Politik TINJAUAN UMUM MENGENAI RELIGI DI JEPANG

dengan harapan mereka di awal Restorasi Meiji, yakni menjadi bangsa yang sejajar dengan bangsa-bangsa Eropad dan Amerika.

3.2 Politik

Keadaan politik dalam negeri Jepang menggambarkan pula gejala- gejala yang terdapat dalam masyarakat Jepang pada umumnya. Dalam masa shogun Tokugawa dan sebelumnya, kekuasaan politik ada di tangan shogun, yaitu penguasa militer tertinggi di Jepang. Ia memperoleh kekuasaan itu dari Tenno Heika yang menjadi simbol kesatuan Jepang dan pendeta tertinggi dalam agama Shinto. Pada waktu Tokugawa, pusat kekuasaan politik terpisah dari tempat kediaman Tenno Heika. Tokugawa menempatkan istanya di Edo yang sekarang bernama Tokyo, sedangkan istana Tenno Heika di Kyoto yang tetap dianggap ibu kota Jepang pada waktu itu. Shogun menjalankan kekuasaan politiknya di seluruh negara melalui para samurai ang menjadi daimyo di tiap-tiap bagian Jepang. Sebab itu kaum samurai tidak saja merupakan kasta militer, tetapi juga kelas penguasa politik atau administrasi. Oleh karena kekuasaan shogunat Tokugawa Jepang mengisolasikan diri dari dunia luar dan dapat memelihara perdamaian dalam negeri selama lebih dari 250 tahun berturut-turut, maka samurai lebih banyak bersifat penguasa administrasi negara daripada pejuang milter. Kekuasaan shogun berlaku secara turun xxxi Universitas Sumatera Utara temurun dalam keluarga Tokugawa. Akibatnya, tidak semua shogun memiliki kemampuan memerintah yang sama. Karena itu ada kecenderungan, bahwa apabila shogun tidak berkepribadian yang kuat, maka yang berkuasa sebenarnya adalah lingkungan shogun. Ketika Jepang dipaksa membuka diri oleh dunia Barat, kekuasaan shogunat Tokugawa sedang berada dalam keadaan lemah. Kesempatan ini dipergunakan oleh clan Satsuma dari Kagoshima Kyushu dan clan Choshu dari Yamaguchi untuk meruntuhkan kekuasaan Tokugawa atas Jepang. Kedua clan ini berhasil meyakinkan Tenno Heika waktu itu untuk mengambil kembali kekuasaan politik dan meniadakan shogun. Tenno Heika Matsuhito dan kemudian dinamakan Meiji Tenno 1852 – 1912. Ketika masih muda, pada umur 15 tahun telah menggantikan ayahnya, Komei Tenno yang meninggal. Meiji Tenno setuju dengan pikiran pemimpin-pemimpin Satsuma dan Choshu. Dengan kemampuan militer mereka, Tokugawa dapat dikalahkan dan Meiji Tenno pindah dari Kyoto ke Edo, yang kemudian dinamakan Tokyo ”ibu kota di Timur”. Dan sejak 1868 dimulailah pembangunan Jepang yang dikenal dengan nama Restorasi Meiji. Kita sudah mengetahui dari bab sebelumnya bahwa sejak Restorasi Meiji, Jepang berusaha memperoleh ilmu pengetahuan Eropa untuk mencegah penjajahan atau dominasi Eropa atas Jepang. Dalam usaha itu, xxxii Universitas Sumatera Utara Jepang meniru banyak hal yang ditemukan dalam kehidupan negara- negara Eropa, bahkan cara berpakaian dan musik Eropa pun ditirunya dan digunakan dalam kehidupan Jepang. Sebenarnya segala peniruan itu tidak hanya dilihat dari sudut manfaat praktis, tetapi mengandung juga unsur psikologis. Sebab dengan menunjukkan kepada dunia luar bahwa Jepang dapat melakukan hal-hal yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa, maka Jepang berharap akan memperoleh pengakuan dari segala pihak bahwa ia sekurang-kurangnya sama dengan Eropa. Sebab kalau dapat diakui sama oleh bangsa-bangsa Eropa, ia tidak dapat diperlakukan seperti bangsa- bangsa Asia lainnya, atau bahkan mendapat perlakuan yang sama dengan bangsa-bangsa Eropa. Sehingga bangsa-bangsa lain yang memandang tinggi kepada bangsa-bangsa Eropa juga memandang tinggi kepada Jepang. Oleh sebab itu, juga dalam dunia politik, Jepang berusaha meniru Eropa. Pemerintahan di bawah Meiji Tenno mulai disusun seperti di Eropa Barat. Pembantu-pembantu Meiji Tenno disusun dalam suatu pemerintahan yang dibagi dalam fungsi-fungsi yang lazim dikenal di Eropa waktu itu. Kemudian diadakan juga fungsi Perdana Menteri dan Menteri-menteri yang mengepalai departemen atau kementerian sejak tahun 1885. demikian pula dirasakan perlu untuk membentuk partai-partai politik seperti di Eropa. Pemerintahan yang membantu Meiji Tenno, terutama xxxiii Universitas Sumatera Utara terdiri dari orang-orang Satsuma dan Chusha yang sebelumnya aktif membantu Tenno mengalahkan Tokugawa. Sebagai oposisi terhadap dominasi Satsuma dan Choshu, adalah Hagaki Taisuke 1837 – 1919 dari Tosa di Shikoku yang membentuk partai Aikoku Koto. Tetapi partai ini tidak banyak berhasil dan kemudian mati.

3.3. Sosial Budaya