Reaksi Tipe I Reaksi Tipe II Reaksi Tipe III Reaksi Tipe IV

banyak terjadi. Sel mast ditemukan dalam konjungtiva, koroid dan saraf mata serta mukosa konjungtiva yang merupakan komponen mata. Vitreus dan kornea avaskular dan tidak dimasuki sel mast. Uvea yang terdiri dari iris, badan siliaris dan choroid adalah jaringan mata yang paling ekstensif vaskularisasinya. Uvea terlibat primer dalam hipersensitivitas selular dan penyakit kompleks imun, sedangkan konjungtiva dilibatkan primer dalam hipersensitivitas cepat dan alergi. Kornea avaskular dan tidak terdapat sel mast, jadi pada keadaan normal tidak mengalami reaksi alergi akut, kornea juga disokong oleh sel – sel dendritik seperti dikonjungtiva, sel – sel dendritik pada epitel kornea juga disebut sel – sel langerhans. Kornea turut berpartisipasi dalam reaksi imun melalui jalur humoral dan komponen – komponen sel imun yang masuk dari periper melalui pembuluh darah limbus. . 1,4,6

II. REAKSI HIVERSENSITIVITAS

1,7,8,9

A. Reaksi Tipe I

Reaksi tipe I disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis reaksi alergi. Alergan yang masuk kedalam tubuh menimbulkan respon imun berupa produk IgE dan penyakit alergi. Antigen merangsang sel B untuk membentuk IgE dengan bantuan sel T helper Th. IgE diikat oleh sel mastbasofil. Antigen yang diikat IgE pada permukaan sel mast menginduksi pelepasan granul – granul sel mast mengandung amin – Aryani Atiyatul Amra : Ocular Immune Responses, 2007 USU Repository © 2008 protease, sintesa metabolik asam arakidonat prostaglandin, leukotrin dan sintesa berbagai sitokin yang merupakan mediator vasoaktif. Patogenesis reaksi alergi dimulai dengan interaksi antigen presenting cell APC CD4 + T helper 2 Th2 yang melepas interleukin – 4 IL – 4 dan sitokin – sitokin Th2 lainya.

B. Reaksi Tipe II

Reaksi tipe II disebut juga reaksi sitotoksik atau sitolitik, terjadi karena dibentuk antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel penjamu, dan mengikat reaksi yang terjadi disebabkan lisis dan bukan efek tosik, mungkin disebabkan aktivitas komplemen perkembangan dari kompleks penyerang membran dan dari pemilihan leukosit termasuk neutrofil, limfosit, dan makrofag, sehingga disebut “killer lymphocytes” limfosit pembunuh yang mungkin berpengaruh pada antibodi dependent cell cytotoxicity ADCC. Pada umumnya banyak peneliti menjelaskan bahwa respon tipe II ini tidak banyak berperan pada morbiditas kornea dan permukaan okular.

C. Reaksi Tipe III

Reaksi tipe III disebut juga reaksi kompleks imun, terjadi bila Aryani Atiyatul Amra : Ocular Immune Responses, 2007 USU Repository © 2008 kompleks antigen – antibodi ditemukan dalam sirkulasi dinding pembuluh darah atau jaringan dan mengaktifkan komplemen sekunder, sel efektor dan perekrutan. Kompleks imun bisa mengikat komplemen yang menarik leukosit polimorfonuklear. Antibodi yang berperan biasanya jenis IgM atau IgG

D. Reaksi Tipe IV

Reaksi tipe IV disebut juga reaksi “cell mediated”. Terjadi melalui imunitas yang dipengarui sensitas CD4 + T helper I Th 1 limfosit. Antigen berinteraksi dengan reseptor pada permukaan limfosit T dan menimbulkan pelepasan limfokin. Dermatitis kontak adalah suatu bentuk paling sering pada respon hipersensitifitas lambat eksternal mata yang disebabkan oleh lipid – larut, hapten dengan berat molekul rendah yang bisa menembus kulit dan beruntung masuk ke dalam lapisan epidermis, dimana dapat diambil oleh APC sepeti sel langerhans. Sel – sel tersebut kemudian memproses antigen dan mengaktifkan sensitas Sel T naif dalam organ limfosit, oleh ko–ekspresi proses antigen dan MHC kelas II antigen. Aryani Atiyatul Amra : Ocular Immune Responses, 2007 USU Repository © 2008

E. Reaksi Tipe V