Efficacy of orally administered kappa carrageenan to enhance nonspecific immune responses and resistance of african catfish Clarias sp. against Aeromonas hydrophilla

(1)

PEMBERIAN KAPPA-KARAGENAN SECARA ORAL

PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. UNTUK MENINGKATKAN RESPONS IMUN NON-SPESIFIK DAN RESISTENSI

TERHADAP Aeromonas hydrophila

JAKOMINA METUNGUN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Pemberian Kappa-Karagenan secara Oral pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp. untuk Meningkatkan Respons Imun Non-Spesifik dan Resistensi terhadap Aeromonas hydrophila adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2012

Jakomina Metungun C151090111


(3)

ABSTRACT

JAKOMINA METUNGUN. Efficacy of orally administered kappa-carrageenan to enhance nonspecific immune responses and resistance of african catfish Clarias sp. against Aeromonas hydrophilla. Under direction of SUKENDA and SRI NURYATI.

A study to evaluate the role of k-carageenan in varying dose to prevent A. hydrophilla infection was conducted. Experiment comprised by two stages. The first stage which to obtain the best dose, had performed by suplementation the k-carageenan at rate 5 g/kg, 10 g/kg, 20 g/kg of fish feed, and control. After four weeks rearing all fish except in negative group was chalenged by A. hydrophilla with consentration 108 cfu/fish that performed by means intramusculary injection. The best dose then determined according to survival and hematology assay of fish. The second stages studied about efficacy of duration administration at daily, seven days, 14 days, and 21 days of the best outcoming dose, where the efficacy determined through the growth rate and survival rate of fish during14 days post-infection. The results showed that fish in group 10g kg-1 had better performance compared to other chalenged group. The value of suvival rate, total haemoglobin, hematocrite, eritrocyte count, leucocyte count, and phagocytic activity were 95,83%; 10,40±1,25 g%; 33,47±1,47%; 2,19±0,06 (106 cell/mm3); 14,47 ± 0,96 (105 sel/mm3); and 16,35 ±1,10% respectively. Moreover, even not support survival rate of fish at best (only 71%, lower than 80% at 21 days treatment), application at 14 days had considered as the best duration administration due to it’s support to the growth rate of fish at best (28g) when compared to others. Then, it was conclude that administration at rate 10 g/kg in combination with 14 days application, had better effect to elevate the immune system of catfish.


(4)

RINGKASAN

JAKOMINA METUNGUN. Pemberian Kappa-Karagenan secara Oral pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp. untuk Meningkatkan Respons Imun Non-Spesifik dan Resistensi terhadap Aeromonas hydrophila. Dibimbing oleh SUKENDA dan SRI NURYATI.

Ikan lele dumbo (Clarias sp.) merupakan ikan air tawar yang banyak dibudidaya secara intensif hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan ikan lele dumbo merupakan salah satu komoditas unggulan, sangat popular serta mempunyai prospek pasar yang baik. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal maupun internasional adalah budidaya intensif dengan padat tebar tinggi dan pemberian pakan yang intensif serta penggunaan air secara berulang, berpotensi menimbulkan stress pada ikan yang akan mempengaruhi kondisi kesehatan ikan. Salah satu kendala penyebab kegagalan budidaya ikan lele adalah penyakit. Penyakit yang umumnya menyerang ikan lele adalah bakteri Aeromonas hydrophila. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian ikan lele yang tinggi dalam jangka waktu yang pendek. Pengendalian penyakit ini sering dilakukan dengan menggunakan antibiotik ataupun bahan-bahan kimia lainnya namun memberikan efek yang negatif bagi ikan, lingkungan, dan juga bagi konsumen ikan. Imunostimulan merupakan senyawa kimia, obat atau bahan lain yang mampu meningkatkan mekanisme respon spesifik dan non spesifik ikan. Penggunaan imunostimulan dari makro alga telah banyak dilakukan yaitu dari jenis Kappaphycus alvarezii yang diketahui mengandung k-karagenan yang dapat meningkatkan sistem imun ikan. Tujuan penelitian ini adalah 1). Menguji pengaruh pemberian κ-karagenan dengan dosis berbeda dalam pakan terhadap infeksi bakteri A. hydrophila 2). Menguji pengaruh dosis terbaik dalam pakan terhadap perubahan parameter makroskopis dan mikroskopis. 3). Menguji durasi pemberian κ-karagenan yang efektif untuk ketahanan ikan lele terhadap infeksi bakteri A. hydrophila.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Desember 2011 di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Intitut Pertanian Bogor. Tahap penelitian meliputi tiga tahap penelitian yaitu 1). pengaruh pemberian κ-karagenan dengan dosis berbeda dalam pakan terhadap infeksi bakteri A.hydrophila. Tahap ini terdiri dari lima perlakuan dan tiga kali ulangan yaitu kontrol positif pakan tanpa k-karagenan, diuji tantang dengan bakteri A.hydrophila, kontrol negatif pakan tanpa k-karagenan, diinjeksi PBS, 5g/kg-1 pakan, 10g/kg-1 pakan dan pemberian k-karagenan 20g/kg-1 pakan. Tahap 2). Pengaruh dosis terbaik dalam pakan terhadap perubahan parameter makroskopis dan mikroskopis. Tahap ini terdiri dari tiga perlakuan dan tiga kali ulangan yaitu kontrol negatif, kontrol positif, dan perlakuan dosis terbaik (PDT). Tahap ke-3). Menguji durasi pemberian κ -karagenan yang efektif untuk ketahanan ikan lele terhadap infeksi bakteri A. hydrophila. Tahap ini terdiri dari enam perlakuan dan tiga kali ulangan yaitu Kontrol negatif (K-), Kontrol positif (K+), PB1:1 kali pemberian pada minggu I


(5)

(selama 7 hari), PB2: 2 kali pemberian pada minggu I dan II (selama 14 hari) dan PB3: 3 kali pemberian pada minggu I, III dan V.

Hasil penelitian menunjukkan hemoglobin, hematokrit dan eritrosit total tertinggi diperoleh pada perlakuan 10gkg-1pakan yaitu berturut-turut 10,40±1,25(g%), 33,47±1,47 (%), 2,19±0,06(106 sel/mm3). Leukosit total, differensial leukosit dan aktivitas fagositik tertinggi selama penelitian juga diperoleh pada perlakuan 10 g kg-1pakan yaitu leukosit total sebesar 14,47 ± 0,96 (105 sel/mm3), limfosit sebesar 68,42±1,00%, monosit sebesar 10, 88 %, netrofil 11,58% dan trombosit 15,27%, aktivitas fagositik sebesar 16,35 ±1,10%. Dari hasil uji statistik, perlakuan 10g kg-1pakan mempunyai tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar 95,83% berturut-turut perlakuan A sebesar 91,67%, perlakuan C sebesar 83,33%, kontrol positif sebesar 53,33%. Sedangkan kontrol negatif sebesar 100% karena tidak disuntik bakteri A.hydrophila namun disuntik dengan PBS. Hasil uji lanjut duncan menunjukkan bahwa perlakuan A, B dan C berbeda nyata (P<0,05) dengan kontrol positif. Hal ini diduga karena pemberian k-karagenan dapat menghambat infeksi bakteri A.hydrophila sehingga dapat mempertahankan kelangsunan hidup ikan lele dumbo.

Pemberian k-karagenan dengan dosis 10g kg-1 pakan dapat mencegah infeksi bakteri A.hydrophila berdasarkan gejala klinis yang ditimbulkan berupa radang, hemoragi dan tukak menunjukkan skoring yang rendah dimana k-karagenan dapat mencegah infeksi, membatasi penularan dan menyingkirkan jaringan yang rusak. Uji histopatologi juga menunjukkan tingkat kerusakan yang lebih ringan jika dibandingkan dengan kontrol. Pemberian k-karagenan dengan durasi pemberian 14 hari selama masa pemeliharaan lima minggu mampu meningkatkan pertumbuhan mutlak ikan lele sebesar 28g dan memberikan kelangsungan hidup sebesar 71%.


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

PEMBERIAN KAPPA-KARAGENAN SECARA ORAL

PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. UNTUK MENINGKATKAN RESPONS IMUN NON-SPESIFIK DAN RESISTENSI

TERHADAP Aeromonas hydrophila

JAKOMINA METUNGUN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(8)

(9)

Judul Proposal

:

Pemberian Kappa-Karagenan secara Oral pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp. untuk Meningkatkan Respons Imun Non-Spesifik dan Resistensi terhadap Aeromonas hydrophila

Nama : Jakomina Metungun

NIM : C151090111

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sukenda, M.Sc

Ketua Anggota

Dr. Sri Nuryati, S.Pi, M.Si

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Akuakultur

Prof. Dr. Enang Harris Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas Anugerah dan penyertaan-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul Pemberian Kappa-Karagenan secara Oral pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp. untuk Meningkatkan Respons Imun Non-Spesifik dan Resistensi terhadap Aeromonas hydrophila. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada program Magister Sains di Program Studi Ilmu Akuakultur Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Ir. Sukenda, M.Sc dan Dr.Sri Nuryati, S.Pi, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberikan bimbingan dan arahan sejak pengajuan proposal penelitian, pelaksanaan penelitian sampai akhir penulisan tesis ini.

2. Dr. Dinamella Wahjuningrum, S.Si, M.Si selaku penguji luar komisi yang telah memberikan saran dan masukan-masukan untuk penyempurnaan tesis ini.

3. Prof. Enang Harris selaku ketua program studi yang telah banyak membantu penulis selama mengikuti pendidikan S2 di IPB.

4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) yang telah memberikan beasiswa Bantuan Program Pascasarjana (BPPS 2009/2010) selama mengikuti pendidikan S2.

5. Direktur Politeknik Perikanan Negeri Tual dan seluruh civitas akademika Politeknik Perikanan Negeri Tual.

6. Bpk. Ranta sebagai teknisi Laboratorium Kesehatan Ikan (LKI) dan Rahman AKU 2009 yang telah banyak membantu penulis selama pelaksanaan penelitian.

7.Ayahanda Johosua Metungun (Alm) dan Ibu Jomima Metungun, Ayahanda mertua Bapak Miru, Bapak Jonadap Lotwakla dan Ibunda mertua Mama Miru, Mama Yosmina Miru, yang telah memberikan doa, kasih sayang, bantuan dan semangat yang tak henti-hentinya kepada penulis. Kakak-kakak


(11)

tersayang dan keluarga terima kasih atas doa, bantuan dan semangat yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan S2.

8. Suami tercinta Djemris Marnex Miru dan Anak-anakku Alstjo Leonel Marnex Miru dan Aldren Fredy Marnex Miru, terima kasih atas doa, pengertian, kasih sayang dan pengorbanan yang diberikan.

9. Mba Dian Febriani dan suami Mas Mufit serta anak-anak (uni faya, Isad dan dede Zia) terima kasih atas bantuan yang diberikan kepada penulis selama penelitian sampai akhir penulisan tesis ini.

10.Rekan-rekan Program studi Ilmu Akuakultur 2009 dan Persatuan Mahasiswa Maluku (Permama) serta semua pihak yang tak disebutkan satu persatu terima kasih atas bantuan dan doa yang diberikan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan pengetahuan dan wawasan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran, masukan dan kritikan untuk perbaikan serta kesempurnaan penulisan selanjutnya. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Bogor, Juni 2012


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ohoiel Maluku Tenggara pada tanggal 01 Maret 1979, dari Bapak Alm. Johosua Metungun dan Ibu Yomima Metungun. Penulis merupakan putri kedelapan dari delapan bersaudara. Pendidikan sekolah dasar diselesaikan pada tahun 1992 di SD Kristen Ohoiel, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama pada tahun 1995 di SLTP Negeri 04 Tual dan Sekolah Menengah Umum pada tahun 1998 di SMU Kristen Tual . Pada tahun 2002 penulis tercatat sebagai mahasiswa di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Tahun 2005 penulis berhasil menyelesaikan studi S1 dan pada tahun 2009 penulis melanjutkan studi di Mayor Ilmu Akuakultur Sekolah Pascasarjana IPB.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan dan Manfaat ... 5

1.4 Hipotesis... 5

II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Rumput laut Kappaphycus alvarezii ... 6

2.2 Kappa-Karagenan ... 6

2.3 Respon Imun Ikan ... 7

2.4 Bakteri Aeromonas hydrophila ... 9

2.5 Imunostimulan ... 10

III METODE PENELITIAN ... 14

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

3.2 Persiapan Penelitian ... 14

3.2.1 Ekstraksi Rumput Laut ... 14

3.2.2 Penyediaan Suspensi Bakteri A.hydrophila ... 15

3.3 Pelaksanaan Penelitian ... 16

3.4 Pemerikasaan Parameter Penelitian ... 20

3.4.1 Pengambilan Sampel Darah ... 20

3.4.2 Pengukuran Hematokrit (Anderson & Siwicki 1993) ... 20

3.4.3 Eritrosit Total (Blaxhall & Daisley 1973) ... 21

3.4.4 Leukosit Total (Blaxhall & Daisley 1973) ... 21

3.4.5 Diferensial Leukosit (Amlacher 1970) ... 21

3.4.6 Aktivitas Fagositik (Anderson & Siwicki 1993) ... 22

3.4.7 Histopatologi ... 22

3.4.8 Kelangsungan Hidup (Effendie 1997) ... 24

3.4.9 Pertambahan Bobot Mutlak ... 24


(14)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1 Pengaruh Pemberian K-Karagenan dengan Dosis Berbeda dalam Pakan Terhadap Infeksi Bakteri A.hydrophila ... 25

4.1.1 Gambaran Darah Ikan Lele ... 25

4.1.2 Kelangsungan Hidup Ikan lele ... 36

4.2 Perubahan Parameter Makroskopis dan Mikroskopis Ikan Lele Pasca Infeksi Bakteri A.hydrophila ... 37

4.2.1 Gejala Klinis ... 37

4.2.2 Histopatologi ... 40

4.3 Durasi Pemberian K-Karagenan yang Efektif untuk Ketahanan Ikan Lele terhadap Infeksi Bakteri A.hydrophila ... 44

4.3.1 Kelangsungan Hidup Ikan Lele ... 44

4.3.2 Pertumbuhan Ikan Lele ... 45

V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

5.1 Kesimpulan ... 46

5.2 Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Cara penentuan skoring gejala klinis ... 19 2. Persentase jumlah limfosit, monosit, netrofil dan trombosit

ikan lele selama penelitian ... 34 3. Pertambahan bobot mutlak ikan lele pada perlakuan durasi


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Hemoglobin ikan lele selama empat minggu perlakuan pemberian k-karagenan sebesar 0g (K), 5g (A), 10g (B) dan 20g (C) kg-1

pakan ... 28

2. Hematokrit ikan lele selama empat minggu perlakuan pemberian k-karagenan sebesar 0g (K), 5g (A), 10g (B) dan 20g (C) kg-1 pakan ... 29

3. Eritrosit total ikan lele selama empat minggu perlakuan pemberian k-karagenan sebesar 0g (K), 5g (A), 10g (B) dan 20g (C) kg-1 pakan ... 31

4. Leukosit total ikan lele selama perlakuan pemberian k-karagenan sebesar 0g (K), 5g (A), 10g (B) dan 20g (C) kg-1 pakan ... 32

5. Aktivitas fagositik ikan lele selama perlakuan pemberian k-karagenan sebesar 0g (K), 5g (A), 10g (B) dan 20g (C) kg-1 pakan ... 38

6. Kelangsungan hidup ikan lele pasca infeksi bakteri A.hydrophilla Kontrol positif (K+), Kontrol negatif (K-), 5g (A), 10g (B) dan 20g (C) kg-1 pakan ... 39

7. Ikan lele dumbo yang mengalami radang ... 40

8. Ikan lele yang mengalami hemoragi ... 41

9. Ikan lele yang mengalami tukak ... 41

10.Skoring rata-rata gejala klinis ikan lele dumbo pasca infeksi A.hydrophila ... 42

11.Histologi kulit ikan lele dumbo ... 44

12.Histologi hati ikan lele dumbo ... 45

13.Histologi ginjal ikan lele dumbo ... 46


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Jumlah hemoglobin (G%) pada masing-masing perlakuan dan uji

statistik ... 55 2. Jumlah hematokrit (%) pada masing-masing perlakuan dan uji

Statistik ... 58 3. Eritrosit total (x106 sel/mm3) pada masing-masing perlakuan dan

uji statistik ... 61 4. Leukosit total (x105 sel/mm3) pada masing-masing perlakuan dan

uji statistik ... 65 5. Data persentase differensial leukosit dan aktivitas fagositik pada

masing-masing perlakuan ... 69 6. Kelangsungan hidup (%) ikan lele pada masing - masing perlakuan

pasca infeksi bakteri Aeromonas hydrophila (Tahap I) ... 74 7. Gejala klinis dan diameter kelainan klinis ikan lele kontrol positif

pasca infeksi bakteri Aeromonas hydrophila ... 75 8. Skoring diameter kelainan klinis ikan lele kontrol positif pasca

infeksi bakteri Aeromonas hydrophila ... 76 9. Gejala klinis dan diameter kelainan klinis ikan lele dosis terbaik

pasca infeksi bakteri Aeromonas hydrophyla ... 77 10.Skoring diameter kelainan klinis ikan lele dosis terbaik pasca

infeksi bakteri Aeromonas hydrophila ... 78 11.Kelangsungan hidup (%) ikan lele pasca infeksi bakteri Aeromonas

hydrophila ... 79 12.Pertambahan bobot mutlak (g) ikan lele masing-masing perlakuan


(18)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan lele dumbo (Clarias sp.) merupakan ikan air tawar yang banyak dibudidaya secara intensif hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan ikan lele dumbo merupakan salah satu komoditas unggulan, sangat popular serta mempunyai prospek pasar yang baik. Beberapa kelebihan atau keunggulan lele dumbo dibandingkan dengan jenis ikan lainnya yaitu pertumbuhannya lebih cepat dan dapat mencapai ukuran lebih besar, lebih banyak kandungan telurnya serta pemeliharaan dan pemberian pakan lebih mudah (Mahyuddin 2008). Jenis ikan ini mudah dipelihara, karena tidak membutuhkan banyak pergantian air serta oksigen, sebab ikan lele mempunyai alat pernapasan tambahan berupa arborescent organ yang memungkinkannya mengambil oksigen langsung dari udara (Saanin 1968; Viveen et al. 1985 dalam Angka 2005). Ikan lele sangat digemari oleh masyarakat sehingga permintaan akan ikan lele semakin meningkat. Berdasarkan data statistik perikanan budidaya ikan lele Indonesia dari tahun ke tahun selalu mengalami kenaikan. Kenaikan rata-rata setiap tahunnya sebesar 39,66% dan pada tahun 2010, produksi ikan lele menjadi 242.811 ton (2010) dari 144.755 ton (2009) atau naik sebesar 67,74% (DJPB 2011).

Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan pasar adalah budidaya intensif dengan padat tebar tinggi dan pemberian pakan yang intensif serta penggunaan air secara berulang, berpotensi menimbulkan stress pada ikan yang akan mempengaruhi kondisi kesehatan ikan. Salah satu kendala penyebab kegagalan budidaya ikan lele adalah penyakit. Menurunnya kondisi pertahanan tubuh ikan akan memudahkan masuknya patogen, sehingga memperbesar peluang terjangkitnya wabah penyakit ikan. Penyakit bakterial merupakan salah satu masalah yang dihadapi pada usaha budidaya ikan. Kerugian yang diakibatkan biasanya tidak sedikit yaitu antara lain berupa kematian ikan dan penurunan kualitas ikan. Salah satu penyebab utama peningkatan populasi bakteri adalah adanya pencemaran air oleh penumpukan sisa pakan dan kotoran yang membusuk pada dasar kolam. Penyakit yang sering ditemukan menginfeksi ikan-ikan air


(19)

Septicaemia) dikenal juga sebagai penyakit bercak merah (red spot disease) akibat terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila (Angka 2004) dan dapat menyebabkan mortalitas yang tinggi pada ikan lele dumbo. Penyakit bercak merah dengan gejala haemorrhagic septicaemia sering timbul sebagai wabah pada ikan lele di Asia Tenggara sampai sekarang. Pertama kali wabah penyakit ini terjadi di Jawa Barat pada tahun 1980, dan menyebabkan kematian 82,2 ton dalam waktu 1 bulan (Angka et al. 1982).

Pengendalian penyakit sering dilakukan dengan menggunakan antibiotik atau bahan-bahan kimia. Pemakaian antibiotik untuk jangka panjang tentu saja akan menimbulkan efek negatif baik bagi ikan, lingkungan dan bagi konsumen ikan (Vadstein 1996) serta dapat meningkatkan resistensi bakteri terhadap antibiotik (Cheng et al. 2008). Oleh karena itu pencegahan penyakit dengan menggunakan bahan-bahan yang dapat menimbulkan kekebalan baik dengan menggunakan vaksin maupun imunostimulan telah banyak diteliti. Berbagai bahan seperti polisakarida, ekstrak tumbuhan dan beberapa nutrien semakin mendapat perhatian untuk digunakan dalam pakan sebagai imunostimulan (Misra et al. 2006; Pais et al. 2008). Bahan imunostimulan ini dapat diekstrak dari rumput laut. Dinding sel dari alga laut kaya akan polisakarida sulfat (SPs) seperti karagenan dalam alga merah, yang memiliki senyawa bioaktif yang menguntungkan sebagai anti koagulan, antiviral, anti oksidatif, anti kanker, dan aktivitas modulasi sistem imun (Wijesekara 2011).

Imunostimulan merupakan senyawa kimia, obat atau bahan lain yang mampu meningkatkan mekanisme respon spesifik dan non spesifik ikan (Anderson 1992). Banyak perhatian telah ditujukan mengenai penggunaan imunostimulan pada akuakultur untuk mengendalikan infeksi penyakit (Bricnell & Dalmo 2005), diantaranya penggunaan makroalga laut. Indonesia sebagai negara tropis, mempunyai perairan yang luas dengan rumput laut yang berlimpah dan bahkan secara intensif telah dibudidayakan. Diantara rumput laut tersebut, yang banyak dibudidayakan adalah Kappaphycus alvarezii (Anggadiredja 2006). K-karagenan sangat penting digunakan pada industri pangan, farmasi, kosmetika dan bioteknologi. Bahkan penggunaan k-karagenan sebagai imunostimulan telah dikembangkan di negara sub tropis seperti di Taiwan. K-karagenan tersebut


(20)

telah dilaporkan dapat memodifikasi beberapa komponen sistem imun pada ikan dan meningkatkan proteksi terhadap infeksi bakteri (Castro et al. 2006).

Beberapa studi telah menguji pemakaian imunostimulan pada organisme akuatik untuk meningkatkan imunitas dan ketahanan terhadap patogen dengan penggunaan makro alga laut. Pemberian imunostimulan yaitu lipopolisakarida, levamisol dan S. cerevisiae dengan dosis pemaparan selama 10 menit dapat meningkatkan respon non spesifik (respon seluler) yakni lekosit (total dan jenis-jenis lekosit), aktivitas fagositik respon seluler, respon spesifik (humoral) yakni antibodi terhadap infeksi bakteri A. hydrophila (Alifuddin 1999). Penggunaan imunostimulan sebagai pakan suplemen dapat meningkatkan pertahanan alami ikan sehingga resisten terhadap patogen selama periode strees (Kumari dan Sahoo 2006). Penambahan S. plantesis dalam pakan dengan dosis 4% kg-1 pakan, periode pemberian diskontinyu dan lama pemberian 28 hari, dapat meningkatkan ketahanan tubuh ikan koi terhadap virus herpes dengan prosentase ikan terinfeksi 20% (Amrullah 2004). Imunostimulan mengaktifkan mekanisme pertahanan non spesifik, cell-mediated immunity dan respon imun spesifik. Pemberian kitosan pada ikan lele memberikan respon imun non-spesifik yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Pemberian kitosan meningkatkan jumlah eritrosit, leukosit dan kadar hematokrit, hemaglobin dan indeks fagositik ikan. Disamping itu prosentase limfosit, netrofil, monosit dan trombosit pada lebih baik pada ikan-ikan yang diberi kitosan dibandingkan ikan kontrol dengan prosentase tertinggi pada kelompok ikan yang diberi kitosan 6 µg/g (Sukenda et al. 2008).

Jasmanindar (2009), ekstrak Gracilaria verrucosa memiliki kemampuan untuk menstimulasi sistem ketahanan pada udang Litopenaeus vannamei. Pemberian ekstrak G.verrucosa yang berulang dengan interval waktu tertentu yaitu 2 kali pemberian selama 30 hari pemeliharaan mampu memberikan kelangsungan hidup hingga 86%. Suryati (2010) menyatakan bahwa pemberian k-karagenan melalui injeksi dapat meningkatkan respon imun non spesifik pada ikan lele dumbo, yang terukur dari kadar hematokrit, kadar hemoglobin, jumlah sel darah merah, jumlah sel darah putih, diferensial leukosit dan indeks fagositik. Selanjutnya pemberian k- karagenan dapat mencegah perkembangan infeksi


(21)

bakteri Aeromonas hydrophila berdasarkan gejala klinis maupun histopatologi pada organ kulit, ginjal dan hati, dengan tingkat kerusakan yang lebih ringan.

Penggunaan k-karagenan sangat berpotensi untuk pengendalian penyakit. Disamping itu, k-karagenan sangat aman digunakan dalam kontrol penyakit sebab bahan ini selain tidak meninggalkan residu dalam tubuh, juga tidak mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, sangat diperlukan penelitian tentang k-karagenan sebagai imunostimulan terhadap respon imun non-spesifik dan resistensi penyakit pada ikan lele dumbo (Clarias sp.) melalui pakan.

1.2 Perumusan Masalah

Mortalitas yang tinggi pada ikan lele yang terserang penyakit MAS

(Motile Aeromonad Septicaemia) merupakan masalah utama dalam kegiatan

budidaya. Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya ketahanan tubuh ikan dan faktor lingkungan yang buruk sehingga memicu terjadinya penyakit yang diakibatkan oleh bakteri A. hydrophila.

Alternatif yang dapat dilakukan untuk menghindari mortalitas yang tinggi pada budidaya ikan lele dumbo, adalah pengendalian serangan penyakit dengan menggunakan imunostimulan. Penggunaan imunostimulan telah menarik perhatian dan telah dilakukan sebagai suatu pendekatan yang lebih ramah lingkungan terhadap pengendalian penyakit ikan (Raa 1996; Sakai 1999; Peddie et al. 2002). Bahan imunostimulan ini dapat diekstrak dari rumput laut. K-karagenan adalah jenis K-karagenan yang diekstrak dari Kappaphycus alvarezii dan Gigartina radula (Renn 1997).

Pemberian imunostimulan harus memperhatikan dosis optimal yang digunakan (Anderson 1992), karena dosis yang tinggi dapat menekan mekanisme pertahanan, dan dosis yang rendah bisa tidak efektif atau tidak cukup untuk memberikan respon imun. Disamping itu juga durasi periode pemberian imunostimulan untuk mencapai proteksi yang optimal juga merupakan hal yang penting dalam pemberian imunostimulan (Couso et al. 2003). Menurut Cheng et al. 2004 bahwa pemberian imunostimulan secara berkelanjutan diperlukan untuk lebih memberikan kemampuan imun. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan


(22)

untuk menguji pengaruh κ-karagenan yang diekstrak dari rumput laut K.alvarezii dalam meningkatkan respon imun dan ketahanan ikan lele dumbo (Clarias sp.) terhadap serangan bakteri A. hydrophila melalui pakan.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitan ini adalah sebagai berikut:

1. Menguji pengaruh pemberian κ-karagenan dengan dosis berbeda dalam pakan terhadap infeksi bakteri A. hydrophila.

2. Menguji pengaruh dosis terbaik dalam pakan terhadap perubahan parameter makroskopis dan mikroskopis pada ikan lele dumbo.

3. Menguji durasi pemberian κ-karagenan yang efektif untuk ketahanan ikan lele terhadap infeksi bakteri A. hydrophila.

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang dosis κ -karagenan yang optimal dan durasi pemberian κ-karagenan yang efektif untuk ketahanan ikan lele terhadap infeksi bakteri A. hydrophila. Sehingga penggunaan k-karagenan pada budidaya ikan lele dapat mengatasi permasalahan penyakit.

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah pemberian k-karagenan melalui pakan dengan dosis dan durasi pemberian yang tepat dapat meningkatkan respon imun non spesifik dan resistensi bakteri Aeromonas hydrophila


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumput Laut (Kappaphicus alvarezii)

Rumput laut (Sea weed) adalah ganggang berukuran besar atau macro algae yang merupakan tanaman tingkat rendah atau termasuk dalam devisi thallophyta. Marfologi tanaman ini hanya terdiri dari thallus, tidak mempunyai akar, batang dan daun sejati. Fungsi ketiga bagian tersebut digantikan oleh thallus (Meiyana et al. 2001). Jenis-jenis rumput laut yang telah di budidayakan di Indonesia antara lain : Eucheuma denticulatum, Kapaphycus alvarezii, Gracilaria verucosa, G. gigas, G. lichenoides dan G. corifervoides (Angadiredja et al. 1996). Rumput laut jenis Kapaphycus alvarezii atau dikenal dengan Eucheuma cotonii adalah salah satu jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan karena jenis ini banyak mengandung karagenan yang tinggi, sehingga banyak digunakan pada industri makanan, farmasi dan kosmetik (Meiyana et al. 2001). Rumput laut mengandung beberapa kandungan penting seperti agar-agar, karagenan dan alginat.

2.2 Kappa-Karagenan

Karagenan merupakan senyawa polisakarida yang tersusun dari unit D-Galaktosa dan L-D-Galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa yang dihubungkan oleh ikatan 1-4 glikosilik. Setiap unit galaktosa mengikat gugus sulfat. Jumlah sulfat pada karagenan lebih kurang 35,1%. Berdasarkan strukturnya karagenan dibagi menjadi tiga jenis yaitu kappa, iota dan lamda karagenan. Kappa-karagenan tersusun dari (1- >3) D–Galaktosa–4 sulfat dan (1 - > 4) 3,6 anhydro–D– Galaktosa. Iota karagenan mengandung 4–sulfat ester pada setiap residu D– galaktosa dan 2 sulfat ester pada setiap gugusan 3,6 anhydro D–Galaktosa, sedangkan lamda karagenan memiliki sebuah residu disulfhated (1 – 4) D– Galaktosa (Akbar et al. 2001). Kadar k-karagenan dalam setiap species Kappaphycus alvarezii berkisar antara 54%-73% di Tanzania, sedangkan di Indonesia berkisar antara 61,5 % - 67,5 % (Atmadja et al. 1996 dan Silva et al. 1996).


(24)

Dinding sel dari alga laut kaya akan polisakarida sulfat (SPs) seperti karagenan dalam alga merah, yang memiliki senyawa bioaktif yang menguntungkan sebagai anti koagulan, antiviral, anti oksidatif, anti kanker, dan aktivitas modulasi sistem imun (Wijesekara 2011). Kegunaan struktur molekul polisakarida dalam aktivitas immunomodulatory telah diketahui dari beberapa penelitian polisakarida dari beberapa spesies rumput laut dapat menstimulasi aktivitas respiratory burst dari fagosit turbot, proses yang berperan penting dalam membunuh mikroba (Castro et al. 2006). Metabolit primer yang umumnya merupakan senyawa poliskarida dan bersifat ”Hidrokoloid” seperti karagenan, agar, alginate dan turcelaran digunakan sebagai senyawa ”additive” dalam industri farmasi. Metabolit primer asam-asam amino sebagai sumber gizi, serta metabolit sekunder yang merupakan senyawa ”bioactive substances” dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai obat (Angadiredja et al. 1996).

Fungsi utama karagenan antara lain sebagai pengatur keseimbangan, bahan pengental pembentuk gel dan pengemulsi. (Akbar et al. 2001). Beberapa penelitian tentang penggunaan karagenan, antara lain menggunakan ekstrak panas dari G. amansii dan G. tenuistipitatai dan karagenan menunjukan pengaruh positif pada ketahanan ikan dan udang terhadap infeksi patogen (Fujiki et al. 1992 ; Hou dan Chen 2005 ; Fujiki et al. 1997a ; Fujiki et al. 1997b), dan terjadi peningkatan Total Hemocyte Count (THC), aktivitas Phenoloxsidase pada L. vanamei melalui injeksi, perendaman dan pengaturan pada pakan dengan ekstraksi dari G. amansii dan peningkatan ketahanan terhadap injeksi bakteri Vibrio alginolyticus (Fu et al. 2007).

2.3 Respon Imun Ikan

Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Sistem imun adalah gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi sedangkan imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Sistem pertahanan imun terdiri atas sistem imun alamiah atau non spesifik (natural/innate/native) dan didapat atau spesifik


(25)

(adaptive/acquired) (Baratawidjaja 2006). Aktivitas respon imunitas tersebut dapat distimulasi oleh imunostimulator (Anderson 1992).

Respon imunitas dibentuk oleh jaringan limfoid (organ yang merespon antigen) yang menyatu dengan jaringan myeloid (organ penghasil darah) dan dikenal dengan nama jaringan limfomyeloid. Jaringan tersebut dibentuk dari jaringan granolopoietik yang kaya dengan enzim lisozim yang diduga mempunyai peranan penting dalam reaksi kekebalan tubuh. Organ limfomyeloid pada ikan teleostei adalah limpa, timus dan ginjal anterior (Fange 1982). Produknya berupa sel-sel darah dan respon pertahanan seluler dan humoral (Anderson 1992). Ada beberapa substansi sel dan organ yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh suatu organisme. Elemen-elemen tersebut sering disebut dengan sistem kekebalan (immune system). Organ yang termasuk dalam sistem kekebalan adalah sistem “Reticulo Endothelial” , limfosit, plasmosit, dan fraksi serum protein tertentu. Sistem reticulo endothelial pada ikan terdiri atas : bagian anterior ginjal, thymus, limfa (spleen), dan hati (pada awal perkembangan). Suatu jaringan yang menyerupai jaringan limfoid pada usus ikan diduga mempunyai peranan dalam mekanisme kekebalan tubuh.

Sel yang berperan dalam sistem tanggap kebal terdiri dari dua jenis sel limfosit yaitu limfosit –B dan limfosit-T. Aktivitas yang pasti dari sel –T pada ikan belum banyak diketahui tapi yang jelas peran utamanya adalah dalam sistem kekebalan seluler dan biasanya disebut dengan keimunan perantara sel (cell mediated immunity). Sel –B berperan dalam produksi imunoglobulin melalui rangsangan pada limfa dan mungkin hati pada ikan. Ikan tidak memiliki nodulus limfatikus (Supriyadi 1995).

Mekanisme pertahanan tubuh dari hewan yang paling sederhana ialah fagositosis (Supriyadi 1995). Meskipun berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis, tetapi sel utama yang berperan dalam pertahanan nonspesifik adalah sel mononuklear (monosit dan makrofag) serta polimorfonuklear atau granulosit. Sel-sel ini berperan sebagai sel yang menangkap antigen, mengolah dan selanjutnya mempresentasikannya kepada sel T, yang dikenal sebagai sel penyaji (APC). Fagositosis yang efektif pada invasi kuman dini akan dapat mencegah timbulnya infeksi (Baratawidjaja 2006).


(26)

Selanjutnya dalam kerjanya sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan sistem imun spesifik. Penghancuran kuman terjadi dalam beberapa tingkat sebagai berikut: kemotaksis, menangkap, memakan, fagositosis, memusnahkan dan mencerna (Baratwidjaja 2006).

Supriyadi (1995), mengungkapkan bahwa antibodi atau zat anti adalah suatu senyawa protein (gama-globulin, immunoglobulin) yang terbentuk karena adanya antigen (benda asing) yang masuk kedalam tubuh. Sifat dari antibodi yang dihasilkan biasanya sangat spesifik artinya hanya dapat bereaksi terhadap suatu organisme yang memiliki susunan molekul yang sama dengan perangsangnya (antigen asal). Antibodi memiliki tiga fungsi, yaitu 1) menetralisasikan toksin agar tidak lagi bersifat toksik, 2) mengikatkan diri kepada sel-sel musuh, yaitu antigen dan 3) membusukan struktur biologi antigen tersebut lalu menghancurkannya. Antibodi akan terbentuk jika sel limfosit (sel B) telah berfungsi dengan baik (Yahya 2000).

Mekanisme pertahanan tubuh yang sinergis antara pertahanan humoral dan seluler dimungkinkan oleh adanya interleukin, interferon dan sitokin dan berfungsi sebagai komunikator dan amplikasi dalam mekanisme pertahanan humoral dan selular ikan (Anderson 1992).

2.4 Bakteri Aeromonas hydrophila

Aeromonas hydrophila merupakan bakteri bersifat gram negatif, berbentuk batang, motil. Irianto (2005), mengungkapkan bahwa Aeromonas hydrophila merupakan agensia penyebab hemoragik septikemia (Bakterial Hemorrhagic

Septicemia, BHS) atau MAS (Motile Aeromonas hydrophila) pada beragam

spesies ikan air tawar. Menurut Kabata (1985), Aeromonas hydrophila berukuran panjang berkisar antara 1.0 – 1,5 µ. Bakteri ini bersifat motil (bergerak aktif) dengan satu flagela polar yang terletak pada bagian ujung, dan dapat berkembang biak dengan baik pada medium Tryp Soy Agar (TSA) pada suhu kamar (20-300C). Irianto (2005) mengungkapkan bahwa Aeromonas hydrophila merupakan patogen oportunistik. Dikenal sebagai patogen fakultatif yang masuk ke jaringan ikan yang stres berat dan secara fisik lemah oleh penyebab penyakit lain (Plumb et al. 1976). Faktor stres lingkungan, khususnya yang berkaitan dengan kualitas air


(27)

yang buruk, mempertinggi perkembangan penyakit. Faktor-faktor tersebut diantaranya suhu air tinggi, kadar amonia dan nitrat tinggi, gangguan pH, dan oksigen terlarut rendah. Kepadatan parasit dan ikan yang tinggi, beban bahan organik di air yang tinggi, aktivitas pemijahan, penanganan dan transportasi yang kasar juga dapat memicu timbulnya penyakit yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila (Camus et al. 1998). Ikan yang terserang bakteri ini biasanya memperlihatkan gejala-gejala berupa: warna tubuh ikan menjadi gelap, kemampuan berenang menurun, mata ikan rusak dan agak menonjol, sisik terkuak, seluruh siripnya rusak, insang berwarna merah keputihan, ikan terlihat megap-megap di permukaan air, insangnya rusak sehingga sulit bernapas, kulit ikan menjadi kasat dan timbul pendarahan selanjutnya diikuti dengan luka-luka borok-borok, perut ikan kembung (dropsi), dan apabila dilakukan pembedahan maka akan terlihat pendarahan pada hati, ginjal, dan limpa (Kordi dan Ghufran 2004).

Galur A. hydrophila menghasilkan berbagai toksin ekstraselular dan enzim ekstraselular yang disebut ECP (Extracellular Product) yang mungkin adalah faktor virulen dan virulen determinan ( Angka et al. 1995). Salah satu struktur permukaan sel yang utama pada bakteri gram negatif adalah LPS (lipopolisakarida) yang dikenal sebagai endotoksin. Toksin jenis ini penyebab demam dan radang pada hewan inang. LPS dari patogen ikan Aeromonas hydrophila mempunyai rantai polisakarida O dari panjang rantai homogenus, beda dengan panjang rantai heterogenus dari polisakarida galur Aeromonas lain (Dooley et al. 1985).

2.5 Imunostimulan

Imunostimulan merupakan senyawa kimia, obat atau bahan lainnya yang mampu meningkatkan mekanisme respon spesifik dan non spesifik ikan (Anderson 1992). Imunostimulan merupakan bahan yang bisa menigkatkan resistensi organisme terhadap infeksi patogen (Treves-Brown 2000). Menurut Dugger and Joy (1999), mengungkapkan bahwa pemberian imunostimulan secara luas dengan maksud untuk mengaktifkan sistem imun non spesifik seperti makrofag pada vertebrata dan hemocyte pada avertebrata.


(28)

Penggunaan imunostimulan dilakukan pada budidaya ikan karena kemoterapi yang diberikan pada ikan menyebabkan resistensi pada bakteri tertentu. Imunostimulan meningkatkan daya tahan terhadap penyakit infeksi, bukan karena meningkatnya respon imun spesifik tapi oleh meningkatnya mekanisme pertahanan imun non-spesifik. Imunostimulan penting untuk mengontrol penyakit ikan dan berguna pada budidaya ikan (Sakai 1999). Sedangkan menurut Tizard (1988), Beberapa materi atau substansi yang terlibat dalam proses spesifik adalah imunisasi akrif dan pasif, baik oleh virus, bakteri maupun cendawan, sedangkan yang non-spesifik berupa stimulasi limfosit dan makrofag.

Raa et al. (1992), mengatakan bahwa masuknya imunostimulan akan merangsang makrofag untuk memproduksi interleukin yang akan menggiatkan sel limfosit yang kemudian membelah menjadi limfosit T dan B. Limfosit T memproduksi interferon yang akan meningkatkan kemampuan makrofag sehingga dapat memfagositosis sel bakteri, virus dan partikel asing lainnya yang masuk ke tubuh ikan. Imunostimulan akan merangsang makrofag untuk memproduksi lebih banyak lisozim dan komplemen. Interleukin menggiatkan limfosit B menjadi lebih banyak memproduksi antibodi. Ikan yang diberikan imunostimulan biasanya menunjukkan peningkatan aktifitas sel fagositik. Aktifitas sel fagositik dapat dideteksi dengan fagositosis, killing dan chemotaxis (Kajita et al. 1990).

Imunostimulan yang diketahui dengan baik adalah komponen dari dinding sel bakteri, seperti lipopolysaccharide (LPS) (Goets et al. 2004). Komponen sintetis, polisakarida, ekstrak hewan dan tumbuhan atau vitamin dapat meningkatkan respon imun non-spesifik (Siwicki 1987; siwicki 1989; Hardie et al. 1991; Thampson et al. 1995). Beberapa adjuvan dan imunostimulan seperti b-glukan, kitin dan polisakarida asal bakteri biasanya digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit dan untuk meningkatkan imunitas ikan (Anderson 1996; Sakai 1999). Imunostimulan dapat diaplikasikan melalui penyuntikan, perendaman atau secara oral (Jeney dan Anderson 1993; Sakai 1999; Yin et al. 2006). Komponen karbohidrat dan asam nukleat yang terdapat pada dinding bakteri gram-negatif dipercaya sebagai imunostimulan, bila dicampur ke dalam pakan akan memberikan respon kekebalan (Sakai 1998).


(29)

Hasil penelitian Alifuddin (1999), menunjukkan bahwa pemberian imunostimulan yaitu lipopolisakarida, levamisol dan S. cerevisiae dengan dosis 60 ppm secara perendaman selama 10 menit dapat meningkatkan: Respon non spesifik (respon seluler) yakni leukosit (total dan jenis-jenis leukosit), aktivitas fagositik respon seluler, respon spesifik (humoral) yakni antibodi terhadap infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Selanjutnya Imunostimulan tidak berpengaruh terhadap status kesehatan ikan dan tidak mengakibatkan penyimpangan kondisi fisiologi ikan; dalam hal ini dilihat dari kadar hematokrit, hemoglobin, jumlah eritrosit dan kadar glukosa plasma darah. pemaparan imunostimulan meningkatkan tingkat kelulushidupan ikan dan efektif terhadap bakteri Gram negatif dan bakteri Gram positif.

Hasil Penelitian Junita (2002) menunjukkan bahwa Spirulina plantesis dapat meningkatkan respon kekebalan ikan patin (Pangasius djambal) yang terlihat dari meningkatnya respon kekebalan non-spesifik yang meliputi total leukosit, jenis leukosit, dan aktifitas fagositik. Pemberian Spirulina plantesis 4% secara diskontinyu memberikan hasil terbaik dalam mengingkatkan respon kekebalan dengan lama waktu pemberian satu bulan. Selanjutnya pemberian Spirulina plantesis 4% secara diskontinya menghasilkan tingkat persentase kelangsungan hidup ikan patin 76.7 % setelah diuji tantang dengan Aeromonas hydrophila.

Hasil Penelitian Jasmanindar (2009) menunjukkan Ekstrak Gracilaria verrucosa memiliki kemampuan untuk menstimulasi sistem ketahanan pada udang vaname Litopenaeus vannamei. Pemberian 50 µg/g bobot udang ekstrak G verrucosa menghasilkan kelangsungan hidup udang vanamei hingga 73,3%. Dosis ekstrak 50 µg/g bobot udang menunjukkan aktifitas phenoloxidase (0,42 ± 0,07 unit) dan clearance effciency (74,0 ± 3,3 %) dari hemosit udang mengalami peningkatan hingga hari keempat pengamatan, sedangkan aktifitas fagositosis (44,3 ±3,5%) mengalami peningkatan hingga hari kedua pengamatan. Pemberian ekstrak G.verrucosa yang berulang dengan interval waktu tertentu yaitu 2 kali pemberian selama 30 hari pemeliharaan sudah mampu memberikan kelangsungan hidup hingga 86,7%.


(30)

Hasil penelitian Suryati (2009) menunjukkan bahwa pemberian k-karagenan sebagai imunostimulan dapat meningkatkan respon imun non-spesifik pada ikan lele dumbo, yang terukur dari kadar hematokrit, kadar hemoglobin, jumlah sel darah merah, jumlah sel darah putih, diferensial leukosit dan indeks fagositik. Pemberian kappa karaginan dapat mencegah perkembangan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila, berdasarkan gejala klinis maupun histopatologi pada organ kulit, ginjal dan hati, dengan tingkat kerusakan yang lebih ringan. Pemberian kappa karaginan secara berulang dengan frekuensi empat kali, dapat meningkatkan kelangsungan hidup ikan lele dumbo tertinggi yaitu 93,33±5,77% pasca infeksi bakteri Aeromonashydrophila.

Dengan pemberian imunostimulan maka status kesehatan ikan dapat lebih terjaga, sehingga dapat meningkatkan produksi melalui peningkatan ketahanan tubuh terhadap penyakit infeksi (Robertson et al. 1990; Anderson 1992). Imunostimulan tidak memperlihatkan efek samping yang negatif sebagaimana yang terjadi pada penggunaan vaksin dan antibiotik terhadap lingkungan dan konsumen (Anderson 1996; Sakai 1999).


(31)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Desember 2011 di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Sedangkan proses pengekstraksian K. alvarezii dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan Institut Pertanian Bogor.

3.2 Persiapan Penelitian

Ikan uji yang akan digunakan adalah ikan lele dumbo dengan berat 15–30 gram yang berasal dari petani ikan lele di Ciampea Bogor. Sebelum digunakan dalam percobaan, ikan lele dipelihara dalam bak pemeliharaan yang dilengkapi dengan aerator. Selama pemeliharaan ikan diberi pakan komersial dua kali sehari dengan FR (feeding rate) 3%. Air yang akan digunakan dalam percobaan, disaring dan diendapkan, selanjutnya ditampung dalam bak fiber dan diaerasi.

Wadah perlakuan yang digunakan berupa akuarium berukuran 60x30x40 cm3 yang dilengkapi peralatan aerasi. Sebelum digunakan, akuarium dibersihkan dan disterilisasi dengan kaporit30 ppm selama 24 jam, kemudian dibilas dengan air bersih dan dikeringkan. Selanjutnya akuarium diisi dengan air bersih dan diaerasi. Ikan diadaptasikan dalam akuarium selama satu minggu sebelum perlakuan.

3.2.1 Ekstraksi Rumput Laut Kappaphycus alvarezii

Ekstraksi K.alvarezii untuk menghasilkan κ- karagenan menggunakan metode gell press. Caranya adalah K.alvarezii kering dibersihkan dari kotoran berupa pasir, garam dan jenis-jenis rumput laut lainnya kemudian direndam selama ± 30 menit. K.alvarezii yang telah bersih direbus dalam larutan alkali KOH 8 % pada temperatur 60-90 oC selama ± 2 jam. Selanjutnya dilakukan pencucian K. alvarezii sampai netral dan direbus kembali pada suhu 90-95 oC selama ± 2 jam. Setelah direbus K. alvarezii disaring dengan vibrator screen. K.alvarezii direbus kembali dengan KCl 3 %, selama ± 15 menit dengan suhu 60oC, kemudian K.alvarezii yang telah berbentuk koloid dicetak/dijedalkan dalam


(32)

pan penjedal selama semalam. Koloid K.alvarezii dipotong dengan alat pemotong gel sehingga membentuk lembaran gel karagenan. Lembaran gel karagenan dibungkus dengan kain kemudian dipres dalam bak pengepres. Pengepresan dilakukan selama semalam dengan penambahan beban secara bertahap, sehingga diperoleh lembaran gel karagenan yang cukup tipis. Gel karagenan kemudian dijemur sampai kering sehingga membentuk lembaran seperti kertas tipis. Karagenan kertas kemudian dipotong-potong, digiling dan disaring dengan saringan halus (100 mesh size) sehingga menjadi tepung karagenan. Tepung karagenan siap untuk digunakan.

3.2.2 Penyediaan Suspensi Bakteri A. hydrophila.

Bakteri A. hydrophila diperoleh dari Laboratorium Kesehatan Ikan Institut Pertanian Bogor. Sebelum digunakan untuk uji, bakteri tersebut ditingkatkan virulensinya dengan menginjeksikan kembali pada ikan hidup yang sehat dan selanjutnya diisolasi kembali dengan cara menusukkan jarum ose ke bagian kulit/ginjal kemudian dibiakkan di media TSA dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruangan. Untuk mendapatkan biakan murni maka setiap koloni bakteri yang tumbuh terpisah dan berlainan morfologinya diisolasi kembali ke dalam media TSA miring dan diinkubasi pada suhu ruangan selama 24 jam.

Penentuan tingkat virulensi bakteri A.hydrophila dilakukan dengan menghitung lethal dosis (LD-50), yaitu konsentrasi yang menyebabkan kematian

ikan uji sebanyak 50 %. Uji LD-50 dilakukan dengan cara menginfeksi ikan lele

dengan bakteri A.hydrophila pada konsentrasi 109 CFU/ml. Injeksi dilakukan secara intramuscular sebanyak 0,1 ml/ikan. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah ikan yang hidup dan mati sampai hari ke-7. Kemudian dilakukan penghitungan nilai LD-50 yaitu pada konsentrasi A.hydrophila 108 CFU/ml yang mematikan ikan sebanyak 50% dari populasi pada batas waktu tertentu. Regenerasi bakteri A.hydrophila untuk uji tantang dilakukan dengan mengambil satu ose bakteri diambil dari media agar miring dan diinokulasikan ke dalam erlenmeyer yang berisi media Luria Bertani (LB), kemudian diinkubasi dalam water bath shaker selama 24 jam pada suhu 29oC sebagai stok kultur untuk uji. Stok kultur disentrifus pada 3000 rpm selama 15 menit pada 4oC. Supernatan


(33)

dipindahkan dan pelet bakteri disuspensikan dalam larutan Phosphat-Buffered Saline (PBS) sebagai stok suspensi bakteri untuk uji tantang, dan untuk aktifitas fagositik ikan lele terhadap bakteri A. hydrophila .

3.3 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini terdiri atas 3 tahap yaitu : 1). Menguji pengaruh pemberian

κ-karagenan dengan dosis berbeda dalam pakan terhadap infeksi bakteri A. hydrophila 2). Mengevaluasi pengaruh dosis terbaik dalam pakan terhadap perubahan parameter makroskopis dan mikroskopis. 3). Mengevaluasi frekuensi pemberian κ-karagenan yang efektif untuk ketahanan ikan lele terhadap infeksi bakteri A. hydrophila.

Tahap 1. Pengaruh Pemberian K-Karagenan dengan Dosis Berbeda Dalam Pakan terhadap Infeksi Bakteri A.hydrophila

Tahap penelitian ini terdiri atas lima perlakuan, masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Adapun perlakuan pakan dicampur bubuk k-karagenan dengan dosis sebagai berikut:

K (+) : Pakan tanpa k-karagenan, diuji tantang dengan bakteri A.hydrophila K (-) : Pakan tanpa k-karagenan, diinjeksi PBS

A : Pemberian k-karagenan 5 g/kg-1 pakan, diuji tantang bakteri A.hydrophila

B : Pemberian k-karagenan 10 g/kg-1 pakan, diuji tantang bakteri A.hydrophila

C : Pemberian k-karagenan 20 g/kg-1 pakan, diuji tantang bakteri A.hydrophila

Pemberian pakan pada ikan dilakukan 2 kali sehari dengan FR (feeding rate) 3% dari bobot biomassa selama empat minggu setelah itu dilakukan uji tantang dengan bakteri A. hydrophila 108 CFU/ekor kecuali kelompok kontrol negatif (K-) yang hanya diinjeksi dengan PBS. Cara pencampuran k-karagenan dalam pakan adalah k-karagenan ditimbang sesuai dosis perlakuan, dilarutkan dalam sedikit air, dicampurkan kedalam pakan pellet (standar) secara merata dan dikering-anginkan dalam suhu ruang. Setelah kering, pakan di coating dengan putih telur dan dikering-anginkan kembali. Pakan siap digunakan, selanjutnya


(34)

sisanya dimasukkan ke dalam kantong plastik kemudian disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4oC sampai saat akan digunakan.

Pengambilan sampel darah dilakukan pada minggu ke-0, 1, 2, 3 dan 4. Parameter imun yang diukur yaitu : kadar hematokrit, eritrosit total, leukosit total, differensial dan aktifitas fagositik. Setelah empat minggu pemeliharan dilakukan uji tantang dengan bakteri A. hydrophila 108 CFU/ekor dan dilakukan pengamatan terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan sampai hari ke-14 setelah uji tantang.

Skema Penelitian Tahap I

Pemberian k-karagenan selama 30 hari Uji tantang bakteri A.hydrophila

M0 M1 M2 M3 M4 1 14

Pengamatan parameter imun: SR (%)

(Hb, He, SDM, SDP, DL, IF)

Keterangan: M (Minggu); 1-14 (Hari Pengamatan)

Tahap 2. Pengaruh Dosis Terbaik dalam Pakan terhadap Perubahan Parameter Makroskopis dan Mikroskopis pada Ikan Lele Dumbo

Pada tahap ini terdiri atas tiga perlakuan dan tiga kali ulangan. Dosis yang digunakan dalam tahap ini merupakan dosis yang memberikan hasil terbaik dari tahap penelitian sebelumnya. Adapun perlakuannya sebagai berikut:

K (+) : Pakan tanpa k-karagenan, diuji tantang dengan bakteri A.hydrophila

K (-) : Pakan tanpa k-karagenan, diinjeksi PBS PDT : Perlakuan dosis terbaik

Pemberian pakan pada ikan dilakukan 2 kali sehari dengan FR (feeding rate) 3% dari bobot biomassa selama empat minggu setelah itu dilakukan uji tantang dengan bakteri A. hydrophila 108 CFU/ekor kecuali kelompok kontrol negatif (K-) yang hanya diinjeksi dengan PBS. Pengamatan parameter makroskopis berupa gejala klinis dan diameter gejala klinis, dilakukan pada saat ikan diinjeksi dengan bakteri A. hydrophila sampai hari ke 14 setelah uji tantang.


(35)

Pada akhir perlakuan dilakukan pengamatan organ dalam (ginjal, hati, empedu dan limpa) untuk mengetahui kelainan klinis dengan membandingkan perubahan morfologi dan warna organ dalam ikan pada perlakuan dosis terbaik, kontrol positif, dengan perlakuan kontrol negatif. Pemeriksaan histologi dilakukan pada organ kulit, ginjal, dan hati dari ikan uji. Pemeriksaan histologi dilakukan pada organ kulit, ginjal, dan hati dari ikan uji. Sampel difiksasi dengan larutan fiksatif Davidson kemudian dipindahkan ke dalam larutan alkohol 70 % setelah 24 jam. Selanjutnya dilakukan dehidrasi, clearing infiltrasi dan blocking terhadap jaringan sampel. Blok jaringan selanjutnya diiris menggunakan mikrotom dengan ketebalan 5 µm dan diwarnai dengan hematoxylin dan eosin (H & E).

Untuk pengamatan gejala klinis, dilakukan skoring berdasarkan jenis perubahannya (Angka 2005) yaitu untuk radang diberi skor 1, hemoragi skor 2, tukak skor 3, dan mati skor 4. Berdasarkan diameter kelainan tersebut, ada tiga tingkatan nilai untuk radang, hemoragi dan tukak (Tabel 1).

Tabel 1. Cara penentuan skoring gejala klinis

Jenis Skor Kisaran Diameter (cm)

Skor Total

1 2 3

Radang 1 0,2 - 0,4 0,41- 0,6 > 0,6 1x1=1 1x2=2 1x3=3

Hemoragi 2 0,2 - 0,4 0,41- 0,6 > 0,6 2x1=2 2x2=4 2x3=6

Tukak 3 0,1 - 0,5 0,51- 1,0 > 1,0 3x1=3 3x2=6 3x3=9

Mati 4

Sumber : Angka (2005). Keterangan :

skor radang = 1, diameter radang 0,5cm, maka total skor = 1 x 2 = 2

skor hemoragi = 2,diameter hemoragi 0,3 cm, maka total skor = 2 x 1=2 skor tukak = 3, diameter tukak 1,2 cm, maka skor = 3 x 3 = 9


(36)

Skema Penelitian Tahap II

Pemberian k-karagenan selama 30 hari Uji tantang bakteri A.hydrophila

M0 M1 M2 M3 M4 1 14

Gejala Klinis

Pengamatan anatomi ikan lele Histopatologi

Keterangan: M (Minggu); 1-14 (Hari Pengamatan)

Tahap 3. Durasi Pemberian k-Karagenan yang Efektif untuk Ketahanan Ikan Lele terhadap Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila.

Penelitian tahap kedua ini terdiri dari enam perlakuan dan tiga kali ulangan. Dosis yang digunakan pada tahap ini, merupakan dosis yang memberikan hasil terbaik dari tahap penelitian sebelumnya. Perlakuan yang digunakan adalah periode waktu tertentu pemberian κ-karagenan dalam pakan sebagai berikut:

K (+) : Pakan tanpa k-karagenan, diuji tantang dengan bakteri A.hydrophila

K (-) : Pakan tanpa k-karagenan, diinjeksi PBS

PB1 : Pemberian k-karagenan setiap hari selama lima minggu PB7 : Pemberian k-karagenan selama tujuh hari pada minggu I PB14 : Pemberian k-karagenan selama 14 hari pada minggu I dan II PB21 : Pemberian k-karagenan selama 21 hari pada minggu I, III dan V Pemeliharaan dilakukan selama lima minggu dan setelah itu dilakukan uji tantang dengan bakteri A. hydrophila 108 CFU/ekor kecuali kelompok kontrol negatif (K-) yang hanya diinjeksi dengan PBS. Parameter yang diamati adalah tingkat kelangsungan hidup ikan dan pertumbuhan. Kelangsungan hidup ikan diamati mulai hari ke-1 sampai hari ke-14 setelah uji tantang.


(37)

Skema Penelitian Tahap III

Minggu Pemberian k-karagenan Uji tantang A.hydrophila

Perlakuan 0 I II III IV V

PB1 :

PB7 : 1 14

PB14 :

PB21 : SR (%) K (+) : ……….. Uji tantang

A.hydrophila

K(-) : ………. Injeksi PBS

Pertumbuhan

Keterangan:

:Minggu pemberian k-karagenan

... : Minggu pemberian pakan tanpa karagenan 1-14 : Hari pengamatan

3.4 Pemeriksaan Parameter Penelitian 3.4.1 Pengambilan sampel darah

Alat suntik dan tabung eppendorf dibilas dengan dengan antikoagulan Na-sitrat 3,8 %. Darah ikan diambil dengan menggunakan syringe 1 ml yang ditusukkan sampai tulang vertebrae dimana terdapat vena caudalis. Darah didiamkan mengalir secara kapiler lalu dihisap dengan ditarik secara perlahan. Darah yang telah diambil, dimasukkan ke dalam tabung eppendorf untuk segera diamati gambaran darahnya.

3.4.2 Pengukuran hematokrit (Anderson & Siwicki 1993)

Darah dihisap menggunakan tabung mikrohematokrit berlapis heparin dengan sistem kapiler. Fungsi heparin adalah untuk mencegah pembekuan darah di dalam tabung (Amlacher, 1970). Setelah darah mencapai ¾ bagian tabung, kemudian salah satu ujung tabung disumbat dengan critoseal. Tabung kapiler yang telah berisi darah kemudian diputar dengan sentrifuse pada 6000 rpm selama 5 menit. Pengukuran dilakukan dengan membandingkan volume benda darah terhadap volume seluruh darah menggunakan skala hematokrit.


(38)

3.4.3 Eritrosit Total (Blaxhall & Daisley 1973)

Penghitungan dilakukan dengan mengencerkan darah dengan larutan Hayem di dalam pipet pencampur berskala maksimum 101. Dalam pipet ini terdapat bulir berwarna merah yang berfungsi sebagai pengaduk. Darah dihisap dengan pipet pencampur hingga skala 0,5 lalu dengan pipet yang sama dihisap larutan Hayem hingga skala 101. Pipet kemudian digoyang membentuk angka delapan selama 3 - 5 menit agar darah tercampur secara merata. Sebelum dilakukan penghitungan, larutan pada bagian ujung pipet yang tidak teraduk dibuang, selanjutnya diteteskan ke dalam haemositometer dan ditutup dengan kaca penutup, diamati di bawah mikroskop. Penghitungan dilakukan pada 10

kotak kecil haemositometer, Σ eritrosit = Σ eritrosit terhitung x 104 sel/mm3.

3.4.4 Leukosit Total (Blaxhall & Daisley 1973)

Penghitungan dilakukan dengan mengencerkan darah dengan larutan Turks di dalam pipet pencampur berskala maksimum 11. Darah dicampur dengan pipet pencampur hingga skala 0,5 kemudian pipet yang sama dihisap larutan Turks hingga 11. Pipet kemudian digoyang membentuk angka delapan selama 3-5 menit agar darah tercampur secara merata. Sebelum dilakukan penghitungan, larutan pada bagian ujung pipet yang tidak teraduk dibuang, tetesan berikutnya dimasukkan ke dalam haemositometer dan ditutup dengan kaca penutup kemudian diamati di bawah mikroskop. Penghitungan dilakukan pada 16 kotak besar

haemositometer, Σ leukosit = Σ leukosit terhitung x 50 sel/mm3

.

3.4.5 Diferensial leukosit (Amlacher 1970)

Pengukuran diferensial leukosit (sel darah putih) dilakukan untuk mengetahui persentase tiap macam leukosit yang ada dalam darah. Penghitungan dilakukan dengan mengamati preparat ulas darah. Darah diteteskan diatas gelas objek yang bersih (direndam metanol), kemudian ujung gelas objek kedua ditempatkan di atas gelas objek pertama hingga membentuk sudut 30o . Gelas objek kedua digeser kearah belakang menyentuh tetesan darah hingga menyebar. Kemudian gelas objek kedua digeser kearah berlawanan hingga terbentuk lapisan tipis darah, dibiarkan hingga kering. Preparat difiksasi dengan methanol absolute selama 5 menit, kemudian diangkat dan dibiarkan kering udara. Pewarnaan


(39)

preparat dilakukan selama 10 menit dalam wadah pewarnaan dengan larutan Giemsa, lalu diangkat dan dibilas dengan air mengalir dan dibiarkan kering udara. Preparat ulas darah kemudian ditempatkan di bawah mikroskop, diteteskan minyak imersi dan diamati dengan pembesaran 1000 kali. Kemudian dihitung jenis-jenis leukosit dan dihitung persentasenya.

3.4.6 Aktivitas Fagositik (Anderson & Siwicki 1993)

Pengukuran indeks fagositik dilakukan dengan cara, sebanyak 50 µl sampel darah dimasukkan ke dalam eppendorf, ditambahkan 50 µ l suspensi Staphylococcus aureus dalam PBS (108 sel/ml). Sampel darah dihomogenkan dan diinkubasi dalam suhu ruang selama 20 menit. Selanjutnya 5 µ l sampel darah dibuat sediaan ulas dan dikeringkan udarakan, kemudian difiksasi dengan metanol selama 5 menit dan dikeringkan. Sediaan ulas direndam dalam pewarna Giemsa selama 15 menit, kemudian dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan dengan tissue. Selanjutnya dihitung jumlah sel yang menunjukkan proses fagositosis dari 100 sel fagosit yang teramati dengan rumus :

Indeks Fagositik = (Jumlah sel fagosit yang melakukan fagositosis/jumlah sel fagosit ) x 100 %

3.4.7 Histopatologi

Pengukuran parameter histopatologi dilakukan pada organ kulit, hati, dan ginjal ikan lele dumbo pada hari ke 7 setelah uji tantang. Histopatologi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan organ akibat serangan bakteri patogen. Masing-masing perlakuan diambil 1 ekor ikan sebagai sampel. Hasil preparat histopatologi dibandingkan dengan kontrol. Jika terlihat tingkat kerusakan jaringan pada perlakuan lebih kecil dari kontrol berarti perlakuan memberikan pengaruh dalam menekan virulensi dari patogen. Prosedur pembuatan preparat histopatologi melalui empat tahapan yaitu : fiksasi atau pengawetan jaringan, perlakuan (processing) jaringan, pemotongan jaringan dan pewarnaan jaringan.


(40)

a. Fiksasi

Tahap permulaan pembuatan sediaan histopatologis adalah memotong bagian tubuh ikan yang akan dijadikan sampel, lalu kemudian dimasukkan dalam larutan fiksatif Bouin’s. Larutan Bouin’s dibuat dari campuran asam pikrat 21 g/l, formalin 40% dan acetic acid glacial, dengan perbandingan 15 : 5 : 1. Pada penelitian ini organ tubuh ikan yang diambil adalah kulit, ginjal, dan hati. Sampel dipotong dengan ukuran kira-kira 1x1 cm. Semua sampel organ direndam dalam larutan fiksatif Bouin’s selama 24 jam. Setelah difiksasi kemudian sampel direndam dalam larutan formalin 4% selama 24 jam dan alkohol 70% selama 24 jam, dengan tujuan agar sampel jaringan tidak mengeras.

b. Perlakuan (processing) jaringan

Potongan sampel organ diberi perlakuan berupa dehidrasi (pengambilan air) dan clearing (penjernihan), kemudian dilakukan impregnasi (penyusunan parafin) untuk kemudian jaringan siap dibuat blok (melalui proses embedding). Proses ini bertujuan untuk membuat sediaan ada dalam blok paraffin yang merupakan penunjang yang sangat diperlukan dalam proses pemotongan. Mula-mula paraffin cair dituang kedalam wadah cetakan sebagai dasar pembuatan blok. Sediaan diambil dengan pinset dan diletakkan diatas dasar blok tersebut, kemudiaan bahan embedding dituang hingga memenuhi cetakan dengan sediaan di dalamnya. Blok kemudian ditempel pada holder atau blok kayu.

c. Pemotongan jaringan

Sediaan yang sudah diblok siap dipotong dengan menggunakan mikrotom setebal 5 µm dan dibuat preparat. Sebelum proes pewarnaan, dilakukan deparafinasi dengan cara mencelupkan sediaan ke dalam Xylol I dan II masing-masing 5 menit dan dilanjutkan dengan pencelupan ke dalam alkohol absolut I dan II selama 2-3 menit, alkohol 95 % selama 2-3 menit, alkohol 90% selama 2-3 menit, alkohol 80% selama 2-3 menit, alkohol 70% selama 2-3 menit, alkohol 50% selama 2-3 menit. Kemudian dilakukan proses rehidrasi yaitu proses mencuci preparat jaringan dengan aquades mengalir selama 2-3 menit.


(41)

d. Pewarnaan jaringan

Proses pewarnaan preparat jaringan yaitu dengan memasukkan preparat/sediaan ke dalam larutan pewarna hematoksilin selama 3-5 menit, dicuci dalam air mengalir. Kemudian dilanjutkan dengan pencelupan ke dalam larutan pewarna eosin selama 3 detik. Untuk menghilangkan kelebihan warna, preparat dicuci dalam air mengalir selama 5 menit. Selanjutnya dilakukan pencelupan ke dalam alkohol 50%, 70%, 85%, 90%, alkohol absolut I dan absolut II masing-masing selama 2-3 menit. Kemudian preparat jaringan ditutup dengan cover glass yang sudah ditetesi dengan entelan neu, dikeringkan dalam oven pada suhu 40oC

selama 24 jam. Setelah itu preparat dapat diamati dibawah mikroskop.

3.4.8 Kelangsungan hidup (Effendie 1997)

Kelangsungan hidup ikan dihitung dengan menggunakan rumus : SR = (Nt/No) x 100%

Keterangan :

SR = Tingkat Kelangsungan Hidup (%)

Nt = Jumlah ikan yang hidup pada akhir perlakuan (ekor) No = Jumlah ikan pada awal perlakuan (ekor)

3.4.9 Pertambahan Bobot Mutlak

Dihitung berdasarkan rumus Zonneveld et al. 1991:

Δ Pertumbuhan mutlak (g) = Rata-rata berat akhir (g) − Rata-rata berat awal (g)

3.5 Analisis Data

Rancangan yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari enam perlakuan dan tiga kali ulangan. Untuk mengetahui perbedaan setiap perlakuan terhadap parameter imun, kelangsungan hidup dan pertambahan bobot relatif, maka dianalisa keragamannya dengan menggunakan ANOVA. Bila terdapat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan menggunakan program SPSS ver. 17. Data parameter makroskopis dan mikroskopis dianalisa secara deskriptif.


(42)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Pemberian k-Karagenan dengan Dosis Berbeda dalam Pakan terhadap Infeksi Bakteri A.hydrophila

Pemberian k-karagenan sebagai imunostimulan dalam pakan yang diberikan pada ikan lele dumbo selama satu bulan pemeliharaan dan untuk pengaruh pemberian k-karagenan dapat dilihat dari tingkat kelangsungan hidup setelah dilakukan uji tantang dengan bakteri A.hydrophila. Untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai pengaruh pemberian k-karagenan dapat dilihat dari parameter sistem imun ikan lele yaitu : hemaglobin, hematokrit, eritrosit total, leukosit total, differensial leukosit dan aktivitas fagositik.

4.1.1 Gambaran Darah Ikan Lele Kadar Hemoglobin (Hb)

Hemoglobin adalah protein dalam eritrosit yang tersusun atas protein globin tidak berwarna dan pigmen heme yang dihasilkan dalam eritrosit dan kemampuan darah untuk mengangkut oksigen bergantung pada kadar Hb dalam darah. Hemoglobin berfungsi mengikat oksigen yang kemudian akan digunakan untuk proses katabolisme sehingga dihasilkan energi (Lagler et al. 1977). Berdasarkan pengamatan selama penelitian terhadap kadar hemoglobin didalam darah ikan lele cukup bervariasi, dapat disajikan pada Gambar 1 dan Lampiran 1.

Hasil pengamatan kadar hemoglobin selama penelitian menunjukkan bahwa pada minggu ke-0, kadar rata-rata hemoglobin masing-masing perlakuan sama yaitu sebesar 8,17±0,29 (g%). Pada minggu ke-1 kadar hemoglobin mengalami kenaikan dengan kadar rata-rata tertinggi pada perlakuan B (10 g kg-1 pakan) yaitu sebesar 9,83±0,29 (g%) selanjutnya perlakuan C (20 g kg-1 pakan) yaitu sebesar 9,17±0,76 (g%), perlakuan A (5 g kg-1 pakan) sebesar 8,67± 0,58 (g%) dan perlakuan K (kontrol) sebesar 8,47± 0,81 (g%). Dari hasil uji lanjut duncan perlakuan A dan C tidak berbeda nyata terhadap kadar hemoglobin akan tetapi berbeda nyata dengan perlakuan B.


(43)

Gambar 1. Hemoglobin ikan lele selama empat minggu perlakuan pemberian k-karagenan sebesar 0g (K), 5g (A), 10g (B) dan 20g (C) kg-1 pakan

Pada minggu ke-2 hemoglobin mengalami kenaikan dengan kadar rata-rata tertinggi pada perlakuan B yaitu sebesar 9,87±1,21 (g%) selanjutnya untuk perlakuan A sebesar 7,47±0,50 (g%), perlakuan C sebesar 8,53±0,92 (g%), dan K sebesar 9,53±0,50 (g%). Dari hasil uji lanjut duncan perlakuan K tidak berbeda nyata terhadap kadar hemoglobin akan tetapi perlakuan A, B dan C memberikan pengaruh nyata terhadap kadar hemoglobin. Pada minggu ke-3 kadar hemoglobin untuk semua perlakuan mengalami kenaikan kecuali perlakuan K dan C. Kadar rata-rata tertinggi pada perlakuan B yaitu sebesar 10,40±1,25 (g%) selanjutnya perlakuan K sebesar 8,67±0,61 (g%), perlakuan A sebesar 9,33±0,42 (g%), dan perlakuan C sebesar 8,83±0,29 (g%). Dari hasil uji lanjut duncan perlakuan K dan C tidak berbeda nyata terhadap hemoglobin akan tetapi perlakuan A dan B memberikan pengaruh nyata terhadap hemoglobin. Nilai hemoglobin yang berada pada kisaran normal (baik) mengindikasikan bahwa terdapat cukup oksigen yang terikat dalam darah sehingga menggambarkan kesehatan ikan berada pada kondisi yang baik pula (Wedemeyer dan Yasutake 1977).

Pada minggu ke-4, hemoglobin pada semua perlakuan mengalami penurunan. Perlakuan K sebesar 6,07±0,93 (g%), perlakuan A sebesar 6,60±0,53 (g%), perlakuan B sebesar 8,60±1,44 (g%) dan perlakuan C sebesar 6,17 ± 0,29 (g%). Dari hasil uji lanjut duncan perlakuan K, A dan C tidak berbeda nyata terhadap kadar hemoglobin akan tetapi berbeda nyata dengan perlakuan B. Blaxhall (1973) mengatakan bahwa kadar hemoglobin yang rendah merupakan indikator bahwa ikan terkena anemia. Ikan yang mengalami anemia tidak mampu menyerap besi dalam jumlah yang cukup untuk membentuk hemoglobin. Pada kondisi ini maka akan terbentuk sel darah merah yang mengandung hemoglobin dalam jumlah yang sedikit.

a a

a

a

a

a ab ab

ab

a a

b b b

b a

ab b a

a 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00

0 1 2 3 4

H e mo g lo b in (%) Minggu Ke-K A B C


(44)

Menurut Fujaya (2004), ada korelasi yang kuat antara hemoglobin, sel darah merah dan hematokrit, semakin rendah jumlah sel-sel darah merah, maka semakin rendah pula kandungan hemaglobin dalam darah.

Kadar Hematokrit (He)

Hematokrit merupakan perbandingan antara sel darah merah dan plasma darah dan berpengaruh terhadap pengaturan sel darah merah. Peningkatan kadar hematokrit ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu perubahan parameter lingkungan terutama suhu perairan dan keadaan fisiologi ikan terkait dengan energi yang dibutuhkan (Jawad et al., 2004 dalam Marthen, 2005). Persentase hematokrit berguna untuk melihat kondisi kesehatan ikan yaitu dengan melihat persentase volume eritrosit. Hasil pengukuran hematokrit selama penelitian dapat disajikan pada Gambar 2 dan Lampiran 2.

Gambar 2. Hematokrit ikan lele selama empat minggu perlakuan pemberian k-karagenan sebesar 0g (K), 5g (A), 10g (B) dan 20g (C) kg-1 pakan

Hasil pengamatan hematokrit menunjukkan bahwa pada minggu ke-0 semua perlakuan mempunyai nilai hematokrit yang sama yaitu sebesar 21,79±1,57(%), hal ini disebabkan karena pada minggu ke-0 belum diberi perlakuan karagenan. Pada minggu ke-1, perlakuan K sebesar 20,95±0,91(%), perlakuan A sebesar 22,58±1,61 (%), perlakuan B sebesar 27,37±1,24(%) dan perlakuan C sebesar 23,72±0,41(%). Data ini menunjukkan bahwa perlakuan A, B dan C memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan K (P>0,05). Selama penelitian nilai kadar hematokrit cukup berfluktuasi. Angka et al. (1990) menyatakan bahwa hematokrit ikan bervariasi tergantung pada faktor nutrisi dan umur ikan. Kisaran kadar hematokrit ikan adalah 20-30% (Bond 1979).

a a a

a

a

a ab b

b a a c c c b

a b b

a a 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00

0 1 2 3 4

K a d a r H e ma to k ri t (g %) Minggu Ke-K A B C


(45)

Hematokrit tertinggi selama penelitian terdapat pada minggu ke-3 yaitu pada perlakuan B sebesar 33,47±1,47(%). Dari hasil pengukuran hematokrit selama empat minggu menunjukkan bahwa perlakuan B memiliki kadar hematokrit tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan K (P>0,05). Hasil uji lanjut duncan juga menunjukkan bahwa nilai hematokrit pada perlakuan B berbeda nyata dengan perlakuan K, A dan C. Namun perlakuan A dan C berbeda nyata dengan perlakuan K (P<0,05). Menurut Angka et al. (1985) bahwa kisaran nilai hematokrit ikan lele (Clarias batrachus) pada kondisi normal sebesar 30,8-45,5%. Kadar hematokrit ikan lele selama penelitian berada pada kisaran yang normal. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian k- karagenan dalam pakan memberikan pengaruh yang baik terhadap hematokrit darah ikan lele dumbo.

Eritrosit Total (Sel Darah Merah)

Eritrosit ikan mempunyai inti, umumnya berbentuk bulat dan oval tergantung jenis ikannya. Inti sel eritrosit terletak sentral dengan sitoplasma terlihat jernih kebiruan dengan pewarnaan giemsa (Chinabut et al. 1991). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pada minggu ke-0, eritrosit total pada semua perlakuan sama yaitu 1,04±0,55 (106 sel/mm3), disajikan pada Gambar 3 dan Lampiran 3.

Dari Gambar 3, terlihat bahwa pada minggu ke-1 terjadi peningkatan jumlah eritrosit total yaitu pada perlakuan K sebesar 1,08±0,76(106 sel/mm3), perlakuan A sebesar 1,22±0,54(106 sel/mm3), perlakuan B sebesar 1,32±0,15(106 sel/mm3), dan perlakuan C sebesar 1,23±0,12(106 sel/mm3). Dari uji lanjut duncan menunjukkan bahwa perlakuan K berbeda nyata dengan perlakuan B dan C namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan A (P>0,05). Menurut Takashima & Hibiya (1995) menyatakan bahwa ikan normal umumnya memiliki jumlah total eritrosit sebesar 1-3 x 106 sel/mm3. Penurunan jumlah eritrosit menunjukkan terjadinya infeksi ginjal, serta rendahnya nilai eritrosit menandakan ikan menderita anemia, sedangkan tingginya jumlah eritrosit (diatas normal) menandakan ikan dalam keadaan strees (Wademeyer dan Yasutake 1977).


(46)

Gambar 3. Eritrosit total ikan lele selama empat minggu perlakuan pemberian k-karagenan sebesar 0g (K), 5g (A), 10g (B) dan 20g (C) kg-1 pakan

Pada minggu ke-2 jumlah eritrosit total mengalami kenaikan dengan kadar rata-rata tertinggi pada perlakuan B yaitu sebesar 1,48±0,06(106 sel/mm3), selanjutnya perlakuan C sebesar 1,35±0,04(106 sel/mm3), perlakuan A sebesar 1,32±0,09(106 sel/mm3), dan perlakuan K sebesar 1,22±0,04(106 sel/mm3). Dari hasil uji lanjut duncan perlakuan K, A dan C tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap jumlah eritrosit akan tetapi perlakuan B memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah eritrosit ikan lele dumbo. Pada minggu ke-3 jumlah eritrosit terus mengalami peningkatan dimana rata-rata tertinggi pada perlakuan B yaitu sebesar 2,19±0,06 (106 sel/mm3). Dari hasil uji lanjut duncan, perlakuan B berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya. Selanjutnya perlakuan A dan C berbeda nyata dengan perlakuan K(P<0,05).

Pada minggu ke-4 semua perlakuan mengalami penurunan dimana kontrol sebesar 1,13±0,05(106 sel/mm3), perlakuan A sebesar 1,21±0,01(106sel/mm3), perlakuan B sebesar 1,36±0,08(106 sel/mm3), dan perlakuan C sebesar 1,16±0,06(106 sel/mm3). Dari uji lanjut duncan menunjukkan bahwa perlakuan A dan B memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah eritrosit sedangkan perlakuan K dan D tidak berbeda nyata (P >0,05). Jumlah eritrosit total selama pemberian k-karagenan dalam pakan masih berada pada kisaran normal. Ketika nilai eritrosit berada dalam kisaran normal, hal ini menunjukan bahwa pemberian k-karagenan pada perlakuan tidak mengganggu kesehatan ikan namun diduga dapat meningkatkan status kesehatan ikan lele dumbo.

Leukosit Total (Sel Darah Putih)

Leukosit ikan terdiri dari granulosit dan agranulosit. Granulosit terdiri dari limfosit, monosit dan trombosit sedangkan agranulosit terdiri dari basofil, netrofil dan eiosinofil (Lagler et al. 1979). Leukosit ikan merupakan bagian dari sistem

a a a

a a a ab a b ab a b b c b a b a b a 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50

0 1 2 3 4

To ta l E ri tr o si t (106 se l/ m m 3 Minggu Ke-K A B C


(47)

pertahanan tubuh yang bersifat nonspesifik. Hasil pengamatan leukosit total dapat disajikan pada Gambar 4 dan Lampian 4.

Gambar 4. Leukosit total ikan lele selama perlakuan pemberian k-karagenan sebesar 0g (K), 5g (A), 10g (B) dan 20g (C) kg-1 pakan

Berdasarkan Gambar 4 diatas menunjukkan bahwa pada minggu ke-0, leukosit total untuk semua perlakuan sama yaitu 8,16±0,26(105sel/mm3). Pada minggu ke-1 semua perlakuan mengalami peningkatan jumlah leukosit, dimana rata-rata perlakuan A, B dan C berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan K (kontrol). Jumlah leukosit total terus meningkat pada minggu ke-2 sampai pada minggu ke-3. Dari hasil uji statistik pada minggu ke-3 menunjukkan bahwa perlakuan A sebesar 12,95±0,82(105 sel/mm3), B sebesar 14,47±0,96 (105 sel/mm3) dan perlakuan C sebesar 11,84±0,75(105 sel/mm3) memberikan pengaruh nyata (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan K sebesar 10,37(105 sel/mm3). Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh tubuh misal virus dan bakteri. Pada minggu ke-4 terjadi penurunan jumlah leukosit total, namun dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan A, B dan C memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan K (P<0,05).

Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah leukosit pada minggu ke-1 sampai minggu ke-3, mengindikasikan bahwa k-karagenan yang diberikan melalui pakan mampu meningkatkan jumlah leukosit yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh ikan lele sehingga sistem kekebalan tubuh ikan lele dumbo juga dapat meningkat.

a a a

a

a

a ab a

b a a b b c b

a ab a

b a 0 2 4 6 8 10 12 14 16

0 1 2 3 4

To ta l Le u k o si t (10 5se l/ m m 3 Minggu Ke-K A B C


(48)

Diferensial Leukosit

Differensial leukosit merupakan suatu nilai yang menggambarkan perbandingan jumlah sel leukosit (limfosit, netrofil, monosit dan trombosit) dengan jumlah seluruh sel darah putih. Hasil perhitungan differensial leukosit selama penelitian disajikan pada Tabel 2.

a. Limfosit

Limfosit merupakan proporsi sel darah putih terbanyak (Takashima & Hibiya 1995). Secara morfologi, limfosit berupa sel darah kecil dengan nukleus yang besar (menempati bagian terbesar dari sel) tidak bergranula dan dikelilingi sejumlah kecil sitoplasma (Chinabut et al. 1991). Berdasarkan hasil presentase jumlah limfosit yang teramati selama penelitian seperti disajikan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa persentase jumlah limfosit pada minggu ke-0 untuk semua perlakuan yaitu sebesar 66,45 ± 0,58%. Persentase jumlah limfosit ini terus meningkat pada minggu ke-1 sampai minggu ke-4 untuk semua perlakuan. Limfosit merupakan sel-sel respon pertahanan tubuh yang penting dan diklasifikasikan dalam 2 subklas : Sel B (respon imun spesifik humoral) dan Sel T(respon imun spesifik seluler). Sel B mempunyai kemampuan untuk bertransformasi menjadi sel plasma yaitu sel yang memproduksi antibodi. Menurut Baratawidjaja (2006), bila sel B dirangsang oleh benda asing, sel tersebut akan berproliferasi, berdiferensiasi dan berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi. Antibodi ini berfungsi sebagai pertahanan terhadap infeksi ekstraseluler atau bakteri serta menetralisir oksidannya. Berbeda dengan sel B, sel T terdiri atas beberapa sel subset dengan fungsi yang berlainan, salah satunya adalah sel Th1 yang berfungsi mengaktifkan makrofag (monosit) untuk menghancurkan mikroba patogen serta memusnahkan sel yang terinfeksi.

Persentase jumlah limfosit tertinggi selama penelitian terdapat pada perlakuan B dengan persentase jumlah limfosit tertinggi yaitu sebesar 68,42 ± 1,00% pada minggu ke-3. Baratawidjaja (2006) menyatakan peningkatan limfosit berperan cukup besar terhadap peningkatan respon imun atau ketahanan tubuh ikan terhadap infeksi.


(49)

Tabel 2. Persentase jumlah limfosit, monosit, netrofil dan trombosit ikan lele selama penelitian

Perlakuan M0 M1 M2 M3 M4

Limfosit

K 66,45 67,18 67,35 67,72 66,96

A 66,45 67,40 67,35 68,15 67,05

B 66,45 67,50 67,56 68,42 67,59

C 66,45 67,43 67,21 67,30 66,88

Monosit

K 8,39 8,40 8,84 9,49 8,47

A 8,39 8,84 9,69 10,08 9,39

B 8,39 10,00 10,22 10,88 9,05

C 8,39 9,71 9,29 9,95 9,38

Netrofil

K 10,32 9,16 9,52 10,13 10,17

A 10,32 8,84 9,69 10,48 10,50

B 10,32 9,50 10,67 11,58 11,31

C 10,32 9,14 10,38 10,90 10,00

Trombosit

K 14,84 15,27 14,29 12,66 13,56

A 14,84 14,92 13,27 11,29 12,15

B 14,84 13,00 11,56 9,12 11,31

C 14,84 13,71 13,11 11,85 12,50

b.Monosit

Monosit ikan berbentuk bulat atau oval, intinya terletak di tengah sel dengan sitoplasmanya tidak bergranula (Takashima & Hibia 1995). Monosit mampu masuk ke jaringan dan berdeferensiasi menjadi makrofag. Peran monosit


(1)

6 2,8 (T) 2,4 (T) 1,9 (T) - 1,9 (T) 2,0 (MT) 1,5 (T) - 1,8 (T) 1,4 (T) 2, 7 2,9 (MT) 2,3 (T) 1,9 (T) - 1,7 (T) - 1,4 (T) - 1,8 (T) 1,4 (T) 8 - 1,9 (T) 1,7 (T) - 1,6 (T) - 1,4 (T) - 1,6 (T) 1,2 (T) 9 - 1,8 (T) 1,7 (T) - 1,4 (T) - 1,2 (T) - 1,6 (T) 1,2 (T) 10 - 1,5 (T) 1,5 (T) - 1,4 (T) - 1,2 (T) - 1,5 (T) 0,9 (T) 11 - 1,4 (T) 1,5 (T) - 1,2 (T) - 0,9 (T) - 1,3 (T) 0,7 (T) 12 - 1,4 (T) 1,3 (T) - 1,1 (T) - 0,9 (T) - 1,2 (T) 0,5 (T) 13 - 1,1 (T) 1,3 (T) - 1,1 (T) - 0,7 (T) - 1,0 (T) 0,5 (T) 14 - 1,1 (T) 1,1 (T) - 0,9 (T) - 0,5 (T) - 0,9 (T) 0,3 (T)

Lampiran 8: Skoring diameter kelainan klinis ikan lele kontrol positif pasca infeksi bakteri Aeromonas hydrophila

Skoring Kelainan Klinis Kontrol Positif

Hari

U1 U2 U3

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3

1 6 3 3 6 9 9 9 6 6 3 6 6 3

2 9 6 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 6

3 9 6 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9

4 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9

5 9 9 9 4 9 9 9 4 9 9 9 9 9

6 9 9 9 - 9 9 4 - 9 9 4 4 9

7 4 9 9 - 9 9 - - 9 9 - - 9

8 - 9 9 - 9 9 - - 9 9 - - 9

9 - 9 9 - 9 9 - - 9 9 - - 9

10 - 9 9 - 9 9 - - 9 6 - - 9

11 - 9 9 - 9 9 - - 9 6 - - 9

12 - 9 9 - 9 9 - - 9 3 - - 9

13 - 9 9 - 9 9 - - 9 3 - - 6


(2)

Lampiran 9 : Gejala klinis dan diameter kelainan klinis ikan lele dosis terbaik pasca infeksi bakteri Aeromonas hydrophila

Gejala Klinis Dosis Terbaik Hari

U1 U2

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1 1,5 (R) 2,0 (R) 1,0 (R) 0,8 (R) 2,2 (T) 1,5 (T) 1,1 (R) 1,2 (R) 0,5 (R) 1,5 (R) 2 1,5 (H) 2,0 (H) 1,0 (H) 1,1 (H) 2,5 (T) 1,5 (T) 1,5 (H) 1,5 (T) 1,0 (T) 1,5 (T) 3 1,4 (H) 2,1 (T) 1,4 (T) 1,1 (T) 2,7 (MT) 1,8 (T) 1,5 (T) 1,5 (T) 1,0 (T) 1,7 (T) 4 1,5 (T) 2,5 (T) 1,4 (T) 1,3 (T) - 1,8 (T) 1,5 (T) 1,7 (T) 1,4 (T) 1,7 (T) 5 1,7 (T) 2,5 (T) 1,5 (T) 1,3 (T) - 1,9 (T) 1,3 (T) 1,7 (T) 1,4 (T) 1,6 (T) 6 1,5 (T) 2,5 (T) 1,5 (T) 1,2 (T) - 1,9 (T) 1,1 (T) 1,5 (T) 1,5 (T) 1,4 (T) 7 1,5 (T) 2,4 (T) 1,3 (T) 1,0 (T) - 1,7 (T) 0,9 (T) 1,5 (T) 1,0 (T) 1,4 (T) 8 1,3 (T) 2,3 (T) 1,3 (T) 0,9 (T) - 1,5 (T) 0,9 (T) 1,4 (T) 0,9 (T) 1,2 (T) 9 1,2 (T) 1,9 (T) 1,2 (T) 0,8 (T) - 1,4 (T) 0,7 (T) 1,4 (T) 0,9 (T) 1,2 (T) 10 1,1 (T) 1,8 (T) 1,0 (T) 0,8 (T) - 1,1 (T) 0,7 (T) 1,4 (T) 0,5 (T) 0,9 (T) 11 0,9 (T) 1,5 (T) 0,8 (T) 0,6 (T) - 0,9 (T) 0,5 (T) 1,2 (T) 0,3 (T) 0,7 (T) 12 0,7 (T) 1,4 (T) 0,7 (T) 0,5 (T) - 0,8 (T) 0,5 (T) 1,2 (T) 0,2 (T) 0,5 (T) 13 0,5 (T) 1,4 (T) 0,5 (T) 0,4 (T) - 0,5 (T) 0,3 (T) 1,0 (T) 0,1 (T) 0,5 (T) 14 0,5 (T) 1,1 (T) 0,3 (T) 0,2 (T) - 0,2 (T) 0,1 (T) 1,0 (T) 0,1 (T) 0,3 (T)


(3)

Lampiran 10: Skoring diameter kelainan klinis ikan lele dosis terbaik pasca infeksi bakteri Aeromonas hydrophila

Skoring Kelainan Klinis Dosis Terbaik

Hari U1 U2 U3

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3

1 3 3 3 3 9 9 3 3 2 3 3 6 3

2 6 6 6 6 9 9 6 9 6 9 6 9 6

3 6 9 9 9 4 9 9 9 6 9 6 9 9

4 9 9 9 9 - 9 9 9 9 9 9 9 9

5 9 9 9 9 - 9 9 9 9 9 9 9 9

6 9 9 9 9 - 9 9 9 9 9 9 9 9

7 9 9 9 6 - 9 6 9 6 9 9 9 9

8 9 9 9 6 - 9 6 9 6 9 9 9 9

9 9 9 9 6 - 9 6 9 6 9 9 9 9

10 9 9 6 6 - 9 6 9 3 6 6 9 9

11 6 9 6 6 - 6 3 9 3 6 6 6 9

12 6 9 6 3 - 6 3 9 3 3 3 6 9

13 6 9 6 3 - 3 3 6 3 3 3 3 6


(4)

Lampiaran 11 : Kelangsungan hidup (%) ikan lele pasca infeksi bakteri Aeromonas hydrophila (Tahap III)

Perlakuan Ulangan Kelangsungan Hidup (%) hari

Ke-1 2 3 4 5 6 7 8 9

K (+) 1 100 100 88 63 50 50 50 50 50

2 100 100 88 88 75 63 50 50 50

3 100 100 100 88 75 50 38 38 38

K (-) 1 100 100 100 100 100 100 100 100 100 2 100 100 100 100 100 100 100 100 100

3 100 100 100 100 100 100 100 100 100

PB1 1 100 100 100 88 75 75 75 75 75

2 100 100 88 75 63 63 63 63 63

3 100 100 88 88 63 63 63 63 63

PB7 1 100 100 100 100 75 75 75 75 75

2 100 100 88 75 75 75 75 75 75

3 100 100 88 63 63 63 63 63 63

PB14 1 100 100 100 88 88 88 88 88 88

2 100 100 88 88 88 88 75 75 75

3 100 100 100 88 88 88 88 88 88

PB21 1 100 100 100 88 88 88 88 88 88

2 100 100 88 88 88 88 75 75 75


(5)

Lampiran 12 : Pertambahan bobot mutlak (g) ikan lele masing-masing perlakuan durasi

Berat awal Rataan Berat Akhir Rataan Pertambahan

Perlakuan Ulangan (g) (g) Bobot

P0 (-) 1 17,5 17,83 30 30,00 12,17

2 18 33

3 18 27

PB 1 1 17,5 17,00 30 32,67 15,67

2 17 33

3 16,5 35

PB7 1 16,5 16,50 35 37,00 20,50

2 16,5 39

3 16,5 37

PB14 1 18,5 18,00 47 46,00 28,00

2 18 46

3 17,5 45

PB21 1 15,5 16,83 34 34,33 17,50

2 18,5 36

3 16,5 33

Uji Statistik Pertambahan Bobot Mutlak ANOVA Bobot

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 429.100 4 107.275 22.906 .000

Within Groups 46.833 10 4.683

Total 475.933 14


(6)

Pertambahan Bobot Mutlak Duncana

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

K 3 12.1667

PB1 3 15.6667 15.6667

PB21 3 17.5000 17.5000

PB7 3 20.5000

PB14 3 28.0000

Sig. .076 .324 .120 1.000

Ket : Huruf yang sama pada kolom yang sama = tidak berbeda nyata Huruf yang berbeda pada kolom yang berbeda = berbeda nyata


Dokumen yang terkait

The Use of MHC I Molecular Marker in The Selection of Catfish Resistance to Aeromonas hydrophila Infection

2 12 80

Induction of gonadal maturation in female catfish (Clarias sp.) with PMSG hormone and Spirulina

0 3 184

Efficacy of orally administered kappa-carrageenan to enhance nonspecific immune responses and resistance of african catfish Clarias sp. against Aeromonas hydrophilla

1 5 175

Prevention of infection Aeromonas hydrophila on catfish Clarias sp. juvenile from 11 days to use garlic and meniran

0 4 69

The Effect of Application Probiotic Lactobacillus brevis and prebiotics Oligosaccharides for immune response and resistance Thai Catfish seeds (Pangasionodon hypophthalmus) Infected by Aeromonas hydrophila.

0 6 116

Extraction Optimization and Characterization of Fish Oil from Catfish (Clarias sp.) By-product.

0 4 59

Evaluation of Giving Silk Worms and Artificial Diet Combination on the Development of Digestive Organs and Enzymes to the Growth of African Catfish Larvae (Clarias sp.).

0 2 42

The Effect of Application Probiotic Lactobacillus brevis and prebiotics Oligosaccharides for immune response and resistance Thai Catfish seeds (Pangasionodon hypophthalmus) Infected by Aeromonas hydrophila

0 6 64

Induction of gonadal maturation in female catfish (Clarias sp.) with PMSG hormone and Spirulina

0 6 99

ISOLATION AND IDENTIFICATION OF Aeromonas spp. FROM DISEASED AFRICAN CATFISH (Clarias sp.) IN NGAWI REGENCY | Rejeki | Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) 26917 67809 1 PB

0 1 6