya
terdapat pada lahan kelapa sawit adalah Imperata cylindrica (L.) P. Beauv.,
Mikania cordata (Burm.f) Robinson, Cyperus rotundus L., Ageratum conyzoides
L., Paspalum conjugatum L. dan Nephrolepis biserrata (Sw.) Schott (Setyamidjaja
2006). Walaupun kelapa sawit merupakan tanaman yang ditanam secara
monokultur, akan tetapi telah banyak pemanfaatan tanaman vegetasi bawah yang
sengaja ditanam untuk meningkatkan keanekaragaman musuh alami (Luskin dan
Potts 2011; Khairiyah et al. 2013; Azhar et al. 2015). Selain sensitif terhadap
kompetisi hara dengan gulma, tanaman kelapa sawit juga sensitif terhadap serangan
hama, terutama dari golongan serangga (Fauzi et al. 2006; Pahan 2006).
Banyak serangga yang berasosiasi dengan tanaman kelapa sawit, baik itu
merupakan hama maupun musuh alami. Serangga yang menjadi hama pada
tanaman kelapa sawit di antaranya adalah kumbang tanduk Oryctes rhinoceros L.
(Coleoptera: Scarabaeidae), ngengat Tirathaba mundella Walker (Lepidoptera:

10
Limacodidae), Setothosea asigna van Eecke (Lepidoptera: Limacodidae), Setora
nitens Walker (Lepidoptera: Limacodidae), Darna trima Moore (Lepidoptera:
Limacodidae), Metisa plana Walker (Lepidoptera: Psychidae), Mahasena corbetti
Tams (Lepidoptera: Psychidae), Cremastopsyche pendula de Joannis (Lepidoptera:
Psychidae), Brachycyttarus griseus de Joannis (Lepidoptera: Psychidae), Manatha
albipes Moore (Lepidoptera: Psychidae), Amatissa sp. (Lepidoptera: Psychidae),
dan Cryptothelea cardiophaga Westw. (Lepidoptra: Psychidae) (Norman dan Basri
1992; Kiswanto et al. 2008).
Selain serangga hama, ditemukan juga serangga yang berperan sebagai
musuh alami pada perkebunan kelapa sawit, baik sebagai predator maupun
parasitoid. Serangga yang berperan sebagai musuh alami yang ditemui pada
perkebunan kelapa sawit adalah parasitoid famili Trichogrammatidae, Eulophidae,
Encyrtidae, Chalcididae, Braconidae, Ceraphronidae dan Ichneumonidae serta
predator Eocanthecona furcellata (Wolff) (Hemiptera: Pentatomidae) ataupun
Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) (Chenon et al. 1989).
Famili Hymenoptera parasitoid yang telah digunakan dalam tanaman
perkebunan adalah Braconidae (Syed dan Shaleh 2003; Sahari 2012; Hanysyam et
al. 2013), Ceraphronidae (Kamarudin et al. 1996), Eulophidae (Hertslet dan
Duckett 1971) dan Ichneumonidae (Pillain dan Nair 1983; Mariau 1999),
Encyrtidae (Narendran 1998; Blumberg 2008); Aphelinidae (Blumberg 2008) dan
Trichogrammatidae (Rao et al. 1971). Hymenoptera parasitoid yang telah diketahui
berasosiasi dengan hama pada perkebunan kelapa sawit adalah Apanteles sp.
(Hymenoptera: Braconidae) (Syed dan Shaleh 2003), Spinaria spinator (GuérinMéneville) (Hanysyam et al. 2013), Aphanogmus thylax Polaszek dan Dessart
(Kamarudin et al. 1996), Fornicia sp. (Hymenoptera: Braconidae),
Euplectromorpha spp. (Hymenoptera: Eulophidae) dan Chlorocryptus purpuratus
(Smith) (Hymenoptera: Ichneumonidae) (Wood 1968; Hertslet dan Duckett 1971;
Mariau 1999). Selain itu, sebelas spesies parasitoid telah diketahui berasosiasi
dengan hama Pteroma pendula Joannis (Lepidoptera: Psychidae) (Mahadi et al.
2012). Penelitian dari Syed dan Shaleh (2003), tentang parasitoid Apanteles sp.
yang menyerang larva M. corbetti dan Sahari (2012) tentang Famili Braconidae
ditemukan memarasit larva D. trima di Kalimantan Tengah juga menambah
informasi tentang pentingnya Hymenoptera parasitoid sebagai musuh alami dari
hama pada pertanaman kelapa sawit.

Vegetasi Bawah
Vegetasi bawah adalah komunitas tumbuhan penyusun stratifikasi bawah
dekat permukaan tanah dan biasanya terdiri atas semak atau perdu rendah, herba
dan rumput (Arsyad 2000). Adanya vegetasi bawah pada suatu ekosistem yang
dapat menjadi lapisan penutup tanah, dapat menghilangkan pengaruh hujan dan
mengurangi kekuatan disperse air hujan, sehingga dapat mencegah terjadinya erosi
(Arsyad 2000). Selain itu, dengan banyaknya vetasi bawah yang terdapat dalam
suatu ekosistem akan dapat membantu meningkatkan keanekaragaman hayati yang
terdapat dalam ekosistem tersebut (Singh et al. 2011; Peritika et al. 2012; Burianek
et al. 2013).

11
Tumbuhan merupakan sumber makanan bagi serangga fitofag, tempat
kopulasi, meletakkan telur, dan perlindungan. Tumbuhan bagi parasitoid dapat
digunakan untuk menemukan inang yang umumnya serangga fitofag melalui
isyarat kimia (Collatz et al. 2006). Ketersediaan tumbuhan berbunga pada suatu
ekosistem sangat penting karena nektar, extra-florial nectar, dan serbuk sari
merupakan sumber energi Hymenoptera parasitoid. Ketersediaan tumbuhan
berbunga dapat meningkatkan keanekaragaman parasitoid.
Peneliti telah menyatakan bahwa vegetasi bawah dapat membantu
meningkatkan keanekaragaman hayati pada suatu habitat (Kolari et al. 2006;
Nicholis dan Altieri 2012; Burianek et al. 2013). Selain itu, keanekaragaman
Hymenoptera parasitoid juga dapat dipengaruhi oleh adanya tumbuhan vegetasi
bawah. Keanekaragaman parasitoid selalu mengikuti keanekaragaman inang yang
umumnya serangga fitofag, sedangkan keanekaragaman serangga fitofag
bergantung pada ketersedian tanaman inang di ekosistem (Godfray 1994; Sahari
2012). Semakin banyak vegetasi bawah yang ada pada suatu habitat, maka akan
semakin banyak pula serangga fitofag yang dapat menjadi inang dari Hymenoptera
parasitoid pada habitat tersebut (Sawoniewicz 1979; Siemann et al. 1998).
Beberapa vegetasi bawah yang telah terbukti membantu meningkatkan
keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada perkebunan kelapa sawit adalah
Turnera spp., Antigonon leptopus Hook dan Arn, Cassia cobanensis (Britton) dan
Euphorbia heterophylla L. (Wahid dan Kamaruddin 2002; Kamarudin dan Basri
2010; Sahari 2012; Pamuji et al. 2013).

12

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Afdeling 1
Cindali, Kecamatan Ranca Bungur, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September 2014 – Juni 2015.
Identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga,
Departemen Proktesi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Prosedur Penelitian
Penentuan Blok dan Plot Pengamatan
Penelitian dilakukan di 6 blok yang masing-masing luasnya berkisar antara
168 – 250 ha yang dipilih menyebar sehingga cukup mewakili secara keseluruhan
kebun kelapa sawit di daerah tersebut. Pada setiap blok penelitian ditentukan 5 plot
yang masing-masing berisi 5 x 5 pohon kelapa sawit yang ditentukan secara
diagonal. Jarak antara pohon kelapa sawit adalah 9.8 m. Dengan demikian satu plot
berukuran 39.2 m x 39.2 m (Gambar 1).
Penelitian dilaksanakan selama 8 bulan dengan pengambilan sampel
serangga pada area penelitian satu bulan sekali. Interval pengambilan sampel
tersebut disesuaikan dengan kegiatan pemotongan pelepah kelapa sawit yang
dilakukan oleh PTPN VIII. Pada setiap plot dilakukan pengambilan sampel
serangga Hymenoptera parasitoid dengan menggunakan metode perangkap
nampan kuning (yellow pan trap), penjaringan (sweeping net), dan pengamatan dan
pengambilan hama secara langsung. Pengambilan hama dilakukan baik pada daun
kelapa sawit maupun pada vegetasi bawah. Hama dipelihara dan dilihat apakah
muncul parasitoid hama tersebut.
Pengamatan dengan Perangkap Nampan Kuning
Pemasangan perangkap nampan kuning bertujuan untuk menangkap
serangga-serangga yang tertarik pada warna cerah terutama warna kuning.
Perangkap terbuat dari nampan yang berwarna kuning dengan ukuran 22 cm x 14
cm x 4 cm. Perangkap nampan kuning diletakkan pada permukaan tanah atau pada
daerah yang terdapat gulma pada setiap plot penelitian. Nampan yang telah
diletakkan tersebut kemudian diisi larutan air detergen sampai batas setengah
volumenya.
Pada setiap blok dipasang 10 perangkap nampan kuning, atau pada setiap
plot dipasang 2 perangkap nampan kuning (Gambar 1). Pemasangan perangkap
nampan kuning dilakukan pada pagi hari dan serangga yang terperangkap diambil
24 jam kemudian setelah pemasangan. Pemasangan dilakukan 8 kali dengan
interval waktu 1 bulan. Serangga yang terperangkap dicuci dengan air dan disaring.
Serangga diawetkan di dalam botol koleksi yang telah diisi alkohol 70% untuk
kemudian disortir dan diidentifikasi lebih lanjut di laboratorium.

13

Gambar 1 Desain pengambilan sampel pada plot lahan kelapa sawit, kelapa sawit,
perangkap nampan kuning,
petak pengamatan tanaman
vegetasi bawah.
Pengamatan dengan Jaring Serangga
Pengambilan sampel serangga dengan jaring serangga dilakukan pada pagi
hari. Pada setiap plot dilakukan seratus kali ayunan ganda di atas tanaman penutup
tanah. Pengambilan sampel dengan jaring serangga diulang sebanyak 8 kali dengan
interval waktu 1 bulan. Serangga yang terjaring kemudian dimasukkan ke dalam
separator. Hymenoptera parasitoid yang tertangkap kemudian disortir dan
diidentifikasi lebih lanjut di laboratorium.
Pengamatan dan Pengambilan Hama dan Parasitoid pada Kelapa Saw