xxxiv
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Fiqh Muamalat Kontemporer
1. Pengertian Fiqh Muamalat Kontemporer
Secara etimologi fiqh berarti al‟ilmu tahu atau al-fahmu paham
sedangkan muamalah secara etimologi berarti perlakuan atau tindakan.
18
Secara terminologi muamalah memiliki makna secara luas dan secara sempit. Makna
luasnya adalah muamalah merupakan suatu konsepsi Islam mengenai aturan- aturan yang tertentu ditunjukan untuk mengatur urusan duniawi manusia yang
dapat menguntungkan semua pihak yang terlibat di dalamnya, sehingga akan berimplikasi terwujudnya kehidupan masyarakat yang harmonis yang
mengedepankan nilai-nilai keberagamaan dan kemasyarakatan.
19
Sedangkan makna muamalah dalam arti sempit ini, beberapa ulama yang mendefinisikan, diantaranya yaitu :
a. Hudlari Beik m endefinisikan muamalah dengan “semua akad yang
membolehkan manusia untuk saling menukar manfaat.” b. I
dris Ahmad mendefinisikan muamalah dengan “aturan-aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya
18
Isnawati Rais dan Hasanuddin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya Pada LKS Ciputat:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, h. 3.
19
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat Hukum Perdata Islam Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2009, h.8.
xxxv
untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik.”
c. Rasyid Rida mendefinisikan muamalah dengan “tukar menukar barang
atau sesuatu yang bermanfaat dengan cara-cara yang telah ditentukan ”.
Jadi dapat didefinisikan bahwa fiqh muamalat adalah ilmu yang menjelaskan berbagai ketentuan-ketentuan yang mengatur perilaku manusia
kepada manusia lainnya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dengan cara- cara yang dibenarkan oleh syara,
20
sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian kontemporer berarti sewaktu, semasa, pada waktu atau
masa yang sama, pada masa kini, dewasa ini. Jadi dapat disimpulkan bahwa fiqh muamalat kontemporer adalah
aturan-aturan Allah SWT yang wajib ditaati yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan kehartabendaan dalam bentuk
transaksi-transaksi yang modern.
21
Fiqh muamalat kontemporer juga dapat disimpulkan sebagai hasil isjtihad para ulama terhadap masalah hukum Islam yang terjadi pada masa
sekarang ini dengan menggali sumber hukum Islam berupa al- Qur‟an dan sunnah
serta mengintegrasikan iptek untuk kemaslahatan umat manusia di dunia dan di akhirat.
20
Rossi Aryani, “Muamalah Dalam Islam”, artikel diakses pada 16 Juni 2015 dari http:rumahbuku.weebly.combangku-imuamalah-dalam-islam
21
Dr. H. Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, h.28.
xxxvi
Munculnya isu fiqh kontemporer yaitu akibat adanya arus modernisasi yang meliputi hampir sebagian besar negara-negara yang dihuni oleh mayoritas
umat Islam.
22
Dengan adanya arus modernisasi tersebut, mengakibatkan munculnya berbagai macam perubahan dalam tataan sosial umat Islam, baik yang
menyangkut ideologi, politik, sosial, budaya, dan sebagainya. Berbagai perubahan tersebut seakan-akan cenderung menjauhkan umat dari nilai-nilai
agama. Perkembangan kehidupan manusia selalu berjalan sesuai dengan ruang
dan waktu, dan ilmu fiqh adalah ilmu yang selalu berkembang karena tuntutan kehidupan zaman. Dengan semakin berkembangnya arus informasi dan jaringan
komunikasi dunia, terjadi pulalah apa yang disebut dengan proses modernisasi. Modernisasi tersebut melahirkan berbagai macam bentuk perubahan baik secara
struktural maupun kultural.
23
Perubahan struktural berarti perubahan yang hanya meliputi struktur sosial belaka, yakni jalinan dan hubungan satu sama lain dari keseluruhan unsur
sosial. Unsur-unsur sosial yang pokok adalah kaidah-kaidah, lembaga-lembaga, kelompok-kelompok dan lapisan sosial. Sedangkan perubahan secara kultural
lebih bersifat ideologis atau imaterial yakni perubahan nilai-nilai, pemikiran, dan
22
Diyah Halimatusadiyah, “Fiqh Kontemporer”, artikel diakses pada 16 Juni 2015 dari http:diyahhalimatusadiya.blogspot.com201305fiqh-kontemporer.html
23
Muhammad Azhar, Fiqh Kontemporer Yogyakarta: Lesiska, 1996, h.57.
xxxvii
sebagainya. Dalam era modernisasi dewasa ini, salah satu aspek pemikiran yang turut mengalami perubahan adalah di bidang hukum Islam.
24
2. Ruang Lingkup Fiqh Muamalat Kontemporer
Ruang lingkup fiqh kontemporer mencakup masalah-masalah fiqh yang berhubungan dengan situasi kontemporer modern dan mencakup wilayah kajian
dalam al- Qur‟an dan Hadits. Kajian fiqh kontemporer tersebut dapat
dikategorikan ke dalam beberapa aspek :
25
9. Aspek hukum keluarga, seperti : akad nikah melalui telepon, penggunaan alat kontrasepsi, dan lain-lain.
10. Aspek ekonomi, seperti : sistem bunga dalam bank, zakat profesi, asuransi, dan lain-lain.
11. Aspek pidana, seperti : hukum pidana islam dalam sistem hukum nasional.
12. Aspek kewanitaan, seperti : busana muslimah jilbab, wanita karir, kepemimpinan wanita, dan lain-lain.
13. Aspek medis, seperti : pencangkokan organ tubuh atau bagian organ tubuh, pembedahan mayat, euthanasia, ramalan genetika, cloning,
penyebrangan jenis kelamin dari pria ke wanita atau sebaliknya, bayi tabung, percobaan-percobaan dengan tubuh manusia, dan lain-lain.
24
Ibid., h. 58.
25
Muhammad Azhar, Fiqh Kontemporer Yogyakarta: Lesiska, 1996, h.22.
xxxviii
14. Aspek teknologi, seperti : menyembelih hewan secara mekanis, seruan adzan atau ikrar basmalah dengan kaset, makmum kepada radio atau
televisi, dan lain-lain. 15. Aspek politik kenegaraan, seperti : perdebatan kenegaraan tentang
istilah “Negara Islam”, proses pemilihan pemimpin, loyalitas kepada penguasa kekuasaan, dan lain sebagainya.
16. Aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah, seperti :
tayammum dengan selain tanah debu, ibadah kurban dengan uang, menahan haid karena demi ibadah haji, dan lain sebagainya.
3. Kaidah-Kaidah Fiqh Muamalat Kontemporer
Kaidah umum muamalat yang berbunyi “Al-ashlu fil mu‟aamalati al-
ibahah illal an yadulla ad- daliilu „ala tahrimiha” yaitu pada dasarnya semua
praktek muamalah boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Selain itu para ulama berpegang kepada prinsip-prinsip utama muamalah,
seperti prinsip bebas riba, bebas gharar ketidakjelasan atau ketidak-pastian dan tadlis, tidak maysir spekulatif, bebas produk haram dan praktik akad fasidbatil.
Prinsip ini tidak boleh dilanggar, karena telah menjadi aksioma dalam fiqh muamalah.
26
26
Farid Ma‟ruf, “Hukum Multiakad Akad Gabungan”, artikel diakses pada 8 Juli 2015 dari https:konsultasi.wordpress.com20120715hukum-multiakad-akad-gabungan
xxxix
Pada dasarnya, kita masih dapat menerapkan kaidah-kaidah muamalat klasik namun tidak semuanya dapat diterapkan pada bentuk transaksi yang ada
pada saat ini dengan alasan karena telah berubahnya sosio-ekonomi masyarakat. Sebagaimana kaidah yang telah diketahui
“Al-muhafazah „alal qadim ash-sholih wal akhz bil jadid aslah mempertahankan milik lama yang baik dan
mengambil sesuatu yang baharu yang lebih baik
27
yaitu memelihara warisan intelektual klasik yang masih relevan dan membiarkan terus praktik yang telah
ada di zaman modern, selama tidak ada petunjuk yang mengharamkannya. Dengan kaidah di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa transaksi ekonomi pada
masa klasik masih dapat dilaksanakan selama relevan dengan kondisi, tempat dan waktu serta tidak bertentangan dengan apa yang diharamkan.
28
Dalam kaitan dengan perubahan sosial dan pengaruh dalam persoalan muamalah ini, nampak tepat analisis yang dikemukakan Ibnu Qayyim al-
Jauziyyah ketika beliau merumuskan sebuah kaidah yang amat relevan untuk diterapkan di zaman modern dalam mengantisipasi sebagai jenis muamalah yang
berkembang. Kaidah yang dimaksud adalah “tagyirul fatwa wa ikhtilafiha
bihasbi taghyiril azminati wal amkinati wal ahwali wa niyati wal awaid” berubah dan berbedanya fatwa sesuai dengan perubahan tempat, zaman, kondisi
sosial, niat, dan kebiasaan.
27
Hamzah Harun al- Rasyid, “Relevansinya Dalam Kehidupan Kontemporeri”, artikel diakses
pada 8 Juli 2015 dari http:hamzah-harun.blogspot.co.id201212relevansinya-dalam-kehidupan_92 59.html
28
Azharliqoh Ahmad, “Mengenal Fiqh Muamalat Kontemporer”, artikel diakses pada 8 Juli 2015 dari http:azharliqoh.blogspot.co.id201002mengenal-fiqih-muamalat-kontemporer.html?m=1
xl
Ada beberapa faktor yag dapat dijadikan sebagai acuan dalam menilai terjadinya perubahan, yaitu faktor tempat, faktor zaman, faktor kondisi sosial,
faktor niat, dan faktor adat kebiasaan. Faktor-faktor ini amat berpengaruh dalam menetapkan hukum bagi para mujtahid dalam menetapkan suatu hukum bidang
muamalah. Dalam menghadapi perubahan sosial yang disebabkan kelima faktor ini, yang akan dijadikan acuan dalam menetapkan suatu persoalan muamalah
adalah tercapainya maqashid al-syariah. Atas dasar itu, maqashid al-syariah lah yang menjadi ukuran keabsahan suatu akad atau transaksi muamalah.
B. Bank Syariah