Tiang Dukung Ujung dan Tiang Gesek Kapasitas Daya Dukung Tiang dari Hasil Sondir

30 1. Apabila terdapat batu atau lapisan tanah keras yang tipis pada ujung tiang yang ditekan, maka hal tersebut akan mengakibatkan kesalahan pada saat pemancangan; 2. Sulitnya mobilisasi alat pada daerah lunak ataupun pada daerah berlumpur biasanya pada areal tanah timbunan; 3. Karena hydraulic jacking ini mempunyai berat sekitar 320 ton dan saat permukaan tanah yang tidak sama daya dukungnya, maka hal tersebut akan dapat mengakibatkan posisi alat pancang jadi miring bahkan tumbang. Kondisi ini akan sangat berbahaya terhadap keselamatan pekerja. 4. Pergerakan hydraulic jacking ini sedikit lambat, proses pemindahannya relative lama untuk pemancangan titik yang berjauhan.

2.6. Tiang Dukung Ujung dan Tiang Gesek

Ditinjau dari cara mendukung beban, tiang dapat dibagi menjadi 2 dua macam Hardiyatmo, H. C.,2002, yaitu : 1. Tiang dukung ujung end bearing pile adalah tiang yang kapasitas dukungnya ditentukan oleh tahanan ujung tiang. Umumnya tiang dukung ujung berada dalam zone tanah yang lunak yang berada diatas tanah keras. Tiang-tiang dipancang sampai mencapai batuan dasar atau lapisan keras lain yang dapat mendukung beban yang diperkirakan tidak mengakibatkan penurunan berlebihan. Kapasitas tiang sepenuhnya 31 ditentukan dari tahanan dukung lapisan keras yang berada dibawah ujung tiang Gambar 2.4a. 2. Tiang gesek friction pile adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih ditentukan oleh perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah disekitarnya Gambar 2.4b. Tahanan gesek dan pengaruh konsolidasi lapisan tanah dibawahnya diperhitungkan pada hitungan kapasitas tiang. a b Gambar 2.5 Tiang ditinjau dari cara mendukung bebannya Hardiyatmo, H. C., 2002

2.7. Tiang Pancang Kelompok Pile Group

Pada keadaan sebenarnya jarang sekali didapatkan tiang pancang yang berdiri sendiri Single Pile, tetapi kita sering mendapatkan pondasi tiang pancang dalam bentuk kelompok Pile Group seperti dalam Gambar 2.6. Untuk mempersatukan tiang-tiang pancang tersebut dalam satu kelompok tiang biasanya di atas tiang tersebut diberi poer footing. Daya dukung kelompok tiang sangat bergantung pada penentuan bentuk pola 32 dari susunan tiang pancang kelompok dan jarak antara satu tiang dengan tiang lainnya. Bila beberapa tiang pancang dikelompokkan, maka intensitas tekanan bergantung pada beban dan jarak antar tiang pancang yang jika cukup besar sering kali tidak praktis karena poer di cor di atas kelompok tiang pancang pile group sebagai dasar kolom untuk menyebarkan beban pada beberapa tiang pancang dalam kelompok tersebut. Dalam perhitungan poer dianggapdibuat kaku sempurna, sehingga: 1. Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut menimbulkan penurunan, maka setelah penurunan bidang poer tetap merupakan bidang datar. 2. Gaya bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan tiang-tiang. 3. Penurunan yang dialami oleh poer merupakan bersifat permanen, dan terjadi dua penurunan yakni penurunan seketika immediate dan penurunan konsolidasi. 33 a b Gambar 2.6 Pola-pola kelompok tiang pancang khusus : a Untuk kaki tunggal, b Untuk dinding pondasi Bowles, J. E., 1991 34 Jarak antar tiang dalam kelompok yang diisyaratkan oleh Dirjen Bina Marga Departemen P.U.T.L. adalah: S ≥ 2,5 D S ≥ 3 D Gambar 2.7 Jarak antar tiang dalam kelompok Sardjono, H. S., 1988 Dimana : S = Jarak masing-masing tiang dalam kelompok spacing D = Diameter tiang. Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum 0,60 m dan maximum 2,00 m. Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbangan- pertimbangan sebagai berikut : 1. Bila S 2,5 D Pada pemancangan tiang no. 3 Gambar 2.7 akan menyebabkan : a. Kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan naik terlalu berlebihan karena terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu berdekatan. b. Terangkatnya tiang-tiang di sekitarnya yang telah dipancang lebih dahulu. 2. Bila S 3 D Apabila S 3 D maka tidak ekonomis, karena akan memperbesar ukurandimensi dari poer footing. 35 Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah jumlah tiang pancang dan jarak antara tiang-tiang pancang yang diperlukan kita tentukan, maka kita dapat menentukan luas poer yang diperlukan untuk tiap- tiap kolom portal. Bila ternyata luas poer total yang diperlukan lebih kecil dari pada setengah luas bangunan, maka kita gunakan pondasi setempat dengan poer di atas kelompok tiang pancang. Dan bila luas poer total diperlukan lebih besar daripada setengah luas bangunan, maka biasanya kita pilih pondasi penuh raft fondation di atas tiang-tiang pancang. Gambar 2.8 Pengaruh tiang akibat pemancangan Sardjono, H. S., 1988 Tabel II.1: Jarak tiang minimum Teng, 1962 Fungsi tiang Jarak as – as tiang minimum Tiang dukung ujung dalam tanah keras Tiang dukung ujung pada batuan keras Tiang gesek 2 – 2,5d, atau 75 cm 2d, atau 60 cm 3 – 5d, atau 75cm Tabel diatas memberikan jarak tiang minimum yang dibutuhkan untuk menekan biaya pembuatan pelat penutup tiang pile cap yang disarankan oleh Teng 1962. 36 Pada jenis tanah tertentu seperti tanah pasir padat, tanah plastis, lanau jenuh dan lain-lainnya, jarak tiang yang terlalu dekat menyebabkan bahaya gerakan tanah secara lateral dan penggembungan tanah. Sedangkan pada pasir tidak padat, jarak yang terlalu dekat lebih disukai karena pemancangan dapat memadatkan tanah disekitar tiang. Jarak tiang yang dekat dapat mengurangi pengaruh gesek dinding negatif.

2.7.1. Analisa Gaya yang Bekerja Pada Tiang Pancang

Pondasi tiang pancang mempunyai bentuk yang sebenarnya sama, hanya berbeda didalam meneruskan gaya – gaya yang bekerja ke tanah dasar pondasi. Penerusan gaya – gaya ke tanah dasar pondasi melalui tiang, yakni beban diteruskan melalui ujung tiang lekatan atau gesek pada dinding tiang. Bila kapasitas dukung rendah, maka bangunan akan terperosok masuk ke dalam tanah, sedangkan bila kapasitas dukung tiang terlalu besar, maka bangunan tersebut kurang ekonomis. Untuk mengetahui beban yang dipikul kelompok tiang pancang yang menimbulkan gaya vertikal, horizontal dan momen satu arah maka perhitungan tersebut dihitung sebagai berikut : P maks = 2 . . x x M n V i y Σ ± η ………………………………… 2.1 Kelompok tiang yang bekerja dua arah x dan y, dipengaruhi oleh beban vertikal dan momen x dan y yang akan mempengaruhi terhadap kapasitas daya dukung tiang pancang. 37 Gambar 2.9 Beban sentris dan momen kelompok tiang arah x dan y Sumber : Sardjono Hs, 1988 Sedangkan tiang yang menerima momen lebih dari satu arah dua arah penurunan rumusnya adalah : P 1 = 2 2 . . y y M x x M n V i x i y Σ ± Σ ± …………………………………... 2.2 Dimana : P 1 = Beban yang diterima satu tiang pancang ton V = Jumlah beban vertikal ton N = Jumlah tiang pancang M x = Momen yang bekerja pada kelompok tiang searah sumbu x tm M y = Momen yang bekerja pada kelompok tiang searah sumbu y tm X i = Jarak tiang pancang terhadap titik berat tiang kelompok pada arah X m 38 Y i = Jarak tiang pancang terhadap titik berat tiang kelompok pada arah Y m ∑x 2 = Jumlah kuadrat tiang pancang pada arah x m 2 ∑y 2 = Jumlah kuadrat tiang pancang pada arah y m 2

2.7.2. Kapasitas Kelompok dan Effisiensi Tiang

Jika kelompok tiang dipancang dalam tanah lempung lunak, pasir tidak padat, atau timbunan, dengan dasar tiang yang bertumpu pada lapisan kaku, maka kelompok tiang tersebut tidak mempunyai resiko akan mengalami keruntuhan geser umum, asalkan diberikan faktor aman yang cukup terhadap bahaya keruntuhan tiang tunggalnya. Akan tetapi, penurunan kelompok tiang masih tetap harus dipancang secara keseluruhan ke dalam tanah lempung lunak. Pada kelompok tiang yang dasarnya bertumpu pada lapisan lempung lunak, faktor aman terhadap keruntuhan blok harus diperhitungkan, terutama untuk jarak tiang-tiang yang dekat. Pada tiang yang dipasang pada jarak yang besar, tanah diantara tiang-tiang bergerak sama sekali ketika tiang bergerak kebawah oleh akibat beban yang bekerja Gambar 2.12a. Tetapi, jika jarak tiang-tiang terlalu dekat, saat tiang turun oleh akibat beban, tanah diantara tiang-tiang juga ikut bergerak turun. Pada kondisi ini, kelompok tiang dapat dianggap sebagai satu tiang besar dengan lebar yang sama dengan lebar kelompok tiang. Saat tanah yang 39 mendukung beban kelompok tiang ini mengalami keruntuhan, maka model keruntuhannya disebut keruntuhan blok Gambar 2.12b. Jadi, pada keruntuhan blok, tanah yang terletak diantara tiang bergerak kebawah bersama-sama dengan tiangnya. Mekanisme keruntuhan yang demikian dapat terjadi pada tipe-tipe tiang pancang maupun tiang bor. a b Gambar 2.10 Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang : a Tiang tunggal, b Kelompok tiang Sumber : Hardiyatmo, 2002 Umumnya model keruntuhan blok terjadi bila rasio jarak tiang dibagi diameter SD sekitar kurang dari 2 dua. Whiteker 1957 memperlihatkan bahwa keruntuhan blok terjadi pada jarak 1,5d untuk kelompok tiang yang berjumlah 3x3, dan lebih kecil dari 2,25d untuk tiang yang berjumlah 9x9. Menurut Coduto 1983, effisiensi kelompok tiang tergantung pada beberapa faktor, diantaranya: 1. Jumlah tiang, panjang, diameter, dan terutama jarak antara as tiang. 40 2. Model transfer beban tahanan gesek terhadap tahanan dukung ujung. 3. Prosedur pelaksanaan pemasangan tiang. 4. Urutan pemasangan tiang. 5. Macam tanah. 6. Jangka waktu setelah pemancangan. 7. Interaksi antara pelat penutup tiang pile cap dengan tanah. Kapasitas ultimit kelompok tiang dengan memperlihatkan faktor efisiensi tiang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : Q g = E g . n . Q a ………………………………………….. 2.3 Dimana : Q g = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan. E g = Efisiensi kelompok tiang. n = Jumlah tiang dalam kelompok. Q a = Beban maksimum tiang tungga l. Beberapa persamaan efisiensi tiang telah diusulkan untuk menghitung kapasitas kelompok tiang, namun semuanya hanya bersifat pendekatan. Persamaan-persamaan yang diusulkan didasarkan pada susunan tiang, dengan mengabaikan panjang tiang, variasi bentuk tiang yang meruncing, variasi sifat tanah dengan kedalaman dan pengaruh muka air tanah. Salah satu dari persamaan-persamaan efisiensi tiang tersebut, yang disarankan oleh : 41  Converse-Labarre Formula E g = 1 – θ . . 90 . 1 . 1 n m n m m n − + − …………………………… 2.4 Dimana : E g = Efisiensi kelompok tiang. m = Jumlah baris tiang. n = Jumlah tiang dalam satu baris. θ = Arc tg ds, dalam derajat. s = Jarak pusat ke pusat tiang lihat Gambar 2.13 d = Diameter tiang.  Metode Los Angeles Group E g = 1- ….2.5 Dimana : E g = Effisiensi kelompok tiang m = Jumlah baris tiang n’ = Jumlah tiang dalam satu baris s = Jarak pusat ke pusat tiang d = Diameter tiang 42 Gambar 2.11 Definisi jarak s dalam hitungan efisiensi tiang Sumber : Hardiyatmo, 2002 a b Gambar : 2.11. Distribusi tekanan dalam tanah untuk tiang dukung ujung Chellis a. Distribusi Tekanan tiang tungggal b.Tumpang tindih tekanan Pada tiang dukung ujung, beban struktur didukung sepenuhnya oleh lapisan tanah keras yang terletak pada dasar atau ujung bawah tiang gambar 2.11.a. Distribusi tekan yang ditunjukan dua tiang dukung ujung dengan gelembung tekanan. Intensitas tekanan pondasi tiang pada bagian dalam lebih besar oleh akibat tumpang tindih overlapping tegangan dari masing – masing tiang. Jika jarak tiang diantara 2,5 – 3d tumpang tindih tegangan dapat menyebabkan penurunan lokal ini dapat dihindari Gambar 2.11.b. 2,5d – 3d 43

2.8. Kapasitas Daya Dukung Tiang dari Hasil Sondir

Diantara perbedaaan tes dilapangan, sondir atau cone penetration test CPT seringkali sangat dipertimbangkan berperanan dari geoteknik. CPT atau sondir ini tes yang sangat cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya dilapangan dengan pengukuran terus-menerus dari permukaan tanah-tanah dasar. CPT atau sondir ini dapat juga mengklasifikasi lapisan tanah dan dapat memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah. Didalam perencanaan pondasi tiang pancang pile, data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan kapasitas daya dukung bearing capacity dari tiang pancang sebelum pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit dari tiang pancang. Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Meyerhoff. Daya dukung ultimate pondasi tiang dinyatakan dengan rumus : Q ult = q c x A p +JHL x K 11 ......................................................... 2.6 Dimana : Q ult = Kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal. q c = Tahanan ujung sondir. A p = Luas penampang tiang. JHL = Jumlah hambatan lekat. K 11 = Keliling tiang. 44 Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus : Q ijin = 5 3 11 JHLxK xA q c c + .............................................................. 2.7 Dimana : Q ijin = Kapasitas daya dukung ijin pondasi. q c = Tahanan ujung sondir. A p = Luas penampang tiang. JHL = Jumlah hambatan lekat. K 11 = Keliling tiang. Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Aoki dan De Alencar dengan persamaan sebagai berikut : Q u = Q b + Q s = q b A b + f.A s ........................................................... 2.8 Dimana : Q u = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang. Q b = Kapasitas tahanan di ujung tiang. Q s = Kapasitas tahanan kulit. q b = Kapasitas daya dukung di ujung tiang persatuan luas. A b = Luas di ujung tiang. f = Satuan tahanan kulit persatuan luas. A s = Luas kulit tiang pancang. 45 Dalam menentukan kapasitas daya dukung aksial ultimit Q u dipakai Metode Aoki dan De Alencar. Aoki dan Alencar mengusulkan untuk memperkirakan kapasitas dukung ultimit dari data Sondir. Kapasitas dukung ujung persatuan luas q b diperoleh sebagai berikut : q b = b ca F base q ............................................................................ 2.9 Dimana : q ca base = Perlawanan konus rata-rata 1,5D diatas ujung tiang, 1,5D dibawah ujung tiang dan F b adalah faktor empirik tergantung pada tipe tanah. Tahanan kulit persatuan luas f diprediksi sebagai berikut : F = q c side s s F α .............................................................................. 2.10 Dimana : q c side = Perlawanan konus rata-rata pada lapisan sepanjang tiang. F s = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah. F b = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah. Faktor F b dan F s diberikan pada Tabel 2.1 dan nilai- nilai faktor empirik α s diberikan pada Tabel 2.2. Tabel II.2 Faktor empirik F b dan F s Titi Farsakh, 1999 Tipe Tiang Pancang F b F s Tiang Bor 3,5 7,0 Baja 1,75 3,5 Beton Pratekan 1,75 3,5 46 Tabel II.3 Nilai faktor empirik untuk tipe tanah yang berbeda Titi Farsakh, 1999 Tipe Tanah α s Tipe Tanah α s Tipe Tanah α s Pasir 1,4 Pasir berlanau 2,2 Lempung berpasir 2,4 Pasir kelanauan 2,0 Pasir berlanau dengan lempung 2,8 Lempung berpasir dengan lanau 2,8 Pasir kelanauan dengan lempung 2,4 Lanau 3,0 Lempung berlanau dengan pasir 3,0 Pasir berlempung dengan lanau 2,8 Lanau berlempung dengan pasir 3,0 Lempung berlanau 4,0 Pasir berlempung 3,0 Lanau berlempung 3,4 Lempung 6,0 Pada umumnya nilai α s untuk pasir = 1,4 persen, nilai α s untuk lanau = 3,0 persen dan nilai α s untuk lempung = 1,4 persen.

2.9. Kapasitas Daya Dukung Tiang dari Hasil Data SPT