radikal hidroksil dan radikal peroksil. Radikal bebas secara berkesinambungan dapat dibuat oleh tubuh kita. Setiap radikal bebas yang terbentuk oleh tubuh dapat memulai suatu
reaksi berantai yang akan terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh radikal bebas lain dan oleh sistem antioksidan tubuh. Peroksida lipid selanjutnya mengalami
dekomposisi menjadi malondialdehid MDA. MDA produk akhir proses peroksidasi lipid dan yang paling sering digunakan untuk mengukur proses peroksidasi lipid. Adanya malonaldehid
dapat diidentifikasi dengan asam tiobarbiturat TBA yang akan membentuk kompleks berwarna merah, sehingga dapat ditetapkan secara spektrofotometri. Pengujian MDA dilakukan dengan
TBA diukur menggunakan spektrofotometri dengan serapan cahaya pada panjang gelombang 532 nm, juga dapat diukur dengan HPLC High Performance Liqiud Chromatography Halliwell
Gutteridge 1999. Reaksi yang terjadi antara malonaldehid dengan TBA adalah sebagai berikut:
Uji ini penting dilakukan karena selain menetapkan kadar peroksida lipid dalam cairan biologis kita juga dapat mempelajari bagaimana proses peroksidasi lipid dan apa saja yang
mempengaruhi proses peroksidasi lipid tersebut.
1.2 Tujuan
Menetapkan kadar peroksida lipid dalam cairan biologis.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uji Peroksida Lipid dalam Cairan Biologis
Peroksida lipid merupakan reaksi berantai yang terus menghasilkan pasokan radikal bebas sehingga terjadi reaksi-reaksi peroksidasi berikutnya. Keseluruhan proses tersebut dapat
diganbarkan sebagai berikut: 1. Inisiasi
X
o
+ RH → R
o
+ XH Pada tahap ini dengan adanya oksigen bebas akan terjadi pengambilan atom H dari
PolyUnsaturated Fatty Acid PUFA yang terdapat pada membran sel sehingga menyebabkan kerusakan pada sel.
2. Propagasi R
o
+ O
2
→ROO
o
ROO
o
+ RH →ROOH + R
o
,danseterusnya Hasildarireaksiiniakanmenjadiinisiatorbaruuntukbereaksidengan PUFA yang lain
sehinggamenghasilkanprodukradikalbaru. 3. Terminasi
ROO
o
+ ROO
o
→ ROOR + O
2
ROO
o
+ R
o
→ ROOR R
o
+ R
o
→ RR Tahapinimengkombinasikanduaradikalmenjadisuatuproduk non radikal Murray dkk.,
2000. Parameter yang digunakan untuk mengevaluasi nilai biologis lemak, antara lain:
1. Bilangan peroksida 2. Bilangan TBA
3. Bilangan iod 4. Kadar asam lemak trans dan asam lemak esensial
5. Profillipid darah total kolesterol, trigliserida, HDL, LDL 6. Kadar TBARS menunjukkan tingkat oksidasi lemak
4
7. Pengujian daya hipokolesterolemik in vitro 8. Pengujian kapasitas pengikatan asam empedu atau kolesterol in vitro
9. Kadar asam empedu sekum
2.2 Kadar Malondialdehid MDA Sebagai Indikator Peroksidasi Lipid
MDA terbentuk dari peroksidasi lipid lipid peroxidation pada membran sel yaitu reaksi radikal bebas radikal hidroksi dengan Poly Unsaturated Fatty Acid PUFA. Reaksi tersebut
terjadi secara berantai, akibat akhir dari reaksi rantai tersebut akan terbentuk hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida tersebut dapat menyebabkan dekomposisi beberapa produkal dehid yang
bersifat toksik terhadap sel dan berbeda panjang rantainya, antara lain MDA, yang merupakan salah satu aldehid utama yang terbentuk Edyson, 2003.
Pengukuran kinetika peroksidasi lipid secara in vitro dapat dilakukan dengan mengukur berapa banyak oksigen yang dibutuhkan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan, salah
satunya TBA Thiobarbituric Acid reactivity test, yang dapat dilakukan baik secara in vivo maupun in vitro. Tes ini didasarkan pada reaksi kondensasi antara satu molekul MDA dengan
dua molekul TBA pada kondisi asam. Hasilnya adalah pigmen berwarna merah yang dapat diukur pada panjang gelombang 532 nm. Jumlah MDA yang terdeteksi menggambarkan
banyaknya peroksidasi lipid yang terjadi Janero, 1990. MDA merupakan suatu produk akhir peroksidasi lipid, yang biasanya digunakan sebagai
biomarker biologis peroksidasi lipid dan menggambarkan derajat stres oksidatif. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki sebuah elektron yang tidak
berpasangan di orbit luarnya unpaired electron. Zat ini sangat reaktif, dan struktur yang demikian membuat radikal bebas cenderung “mencuri” atau mengekstraksi satu elektron dari
molekul lain di dekatnya untuk melengkapi dan selanjutnya mencetuskan reaksi berantai yang dapat mengakibatkan cedera sel.
Oksidan adalah senyawa penerima elektron electron acceptor, yaitu senyawa yang dapat menarik elektron. Sering dibaurkan pengertian antara radikal bebas dan oksidan, karena
keduanya memiliki sifat-sifat yang sama yaitu kecenderungan untuk menarik elektron penerima elektron. Aktivitas keduanya menghasilkan akibat yang sama walaupun prosesnya berbeda, oleh
karena itu radikal bebas digolongkan dalam oksidan, namun tidak setiap oksidan adalah radikal bebas. Radikal bebas lebih berbahaya dibandingkan dengan oksidan yang bukan radikal bebas,
5
dikarenakan sifat radikal bebas memiliki reaktivitas tinggi dan kecenderungan membentuk radikal yang baru sehingga terjadi reaksi rantai chain reaction dan akan berhenti apabila dapat
diredam oleh antioksidan. Strategi yang digunakan anti-oksidan dalam meredam oksidan adalah strategi 2 tahap,
yaitu: 1. Mencegah terhimpunnya senyawa-senyawa oksidan secara berlebihan
2. Mencegah reaksi rantai berlanjut Asam lemak jenuh jamak PUFA dapat mengalami proses peroksidasi menjadi peroksida
lipid yang kemudian mengalami dekomposisi menjadi malondialdehid MDA. MDA akan membentuk senyawa berwarna merah muda bila direaksikan dengan asamtiobarbiturat TBA.
Jumlah MDA yang terbentuk dapat diketahui berdasarkan kemampuan penyerapan cahaya pada A532 nm. Jumlah MDA yang terbentuk dapat menggambarkan proses peroksidasi lipid.
MDA sebagai salah satu produk lipid peroksidasi yang bersifat toksik terhadap sel merupakan senyawa dialdehid yang memiliki tiga rantai karbon serta memiliki berat molekul
BM rendah dan dapat diproduksi oleh mekanisme yang berbeda-beda. Beberapa studi menyatakan bahwa jumlah MDA dapat dihasilkan oleh beberapa sumber,
diantaranya berasal dari asam lemak yang setidaknya memiliki 3 ikatan rangkap, radikal bebas melalui reaksi ionisasi dalam tubuh dan produk samping biosintesis prostaglandin yang
merupakan produk akhir oksidasi lipid membran, hasil dekomposisi dari asam amino,
6
karbohidrat kompleks, pentosa, dan heksosa serta berasal dari produk radikal bebas yang dihasilkan oleh iridasi gamma.
2.
3
Latihan Fisik
Latihan fisik berlebih untuk mendapatkan hasil maksimal dan risiko minimal pada pelatihan, diperlukan kondisi lingkungan yang memadai dan takaran pelatihan yang tepat untuk
setiap individu meliputi FITT, yaitu Frequency, Intencity, Tipe, Time. Frekuensi pelatihan yang dianjurkan tiga hingga lima kali per minggu dengan intensitas kurang lebih 60-85 dari denyut
jantung maksimal: 220 - umur dalam tahun. Latihan didahului pemanasan selama 3-5 menit, dilanjutkan latihan inti 15-60 menit, diakhiri pendinginan 3-5 menit.
Tenaga aerobik maksimum sebagai ukuran kesegaran fisik yang dinyatakan sebagai kemampuan bekerja berat untuk waktu lama dipengaruhi kerja otot secara aerobik seperti:
1. Tipe pelatihan yang meliputi intensitas, durasi, otot yang terlibat, posisi tubuh 2. Aktivitas otot secara aerobik tergantung jenis kelamin dan umur
3. Lingkungan ketinggian, dingin, panas 4. Adaptasi
Tenaga aerobik maksimum dikaitkan dengan pengambilan O
2
maksimum yang erat terkait umur. Bila pada permulaan kerja langsung dilakukan pembebanan berat, kebutuhan energi
hanya dapat dipenuhi dengan mengaktifkan proses anaerob yang menghasilkan asam laktat dan konsentrasinya tetap meninggi selama kerja berlangsung dan dapat dipertahankan terus-menerus
selama 30 menit atau lebih. Pada kerja yang sangat berat terjadi defisit penyediaan O
2
yang bertambah besar sehingga konsentrasi asam laktat semakin meningkat. Akumulasi asam laktat
dalam otot menyebabkan kelelahan otot. Pada pelatihan aerobik pemecahan glikogen menjadi CO
2
dan H
2
O yang dikenal sebagai metabolisme aerobik merupakan sumber energi yang ekonomis dan asam laktat tidak
terakumulasi. Pelatihan berlebih menyebabkan banyak asam laktat yang dihasilkan dalam otot, kehabisan glikogen meningkat, dua-duanya penyebab stres fisik.
7
Latihan fisik berlebih merangsang terjadinya leukositosis, peningkatan isoprostan dalam urine 7-fold, TBARS 56, protein karbonil 73, katalase 96, glutathione peroxidase,
serta glutathione yang teroksidasi GSSG 25. Sebaliknya latihan fisik berlebih akan menurunkan glutathione tereduksi GSH 31, GSHGSSG 56, dan kapasitas total
antioksidan. Dapat disimpulkan, latihan fisik berlebih merangsang respon terhadap biomarker stres oksidatif Winasi H, 2007.
8
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan