banyak terjadi. Sel mast ditemukan dalam konjungtiva, koroid dan saraf mata serta mukosa konjungtiva yang merupakan komponen
mata. Vitreus dan kornea avaskular dan tidak dimasuki sel mast. Uvea yang terdiri dari iris, badan siliaris dan choroid adalah jaringan mata
yang paling ekstensif vaskularisasinya. Uvea terlibat primer dalam hipersensitivitas selular dan penyakit kompleks imun, sedangkan
konjungtiva dilibatkan primer dalam hipersensitivitas cepat dan alergi. Kornea avaskular dan tidak terdapat sel mast, jadi pada keadaan
normal tidak mengalami reaksi alergi akut, kornea juga disokong oleh sel – sel dendritik seperti dikonjungtiva, sel – sel dendritik pada epitel
kornea juga disebut sel – sel langerhans. Kornea turut berpartisipasi dalam reaksi imun melalui jalur humoral dan komponen – komponen
sel imun yang masuk dari periper melalui pembuluh darah limbus. .
1,4,6
II. REAKSI HIVERSENSITIVITAS
1,7,8,9
A. Reaksi Tipe I
Reaksi tipe I disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis reaksi alergi. Alergan yang masuk kedalam tubuh
menimbulkan respon imun berupa produk IgE dan penyakit alergi. Antigen merangsang sel B untuk membentuk IgE dengan
bantuan sel T helper Th. IgE diikat oleh sel mastbasofil. Antigen yang diikat IgE pada permukaan sel mast menginduksi
pelepasan granul – granul sel mast mengandung amin –
Aryani Atiyatul Amra : Ocular Immune Responses, 2007 USU Repository © 2008
protease, sintesa metabolik asam arakidonat prostaglandin, leukotrin dan sintesa berbagai sitokin yang merupakan
mediator vasoaktif. Patogenesis reaksi alergi dimulai dengan interaksi antigen presenting cell APC CD4
+
T helper 2 Th2 yang melepas interleukin – 4 IL – 4 dan sitokin – sitokin Th2
lainya.
B. Reaksi Tipe II
Reaksi tipe II disebut juga reaksi sitotoksik atau sitolitik, terjadi karena dibentuk antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen
yang merupakan bagian sel penjamu, dan mengikat reaksi yang terjadi disebabkan lisis dan bukan efek tosik, mungkin
disebabkan aktivitas komplemen perkembangan dari kompleks penyerang membran dan dari pemilihan leukosit termasuk
neutrofil, limfosit, dan makrofag, sehingga disebut “killer lymphocytes” limfosit pembunuh yang mungkin berpengaruh
pada antibodi dependent cell cytotoxicity ADCC. Pada umumnya banyak peneliti menjelaskan bahwa respon tipe II ini
tidak banyak berperan pada morbiditas kornea dan permukaan okular.
C. Reaksi Tipe III
Reaksi tipe III disebut juga reaksi kompleks imun, terjadi bila
Aryani Atiyatul Amra : Ocular Immune Responses, 2007 USU Repository © 2008
kompleks antigen – antibodi ditemukan dalam sirkulasi dinding pembuluh
darah atau jaringan dan mengaktifkan komplemen sekunder, sel efektor dan perekrutan.
Kompleks imun bisa mengikat komplemen yang menarik leukosit
polimorfonuklear. Antibodi yang berperan biasanya jenis IgM atau IgG
D. Reaksi Tipe IV
Reaksi tipe IV disebut juga reaksi “cell mediated”. Terjadi melalui imunitas yang dipengarui sensitas CD4
+
T helper I Th 1 limfosit. Antigen berinteraksi dengan reseptor pada permukaan limfosit T dan
menimbulkan pelepasan limfokin. Dermatitis kontak adalah suatu bentuk paling sering pada respon
hipersensitifitas lambat eksternal mata yang disebabkan oleh lipid – larut, hapten dengan berat molekul rendah yang bisa menembus kulit
dan beruntung masuk ke dalam lapisan epidermis, dimana dapat diambil oleh APC sepeti sel langerhans. Sel – sel tersebut kemudian
memproses antigen dan mengaktifkan sensitas Sel T naif dalam organ limfosit, oleh ko–ekspresi proses antigen dan MHC kelas II
antigen.
Aryani Atiyatul Amra : Ocular Immune Responses, 2007 USU Repository © 2008
E. Reaksi Tipe V